Perda Syariah: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
+
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 18: Baris 18:
'''Perda Syariah''' atau '''perda bernuansa syariah''' adalah istilah untuk [[Daftar peraturan daerah di Indonesia berlandaskan hukum agama|peraturan daerah di Indonesia yang berlandaskan hukum agama Islam]]. Peraturan ini dihasilkan oleh pemerintah daerah dan [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah|DPRD]] di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Kemunculannya dilatarbelakangi undang-undang otonomi daerah yang mengizinkan pemerintah daerah mengeluarkan [[Peraturan Daerah (Indonesia)|peraturan daerah]] (perda) selama tidak bertentangan dengan [[Peraturan perundang-undangan Indonesia#Jenis dan hierarki|undang-undang yang lebih tinggi]].<ref>{{Cite web|url=https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5bf79a82958d5/eksistensi-peraturan-daerah-syariah-di-indonesia/|title=Ulasan lengkap : Eksistensi Peraturan Daerah Syariah di Indonesia|website=hukumonline.com/klinik|language=Indonesia|access-date=2019-12-20}}</ref> Walaupun demikian, tidak terdapat definisi yang baku mengenai Perda Syariah dan penggunaan istilah ini menimbulkan bias. Perda Syariah tidak mengatur [[hukum pidana]], berbeda dengan [[Hukum jinayat di Aceh|penenerapan syariat Islam di Aceh]].<ref>{{Cite web|url=https://www.nu.or.id/post/read/99382/perda-syariah-direktur-pascasarjana-uin-jakarta-tidak-masalah-|title=Perda Syariah, Direktur Pascasarjana UIN Jakarta: Tidak Masalah|website=www.nu.or.id|language=en|access-date=2019-12-20}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://news.detik.com/berita/d-4308914/pdip-buat-kami-tidak-ada-namanya-perda-syariah|title=PDIP: Buat Kami Tidak Ada Namanya Perda Syariah|last=Wildansyah|first=Samsudhuha|website=detiknews|language=en|access-date=2019-12-20}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://nasional.kompas.com/read/2013/01/11/10350759/Penyebutan.Perda.Syariah.Tidak.Tepat|title=Penyebutan Perda Syariah Tidak Tepat|last=Media|first=Kompas Cyber|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2019-12-20}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://www.antaranews.com/berita/42979/wapres-banyak-salah-pengertian-tentang-perda-syariah|title=Wapres : Banyak Salah Pengertian Tentang Perda Syariah|last=antaranews.com|date=2006-09-24|website=Antara News|access-date=2019-12-20}}</ref>
'''Perda Syariah''' atau '''perda bernuansa syariah''' adalah istilah untuk [[Daftar peraturan daerah di Indonesia berlandaskan hukum agama|peraturan daerah di Indonesia yang berlandaskan hukum agama Islam]]. Peraturan ini dihasilkan oleh pemerintah daerah dan [[Dewan Perwakilan Rakyat Daerah|DPRD]] di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Kemunculannya dilatarbelakangi undang-undang otonomi daerah yang mengizinkan pemerintah daerah mengeluarkan [[Peraturan Daerah (Indonesia)|peraturan daerah]] (perda) selama tidak bertentangan dengan [[Peraturan perundang-undangan Indonesia#Jenis dan hierarki|undang-undang yang lebih tinggi]].<ref>{{Cite web|url=https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt5bf79a82958d5/eksistensi-peraturan-daerah-syariah-di-indonesia/|title=Ulasan lengkap : Eksistensi Peraturan Daerah Syariah di Indonesia|website=hukumonline.com/klinik|language=Indonesia|access-date=2019-12-20}}</ref> Walaupun demikian, tidak terdapat definisi yang baku mengenai Perda Syariah dan penggunaan istilah ini menimbulkan bias. Perda Syariah tidak mengatur [[hukum pidana]], berbeda dengan [[Hukum jinayat di Aceh|penenerapan syariat Islam di Aceh]].<ref>{{Cite web|url=https://www.nu.or.id/post/read/99382/perda-syariah-direktur-pascasarjana-uin-jakarta-tidak-masalah-|title=Perda Syariah, Direktur Pascasarjana UIN Jakarta: Tidak Masalah|website=www.nu.or.id|language=en|access-date=2019-12-20}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://news.detik.com/berita/d-4308914/pdip-buat-kami-tidak-ada-namanya-perda-syariah|title=PDIP: Buat Kami Tidak Ada Namanya Perda Syariah|last=Wildansyah|first=Samsudhuha|website=detiknews|language=en|access-date=2019-12-20}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://nasional.kompas.com/read/2013/01/11/10350759/Penyebutan.Perda.Syariah.Tidak.Tepat|title=Penyebutan Perda Syariah Tidak Tepat|last=Media|first=Kompas Cyber|website=KOMPAS.com|language=id|access-date=2019-12-20}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://www.antaranews.com/berita/42979/wapres-banyak-salah-pengertian-tentang-perda-syariah|title=Wapres : Banyak Salah Pengertian Tentang Perda Syariah|last=antaranews.com|date=2006-09-24|website=Antara News|access-date=2019-12-20}}</ref>


