Dialek bahasa Sunda: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Super Hylos (bicara | kontrib)
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
(43 revisi perantara oleh 5 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox Language family
[[Berkas:Sundanese dialects distribution map.svg|jmpl|380x380px|Peta dialek bahasa Sunda]]
|name=Sunda
'''Dialek bahasa Sunda''' ({{Script/Sund|ᮘᮞ ᮝᮨᮝᮨᮀᮊᮧᮔ᮪}}, ''basa wewengkon'') adalah sejumlah [[Varietas bahasa|varietas]] atau [[Vernakular|bahasa vernakular]] dalam [[bahasa Sunda]] yang berbeda-beda menurut penutur dan daerah penggunaannya. [[Dialek|Dialek-dialek]] ini berkontras dengan [[Bahasa baku|bentuk standar]] bahasa Sunda yakni [[bahasa Sunda Priangan]] (dikenal sebagai ''basa lulugu'' 'bahasa baku',{{Sfnp|Arifin|2016|pp=2}} dan ''basa sakola'' 'bahasa sekolah') yang didasarkan pada dialek Selatan dan berfungsi sebagai ''[[Basantara|lingua franca]]'' bagi semua penutur ragam bahasa Sunda. Dalam bahasa Sunda, istilah ''basa wewengkon'' dapat diterjemahkan secara [[Arti harfiah|harfiah]] sebagai 'bahasa wilayah' (''basa'' artinya [[bahasa]], ''wewengkon'' artinya [[wilayah]]) karena pada umumnya, dialek-dialek bahasa Sunda dibedakan berdasarkan wilayah geografis. Bahasa Sunda itu sendiri merupakan anggota dari [[Rumpun bahasa Melayu-Polinesia|bahasa-bahasa Melayu-Polinesia]] dalam [[rumpun bahasa Austronesia]], yang bersama dengan [[bahasa Badui]] membentuk [[rumpun bahasa Sunda-Badui]], meskipun bahasa Badui kadangkala juga dianggap sebagai sebuah dialek dalam bahasa Sunda.
|familycolor=Austronesian
|region=[[Indonesia]]
|fam1=[[Rumpun bahasa Sunda-Badui|Sunda-Badui]]
|child1=[[#Dialek Barat|Sunda Barat]]
|child2=[[#Dialek Utara|Sunda Pesisir Utara]]
|child3=[[#Dialek Selatan|Sunda Selatan]]
|child4=[[#Dialek Tenggara|Sunda Tenggara]]
|child5=[[#Dialek Timur Laut|Sunda Timur Laut]]
|child6=[[#Dialek Tengah-Timur|Sunda Tengah-Timur]]
|map=Sundanese dialects distribution map.svg|mapcaption=Peta dialek-dialek bahasa Sunda|mapalt=Peta dialek-dialek bahasa Sunda}}


'''Dialek bahasa Sunda''' ([[wikt:ᮘᮞ ᮝᮨᮝᮨᮀᮊᮧᮔ᮪|ᮘᮞ ᮝᮨᮝᮨᮀᮊᮧᮔ᮪]], ''basa wewengkon'') adalah sejumlah [[Varietas bahasa|varietas]] atau [[Vernakular|bahasa vernakular]] dalam [[bahasa Sunda]] yang berbeda-beda menurut penutur dan daerah penggunaannya. [[Dialek|Dialek-dialek]] ini berkontras dengan [[Bahasa baku|bentuk standar]] bahasa Sunda yang dikenal sebagai ''basa lulugu'' (ᮘᮞ ᮜᮥᮜᮥᮌᮥ 'bahasa baku'){{Sfnp|Arifin|2016|pp=2}} dan ''basa sakola'' (ᮘᮞ ᮞᮊᮧᮜ 'bahasa sekolah'){{Efn|Istilah ''basa sakola'' (bahasa sekolah) memiliki maksud bahwa dahulu kala bahasa Sunda Priangan dijadikan bahan ajar di sekolah-sekolah baik di wilayah Parahyangan maupun di luar Parahyangan, sehingga bahasa Sunda yang dikenal oleh murid-murid di sekolah pada waktu itu dirasa berbeda dengan bahasa Sunda yang mereka gunakan di rumah}} yang didasarkan pada [[dialek Priangan]] atau dialek Selatan dan berfungsi sebagai ''[[Basantara|lingua franca]]'' bagi semua penutur ragam bahasa Sunda.
Dialek bahasa Sunda sebagai bentuk vernakular berfungsi sebagai [[alat]] [[komunikasi]] [[Bahasa lisan|lisan]] yang biasanya digunakan sehari-hari oleh masyarakat yang letak [[tempat tinggal]]nya jauh dari pusat pemakai bahasa Sunda baku ([[Parahyangan]]), meskipun demikian, bahasa Sunda baku (''lulugu'' {{Script/Sund|ᮜᮥᮜᮥᮌᮥ}}) tetap diterima dan dipahami secara [[universal]] oleh orang-orang yang [[Melek aksara|melek huruf]] dalam bahasa Sunda, atau setidaknya oleh orang-orang yang pernah mengenyam [[pendidikan]] [[sekolah]] yang menerapkan bahasa Sunda Priangan sebagai bahasa pengantar atau sebagai salah satu [[Disiplin ilmiah|mata pelajaran]].''{{Sfnp|Abdurrachman|Umsari|Zarkasih|1985|pp=1}}''


Dalam bahasa Sunda, istilah ''basa wewengkon'' dapat diterjemahkan secara [[Arti harfiah|harfiah]] sebagai 'bahasa wilayah' (''basa'' artinya [[bahasa]], ''wewengkon'' artinya [[wilayah]]) karena pada umumnya, dialek-dialek bahasa Sunda dibedakan berdasarkan wilayah geografis. Bahasa Sunda itu sendiri merupakan anggota dari [[Rumpun bahasa Melayu-Polinesia|bahasa-bahasa Melayu-Polinesia]] dalam [[rumpun bahasa Austronesia]], yang bersama dengan [[bahasa Badui]] membentuk [[rumpun bahasa Sunda-Badui]], meskipun bahasa Badui kadangkala juga dianggap sebagai sebuah dialek dalam bahasa Sunda.{{Efn|Dalam pengklasifikasian bentuk-bentuk bahasa Sunda, seringkali tidak ada perbedaan yang jelas antara bahasa dan dialek}}
Dalam perkembangannya, bentuk standar dan vernakular bahasa Sunda lambat laun mengalami pengutuban hingga seakan-akan tinggal menyisakan dua [[laras bahasa]], yakni bahasa Sunda Priangan (baku) dianggap sebagai bahasa yang [[Hormat|halus]]{{Sfnp|Arifin|2016|pp=3}}{{Sfnp|Arifin|2016|pp=12-13}} dan dialek-dialek bahasa Sunda lainnya dianggap sebagai bahasa yang [[Loma|kasar]],{{Sfnp|Arifin|2016|pp=16}} hal ini disebabkan bahasa Sunda Priangan memiliki sebuah sistem tingkatan berbahasa yang dinamakan [[tatakrama bahasa Sunda|''undak usuk'']] atau tatakrama bahasa Sunda yang membedakan penggunaan bahasa oleh pembicara ketika bertutur dengan lawan bicara yang sudah akrab dan dengan lawan bicara yang dihormati. Sementara itu, dialek-dialek bahasa Sunda non-standar kebanyakan tidak mengenal sistem tingkatan berbahasa seperti ini, dan hanya menggunakannya secara terbatas.''{{Sfnp|Abdurrachman|Umsari|Zarkasih|1985|pp=8}}'' Oleh karena itu, pengertian bahasa halus dan bahasa kasar dalam bahasa Sunda seharusnya tidak dipandang dari variasi bahasa menurut wilayah geografisnya, melainkan dari tingkat tutur berdasarkan konteks pembicaraan antara pembicara dengan lawan bicara (''[[Tatakrama bahasa Sunda|Tatakrama basa Sunda]]'').

