Kabupaten Cianjur
- Cianjur beralih ke halaman ini. Untuk kota yang bernama sama, lihat Cianjur (kota). Untuk kegunaan lain, lihat Cianjur (disambiguasi).
Kabupaten Cianjur | |
---|---|
Daerah tingkat II | |
Motto: Cianjur Bersemi (Bersih, Sehat dan Memikat) | |
Koordinat: 6°49′16″S 107°08′24″E / 6.82122221°S 107.14010111°E | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Jawa Barat |
Ibu kota | Cianjur |
Jumlah satuan pemerintahan | Daftar
|
Pemerintahan | |
• Bupati | Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh,MM |
Luas | |
• Total | 3.432,96 km2 (132,547 sq mi) |
Populasi ((2007)[1]) | |
• Total | 2.149.121 |
• Kepadatan | 626/km2 (1,620/sq mi) |
Demografi | |
Zona waktu | UTC+07:00 (WIB) |
Kode BPS | |
Kode area telepon | 0263 |
Kode Kemendagri | 32.03 |
DAU | Rp. 966.045.246.000,- |
Situs web | http://www.cianjurkab.go.id/ |
Kabupaten Cianjur, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibukotanya adalah Cianjur. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Purwakarta di utara, Kabupaten Bandung dan Kabupaten Garut di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Sukabumi di barat.
Pembagian administratif
Kabupaten Cianjur terdiri atas 32 Kecamatan, 342 Desa dan 6 Kelurahan.Pusat pemerintahan di Kecamatan Cianjur.
Topografi
Sebagian besar wilayah Cianjur adalah pegunungan, kecuali di sebagian pantai selatan berupa dataran rendah yang sempit.
Lahan-lahan pertanian tanaman pangan dan hortikultura, peternakan, perikanan, perkebunan dan kehutanan merupakan sumber kehidupan bagi masyarakat. Keadaan itu ditunjang dengan banyaknya sungai besar dan kecil yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber daya pengairan tanaman pertanian. Sungai terpanjang di Cianjur adalah Sungai Cibuni, yang bermuara di Samudra Hindia.
Dari luas wilayah Kabupaten Cianjur 350.148 hektar, pemanfaatannya meliputi 83.034 Ha (23,71 %) berupa hutan produktif dan konservasi, 58,101 Ha (16,59 %) berupa tanah pertanian lahan basah, 97.227 Ha (27,76 %) berupa lahan pertanian kering dan tegalan, 57.735 Ha (16,49 %) berupa tanah perkebunan, 3.500 Ha (0,10 %) berupa tanah dan penggembalaan / pekarangan, 1.239 Ha (0,035 %) berupa tambak / kolam, 25.261 Ha (7,20 %) berupa pemukiman / pekarangan dan 22.483 Ha (6.42 %) berupa penggunaan lain-lain.
Asal mula
Tiga abad silam merupakan saat bersejarah bagi Cianjur. Karena berdasarkan sumber - sumber tertulis , sejak tahun 1614 daerah Gunung Gede dan Gunung Pangrango ada di bawah Kesultanan Mataram. Tersebutlah sekitar tanggal 12 Juli 1677, Raden Wiratanu putra R.A. Wangsa Goparana Dalem Sagara Herang mengemban tugas untuk mempertahankan daerah Cimapag dari kekuasaan kolonial Belanda yang mulai menanamkan kekuasaan di tanah nusantara. Upaya Wiratanu untuk mempertahankan daerah ini juga erat kaitannya dengan desakan Belanda / VOC saat itu yang ingin mencoba menjalin kerjasama dengan Sultan Mataram Amangkurat I.
Namun sikap patriotik Amangkurat I yang tidak mau bekerjasama dengan Belanda / VOC mengakibatkan ia harus rela meninggalkan keraton tanggal 12 Juli 1677. Kejadian ini memberi arti bahwa setelah itu Mataram terlepas dari wilayah kekuasaannya.
Pada pertengahan abad ke 17 ada perpindahan rakyat dari Sagara Herang yang mencari tempat baru ke pinggiran sungai untuk bertani dan bermukim. Babakan atau kampoung mereka dinamakan menurut nama sungai dimana pemukiman itu berada. Seiring dengan itu Raden Djajasasana putra Aria Wangsa Goparana dari Talaga keturunan Sunan Talaga, terpaksa meninggalkan Talaga karena masuk Islam, sedangkan para Sunan Talaga waktu itu masih kuat memeluk Hindu.
