Lompat ke isi

Islam di Italia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Versi yang bisa dicetak tidak lagi didukung dan mungkin memiliki kesalahan tampilan. Tolong perbarui markah penjelajah Anda dan gunakan fungsi cetak penjelajah yang baku.

Sejarah Islam di Italia bermula pada abad ke-9: ketika Sisilia dan beberapa wilayah di Semenanjung Italia menjadi bagian kekuasaan Ummah Muslim antara tahun 828 (Penaklukan Muslim Sisilia) dan pada tahun 1300 (kehancuran benteng pertahanan Islam terakhir di Lucera, Puglia), Islam hampir tidak ada lagi di Italia sejak zaman penggabungan negara pada tahun 1861 hingga tahun 1970-an, saat gelombang pertama imigran dari Afrika Utara mulai tiba. Bangsa tersebut, umumnya berasal dari bangsa Berber dan Arab, yang kebanyakan datang dari Maroko. Sebagian juga datang dari Albania, dan beberapa tahun kemudian, mereka juga diikuti oleh orang-orang Mesir, Tunisia, Senegal, Somalia, Pakistan dan lain-lain.[1]

Saat ini, terdapat 2.200.000 penduduk italia yang beragama Islam. Mereka merupakan orang asing atau imigran yang menjadi warga negara Italia.

Islam tidak secara formal diperkenalkan oleh negara di Italia di samping menjadi kepercayaan terbesar kedua setelah Katolik yang merupakan mayoritas. Kepercayaan lain termasuk Yahudi dan grup yang lebih kecil seperti Gereja Sidang-Sidang Jemaat Allah dan Gereja Advent Hari Ketujuh, telah disetujui oleh pemerintah Italia. Pengenalan resmi telah memberikan kepercayaan tersebut sebuah kesempatan menguntungkan dari "pajak agama" nasional yang dikenal sebagai Delapan per seribu.[2]

Sejarah

Sejak awal abad ke-7 dan ke-8, sebagian bangsa Lombard, salah satu dari bangsa Jerman yang menguasai sebagian Italia, memilih meninggalkan kepercayaan Arianisme dan memeluk Islam di samping Katolik, sedangkan al-Ankubarti umumnya berjuang sebagai tentara sewaan dalam pasukan Arab di pantai Mediterrania Afrika, khususnya Ifriqiyah-Tunisia, dan juga Saqaliba oleh masyarakat Muslim Arab. Di Palermo Tengah, sebuah distrik diberi nama Saqaliba. Orang Sisilia-Saqaliba terkenal dari abad ke-10 adalah Gawhar Al-Siqilli, seorang pemimpin militer Fatimiyyah dan yang mendirikan Cairo. Orang Sisilia-Saqaliba lain, adalah dari bangsa Slavia Sabir al-Fata, yang menaklukkan Taranto dan Otranto pada tahun 927.

Muslim Arab di Italia

Serangan Arab pertama terhadap Sisilia-Bizantium pada tahun 652, 667, dan 720 mengalami kegagalan; Syracuse dapat ditaklukkan untuk pertama kalinya untuk sementara waktu pada tahun 708, tetapi sebuah invasi yang direncanakan pada tahun 740 gagal dilaksanakan karena pemberontakan Berber dari Maghreb yang berlangsung hingga tahun 771 dan perang sipil di Ifriqiyah berlangsung hingga tahun 799. Sardinia bagaimanapun berhasil dikuasai Islam dalam beberapa tahapan pendudukan yang berlangsung pada tahun 711, 720, dan 760 secara berturut-turut. Pulau Italia Pantelleria dapat ditaklukkan oleh bangsa Arab pada tahun 700.

