MetroTV: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
Baris 129: Baris 129:


== Kepemilikan ==
== Kepemilikan ==
Izin Metro TV sendiri diperoleh awalnya bukan oleh Surya Paloh, melainkan oleh [[Sumita Tobing]] (yang pernah bekerja di [[TVRI]] dan [[SCTV]]) pada Oktober 1999 dari [[Departemen Penerangan]]. Pada waktu itu, Sumita direkrut oleh Paloh untuk membangun sebuah TV berita, namun kemudian ia mengundurkan diri karena adanya niat Paloh untuk melakukan kerjasama dengan Bimantara Citra yang merupakan perusahaan [[Keluarga Cendana|Cendana]].<ref>[https://books.google.co.id/books?id=qn7ZDwAAQBAJ&pg=PA53&dq=METRO+TV+Paloh+bimantara&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwilh73psbTuAhWWqksFHUpBDG0Q6AEwAnoECAYQAg#v=onepage&q=METRO%20TV%20Paloh%20bimantara&f=false Sebaran Kerajaan Cendana di Bisnis Pertelevisian]</ref> Awalnya media menyebut nama TV ini bukan Metro TV, melainkan '''MTI TV''' ('''M'''edia '''T'''elevisi '''I'''ndonesia), dan awalnya TV ini menurut Sumita hanya merupakan [[daftar stasiun televisi lokal di Indonesia|TV lokal]] di Jakarta.<ref>[https://books.google.co.id/books?id=r6nXDwAAQBAJ&pg=PA39&dq=MTI+PT+MEDIA+TELEVISI+INDONESIA&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiZkKWzsrTuAhWVeX0KHXcSC5YQ6AEwAHoECAAQAg#v=onepage&q=MTI%20PT%20MEDIA%20TELEVISI%20INDONESIA&f=false Membuka Kejadian Menonjol Media Massa Indonesia Sejak Era Reformasi Sampai 2000]</ref><ref>[https://books.google.co.id/books?id=l_7YDwAAQBAJ&pg=PA18&dq=sumita+metro+tv&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwj7obKPs7TuAhXEb30KHa3MCRMQ6AEwAnoECAUQAg#v=onepage&q=sumita%20metro%20tv&f=falseRekam Jejak Bisnis Chairul Tanjung]]</ref> Dalam awal berdirinya, setelah Sumita pergi, Paloh melakukan kerjasama dengan [[Bimantara Citra]] yang pada saat itu masih dimiliki oleh [[Bambang Trihatmodjo]]. Paloh dan Bambang Tri memang dikenal sudah bersahabat sejak lama, dan mereka juga berasal dari partai yang sama, yaitu [[Golkar]].<ref>[https://books.google.co.id/books?id=hFZGYmE9d1oC&pg=PA148&dq=METRO+TV+BImantara&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjlqZOKqrTuAhVs7XMBHdShAwUQ6AEwAXoECAAQAg#v=onepage&q=Paloh&f=false Televisi Jakarta di atas Indonesia: Kisah Kegagalan Sistem Televisi Berjaringan di Indonesia]</ref> Karena itulah, ketika Metro TV hendak bersiaran pada 2001, Bimantara memutuskan untuk membantu Metro TV dengan menyuntikkan dana senilai Rp 400 miliar dengan bayaran 25% saham Metro TV. Saham ini, menurut perjanjian tersebut, boleh dibeli lagi oleh Paloh sebelum jatuh tempo pada Desember 2003. Selain itu, Bimantara juga meminjamkan dana Rp 80 miliar dengan jaminan 12.000 saham tambahan milik Paloh di Metro TV dan memberikan dana sebanyak Rp 125 miliar di awal berdirinya Metro TV. Dalam rencana awalnya, Metro TV direncanakan Bimantara sebagai pelengkap dari stasiun TV yang sudah mereka miliki, yaitu [[RCTI]] sehingga mereka akan bermain di TV berita maupun hiburan.
Izin Metro TV sendiri diperoleh awalnya bukan oleh Surya Paloh, melainkan oleh [[Sumita Tobing]] (yang pernah bekerja di [[TVRI]] dan [[SCTV]]) pada Oktober 1999 dari [[Departemen Penerangan]]. Pada waktu itu, Sumita direkrut oleh Paloh untuk membangun sebuah TV berita, namun kemudian ia mengundurkan diri karena adanya niat Paloh untuk melakukan kerjasama dengan Bimantara Citra yang merupakan perusahaan [[Keluarga Cendana|Cendana]].<ref>[https://books.google.co.id/books?id=qn7ZDwAAQBAJ&pg=PA53&dq=METRO+TV+Paloh+bimantara&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwilh73psbTuAhWWqksFHUpBDG0Q6AEwAnoECAYQAg#v=onepage&q=METRO%20TV%20Paloh%20bimantara&f=false Sebaran Kerajaan Cendana di Bisnis Pertelevisian]</ref> Awalnya media menyebut nama TV ini bukan Metro TV, melainkan '''MTI TV''' ('''M'''edia '''T'''elevisi '''I'''ndonesia), dan awalnya TV ini menurut Sumita hanya merupakan [[daftar stasiun televisi lokal di Indonesia|TV lokal]] di Jakarta.<ref>[https://books.google.co.id/books?id=r6nXDwAAQBAJ&pg=PA39&dq=MTI+PT+MEDIA+TELEVISI+INDONESIA&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiZkKWzsrTuAhWVeX0KHXcSC5YQ6AEwAHoECAAQAg#v=onepage&q=MTI%20PT%20MEDIA%20TELEVISI%20INDONESIA&f=false Membuka Kejadian Menonjol Media Massa Indonesia Sejak Era Reformasi Sampai 2000]</ref><ref>[https://books.google.co.id/books?id=l_7YDwAAQBAJ&pg=PA18&dq=sumita+metro+tv&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwj7obKPs7TuAhXEb30KHa3MCRMQ6AEwAnoECAUQAg#v=onepage&q=sumita%20metro%20tv&f=falseRekam Jejak Bisnis Chairul Tanjung]</ref> Dalam awal berdirinya, setelah Sumita pergi, Paloh melakukan kerjasama dengan [[Global Mediacom|Bimantara Citra]] yang pada saat itu masih dimiliki oleh [[Bambang Trihatmodjo]]. Paloh dan Bambang Tri memang dikenal sudah bersahabat sejak lama, dan mereka juga berasal dari partai yang sama, yaitu [[Partai Golongan Karya|Golkar]].<ref>[https://books.google.co.id/books?id=hFZGYmE9d1oC&pg=PA148&dq=METRO+TV+BImantara&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjlqZOKqrTuAhVs7XMBHdShAwUQ6AEwAXoECAAQAg#v=onepage&q=Paloh&f=false Televisi Jakarta di atas Indonesia: Kisah Kegagalan Sistem Televisi Berjaringan di Indonesia]</ref> Karena itulah, ketika Metro TV hendak bersiaran pada 2001, Bimantara memutuskan untuk membantu Metro TV dengan menyuntikkan dana senilai Rp 400 miliar dengan bayaran 25% saham Metro TV. Saham ini, menurut perjanjian tersebut, boleh dibeli lagi oleh Paloh sebelum jatuh tempo pada Desember 2003. Selain itu, Bimantara juga meminjamkan dana Rp 80 miliar dengan jaminan 12.000 saham tambahan milik Paloh di Metro TV dan memberikan dana sebanyak Rp 125 miliar di awal berdirinya Metro TV. Dalam rencana awalnya, Metro TV direncanakan Bimantara sebagai pelengkap dari stasiun TV yang sudah mereka miliki, yaitu [[RCTI]] sehingga mereka akan bermain di TV berita maupun hiburan.