Dialek bahasa Sunda sebagai bentuk vernakular berfungsi sebagai [[alat]] [[komunikasi]] [[Bahasa lisan|lisan]] yang biasanya digunakan sehari-hari oleh masyarakat yang letak [[tempat tinggal]]nya jauh dari pusat pemakai bahasa Sunda baku ([[Parahyangan]]), meskipun demikian, bahasa Sunda baku (''lulugu'' ᮜᮥᮜᮥᮌᮥ) tetap diterima dan dipahami secara [[universal]] oleh orang-orang yang [[Melek aksara|melek huruf]] dalam bahasa Sunda, atau setidaknya oleh orang-orang yang pernah mengenyam [[pendidikan]] [[sekolah]] yang menerapkan bahasa Sunda Priangan sebagai bahasa pengantar atau sebagai salah satu [[Disiplin ilmiah|mata pelajaran]].''{{Sfnp|Abdurrachman|Umsari|Zarkasih|1985|pp=1}}''

Dalam perkembangannya, bentuk standar dan vernakular bahasa Sunda lambat laun mengalami pengutuban hingga seakan-akan tinggal menyisakan dua [[laras bahasa]], yakni bahasa Sunda Priangan (baku) dianggap sebagai bahasa yang [[Hormat|halus]]{{Sfnp|Arifin|2016|pp=3}}{{Sfnp|Arifin|2016|pp=12-13}} dan dialek-dialek bahasa Sunda lainnya dianggap sebagai bahasa yang [[Loma|kasar]]{{Sfnp|Arifin|2016|pp=16}}—bahasa Sunda Priangan memiliki sistem tingkatan berbahasa berupa ''undak usuk'' atau ''[[Tatakrama bahasa Sunda|tatakrama basa Sunda]]'' yang membedakan penggunaan bahasa yang digunakan antara dengan lawan bicara yang sudah akrab{{Efn|Ketika berbicara dengan orang yang dianggap telah akrab, maka orang akan menggunakan [[Loma|''basa loma'']]}} dan yang belum akrab/dihormati, sedangkan dialek-dialek bahasa Sunda non-standar kebanyakan tidak mengenal sistem tingkatan berbahasa seperti ini atau hanya menggunakannya secara terbatas{{Efn|Ragam halus dalam bahasa Sunda disebut sebagai [[Hormat|''basa hormat'']], yang juga dikenal sebagai ''basa lemes''}}''{{Sfnp|Abdurrachman|Umsari|Zarkasih|1985|pp=8}}''—padahal, pengertian bahasa halus dan bahasa kasar dalam bahasa Sunda tidak ada hubungannya dengan perbedaan dialek antar wilayah geografis, tetapi merupakan masalah [[sosiolek]] berupa ''tatakrama basa Sunda'' yang telah disinggung sebelumnya. Stigma kasar-halus ini juga berimplikasi pada kosakata yang akan digunakan dalam ragam tulis bahasa Sunda, seperti dalam majalah, surat kabar, dan buku. Pada zaman dahulu, kosakata dialek dilarang untuk dimasukkan ke dalam buku-buku bahasa Sunda, contoh kasusnya pada ''Volksalmanak Sunda'' dan mingguan ''Parahiangan'' yang sangat selektif terhadap kosakata yang digunakan, kosakata dialek akan diubah menjadi kosakata baku sebelum dilakukan penerbitan.{{Sfnp|Rosidi|2012|pp=38}}


Bahasa Sunda Priangan sebagai ragam baku secara [[linguistik]] merupakan sebuah dialek juga. Ragam ini menjadi baku karena munculnya prestise sosial tertentu. Faktor penentu ragam baku pada bahasa Sunda adalah digunakannya ragam bahasa pada kalangan terdidik atau [[ilmuwan]] yang dianggap oleh masyarakat sebagai golongan yang terdiri atas orang-orang yang berpengetahuan lebih dari orang kebanyakan. Nilai tinggi yang diberikan oleh masyarakat terhadap penutur itu memberikan prestise kepada ragam bahasanya.{{Sfnp|Arifin|2016|pp=11-12}}
Bahasa Sunda Priangan sebagai ragam baku secara [[linguistik]] merupakan sebuah dialek juga. Ragam ini menjadi baku karena munculnya prestise sosial tertentu. Faktor penentu ragam baku pada bahasa Sunda adalah digunakannya ragam bahasa pada kalangan terdidik atau [[ilmuwan]] yang dianggap oleh masyarakat sebagai golongan yang terdiri atas orang-orang yang berpengetahuan lebih dari orang kebanyakan. Nilai tinggi yang diberikan oleh masyarakat terhadap penutur itu memberikan prestise kepada ragam bahasanya.{{Sfnp|Arifin|2016|pp=11-12}}


== Pembagian ==
== Pembagian ==
Jumlah dialek dalam bahasa Sunda hingga sekarang belum dapat ditentukan dengan pasti sebab belum diteliti seluruhnya secara deskriptif. Salah seorang pengamat bahasa Sunda bernama Satjadibrata pernah mengungkapkan bahwa dialek bahasa Sunda itu ada sembilan, yaitu dialek Bandung, dialek Banten, dialek Cianjur, dialek Purwakarta, dialek Cirebon, dialek Kuningan, dialek Sumedang, dialek Garut, dan dialek Ciamis.{{Sfnp|Sutawijaya|Samsuri|pp=1|Wahyu|1985}} Sementara itu, beberapa organisasi, seperti ''[[Ethnologue]]'' dan ''MultiTree'' menyatakan ada 4 dialek utama bahasa Sunda yang diberikan kodenya masing-masing yaitu, Banten (sun-ban),<ref>{{Cite web|title=Banten of Sunda (sun)|url=http://multitree.org/codes/sun-ban|website=MultiTree}}</ref> Cirebon (sun-cir),<ref>{{Cite web|title=Cirebon of Sunda (sun)|url=http://multitree.org/codes/sun-cir|website=MultiTree}}</ref> Priangan (sun-pri),<ref>{{Cite web|title=Pringan of Sunda (sun)|url=http://multitree.org/codes/sun-pri|website=MultiTree}}</ref> dan Bogor-Karawang (sun-bog),<ref>{{Cite web|title=Bogor of Sunda (sun)|url=http://multitree.org/codes/sun-bog|website=MultiTree}}</ref> sedangkan ''[[Glottolog]]'' membagi bahasa Sunda menjadi 8 dialek yaitu, [[Bahasa Sunda Banten|Banten]], [[Bahasa Sunda Bogor|Bogor]], [[Bahasa Sunda Brebes|Brebes]], [[Bahasa Sunda Ciamis|Ciamis]], [[Bahasa Sunda Cirebon|Cirebon]], [[Bahasa Sunda Indramayu|Indramayu]], [[Bahasa Sunda Majalengka|Majalengka]], dan [[Bahasa Sunda Priangan|Priangan]]. Bahasa Sunda Priangan terbagi lagi menjadi 4 dialek, [[Bahasa Sunda Bandung|Bandung]], [[Bahasa Sunda Garut|Garut]], [[Bahasa Sunda Sumedang|Sumedang]], dan [[Bahasa Sunda Tasikmalaya|Tasikmalaya]].{{Sfnp|Hammarström|Forkel|Haspelmath|2022}}
Jumlah dialek dalam bahasa Sunda hingga sekarang belum dapat ditentukan dengan pasti sebab belum diteliti seluruhnya secara deskriptif. Salah seorang pengamat bahasa Sunda bernama Satjadibrata pernah mengungkapkan bahwa dialek bahasa Sunda itu ada sembilan, yaitu dialek Bandung, Banten, Cianjur, Purwakarta, Cirebon, [[Bahasa Sunda Kuningan|Kuningan]], [[Bahasa Sunda Sumedang|Sumedang]], [[Bahasa Sunda Garut|Garut]], dan [[Bahasa Sunda Ciamis|Ciamis]].{{Sfnp|Sutawijaya|Samsuri|pp=1|Wahyu|1985}} Sementara itu, beberapa organisasi, seperti ''[[Ethnologue]]'' dan ''MultiTree'' menyatakan ada 4 dialek utama bahasa Sunda yang diberikan kodenya masing-masing yaitu, Banten (sun-ban),<ref>{{Cite web|title=Banten of Sunda (sun)|url=http://multitree.org/codes/sun-ban|website=MultiTree}}</ref> Cirebon (sun-cir),<ref>{{Cite web|title=Cirebon of Sunda (sun)|url=http://multitree.org/codes/sun-cir|website=MultiTree}}</ref> Priangan (sun-pri),<ref>{{Cite web|title=Pringan of Sunda (sun)|url=http://multitree.org/codes/sun-pri|website=MultiTree}}</ref> dan Bogor-Karawang (sun-bog),<ref>{{Cite web|title=Bogor of Sunda (sun)|url=http://multitree.org/codes/sun-bog|website=MultiTree}}</ref> sedangkan ''[[Glottolog]]'' membagi bahasa Sunda menjadi 4 dialek utama yaitu, [[Bahasa Sunda Banten|Banten]], [[Bahasa Sunda Tengah-Timur|Tengah-Timur]], [[Bahasa Sunda Pesisir Utara|Pesisir Utara]], dan [[Bahasa Sunda Priangan|Priangan]].{{Sfnp|Hammarström|Forkel|Haspelmath|2022}}