Muslim di Sisilia

Untuk mengakhiri pemberontakan pasukannya, hakim Aghlabiyyah dari Ifriqiyah mengirimkan para perjuang Arab, Berber, dan Andalusia untuk menaklukkan Sisilia pada tahun 827, 830, dan 875, dengan dipimpin oleh Asad bin al-Furat. Pada tahun 902, hakim Ifriqiyah menjadikan dirinya sendiri untuk memimpin pasukan perang untuk bertempur di pulau tersebut. Hakim dari Sisilia, yang memberontak melawan Konstantinopel, dijuluki oleh kaum Muslim (disebut Saraken oleh orang Eropa) sebagai penolong. Pada tahun 831 Palermo jatuh ke tangan mereka, kemudian pada tahun 843 diikuti Messina, pada tahun 878 Syracuse, pada tahun 902 Taormina, pada tahun 918 Reggio Calabria di daratan utama, dan pada tahun 964 Rometta, dan yang benteng Bizantium terakhir yang tersisa di Sisilia.

Keberhasilan pertanian Sisilia di bawah kekuasaan Arab menjadikan pertanian tersebut terkenal di bidang ekspor. Seni dan kerajinan tangan menjadi berkembang pesat di kota itu. Palermo, ibu kota Arab di pulau itu, memiliki 300.000 penduduk saat itu, lebih banyak dari hasil penggabungan seluruh kota di Jerman. Pada awal abad ke-11, umat Muslim menjadi setengah populasi Sisilia, dengan bangsa Arab mendominasi utara pulau di sekitar Palermo dan bangsa Berber di area sekitar Agrigento di wilayah selatan.

Peperangan di Ostia tahun 849 mengakhiri serangan Arab ketiga di Roma.

Emirat di Apulia

Dari Sisilia, bangsa Muslim mulai pindah ke daratan utama dan menguasai Calabria. Pada tahun 835 dan kemudian tahun 837, Adipati Naples berjuang melawan Adipati Benevento yang diminta oleh bangsa Muslim untuk membantu. Pada tahun 840, kota Taranto dan Bari jatuh ke tangan bangsa Muslim, dan pada tahun 841, Brindisi juga mengalami kejatuhan. Capua dapat ditaklukkan, Benevento, yang saat itu di bawah kekuasaan bangsa Frank, dapat dikuasai pada tahun 840-847 dan tahun 851-52. Serangan bangsa Arab terhadap Kota Roma pada tahun 843, 846 dan 849 berhasil digagalkan. Pada tahun 847, Kota Taranto, Bari, dan Brindisi menyatakan menjadi emirat independen dari Aghlabiyyah. Selama beberapa dekade, bangsa Muslim memerintah Mediterrania dan menyerang kota-kota pesisir Italia. Pada tahun 868-870, Kota Ragusa di Sisilia masih dalam kekuasaan bangsa Arab.

Hanya setelah kejatuhan Malta tahun 870, Kristen dunia barat berhasil dalam memperbaiki angkatan perang melawan Muslim. Kaisar Franko-Romawi Louis II menaklukkan Brindisi dan menumpas bangsa Arab di Bari tahun 871, tetapi kemudian jatuh tertawan Aghlabiyyah. Sebagai gantinya, Byzantium menaklukkan Taranto tahun 880. Sejumlah kecil benteng Arab di selatan bertahan hingga tahun 885, contohnya Santa Severina Crotone di Calabria. Tahun 882, bangsa Muslim dijumpai di mulut Sungai Garigliano antara Naples dan Roma basis baru jauh di utara, yang bersatu dengan Gaeta, dan menyerbu Campania seperti Sabinia di Lazio. Seratus tahun kemudian, Byzantium disebut bangsa Arab Sicilia sebagai pendukung melawan kempanye Kaisar Jerman Otto II. Mereka mengalahkan Otto di Taranto tahun 982 dalam pertempuran di Crotone dan dalam 200 tahun berikutnya sebagian besar digantikan dalam mencegah penggantinya sejak memasuki Italia selatan.

Tahun 1002, Bari dikuasai lagi oleh bangsa Arab, tetapi kemudian dikuasai lagi oleh Byzantium. Melus (Melo), Emir Bari 1009-1019, melawan Byzantium dan dijuluki oleh orang Normandia sebagai penyelamat. Melus, berasal dari Lombard-Arabi, digambarkan sebagai Ismail dalam sulaman emas "Sternenmantel", yang diberikan kaisar Jerman Henry II.

