Kabupaten Purwakarta
Kabupaten Purwakarta | |
---|---|
Daerah tingkat II | |
Motto: Wibawa Karta Raharja | |
Koordinat: 6°32′19″S 107°26′37″E / 6.538564°S 107.4435572°E | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Jawa Barat |
Dasar hukum | UURI Nomor 4 Tahun 1968 |
Ibu kota | Purwakarta |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar
|
Pemerintahan | |
• Bupati | H Dedi Mulyadi, SH |
Luas | |
• Total | 971,72 km² km2 (Formatting error: invalid input when rounding sq mi) |
Populasi | |
• Total | 798,272 jiwa (2.007)[1] |
• Kepadatan | 822/km2 (2,130/sq mi) |
Demografi | |
Zona waktu | UTC+07:00 (WIB) |
Kode BPS | |
Kode area telepon | 0264 |
Kode Kemendagri | 32.14 |
DAU | Rp. 457.287.567.000,00 (2010) |
Situs web | http://www.purwakartakab.go.id |
Kabupaten Purwakarta, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia terletak ±80 km sebelah timur Jakarta. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Karawang di bagian Barat dan sebagian wilayah Utara, Kabupaten Subang di bagian Utara dan sebagian wilayah bagian Timur, Kabupaten Bandung di bagian Selatan, dan Kabupaten Cianjur di bagian Barat Daya.
Kabupaten Purwakarta berada pada titik-temu tiga koridor utama lalu-lintas yang sangat strategis, yaitu Purwakarta-Jakarta, Purwakarta-Bandung dan Purwakarta-Cirebon.
Luas wilayah Kabupaten Purwakarta adalah 971,72 km² atau sekira 2,81% dari luas wilayah Provinsi Jawa Barat berpenduduk 782.362 jiwa (Sensus penduduk tahun 2005) dengan laju pertumbuhan penduduk rata-rata sebesar 2,42% per-tahun. Jumlah penduduk laki-laki adalah 391.061 jiwa, sedangkan jumlah penduduk perempuan adalah 391.301 jiwa.
Kabupaten Purwakarta memiliki motto Wibawa Karta Raharja. "Wibawa" berarti berwibawa atau penuh kehormatan, "Karta" berarti ramai atau hidup, dan "Raharja' berarti keadaan sejahtera atau makmur. Sehingga “Wibawa Karta Raharja” dapat diartikan sebagai daerah yang terhormat/berwibawa, ramai/hidup, serta makmur atau sejahtera.
Etimologi
Purwakarta berasal dari suku kata "purwa" yang artinya permulaan dan "karta" yang berarti ramai atau hidup. Pemberian nama Purwakarta dilakukan setelah kepindahan ibukota Kabupaten Purwakarta dari Wanayasa ke Sindang Kasih.
Peristiwa kepindahan ibukota kabupaten ini setiap tahunnya diperingati pada tanggal 20 Juli dengan melakukan napak tilas dari Wanayasa ke Sindang Kasih.
Arti Lambang
- Segi berwarna hitam berpelat merah, dimaksudkan bendungan serba-guna Jatiluhur, yang merupakan kebanggaan dan kemakmuran masyarakat Purwakarta.
- Lengkung berwarna hijau gelombang putih dan biru, dimaksudkan Situ Buleud.
- Rumah berwarna merah dan kuning, menggambarkan Gedung Karesidenan yang bersejarah, keagungan daerah Purwakarta. Atapnya berbentuk gunung Tangkuban Perahu, dihubungkan dengan legenda rakyat, mengenai bendungan sungai, cerita Sangkuriang.
- Padi dan kapas, merupakan lambang kemakmuran yang tidak bisa terpisahkan sesuai pula dengan penghidupan masyarakat Purwakarta yang sebagian besar hidup dari pertanian.
Keterangan :
- Lambang berbentuk segi lima, sesuai dengan dasar negara yaitu Pancasila yang merupakan tameng Bangsa Indonesia.