Seiring waktu, kepemilikan di Bimantara berubah dari sebelumnya oleh Bambang Tri kemudian menjadi dikuasai oleh [[Hary Tanoesoedibjo]]. Pada Juni 2003, Bimantara kemudian memutuskan untuk menjual 25% sahamnya di Metro TV kepada PT [[Centralindo Pancasakti Cellular]]. Selain menjual sahamnya, piutang Rp 80 miliar Bimantara juga dijual ke Metro TV. Penjualan ini didasarkan oleh Metro TV yang tidak mendapatkan keuntungan dan terus merugi.<ref>[https://books.google.co.id/books?id=d4cNAQAAMAAJ&q=Sebanyak+12.500+lembar+saham+dijual+dengan+nilai+total+Rp+45+miliar.+Bimantara+juga+menjual+tagihan+piutang+senilai+Rp+...&dq=Sebanyak+12.500+lembar+saham+dijual+dengan+nilai+total+Rp+45+miliar.+Bimantara+juga+menjual+tagihan+piutang+senilai+Rp+...&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiQzdm-rbTuAhUZOisKHUcJBU4Q6AEwAHoECAEQAg Demokrasi dan globalisasi: meretas jalan menuju kejatidirian]</ref><ref>[https://books.google.co.id/books?id=cbt1DwAAQBAJ&pg=PA57&dq=Lativi+300+miliar&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjXt8Oo6rLuAhVBaCsKHUA8BdUQ6AEwAHoECAUQAg#v=snippet&q=METRO%20TV&f=false Ekonomi Politik Media Penyiaran]</ref> Walaupun memang tidak ada catatan bahwa Paloh memiliki saham di Centralindo, namun dalam konferensi pers, Paloh menyatakan ia berada di belakang PT Centralindo, sehingga kemungkinan ada semacam kesepakatan antara Paloh dan Centralindo (atau pemegang saham lama). Penjualan itu menyebabkan 100% saham Metro TV dipegang oleh Surya Paloh sampai sekarang.
Seiring waktu, kepemilikan di Bimantara berubah dari sebelumnya oleh Bambang Tri kemudian menjadi dikuasai oleh [[Hary Tanoesoedibjo]]. Pada Juni 2003, Bimantara kemudian memutuskan untuk menjual 25% sahamnya di Metro TV kepada PT [[Centralindo Pancasakti Cellular]]. Selain menjual sahamnya, piutang Rp 80 miliar Bimantara juga dijual ke Metro TV. Penjualan ini didasarkan oleh Metro TV yang tidak mendapatkan keuntungan dan terus merugi.<ref>[https://books.google.co.id/books?id=d4cNAQAAMAAJ&q=Sebanyak+12.500+lembar+saham+dijual+dengan+nilai+total+Rp+45+miliar.+Bimantara+juga+menjual+tagihan+piutang+senilai+Rp+...&dq=Sebanyak+12.500+lembar+saham+dijual+dengan+nilai+total+Rp+45+miliar.+Bimantara+juga+menjual+tagihan+piutang+senilai+Rp+...&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiQzdm-rbTuAhUZOisKHUcJBU4Q6AEwAHoECAEQAg Demokrasi dan globalisasi: meretas jalan menuju kejatidirian]</ref><ref>[https://books.google.co.id/books?id=cbt1DwAAQBAJ&pg=PA57&dq=Lativi+300+miliar&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwjXt8Oo6rLuAhVBaCsKHUA8BdUQ6AEwAHoECAUQAg#v=snippet&q=METRO%20TV&f=false Ekonomi Politik Media Penyiaran]</ref> Walaupun memang tidak ada catatan bahwa Paloh memiliki saham di Centralindo, namun dalam konferensi pers, Paloh menyatakan ia berada di belakang PT Centralindo, sehingga kemungkinan ada semacam kesepakatan antara Paloh dan Centralindo (atau pemegang saham lama). Penjualan itu menyebabkan 100% saham Metro TV dipegang oleh Surya Paloh sampai sekarang.

