Sam Ratulangi: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Jovan Kevin (bicara | kontrib)
Penambahan pranala
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan aplikasi seluler
Dirga udara (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
 
(45 revisi perantara oleh 28 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{dablink|Ini adalah nama [[Orang Minahasa|Minahasa]], [[Marga Minahasa|marganya]] adalah ''[[Marga Minahasa|Ratulangi]]}}

{{Infobox Officeholder
{{Infobox Officeholder
|office = [[Daftar Gubernur Sulawesi|Gubernur Sulawesi]]
| office = Gubernur Sulawesi
|order = 1
| order = ke-1
|term_start =2 September 1945
| term_start = 2 September 1945
|term_end = 30 Juni 1949
| term_end = 30 Juni 1949
|president = [[Soekarno]]
| president = [[Soekarno]]
|predecessor = ''Tidak Ada''
| predecessor = ''Jabatan baru''
|successor = [[B. W. Lapian]]
| successor = [[Bernard Wilhelm Lapian]]
|name = Sam Ratulangi
| name = Sam Ratulangi
|image = Sam Ratulangi.jpg
| image = Sam_Ratulangi_IPPHOS.jpg
|caption =
| caption =
|birthname = Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi
| birthname = Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi
|othername = Sam Ratulangi
| othername = Sam Ratulangi
|religion = [[Kristen]]
| religion = [[Kristen Protestan]]
|nationality = {{flagicon|Indonesia}} [[Indonesia]]
| nationality = [[Indonesia]]
|birth_date = {{birth date|1890|11|5}}
| birth_date = {{birth date|1890|11|5}}
|birth_place = {{flagicon|Belanda}} [[Tondano]], [[Sulawesi Utara]], [[Hindia Belanda]]
| birth_place = [[Tondano (kota)|Tondano]], [[Keresidenan Manado]], [[Hindia Belanda]]
|location =
| location =
|occupation = [[Pahlawan Nasional Indonesia]]
| occupation = [[Politikus]], [[guru]], [[jurnalis]]
|parents = [[Jozias Ratoelangie]] & Augustina Gerungan
| parents = Jozias Ratulangi (ayah){{br}}Augustina Gerungan (ibu)
|spouse = Suzanne Houtman & Maria Tambayong
| spouse = Emilie Suzanne Houtman<br>Maria Catharina Josephine Tambajong
| children = Corneille Jose Albert Ratulangi<br>Emilia Augustina Ratulangi<br>Milia Maria Matulanda Ratulangi<br>Everdina Augustina Ratulangi<br>Wularingan Manampira Ratulangi
|children = Cornelis (Oddy) Ratoelangie <br /> Emily (Zus) Ratoelangie <br /> Milly Ratoelangie <br /> Lany Ratoelangie <br /> Uky Ratoelangie
|death_date = {{death date and age|1949|6|30|1890|11|5}}
| death_date = {{death date and age|1949|6|30|1890|11|5}}
|death_place = {{flagicon|Indonesia}} [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]], [[Indonesia]]
| death_place = [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta|Jakarta]], [[Indonesia]]
| restingplace = Tondano, [[Sulawesi Utara]], [[Indonesia]]
|location =
|relations = [[Rima Melati]] (keponakan)
| relations = {{bulleted list|[[Rima Melati]] (keponakan)|[[Pitra Andrias Ratulangi]] (cucu)}}
|alma_mater = Vrije Universiteit, [[Amsterdam]]
}}
}}
[[Dr.]] '''Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi''' ({{lahirmati|[[Tondano]], [[Sulawesi Utara]]|5|11|1890|[[Jakarta]]|30|6|1949}}), atau lebih dikenal dengan nama '''Sam Ratulangi''', adalah seorang politikus, jurnalis, dan guru dari [[Sulawesi Utara]], [[Indonesia]]. Ia adalah seorang [[Pahlawan Nasional Indonesia]]. Ratulangi juga sering disebut sebagai tokoh multidimensional. Ia dikenal dengan filsafatnya: "''Si tou timou tumou tou''" yang artinya: manusia baru dapat disebut sebagai manusia, jika sudah dapat memanusiakan manusia. Ratulangi termasuk anggota [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] yang menghasilkan [[Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945|Undang-Undang Dasar Republik Indonesia]] dan merupakan Gubernur [[Sulawesi]] pertama.


== Riwayat hidup ==
'''Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi''' atau lebih dikenal dengan nama '''Sam Ratulangi''' ({{lahirmati|[[Tondano]], [[Sulawesi Utara]]|5|11|1890|[[Jakarta]]|30|6|1949}}) adalah seorang aktivis [[kemerdekaan Indonesia]] dari [[Sulawesi Utara]], [[Indonesia]]. Ia adalah seorang [[pahlawan nasional Indonesia]]. Sam Ratulangi juga sering disebut-sebut sebagai tokoh multidimensional. Ia dikenal dengan filsafatnya: "''Si tou timou tumou tou''" yang artinya: manusia hidup untuk menghidupi/ memanusiakan manusia lain
=== Kehidupan awal ===
Sam Ratulangi juga merupakan [[Gubernur Sulawesi Utara|Gubernur Sulawesi]] yang pertama. Ia meninggal di Jakarta dalam kedudukan sebagai tawanan musuh pada tanggal 30 Juni 1949 dan dimakamkan di [[Tondano]]. Namanya diabadikan dalam nama [[bandar udara]] di [[Manado]] yaitu [[Bandara Sam Ratulangi]] dan Universitas Negeri di Sulawesi Utara yaitu [[Universitas Sam Ratulangi]].
[[Berkas:Sam Ratulangi with cousin 1910.jpg|jmpl|ka|200px|Ratulangi (kanan) bersama sepupunya (1910)]]
Ratulangi lahir pada tanggal 5 November 1890 di [[Tondano]], [[Minahasa]] yang pada saat itu merupakan bagian dari [[Hindia Belanda]]. Ia merupakan putra dari Jozias Ratulangi dan Augustina Gerungan.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 5.</ref> Jozias adalah seorang guru di ''Hoofden School'' (sekolah menengah untuk anak-anak dari kepala-kepala desa) di Tondano. Ia menerima pelatihan guru di [[Haarlem]], [[Belanda]] sekitar tahun 1880.<ref>[[#Straver2018|Straver (2018)]], p. 296.</ref> Augustina adalah putri dari Jacob Gerungan, Kepala Distrik (''Mayoor '') Tondano-Touliang.<ref name="Schouten 1998 p. 118">[[#Schouten1998|Schouten (1998)]], p. 118.</ref>


Ratulangi mengawali pendidikannya di sekolah dasar Belanda (''[[Europeesche Lagere School]]''), lalu ia melanjutkannya di Hoofden School, keduanya di Tondano.<ref>[[#Sondakh2002|Sondakh (2002)]], p. 118.</ref> Pada tahun 1904, ia berangkat ke [[Jawa]] untuk masuk Sekolah Pendidikan Dokter Hindia ([[STOVIA]]) setelah menerima beasiswa dari sekolah tersebut. Namun sesampainya di [[Batavia]] (sekarang [[Jakarta]]), ia berubah pikiran dan memutuskan untuk belajar di sekolah menengah teknik ''Koningin Wilhelmina''.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 16.</ref> Ratulangi lulus pada tahun 1908 dan mulai bekerja pada konstruksi rel kereta api di daerah [[Parahyangan|Priangan]] selatan di [[Jawa Barat]]. Di sana ia mengalami perlakuan yang tidak adil dalam hal upah dan penginapan karyawan dibandingkan dengan karyawan [[Orang Indo|Indo (Eurasia)]].<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 17.</ref>
Pada tanggal 19 Desember 2016, atas jasa jasanya, Pemerintah Republik Indonesia, mengabadikan beliau di pecahan uang kertas rupiah baru, pecahan Rp. 20.000,- [https://m.detik.com/finance/moneter/d-3374624/rupiah-desain-baru-terbit-hari-ini#key1 [https://m.detik.com/finance/moneter/d-3374624/rupiah-desain-baru-terbit-hari-ini#key1].


== Pendidikan ==
== Waktu di Eropa ==
Sam Ratulangi mengawali pendidikannya di Sekolah Dasar Belanda (''Europesche Lagere School'') di [[Tondano]], lalu ia melanjutkannya di [[Hoofden School]] (Sekolah Raja:setingkat SMA), [[Tondano]] dan menyelesaikan Sekolah Teknik ''Koninginlijke Wilhelmina School'' (saat ini bernama SMK Negeri 1 Jakarta Budi Utomo) bagian mesin, [[Jakarta]] pada tahun [[1908]]. Pada tahun [[1915]], Sam Ratulangi berhasil memperoleh ijazah guru ilmu pasti (''Middelbare Acte Wiskunde en Paedagogiek'') di [[Universitas Amsterdam]] (Universiteit van Amsterdam), [[Belanda]]. Pada tahun yang sama, ia melanjutkan studi ke [[Swiss]] dan mendapat gelar ''Doktor der Natur-Philosophie'' (Dr. Phil.) untuk Ilmu Pasti dan Ilmu Alam di [[Universitas Zürich]] tahun [[1919]].<ref name=gamal>{{cite book|title= Kisah 124 pahlawan & pejuang Nusantara|author= Gamal Komandoko|year= 2006|publisher=Pustaka Widyatama|location=Yogyakarta|isbn= 9789796610907}}</ref><ref>{{cite book|title= DR. GSSJ.Ratulangi dan Yayasan KRIS|year= 1978|publisher=Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta|location=Jakarta}}</ref>


=== Pendidikan di Belanda dan Swiss ===
'''Tambahan'''


Pada tahun 1911, Ratulangi kembali ke Minahasa, karena ibunya sakit parah. Ibunya meninggal pada tanggal 19 November 1911. Ayahnya sudah meninggal waktu ia berada di Jawa. Setelah kematian ibu mereka, Ratulangi dan kedua saudara perempuannya membagi warisan orang tua mereka. Ratulangi berencana menggunakan uang yang dia terima untuk membiayai pendidikannya di [[Eropa]].<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 18.</ref> Dia tiba di [[Amsterdam]] pada tahun 1912 dan melanjutkan studinya yang dimulainya di Jawa, tetapi tidak selesai karena sakit ibunya. Pada tahun 1913, ia menerima sertifikat untuk mengajar matematika untuk tingkat sekolah menengah (''Middelbare Acte Wiskunde en Paedagogiek'').<ref>[[#DepSos1994|Departemen Sosial (1994)]], p. 74.</ref>
Sam Ratulangi Seorang "DOKTOR" pertama di indonesia