- Pelat merah bertuliskan “Wibawa Karta Raharja”, merupakan semboyan yang berarti daerah yang penuh dengan nuansa keagamaan yang selamanya aman dan makmur.
Keterangan Warna :
- Hijau Muda, harapan bagi masa depan daerah Purwakarta untuk terus membangun suatu daerah yang adil, makmur dan sejahtera.
- Hitam, ketuhanan dan ketekunan hati.
- Kuning, keagungan/kebesaran daerah.
- Merah, tekad perjuangan bangsa yang pantang mundur, rela bermandi darah daripada menyerah. Putih, kesucian/keikhlasan hati rakyat dalam menanggulangi segala cobaan dan penderitaan.
- Biru, kesetiaan rakyat terhadap nusa, bangsa dan agama.
- Hijau Tua, keagamaan masyarakat Purwakarta merupakan masyarakat yang teguh agama, mereka membenci orang-orang yang munafik dan orang-orang yang melalaikan kewajiban untuk berbakti kepada Tuhan. Mereka semua yakin bahwa dari segala kebesaran dan kemajuan daerahnya ialah petunjuk serta lindungan Tuhan YME.
Sejarah
Sebelum penjajahan Belanda
- Keberadaan Purwakarta tidak terlepas dari sejarah perjuangan melawan pasukan VOC. Sekitar awal abad ke-17 Sultan Mataram mengirimkan pasukan tentara yang dipimpin oleh Bupati Surabaya ke Jawa Barat. Salah satu tujuannya adalah untuk menundukkan Sultan Banten. Tetapi dalam perjalanannya bentrok dengan pasukan VOC sehingga terpaksa mengundurkan diri.
- Setelah itu dikirimkan kembali ekspedisi kedua dari Pasukan Mataram di bawah pimpinan Dipati Ukur serta mengalami nasib yang sama pula. Untuk menghambat perluasan wilayah kekuasaan kompeni (VOC), Sultan Mataram mengutus Penembahan Galuh (Ciamis) bernama R.A.A. Wirasuta yang bergelar Adipati Panatayuda atau Adipati Kertabumi III untuk menduduki Rangkas Sumedang (Sebelah Timur Citarum). Selain itu juga mendirikan benteng pertahanan di Tanjungpura, Adiarsa, Parakansapi dan Kuta Tandingan. Setelah mendirikan benteng tersebut Adipati Kertabumi III kemudian kembali ke Galuh dan wafat. Nama Rangkas Sumedang itu sendiri berubah menjadi Karawang karena kondisi daerahnya berawa-rawa (Sunda : "Karawaan").
- Sultan Agung Mataram kemudian mengangkat putera Adipati Kertabumi III, yakni Adipati Kertabumi IV menjadi Dalem (Bupati) di Karawang, pada Tahun 1656. Adipati Kertabumi IV ini juga dikenal sebagai Panembahan Singaperbangsa atau Eyang Manggung, dengan ibu kota di Udug-udug.
- Pada masa pemerintahan R. Anom Wirasuta putera Panembahan Singaperbangsa yang bergelar R.A.A. Panatayuda I antara Tahun 1679 dan 1721 ibu kota Karawang dari Udug-udug pindah ke Karawang, dengan daerah kekuasaan meliputi wilayah antara Cihoe (Cibarusah) dan Cipunagara. Pemerintahan Kabupaten Karawang berakhir sekitar tahun 1811-1816 sebagai akibat dari peralihan penguasaan Hindia-Belanda dari Pemerintahan Belanda kepada Pemerintahan Inggris.