Perda Syariah marak sejak [[otonomi daerah]] diberlakukan. Para kepala daerah (gubernur, bupati, atau wali kota) dianggap mendorong lahirnya peraturan berlandaskan agama demi kepentingan politik. Hal ini merupakan akibat [[Pemilihan kepala daerah di Indonesia|pemilihan kepala daerah secara langsung]] alih-alih terkait ideologi partai. Pada 2011, [[Tempo (majalah)|''Majalah Tempo'']] merilis setidaknya 63 kepala daerah telah menerbitkan perda bernuansa syariah dari tahun 1999 sampai 2009. Dari jumlah itu, hanya satu kepala daerah yang berasal dari partai Islam.<ref>{{Cite web|url=https://majalah.tempo.co/read/137615/syariah-sampai-ujung|title=Syariah Sampai Ujung|last=Tempomedia|date=2011-08-29|website=Tempo|language=en|access-date=2019-12-20}}</ref> Menurut penelitian guru besar ilmu politik Universitas Northern Illinois [[Michael Buehler]], justru politisi yang berafiliasi dengan partai sekuler—dan punya karier panjang di birokrasi—seperti Golkar dan PDI Perjuangan yang dominan merancang, mengadopsi, dan menerapkan perda-perda syariah.<ref>{{Cite web|url=https://majalah.tempo.co/read/137636/partainya-sekuler-aturannya-syariah|title=Partainya Sekuler, Aturannya Syariah|last=Tempomedia|date=2011-08-29|website=Tempo|language=en|access-date=2019-12-20}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://tirto.id/perda-syariah-jualan-elite-politik-dagangan-partai-sekuler-dajm|title=Perda Syariah: Jualan Elite Politik, Dagangan Partai Sekuler|website=tirto.id|language=id|access-date=2019-12-20}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://nasional.tempo.co/read/1184706/psi-dan-kritik-kepada-partai-nasionalis-pendukung-perda-syariah|title=PSI dan Kritik kepada Partai Nasionalis Pendukung Perda Syariah|last=Hantoro|first=Juli|date=2019-03-13|website=Tempo|language=en|access-date=2019-12-20}}</ref>
Perda Syariah marak sejak [[otonomi daerah]] diberlakukan. Para kepala daerah (gubernur, bupati, atau wali kota) dianggap mendorong lahirnya peraturan berlandaskan agama demi kepentingan politik. Hal ini merupakan akibat [[Pemilihan kepala daerah di Indonesia|pemilihan kepala daerah secara langsung]] alih-alih terkait ideologi partai. Pada 2011, [[Tempo (majalah)|''Majalah Tempo'']] merilis setidaknya 63 kepala daerah telah menerbitkan perda bernuansa syariah dari tahun 1999 sampai 2009. Dari jumlah itu, hanya satu kepala daerah yang berasal dari partai Islam.<ref>{{Cite web|url=https://majalah.tempo.co/read/137615/syariah-sampai-ujung|title=Syariah Sampai Ujung|last=Tempomedia|date=2011-08-29|website=Tempo|language=en|access-date=2019-12-20}}</ref>
Menurut penelitian guru besar ilmu politik Universitas Northern Illinois [[Michael Buehler]], justru politisi yang berafiliasi dengan partai sekuler—dan punya karier panjang di birokrasi—seperti [[Partai Golongan Karya|Golkar]] dan [[Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan|PDI Perjuangan]] yang dominan merancang, mengadopsi, dan menerapkan perda-perda syariah.<ref>{{Cite web|url=https://majalah.tempo.co/read/137636/partainya-sekuler-aturannya-syariah|title=Partainya Sekuler, Aturannya Syariah|last=Tempomedia|date=2011-08-29|website=Tempo|language=en|access-date=2019-12-20}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://tirto.id/perda-syariah-jualan-elite-politik-dagangan-partai-sekuler-dajm|title=Perda Syariah: Jualan Elite Politik, Dagangan Partai Sekuler|website=tirto.id|language=id|access-date=2019-12-20}}</ref><ref>{{Cite web|url=https://nasional.tempo.co/read/1184706/psi-dan-kritik-kepada-partai-nasionalis-pendukung-perda-syariah|title=PSI dan Kritik kepada Partai Nasionalis Pendukung Perda Syariah|last=Hantoro|first=Juli|date=2019-03-13|website=Tempo|language=en|access-date=2019-12-20}}</ref>


