Konstituante Republik Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konstituante

Konstituante Republik Indonesia
Jenis
Jenis
Sejarah
Didirikan09 November 1956 (1956-11-09)
Dibubarkan05 Juli 1959 (1959-07-05)
Pimpinan
Ketua
Wakil Ketua
Wakil Ketua
Wakil Ketua
Wakil Ketua
Wakil Ketua
Pemilihan
Pemilihan pertama
15 Desember 1955
Tempat bersidang
Gedung Merdeka, Bandung
L • B
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Konstituante Republik Indonesia adalah sebuah dewan perwakilan yang bertugas untuk membentuk konstitusi baru bagi Republik Indonesia untuk menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara 1950. Konstituante dipilib dalam sebuah pemilihan umum pada bulan Desember 1955. Dewan ini bersidang di Bandung antara bulan November 1956 hingga dibubarkan oleh Presiden Soekarno lewat sebuah dekret presiden pada tanggal 5 Juli 1959.

Latar belakang

Pada 17 Agustus 1945, Presiden Soekarno memproklamasikan kemerkedaan Republik Indonesia. Keesokannya rapat PPKI yang dipimpin oleh Presiden Soekarno meratifikasi UUD 1945 yang telah dirancang oleh BPUPKI selama beberapa bulan sebelum penyerahan Jepang pada tanggal 15 Agustus 1945. Pada sebuah pidato, Sukarno menyatakan bahwa konstitusi yang dibuat merupakan "sebuah konstitusi sementara...sebuah konstitusi kilat", dan versi yang permanen akan dibentuk saat situasi memungkinkan.[1]

Pada 1949 Belanda akhirnya menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia, setelah itu RIS pun terbentuk. Pada tanggal 17 Agustus di tahun berikutnya, RIS dibubarkan dan digantikan oleh NKRI. Pasal 134 UUDS 1950 menyatakan bahwa, "Konstituante (Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar) bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya menetapkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia yang akan menggantikan Undang-Undang Dasar Sementara ini."[2]

Pembentukan

Konstituante beranggotakan 550 orang berdasarkan hasil Pemilu 1955.

Komposisi

Terdapat tiga blok utama dari partai-partai dan golongan yang memiliki perwakilan di Konstituante: Blok Pancasila (274 kursi/53,3%), Blok Islam (230 kursi/44,8%), dan Blok Sosio-Ekonomi (10 kursi/2%).[3]

Partai Kursi Faksi
Partai Nasional Indonesia (PNI) 119 Pancasila
Partai Masyumi (Masyumi) 112 Islam
Nahdlatul Ulama (NU) 91 Islam
Partai Komunis Indonesia (PKI) 80 Pancasila
Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII) 16 Islam
Partai Kristen Indonesia (Parkindo) 16 Pancasila
Partai Katolik 10 Pancasila
Partai Sosialis Indonesia (PSI) 10 Pancasila
Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) 8 Pancasila
Pergerakan Tarbiyah Islamiyah (Perti) 7 Islam
Partai Buruh 5 Sosio-Ekonomi
Partai Murba 4 Sosio-Ekonomi
Partai Rakyat Nasional (PRN) 3 Pancasila
Persatuan Pegawai Polisi RI 3 Pancasila
Persatuan Daya (PD) 3 Pancasila
Gerakan Pembela Panca Sila (GPPS) 2 Pancasila
Partai Rakyat Indonesia (PRI) 2 Pancasila
Badan Permusjawaratan Kewarganegaraan Indonesia (Baperki) 2 Pancasila
Persatuan Indonesia Raya (Wongsonegoro) (PIR Wongsonegoro) 2 Pancasila
Gerakan Indonesia 2 Pancasila
Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia (Permai) 2 Pancasila
Persatuan Indonesia Raya (Hazairin) (PIR Hazairin) 2 Pancasila
Partai Republik Indonesia Merdeka (PRIM) 2 Pancasila
Partai Persatuan Tharikah Islam (PPTI) 1 Islam
Angkatan Kemenangan Umat Islam (AKUI) 1 Islam
Persatuan Rakyat Desa 1 Pancasila
Angkatan Comunis Muda (Acoma) 1 Sosio-Ekonomi
Gerakan Pilihan Sunda 1 Pancasila
Partai Tani Indonesia 1 Pancasila
Gerakan Banteng Republik Indonesia (GBRI) 1 Pancasila
PIR NTB 1 Pancasila
Radja Keprabonan 1 Tidak diketahui
R. Soedjono Prawirosoedarso 1 Tidak diketahui
L.M. Idrus Effendi 1 Tidak diketahui

Pembubaran

Sampai tahun 1959, Konstituante belum berhasil membentuk UUD baru. Pada saat bersamaan, Presiden Soekarno menyampaikan konsepsinya tentang Demokrasi Terpimpin.

Sejak itu, diadakanlah pemungutan suara untuk menentukan Indonesia kembali ke UUD 1945. Dari ketiga pemungutan suara yang dilakukan, sebenarnya mayoritas anggota menginginkan kembali ke UUD 1945, tetapi terbentur dengan jumlah yang tidak mencapai 2/3 suara keseluruhan.

Setelah voting ketiga, serempak para fraksi memutuskan tidak akan lagi mengikuti sidang Konstituante setelah reses 3 Juli 1959. Keadaan gawat inilah yang menyebabkan Presiden Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden 5 Juli 1959, yang mengakhiri riwayat lembaga ini.

Referensi

  1. ^ Saafroedin et al. (eds) (1992) p311-312
  2. ^ Departemen Penerangan Indonesia (1956)
  3. ^ Nasution 1995, hlm. 32-33 & 49

Sumber

Pranala Luar