Masa penjajahan Belanda
- Antara tahun 1819-1826 Pemerintahan Belanda melepaskan diri dari Pemerintahan Inggris yang ditandai dengan upaya pengembalian kewenangan dari para Bupati kepada Gubernur Jendral Van Der Capellen. Dengan demikian Kabupaten Karawang dihidupkan kembali sekitar tahun 1820, meliputi wilayah tanah yang terletak di sebelah Timur sungai Citarum/Cibeet dan sebelah Barat sungai Cipunagara.Dalam hal ini kecuali Onder Distrik Gandasoli, sekarang Kecamatan Plered pada waktu itu termasuk Kabupaten Bandung. Sebagai Bupati I Kabupaten Karawang yang dihidupkan kembali diangkat R.A.A. Surianata dari Bogor dengan gelar Dalem Santri yang kemudian memilih ibukota kabupaten di Wanayasa.
- Pada masa pemerintahan Bupati R.A. Suriawinata atau Dalem Sholawat, pada tahun 1830 ibu kota dipindahkan dari Wanayasa ke Sindangkasih yang diresmikan berdasarkan besluit (surat keputusan) pemerintah kolonial tanggal 20 Juli 1831 nomor 2.
- Pembangunan dimulai antara lain dengan pengurugan rawa-rawa untuk pembuatan Situ Buleud, Pembuatan Gedung Karesidenan, Pendopo, Mesjid Agung, Tangsi Tentara di Ceplak, termasuk membuat Solokan Gede, Sawah Lega dan Situ Kamojing. Pembangunan terus berlanjut sampai pemerintahan bupati berikutnya.
Masa kemerdekaan
- Kabupaten Karawang dengan ibukota Purwakarta berjalan sampai dengan tahun 1949. Pada tanggal 29 Januari 1949 dengan Surat Keputusan Wali Negeri Pasundan Nomor 12, Kabupaten Karawang dipecah dua yakni Karawang Bagian Timur menjadi Kabupaten Purwakarta dengan ibu kota di Subang dan Karawang Bagian Barat menjadi Kabupaten Karawang. Berdasarkan Undang-undang nomor 14 tahun 1950, tentang pembentukan daerah kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa Barat, selanjutnya diatur penetapan Kabupaten Purwakarta, dengan ibu kota Purwakarta, yang meliputi Kewedanaan Subang, Sagalaherang, Pamanukan, Ciasem dan Purwakarta.
Pembagian administratif
Pada tahun 1968, berdasarkan Undang-undang No. 4 tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang SK Wali Negeri Pasundan diubah dan ditetapkan Pembentukan Kabupaten Purwakarta dengan Wilayah Kewedanaan Purwakarta di tambah dengan masing-masing dua desa dari Kabupaten Karawang dan Cianjur sehingga pada tahun 1968 Kabuapten Purwakarta hanya memiliki 4 kecamatan, yaitu Kecamatan Purwakarta, Plered, Wanayasa dan Campaka dengan jumlah desa sebanyak 70 desa. Untuk selanjutnya dilaksanakan penataan wilayah desa, kelurahan, pembentukan kemantren dan peningkatan status kemantren menjadi kecamatan yang mandiri. Maka saat itu Kabupaten Purwakarta memiliki wilayah: 183 desa, 9 kelurahan, 8 kamantren dan 11 kecamatan. Berdasarkan perkembangan Kabupaten Purwakarta, pada tahun 1989 telah dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor: 821.26-672 tanggal 29 Agustus 1989 tentang lahirnya lembaga baru yang bernama Wilayah Kerja Pembantu Bupati Purwakarta Wilayah Purwakarta yang meliputi Wilayah Kecamatan Purwakarta, Kecamatan Jatiluhur, Kecamatan Campaka, Perwakilan Kecamatan Cibungur yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta berada di Purwakarta. Sedangkan wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Plered meliputi wilayah Kecamatan Plered, Kecamatan Darangdan, Kecamatan Tegalwaru, Kecamatan Maniis, Kecamatan Sukatani yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta berada di Plered. Wilayah kerja Pembantu Bupati Wilayah Wanayasa yang meliputi Kecamatan Wanayasa, Kecamatan Pasawahan, Kecamatan Bojong, Perwakilan Kecamatan Kiarapedes, Perwakilan Kecamatan Margasari, dan Perwakilan Kecamatan Parakansalam yang pusat kedudukan Pembantu Bupati Purwakarta Wilayah Wanayasa berada di Wanayasa yang telah diresmikan pada tangga 31 Januari 1990 oleh Wakil Gubernur Jawa Barat. Setelah diberlakukannya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, serta dimulainya pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Purwakarta tepatnya pada tanggal 1 Januari 2001. Serta melalui Peraturan Daerah No. 22 tahun 2001, telah terjadi restrukturisasi organisasi pemerintahan di Kabupaten Purwakarta.