Setelah Aghlabiyyah dikalahkan di Ifriqiya, Sisilia jatuh pada abad ke-10 kepada pengganti Bani Fatimiyah mereka, tetapi mengklaim kemerdekaan setelah pertempuran antara Islam Sunni dan Islam Syi'ah di bawah Kalbiyah.

Invasi di Piedmont

Setelah mereka menguasai kekaisaran Visigoth di Spanyol, bangsa Arab dan Barbar 729-765 dari Septimania dan Narbonne melakukan pengepungan di Italia utara, dan tahun 793 menyerbu lagi Prancis selatan (Nice 813, 859 dan 880). Tahun 888 Muslim Andalusia mengubah pasukan baru di Fraxinet dekat Frejus di Provinsi Prancis, dari mana mereka mengawali pengepungan sepanjang pesisir dan di dalam Prancis.

Tahun 915, setelah Pertempuran Garigliano, bangsa Muslim kehilangan pasukan mereka di selatan Lazio. Tahun 926 Raja Hugh dari Italia memerintah bangsa Arab untuk bertempur mempertahankan Italia utara yang direbut miliknya. Tahun 934 dan 935 Genua dan La Spezia diserang, diikuti oleh Nice pada tahun 942. Di Piedmont, bangsa Muslim menempuh sejauh Asti dan Novi, yang bergerak ke utara sepanjang lembah Rhône dan bagian barat Alps. Setelah kekalahan Pasukan Burgundy, Tahun 942-964 mereka menguasai Savoy dan menduduki sebagian Switzerland (952-960). Kota Swiss seperti Saratz tetap menggunakan lambang keberadaan Arab di wilayah itu. Untuk melawan bangsa Arab, Kaisar Berengar I, sainggan Hugh, memerintah bangsa Hungaria, di mana dalam pergerakannya, mereka menghancurkan utara Italia. Di bawah tekanan Raja Jerman, Fraxinet harus menyerah pada tahun 972, tetapi tiga puluh tahun kemudian, pada tahun 1002, Genoa diserbu, dan pada tahun 1004 Pisa.

Pisa dan Genoa bergabung untuk mengakhiri aturan Muslim hingga Corsica (Islam 810/850-930/1020) dan Sardinia. Sejak 1015 Sardinia dilindungi oleh armada Emir Andalusia Dénia di Spanyol, yang dikalahkan oleh persatuan bangsa Italia tahun 1016 dan kemudian setelah invasinya tahun 1022. Hanya pada tahun 1027 bangsa Italia berhasil dalam mengalahkan Muslim Sardinia; pergolakan Muslim terakhir berakhir tahun 1050.

Sisilia di Bawah Normandia

Istana lama Emir: Palazzo dei Normanni.
San Giovanni degli Eremiti: Simbiosis Arabia-Byzantium-Normandia
Peta dunia oleh kartografer Morocca al-Idrisi untuk Raja Roger dari Sisilia.

Budaya dan perekonomian di Sisilia yang berawal di bawah Banu Kalbi terhambat oleh pertempuran dalam, yang diikuti dengan intervensi, tahun 1027, oleh Banu Ziri Tunisia, dan oleh Pisa (1030-1035) dan Byzantium. Sisilia Timur (Messina, Syracuse dan Taormina) dikuasai oleh Byzantium tahun 1038-1042. Tahun 1059 kemudian bangsa Normandia dari Italia selatan, dipimpin oleh Roger I, bergabung dalam pertempuran. Bangsa Normandia menduduki Reggio pada tahun 1060 (tahun 1027 merebut dari Arab oleh Byzantium). Tahun 1061 Messina jatuh ke tangan Normandia; sebuah invasi oleh Hammadiyah Aljazair untuk memelihara peraturan Islam yang terhambat pada tahun 1063 oleh armada Genoa dan Pisa. Kekalahan Palermo tahun 1072 dan Syracuse tahun 1088 tidak dapat dicegah. Noto dan pertahanan Muslim terakhir di Sisilia jatuh pada tahun 1091. Tahun 1090-91 bangsa Normandia juga menduduki Malta; Pantelleria jatuh pada tahun 1123.

