Deklarasi Balfour: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Baris 126: Baris 126:
Tak lama sesudah pulang dari Petrograd, Mark Sykes memberi arahan kepada Herbert Samuel, yang kemudian memberi arahan kepada Moses Gaster, Chaim Weizmann, dan Nahum Sokolow dalam sebuah pertemuan. Catatan tertanggal 16 April dalam buku harian Moses Gaster berisi uraian sebagai berikut: "Kami ditawari wilayah kondominium Prancis-Inggris di Palest[ina]. Penguasanya berbangsa Arab demi menjaga perasaan orang Arab, tetapi di dalam undang-undang dasarnya termaktub sebuah piagam untuk kaum Sionis yang mendapuk Inggris sebagai penjamin dan pihak akan mendukung kami setiap kali timbul pergesekan... Tawaran ini pada praktiknya merupakan realisasi paripurna dari program Sionis kami. Meskipun demikian, kami bersiteguh meminta piagam yang bersifat nasional, kebebasan berimigrasi, serta otonomi dalam negeri, dan pada saat yang sama juga hak-hak kewarganegaraan penuh bagi [tidak terbaca] dan orang-orang Yahudi di Palestina."{{sfn|Friedman|1973|p =119-120}} Mark Sykes sendiri menganggap butir-butir kesepakatan dalam Perjanjian Sykes-Picot sudah basi, bahkan sebelum ditandatangani. Dalam sepucuk surat pribadi yang ia tulis pada bulan Maret 1916, Mark Sykes mengungkapkan hasil penalarannya bahwa "kaum Sionislah yang kini menjadi kunci situasi".{{efn|group=lower-roman|Sekembalinya dari Petrograd, sesudah menerima teguran resmi, Sykes menyurati Sir Arthur Nicholson katanya, "dari isi telegram anda, saya khawatir sudah menyusahkan anda sehubungan dengan Picot & Palestina. Namun percayalah, belum ada kerugian apa-apa, P sedang senang-senangnya menikmati puri barunya di Armenia, dan S[azonow] kelihatannya gembira dapat lepas dari keharusan untuk menangani orang Armenia dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang sanggup ia tolong. Menurut hemat saya, kaum Sionislah yang kini menjadi kunci situasi-masalahnya adalah bagaimana caranya agar mereka dapat merasa puas?...." Isi surat selengkapnya dapat dibaca di <ref>{{cite journal|title=Sir Mark Sykes and Palestine 1915-16|last=Kedourie|first=Elie |year=1970|journal=Middle Eastern Studies|volume=6|issue=3|pages=340–345|ref=harv|jstor=4282341|doi=10.1080/00263207008700157}}</ref>}}{{sfn|Dockrill|Lowe|2001|pp=228–229}} Baik Prancis maupun Rusia ternyata tidak menyukai isi draf pernyataan jaminan, dan Lucien Wolf akhirnya diberi tahu pada tanggal 4 Juli bahwa "sekarang bukanlah saat yang tepat untuk mengeluarkan pernyataan apapun." {{sfn|Lieshout|2016|p=189}}
Tak lama sesudah pulang dari Petrograd, Mark Sykes memberi arahan kepada Herbert Samuel, yang kemudian memberi arahan kepada Moses Gaster, Chaim Weizmann, dan Nahum Sokolow dalam sebuah pertemuan. Catatan tertanggal 16 April dalam buku harian Moses Gaster berisi uraian sebagai berikut: "Kami ditawari wilayah kondominium Prancis-Inggris di Palest[ina]. Penguasanya berbangsa Arab demi menjaga perasaan orang Arab, tetapi di dalam undang-undang dasarnya termaktub sebuah piagam untuk kaum Sionis yang mendapuk Inggris sebagai penjamin dan pihak akan mendukung kami setiap kali timbul pergesekan... Tawaran ini pada praktiknya merupakan realisasi paripurna dari program Sionis kami. Meskipun demikian, kami bersiteguh meminta piagam yang bersifat nasional, kebebasan berimigrasi, serta otonomi dalam negeri, dan pada saat yang sama juga hak-hak kewarganegaraan penuh bagi [tidak terbaca] dan orang-orang Yahudi di Palestina."{{sfn|Friedman|1973|p =119-120}} Mark Sykes sendiri menganggap butir-butir kesepakatan dalam Perjanjian Sykes-Picot sudah basi, bahkan sebelum ditandatangani. Dalam sepucuk surat pribadi yang ia tulis pada bulan Maret 1916, Mark Sykes mengungkapkan hasil penalarannya bahwa "kaum Sionislah yang kini menjadi kunci situasi".{{efn|group=lower-roman|Sekembalinya dari Petrograd, sesudah menerima teguran resmi, Sykes menyurati Sir Arthur Nicholson katanya, "dari isi telegram anda, saya khawatir sudah menyusahkan anda sehubungan dengan Picot & Palestina. Namun percayalah, belum ada kerugian apa-apa, P sedang senang-senangnya menikmati puri barunya di Armenia, dan S[azonow] kelihatannya gembira dapat lepas dari keharusan untuk menangani orang Armenia dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang sanggup ia tolong. Menurut hemat saya, kaum Sionislah yang kini menjadi kunci situasi-masalahnya adalah bagaimana caranya agar mereka dapat merasa puas?...." Isi surat selengkapnya dapat dibaca di <ref>{{cite journal|title=Sir Mark Sykes and Palestine 1915-16|last=Kedourie|first=Elie |year=1970|journal=Middle Eastern Studies|volume=6|issue=3|pages=340–345|ref=harv|jstor=4282341|doi=10.1080/00263207008700157}}</ref>}}{{sfn|Dockrill|Lowe|2001|pp=228–229}} Baik Prancis maupun Rusia ternyata tidak menyukai isi draf pernyataan jaminan, dan Lucien Wolf akhirnya diberi tahu pada tanggal 4 Juli bahwa "sekarang bukanlah saat yang tepat untuk mengeluarkan pernyataan apapun." {{sfn|Lieshout|2016|p=189}}