No | Kecamatan | Jumlah Kel/Desa | Luas Wilayah | Jumlah Penduduk |
---|---|---|---|---|
1 | Babakan Cikao | 9 | 42,40 km² | 38.590 jiwa |
2 | Bojong | 14 | 68,69 km² | 43.606 jiwa |
3 | Bungursari | 10 | 54,66 km² | 39.576 jiwa |
4 | Campaka | 10 | 43,60 km² | 34.418 jiwa |
5 | Cibatu | 10 | 56,50 km² | 25.769 jiwa |
6 | Darangdan | 15 | 67,39 km² | 57.132 jiwa |
7 | Jatiluhur | 10 | 60,11 km² | 56.855 jiwa |
8 | Kiara Pedes | 10 | 52,16 km² | 24.870 jiwa |
9 | Maniis | 8 | 71,64 km² | 28.748 jiwa |
10 | Pasawahan | 12 | 36,96 km² | 38.219 jiwa |
11 | Plered | 16 | 31,48 km² | 67.837 jiwa |
12 | Pondok Salam | 11 | 44,08 km² | 26.478 jiwa |
13 | Purwakarta | 10 | 24,83 km² | 143.760 jiwa |
14 | Sukasari | 5 | 92,01 km² | 14.262 jiwa |
15 | Sukatani | 14 | 95,43 km² | 60.796 jiwa |
16 | Tegalwaru | 13 | 73,23 km² | 43.923 jiwa |
17 | Wanayasa | 15 | 56,55 km² | 37.523 jiwa |
Iklim
Kondisi iklim di Kabupaten Purwakarta termasuk pada zona iklim tropis, dengan rata-rata curah hujan 3.093 mm/tahun dan terbagi ke dalam 2 wilayah zona hujan, yaitu: zona dengan suhu berkisar antara 22o-28oC dan zona dengan suhu berkisar 17o-26oC.
Topografi
- Wilayah Pegunungan. Wilayah ini terletak di tenggara dengan ketinggian 1.100 sd 2.036 M DPL, meliputi 29,73% dari total luas wilayah.
- Wilayah Perbukitan dan Danau. Wilayah ini terletak di barat laut dengan ketinggian 500 sd 1.000 M DPL, meliputi 33,8% dari total luas wilayah.
- Wilayah Daratan. Wilayah ini terletak di utara dengan ketinggian 35 sd 499 M DPL, meliputi 36,47% dari total luas wilayah.
Geologi
Terdiri dari batuan sedimen klasik berupa batu pasir, batu gamping, batu lempung, batu vulkanik. Jenis tanah yang ada terdiri dari aluvial, latosol, andosol, grumosol, podsolik dan regosol.
Trayek bus umum yang melintasi Kabupaten Purwakarta antara lain tujuan Jakarta, Bandung, Bogor, Bekasi, Karawang, Cilegon, Tasikmalaya, Garut, Sumedang, Cirebon dan kota-kota di Jawa Tengah, Yogyakarta dan Jawa Timur. Di samping itu terdapat pula moda angkutan kereta api yang melayani tujuan Jakarta, Bandung, Semarang, Karawang, dan Bekasi.