Revisi per 6 Maret 2021 23.16

MetroTV
PT Media Televisi Indonesia
Diluncurkan25 November 2000
PemilikBimantara Citra (2000–2003)[1][2]
Media Group (2000–sekarang)
SloganLeading the Change (2007–2008)
Be Smart Be Informed (2008–2010)
Knowledge to Elevate (2010–sekarang)
Kantor pusatJl. Pilar Mas Raya Kav. A-D Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat, Indonesia
Saluran seindukRCTI (2000–2003)
Global TV (2002–2003)
TVMP (2007–2009)
Celebes TV (2011–2013)
Magna Channel (2020–sekarang)
BNTV (2019–sekarang)
Situs webwww.metrotvnews.com
Televisi Internet
UseeTVMetroTV
VidioMetroTV
MetroTVNews.comMetroTV

MetroTV adalah sebuah stasiun televisi swasta berita yang berkedudukan di Indonesia. MetroTV didirikan oleh PT Media Televisi Indonesia, resmi mengudara sejak 25 November 2000 di Jakarta. Pada awalnya didirikan sebagai perusahaan patungan dengan kepemilikan saat itu adalah Media Group dan Bimantara Citra dengan kepemilikan masing-masing 75% dan 25%. Sejak Oktober 2003, Kepemilikan MetroTV telah 100 persen dimiliki oleh Media Group pimpinan Surya Paloh yang juga memiliki harian Media Indonesia dan Lampung Post.