=== ''Ethnologue & MultiTree'' ===
=== ''Ethnologue & MultiTree'' ===
{{Tree list}}
{{clade|{{clade|label1=&nbsp;[[Bahasa Sunda|Sunda]]&nbsp;
* [[Bahasa Sunda|Sunda]]
|1={{clade
|1=[[Bahasa Sunda Banten|Sunda Banten]]
** [[Bahasa Sunda Banten|Sunda Banten]]
|2=[[Bahasa Sunda Bogor|Sunda Bogor]]
** [[Bahasa Sunda Bogor|Sunda Bogor]]
|3=[[Bahasa Sunda Cirebon|Sunda Cirebon]]
** [[Bahasa Sunda Cirebon|Sunda Cirebon]]
|4=[[Bahasa Sunda Priangan|Sunda Priangan]]
** [[Bahasa Sunda Priangan|Sunda Priangan]]
{{Tree list/end}}
}}}}||label1=}}


=== ''Glottolog 4.6'' ===
=== ''Glottolog 4.8'' ===
{{Tree list}}
{{clade|{{clade|label1=&nbsp;[[Bahasa Sunda|Sunda]]&nbsp;
* [[Bahasa Sunda|Sunda]]
|1={{clade
** [[Bahasa Sunda Kuno|Sunda Kuno]]
|label1={{nowrap|&nbsp;Sunda Timur Laut&nbsp;}}
** [[Bahasa Sunda Banten|Sunda Banten]]
|1={{clade
|1=[[Bahasa Sunda Cirebon|Sunda Cirebon]]
*** ''[[Bahasa Badui|Badui]]''
|2=[[Bahasa Sunda Indramayu|Sunda Indramayu]]
*** [[Bahasa Sunda Pandeglang|Sunda Pandeglang]]
|3=[[Bahasa Sunda Kuningan|Sunda Kuningan]]
*** [[Bahasa Sunda Serang|Sunda Serang]]
|4=[[Bahasa Sunda Majalengka|Sunda Majalengka]]
*** [[Bahasa Sunda Tangerang|Sunda Tangerang]]
** Sunda Tengah-Timur
}}
*** [[Bahasa Sunda Brebes|Sunda Brebes]]
|label2=Sunda Barat
|2=[[Bahasa Sunda Banten|Sunda Banten]]
*** [[Bahasa Sunda Cirebon|Sunda Cirebon]]
*** [[Bahasa Sunda Indramayu|Sunda Indramayu]]
|label3=Sunda Utara
|3=[[Bahasa Sunda Bogor|Sunda Bogor]]
*** [[Bahasa Sunda Kuningan|Sunda Kuningan]]
|4=[[Bahasa Sunda Brebes|Sunda Brebes]]
*** [[Bahasa Sunda Majalengka|Sunda Majalengka]]
** [[Bahasa Sunda Pesisir Utara|Sunda Utara]]
|label5=Sunda Tenggara
|5=[[Bahasa Sunda Ciamis|Sunda Ciamis]]
*** [[Bahasa Sunda Binong|Sunda Binong]]
*** [[Bahasa Sunda Bogor|Sunda Bogor]]
|label6=Sunda Selatan
|6=[[Bahasa Sunda Priangan|Sunda Priangan]]
*** [[Bahasa Sunda Karawang|Sunda Karawang]]
** [[Bahasa Sunda Priangan|Sunda Priangan]]
}}}}||label1=}}
*** [[Bahasa Sunda Bandung|Sunda Bandung]]
*** [[Bahasa Sunda Ciamis|Sunda Ciamis]]
*** [[Bahasa Sunda Garut|Sunda Garut]]
*** [[Bahasa Sunda Sumedang|Sunda Sumedang]]
*** [[Bahasa Sunda Tasikmalaya|Sunda Tasikmalaya]]
{{Tree list/end}}


== Wilayah persebaran ==
== Wilayah persebaran ==
[[Berkas:Ogeh Oge Ogen.png|jmpl|ka|350px|Peta zona pemakaian [[adverbia]] ''géh'', ''gé'', ''gén'' dalam dialek-dialek bahasa Sunda]]
Wilayah persebaran dialek bahasa Sunda secara alami meliputi daerah [[Banten]] di ujung barat hingga ke [[kabupaten Cilacap]] dan [[kabupaten Brebes]] di sebelah timur. Di bawah ini dijelaskan wilayah tempat digunakannya setiap dialek bahasa Sunda.
Wilayah persebaran dialek bahasa Sunda secara alami meliputi daerah [[Banten]] di ujung barat hingga ke [[kabupaten Cilacap]] dan [[kabupaten Brebes]] di sebelah timur. Di bawah ini dijelaskan wilayah tempat digunakannya setiap dialek bahasa Sunda.


=== Dialek Barat ===
=== Dialek Barat ===
{{Utama|Bahasa Sunda Banten}}
Dialek Barat yang dikenal sebagai [[bahasa Sunda Banten]] dituturkan di sebagian besar wilayah [[Banten|provinsi Banten]] yang mencakup [[Kabupaten Serang]], [[Kabupaten Tangerang]], [[Kabupaten Pandeglang]] dan [[Kabupaten Lebak]] serta di luar wilayah provinsi Banten seperti, [[Kabupaten Bogor]] khususnya wilayah [[Jasinga Raya]], dan bagian utara [[Kabupaten Sukabumi]] serta di [[Jatinegara Kaum, Pulo Gadung, Jakarta Timur|Jatinegara Kaum]], [[Kota Jakarta Timur]].{{Sfnp|Kurniawati|1996|pp=49}}{{Sfnp|Kurniawati|1996|pp=54}}{{Sfnp|Fauzi|Ma'arif|pp=155|Supriadi|2020}} Contoh tokoh sastra yang kerap menggunakan dialek Banten dalam karya-karyanya adalah Hadi AKS yang berasal dari [[Cigeulis, Cigeulis, Pandeglang|Citapis, Pandeglang]].{{Sfnp|Rosidi|2012|pp=39}} Selain bahasa Sunda Banten, di wilayah penggunaan dialek Barat terutama di wilayah selatan Provinsi Banten, terdapat pula [[bahasa Badui]] yang secara linguistik terikat dengan bahasa Sunda khususnya bahasa Sunda Banten dan dituturkan oleh sub-etnis Sunda yakni [[suku Badui]].{{Sfnp|Anggraini|2019|pp=181}}{{Sfnp|Fauzi|Ma'arif|pp=156|Supriadi|2020}}
Dialek Barat yang dikenal sebagai [[bahasa Sunda Banten]] dituturkan di sebagian besar wilayah [[Banten|provinsi Banten]] yang mencakup [[Kabupaten Serang]], [[Kabupaten Tangerang]], [[Kabupaten Pandeglang]] dan [[Kabupaten Lebak]] serta di luar wilayah provinsi Banten seperti, [[Kabupaten Bogor]] khususnya wilayah [[Jasinga Raya]] ([[bahasa Sunda Jasinga]]), dan bagian utara [[Kabupaten Sukabumi]] (dituturkan khususnya oleh [[orang Ciptagelar]]) serta di [[Jatinegara Kaum, Pulo Gadung, Jakarta Timur|Jatinegara Kaum]], [[Kota Jakarta Timur]].{{Sfnp|Kurniawati|1996|pp=49}}{{Sfnp|Kurniawati|1996|pp=54}}{{Sfnp|Fauzi|Ma'arif|pp=155|Supriadi|2020}} Contoh tokoh sastra yang kerap menggunakan dialek Banten dalam karya-karyanya adalah Hadi AKS yang berasal dari [[Cigeulis, Cigeulis, Pandeglang|Citapis, Pandeglang]].{{Sfnp|Rosidi|2012|pp=39}} Selain bahasa Sunda Banten, di wilayah penggunaan dialek Barat terutama di wilayah selatan Provinsi Banten, terdapat pula [[bahasa Badui]] yang secara linguistik terikat dengan bahasa Sunda khususnya bahasa Sunda Banten dan dituturkan oleh sub-etnis Sunda yakni [[suku Badui]].{{Sfnp|Anggraini|2019|pp=181}}{{Sfnp|Fauzi|Ma'arif|pp=156|Supriadi|2020}}