Ratulangi melanjutkan studinya di universitas{{refn|group=Note|Beberapa sumber mengidentifikasikan universitas sebagai [[Universitas Amsterdam]] (''Universiteit van Amsterdam''). Sumber-sumber yang lain mengidentifikasikan universitas sebagai VU University Amsterdam (''Vrije Universiteit Amsterdam'').}} di Amsterdam selama dua tahun lagi. Namun, ia tidak dapat menyelesaikan studinya, karena ia tidak diperbolehkan mengikuti ujian. Aturan dari universitas mengharuskan ia memiliki sertifikat tingkat SMA. Sertifikat tersebut tidak dimiliki Ratulangi, karena ia tidak pernah menyelesaikan studinya di [[Hogereburgerschool|Hogere Burgerschool]] (HBS) atau [[Algemene Middelbare School]] (AMS).<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 19.</ref> Atas saran Mr. Abendanon, seorang Belanda yang bersimpati{{refn|group=Note|Mr. Abendanon diberi gelar "Sahabat Hindia" oleh orang Indonesia yang mengenalnya.}} kepada orang-orang dari Indonesia (yang disebut Hindia pada waktu itu), Ratulangi mendaftarkan diri dan diterima di [[Universitas Zurich]] di [[Swiss]].<ref>[[#Parengkuan1982|Parengkuan (1982)]], p. 31.</ref> Pada tahun 1919, ia memperoleh gelar ''Doktor der Natur-Philosophie'' (Dr. Phil.) untuk Ilmu Pasti dan Ilmu Alam dari universitas tersebut.<ref>[[#DKI1978|DKI Jakarta (1978)]].</ref><ref>[[#Komandoko2006|Komandoko (2006)]].</ref>
Sam Ratulangi pembuat nama "INDONESIA" sesuai konfrensi meja bundar di DEN HAAG dengan BUNG HATTA


=== Aktivisme nasional ===
dan masih banyak lagi sejarah yang ia buat dan tidak di masukan dalam sejara serta pelajaran di indonesia

Selama berada di Amsterdam, Ratulangi sering bertemu dengan [[Sosro Kartono]] (saudara [[Kartini|RA Kartini]]) dan tiga pendiri [[National Indische Partij]], [[Ernest Douwes Dekker]], [[Tjipto Mangoenkoesoemo]], dan [[Ki Hadjar Dewantara|Soewardi Soerjaningrat]]. Ratulangi juga aktif dalam organisasi [[Perhimpunan Indonesia]] (''Indische Vereeniging''). Dia terpilih sebagai ketua Perhimpunan Indonesia pada tahun 1914. Pada masa kepemimpinannya, Ratulangi mengundang pembicara-pembicara yang bersimpati pada perjuangan Indonesia, seperti [[Conrad Theodore van Deventer]] dan [[Jacques Henrij Abendanon]].<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], pp. 20, 21.</ref> Di Swiss, ia aktif di Asosiasi Mahasiswa Asia (''Associations d'étudiants asiatiques'') di mana ia bertemu [[Jawaharlal Nehru]] dari [[India]].<ref name="Pondaag 1966 p. 25">[[#Pondaag1966|Pondaag (1966)]], p. 25.</ref>

Ratulangi juga aktif dalam menulis artikel-artikel. Dalam satu artikel berjudul "Sarekat Islam" yang diterbitkan di ''Onze Kolonien'' (1913), Ratulangi menulis tentang pertumbuhan koperasi pedagang lokal [[Sarekat Islam]] dan juga memuji gerakan [[Boedi Oetomo]] di [[Indonesia]]. Menjelang akhir artikel tersebut, Ratulangi menulis:

{{quote|Sejarah tidak memiliki catatan tentang bangsa yang dijajah selamanya. Diharapkan bahwa pemisahan yang tak terelakkan (Hindia dan Belanda) akan berlangsung secara damai, yang seharusnya akan memungkinkan interaksi yang baik dari unsur-unsur budaya antara Hindia dan Belanda, yang telah terjalin selama berabad-abad dalam sejarah, bisa dilanjutkan.<ref>[[#Poeze2008|Poeze et al. (2008)]], p. 100.</ref>}}

== Perjuangan pergerakan nasional ==

=== Kembali ke Indonesia ===

[[Berkas:Sukarno with Sam Ratulangi.jpg|jmpl|ka|200px|Ratulangi dengan Soekarno (1948)]]

[[Berkas:Minahassaraad (circa 1925).jpg|jmpl|ka|200px|Ratulangi dengan yang lainnya di depan gedung Minahasa Raad]]

[[Berkas:Sam Ratulangi Volksraad (June 1927).jpg|jmpl|ka|200px|Ratulangi pada saat akan memberi pidato di Volksraad (1927)]]

Sekembalinya ke Indonesia pada tahun 1919, Ratulangi pindah ke [[Yogyakarta]] untuk mengajar matematika dan sains di sekolah teknik ''[[SMK Negeri 2 Yogyakarta|Prinses Juliana School]]''.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 27.</ref> Setelah tiga tahun mengajar, ia pindah ke [[Bandung]] dan memulai perusahaan asuransi ''Assurantie Maatschappij Indonesia'' dengan [[Roland Tumbelaka]], seorang dokter yang juga berasal dari Minahasa. Ini adalah contoh pertama yang diketahui dari kata "[[Nama Indonesia|Indonesia]]" yang digunakan dalam dokumen resmi..<ref>[[#Kunkler2017|Künkler (2017)]], p. 181.</ref> Ada yang mencatat bahwa [[Soekarno]] pertama kali bertemu Ratulangi ketika ia mengunjungi Bandung untuk sebuah konferensi. Dia melihat nama perusahaan Ratulangi dengan kata "Indonesia". Dia penasaran dengan pemilik usaha ini dan bertemu dengan Ratulangi.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 30.</ref>

=== Kembali ke Minahasa ===

Pada tahun 1923, Ratulangi dicalonkan oleh partai [[Jong Minahasa|Perserikatan Minahasa]] untuk menjadi sekretaris badan perwakilan daerah Minahasa di [[Manado]] (''Minahasa Raad''). Dia memegang posisi ini dari tahun 1924 hingga 1927. Selama di Minahasa Raad, Ratulangi memperjuangkan hak-hak yang lebih banyak untuk orang-orang Minahasa. Dia secara luas dikreditkan dengan membuat pemerintah kolonial menghapuskan kerja paksa (''Herendiensten'') di Minahasa. Dia juga berperan dalam pembukaan daerah [[Modoinding]] dan Kanarom di [[Minahasa Selatan]] untuk transmigrasi dan pembentukan yayasan untuk membiayai pendidikan siswa-siswa yang membutuhkan.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 32.</ref>

Pada tanggal 16 Agustus 1927, Ratulangi dan R. Tumbelaka memulai partai Persatuan Minahasa. Pada waktu itu, keanggotaan Perserikatan Minahasa termasuk orang-orang sipil dan militer. Beberapa anggota militer memberontak melawan Belanda dan karena tindakan mereka, mereka dilarang untuk berpartisipasi dalam organisasi politik. Ratulangi dan Tumbelaka memutuskan untuk membentuk partai baru, Persatuan Minahasa, yang hanya memiliki anggota sipil.<ref>[[#Leirissa1997|Leirissa (1997)]], p. 48.</ref> Keberadaan partai ini yang mewakili suatu wilayah di Sulawesi memberikan identitas lokal kepada anggota-anggotanya, tetapi juga mempunyai tujuan untuk mempromosikan persatuan secara nasional. Partai ini "menyerukan 'solidaritas semua kelompok penduduk Indonesia'".<ref>[[#Elson2008|Elson (2008)]], p. 66.</ref> Pada tahun 1939, Persatuan Minahasa adalah salah satu partai politik yang membentuk [[Gabungan Politik Indonesia]]. Partai-partai yang lainnya adalah [[Gerakan Rakyat Indonesia|Gerindo]], [[Partai Indonesia Raya|Parindra]], Pasundan, PPKI ([[Partai Katolik (Indonesia)|Persatuan Partai Katolik Indonesia]]), dan PSII ([[Partai Syarikat Islam Indonesia|Persatuan Sarekat Islam Indonesia]]).<ref>[[#Legge1988|Legge (1988)]], p. 133.</ref>

=== Anggota Volksraad ===

Ratulangi diangkat menjadi anggota Dewan Rakyat (''Volksraad'') pada tahun 1927 untuk mewakili rakyat di Minahasa. Ia terus mengusik hak-hak rakyat dan mendukung nasionalisme Indonesia dengan menjadi anggota Fraksi Kebangsaan yang dimulai oleh [[Mohammad Husni Thamrin]]. Dia adalah salah satu sponsor dari [[Petisi Soetardjo]] yang menyatakan keinginan untuk sebuah negara merdeka melalui reformasi bertahap dalam waktu sepuluh tahun.<ref>[[#Abeyasekere1973|Abeyasekere (1973)]], p. 84.</ref> Petisi ini melewati Volksraad, tetapi tidak diterima oleh pemerintah kolonial. Tanggapan terhadap petisi inilah yang memprakarsai pembentukan GAPI (yang telah dijelaskan sebelumnya).<ref>[[#Abeyasekere1973|Abeyasekere (1973)]], p. 88.</ref> Ratulangi tidak ragu untuk mengkritik pemerintah kolonial dan akhirnya dianggap sebagai risiko bagi mereka. Dia terus melayani di Volksraad sampai 1937, ketika dia ditangkap karena pandangan politiknya. Dia dipenjarakan selama beberapa bulan di [[Sukamiskin, Arcamanik, Bandung|Sukamiskin]] di Bandung.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], pp. 37–45.</ref>

Pada tahun 1932, Ratulangi adalah salah satu pendiri Persatuan Cendekiwan Indonesia (''Vereniging van Indonesische Academici'').<ref name="Pondaag 1966 p. 25"/> Ia juga termasuk dalam kelompok pemimpin gereja dan nasionalis (termasuk di antaranya [[Bernard Wilhelm Lapian|BW Lapian]] dan [[Alexander Andries Maramis|AA Maramis]]) yang menginginkan sebuah denominasi gereja yang bebas dan terpisah dari lembaga gereja resmi Hindia Belanda yang disebut [[Gereja Protestan di Indonesia|''Protestantsche Kerk di Nederlandsch-Indie'']] atau ''Indische Kerk''. Pada bulan Maret 1933, [[Kerapatan Gereja Protestan Minahasa]] (KGPM) didirikan.<ref>[[#Taroreh2012|Taroreh (2012)]], pp. 10.</ref>

Pada bulan Juni 1937, buku Ratulangi "Indonesia in de Pacific" diterbitkan.<ref>[[#Turner2017|Turner (2017)]], p. 35.</ref> Buku itu dianggap visioner dalam isinya, di mana Sam Ratulangi memperingatkan terhadap militerisasi [[Jepang]] dan meramalkan kemungkinan bahwa Jepang mungkin menyerang kepulauan Indonesia karena sumber daya alamnya yang tidak dimiliki Jepang. Dia menggambarkan peran utama Indonesia dan negara-negara lain di [[Asia Tenggara]] di sekitar ''Lingkar Pasifik'' dapat bermain di mana [[Samudra Pasifik]] bisa menyamai pentingnya [[Samudra Atlantik]].