Populasi Muslim penting tersisa di Sisilia di bawah Normandia.[3][4] Roger II yang menjadi tuan rumah di wilayahnya, bersama yang lain, geografer terkenal Muhammad al-Idrisi dan penyair Muhammad bin Zafar. Saat pertama, umat Muslim bertoleransi dengan bangsa Normandia, tetapi kemudian tekanan dari Paus menjadikan diskriminasi terhadap mereka meningkat; banyak masjid dihancurkan atau dijadikan gereja. Normandia Sisilia pertama tidak ambil bagian dalam Perang Salib, tetapi mereka segera melakukan sejumlah invasi dan pemberontakan di Ifriqiya, sebelum mereka dikalahkan di sana setelah tahun 1157 oleh Almohad.

Kehidupan tenang bersama di Sisilia akhirnya berakhir dengan kematian Raja William II tahun 1189. Orang Muslim terpilih bermigrasi saat itu. Pengetahuan medis mereka dipertahankan di Schola Medica Salernitana; simbiosis Arabi-Byzantium-Normandia dalam seni dan arsitektur diabadikan sebagai Gaya Arsitektur Roma Sisilia. Pelarian Muslim yang tersisa, menjadi contoh Caltagirone di Sisilia, atau bersembunyi dalam gunung dan lanjutan penentangan terhadap Dinasti Hohenstaufen, yang mengatur pulau dari tahun 1194. Dalam tanah kebanggaan pulau, Muslim dilafalkan oleh Ibnu Abbad, Emir Sisilia terakhir.

Untuk mengakhiri pergolakan ini, kaisar Frederick II,[5] pengikut Perang Salib, manghasut kebijakan "pembersihan" etnis dan agama, berkaitan dengan tekanan Papal namun juga dalam perintah untuk menjadikan kemampuan pasukan loyal yang tidak dapat terpengaruh oleh saingan Kristen (baron lokal dan raja asing, seperti Paus). Tahun 1224-1239 dia mendeportasi 20.000-30.000 Muslim dari Sisilia menuju koloni di bawah kendali militer di Lucera di Apulia, kira-kira 20 kilometer barat laut Foggia dan 150 kilometer barat laut Bari. Dia menjadikan koloni otonomi dan mendukung mereka, dengan demikian membantu kebudayaan Muslim di Italia untuk terakhir kalinya. Tahun 1249 dia menolak Muslim dari Malta. Frederick memiliki pasukan pengaman Muslim, berbahasa Arab dan mengenakan Mantel Penobatan yang dibuat oleh penjahit Arab, menyebabkan paus membuangnya sebagai "Sultan Lucera". Saat kematian Frederick, menurut dugaan 60.000 Muslim tinggal di Lucera. Setelah kejatuhan Hohenstaufen dalam Pertempuran Benevento (1266), Muslim bertempur berdampingan dengan Staufer Sisilia, dan pengikut Perang Salib yang kalah pada tahun 1291. Lucera akhirnya dapat dikalahkan tahun 1300 karena hasutan Paus oleh Raja Charles II dari Naples. Populasi Muslim, yang berjumlah kira-kira 100.000, dibunuh dan diperbudak.

Ottoman di Otranto

Katedral Lucera: bekas masjid.

Apulia termasuk dalam Kerajaan Naples dan berdiri di bawah peraturan Spanyol sejak pertengahan abad ke-15. Orang Spanyol telah memulai serangan terakhir dalam pendudukan Granada tahun 1481. Tumpuan Islam terakhir di Spanyol menyebabkan keputusasaan untuk dapat membantu semua negara Islam Mediterania.