=== Dialek Utara ===
=== Dialek Utara ===
{{Utama|Bahasa Sunda Pesisir Utara}}
Wilayah utama penggunaan dialek Utara berada di [[Kabupaten Bogor]] dan [[Kota Bogor]], selain itu, dialek Utara juga mencakup ragam percakapan bahasa Sunda yang dituturkan di [[Kabupaten Bekasi]] bagian tenggara, [[Kabupaten Purwakarta]], [[Tapos, Depok|Kecamatan Tapos]] di [[Kota Depok]] ([[bahasa Sunda Depok]]), [[Kabupaten Karawang]] (bahasa Sunda Karawang) dan [[Kabupaten Subang]]. Salah satu bentuk percakapan dialek Utara adalah [[bahasa Sunda Bogor]].{{Sfnp|Sutawijaya|Samsuri|pp=6|Wahyu|1985}}{{Sfnp|Sudjana|Marzuki|pp=1-2|Abas|Jayawiguna|1983}}{{Sfnp|Yudibrata|Hidayat|pp=16|Solehudin|Rahmat|1990}} Beberapa cerita-cerita rakyat dari Karawang menggunakan dialek ini dalam kosakata yang digunakannya, seperti yang dikumpulkan oleh Darpan dan Yudiatna.{{Sfnp|Rosidi|2012|pp=39}}
Wilayah utama penggunaan dialek Utara berada di [[Kabupaten Bogor]] dan [[Kota Bogor]], selain itu, dialek Utara juga mencakup ragam percakapan bahasa Sunda yang dituturkan di [[Kabupaten Bekasi]] bagian timur dan selatan, [[Kabupaten Purwakarta]], [[Tapos, Depok|Kecamatan Tapos]] di [[Kota Depok]] (lihat [[bahasa Sunda di Kota Depok]]), [[Kabupaten Karawang]] ([[bahasa Sunda Karawang]]) dan [[Kabupaten Subang]] (termasuk [[bahasa Sunda Binong]]). Salah satu bentuk percakapan dialek Utara adalah [[bahasa Sunda Bogor]].{{Sfnp|Sutawijaya|Samsuri|pp=6|Wahyu|1985}}{{Sfnp|Sudjana|Marzuki|pp=1-2|Abas|Jayawiguna|1983}}{{Sfnp|Yudibrata|Hidayat|pp=16|Solehudin|Rahmat|1990}} Beberapa cerita-cerita rakyat dari Karawang menggunakan dialek ini dalam kosakata yang digunakannya, seperti yang dikumpulkan oleh Darpan dan Yudiatna.{{Sfnp|Rosidi|2012|pp=39}}


=== Dialek Selatan ===
=== Dialek Selatan ===
{{Utama|Bahasa Sunda Priangan}}
Dialek Selatan atau [[bahasa Sunda Priangan|Dialek Priangan]] merupakan bentuk standar bahasa Sunda yang digunakan dalam komunikasi resmi dan formal, juga digunakan dalam berbagai hal, seperti dalam [[Rapat|rapat resmi]], [[media massa]] atau [[Percetakan|media cetak]], [[Belajar|pembelajaran di sekolah]] (dikenal sebagai ''basa sakola''), dan hal-hal [[publik]] lainnya. Dialek ini pertama kali dibakukan pada tahun [[1872]] oleh [[pemerintah]] [[Hindia Belanda|kolonial Belanda]] dalam rangka menjadikannya sebagai bahasa komunikasi di lingkungan pemerintahan dan [[Bangsawan|kaum bangsawan]] [[pribumi]] di [[Keresidenan Priangan]].{{Sfnp|Wahya|2002|pp=2}}
Dialek Selatan atau [[bahasa Sunda Priangan|Dialek Priangan]] merupakan bentuk standar bahasa Sunda yang digunakan dalam komunikasi resmi dan formal, juga digunakan dalam berbagai hal, seperti dalam [[Rapat|rapat resmi]], [[media massa]] atau [[Percetakan|media cetak]], [[Belajar|pembelajaran di sekolah]] (dikenal sebagai ''basa sakola''), dan hal-hal [[publik]] lainnya. Dialek ini pertama kali dibakukan pada tahun [[1872]] oleh [[pemerintah]] [[Hindia Belanda|kolonial Belanda]] dalam rangka menjadikannya sebagai bahasa komunikasi di lingkungan pemerintahan dan [[Bangsawan|kaum bangsawan]] [[pribumi]] di [[Keresidenan Priangan]].{{Sfnp|Wahya|2002|pp=2}}


=== Dialek Tenggara ===
=== Dialek Tenggara ===
{{Utama|Bahasa Sunda Ciamis}}
Dialek Tenggara pada dasarnya merupakan dialek yang memiliki banyak kemiripan dengan dialek Selatan, tetapi dalam beberapa hal, dialek Tenggara memiliki kekhasannya tersendiri bila dibandingkan dialek lainnya. Wilayah penggunaan dialek ini terutama berada di [[Kabupaten Ciamis]], [[Kota Banjar]], [[Kabupaten Pangandaran]], serta sebagian daerah di [[Kabupaten Cilacap]]. Di Kabupaten Ciamis, dialek Tenggara dikenal sebagai [[bahasa Sunda Ciamis]].{{Sfnp|Asteka|2019|pp=210}}{{Sfnp|Wagiati|Darmayanti|pp=154|Zein|2021}}{{Sfnp|Wagiati|Darmayanti|pp=157|Zein|2021}} Contoh [[sastrawan]] yang menggunakan bahasa Sunda Ciamis dalam karya-karyanya adalah [[Ahmad Bakri]] yang berasal dari [[Rancah, Ciamis]].{{Sfnp|Rosidi|2012|pp=39}}
Dialek Tenggara pada dasarnya merupakan dialek yang memiliki banyak kemiripan dengan dialek Selatan, tetapi dalam beberapa hal, dialek Tenggara memiliki kekhasannya tersendiri bila dibandingkan dialek lainnya. Wilayah penggunaan dialek ini terutama berada di [[Kabupaten Ciamis]], [[Kota Banjar]], [[Kabupaten Pangandaran]], serta sebagian daerah di [[Kabupaten Cilacap]]. Di Kabupaten Ciamis, dialek Tenggara dikenal sebagai [[bahasa Sunda Ciamis]].{{Sfnp|Asteka|2019|pp=210}}{{Sfnp|Wagiati|Darmayanti|pp=154|Zein|2021}}{{Sfnp|Wagiati|Darmayanti|pp=157|Zein|2021}} Contoh [[sastrawan]] yang menggunakan bahasa Sunda Ciamis dalam karya-karyanya adalah [[Ahmad Bakri]] yang berasal dari [[Rancah, Ciamis]].{{Sfnp|Rosidi|2012|pp=39}}


Baris 62: Baris 87:
Dialek Timur Laut adalah ragam percakapan bahasa Sunda yang dituturkan di beberapa wilayah [[Keresidenan Cirebon|eks-Keresidenan Cirebon]], seperti, [[Kabupaten Cirebon]] (dikenal sebagai [[bahasa Sunda Cirebon]]), [[Kabupaten Kuningan]] ([[bahasa Sunda Kuningan]]), dan [[Kabupaten Indramayu]] (dikenal sebagai [[Bahasa Sunda Indramayu|bahasa Sunda Parean-Lelea]]), serta dituturkan di [[Kabupaten Brebes]] (dikenal sebagai [[bahasa Sunda Brebes]]).''{{Sfnp|Abdurrachman|Umsari|Zarkasih|1985|pp=5-6}}'' Kosakata khas dialek Timur Laut terutama dialek Kuningan sering diselipkan dalam karya-karya sastra ciptaan [[Ki Umbara]] (nama samaran dari Wiredja Ranusulaksana).{{Sfnp|Rosidi|2012|pp=38-39}}
Dialek Timur Laut adalah ragam percakapan bahasa Sunda yang dituturkan di beberapa wilayah [[Keresidenan Cirebon|eks-Keresidenan Cirebon]], seperti, [[Kabupaten Cirebon]] (dikenal sebagai [[bahasa Sunda Cirebon]]), [[Kabupaten Kuningan]] ([[bahasa Sunda Kuningan]]), dan [[Kabupaten Indramayu]] (dikenal sebagai [[Bahasa Sunda Indramayu|bahasa Sunda Parean-Lelea]]), serta dituturkan di [[Kabupaten Brebes]] (dikenal sebagai [[bahasa Sunda Brebes]]).''{{Sfnp|Abdurrachman|Umsari|Zarkasih|1985|pp=5-6}}'' Kosakata khas dialek Timur Laut terutama dialek Kuningan sering diselipkan dalam karya-karya sastra ciptaan [[Ki Umbara]] (nama samaran dari Wiredja Ranusulaksana).{{Sfnp|Rosidi|2012|pp=38-39}}


==== Dialek Tengah Timur ====
==== Dialek Tengah-Timur ====
Dialek yang wilayah penuturannya terkonsentrasi di [[Kabupaten Majalengka]] ini dikenal sebagai bahasa Sunda dialek Majalengka atau [[bahasa Sunda Majalengka]].{{Sfnp|Asteka|2019|pp=210}} Secara gramatikal, dialek Tengah Timur tidak menunjukan perbedaan yang signifikan dengan dialek Selatan. Perbedaannya hanya terdapat pada perbedaan [[kosakata]], [[fonologi]], [[intonasi]] dan [[Leksikon|leksikonnya]] saja.{{Sfnp|Asteka|2019|pp=215}} [[Ajip Rosidi]] merupakan seorang sastrawan Sunda yang berasal dari Majalengka, beberapa karyanya menggunakan bahasa Sunda dialek Majalengka.
Dialek yang wilayah penuturannya terkonsentrasi di [[Kabupaten Majalengka]] ini dikenal sebagai bahasa Sunda dialek Majalengka atau [[bahasa Sunda Majalengka]].{{Sfnp|Asteka|2019|pp=210}} Secara gramatikal, dialek Tengah-Timur tidak menunjukan perbedaan yang signifikan dengan dialek Selatan. Perbedaannya hanya terdapat pada perbedaan [[kosakata]], [[fonologi]], [[intonasi]], dan [[leksikon]]nya saja.{{Sfnp|Asteka|2019|pp=215}} [[Ajip Rosidi]] merupakan seorang sastrawan Sunda yang berasal dari Majalengka, beberapa karyanya menggunakan bahasa Sunda dialek Majalengka.