Sejarah

Gedung Media Group di Kebon Jeruk, Jakarta Barat.
Logo pertama MetroTV (25 November 2000-20 Mei 2010)

PT Media Televisi Indonesia merupakan anak perusahaan dari Media Group dan Bimantara Citra, suatu kelompok usaha media yang dipimpin oleh Surya Paloh dan Bambang Trihatmodjo, yang juga merupakan pemilik surat kabar Media Indonesia dan stasiun televisi RCTI dengan kepemilikan masing-masing 75% dan 25%. PT Media Televisi Indonesia memperoleh izin penyiaran atas nama "MetroTV" pada tanggal 25 Oktober 1999. Dan diresmikan pada 25 November 2000.

Pada tanggal 1 April 2001, MetroTV mulai mengudara selama 24 jam, menjadikan MetroTV sebagai stasiun TV pertama di Indonesia yang duluan bersiaran 24 jam. Hanya mengandalkan 280 orang stasiun ini beroperasi pada awalnya. Tapi seiring perkembangan dan kebutuhan, MetroTV mempekerjakan lebih dari 900 orang, sebagian besar di ruang berita dan daerah produksi.

Sejak Oktober 2003, pihak Bimantara Citra resmi menjual sisa 25% saham MetroTV ke Media Group, sehingga MetroTV dikuasai sepenuhnya oleh Media Group hingga sekarang.

Pada bulan Agustus 2019, TVRI bersama dua televisi swasta nasional (MetroTV dan Trans7) dan Kemenkominfo secara resmi meluncurkan siaran televisi digital untuk wilayah-wilayah perbatasan Indonesia di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Dengan tujuan agar masyarakat di seluruh wilayah Indonesia bisa menyaksikan acara terbaik dan berkualitas yang ditayangkan seluruh TV nasional dan lokal dengan gambar yang lebih tajam dan jernih dari televisi analog, tanpa membutuhkan biaya seperti televisi berlangganan (hanya sekali bayar untuk membeli antena dan dekoder). Yang paling utama dan terpenting masyarakat sudah siap untuk melakukan migrasi (peralihan) TV analog ke digital dalam rangka menghadapi ASO (Analog Switch Off) yang akan diberlakukan pemerintah Republik Indonesia dalam waktu dekat ini.[3]

Logo dan slogan baru

Lambang MetroTV (20 Mei 2010-sekarang), digunakan sebagai logo on-air sejak 25 November 2020.

Pada tanggal 20 Mei 2010, MetroTV memperkenalkan logo dan slogan barunya, yaitu Knowledge to Elevate. Logo baru tetap menggunakan lambang burung elang dan warna dasar biru dan kuning, tetapi dengan jenis huruf Handel Gothic kursif yang memberikan kesan modern, segar dan futuristik. Penempatan logo pun juga diubah dari posisi semula di pojok kanan atas menjadi di pojok kanan bawah, penempatan ini pun berbeda dari stasiun-stasiun televisi yang ada di Indonesia yang letaknya masih di pojok kanan/kiri atas. Sejak 17 Oktober 2016, logo tersebut kini ditempatkan di sebelah newsticker di pojok kanan paling bawah. Sejak tahun 2019, warna pada logo on-air MetroTV berubah dari biru dengan latar belakang putih menjadi putih dengan latar belakang biru untuk siaran Prime Time setiap hari dari pukul 16.00-21.00 WIB. Pada tanggal 25 November 2020, bertepatan dengan ulang tahun MetroTV ke-20, MetroTV kembali memperbarui logo on-air-nya di pojok kanan bawah dengan mempertahankan lambang elang-nya yang digunakan sejak tahun 2010 dengan tulisan "METRO TV" dalam huruf besar dan ukuran lebih kecil di bawah lambang.