Bagi masyarakat yang bermukim di sekeliling Waduk Jatiluhur, moda transportasi yang biasa digunakan adalah kapal berukuran kecil (dibawah 7 GT).
Wilayah Purwakarta dilintasi oleh ruas Jalan tol Jakarta-Cikampek dan ruas Jalan Tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang). Gerbang Tol yang berada di wilayah Kabupaten Purwakarta adalah di Cikopo (Cikampek), Sadang dan Jatiluhur. Namun demikian di Kabupaten Purwakarta tidak terdapat satupun terminal bus yang memiliki fasilitas yang memadai.
Obyek wisata
Wisata alam
- Waduk Jatiluhur, dengan luas 8.300 ha terletak ±9 km dari kota Purwakarta menawarkan sarana rekreasi dan olahraga air yang lengkap dan menarik seperti : dayung, selancar angin, ski air, power boating, perahu layar, dan kapal pesiar. Fasilitas yang tersedia adalah hotel dan bungalow, bar dan restoran, lapangan tenis, kolam renang dengan water slide, gedung pertemuan dan playground. Bagi wisatawan remaja, tersedia pondok remaja serta lahan yang cukup luas untuk kegiatan outbond dan perkemahan yang letaknya diperbukitan diteduhi pepohonan. Di perairan Waduk Jatiluhur ini juga terdapat budi daya ikan keramba jaring apung yang menjadi daya tarik tersendiri. Di waktu siang atau malam kita dapat memancing sambil menikmati ikan bakar. Khusus untuk educational tourism, yang ingin mengetahui seluk beluk waduk ini, Perum Jasa Tirta II menyediakan tenaga ahli.
- Danau Cirata, dengan luas 62 km2 berada pada ketinggian 223 m DPL dikelilingi oleh perbukitan. Jika melakukan perjalanan dari kota Purwakarta melalui Plered, akan tiba di Cirata dalam waktu ±40 menit dengan jarak sejauh 15 km. Dalam perjalanan akan melewati pusat perdagangan peuyeum Bendul dan Sentra Industri Keramik Plered disamping menikmati keindahan alam di sepanjang jalan Plered-Cirata.
- Situ Wanayasa adalah danau alam yang berada pada ketinggian 600 m DPL dengan luas 7 ha, terletak ±23 km dari kota Purwakarta dengan udara yang sejuk berlatar belakang Gunung Burangrang.
- Sumber Air Panas Ciracas. Terletak ±8 km dari Situ Wanayasa berlokasi di kaki bukit dikelilingi oleh pepohonan dan hamparan sawah dengan udara yang sejuk. Terdapat sekitar 12 titik sumber mata air panas.
- Air terjun Curug Cipurut dapat ditempuh dengan berjalan kaki sepanjang ± 3 km ke arah Selatan kota Wanayasa, merupakan tempat yang nyaman untuk rekreasi baik hiking maupun camping ground. Berada pada ketinggian 750 m DPL.
- Gunung Parang adalah obyek wisata alam yang menyediakan sarana untuk rock climbing. Terletak 28 km dari kota Purwakarta berada pada ketinggian 983 m DPL.
- Gua Jepang berlokasi ±28 Km dari kota Purwakarta, memiliki ketinggian sekitar 700 m DPL, dikelilingi perkebunan teh, pohon pinus, cengkeh, manggis dan termasuk dalam kawasan puncak Gunung Burangrang. Gua Jepang merupakan gua buatan yang dibangun oleh Jepang (Romusha) sekira tahun 1943 untuk digunakan sebagai tempat persembunyian.
- Desa Wisata Bojong terletak di Desa Pasanggrahan Kecamatan Bojong ±35 km dari Kota Purwakarta, berada pada ketinggian ±650 m DPL dikelilingi pepohonan, bukit, hamparan sawah, pemandangan alam Gunung Burangrang dan areal perkebunan rakyat.