Setelah dibebaskan dari penjara pada tahun 1938, Ratulangi menjadi editor ''Nationale Commentaren'', sebuah majalah berita berbahasa Belanda.<ref name="Pondaag 1966 p. 135">[[#Pondaag1966|Pondaag (1966)]], p. 135.</ref> Ia menggunakan majalah ini untuk menulis pendapat-pendapat yang menentang tindakan tidak adil pemerintah kolonial dan juga untuk membuat sesama orang Indonesia sadar akan keadaan pada saat itu. Pelanggan majalah itu termasuk kantor [[Daftar Perdana Menteri Belanda|Perdana Menteri Belanda]], [[Kementerian Urusan Tanah Jajahan Belanda|Kementerian Kolonial Belanda]], dan [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda]].<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], pp. 45, 48.</ref>

=== Pendudukan Jepang ===

Setelah Belanda menyerah kepada Jepang, pada 20 Maret 1942, pihak Jepang melarang segala jenis kegiatan politik di Indonesia.<ref>[[#Touwen2013|Touwen (2013)]], p. 194.</ref> Karena semua organisasi politik dibubarkan, Ratulangi berpartisipasi dalam upaya bantuan keluarga tentara kolonial Belanda ([[KNIL]]). Pada tahun 1943, Ratulangi ditugaskan sebagai penasihat untuk pemerintah militer pendudukan.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 76.</ref> Pada tahun 1944, ia dipindahkan ke [[Sulawesi Selatan]] untuk menjadi penasihat pemerintah militer di [[Makassar]], yang termasuk wilayah timur yang dikendalikan oleh [[Angkatan Laut Kekaisaran Jepang|Angkatan Laut Jepang]].<ref>[[#Kanahele1967|Kanahele (1967)]], p. 112.</ref> Pada bulan Juni 1945, Ratulangi mendirikan sebuah organisasi bernama Sumber Darah Rakyat (SUDARA). Ia menggunakan organisasi ini untuk membangkitkan sentimen nasionalis di Sulawesi dalam mengantisipasi kemungkinan kemerdekaan dalam waktu dekat.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 79.</ref>

== Setelah Kemerdekaan ==

=== Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia ===

Pada awal Agustus 1945, Ratulangi diangkat sebagai salah satu anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mewakili Sulawesi.<ref>[[#Kanahele1967|Kanahele (1967)]], p. 219.</ref> Pada saat Soekarno memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, Ratulangi hadir dalam upacara tersebut karena Ratulangi baru saja tiba di Batavia bersama para anggota PPKI lainnya dari wilayah timur untuk mengikuti rapat PPKI.<ref>[[#Pawiloy1987|Pawiloy (1987)]], p. 10.</ref> Rapat PPKI yang diadakan pada hari berikutnya menghasilkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia dan pengangkatan secara aklamasi Soekarno dan [[Mohammad Hatta]] sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Rapat-rapat itu juga membagi Indonesia ke dalam wilayah-wilayah administratif di mana Ratulangi diangkat menjadi Gubernur Sulawesi.<ref>[[#Elson2008|Elson (2008)]], p. xix.</ref>

=== Gubernur Sulawesi ===

Setelah kembali ke Makassar dan secara resmi mengumumkan proklamasi kemerdekaan, Ratulangi dihadapkan pada situasi yang sangat sulit. Jepang pada awalnya belum siap menyerahkan senjata mereka.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 93.</ref> Pasukan Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Australia Ivan Dougherty tiba pada bulan September 1945. Dougherty ditunjuk sebagai Gubernur Militer oleh pimpinan [[Blok Sekutu dalam Perang Dunia II|Sekutu]]. Kedatangannya mengikutsertakan unsur-unsur pemerintah sipil Hindia Belanda (NICA) dan KNIL yang siap untuk mengambil alih daerah Hindia Belanda seperti sebelum perang. Dengan masuknya semua orang-orang asing tersebut, pemuda daerah di Sulawesi bersiap untuk berjuang dengan segala cara untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.<ref>[[#Pawiloy1987|Pawiloy (1987)]], p. 86.</ref> Bersamaan dengan ini, Ratulangi menerima dukungan dari raja-raja adat termasuk dari [[Kesultanan Bone]] dan [[Kedatuan Luwu]] yang menyatakan dukungan kepada Republik yang baru didirikan.<ref>[[#Abdullah2009|Abdullah (2009)]], p. 153.</ref>

Ratulangi mampu mengadakan negosiasi dengan pihak-pihak terkait dalam upaya menjaga perdamaian, tetapi keadaan damai hanya bertahan selama dua bulan. Ia mampu membentuk pemerintah daerah yang beroperasi selama sembilan bulan. Pada 5 April 1946, Ratulangi dan beberapa stafnya diambil dari rumah mereka dan ditahan oleh polisi militer Belanda. Mereka dipenjara selama tiga bulan kemudian diasingkan ke [[Serui (kota)|Pulau Serui]] di [[Kabupaten Kepulauan Yapen|Kepulauan Yapen]] di [[Papua Barat]].<ref name="Agung 1996 p. 51">[[#Agung1996|Agung (1996)]], p. 51.</ref>

=== Pengasingan di Serui ===

[[Berkas:Indonesians exiled to Serui.jpg|jmpl|ka|200px|Ratulangi (kedua kiri bawah) bersama pemimpin-pemimpin di Sulawesi yang diasingkan oleh Belanda ke Serui]]

Ratulangi diasingkan ke Serui bersama enam stafnya dan keluarga mereka: Josef Latumahina, Lanto Daeng Pasewang, Willem Sumampouw Tanod 'Wim' Pondaag, Suwarno, IP Lumban Tobing, dan Intje Saleh Daeng Tompo.<ref>[[#Toer2003|Toer et al. (2003)]], p. 135.</ref> Di Serui, mereka berinteraksi dengan masyarakat setempat dengan mendirikan sekolah lokal dan organisasi sosial untuk membantu para wanita dalam komunitas.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], pp. 103, 104.</ref> Secara politik, Ratulangi terlibat dalam pembentukan Partai Kemerdekaan Irian Indonesia yang dipimpin oleh [[Silas Papare]] dengan Ratulangi sebagai penasihat.<ref>[[#Lumintang1997|Lumintang (1997)]], p. 85.</ref>

== Kembali dari pengasingan dan kematian ==

[[Berkas:Hatta ratulangi sukarno.jpg|jmpl|ka|200px|Ratulangi bersama Soekarno, [[Fatmawati]], dan Hatta (1948)]]

[[Berkas:Sam Ratulangi's Remains Arriving in Manado 1 August 1949.jpg|jmpl|ka|200px|Jenazah Ratulangi tiba di Manado (1949)]]

Pada 23 Maret 1948, setelah penandatanganan [[Perjanjian Renville]], Belanda melepaskan Ratulangi dan rekan-rekannya.<ref name="Agung 1996 p. 51"/> Mereka dipindahkan ke [[Surabaya]] dan kemudian dikawal ke garis demarkasi dekat [[Mojokerto]] dan [[Jombang]] di mana mereka menuju ke ibu kota republik di Yogyakarta.<ref>[[#Andoko1975|Andoko et al. (1975)]], p. 60.</ref> Mereka disambut dengan hangat oleh masyarakat di Yogyakarta dan sebuah acara penyambutan diadakan oleh Soekarno.<ref name="Masykuri 1985 p. 105">[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 105.</ref> Ratulangi ditunjuk sebagai penasihat khusus untuk pemerintah Indonesia dan anggota delegasi Indonesia dalam negosiasi dengan Belanda. Dia juga mengunjungi pasukan di [[Jawa Timur]] dan menghadiri konferensi keuangan di [[Kaliurang]].<ref name="Pondaag 1966 p. 135"/> Sekitar waktu ini, ia sudah mulai mengalami masalah dengan kesehatannya.<ref>[[#Toer1985|Toer et al. (1985)]], p. 466.</ref>

Pada tanggal 10 November 1948, sebuah manifesto diumumkan oleh [[Radio Republik Indonesia]] yang mendesak rakyat Indonesia di bagian timur yang berada di bawah kendali Belanda untuk menjaga persatuan mereka dengan Republik Indonesia agar suatu hari Indonesia secara sepenuhnya akan menjadi merdeka. Manifesto ini disebut Manifes Ratulangie atau Manifes Djokja. Yang ikut menandatangani manifesto ini adalah TST. Diapari, [[I Gusti Ketut Pudja]], [[Pangeran Muhammad Noor]], WST. Pondaag, dan [[Sukarjo Wiryopranoto]].<ref name="Masykuri 1985 p. 105"/> Titik pertama dari manifesto ini berbunyi:

{{quote|Bahwa perjuangan yang dilakukan oleh Republik Indonesia tidak hanya mengenai kepentingan lahir dan batin bagi bangsa Indonesia, yang tergabung dalam Republik Indonesia, akan tetapi juga meliputi kemerdekaan dan kehormatan bangsa Indonesia seluruhnya, serta pengakuan hak dasar rakyat itu untuk hidup bebas dan merdeka atas bumi, bagian dari dunia ini yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa kepada mereka.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], pp. 105, 106.</ref>}}

Pada waktu [[Agresi Militer Belanda II]], Yogyakarta dikuasai Belanda dan para pemimpin Indonesia termasuk Soekarno dan Hatta ditangkap dan diasingkan ke [[Pulau Bangka|Bangka]]. Ratulangi ditangkap oleh Belanda pada tanggal 25 Desember 1948. Dia dipindahkan ke Jakarta pada tanggal 12 Januari 1949 untuk kemudian dipindahkan ke Bangka. Namun, karena masalah kesehatannya, ia diizinkan tinggal di Jakarta sebagai tahanan rumah.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 108.</ref> Ratulangi meninggal pada tanggal 30 Juni 1949. Ratulangi dimakamkan sementara di [[Tanah Abang, Jakarta Pusat|Tanah Abang]].<ref name="Masykuri 1985 p. 109">[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 109.</ref> Pada tanggal 23 Juli 1949, jenazahnya diangkut ke Manado dengan kapal [[Koninklijke Paketvaart Maatschappij|KPM]] ''Swartenhondt''.<ref>[[#HetDagblad1949|Het Dagblad (23 Juli 1949)]].</ref> Kapal itu sampai di Manado pada tanggal 1 Agustus 1949. Pada hari berikutnya, jenazah Ratulangi dibawah dan dimakamkan di kampung halamannya di Tondano.<ref name="Masykuri 1985 p. 109"/>

== Keluarga ==

[[Berkas:Sam Ratulangi and Maria Tambajong.jpg|jmpl|kiri|150px|Ratulangi, Tambajong, dan dua dari putri mereka]]

Ratulangi menikah dua kali. Ia menikah dengan Emilie Suzanne Houtman dan memiliki dua anak, Corneille Jose Albert 'Odie' Ratulangi dan Emilia Augustina 'Zus' Ratulangi. Ratulangi dan Houtman bercerai pada tahun 1926. Ratulangi menikah dengan Maria Catharina Josephine 'Tjen' Tambajong pada tahun 1928. Mereka memiliki tiga anak, Milia Maria Matulanda 'Milly' Ratulangi, Everdina Augustina 'Lani' Ratulangi, dan Wularingan Manampira 'Uki' Ratulangi.<ref>[[#Masykuri1985|Masykuri (1985)]], p. 117.</ref>

Kedua saudara perempuan Ratulangi, Wulan Kayes Rachel Wilhelmina Ratulangi dan Wulan Rachel Wilhelmina Maria Ratulangi, mencapai prestasi tinggi. Wulan Kayes adalah wanita Indonesia pertama yang lulus ujian ''klein-ambtenaars'' untuk pekerjaan pemerintah tingkat rendah pada tahun 1898. Nilai ujiannya lebih tinggi daripada laki-laki yang mengikuti ujian yang sama. Wulan Rachel adalah wanita Indonesia pertama yang menerima sertifikat dasar ''hulpacte'' untuk pendidikan dasar di Belanda pada tahun 1912.<ref name="Schouten 1998 p. 118"/>

== Penghargaan dan peninggalan ==

[[Berkas:Indonesia 2016 20000r o.jpg|jmpl|200px|Uang kertas Rp. 20.000 dengan gambar Ratulangi]]

Pada bulan Agustus 1961, Ratulangi secara anumerta dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia oleh Soekarno.<ref>[[#Mirnawati2012|Mirnawati (2012)]], p. 162.</ref> Ia juga menerima secara anumerta [[Bintang Gerilya]] pada tahun 1958, [[Bintang Mahaputra Adipradana]] pada tahun 1960, dan [[Daftar tanda kehormatan di Indonesia#Tanda Kehormatan Satyalancana|Bintang Satyalancana]] pada tahun 1961.<ref>[[#Suwondo1978|Suwondo (1978)]], p. 122.</ref>

Ratulangi sangat terkenal di Minahasa. Jalan-jalan besar atau utama di semua kota di Minahasa ([[Bitung]], Manado, [[Tomohon]], dan Tondano) diberi nama Jalan Sam Ratulangi. Namanya juga dipakai untuk [[Bandar Udara Internasional Sam Ratulangi|bandar udara internasional Manado]] seperti halnya [[Universitas Sam Ratulangi|universitas negeri]] di Manado. Patung-patung tentang Ratulangi terdapat di persimpangan antara Jalan Sam Ratulangi dan Jalan Bethesda di Manado, di kampus Universitas Sam Ratulangi, di samping makam Ratulangi di Tondano, di Jakarta dan Serui, dan bahkan di sebuah taman kota di [[Kota Davao|Davao]]<ref>[[#Basa2017|Basa (17 Agustus 2017)]]</ref> ([[Filipina]]) yang terletak di utara pulau Sulawesi. Pada tahun 2016, [[Kementerian Keuangan Indonesia|Kementerian Keuangan]] mengeluarkan uang baru [[Rupiah#Uang baru emisi tahun 016|seri 2016]] di mana pecahan Rp. 20.000 menggambarkan Ratulangi di bagian depan.<ref>[[#SetNeg2016|SetNeg RI (15 September 2016)]].</ref>

== Catatan ==
{{reflist|group="Note"}}


== Referensi ==
== Referensi ==
{{Reflist|26em}}
<references />

'''Sumber referensi'''
{{refbegin|32em}}
* {{cite book
| last = Abdullah
| first = Taufik
| title = Indonesia: Towards Democracy
| trans-title = Indonesia: Menuju Demokrasi
| language = Inggris
| year = 2009
| location = Singapore
| publisher = Institute of Southeast Asian Studies
| isbn = 978-981-230-366-0
| ref = Abdullah2009
}}

* {{cite journal
| last = Abeyasekere
| first = Susan
| date = April 1973
| title = The Soetardjo Petition
| trans-title = Petisi Soetardjo
| language = Inggris
| journal = Indonesia
| volume = 15
| pages = 81–107
| ref = Abeyasekere1973
}}

* {{cite book
| last1 = Andoko
| first1 = Ediyami
| last2 = Asmuni
| first2 = Suharningsih
| last3 = Muchri
| title = Asal-usul Nama-nama Kapal Perang TNI-AL: Unsur Strategis
| location = Jakarta
| publisher = Dinas Sejarah TNI-AL
| year = 1975
| ref = Andoko1975
}}

* {{cite news
| last = Basa
| first = Mick
| url = http://davaotoday.com/main/culture-2/in-davao-a-park-quietly-honors-indonesian-hero/
| title = In Davao, a Park 'Quietly' Honors Indonesian Hero
| trans-title = Di Davao, Sebuah Taman Diam-Diam Menghargai Pahlawan Indonesia
| language = Inggris
| date = 17 August 2017
| publisher = Davao Today
| access-date = 21 May 2018
| ref = Basa2017
}}

* {{cite book
| title = DR. GSSJ. Ratulangi dan Yayasan KRIS
| year = 1978
| publisher = Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta
| location = Jakarta
| ref = DKI1978
}}

* {{cite book
| last = Elson
| first = Robert
| title = The Idea of Indonesia: A History
| trans-title = Ide tentang Indonesia: Sebuah Sejarah
| language = Inggris
| date = 2008
| location = Cambridge
| publisher = Cambridge Press
| isbn = 978-0-521-87648-3
| ref = Elson2008
}}

* {{cite news
| url = https://www.delpher.nl/nl/kranten/view?query=Swartenhondt+ratulangie&coll=ddd&identifier=ddd%3A010898484%3Ampeg21%3Aa0048&resultsidentifier=ddd%3A010898484%3Ampeg21%3Aa0048
| title = Plechtige uitvaart dr. Ratulangi
| trans-title = Pemakaman Hikmat Dr. Ratulangi
| date = 23 July 1949
| publisher = Het Dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia
| language = Belanda
| ref = HetDagblad1949
}}

* {{cite book
| last = Ide Anak Agung Gde Agung
| first =
| title = From The Formation of the State of East Indonesia Towards the Establishment of the United State of Indonesia
| trans-title = Dari Pembentukan Negara Indonesia Timur Sampai Negara Republik Indonesia Serikat
| language = Inggris
| date = 1996
| location = Jakarta
| publisher = Yayasan Pustaka Obor Indonesia
| ref = Agung1996
}}

* {{cite thesis
| type = PhD
| last = Kanahele
| first = George
| date = 1967
| title = The Japanese Occupation of Indonesia: Prelude to Independence
| trans-title = Pendudukan Jepang di Indonesia: Prelude Kemerdekaan
| language = Inggris
| publisher = Cornell University
| ref = Kanahele1967
}}

* {{cite book
| title = Kisah 124 Pahlawan dan Pejuang Nusantara
| last = Komandoko
| first = Gamal
| year = 2006
| publisher = Pustaka Widyatama
| location = Yogyakarta
| isbn = 978-979-661-090-7
| ref = Komandoko2006
}}

* {{cite book
| last = Künkler
| first = Miryam
| editor-last1 = Bâli
| editor-first1 = Aslı
| editor-last2 = Lerner
| editor-first2 = Hanna
| chapter = Constitutionalism, Islamic Law, and Religious Freedom in Postindependence Indonesia
| title = Constitution Writing, Religion and Democracy
| trans-title = Penulisan Undang-Undang Dasar, Agama dan Demokrasi
| language = Inggris
| year = 2017
| location = Cambridge
| publisher = Cambridge University Press
| isbn = 978-110-707-051-6
| ref = Kunkler2017
}}

* {{cite book
| title = Intellectuals and Nationalism in Indonesia: A Study of the Following Recruited by Sutan Sjahrir in Occupation Jakarta
| trans-title = Para Intelektual dan Nasionalis di Indonesia: Studi tentang Hal-Hal Berikut yang Direkrut oleh Sutan Sjahrir dalam Pendudukan Jakarta
| language = Inggris
| year = 1988
| last = Legge
| first = John
| location = Ithaca, N.Y.
| publisher = Cornell Modern Indonesia Project
| isbn = 0-8776-3034-8
| ref = Legge1988
}}