Konsep

Stasiun TV ini memiliki konsep agak berbeda dengan stasiun televisi lain, sebab selain mengudara selama 24 jam setiap hari, stasiun TV ini hanya memusatkan acaranya pada siaran warta berita saja. Tetapi dalam perkembangannya, stasiun ini kemudian juga memasukkan unsur hiburan dalam program-programnya, meski tetap dalam koridor news. MetroTV adalah stasiun pertama di Indonesia yang menyiarkan berita dalam bahasa Mandarin: Metro Xin Wen, dan juga satu-satunya stasiun TV di Indonesia yang tidak menayangkan sinetron. MetroTV juga menayangkan siaran internasional berbahasa Inggris pertama di Indonesia Indonesia Now yang dapat disaksikan dari seluruh dunia. Stasiun ini dikenal memiliki pembawa acara berita terbanyak di Indonesia.

MetroTV juga menayangkan program e-Lifestyle, yakni program talkshow yang membahas teknologi informasi dan telekomunikasi.

Kepemilikan

Izin Metro TV sendiri diperoleh awalnya bukan oleh Surya Paloh, melainkan oleh Sumita Tobing (yang pernah bekerja di TVRI dan SCTV) pada Oktober 1999 dari Departemen Penerangan. Pada waktu itu, Sumita direkrut oleh Paloh untuk membangun sebuah TV berita, namun kemudian ia mengundurkan diri karena adanya niat Paloh untuk melakukan kerjasama dengan Bimantara Citra yang merupakan perusahaan Cendana.[4] Awalnya media menyebut nama TV ini bukan Metro TV, melainkan MTI TV (Media Televisi Indonesia), dan awalnya TV ini menurut Sumita hanya merupakan TV lokal di Jakarta.[5][6] Dalam awal berdirinya, setelah Sumita pergi, Paloh melakukan kerjasama dengan Bimantara Citra yang pada saat itu masih dimiliki oleh Bambang Trihatmodjo. Paloh dan Bambang Tri memang dikenal sudah bersahabat sejak lama, dan mereka juga berasal dari partai yang sama, yaitu Golkar.[7] Karena itulah, ketika Metro TV hendak bersiaran pada 2001, Bimantara memutuskan untuk membantu Metro TV dengan menyuntikkan dana senilai Rp 400 miliar dengan bayaran 25% saham Metro TV. Saham ini, menurut perjanjian tersebut, boleh dibeli lagi oleh Paloh sebelum jatuh tempo pada Desember 2003. Selain itu, Bimantara juga meminjamkan dana Rp 80 miliar dengan jaminan 12.000 saham tambahan milik Paloh di Metro TV dan memberikan dana sebanyak Rp 125 miliar di awal berdirinya Metro TV. Dalam rencana awalnya, Metro TV direncanakan Bimantara sebagai pelengkap dari stasiun TV yang sudah mereka miliki, yaitu RCTI sehingga mereka akan bermain di TV berita maupun hiburan.

Seiring waktu, kepemilikan di Bimantara berubah dari sebelumnya oleh Bambang Tri kemudian menjadi dikuasai oleh Hary Tanoesoedibjo. Pada Juni 2003, Bimantara kemudian memutuskan untuk menjual 25% sahamnya di Metro TV kepada PT Centralindo Pancasakti Cellular. Selain menjual sahamnya, piutang Rp 80 miliar Bimantara juga dijual ke Metro TV. Penjualan ini didasarkan oleh Metro TV yang tidak mendapatkan keuntungan dan terus merugi.[8][9] Walaupun memang tidak ada catatan bahwa Paloh memiliki saham di Centralindo, namun dalam konferensi pers, Paloh menyatakan ia berada di belakang PT Centralindo, sehingga kemungkinan ada semacam kesepakatan antara Paloh dan Centralindo (atau pemegang saham lama). Penjualan itu menyebabkan 100% saham Metro TV dipegang oleh Surya Paloh sampai sekarang.