- Situ Buleud, adalah danau seluas 4 ha berbentuk bulat yang terletak di tengah kota Purwakarta. Situ buleud merupakan landmark Purwakarta. Konon Situ Buleud tempo dulu merupakan tempat "pangguyangan" (mandi/berendam) badak, kemudian pada masa pemerintahan kolonial Belanda dijadikan sebagai tempat peristirahatan. Kini Situ Buleud menjadi tempat rekreasi, olah raga, dan belanja PKL pada saat hari minggu bagi penduduk Purwakarta.
Wisata budaya
- Gedung Negara, dibangun tahun 1854 pada masa kolonial Belanda dengan gaya arsitektur Eropa. Kini Gedung Negara menjadi Kantor Bupati Purwakarta.
- Gedung Karesidenan, seusia dengan Gedung Negara dibangun pada zaman pemerintahan kolonial Belanda. Kini menjadi Kantor Badan Koordinasi Wilayah IV terletak di Jalan KK. Singawinata.
- Mesjid Agung, terletak di samping Gedung Negara dibangun pada tahun 1826 pada masa kolonial Belanda. Mesjid ini mulai dipugar pada tahun 1993 dengan tetap mempertahankan bentuk asli dan nilai sejarahnya, kemudian diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat pada tahun 1995.
- Sentra Industri Keramik Plered, terletak di Desa Anjun ±13 km dari kota Purwakarta. Industri ini diperkirakan sudah ada sejak tahun 1904 menghasilkan keramik berkualitas diekspor ke manca negara antara lain Jepang, Belanda, Thailand, dan Singapura. Jenis keramik yang dihasilkan antara lain gerabah, terakota dan porselen.
- Industri Kain Songket, diproduksi oleh PT. Sinar sejak tahun 1956 untuk di ekspor ke Brunei dan konsumsi dalam negeri.
- Kesenian Buncis dan Domyak merupakan kesenian khas Purwakarta disamping wayang golek, celempungan, tari-tarian, degung, ketuk tilu, jaipongan, tungbrung, reog, calung dan kesenian-kesenian daerah lainnya.
Wisata Ziarah
- Makam RA. Suriawinata. Seorang pendiri kota Purwakarta yang meninggal tahun 1827, beliau merupakan Bupati Karawang ke-9 dimakamkan di tengah Situ Wanayasa.
- Makam Baing Yusuf adalah makam Syech Baing Yusuf yang meninggal pada tahun 1856 terletak di belakang Mesjid Agung Purwakarta. Ia merupakan seorang ulama besar pada zamannya bermukim di Kaum (Paimbaran Mesjid Agung) Purwakarta dan mendirikan pondok pesantren.
PROFIL MAMA SEMPUR PLERED PURWAKARTA
KH TUBAGUS AHMAD BAKRI (MAMA SEMPUR) BN TB.MUHAMMAD SAIYDAH BN TB HASAN ARSYID BN MUHAMMAD MUKHTAR BN SHULTHAN ABD.FATAH
Tidak diketahui secara pasti kapan beliau dilahirkan. Tapi yang jelas Tubagus Ahmad Bakri adalah seorang ulama yang sangat berpengaruh di daerah Purwakarta. Bahkan hampir bisa dipastikan bahwa karena jasa beliaulah sejumlah pesantren berdiri di daerah tersebut. Tidak hanya itu, di kalangan masyarakat Jawa Barat, nama Ahmad Bakri sangat terkenal sebagai guru tarekat tertinggi dalam ajaran tarekat Qadiriyah-Naqsabandiyah.