Kekaisaran Ottoman, pada tahun 1453 di bawah Sultan Mehmed II telah menduduki Konstantinopel dan Galata, tahun 1475 tumpuan terakhir Genuas di Laut Hitam dan tahun 1479 Koloni Venetian Euboea di Yunani, tahun 1480 menyelesaikan serangan pengalih keraguan di teritorial Spanyol di Italia selatan, setelah tahun 1479 pasukan Turki telah memasuki Friuli di Italia utara (dan kemudian 1499-1503). Kota pelabuhan Apulia dari Otranto, berlokasi sekitar 100 kilometer tenggara Brindisi, dikuasai dan diubah untuk digunakan sebagai kepala jembatan bangsa Turks, tetapi diserahkan lagi tahun 1481, ketika Mehmed meninggal dan Konstantinopel menyaksikan peperangan untuk takhta.

Cem, orang yang mendapat takhta Ottoman, dikalahkan di samping dukungan paus; dia melarikan diri dengan keluarganya Kerajaan Naples, di mana keturunan laki-lakinya dianugerahkan dengan sebutan Principe de Sayd oleh Paus tahun 1492. Mereka tinggal di Naples hingga abad ke-17 dan di Sisilia hingga 1668 sebelum merelokasi ke Malta.

Serangan pada abad ke-16

Catatan Arab dalam Mantel Penobatan.

Hal ini menjadi perdebatan jika Otranto bermaksud untuk menjadikan pasukan dalam pertempuran berikutnya. Sultan Ottoman tidak pernah menyerahkan ambisi mereka untuk mengakhiri Kristen di Roma dan menerapkan kedaulatan Islam.

Setelah pendudukan Ragusa (Dubrovnik) dan Hungaria tahun 1526 dan kekalahan pasukan Turki di Vienna tahun 1529, pasukan Turki menyerang kembali Italia selatan. Tahun 1512/1526 Ottoman menduduki Reggio dan tahun 1537 bagian Calabria dan pada tahun 1538 mengalahkan Pasukan Venesia. Tahun 1539 Nice dikepung oleh bangsa Barbaria (Pengepungan Nice), tetapi percobaan penguasaan Turki di Sisilia gagal, seperti percobaan pendudukan Pantelleria tahun 1553 dan pengepungan Malta tahun 1565.

Spanyol, penyumbang terbesar untuk kejayaan Kristen „Persaingan Suci“ dalam pertempuran Lepanto tahun 1571 dibuat oleh Republik Venice, antara 1423 (dan khususnya sejak 1463) dan 1718 memerangi delapan perang pantai terhadap Kekaisaran Ottoman.

Situasi saat ini

Populasi Muslim di Italia
Tahun Populasi Muslim Pertambahan (%)
1999 520.000 -
2009 1.200.000 +130.8%
2016 1.400.000 +16.7%

Menurut Statista pada tahun 2020, terdapat 1.600.000 muslim di Italia[6]

820.000 penduduk asing tersebut merupakan sejumlah Muslim yang secara resmi bertempat tinggal di Italia, 100.000-150.000 lainnya seharusnya ditambahkan, sebagai keberadaan Muslim, menurut perkiraan tahunan yang disetujui secara luas asosiasi Italia Caritas, sekitar 40% imigran resmi Italia.

Di samping imigran legal menunjukkan minoritas keberadaan Muslim di Italia, isu Islam di Italia saat ini berhubungan dengan beberapa partai politik (khususnya 'Luga Utara' atau 'Lega Lombarda') dengan imigrasi, dan imigrasi ilegal yang lebih spesifik. Imigrasi telah menjadi isu politik yang terbuka, ketika, khususnya di musim panas, laporan muatan kapal imigran ilegal atau program berita dominasi clandestini.

Kepolisian tidak memiliki keberhasilan besar dalam meninterupsi banyaknya ribuan clandestini yang menepi di pantai Italia, terutama karena panjangnya garis pantai Italia semata: total sekitar 8.000 km . Namun, banyak clandestini yang berlabuh di Italia hanya menggunakan Italia sebagai jembatan menuju negara UE lain, karena fakta bahwa Italia tidak memiliki banyaknya peluang ekonomi untuk mereka seperti Jerman atau Prancis, dan kurang lebih iklim yang tidak bersahabat untuk keberadaan mereka, juga dengan ketaatan beragama umat Katolik Italia.