* {{cite book
| last = Leirissa
| first = R.Z.
| title = Minahasa di Awal Perang Kemerdekaan Indonesia: Peristiwa Merah-Putih dan Sebab-musababnya
| date = 1997
| location = Jakarta
| publisher = Pustaka Sinar Harapan and Yayasan Malesung Rondor
| isbn = 9-7941-6465-8
| ref = Leirissa1997
}}

* {{cite book
| last = Lumintang
| first = Onnie
| title = Biografi Pahlawan Nasional: Marthin Indey dan Silas Papare
| date = 1997
| location = Jakarta
| publisher = Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
| ref = Lumintang1997
}}

* {{cite book
| last =
| first =
| title = Wajah dan Sejarah Perjuangan Pahlawan Nasional
| date = 1994
| location = Jakarta
| publisher = Departemen Sosial Republik Indonesia
| ref = DepSos1994
}}

* {{cite book
| last = Masykuri
| first =
| title = Dr. GSSJ. Ratulangi
| date = 1985
| location = Jakarta
| publisher = Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
| ref = Masykuri1985
}}

* {{cite book
| last = Mirnawati
| title = Kumpulan Pahlawan Indonesia Terlengkap
| date = 2012
| location = Jakarta
| publisher = Cerdas Interaktif
| isbn = 978-979-788-343-0
| ref = Mirnawati2012
}}

* {{cite book
| last = Parengkuan
| first = Fendy
| date = 1982
| title = A.A. Maramis, SH.
| location = Jakarta
| publisher = Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
| ref = Parengkuan1982
}}

* {{cite book
| last = Pawiloy
| first = Sarita
| date = 1987
| title = Sejarah Perjuangan Angkatan 45 di Sulawesi Selatan
| location = Jakarta
| publisher = Angkatan 45
| ref = Pawiloy1987
}}

* {{cite book
| last = Poeze
| first = Harry
| date = 2008
| title = Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda, 1600-1950
| location = Jakarta
| publisher = KPG in association with KITLV-Jakarta
| ref = Poeze2008
}}

* {{cite book
| last = Pondaag
| first = W. S. T.
| date = 1966
| title = Pahlawan Kemerdekaan Nasional Mahaputera Dr. G. S. S. J. Ratu Langie: Riwajat Hidup dan Perdjoangannja
| location = Surabaja
| publisher = Jajasan Penerbitan Dr. G. S. S. J. Ratu Langie
| ref = Pondaag1966
}}

* {{cite book
| last = Schouten
| first = Mieke
| title = Leadership and Social Mobility in a Southeast Asian Society: Minahasa, 1677–1983
| trans-title = Kepemimpinan dan Mobilitas Sosial dalam sebuah Masyarakat Asia Tenggara: Minahasa, 1677–1983
| language = Inggris
| date = 1998
| location = Leiden
| publisher = KITLV Press
| isbn = 9-0671-8109-9
| ref = Schouten1998
}}

* {{cite news
| url = http://setkab.go.id/en/bi-to-issue-new-print-banknotes-mint-coins-with-heroes-images/
| title = BI to Issue New Print Banknotes, Mint Coins with Heroes Images
| trans-title = BI Mengeluarkan Uang Kertas dan Logam Baru dengan Gambar-Gambar Pahlawan
| language = Inggris
| date = 15 September 2016
| publisher = Sekretariat Negara Republik Indonesia
| access-date = 28 December 2016
| ref = SetNeg2016
}}

* {{cite book
| last1 = Sondakh
| first1 = Adolf
| editor-last1 = Siwu
| editor-first1 = Richard
| editor-last2 = Ointoe
| editor-first2 = Reiner
| title = Manusia Hidup untuk Memanusiakan Manusia
| date = 2002
| location = Jakarta
| publisher = Pustaka Sinar Harapan
| isbn = 9-7941-6757-6
| ref = Sondakh2002
}}

* {{cite book
| last = Straver
| first = Hans
| title = Vaders en Dochters: Molukse Historie in de Nederlandse Literatuur van de Negentiende Eeuw en haar Weerklank in Indonesië
| trans-title = Ayah dan Anak Perempuan: Sejarah Maluku dalam Sastra Belanda Abad Kesembilan Belas dan Hasilnya di Indonesia
| language = Belanda
| date = 2018
| location = Leiden
| publisher = Verloren
| isbn = 978-908-704-702-3
| ref = Straver2018
}}

* {{cite book
| last = Suwondo
| first = Bambang
| title = Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sulawesi Utara
| publisher = Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
| date = 1978
| ref = Suwondo1978
}}

* {{cite magazine
| last = Taroreh
| first = Osvald
| date = January 26, 2012
| title = Pionir Gereja dan Pahlawan Kemerdekaan dari Minahasa: Bernard Wilhelm Lapian
| magazine = Bejana Advent Indonesia Timur
| ref = Taroreh2012}}

* {{cite book
| editor-last1 = Toer
| editor-first1 = Pramoedya Ananta
| editor-last2 = Toer
| editor-first2 = Koesalah Soebagyo
| editor-last3 = Kamil
| editor-first3 = Ediati
| title = Kronologi Revolusi Indonesia
| year = 2003
| volume = 4
| location = Jakarta
| publisher = Kepustakaan Populer Gramedia
| isbn = 9-7990-2388-2
| ref = Toer2003
}}

* {{cite book
| last = Touwen-Bouwsma
| first = Elly
| editor-last = SarDesai
| editor-first = D.R.
| chapter = Indonesian Nationalists and the Japanese
| title = Southeast Asian History: Essential Readings
| trans-title = Sejarah Asia Tenggara: Bacaan Penting
| language = Inggris
| year = 2013
| location = Boulder, Colorado
| publisher = Westview Press
| ref = Touwen2013
}}

* {{cite book
| last = Turner
| first = Barry
| title = A.H. Nasution and Indonesia's Elites: "People's Resistance" in the War of Independence and Postwar Politics
| trans-title = A.H. Nasution dan Kaum Elit Indonesia: "Pertahanan Rakyat" dalam Perang Kemerdekaan dan Politik Pascaperang
| language = Inggris
| date = 2017
| location = Lanham, Maryland
| publisher = Lexington Books
| isbn = 978-149-856-011-5
| ref = Turner2017
}}
{{refend}}


3
{{clr}}
{{clr}}
{{kotak mulai}}
{{kotak mulai}}
Baris 57: Baris 504:


{{Pahlawan Indonesia}}
{{Pahlawan Indonesia}}
{{BPUPKI}}
{{PPKI}}
{{PPKI}}


{{Authority control}}
{{indo-bio-stub}}


{{DEFAULTSORT:Ratulangi, Sam}}
{{DEFAULTSORT:Ratulangi, Sam}}

[[Kategori:Gubernur Sulawesi Utara]]
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Pahlawan nasional Indonesia]]
[[Kategori:Guru Indonesia]]
[[Kategori:Wartawan Indonesia]]
[[Kategori:Alumni Universitas Zurich]]
[[Kategori:Tokoh Minahasa]]
[[Kategori:Tokoh Minahasa]]
[[Kategori:Marga Ratulangi]]
[[Kategori:Marga Ratulangi]]
[[Kategori:Tokoh Sulawesi Utara]]
[[Kategori:Tokoh dari Minahasa]]
[[Kategori:Tokoh dari Tondano]]
[[Kategori:Politikus Indonesia]]
[[Kategori:Gubernur Sulawesi Utara]]
[[Kategori:Penerima Bintang Mahaputera Adipradana]]
[[Kategori:Penerima Bintang Gerilya]]

Revisi terkini sejak 6 Desember 2023 12.55

Sam Ratulangi
Gubernur Sulawesi ke-1
Masa jabatan
2 September 1945 – 30 Juni 1949
PresidenSoekarno
Sebelum
Pendahulu
Jabatan baru
Sebelum
Informasi pribadi
Lahir
Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi

(1890-11-05)5 November 1890
Tondano, Keresidenan Manado, Hindia Belanda
Meninggal30 Juni 1949(1949-06-30) (umur 58)
Jakarta, Indonesia
MakamTondano, Sulawesi Utara, Indonesia
KebangsaanIndonesia
Suami/istriEmilie Suzanne Houtman
Maria Catharina Josephine Tambajong
Hubungan
AnakCorneille Jose Albert Ratulangi
Emilia Augustina Ratulangi
Milia Maria Matulanda Ratulangi
Everdina Augustina Ratulangi
Wularingan Manampira Ratulangi
Orang tuaJozias Ratulangi (ayah)
Augustina Gerungan (ibu)
PekerjaanPolitikus, guru, jurnalis
Sunting kotak info
Sunting kotak info • L • B
Bantuan penggunaan templat ini

Dr. Gerungan Saul Samuel Jacob Ratulangi (5 November 1890 – 30 Juni 1949), atau lebih dikenal dengan nama Sam Ratulangi, adalah seorang politikus, jurnalis, dan guru dari Sulawesi Utara, Indonesia. Ia adalah seorang Pahlawan Nasional Indonesia. Ratulangi juga sering disebut sebagai tokoh multidimensional. Ia dikenal dengan filsafatnya: "Si tou timou tumou tou" yang artinya: manusia baru dapat disebut sebagai manusia, jika sudah dapat memanusiakan manusia. Ratulangi termasuk anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang menghasilkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia dan merupakan Gubernur Sulawesi pertama.