== Kajian diakronis ==
== Kajian diakronis ==
Baris 82: Baris 107:
=== Ciri ===
=== Ciri ===
[[Berkas:Phonotactics changes from Old Sundanese to Modern Sundanese.svg|jmpl|Evolusi pola fonotaktik eu-u dari [[Bahasa Sunda Kuno|bahasa Sunda kuno]] menjadi o-u; a-u (dialek non-standar) atau i-u (dialek standar) dalam bahasa Sunda modern pada contoh kata ''teulu'' → ''tolu''/''talu'' & ''tilu'' '[[3 (angka)|tiga]]'.{{Sfnp|Noorduyn|Teeuw|pp=72-73|2006}}{{Sfnp|Noorduyn|Teeuw|pp=332|2006}}|245x245px]]
[[Berkas:Phonotactics changes from Old Sundanese to Modern Sundanese.svg|jmpl|Evolusi pola fonotaktik eu-u dari [[Bahasa Sunda Kuno|bahasa Sunda kuno]] menjadi o-u; a-u (dialek non-standar) atau i-u (dialek standar) dalam bahasa Sunda modern pada contoh kata ''teulu'' → ''tolu''/''talu'' & ''tilu'' '[[3 (angka)|tiga]]'.{{Sfnp|Noorduyn|Teeuw|pp=72-73|2006}}{{Sfnp|Noorduyn|Teeuw|pp=332|2006}}|245x245px]]
Secara umum, perdedaan dialek geografis bahasa Sunda yang menonjol tampak pada perbedaan [[kosakata]], misalnya, ada dialek h dan dialek non-h dan ada dialek berciri fonotaktik eu-u, o-u, a-u, pada satu sisi dan dialek berciri fonotaktik i-u pada sisi lain (misalnya, ''leuntuh'', ''lontuh'', ''lantuh'' dengan ''lintuh'' ‘gemuk’). Ciri fonotaktik pertama menonjol dalam perbandingan leksikon baku dengan dialek Cirebon (dalam hal ini dialek Indramayu), sedangkan ciri fonotaktik kedua menonjol dalam perbandingan leksikon dialek Banten dan dialek Cirebon dengan leksikon baku dan dialek daerah lain.
Secara umum, perdedaan dialek geografis bahasa Sunda yang menonjol tampak pada perbedaan [[kosakata]], misalnya, ada dialek h dan dialek non-h dan ada dialek berciri fonotaktik eu-u, o-u, a-u, pada satu sisi dan dialek berciri fonotaktik i-u pada sisi lain (misalnya, ''leuntuh'', ''lontuh'', ''lantuh'' dengan ''lintuh'' ‘gemuk’). Ciri fonotaktik pertama menonjol dalam perbandingan leksikon baku dengan dialek Cirebon (dalam hal ini dialek Indramayu), sedangkan ciri fonotaktik kedua menonjol dalam perbandingan leksikon dialek Banten dan dialek Cirebon dengan leksikon baku dan dialek daerah lain.


Perbedaan lain yang juga cukup menonjol dalam dialek Sunda adalah aksen, yakni perbedaan dalam intonasi, misalnya, dikenal aksen [[Cigondewah Kaler, Bandung Kulon, Bandung|Cigondewah]] dan [[Kabupaten Cianjur|Cianjur]], yang berbeda dengan aksen baku dan dialek di daerah lain umumnya.{{Sfnp|Wahya|2002|pp=4}}
Perbedaan lain yang juga cukup menonjol dalam dialek Sunda adalah aksen, yakni perbedaan dalam intonasi, misalnya, dikenal aksen [[Cigondewah Kaler, Bandung Kulon, Bandung|Cigondewah]] dan [[Kabupaten Cianjur|Cianjur]], yang berbeda dengan aksen baku dan dialek di daerah lain umumnya.{{Sfnp|Wahya|2002|pp=4}}


=== Relasi ===
=== Relasi ===
Baik dialek standar (Priangan) maupun dialek non-standar, sebagaimana disinggung sebelumnya, dapat menampakkan pewarisan etimon dalam beberapa leksikonnya.
Baik dialek standar (Priangan) maupun dialek non-standar, sebagaimana disinggung sebelumnya, dapat menampakkan pewarisan etimon dalam beberapa leksikonnya.


Di bawah ini disajikan tabel yang menunjukkan relasi leksikon antar dialek bahasa Sunda.{{Sfnp|Wahya|2002|pp=4-5}}
Di bawah ini disajikan tabel yang menunjukkan relasi leksikon antar dialek bahasa Sunda.{{Sfnp|Wahya|2002|pp=4-5}}
Baris 204: Baris 229:
|}
|}
</center>Dari data di atas dapat diamati ada beberapa leksikon dialek Sunda yang mencerminkan warisan etimonnya. Leksikon yang dimaksud adalah ''tapay'', ''batu'', ''mata'', ''turuy'' atau ''tuyur'', ''buhaya'', ''oray'', ''ngaran'', ''haseup'', ''haseum'', dan ''haté''. Di samping itu, terdapat leksikon lain dalam dialek Sunda, yang memiliki kemiripan bentuk dan berbeda bentuk dari leksikon yang mencerminkan warisan etimonnya, yaitu ''tapé'' dan ''peuyeum'' ‘[[tapai]]’, ''mungkal'' ‘[[batu]]’, ''panon'' ‘[[mata]]’, ''turi'' ‘[[turi]]’, ''buaya'' dan ''baya'' ‘[[buaya]]’, ''ula'' ‘[[ular]]’, ''aran'' ‘[[nama]]’, ''aseup'' ‘[[asap]]’, ''aseum'' dan ''kecut'' ‘[[Asam|masam]]’, ''ati'' dan ''angen'' ‘[[hati]]’.{{Sfnp|Wahya|2002|pp=5}}
</center>Dari data di atas dapat diamati ada beberapa leksikon dialek Sunda yang mencerminkan warisan etimonnya. Leksikon yang dimaksud adalah ''tapay'', ''batu'', ''mata'', ''turuy'' atau ''tuyur'', ''buhaya'', ''oray'', ''ngaran'', ''haseup'', ''haseum'', dan ''haté''. Di samping itu, terdapat leksikon lain dalam dialek Sunda, yang memiliki kemiripan bentuk dan berbeda bentuk dari leksikon yang mencerminkan warisan etimonnya, yaitu ''tapé'' dan ''peuyeum'' ‘[[tapai]]’, ''mungkal'' ‘[[batu]]’, ''panon'' ‘[[mata]]’, ''turi'' ‘[[turi]]’, ''buaya'' dan ''baya'' ‘[[buaya]]’, ''ula'' ‘[[ular]]’, ''aran'' ‘[[nama]]’, ''aseup'' ‘[[asap]]’, ''aseum'' dan ''kecut'' ‘[[Asam|masam]]’, ''ati'' dan ''angen'' ‘[[hati]]’.{{Sfnp|Wahya|2002|pp=5}}

== Lihat pula ==
{{Portal|Bahasa|Indonesia|Sunda}}
* [[Ragam non-baku dalam bahasa Sunda]]
* [[Sejarah bahasa Sunda]]
* [[Rumpun bahasa Sunda-Badui]]
* [[Bahasa Sunda Kuno]]
* [[Bahasa Badui]]


== Referensi ==
== Referensi ==
=== Keterangan ===
{{notelist}}


=== Catatan kaki ===
=== Catatan kaki ===
Baris 230: Baris 265:
== Bacaan lanjutan ==
== Bacaan lanjutan ==