Kontroversi

Peristiwa penyanderaan kru MetroTV

Pada 18 Februari 2005, Meutya Hafid dan rekannya, juru kamera, Budiyanto diculik dan disandera oleh sekelompok pria bersenjata ketika sedang bertugas di Irak. Kontak terakhir MetroTV dengan Meutya adalah pada 15 Februari, tiga hari sebelumnya. Mereka akhirnya dibebaskan pada 21 Februari 2005. Sebelum ke Irak, Meutya juga pernah meliput tragedi tsunami di Aceh. Pada tanggal 28 September 2007, Meutya melaunching buku yang ia tulis sendiri, yaitu 168 Jam dalam Sandera: Memoar Seorang Jurnalis yang Disandera di Irak. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun turut menyumbangkan tulisan untuk bagian pengantar dari buku ini. Selain presiden, beberapa tokoh lainnya pun menyumbangkan tulisannya yakni Don Bosco Selamun (Pemimpin Redaksi MetroTV 2004-2005) dan Marty Natalegawa (Mantan Juru Bicara Departemen Luar Negeri).[10]

Berjilbab saat membawakan berita

MetroTV pernah dikecam karena melarang salah satu presenternya, Sandrina Malakiano, mengenakan jilbab pada saat siaran, meskipun Sandrina sudah memperjuangkannya selama berbulan-bulan dengan mengajak jajaran pimpinan level atas MetroTV untuk berdiskusi panjang.[11] Larangan inilah yang menyebabkan Sandrina keluar dari MetroTV pada Mei 2006.[12] Menurut pihak MetroTV, mereka hanya akan mengizinkan presenternya berjilbab di depan kamera ketika Ramadan atau hari-hari besar Islam.

Pemberitaan yang bias

Secara umum, Metro TV dikecam berbagai pihak, salah satunya KPI karena dianggap memberikan porsi pemberitaan mengenai Partai Nasdem lebih banyak dibanding partai lain. Pada pemilihan umum Presiden 2014, Metro TV memperoleh kritikan tajam karena memberikan porsi berita lebih banyak kepada pasangan Joko Widodo - Jusuf Kalla ketimbang pasangan Prabowo Subianto - Hatta Rajasa.[13] Kritikan yang sama juga dilontarkan kepada 4 stasiun televisi lainnya.[14] KPI secara pribadi juga menyorot Metro TV dan tvOne karena dianggap tidak berimbang dalam pemberitaan seputar Pilpres 2014.[15]

Jaringan siaran

Berikut ini adalah transmisi Metro TV dan stasiun afiliasinya (sejak berlakunya UU Penyiaran, stasiun TV harus membangun stasiun TV afiliasi di daerah-daerah/bersiaran secara berjaringan dengan stasiun lokal). Data dikutip dari data Izin Penyelenggaraan Penyiaran Kominfo[16].