Jumlah Muslim asing yang telah berkedudukan warganegara Italia diperkirakan antara 30.000 hingga 50.000, jika Muslim Italia (dari marga Italia yang sebelumnya termasuk penganut Katolik atau tidak memiliki agama lalu masuk Islam) diperkirakan kurang dari 10.000.

Karena itu, pada tahun 2005 jumlah Muslim yang tinggal di Italia diperkirakan menjadi antara 960.000 hingga 1.030.000, dengan perkiraan rata-rata mendekati angka jutaan di mana media Italia sudah mulai mengadopsi yang merujuk pada populasi Muslim di Italia.

Keberadaan Muslim saat ini 1.4% dari populasi Italia, persentase rendah dari negara UE besar lain, dan masih turun dari yang tercatat di Italia antara pertengahan abad ke-9 dan akhir abad ke-13, sebelum perpindahan pasukan Muslim terakhir di Puglia tahun 1300.

Saat zaman Pertengahan, populasi Muslim bertotal hampir berpusat di Insular (Sisilia, Sardinia) dan (Calabria, Puglia) Italia Selatan, saat ini lebih rata penyebarannya, yang hampir 55% Muslim mendiami Utara Italy, 25% di Pusat, dan hanya 20% di Selatan.

Harus dikatakan bahwa di samping 'Invasi Muslim' tiruan, Muslim membentuk proporsi rendah imigran kemudian pada tahun selanjutnya, ketika laporan statistik terakhir Menteri Italia Interior dan Caritas menunjukkan bahwa bagian Muslim antar imigran baru merosot dari lebih 50% awalnya pada tahun 1990-an (umumnya Albanian dan Moroccan) menjadi kurang dari 25% di dekade selanjutnya, dengan Negara non-Muslim seperti Rumania, Moldavia, dan Ukraina yang mempelopori "gelombang" imigrasi terakhir.

Ukuran kecil relatif komunitas Muslim lokal berarti bahwa Islam telah membuat dampak penting pada kehidupan publik, tetapi terdapat tanda bahwa perubahan. Titik saat ini pergolakan antara orang Italia asli dan populasi imigran Muslim meliputi keberadaan salib di rusang kelas sekolah dan kamar rumah sakit Italia. Adel Smith talah menarik media pertimbangan dengan menuntut bahwa salib di tempat publik (sekolah, rumah sakit, dan kantor pemerintah) dipindahkan. Konsili Negara Italia, dengan jumlah kalimat 556, 13 Februari 2006, mengkonfirmasi pajangan salib dalam dukungan pemerintah ditempatkan.

Jika non-Kristen mungkin tidak melihat ini sebagai alasan untuk menjadikan salib wajib dalam institusi negara, banyak Muslim juga telah menyatakan oposisi mereka untuk memindahkan salib karena mereka tidak menemukan mereka mengganggu. Mereka mengutip fakta bahwa banyak negara dengan Muslim mayoritas, hal ini umum dijumpai anak panah dalam ruang hotel yang menandakan arah Mekah, dan bahwa ini tidak dibuat bahan perdebatan oleh non-Muslim.

Lihat pula

Bacaan lebih lanjut

  • Allievi, Stefano (2003). "Sociology of a Newcomer: Muslim Migration to Italy - Religious Visibility, Cultural and Political Reactions". Immigrants and Minorities. 22 (2-3): 141–154. 

Referensi

  1. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2013-06-23. Diakses tanggal 2008-01-04. 
  2. ^ [1]
  3. ^ Tracing The Norman Rulers of Sicily
  4. ^ The Administration of the Norman Kingdom of Sicily
  5. ^ Frederick II: A Medieval Emperor
  6. ^ "Italy: resident Muslims by country of origin 2020". Statista (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2021-07-29. 

Pranala luar