=== Buku dan Karya tulis ===
=== Buku dan karya tulis ===
{{refbegin}}
{{refbegin}}
*{{Cite thesis|last=Andriani|first=L.|title=Evaluasi Perubahan Leksikal: Studi Kasus Kabupaten Bekasi|date=1998|degree=Bachelor|publisher=Fakultas Sastra Universitas Indonesia|place=Depok}}
*{{Cite thesis|last=Andriani|first=L.|title=Evaluasi Perubahan Leksikal: Studi Kasus Kabupaten Bekasi|date=1998|degree=Bachelor|publisher=Fakultas Sastra Universitas Indonesia|place=Depok}}
Baris 248: Baris 283:
* {{Cite thesis|last=Wahya|title=Bahasa Sunda di Kecamatan Kandanghaur dan Kecamatan Lelea Kabupaten Indramayu: Kajian Geografi Dialek|date=1995|degree=Master|publisher=Universitas Padjajaran|place=Bandung}}
* {{Cite thesis|last=Wahya|title=Bahasa Sunda di Kecamatan Kandanghaur dan Kecamatan Lelea Kabupaten Indramayu: Kajian Geografi Dialek|date=1995|degree=Master|publisher=Universitas Padjajaran|place=Bandung}}
* {{Cite journal|last=Wahya|author-mask=3|year=2000|title=Fonem /h/ dalam Dialek-Dialek Bahasa Sunda|journal=Sastra|volume=8|issue=5}}
* {{Cite journal|last=Wahya|author-mask=3|year=2000|title=Fonem /h/ dalam Dialek-Dialek Bahasa Sunda|journal=Sastra|volume=8|issue=5}}
* {{Cite conference|conference=Makalah Seminar Internasional Hari Bahasa Ibu|title=Inovasi Bentuk Dalam Variasi Geografis Bahasa Sunda: Kedinamisan Dan Keharmonisan Dalam Perubahan Bahasa Ibu|url-status=live|volume=|last=Wahya|author-mask=3|first=|location=Bandung|publisher=Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran|ref=harv|year=2010|url=https://pustaka.unpad.ac.id/archives/129112|type=|oclc=|pages=1-13|doi=|isbn=|language=id}}
{{refend}}
{{refend}}


Baris 259: Baris 295:


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==
{{commons cat|Sundanese dialects|{{PAGENAME}}}}
* {{Id}} [[b:Bahasa_Sunda|Bahasa Sunda]] di [[Wikibuku]]
* {{Id}} [[b:Adikamus_Sunda-Indonesia|Adikamus Sunda-Indonesia]] di [[Wikibuku]]
* {{Id}} [[b:Bahasa Sunda|Bahasa Sunda]] di [[Wikibuku]]
* {{Id}} [[b:Adikamus Sunda-Indonesia|Adikamus Sunda-Indonesia]] di [[Wikibuku]]
* {{Id}} [[wikt:Kategori:Kata_wewengkon|Kategori:Kata wewengkon]] Daftar lema dialek non-standar bahasa Sunda di [[Wiktionary]]
* {{Id}} [[wikt:Kategori:Kata wewengkon|Kategori:Kata wewengkon]] Daftar lema dialek non-standar bahasa Sunda di [[Wiktionary]]
{{Bahasa Sunda}}
{{Bahasa Sunda}}



Revisi per 30 Januari 2024 12.44

Rumpun bahasa
Sunda
PersebaranIndonesia
Penggolongan bahasa
Lokasi penuturan
Peta dialek-dialek bahasa Sunda
Peta dialek-dialek bahasa Sunda
 Portal Bahasa
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B • PW
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Dialek bahasa Sunda (ᮘᮞ ᮝᮨᮝᮨᮀᮊᮧᮔ᮪, basa wewengkon) adalah sejumlah varietas atau bahasa vernakular dalam bahasa Sunda yang berbeda-beda menurut penutur dan daerah penggunaannya. Dialek-dialek ini berkontras dengan bentuk standar bahasa Sunda yang dikenal sebagai basa lulugu (ᮘᮞ ᮜᮥᮜᮥᮌᮥ 'bahasa baku')[1] dan basa sakola (ᮘᮞ ᮞᮊᮧᮜ 'bahasa sekolah')[a] yang didasarkan pada dialek Priangan atau dialek Selatan dan berfungsi sebagai lingua franca bagi semua penutur ragam bahasa Sunda.

Dalam bahasa Sunda, istilah basa wewengkon dapat diterjemahkan secara harfiah sebagai 'bahasa wilayah' (basa artinya bahasa, wewengkon artinya wilayah) karena pada umumnya, dialek-dialek bahasa Sunda dibedakan berdasarkan wilayah geografis. Bahasa Sunda itu sendiri merupakan anggota dari bahasa-bahasa Melayu-Polinesia dalam rumpun bahasa Austronesia, yang bersama dengan bahasa Badui membentuk rumpun bahasa Sunda-Badui, meskipun bahasa Badui kadangkala juga dianggap sebagai sebuah dialek dalam bahasa Sunda.[b]

Dialek bahasa Sunda sebagai bentuk vernakular berfungsi sebagai alat komunikasi lisan yang biasanya digunakan sehari-hari oleh masyarakat yang letak tempat tinggalnya jauh dari pusat pemakai bahasa Sunda baku (Parahyangan), meskipun demikian, bahasa Sunda baku (lulugu ᮜᮥᮜᮥᮌᮥ) tetap diterima dan dipahami secara universal oleh orang-orang yang melek huruf dalam bahasa Sunda, atau setidaknya oleh orang-orang yang pernah mengenyam pendidikan sekolah yang menerapkan bahasa Sunda Priangan sebagai bahasa pengantar atau sebagai salah satu mata pelajaran.[2]

Dalam perkembangannya, bentuk standar dan vernakular bahasa Sunda lambat laun mengalami pengutuban hingga seakan-akan tinggal menyisakan dua laras bahasa, yakni bahasa Sunda Priangan (baku) dianggap sebagai bahasa yang halus[3][4] dan dialek-dialek bahasa Sunda lainnya dianggap sebagai bahasa yang kasar[5]—bahasa Sunda Priangan memiliki sistem tingkatan berbahasa berupa undak usuk atau tatakrama basa Sunda yang membedakan penggunaan bahasa yang digunakan antara dengan lawan bicara yang sudah akrab[c] dan yang belum akrab/dihormati, sedangkan dialek-dialek bahasa Sunda non-standar kebanyakan tidak mengenal sistem tingkatan berbahasa seperti ini atau hanya menggunakannya secara terbatas[d][6]—padahal, pengertian bahasa halus dan bahasa kasar dalam bahasa Sunda tidak ada hubungannya dengan perbedaan dialek antar wilayah geografis, tetapi merupakan masalah sosiolek berupa tatakrama basa Sunda yang telah disinggung sebelumnya. Stigma kasar-halus ini juga berimplikasi pada kosakata yang akan digunakan dalam ragam tulis bahasa Sunda, seperti dalam majalah, surat kabar, dan buku. Pada zaman dahulu, kosakata dialek dilarang untuk dimasukkan ke dalam buku-buku bahasa Sunda, contoh kasusnya pada Volksalmanak Sunda dan mingguan Parahiangan yang sangat selektif terhadap kosakata yang digunakan, kosakata dialek akan diubah menjadi kosakata baku sebelum dilakukan penerbitan.[7]

Bahasa Sunda Priangan sebagai ragam baku secara linguistik merupakan sebuah dialek juga. Ragam ini menjadi baku karena munculnya prestise sosial tertentu. Faktor penentu ragam baku pada bahasa Sunda adalah digunakannya ragam bahasa pada kalangan terdidik atau ilmuwan yang dianggap oleh masyarakat sebagai golongan yang terdiri atas orang-orang yang berpengetahuan lebih dari orang kebanyakan. Nilai tinggi yang diberikan oleh masyarakat terhadap penutur itu memberikan prestise kepada ragam bahasanya.[8]

Pembagian

Jumlah dialek dalam bahasa Sunda hingga sekarang belum dapat ditentukan dengan pasti sebab belum diteliti seluruhnya secara deskriptif. Salah seorang pengamat bahasa Sunda bernama Satjadibrata pernah mengungkapkan bahwa dialek bahasa Sunda itu ada sembilan, yaitu dialek Bandung, Banten, Cianjur, Purwakarta, Cirebon, Kuningan, Sumedang, Garut, dan Ciamis.[9] Sementara itu, beberapa organisasi, seperti Ethnologue dan MultiTree menyatakan ada 4 dialek utama bahasa Sunda yang diberikan kodenya masing-masing yaitu, Banten (sun-ban),[10] Cirebon (sun-cir),[11] Priangan (sun-pri),[12] dan Bogor-Karawang (sun-bog),[13] sedangkan Glottolog membagi bahasa Sunda menjadi 4 dialek utama yaitu, Banten, Tengah-Timur, Pesisir Utara, dan Priangan.[14]

Ethnologue & MultiTree

Glottolog 4.8

Wilayah persebaran

Peta zona pemakaian adverbia géh, , gén dalam dialek-dialek bahasa Sunda

Wilayah persebaran dialek bahasa Sunda secara alami meliputi daerah Banten di ujung barat hingga ke kabupaten Cilacap dan kabupaten Brebes di sebelah timur. Di bawah ini dijelaskan wilayah tempat digunakannya setiap dialek bahasa Sunda.

