Lompat ke isi

Wangsa Isyana

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Wangsa Isyana atau Dinasti Ishana; (Dewanagari: ईशान; ,IASTĪśāna, ईशान) adalah sebuah dinasti yang pernah berkuasa dan memerintah di Kerajaan Medang (Mḍaŋ) periode Jawa Timur pada abad ke-10 sampai masa akhir Kerajaan Kadiri (Pañjalu) abad ke 13.

Wangsa Isyana
Daftar Keluarga Kerajaan
Adegan keluarga kerajaan raja dan ratu dengan segenap abdi pengiringnya di dalam istana Medang
BerkuasaMedang, Kahuripan, Panjalu & Janggala, Jawa Timur, Indonesia
WangsaIsyana
AgamaHindu & Buddha

Asal-usul

[sunting | sunting sumber]

Istilah Isyana berasal dari nama Sri Isyana Wikramadharmottunggadewa, yaitu gelar Mpu Sindok setelah menjadi raja Medang (929947). Dinasti ini menganut agama Hindu aliran Siwa.

Berdasarkan agama yang dianut, Mpu Sindok diduga merupakan keturunan Sanjaya, pendiri Kerajaan Medang Periode Jawa Tengah. Salah satu pendapat menyebutkan bahwa Mpu Sindok adalah cucu Mpu Daksa yang memerintah sekitar tahun 910–an. Mpu Daksa sendiri memperkenalkan pemakaian Sanjayawarsa (kalender Sanjaya) untuk menunjukkan bahwa dirinya adalah keturunan asli Sanjaya. Dengan demikian, Mpu Daksa dan Mpu Sindok dapat disebut sebagai anggota Wangsa Sanjaya.

Kerajaan Medang di Jawa Tengah hancur akibat letusan Gunung Merapi menurut teori van Bammelen. Mpu Sindok kemudian memindahkan ibu kota Medang dari Mataram menuju Tamwlang. Beberapa tahun kemudian ibu kota dipindahkan lagi ke Watugaluh. Kedua istana baru itu terletak di daerah sekitar wilayah Jombang sekarang.

Mpu Sindok tidak hanya memindahkan istana Medang dari barat ke timur, tetapi ia juga dianggap telah mendirikan dinasti baru bernama Wangsa Isyana.

Namun terdapat pula pendapat yang menolak keberadaan Wangsa Sanjaya dan Wangsa Isyana, antara lain yang diajukan oleh Prof. Poerbatjaraka, Pusponegoro, dan Notosutanto. Menurut versi ini, di dalam Kerajaan Medang hanya ada satu dinasti dan keluarga yang memerintah, yaitu Wangsa Syailendra, keluarga Syailendra yang semula beragama Hindu. Lalu kemudian terpecah dengan munculnya anggota Syailendra lain yang beragama Buddha.

Dengan kata lain, versi ini berpendapat bahwa Mpu Sindok adalah anggota Wangsa Syailendra yang beragama Hindu Siwa, dan kemudian memindahkan istana Kerajaan Medang dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.

Silsilah keluarga

[sunting | sunting sumber]

Silsilah Wangsa Isyana dijumpai di dalam Prasasti Pucangan tahun 1041 M, yang dikeluarkan atas nama Airlangga, seorang raja yang mengaku sebagai keturunan Mpu Sindok. Prasasti inilah yang melahirkan pendapat tentang munculnya sebuah dinasti baru sebagai kelanjutan Wangsa Sanjaya.

Cikal bakal Wangsa Isyana tentu saja ditempati oleh Mpu Sindok alias Maharaja Isyana. Ia memiliki putri bernama Sri Isyanatunggawijaya yang menikah dengan pangeran Bali bernama Sri Lokapala. Dari perkawinan itu lahir Makutawangsawardhana, yang kemudian memiliki putri bernama Mahendradatta, yaitu ibu dari Airlangga.

Ayah dari Airlangga adalah Udayana Warmadewa raja Bali. Dalam beberapa prasasti, nama Mahendradatta atau Gunapriya Dharmapatni disebut lebih dulu sebelum suaminya. Hal ini menunjukkan seolah-olah kedudukan Mahendradatta lebih tinggi daripada Udayana. Mungkin saat itu Bali merupakan negeri bawahan Jawa. Penaklukkan Bali diperkirakan terjadi pada zaman pemerintahan Dyah Balitung (sekitar tahun 890900–an).

Prasasti Pucangan juga menyebutkan seorang raja bernama Dharmawangsa Teguh, mertua sekaligus kerabat Airlangga. Para sejarawan cenderung sepakat bahwa Dharmawangsa adalah putra Makutawangsawardhana. Pendapat ini diperkuat oleh prasasti Sirah Keting yang menyebut Dharmawangsa dengan nama Sri Maharaja Isyana Dharmawangsa.

Dengan demikian, Dharmawangsa dapat dipastikan sebagai keturunan Mpu Sindok, meskipun prasasti Pucangan tidak menyebutnya dengan pasti.

Pada akhir masa pemerintahannya, Airlangga berhadapan dengan masalah persaingan perebutan takhta antara kedua putranya. Sebelum turun takhta, pada akhir November 1042 atas saran penasehat kerajaan Mpu Bharada, Airlangga terpaksa membagi wilayah kerajaannya menjadi dua.

Bagian barat wilayah Panjalu/Kadiri beribukota di kota baru yaitu Daha diberikan kepada Sri Samarawijaya, kemudian wilayah bagian timur yaitu wilayah Janggala beribukota di kota lama yakni Kahuripan diberikan kepada Mapanji Garasakan.

Daftar nama penguasa

[sunting | sunting sumber]

Daftar raja-raja Wangsa Isyana dapat disusun sebagai berikut,

  1. Dyah Sindok (Mpu Sindok) atau Sri Maharaja Isyana Wikramadharmottunggadewa.
  2. Sri Isyana Tunggawijaya memerintah bersama suaminya Sri Lokapala.
  3. Sri Makutawangsawardhana.
  4. Dharmawangsa Teguh memerintah di Jawa, Mahendradatta memerintah di Bali.
  5. Airlangga, putra Mahendradatta serta menantu dari Sri Maharaja Isyana Dharmawangsa Teguh.
  6. Penerus garis keturunan keluarga Isyana dilanjutkan oleh Panjalu dan Janggala dua kerajaan hasil pembelahan Airlangga.

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]
  • Marwati Poesponegoro & Nugroho Notosusanto. 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta: Balai Pustaka.
  • Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]