Nama Jaringan Daerah Frekuensi Analog (PAL) Frekuensi Digital (DVB-T2)
PT Media Televisi Indonesia DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi 57 UHF 32 UHF
PT Media Televisi Balikpapan Balikpapan 54 UHF
PT Media Televisi Padang Bukittinggi, Padang Panjang 52 UHF
PT Media Televisi Denpasar Denpasar 39 UHF
PT Media Televisi Bengkulu Bengkulu 42 UHF
PT Media Televisi Yogyakarta Yogyakarta, Wonosari, Solo, Sleman, Wates 42 UHF 27 UHF
PT Media Televisi Gorontalo Gorontalo 42 UHF
PT Media Televisi Jambi Jambi 37 UHF
PT Media Televisi Bandung Bandung, Cimahi, Padalarang, Cianjur 56 UHF 32 UHF
PT Media Televisi Semarang Semarang, Ungaran, Kendal, Demak, Jepara, Kudus, Pati, Rembang 43 UHF 36 UHF
PT Media Televisi Lestari Satu Surabaya, Lamongan, Gresik, Mojokerto, Pasuruan, Bangkalan 54 UHF 25 UHF
Batam off air 46 UHF
PT Media Televisi Pontianak Pontianak 29 UHF
PT Media Televisi Banjarmasin Banjarmasin, Martapura, Marabahan 24 UHF 45 UHF
Samarinda 51 UHF 40 UHF
PT Media Televisi Palangkaraya Palangkaraya 43 UHF
PT Media Televisi Bangka Belitung Pangkal Pinang 35 UHF
PT Media Televisi Lampung Bandar Lampung, Kota Metro, Kalianda, Kotabumi 44 UHF
PT Media Televisi Ambon Ambon 42 UHF
PT Media Televisi Ternate Ternate
PT Media Televisi Banda Aceh Banda Aceh 32 UHF
PT Media Televisi Mataram Mataram 28 UHF
PT Media Televisi Kupang Kupang 42 UHF
PT Media Televisi Jayapura Jayapura 28 UHF
PT Media Televisi Makassar Makassar, Maros, Sungguminasa, Pangkajene 39 UHF
PT Media Televisi Nusantara Lima Padang, Pariaman 39 UHF
Palembang 34 UHF
PT Media Televisi Nusantara Enam Pekanbaru 42 UHF
PT Media Televisi Palu Palu 49 UHF
PT Media Televisi Kendari Kendari 42 UHF
PT Media Televisi Manado Manado 42 UHF
PT Media Televisi Medan Medan 39 UHF 36 UHF
PT Media Televisi Jaya Empat Sumedang 57 UHF
PT Media Televisi Jaya Lima Kuningan 35 UHF
PT Media Televisi Lestari Empat Madiun, Ngawi, Magetan, Ponorogo off air 34 UHF
PT Media Televisi Lestari Lima Kediri, Pare, Kertosono, Jombang, Blitar, Tulungagung 54 UHF 47 UHF
PT Malang Infrakomindo Televisi Malang 56 UHF 47 UHF
PT Dewata Citratama Televisi Singaraja 26 UHF
PT Banten Infrakomindo Televisi Malingping, Lebak
Garut 56 UHF 23 UHF
Banyuasin 36 UHF
Brebes, Tegal, Pemalang, Pekalongan off air 38 UHF
Purwokerto, Banyumas, Purbalingga, Kebumen, Cilacap off air 34 UHF
Pacitan 39 UHF
Jember 46 UHF
Tuban, Bojonegoro 47 UHF
Banyuwangi 34 UHF
Situbondo, Bondowoso 38 UHF
Pamekasan, Sumenep 39 UHF
Tanjung Selor, Tarakan 45 UHF
Malinau 48 UHF
Nunukan 42 UHF
Bontang 40 UHF
Berau 38 UHF
Sangatta 42 UHF
Sendawar 45 UHF
Lhokseumawe 41 UHF
Kutacane 41 UHF
Bireuen 40 UHF
Sigli 40 UHF
Sabang 39 UHF
Sidikalang 42 UHF
Sibolga 42 UHF
Pematangsiantar 44 UHF
Padangsidempuan 41 UHF
Kandangan 37 UHF 41 UHF
Amuntai 41 UHF
Cirebon off air 32 UHF
Bengkalis 37 UHF
Kolaka 35 UHF
Kotabaru 33 UHF
Merauke 30 UHF
Pangkalan Bun 35 UHF
Serang 31 UHF

Satelit

Satelit-satelit yang digunakan oleh MetroTV:[17]

  • Palapa D (FTA, Nex Parabola, K-Vision)
  • Telkom 4 (FTA)
  • ChinaSat 10 (Skynindo)
  • AsiaSat 9 (Ninmedia)
  • SES 7 (MNC Vision)
  • SES 9 (Nex Parabola, Matrix Garuda)
  • Measat 3b (TransVision)
  • Measat 3a (aora)

Direksi

Daftar direktur utama

No Nama Awal jabatan Akhir jabatan
1 Surya Paloh 2000 2006
2 Wisnu Hadi 2006 2011
3 Adrianto Machribie 2011 2017
4 Suryopratomo 2017 2019
5 Don Bosco Selamun 2019 sekarang

Direksi saat ini

Struktur dewan direksi MetroTV saat ini adalah sebagai berikut:[18]

No Nama Jabatan
1 Don Bosco Selamun Direktur Utama
2 Muhammad Mirdal Akib Wakil Direktur Utama
3 Arief Suditomo Direktur Pemberitaan
4 Agus Mulyadi Direktur Program dan Pengembangan
5 Meniek Andini Direktur Penjualan dan Pemasaran
6 Arif Nugroho Direktur Keuangan, Hubungan Masyarakat dan Dukungan Teknis

Acara

Penyiar

Lihat pula

Ketersediaan di ponsel dan tablet PC

MetroTV News juga tersedia di iOS (App Store) dan Android (Google Play) yang dapat diunduh secara gratis.

Referensi

Pranala luar