Sebagaimana daerah beriklim tropis, maka di wilayah Cianjur utara tumbuh subur tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Di wilayah Cianjur Tengah tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan. Sedangkan di wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren, cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan. Potensi lain di wilayah Cianjur Selatan antara lain obyek wisata pantai yang masih alami dan menantang investasi.
Aria Wangsa Goparana kemudian mendirikan Nagari Sagara Herang dan menyebarkan Agama Islam ke daerah sekitarnya. Sementara itu Cikundul yang sebelumnya hanyalah merupakan sub nagari menjadi Ibu Nagari tempat pemukiman rakyat Djajasasana. Beberapa tahun sebelum tahun 1680 sub nagari tempat Raden Djajasasana disebut Cianjur (Tsitsanjoer-Tjiandjoer).
Filosofi
Cianjur memiliki filosofi yang sangat bagus, yakni ngaos, mamaos dan maenpo yang mengingatkan pada kita semua tentang 3 (tiga) aspek keparipurnaan hidup.
- Ngaos adalah tradisi mengaji yang mewarnai suasana dan nuansa Cianjur dengan masyarakat yang dilekati dengan keberagamaan. Citra sebagai daerah agamis ini konon sudah terintis sejak Cianjur lahir sekitar tahun 1677 dimana wilayah Cianjur ini dibangun oleh para ulama dan santri tempo dulu yang gencar mengembangkan syiar Islam. Itulah sebabnya Cianjur juga sempat mendapat julukan gudang santri dan kyai. Bila di tengok sekilas sejarah perjuangan di tatar Cianjur jauh sebelum masa perang kemerdekaan, bahwa kekuatan-kekuatan perjuangan kemerdekaan pada masa itu tumbuh dan bergolak pula di pondok-pondok pesantren. Banyak pejuang-pejuang yang meminta restu para kyai sebelum berangkat ke medan perang. Mereka baru merasakan lengkap dan percaya diri berangkat ke medan juang setelah mendapat restu para kyai.
- Mamaos adalah seni budaya yang menggambarkan kehalusan budi dan rasa menjadi perekat persaudaraan dan kekeluargaan dalam tata pergaulan hidup. Seni mamaos tembang sunda Cianjuran lahir dari hasil cipta, rasa dan karsa Bupati Cianjur R. Aria Adipati Kusumahningrat yang dikenal dengan sebutan Dalem Pancaniti. Ia menjadi pupuhu (pemimpin) tatar Cianjur sekitar tahun 1834-1862. Seni mamaos ini terdiri dari alat kecapi indung (Kecapi besar dan Kecapi rincik (kecapi kecil) serta sebuah suling yang mengiringi panembanan atau juru. Pada umumnya syair mamaos ini lebih banyak mengungkapkan puji-pujian akan kebesaran Tuhan dengan segala hasil ciptaan-Nya.
- Sedangkan Maen Po adalah seni bela diri pencak silat yang menggambarkan keterampilan dan ketangguhan. Pencipta dan penyebar maen po ini adalah R. Djadjaperbata atau dikenal dengan nama R. H. Ibrahim, aliran ini mempunyai ciri permainan rasa yaitu sensitivitas atau kepekaan yang mampu membaca segala gerak lawan ketika anggota badan saling bersentuhan. Dalam maenpo dikenal ilmu Liliwatan (penghindaran) dan Peupeuhan (pukulan).
Apabila filosofi tersebut diresapi, pada hakekatnya merupakan symbol rasa keber-agama-an, kebudayaan dan kerja keras. Dengan keber-agama-an sasaran yang ingin dicapai adalah terciptanya keimanan dan ketaqwaan masyarakat melalui pembangunan akhlak yang mulia. Dengan kebudayaan, masyarakat cianjur ingin mempertahankan keberadaannya sebagai masyarakat yang berbudaya, memiliki adab, tatakrama dan sopan santun dalam tata pergaulan hidup. Dengan kerja keras sebagai implementasi dari filosofi maenpo, masyarakat Cianjur selalu menunjukan semangat keberdayaan yang tinggi dalam meningkatkan mutu kehidupan. Liliwatan, tidak semata-mata permainan beladiri dalam pencak silat, tetapi juga ditafsirkan sebagai sikap untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang maksiat. Sedangkan peupeuhan atau pukulan ditafsirkan sebagai kekuatan di dalam menghadapi berbagai tantangan dalam hidup.