Riwayat hidup[sunting | sunting sumber]

Kehidupan awal[sunting | sunting sumber]

Ratulangi (kanan) bersama sepupunya (1910)

Ratulangi lahir pada tanggal 5 November 1890 di Tondano, Minahasa yang pada saat itu merupakan bagian dari Hindia Belanda. Ia merupakan putra dari Jozias Ratulangi dan Augustina Gerungan.[1] Jozias adalah seorang guru di Hoofden School (sekolah menengah untuk anak-anak dari kepala-kepala desa) di Tondano. Ia menerima pelatihan guru di Haarlem, Belanda sekitar tahun 1880.[2] Augustina adalah putri dari Jacob Gerungan, Kepala Distrik (Mayoor ) Tondano-Touliang.[3]

Ratulangi mengawali pendidikannya di sekolah dasar Belanda (Europeesche Lagere School), lalu ia melanjutkannya di Hoofden School, keduanya di Tondano.[4] Pada tahun 1904, ia berangkat ke Jawa untuk masuk Sekolah Pendidikan Dokter Hindia (STOVIA) setelah menerima beasiswa dari sekolah tersebut. Namun sesampainya di Batavia (sekarang Jakarta), ia berubah pikiran dan memutuskan untuk belajar di sekolah menengah teknik Koningin Wilhelmina.[5] Ratulangi lulus pada tahun 1908 dan mulai bekerja pada konstruksi rel kereta api di daerah Priangan selatan di Jawa Barat. Di sana ia mengalami perlakuan yang tidak adil dalam hal upah dan penginapan karyawan dibandingkan dengan karyawan Indo (Eurasia).[6]

Waktu di Eropa[sunting | sunting sumber]

Pendidikan di Belanda dan Swiss[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1911, Ratulangi kembali ke Minahasa, karena ibunya sakit parah. Ibunya meninggal pada tanggal 19 November 1911. Ayahnya sudah meninggal waktu ia berada di Jawa. Setelah kematian ibu mereka, Ratulangi dan kedua saudara perempuannya membagi warisan orang tua mereka. Ratulangi berencana menggunakan uang yang dia terima untuk membiayai pendidikannya di Eropa.[7] Dia tiba di Amsterdam pada tahun 1912 dan melanjutkan studinya yang dimulainya di Jawa, tetapi tidak selesai karena sakit ibunya. Pada tahun 1913, ia menerima sertifikat untuk mengajar matematika untuk tingkat sekolah menengah (Middelbare Acte Wiskunde en Paedagogiek).[8]

Ratulangi melanjutkan studinya di universitas[Note 1] di Amsterdam selama dua tahun lagi. Namun, ia tidak dapat menyelesaikan studinya, karena ia tidak diperbolehkan mengikuti ujian. Aturan dari universitas mengharuskan ia memiliki sertifikat tingkat SMA. Sertifikat tersebut tidak dimiliki Ratulangi, karena ia tidak pernah menyelesaikan studinya di Hogere Burgerschool (HBS) atau Algemene Middelbare School (AMS).[9] Atas saran Mr. Abendanon, seorang Belanda yang bersimpati[Note 2] kepada orang-orang dari Indonesia (yang disebut Hindia pada waktu itu), Ratulangi mendaftarkan diri dan diterima di Universitas Zurich di Swiss.[10] Pada tahun 1919, ia memperoleh gelar Doktor der Natur-Philosophie (Dr. Phil.) untuk Ilmu Pasti dan Ilmu Alam dari universitas tersebut.[11][12]

Aktivisme nasional[sunting | sunting sumber]

Selama berada di Amsterdam, Ratulangi sering bertemu dengan Sosro Kartono (saudara RA Kartini) dan tiga pendiri National Indische Partij, Ernest Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, dan Soewardi Soerjaningrat. Ratulangi juga aktif dalam organisasi Perhimpunan Indonesia (Indische Vereeniging). Dia terpilih sebagai ketua Perhimpunan Indonesia pada tahun 1914. Pada masa kepemimpinannya, Ratulangi mengundang pembicara-pembicara yang bersimpati pada perjuangan Indonesia, seperti Conrad Theodore van Deventer dan Jacques Henrij Abendanon.[13] Di Swiss, ia aktif di Asosiasi Mahasiswa Asia (Associations d'étudiants asiatiques) di mana ia bertemu Jawaharlal Nehru dari India.[14]

Ratulangi juga aktif dalam menulis artikel-artikel. Dalam satu artikel berjudul "Sarekat Islam" yang diterbitkan di Onze Kolonien (1913), Ratulangi menulis tentang pertumbuhan koperasi pedagang lokal Sarekat Islam dan juga memuji gerakan Boedi Oetomo di Indonesia. Menjelang akhir artikel tersebut, Ratulangi menulis:

Sejarah tidak memiliki catatan tentang bangsa yang dijajah selamanya. Diharapkan bahwa pemisahan yang tak terelakkan (Hindia dan Belanda) akan berlangsung secara damai, yang seharusnya akan memungkinkan interaksi yang baik dari unsur-unsur budaya antara Hindia dan Belanda, yang telah terjalin selama berabad-abad dalam sejarah, bisa dilanjutkan.[15]

Perjuangan pergerakan nasional[sunting | sunting sumber]

Kembali ke Indonesia[sunting | sunting sumber]

Ratulangi dengan Soekarno (1948)
Ratulangi dengan yang lainnya di depan gedung Minahasa Raad
Ratulangi pada saat akan memberi pidato di Volksraad (1927)

Sekembalinya ke Indonesia pada tahun 1919, Ratulangi pindah ke Yogyakarta untuk mengajar matematika dan sains di sekolah teknik Prinses Juliana School.[16] Setelah tiga tahun mengajar, ia pindah ke Bandung dan memulai perusahaan asuransi Assurantie Maatschappij Indonesia dengan Roland Tumbelaka, seorang dokter yang juga berasal dari Minahasa. Ini adalah contoh pertama yang diketahui dari kata "Indonesia" yang digunakan dalam dokumen resmi..[17] Ada yang mencatat bahwa Soekarno pertama kali bertemu Ratulangi ketika ia mengunjungi Bandung untuk sebuah konferensi. Dia melihat nama perusahaan Ratulangi dengan kata "Indonesia". Dia penasaran dengan pemilik usaha ini dan bertemu dengan Ratulangi.[18]

Kembali ke Minahasa[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 1923, Ratulangi dicalonkan oleh partai Perserikatan Minahasa untuk menjadi sekretaris badan perwakilan daerah Minahasa di Manado (Minahasa Raad). Dia memegang posisi ini dari tahun 1924 hingga 1927. Selama di Minahasa Raad, Ratulangi memperjuangkan hak-hak yang lebih banyak untuk orang-orang Minahasa. Dia secara luas dikreditkan dengan membuat pemerintah kolonial menghapuskan kerja paksa (Herendiensten) di Minahasa. Dia juga berperan dalam pembukaan daerah Modoinding dan Kanarom di Minahasa Selatan untuk transmigrasi dan pembentukan yayasan untuk membiayai pendidikan siswa-siswa yang membutuhkan.[19]

Pada tanggal 16 Agustus 1927, Ratulangi dan R. Tumbelaka memulai partai Persatuan Minahasa. Pada waktu itu, keanggotaan Perserikatan Minahasa termasuk orang-orang sipil dan militer. Beberapa anggota militer memberontak melawan Belanda dan karena tindakan mereka, mereka dilarang untuk berpartisipasi dalam organisasi politik. Ratulangi dan Tumbelaka memutuskan untuk membentuk partai baru, Persatuan Minahasa, yang hanya memiliki anggota sipil.[20] Keberadaan partai ini yang mewakili suatu wilayah di Sulawesi memberikan identitas lokal kepada anggota-anggotanya, tetapi juga mempunyai tujuan untuk mempromosikan persatuan secara nasional. Partai ini "menyerukan 'solidaritas semua kelompok penduduk Indonesia'".[21] Pada tahun 1939, Persatuan Minahasa adalah salah satu partai politik yang membentuk Gabungan Politik Indonesia. Partai-partai yang lainnya adalah Gerindo, Parindra, Pasundan, PPKI (Persatuan Partai Katolik Indonesia), dan PSII (Persatuan Sarekat Islam Indonesia).[22]

Anggota Volksraad[sunting | sunting sumber]

Ratulangi diangkat menjadi anggota Dewan Rakyat (Volksraad) pada tahun 1927 untuk mewakili rakyat di Minahasa. Ia terus mengusik hak-hak rakyat dan mendukung nasionalisme Indonesia dengan menjadi anggota Fraksi Kebangsaan yang dimulai oleh Mohammad Husni Thamrin. Dia adalah salah satu sponsor dari Petisi Soetardjo yang menyatakan keinginan untuk sebuah negara merdeka melalui reformasi bertahap dalam waktu sepuluh tahun.[23] Petisi ini melewati Volksraad, tetapi tidak diterima oleh pemerintah kolonial. Tanggapan terhadap petisi inilah yang memprakarsai pembentukan GAPI (yang telah dijelaskan sebelumnya).[24] Ratulangi tidak ragu untuk mengkritik pemerintah kolonial dan akhirnya dianggap sebagai risiko bagi mereka. Dia terus melayani di Volksraad sampai 1937, ketika dia ditangkap karena pandangan politiknya. Dia dipenjarakan selama beberapa bulan di Sukamiskin di Bandung.[25]

Pada tahun 1932, Ratulangi adalah salah satu pendiri Persatuan Cendekiwan Indonesia (Vereniging van Indonesische Academici).[14] Ia juga termasuk dalam kelompok pemimpin gereja dan nasionalis (termasuk di antaranya BW Lapian dan AA Maramis) yang menginginkan sebuah denominasi gereja yang bebas dan terpisah dari lembaga gereja resmi Hindia Belanda yang disebut Protestantsche Kerk di Nederlandsch-Indie atau Indische Kerk. Pada bulan Maret 1933, Kerapatan Gereja Protestan Minahasa (KGPM) didirikan.[26]

Pada bulan Juni 1937, buku Ratulangi "Indonesia in de Pacific" diterbitkan.[27] Buku itu dianggap visioner dalam isinya, di mana Sam Ratulangi memperingatkan terhadap militerisasi Jepang dan meramalkan kemungkinan bahwa Jepang mungkin menyerang kepulauan Indonesia karena sumber daya alamnya yang tidak dimiliki Jepang. Dia menggambarkan peran utama Indonesia dan negara-negara lain di Asia Tenggara di sekitar Lingkar Pasifik dapat bermain di mana Samudra Pasifik bisa menyamai pentingnya Samudra Atlantik.