Perda Syariah dianggap sebagai ''[[Mitra pengimbang|counterpart]]'' dari [[Perda Injil]] dari [[Kristen]] dan [[Perda Nyepi]] dari [[Hindu Bali]].<ref>https://www.merdeka.com/peristiwa/poempida-hidayatulloh-nilai-perda-syariah-sah-saja-karena-bagian-otonomi-daerah.html</ref> Menurut hasil penelitian Syafuan Rozi dan Nina Andriana dari [[Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia]] (LIPI), terdapat 24 provinsi di Indonesia yang menerbitkan perda bernuansa agama, baik Islam, Kristen, dan Hindu.<ref>{{Cite news|title=Perda syariah di Indonesia: Hasrat menghidupkan ideologi Islam di negeri Pancasila?|url=https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-49332135|date=2019-08-15|access-date=2019-12-20|language=en-GB|first=Rivan|last=Dwiastono}}</ref>
Perda Syariah dianggap sebagai ''[[Mitra pengimbang|counterpart]]'' dari [[Perda Injil]] dari [[Kristen]] dan [[Perda Nyepi]] dari [[Hindu Bali]].<ref>https://www.merdeka.com/peristiwa/poempida-hidayatulloh-nilai-perda-syariah-sah-saja-karena-bagian-otonomi-daerah.html</ref> Menurut hasil penelitian Syafuan Rozi dan Nina Andriana dari [[Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia]] (LIPI), terdapat 24 provinsi di Indonesia yang menerbitkan perda bernuansa agama, baik Islam, Kristen, dan Hindu.<ref>{{Cite news|title=Perda syariah di Indonesia: Hasrat menghidupkan ideologi Islam di negeri Pancasila?|url=https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-49332135|date=2019-08-15|access-date=2019-12-20|language=en-GB|first=Rivan|last=Dwiastono}}</ref>

Revisi per 26 Juni 2021 03.10

10 daerah dengan perda yang berlandaskan
hukum agama Islam terbanyak (1998–2013)[1]
Jawa Barat
  
86
Sumatera Barat
  
54
Sulawesi Selatan
  
47
Kalimantan Selatan
  
38
Jawa Timur
  
32
Aceh
  
25
Banten
  
18
Jawa Tengah
  
17
Lampung
  
17
Bangka Belitung
  
10

Perda Syariah atau perda bernuansa syariah adalah istilah untuk peraturan daerah di Indonesia yang berlandaskan hukum agama Islam. Peraturan ini dihasilkan oleh pemerintah daerah dan DPRD di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota. Kemunculannya dilatarbelakangi undang-undang otonomi daerah yang mengizinkan pemerintah daerah mengeluarkan peraturan daerah (perda) selama tidak bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi.[2] Walaupun demikian, tidak terdapat definisi yang baku mengenai Perda Syariah dan penggunaan istilah ini menimbulkan bias. Perda Syariah tidak mengatur hukum pidana, berbeda dengan penenerapan syariat Islam di Aceh.[3][4][5][6]