Ayah beliau, TB.MUHAMMAD SAIYDAH BN TB HASAN ARSYID BN MUHAMMAD MUKHTAR BN SHULTHAN ABD.FATAH. HIJRAH dari BANTEN ke daerah PLERED tepatnya CITEKO. beliau ( MAMA BAKRI ) di lahirkan di sana (CITEKO)
Tubagus Ahmad Bakri Pernah belajar d Mekah. Pada waktu itu, tradisi belajar ke Timur Tengah sangat lazim di kalangan kiai tradisional. Di Mekah ia belajar tafsir kepada SAYYID AHMAD DAHLAN, salah seorang ulama besar yang mengajarkan Islam Madzhab Syafi'i. Di sana, ia juga belajar pada ulama Nusantara yang menetap di Mekah, yaitu SYEKH NAWAWI bn UMAR AL-BANTANI ( ALLOH YARHAM ) dan SYEKH MAHFUD bn ABDULLOH bn ABD.MANNAN ATTURMUSI. Khususnya kepada SYEKH NAWAWI AL-BANTANI, Ahmad Bakri belajar fikih. selain belajar di mekkah beliau juga pernah belajar kepada SYEKH AL HABIB UTSMAN bn ABDULLAH bn AQIL bn YAHYA MUFTI BETAWI ( ALLOH YARHAM ) dan SYAIKHONA KHOLIL bn ABD.LATHIEF BANGKALAN ( ALLOH YARHAM ).
Demikanlah, KH Tubagus Ahmad Bakri mendalami pengetahuan agamanya dengan berguru kepada ulama Nusantara yang begitu terkenal.dan masih banyak lagi ULAMA yang beliau timba ilmunya. Dalam keyakinan pelajar jawa bahwa mereka akan dianggap menyempurnakan pelajaran apabila mendapat bimbingan terakhir dari ulama kenamaan kelahiran Jawa (Zamahsyari, 1981).
Setelah pulang ke tanah air, Kiai Ahmad Bakri mendirikan sebuah pesantren di Darangdan, Desa Sempur, Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, Pesantren ini dinilai sebagai pesantren tertua di daerah tersebut. Demikianlah untuk selanjutnya ia mengelola pondok pesantren dan menjadi guru penyebar Tarekat Naqsabandiyah di daerah tersebut.
Pemikirannya
Untuk mengungkap pemikirannya kita dapat melacak sejumlah catatan kecil yang ditulisnya, ceramah-ceramah serta kandungan kitab yang ditulisnya.
Dalam Cempaka Dilaga, misalnya, KH Ahmad Bakri menjelaskan beberapa prinsip hidup yang harus dilakoni oleh umat Islam. Yaitu keharusan berbuat baik terhadap tetangga agar kita dapat hidup di dunia dengan aman, terutama aman dalam ibadah dan mengabdi kepada Allah.
Di bagian lain kitab ini, ia berpendapat bahwa seorang muslim hendaknya patuh dan menaati pemerintah -- bahkan terhadap pemerintah yang zalim sekalipun selama pemerintah tidak memerintahkan rakyatnya untuk menyalahi perintah Allah atau melarang untuk berbakti kepada Allah SWT.
Selain itu, Ahmad Bakri menjelaskan bahwa dalam mengambil seorang muslim hendaknya pada prinsip-prinsip Ushul Fikih. Misalnya ketika seseorang dihadapkan pada dua pilihan yang tidak dapat dihindari, maka menurutnya orang tersebut hendaknya memilih perbuatan yang paling sedikit mudaratnya (akhaf al-dlaruryn). Ia juga menganjurkan agar seseorang mendahulukan untuk menolak mafsadat daripada melakukan pekerjaan yang mendatangkan manfaat. Menurutnya, menghindari mafsadah lebih utama ketimbang mencari manfaat.
KH Ahmad Bakri juga memperbincangkan perilaku manusia yang sangat mendasar, yaitu makan. Menurutnya, makan merupakan kewajiban, dan oleh karenanya makan termasuk bagian dari ajaran agama Islam. Karena makan merupakan salah satu sendi yang dapat menguatkan manusia dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT. dan melakukan perintah-perintah-Nya.