Setelah dibebaskan dari penjara pada tahun 1938, Ratulangi menjadi editor Nationale Commentaren, sebuah majalah berita berbahasa Belanda.[28] Ia menggunakan majalah ini untuk menulis pendapat-pendapat yang menentang tindakan tidak adil pemerintah kolonial dan juga untuk membuat sesama orang Indonesia sadar akan keadaan pada saat itu. Pelanggan majalah itu termasuk kantor Perdana Menteri Belanda, Kementerian Kolonial Belanda, dan Gubernur Jenderal Hindia Belanda.[29]

Pendudukan Jepang[sunting | sunting sumber]

Setelah Belanda menyerah kepada Jepang, pada 20 Maret 1942, pihak Jepang melarang segala jenis kegiatan politik di Indonesia.[30] Karena semua organisasi politik dibubarkan, Ratulangi berpartisipasi dalam upaya bantuan keluarga tentara kolonial Belanda (KNIL). Pada tahun 1943, Ratulangi ditugaskan sebagai penasihat untuk pemerintah militer pendudukan.[31] Pada tahun 1944, ia dipindahkan ke Sulawesi Selatan untuk menjadi penasihat pemerintah militer di Makassar, yang termasuk wilayah timur yang dikendalikan oleh Angkatan Laut Jepang.[32] Pada bulan Juni 1945, Ratulangi mendirikan sebuah organisasi bernama Sumber Darah Rakyat (SUDARA). Ia menggunakan organisasi ini untuk membangkitkan sentimen nasionalis di Sulawesi dalam mengantisipasi kemungkinan kemerdekaan dalam waktu dekat.[33]

Setelah Kemerdekaan[sunting | sunting sumber]

Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia[sunting | sunting sumber]

Pada awal Agustus 1945, Ratulangi diangkat sebagai salah satu anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mewakili Sulawesi.[34] Pada saat Soekarno memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia, Ratulangi hadir dalam upacara tersebut karena Ratulangi baru saja tiba di Batavia bersama para anggota PPKI lainnya dari wilayah timur untuk mengikuti rapat PPKI.[35] Rapat PPKI yang diadakan pada hari berikutnya menghasilkan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia dan pengangkatan secara aklamasi Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Rapat-rapat itu juga membagi Indonesia ke dalam wilayah-wilayah administratif di mana Ratulangi diangkat menjadi Gubernur Sulawesi.[36]

Gubernur Sulawesi[sunting | sunting sumber]

Setelah kembali ke Makassar dan secara resmi mengumumkan proklamasi kemerdekaan, Ratulangi dihadapkan pada situasi yang sangat sulit. Jepang pada awalnya belum siap menyerahkan senjata mereka.[37] Pasukan Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal Australia Ivan Dougherty tiba pada bulan September 1945. Dougherty ditunjuk sebagai Gubernur Militer oleh pimpinan Sekutu. Kedatangannya mengikutsertakan unsur-unsur pemerintah sipil Hindia Belanda (NICA) dan KNIL yang siap untuk mengambil alih daerah Hindia Belanda seperti sebelum perang. Dengan masuknya semua orang-orang asing tersebut, pemuda daerah di Sulawesi bersiap untuk berjuang dengan segala cara untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia.[38] Bersamaan dengan ini, Ratulangi menerima dukungan dari raja-raja adat termasuk dari Kesultanan Bone dan Kedatuan Luwu yang menyatakan dukungan kepada Republik yang baru didirikan.[39]

Ratulangi mampu mengadakan negosiasi dengan pihak-pihak terkait dalam upaya menjaga perdamaian, tetapi keadaan damai hanya bertahan selama dua bulan. Ia mampu membentuk pemerintah daerah yang beroperasi selama sembilan bulan. Pada 5 April 1946, Ratulangi dan beberapa stafnya diambil dari rumah mereka dan ditahan oleh polisi militer Belanda. Mereka dipenjara selama tiga bulan kemudian diasingkan ke Pulau Serui di Kepulauan Yapen di Papua Barat.[40]

Pengasingan di Serui[sunting | sunting sumber]

Ratulangi (kedua kiri bawah) bersama pemimpin-pemimpin di Sulawesi yang diasingkan oleh Belanda ke Serui

Ratulangi diasingkan ke Serui bersama enam stafnya dan keluarga mereka: Josef Latumahina, Lanto Daeng Pasewang, Willem Sumampouw Tanod 'Wim' Pondaag, Suwarno, IP Lumban Tobing, dan Intje Saleh Daeng Tompo.[41] Di Serui, mereka berinteraksi dengan masyarakat setempat dengan mendirikan sekolah lokal dan organisasi sosial untuk membantu para wanita dalam komunitas.[42] Secara politik, Ratulangi terlibat dalam pembentukan Partai Kemerdekaan Irian Indonesia yang dipimpin oleh Silas Papare dengan Ratulangi sebagai penasihat.[43]

Kembali dari pengasingan dan kematian[sunting | sunting sumber]

Ratulangi bersama Soekarno, Fatmawati, dan Hatta (1948)
Jenazah Ratulangi tiba di Manado (1949)

Pada 23 Maret 1948, setelah penandatanganan Perjanjian Renville, Belanda melepaskan Ratulangi dan rekan-rekannya.[40] Mereka dipindahkan ke Surabaya dan kemudian dikawal ke garis demarkasi dekat Mojokerto dan Jombang di mana mereka menuju ke ibu kota republik di Yogyakarta.[44] Mereka disambut dengan hangat oleh masyarakat di Yogyakarta dan sebuah acara penyambutan diadakan oleh Soekarno.[45] Ratulangi ditunjuk sebagai penasihat khusus untuk pemerintah Indonesia dan anggota delegasi Indonesia dalam negosiasi dengan Belanda. Dia juga mengunjungi pasukan di Jawa Timur dan menghadiri konferensi keuangan di Kaliurang.[28] Sekitar waktu ini, ia sudah mulai mengalami masalah dengan kesehatannya.[46]

Pada tanggal 10 November 1948, sebuah manifesto diumumkan oleh Radio Republik Indonesia yang mendesak rakyat Indonesia di bagian timur yang berada di bawah kendali Belanda untuk menjaga persatuan mereka dengan Republik Indonesia agar suatu hari Indonesia secara sepenuhnya akan menjadi merdeka. Manifesto ini disebut Manifes Ratulangie atau Manifes Djokja. Yang ikut menandatangani manifesto ini adalah TST. Diapari, I Gusti Ketut Pudja, Pangeran Muhammad Noor, WST. Pondaag, dan Sukarjo Wiryopranoto.[45] Titik pertama dari manifesto ini berbunyi:

Bahwa perjuangan yang dilakukan oleh Republik Indonesia tidak hanya mengenai kepentingan lahir dan batin bagi bangsa Indonesia, yang tergabung dalam Republik Indonesia, akan tetapi juga meliputi kemerdekaan dan kehormatan bangsa Indonesia seluruhnya, serta pengakuan hak dasar rakyat itu untuk hidup bebas dan merdeka atas bumi, bagian dari dunia ini yang dikaruniakan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa kepada mereka.[47]

Pada waktu Agresi Militer Belanda II, Yogyakarta dikuasai Belanda dan para pemimpin Indonesia termasuk Soekarno dan Hatta ditangkap dan diasingkan ke Bangka. Ratulangi ditangkap oleh Belanda pada tanggal 25 Desember 1948. Dia dipindahkan ke Jakarta pada tanggal 12 Januari 1949 untuk kemudian dipindahkan ke Bangka. Namun, karena masalah kesehatannya, ia diizinkan tinggal di Jakarta sebagai tahanan rumah.[48] Ratulangi meninggal pada tanggal 30 Juni 1949. Ratulangi dimakamkan sementara di Tanah Abang.[49] Pada tanggal 23 Juli 1949, jenazahnya diangkut ke Manado dengan kapal KPM Swartenhondt.[50] Kapal itu sampai di Manado pada tanggal 1 Agustus 1949. Pada hari berikutnya, jenazah Ratulangi dibawah dan dimakamkan di kampung halamannya di Tondano.[49]

Keluarga[sunting | sunting sumber]

Ratulangi, Tambajong, dan dua dari putri mereka

Ratulangi menikah dua kali. Ia menikah dengan Emilie Suzanne Houtman dan memiliki dua anak, Corneille Jose Albert 'Odie' Ratulangi dan Emilia Augustina 'Zus' Ratulangi. Ratulangi dan Houtman bercerai pada tahun 1926. Ratulangi menikah dengan Maria Catharina Josephine 'Tjen' Tambajong pada tahun 1928. Mereka memiliki tiga anak, Milia Maria Matulanda 'Milly' Ratulangi, Everdina Augustina 'Lani' Ratulangi, dan Wularingan Manampira 'Uki' Ratulangi.[51]

Kedua saudara perempuan Ratulangi, Wulan Kayes Rachel Wilhelmina Ratulangi dan Wulan Rachel Wilhelmina Maria Ratulangi, mencapai prestasi tinggi. Wulan Kayes adalah wanita Indonesia pertama yang lulus ujian klein-ambtenaars untuk pekerjaan pemerintah tingkat rendah pada tahun 1898. Nilai ujiannya lebih tinggi daripada laki-laki yang mengikuti ujian yang sama. Wulan Rachel adalah wanita Indonesia pertama yang menerima sertifikat dasar hulpacte untuk pendidikan dasar di Belanda pada tahun 1912.[3]

Penghargaan dan peninggalan[sunting | sunting sumber]

Uang kertas Rp. 20.000 dengan gambar Ratulangi

Pada bulan Agustus 1961, Ratulangi secara anumerta dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia oleh Soekarno.[52] Ia juga menerima secara anumerta Bintang Gerilya pada tahun 1958, Bintang Mahaputra Adipradana pada tahun 1960, dan Bintang Satyalancana pada tahun 1961.[53]

Ratulangi sangat terkenal di Minahasa. Jalan-jalan besar atau utama di semua kota di Minahasa (Bitung, Manado, Tomohon, dan Tondano) diberi nama Jalan Sam Ratulangi. Namanya juga dipakai untuk bandar udara internasional Manado seperti halnya universitas negeri di Manado. Patung-patung tentang Ratulangi terdapat di persimpangan antara Jalan Sam Ratulangi dan Jalan Bethesda di Manado, di kampus Universitas Sam Ratulangi, di samping makam Ratulangi di Tondano, di Jakarta dan Serui, dan bahkan di sebuah taman kota di Davao[54] (Filipina) yang terletak di utara pulau Sulawesi. Pada tahun 2016, Kementerian Keuangan mengeluarkan uang baru seri 2016 di mana pecahan Rp. 20.000 menggambarkan Ratulangi di bagian depan.[55]