Beras Pandan Wangi
Pandan Wangi merupakan satu-satunya beras wangi beraroma pandan yaitu beras yang merupakan satu-satunya beras terbaik yang tidak ditemukan di daerah lain dan menjadi khas Cianjur. Rasanya enak (pulen) dan harganya pun relatif lebih tinggi dari beras biasa. Di Cianjur sendiri, pesawahan yang menghasilkan beras asli Cianjur ini hanya di sekitar Kecamatan Warungkondang, Cugenang dan sebagian Kecamatan Cianjur. Luasnya sekitar 10,392 Ha atau 10,30% dari luas lahan persawahan di Kabupaten Cianjur. Produksi rata-rata per hektar 6,3 ton dan produksi per-tahun 65,089 ton. Kecamatan Pacet dan Cipanas menghasilkan sayur-sayuran antara lain Wortel, Bawang daun, Brocoli, Buncis, Kol, Terung, Aneka Cabe, Kailan, Bit, Paprika merah & hijau, Jagung manis, Tomat, Poling, Jamur, Slada, Timun Jepang dan lain lain.
Ayam Pelung
Ayam Pelung merupakan ayam peliharaan asal Cianjur, sejenis ayam asli Indonesia dengan tiga sifat genetik. Pertama suara berkokok yang panjang mengalun. Kedua pertumbuhannya cepat. Ketiga postur badan yang besar. Bobot ayam pelung jantan dewasa bisa mencapai 5 - 6 kg dengan tinggi antara 40 sampai 50 cm. Nama ayam pelung berasal dari bahasa sunda Mawelung atau Melung yang artinya melengkung, karena dalam berkokok menghasilkan bunyi melengkung juga karena ayam pelung memiliki leher yang panjang dalam mengahiri suara / kokokannya dengan posisi melengkung. Ayam pelung merupakan salah satu jenis ayam lokal indonesia yang mempunyai karakteristik khas, yang secara umum ciri ciri ayam pelumg dapat digambarkan sebagai berikut :
- Badan: Besar dan kokoh (jauh lebih berat / besar dibanding ayam lokal biasa)
- Cakar: Panjang dan besar, berwarna hitam, hijau, kuning atau putih
- Pial: Besar, bulat dan memerah
- Jengger: Besar, tebal dan tegak, sebagian miring dan miring, berwarna merah dan berbentuk tunggal
- Warna bulu: Tidak memiliki pola khas, tapi umumnya campuran merah dan hitam ; kuning dan putih ; dan atau campuran warna hijau mengkilat
- Suara: Berkokok berirama, lebih merdu dan lebih panjang dibanding ayam jenis lainnya.
Demografi
Kabupaten Cianjur, menurut Sensus Penduduk 2000, berpenduduk 1.931.480 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 982.164 jiwa dan perempuan 949.676 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 2,23 %.
Kecamatan yang jumlah penduduknya terbesar adalah Kecamatan Pacet sebanyak 170.224 jiwa dan Kecamatan Cianjur sebanyak 140.374 jiwa. Kecamatan lainnya yang jumlah penduduknya diatas 100.000 jiwa adalah Kecamatan Cibeber (105.0204 jiwa), Kecamatan Warungkondang (101.580 jiwa) dan Kecamatan Karangtengah (123.158 jiwa). Kecamatan yang jumlah penduduknya terkecil adalah Kecamatan Cikadu sebanyak 36.212 jiwa. Kecamatan lainnya yang jumlah penduduknya antara 40.000 - 50.000 jiwa adalah Kecamatan Sindangbarang, Takokak, dan Sukanagara.