Perda Syariah marak sejak otonomi daerah diberlakukan. Para kepala daerah (gubernur, bupati, atau wali kota) dianggap mendorong lahirnya peraturan berlandaskan agama demi kepentingan politik. Hal ini merupakan akibat pemilihan kepala daerah secara langsung alih-alih terkait ideologi partai. Pada 2011, Majalah Tempo merilis setidaknya 63 kepala daerah telah menerbitkan perda bernuansa syariah dari tahun 1999 sampai 2009. Dari jumlah itu, hanya satu kepala daerah yang berasal dari partai Islam.[7]

Menurut penelitian guru besar ilmu politik Universitas Northern Illinois Michael Buehler, justru politisi yang berafiliasi dengan partai sekuler—dan punya karier panjang di birokrasi—seperti Golkar dan PDI Perjuangan yang dominan merancang, mengadopsi, dan menerapkan perda-perda syariah.[8][9][10]

Perda Syariah dianggap sebagai counterpart dari Perda Injil dari Kristen dan Perda Nyepi dari Hindu Bali.[11] Menurut hasil penelitian Syafuan Rozi dan Nina Andriana dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), terdapat 24 provinsi di Indonesia yang menerbitkan perda bernuansa agama, baik Islam, Kristen, dan Hindu.[12]

Penolakan dan dukungan

Semasa kampanye pemilihan umum legislatif Indonesia 2019, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyatakan penolakannya terhadap perda syariah, perda Injil, atau perda apapun yang berlandaskan salah satu agama.[13]

Dukungan Perda Syariah disuarakan oleh Partai Keadilan Sejahtera (PKS)[14] dan organisasi Islam Nahdlatul 'Ulama (NU).[15][16][17]

Referensi

  1. ^ Michael Buehler. The Politics of Shari'a Law: Islamist Activists and the State in Democratizing Indonesia. hlm. 174.
  2. ^ "Ulasan lengkap : Eksistensi Peraturan Daerah Syariah di Indonesia". hukumonline.com/klinik (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2019-12-20. 
  3. ^ "Perda Syariah, Direktur Pascasarjana UIN Jakarta: Tidak Masalah". www.nu.or.id (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-20. 
  4. ^ Wildansyah, Samsudhuha. "PDIP: Buat Kami Tidak Ada Namanya Perda Syariah". detiknews (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-20. 
  5. ^ Media, Kompas Cyber. "Penyebutan Perda Syariah Tidak Tepat". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2019-12-20. 
  6. ^ antaranews.com (2006-09-24). "Wapres : Banyak Salah Pengertian Tentang Perda Syariah". Antara News. Diakses tanggal 2019-12-20. 
  7. ^ Tempomedia (2011-08-29). "Syariah Sampai Ujung". Tempo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-20. 
  8. ^ Tempomedia (2011-08-29). "Partainya Sekuler, Aturannya Syariah". Tempo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-20. 
  9. ^ "Perda Syariah: Jualan Elite Politik, Dagangan Partai Sekuler". tirto.id. Diakses tanggal 2019-12-20. 
  10. ^ Hantoro, Juli (2019-03-13). "PSI dan Kritik kepada Partai Nasionalis Pendukung Perda Syariah". Tempo (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-20. 
  11. ^ https://www.merdeka.com/peristiwa/poempida-hidayatulloh-nilai-perda-syariah-sah-saja-karena-bagian-otonomi-daerah.html
  12. ^ Dwiastono, Rivan (2019-08-15). "Perda syariah di Indonesia: Hasrat menghidupkan ideologi Islam di negeri Pancasila?" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-20. 
  13. ^ Wp, Radix. "PSI Kontra Perda Syariah". detiknews. Diakses tanggal 2 Februari 2019. 
  14. ^ "PKS soal PSI Tolak Perda Syariah: Hanya PKI yang Tolak Agama". nasional. Diakses tanggal 2 Februari 2019. 
  15. ^ Alfons, Matius. "PSI Tak Dukung Perda Syariah, PBNU Tak Sependapat". detiknews. Diakses tanggal 2 Februari 2019. 
  16. ^ "PBNU Nilai Perda Syariah Dibutuhkan Sesuai Daerah". merdeka.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-12-20. 
  17. ^ Liputan6.com (2018-11-17). "Beda dengan PSI, PBNU Dukung Perda Syariah, Asal..." liputan6.com. Diakses tanggal 2019-12-20. 

Pranala luar