Lebih lanjut KH Ahmad Bakri menjelaskan bahwa seseorang sejatinya mengetahui etika makan. Dengan demikian, seseorang dapat mencapai manfaat makan sehingga makan dapat dinilai sebagai ibadah.
Ahmad Bakri termasuk ulama yang tidak sepakat dengan ajaran Wahabi yang berkembang di Mekah. Bahkan ia menilai bahwa Muhammad Abdul Wahab, pendiri Wahabi, adalah musuh Rasulullah Saw. Ketidaksepakatan terhadap ajaran tersebut dituangkannya dalam sebuah bukunya yang berjudul Idhah al-Kardtiniyah fi Ma Yata'allaqu bi Dhalat al-Wahabiyah.
Selain itu, Ahmad Bakri juga menyinggung persoalan pendidikan. Sebagaimana di ketahui, ia hidup pada masa peperangan dan pada saat itu banyak orang ang ikut berperang melawan penjajah. Disinilah ia menangkap realitas di mana pendidikan begitu terabaikan. Menyikapi kenyataan ini, ia menyatakan perlunya sebagian orang untuk tetap memperhatikan pendidikan dan tidak ikut berperang. Untuk mengukuhkan pendapatnya, ia mengutip ayat al-Qur'an, khususnya surat At-Taubah ayat 22.
Meskipun Ahmad Bakri tidak terlibat langsung dalam kancah politik, namun pandangangan-pandangan dan pilihan politiknya diikuti oleh masyarakat setempat. Ia bukanlah tipe propagandis yang kerap memaksakan pendapatnya kepada orang lain. Alih-alih memaksakan keinginannya, malah ia memberikan kebebasan kepada para santrinya untuk menentukan sikap politiknya.
Demikianlah gambaran singkat tentang sosok yang relatif moderat dalam menyikapi persoalan. Hanyalah sosok yang matang secara intelektual dan emosional-lah yang mampu menampilkan sikap moderat. Dan KH. Tubagus Ahmad Bakirlah yang memiliki kematangan intelektual dan emosional sekaligus. Beliau meninggal pada malam Senin, 1 Desember 1975 M bertepatan dengan tanggal 27 Dzu al-Qa'dah 1395 H.
Source: http://www.facebook.com/group.php?gid=141620259625
Wisata Kuliner
- Makanan khas Purwakarta adalah Sate Maranggi, yang membedakan dengan sate lainnya adalah bumbu kecapnya yang diolah hingga memiliki cita rasa unik-asam, manis, pedas. Disamping sate maranggi, rumah-rumah makan khas Sunda yang menyajikan ikan bakar, pepes, ayam goreng lengkap dengan sambal dadakan juga banyak terdapat di Purwakarta.
- Oleh-oleh khas Purwakarta adalah simping, peuyeum Bendul, gula aren Cikeris, manisan pala, teh hijau, colenak, dan opak.
Daftar Bupati
No | B u p a t i | Wakil Bupati | Dari | Sampai |
---|---|---|---|---|
1 | HS Ronggowaluyo | - | 1968 | 1969 |
2 | Kol Inf RA Muchtar | - | 1969 | 1979 |
3 | Kol Inf RHA Abubakar | - | 1979 | 1980 |
4 | Letkol AU Drs Mukdas Dasuki | - | 1980 | 1983 |
5 | Drs H Soedarna TM, SH | - | 1983 | 1993 |
6 | Drs H Bunyamin Dudih, SH | - | 1993 | 2003 |
7 | Drs H Lily Hambali Hasan, MSi | H Dedi Mulyadi, SH | 2003 | 13 Maret 2008 |
8 | H Dedi Mulyadi, SH | Drs H Dudung B Supardi, MM | 13 Maret 2008 | 2013 |
Gambar-gambar
Lihat pula
Referensi
- ^ Jumlah Penduduk Kabupaten Purwakarta tahun 2007 versi BPS Provinsi Jawa Barat