Dialek Barat

Dialek Barat yang dikenal sebagai bahasa Sunda Banten dituturkan di sebagian besar wilayah provinsi Banten yang mencakup Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Lebak serta di luar wilayah provinsi Banten seperti, Kabupaten Bogor khususnya wilayah Jasinga Raya (bahasa Sunda Jasinga), dan bagian utara Kabupaten Sukabumi (dituturkan khususnya oleh orang Ciptagelar) serta di Jatinegara Kaum, Kota Jakarta Timur.[15][16][17] Contoh tokoh sastra yang kerap menggunakan dialek Banten dalam karya-karyanya adalah Hadi AKS yang berasal dari Citapis, Pandeglang.[18] Selain bahasa Sunda Banten, di wilayah penggunaan dialek Barat terutama di wilayah selatan Provinsi Banten, terdapat pula bahasa Badui yang secara linguistik terikat dengan bahasa Sunda khususnya bahasa Sunda Banten dan dituturkan oleh sub-etnis Sunda yakni suku Badui.[19][20]

Dialek Utara

Wilayah utama penggunaan dialek Utara berada di Kabupaten Bogor dan Kota Bogor, selain itu, dialek Utara juga mencakup ragam percakapan bahasa Sunda yang dituturkan di Kabupaten Bekasi bagian timur dan selatan, Kabupaten Purwakarta, Kecamatan Tapos di Kota Depok (lihat bahasa Sunda di Kota Depok), Kabupaten Karawang (bahasa Sunda Karawang) dan Kabupaten Subang (termasuk bahasa Sunda Binong). Salah satu bentuk percakapan dialek Utara adalah bahasa Sunda Bogor.[21][22][23] Beberapa cerita-cerita rakyat dari Karawang menggunakan dialek ini dalam kosakata yang digunakannya, seperti yang dikumpulkan oleh Darpan dan Yudiatna.[18]

Dialek Selatan

Dialek Selatan atau Dialek Priangan merupakan bentuk standar bahasa Sunda yang digunakan dalam komunikasi resmi dan formal, juga digunakan dalam berbagai hal, seperti dalam rapat resmi, media massa atau media cetak, pembelajaran di sekolah (dikenal sebagai basa sakola), dan hal-hal publik lainnya. Dialek ini pertama kali dibakukan pada tahun 1872 oleh pemerintah kolonial Belanda dalam rangka menjadikannya sebagai bahasa komunikasi di lingkungan pemerintahan dan kaum bangsawan pribumi di Keresidenan Priangan.[24]

Dialek Tenggara

Dialek Tenggara pada dasarnya merupakan dialek yang memiliki banyak kemiripan dengan dialek Selatan, tetapi dalam beberapa hal, dialek Tenggara memiliki kekhasannya tersendiri bila dibandingkan dialek lainnya. Wilayah penggunaan dialek ini terutama berada di Kabupaten Ciamis, Kota Banjar, Kabupaten Pangandaran, serta sebagian daerah di Kabupaten Cilacap. Di Kabupaten Ciamis, dialek Tenggara dikenal sebagai bahasa Sunda Ciamis.[25][26][27] Contoh sastrawan yang menggunakan bahasa Sunda Ciamis dalam karya-karyanya adalah Ahmad Bakri yang berasal dari Rancah, Ciamis.[18]

Dialek Timur

Dialek Timur merupakan istilah kolektif untuk beberapa dialek yang dituturkan di wilayah paling timur persebaran bahasa Sunda. Jenis-jenis dialek Timur mencakup:

Dialek Timur Laut

Dialek Timur Laut adalah ragam percakapan bahasa Sunda yang dituturkan di beberapa wilayah eks-Keresidenan Cirebon, seperti, Kabupaten Cirebon (dikenal sebagai bahasa Sunda Cirebon), Kabupaten Kuningan (bahasa Sunda Kuningan), dan Kabupaten Indramayu (dikenal sebagai bahasa Sunda Parean-Lelea), serta dituturkan di Kabupaten Brebes (dikenal sebagai bahasa Sunda Brebes).[28] Kosakata khas dialek Timur Laut terutama dialek Kuningan sering diselipkan dalam karya-karya sastra ciptaan Ki Umbara (nama samaran dari Wiredja Ranusulaksana).[29]

Dialek Tengah-Timur

Dialek yang wilayah penuturannya terkonsentrasi di Kabupaten Majalengka ini dikenal sebagai bahasa Sunda dialek Majalengka atau bahasa Sunda Majalengka.[25] Secara gramatikal, dialek Tengah-Timur tidak menunjukan perbedaan yang signifikan dengan dialek Selatan. Perbedaannya hanya terdapat pada perbedaan kosakata, fonologi, intonasi, dan leksikonnya saja.[30] Ajip Rosidi merupakan seorang sastrawan Sunda yang berasal dari Majalengka, beberapa karyanya menggunakan bahasa Sunda dialek Majalengka.

Kajian diakronis

Deskripsi

Beberapa penelitian dialek geografis bahasa Sunda yang telah dilakukan pada umumnya menggunakan sudut pandang sinkronis yang mengutamakan deskripsi pemunculan dan distribusi di wilayah tertentu. Penelitian dialek geografis bahasa Sunda dengan sudut pandang diakronis, yakni yang menekankan sejarah keberadaan unsur dialek, dapat dikatakan masih jarang.[24] Langkanya kajian diakronis dalam penelitian dialek yang bersifat horizontal di atas menyebabkan penelitian yang membahas bentuk prabahasa Sunda belum dilakukan. Meskipun demikian, sering ditemukan adanya leksikon kuno dalam beberapa dialek menurut beberapa hasil penelitian yang membahas dialek geografis bahasa Sunda. Contohnya, mokladarah’, kotokayam’, matapoématahari’, naha atau naeun ‘apa’, tahuntahun’, muharamuara’, buhayabuaya’, hanteu ‘tidak’, apuyapi’, turuy atau tuyurturi’, baratbarat’, inyaAnda’, inyana ‘dia’, beuteung ‘sudah’. Leksikon Mokla ‘darah’ ditemukan dalam dialek Banten, dialek Bekasi, dialek Tangerang, dan dialek Indramayu. Sementara itu, matapoé ‘matahari’ ditemukan dalam dialek di daerah-daerah tadi kecuali di Indramayu.[31]

Dari leksikon-leksikon di atas, beberapa di antaranya dapat ditemukan dalam naskah kuno berbahasa Sunda dan tidak ditemukan dalam ragam bahasa Sunda modern, misalnya, beuteung ‘setelah’ dan inya ‘dialah’ dalam naskah Carita Parahiyangan. Kedua leksikon ini masih digunakan dalam dialek Indramayu. Demikian pula, inyana.[32]

Protobahasa

Perekonstruksian protobahasa dilakukan dengan membandingkan beberapa leksikon bahasa yang berkerabat. Sehingga, etimon hanya dapat diamati pada leksikon yang menampakkan kekerabatan (cognate) pada beberapa bahasa atau dialek. Kotok ‘ayam’ merupakan bentuk arkais, tetapi leksikon ini tidak memiliki kerabat dalam dialek atau bahasa lain sehingga bentuk ini tidak dapat direkonstruksi. Berbeda dengan hayam ‘ayam’ yang dapat direkonstruksi etimonnya berupa *hayam karena leksikon ini memiliki kerabat dengan beberapa bahasa, yakni ayam (bahasa Melayu) dan ajam (bahasa Madura). Hal ini juga berlaku dalam merekonstruksi etimon prabahasa. Inya tidak dapat direkonstruksi bentuk prabahasanya jika hanya ditemukan dalam satu dialek dan tidak ditemukan dalam dialek lain.[32]

Pencabangan

Masih minimnya penelitian dialek geografis bahasa Sunda yang menggunakan sudut pandang diakronis (dialektologi diakronis) mengakibatkan deskripsi pencabangan dialek dalam bahasa Sunda belum ada. Pencabangan ini penting sebagai titik tolak penelusuran etimon prabahasa. Meskipun demikian, dari beberapa hasil penelitian dialek geografis, didapatkan gambaran sementara tentang adanya perbedaan leksikon yang menonjol antara bahasa Sunda Banten dan bahasa Sunda Cirebon pada satu sisi dengan bahasa Sunda lain pada sisi lainnya, misalnya, bahasa Sunda baku dan bahasa Sunda di antara wilayah penuturan dialek Banten dan dialek Cirebon. Gambaran ini memberikan simpulan bahwa, setidaknya ada dua dialek besar dalam bahasa Sunda. Oleh karena itu, dalam perekontruksian prabahasa Sunda, leksikon dari dialek Banten atau dialek Cirebon tidak dapat diabaikan karena banyaknya leksikon kuno yang bertebaran dalam dua dialek tersebut.[33]