Catatan[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Beberapa sumber mengidentifikasikan universitas sebagai Universitas Amsterdam (Universiteit van Amsterdam). Sumber-sumber yang lain mengidentifikasikan universitas sebagai VU University Amsterdam (Vrije Universiteit Amsterdam).
  2. ^ Mr. Abendanon diberi gelar "Sahabat Hindia" oleh orang Indonesia yang mengenalnya.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Masykuri (1985), p. 5.
  2. ^ Straver (2018), p. 296.
  3. ^ a b Schouten (1998), p. 118.
  4. ^ Sondakh (2002), p. 118.
  5. ^ Masykuri (1985), p. 16.
  6. ^ Masykuri (1985), p. 17.
  7. ^ Masykuri (1985), p. 18.
  8. ^ Departemen Sosial (1994), p. 74.
  9. ^ Masykuri (1985), p. 19.
  10. ^ Parengkuan (1982), p. 31.
  11. ^ DKI Jakarta (1978).
  12. ^ Komandoko (2006).
  13. ^ Masykuri (1985), pp. 20, 21.
  14. ^ a b Pondaag (1966), p. 25.
  15. ^ Poeze et al. (2008), p. 100.
  16. ^ Masykuri (1985), p. 27.
  17. ^ Künkler (2017), p. 181.
  18. ^ Masykuri (1985), p. 30.
  19. ^ Masykuri (1985), p. 32.
  20. ^ Leirissa (1997), p. 48.
  21. ^ Elson (2008), p. 66.
  22. ^ Legge (1988), p. 133.
  23. ^ Abeyasekere (1973), p. 84.
  24. ^ Abeyasekere (1973), p. 88.
  25. ^ Masykuri (1985), pp. 37–45.
  26. ^ Taroreh (2012), pp. 10.
  27. ^ Turner (2017), p. 35.
  28. ^ a b Pondaag (1966), p. 135.
  29. ^ Masykuri (1985), pp. 45, 48.
  30. ^ Touwen (2013), p. 194.
  31. ^ Masykuri (1985), p. 76.
  32. ^ Kanahele (1967), p. 112.
  33. ^ Masykuri (1985), p. 79.
  34. ^ Kanahele (1967), p. 219.
  35. ^ Pawiloy (1987), p. 10.
  36. ^ Elson (2008), p. xix.
  37. ^ Masykuri (1985), p. 93.
  38. ^ Pawiloy (1987), p. 86.
  39. ^ Abdullah (2009), p. 153.
  40. ^ a b Agung (1996), p. 51.
  41. ^ Toer et al. (2003), p. 135.
  42. ^ Masykuri (1985), pp. 103, 104.
  43. ^ Lumintang (1997), p. 85.
  44. ^ Andoko et al. (1975), p. 60.
  45. ^ a b Masykuri (1985), p. 105.
  46. ^ Toer et al. (1985), p. 466.
  47. ^ Masykuri (1985), pp. 105, 106.
  48. ^ Masykuri (1985), p. 108.
  49. ^ a b Masykuri (1985), p. 109.
  50. ^ Het Dagblad (23 Juli 1949).
  51. ^ Masykuri (1985), p. 117.
  52. ^ Mirnawati (2012), p. 162.
  53. ^ Suwondo (1978), p. 122.
  54. ^ Basa (17 Agustus 2017)
  55. ^ SetNeg RI (15 September 2016).

Sumber referensi

  • Abdullah, Taufik (2009). Indonesia: Towards Democracy [Indonesia: Menuju Demokrasi] (dalam bahasa Inggris). Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. ISBN 978-981-230-366-0. 
  • Abeyasekere, Susan (April 1973). "The Soetardjo Petition" [Petisi Soetardjo]. Indonesia (dalam bahasa Inggris). 15: 81–107. 
  • Andoko, Ediyami; Asmuni, Suharningsih; Muchri (1975). Asal-usul Nama-nama Kapal Perang TNI-AL: Unsur Strategis. Jakarta: Dinas Sejarah TNI-AL. 
  • DR. GSSJ. Ratulangi dan Yayasan KRIS. Jakarta: Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta. 1978. 
  • Elson, Robert (2008). The Idea of Indonesia: A History [Ide tentang Indonesia: Sebuah Sejarah] (dalam bahasa Inggris). Cambridge: Cambridge Press. ISBN 978-0-521-87648-3. 
  • "Plechtige uitvaart dr. Ratulangi" [Pemakaman Hikmat Dr. Ratulangi] (dalam bahasa Belanda). Het Dagblad: uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia. 23 July 1949. 
  • Ide Anak Agung Gde Agung (1996). From The Formation of the State of East Indonesia Towards the Establishment of the United State of Indonesia [Dari Pembentukan Negara Indonesia Timur Sampai Negara Republik Indonesia Serikat] (dalam bahasa Inggris). Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 
  • Kanahele, George (1967) (dalam bahasa Inggris). The Japanese Occupation of Indonesia: Prelude to Independence (Tesis PhD). Cornell University. 
  • Komandoko, Gamal (2006). Kisah 124 Pahlawan dan Pejuang Nusantara. Yogyakarta: Pustaka Widyatama. ISBN 978-979-661-090-7. 
  • Künkler, Miryam (2017). "Constitutionalism, Islamic Law, and Religious Freedom in Postindependence Indonesia". Dalam Bâli, Aslı; Lerner, Hanna. Constitution Writing, Religion and Democracy [Penulisan Undang-Undang Dasar, Agama dan Demokrasi] (dalam bahasa Inggris). Cambridge: Cambridge University Press. ISBN 978-110-707-051-6. 
  • Legge, John (1988). Intellectuals and Nationalism in Indonesia: A Study of the Following Recruited by Sutan Sjahrir in Occupation Jakarta [Para Intelektual dan Nasionalis di Indonesia: Studi tentang Hal-Hal Berikut yang Direkrut oleh Sutan Sjahrir dalam Pendudukan Jakarta] (dalam bahasa Inggris). Ithaca, N.Y.: Cornell Modern Indonesia Project. ISBN 0-8776-3034-8. 
  • Leirissa, R.Z. (1997). Minahasa di Awal Perang Kemerdekaan Indonesia: Peristiwa Merah-Putih dan Sebab-musababnya. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan and Yayasan Malesung Rondor. ISBN 9-7941-6465-8. 
  • Lumintang, Onnie (1997). Biografi Pahlawan Nasional: Marthin Indey dan Silas Papare. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 
  • Wajah dan Sejarah Perjuangan Pahlawan Nasional. Jakarta: Departemen Sosial Republik Indonesia. 1994. 
  • Masykuri (1985). Dr. GSSJ. Ratulangi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 
  • Mirnawati (2012). Kumpulan Pahlawan Indonesia Terlengkap. Jakarta: Cerdas Interaktif. ISBN 978-979-788-343-0. 
  • Parengkuan, Fendy (1982). A.A. Maramis, SH. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 
  • Pawiloy, Sarita (1987). Sejarah Perjuangan Angkatan 45 di Sulawesi Selatan. Jakarta: Angkatan 45. 
  • Poeze, Harry (2008). Di Negeri Penjajah: Orang Indonesia di Negeri Belanda, 1600-1950. Jakarta: KPG in association with KITLV-Jakarta. 
  • Pondaag, W. S. T. (1966). Pahlawan Kemerdekaan Nasional Mahaputera Dr. G. S. S. J. Ratu Langie: Riwajat Hidup dan Perdjoangannja. Surabaja: Jajasan Penerbitan Dr. G. S. S. J. Ratu Langie. 
  • Schouten, Mieke (1998). Leadership and Social Mobility in a Southeast Asian Society: Minahasa, 1677–1983 [Kepemimpinan dan Mobilitas Sosial dalam sebuah Masyarakat Asia Tenggara: Minahasa, 1677–1983] (dalam bahasa Inggris). Leiden: KITLV Press. ISBN 9-0671-8109-9. 
  • Sondakh, Adolf (2002). Siwu, Richard; Ointoe, Reiner, ed. Manusia Hidup untuk Memanusiakan Manusia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. ISBN 9-7941-6757-6. 
  • Straver, Hans (2018). Vaders en Dochters: Molukse Historie in de Nederlandse Literatuur van de Negentiende Eeuw en haar Weerklank in Indonesië [Ayah dan Anak Perempuan: Sejarah Maluku dalam Sastra Belanda Abad Kesembilan Belas dan Hasilnya di Indonesia] (dalam bahasa Belanda). Leiden: Verloren. ISBN 978-908-704-702-3. 
  • Suwondo, Bambang (1978). Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Sulawesi Utara. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. 
  • Taroreh, Osvald (January 26, 2012). "Pionir Gereja dan Pahlawan Kemerdekaan dari Minahasa: Bernard Wilhelm Lapian". Bejana Advent Indonesia Timur. 
  • Toer, Pramoedya Ananta; Toer, Koesalah Soebagyo; Kamil, Ediati, ed. (2003). Kronologi Revolusi Indonesia. 4. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. ISBN 9-7990-2388-2. 
  • Touwen-Bouwsma, Elly (2013). "Indonesian Nationalists and the Japanese". Dalam SarDesai, D.R. Southeast Asian History: Essential Readings [Sejarah Asia Tenggara: Bacaan Penting] (dalam bahasa Inggris). Boulder, Colorado: Westview Press. 
  • Turner, Barry (2017). A.H. Nasution and Indonesia's Elites: "People's Resistance" in the War of Independence and Postwar Politics [A.H. Nasution dan Kaum Elit Indonesia: "Pertahanan Rakyat" dalam Perang Kemerdekaan dan Politik Pascaperang] (dalam bahasa Inggris). Lanham, Maryland: Lexington Books. ISBN 978-149-856-011-5. 
Jabatan politik
Jabatan baru Gubernur Sulawesi
1945–1949
Diteruskan oleh:
Bernard Wilhelm Lapian