Ekonomi
Lapangan pekerjaan penduduk Kabupaten Cianjur di sektor pertanian yaitu sekitar 62.99 %. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu sekitar 42,80 %. Sektor lainnya yang cukup banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan dan jasa yaitu sekitar 14,60%. dan pengiriman pembantu 30%
Kepadatan penduduk
Dengan kepadatan penduduk tidak merata:
- 63,90 % di wilayah utara dengan luas wilayah 30,78 %
- 19,19 % di wilayah tengah dengan luas wilayah 28,25 %
- 17,12 % di wilayah selatan dengan luas wilayah 40,70 %
Agama
Penduduk Kabupaten Cianjur dikenal sebagai masyarakat yang religius dengan mayoritas penduduknya memeluk agama Islam yang mencapai 98 %, sedangkan penduduk non muslim mencapai 2 %, dengan rincian sebagai berikut:
- Penduduk beragama Islam = 1.893.203 orang (98 %)%
- Penduduk beragama Kristen = 32.841 orang (1,7 %)
- Penduduk beragama Budha dan Hindu = 5.796 orang ( 0,3 %)
Tingkat partisipasi usia sekolah
- Angka Partisipasi Kasar SD/MI Tahun 2000 mencapai 84,52 %
- Angka Pastisipasi Kasar SMTP mencapai 38,50 %
- Angka Partisipasi Kasar SMTA mencapai 11,98 %
Indikasi peningkatan derajat kesehatan masyarakat
- Angka Kematian Ibu (AKI) saat ini mencapai 373 per 100.000 kelahiran , turun dari keadaan tahun-tahun sebelumnya sebesar 420 per 100.000 kelahiran.
- Angka Kematian Bayi (AKB) mencapai 62,00 per 1.000 kelahiran hidup, turun dari keadaan tahun-tahun sebelumnya sebesar 65,38 per 1.000 kelahiran hidup.
- Angka Harapan Hidu (AHH) mencapai rata-rata 66,45 tahun, naik dari keadaan tahun-tahun sebelumnya sebesar 62 tahun.
Sumber: Pemerintah Kabupaten Cianjur
Transportasi
Ibukota kabupaten Cianjur dilintasi jalan nasional (Jakarta-Bogor-Bandung), serta jalur kereta api Jakarta-Bogor-Sukabumi-Cianjur.
Perjalanan ke Cianjur biasanya ditempuh melalui jalan darat, jika dari Jakarta bisa melewati jalur Puncak, jalur Sukabumi atau jalan alternatif melalui Jonggol
Wisata
Objek wisata yang ditawarkan : Pantai Jayanti, Taman Bunga Nusantara, Taman Cibodas, Situs Gunung Padang, Gunung Gede Kab. Cianjur.
Bupati/Dalem
- R.A. Wira Tanu I (1677-1691)
- R.A. Wira Tanu II (1691-1707)
- R.A. Wira Tanu III (1707-1727)
- R.A. Wira Tanu Datar IV (1927-1761)
- R.A. Wira Tanu Datar V (1761-1776)
- R.A. Wira Tanu Datar VI (1776-1813)
- R.A.A. Prawiradiredja I (1813-1833)
- R. Tumenggung Wiranagara (1833-1834)
- R.A.A. Kusumahningrat (Dalem Pancaniti) (1834-1862)
- R.A.A. Prawiradiredja II (1862-1910)
- R. Demang Nata Kusumah (1910-1912)
- R.A.A. Wiaratanatakusumah (1912-1920)
- R.A.A. Suriadiningrat (1920-1932)
- R. Sunarya (1932-1934)
- R.A.A. Suria Nata Atmadja (1934-1943)
- R. Adiwikarta (1943-1945)
- R. Yasin Partadiredja (1945-1945)
- R. Iyok Mohamad Sirodj (1945-1946)
- R. Abas Wilagasomantri (1946-1948)
- R. Ateng Sanusi Natawiyoga (1948-1950)
- R. Ahmad Suriadikusumah (1950-1952)
- R. Akhyad Penna (1952-1956)
- R. Holland Sukmadiningrat (1956-1957)
- R. Muryani Nataatmadja (1957-1959)
- R. Asep Adung Purawidjaja (1959-1966)
- Letkol R. Rakhmat (1966-1966)
- Letkol Sarmada (1966-1969)
- R. Gadjali Gandawidura (1969-1970)
- Drs. H. Ahmad Endang (1970-1978)
- Ir. H. Adjat Sudrajat Sudirahdja (1978-1983)
- Ir. H. Arifin Yoesoef (1983-1988)
- Drs. H. Eddi Soekardi (1988-1996)
- Drs. H. Harkat Handiamihardja (1996-2001)
- Ir. H. Wasidi Swastomo, Msi (2001-2006)
- Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2006-2011)
- Drs. H. Tjetjep Muchtar Soleh, MM (2011-2016)
Referensi
- ^ http://jabar.bps.go.id/Tabel/penduduk/JumlahPenduduk.html Jumlah penduduk Kabupaten Cianjur tahun 2007 versi BPS Provinsi Jawa Barat