Unsur relik

Ciri

Evolusi pola fonotaktik eu-u dari bahasa Sunda kuno menjadi o-u; a-u (dialek non-standar) atau i-u (dialek standar) dalam bahasa Sunda modern pada contoh kata teulutolu/talu & tilu 'tiga'.[34][35]

Secara umum, perdedaan dialek geografis bahasa Sunda yang menonjol tampak pada perbedaan kosakata, misalnya, ada dialek h dan dialek non-h dan ada dialek berciri fonotaktik eu-u, o-u, a-u, pada satu sisi dan dialek berciri fonotaktik i-u pada sisi lain (misalnya, leuntuh, lontuh, lantuh dengan lintuh ‘gemuk’). Ciri fonotaktik pertama menonjol dalam perbandingan leksikon baku dengan dialek Cirebon (dalam hal ini dialek Indramayu), sedangkan ciri fonotaktik kedua menonjol dalam perbandingan leksikon dialek Banten dan dialek Cirebon dengan leksikon baku dan dialek daerah lain.

Perbedaan lain yang juga cukup menonjol dalam dialek Sunda adalah aksen, yakni perbedaan dalam intonasi, misalnya, dikenal aksen Cigondewah dan Cianjur, yang berbeda dengan aksen baku dan dialek di daerah lain umumnya.[33]

Relasi

Baik dialek standar (Priangan) maupun dialek non-standar, sebagaimana disinggung sebelumnya, dapat menampakkan pewarisan etimon dalam beberapa leksikonnya.

Di bawah ini disajikan tabel yang menunjukkan relasi leksikon antar dialek bahasa Sunda.[36]

Tabel Relasi Leksikon Dialek Sunda[37]
Glosarium dialek Standar dialek Banten dialek Bogor dialek Bekasi dialek Ciamis dialek Cirebon dialek Brebes
1 tapai peuyeum tapay tapay, tapé tapé, peuyeum tapé, peuyeum tapay, tapé, peuyeum tapay
2 batu batu batu batu batu batu batu, mungkal mungkal
3 mata panon, mata mata mata mata panon, mata mata mata
4 turi turi turi turi turi turi turuy, tuyur, turi turi
5 buaya buhaya, buaya buhaya buhaya, baya buaya buhaya, buaya buhaya buhaya
6 ular oray oray oray oray, ula oray oray, ula ula
7 nama ngaran ngaran, aran ngaran ngaran ngaran ngaran, aran ngaran, aran
8 asap haseup aseup, haseup aseup, haseup haseup haseup aseup, haseup haseup
9 masam haseum aseum, haseum aseum, haseum haseum aseum, haseum aseum, haseum haseum, kecut
10 hati haté, ati haté, angen haté haté haté haté, ati haté

Dari data di atas dapat diamati ada beberapa leksikon dialek Sunda yang mencerminkan warisan etimonnya. Leksikon yang dimaksud adalah tapay, batu, mata, turuy atau tuyur, buhaya, oray, ngaran, haseup, haseum, dan haté. Di samping itu, terdapat leksikon lain dalam dialek Sunda, yang memiliki kemiripan bentuk dan berbeda bentuk dari leksikon yang mencerminkan warisan etimonnya, yaitu tapé dan peuyeumtapai’, mungkalbatu’, panonmata’, turituri’, buaya dan bayabuaya’, ulaular’, arannama’, aseupasap’, aseum dan kecutmasam’, ati dan angenhati’.[37]

Lihat pula

Referensi

Keterangan

  1. ^ Istilah basa sakola (bahasa sekolah) memiliki maksud bahwa dahulu kala bahasa Sunda Priangan dijadikan bahan ajar di sekolah-sekolah baik di wilayah Parahyangan maupun di luar Parahyangan, sehingga bahasa Sunda yang dikenal oleh murid-murid di sekolah pada waktu itu dirasa berbeda dengan bahasa Sunda yang mereka gunakan di rumah
  2. ^ Dalam pengklasifikasian bentuk-bentuk bahasa Sunda, seringkali tidak ada perbedaan yang jelas antara bahasa dan dialek
  3. ^ Ketika berbicara dengan orang yang dianggap telah akrab, maka orang akan menggunakan basa loma
  4. ^ Ragam halus dalam bahasa Sunda disebut sebagai basa hormat, yang juga dikenal sebagai basa lemes

Catatan kaki

Daftar pustaka

Bacaan lanjutan

Buku dan karya tulis

  • Andriani, L. (1998). Evaluasi Perubahan Leksikal: Studi Kasus Kabupaten Bekasi (Tesis Bachelor). Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. 
  • Ayatrohaedi (1979). Dialektologi : sebuah pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. OCLC 574446641. 
  • ——— (1985). Bahasa Sunda di daerah Cirebon. Jakarta: Balai Pustaka. OCLC 13979651. 
  • ——— (1975). Laporan Penelitian Geografi Dialek Basa Sunda di Daerah Karesidenan Banten. Jakarta: Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 
  • Djajasudarma, T.F. (1987). Bahasa Sunda dialek Cikamurang, wilayah Trisi, Kabupaten Indramayu. Bandung: Universitas Padjadjaran. OCLC 21480881. 
  • ———————— (1990). Carita Parahyangan: Satu Kajian Struktur Bahasa Sunda Dialek Temporal. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi). 
  • Hardjasudjana, A.S. (1978). Struktur Bahasa Sunda Dialek Banten. Bandung: Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah. OCLC 220438254. 
  • Lauder & M.R.M.T. (1990). Pemetaan dan Distribusi Bahasa-Bahasa di Tanggerang (Tesis Doctoral). Jakarta: Universitas Indonesia. OCLC 769723497. 
  • Prawiraatmaja, Dudu; Surimiharja, Agus; Hidayat (1979). Geografi Dialek Bahasa Sunda di Kabupaten Ciamis. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Dep. Pendidikan dan Kebudayaan. OCLC 248296391. 
  • Prawiraatmaja, D. (1977). Penelitian Lokabasa (Geografi Dialek) Bahasa Sunda di Kabupaten Sumedang. Bandung: Fakultas Keguruan Sastra dan Seni Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung. OCLC 69109832. 
  • Sasangka, S.S.T.W. (1998). "Bahasa Sunda di Kabupaten Brebes" (PDF). Linguistik Indonesia. 16 (1 & 2): 44–51. 
  • Suriamiharja, A. (1981). Geografi Dialek Sunda di Kabupaten Serang. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. OCLC 220332033. 
  • Suramiharja, Agus; Hidayat, Hidayat; Mulyana, Yoyo; Sjarif, Ny. Tiem Kartimi Sjahrul (1984). Geografi Dialek Sunda Kabupaten Bogor. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. OCLC 13495807. 
  • Tawangsih, M.R.M. (1987). Bahasa-Bahasa di Bekasi. Jakarta: Yayasan Panca Mitra. OCLC 65053140. 
  • Wahya (1995). Bahasa Sunda di Kecamatan Kandanghaur dan Kecamatan Lelea Kabupaten Indramayu: Kajian Geografi Dialek (Tesis Master). Bandung: Universitas Padjajaran. 
  • ——— (2000). "Fonem /h/ dalam Dialek-Dialek Bahasa Sunda". Sastra. 8 (5). 
  • ——— (2010). Inovasi Bentuk Dalam Variasi Geografis Bahasa Sunda: Kedinamisan Dan Keharmonisan Dalam Perubahan Bahasa Ibu. Makalah Seminar Internasional Hari Bahasa Ibu. Bandung: Fakultas Sastra Universitas Padjadjaran. hlm. 1–13. 

Kamus

  • Hermansoemantri, E. (1987). Kamus Bahasa Sunda Kuna - Indonesia. Bandung: Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Sunda (Sundanologi). OCLC 30059819. 
  • Lembaga Basa jeung Sastra Sunda (1976). Kamus Umum Basa Sunda. Bandung: Tarate. OCLC 1073402765. 
  • Panitia Kamus Lembaga Basa & Sastra Sunda (1983). Kamus Umum Basa Sunda (edisi ke-4). Bandung: Tarate. OCLC 417565722. 
  • Satjadibrata, R. (1954). Kamus Basa Sunda. Jakarta: Perpustakaan Perguruan Kementerian P.P.K. OCLC 250673086. 

Pranala luar