Ikhtiar-ikhtiar semasa Perang Dunia I ini, termasuk Deklarasi Balfour, kerap bersama-sama dijadikan bahan pertimbangan oleh para sejarawan karena adanya potensi ketidakselarasan, baik yang nyata maupun dalam bayangan semata, antara satu ikhtiar dengan ikhtiar lain, khususnya terkait rencana penanganan Palestina.{{sfn|Shlaim|2005|pp=251–270}} Meminjam kata-kata Profesor [[Albert Hourani]], pendiri Pusat Kajian Timur Tengah di [[St Antony's College, Oxford]], "perdebatan seputar tafsir kesepakatan-kesepakatan ini adalah perdebatan yang tidak bakal berkesudahan, karena kesepakatan-kesepakatan ini memang sengaja disusun sedemikian rupa sehingga dapat memunculkan lebih dari satu macam tafsir."{{sfn|Hourani|1981|p=211}}
Ikhtiar-ikhtiar semasa Perang Dunia I ini, termasuk Deklarasi Balfour, kerap secara bersamaan dijadikan bahan pertimbangan oleh para sejarawan karena adanya potensi ketidakselarasan, baik yang nyata maupun dalam bayangan semata, antara satu ikhtiar dengan ikhtiar lain, khususnya terkait rencana penanganan Palestina.{{sfn|Shlaim|2005|pp=251–270}} Meminjam kata-kata Profesor [[Albert Hourani]], pendiri Pusat Kajian Timur Tengah di [[St Antony's College, Oxford]], "perdebatan seputar tafsir kesepakatan-kesepakatan ini adalah perdebatan yang tidak bakal berkesudahan, karena kesepakatan-kesepakatan ini memang sengaja disusun sedemikian rupa sehingga dapat memunculkan lebih dari satu macam tafsir."{{sfn|Hourani|1981|p=211}}


==== 1916–1917: Perubahan di lingkungan pemerintahan Inggris Raya ====
==== 1916–1917: Perubahan di lingkungan pemerintahan Inggris Raya ====

Revisi per 11 Maret 2020 07.42

Deklarasi Balfour
Deklarasi Balfour tercantum dalam surat Arthur Balfour kepada Walter Rothschild
Dibuat02 November 1917 (1917-11-02)
LokasiBritish Library
PenulisWalter Rothschild, Arthur Balfour, Leo Amery, Alfred Milner
PenandatanganArthur Balfour
TujuanMenegaskan dukungan pemerintah Inggris Raya terhadap penciptaan "kediaman nasional" di Palestina bagi orang Yahudi dengan dua syarat.

Deklarasi Balfour adalah pernyataan terbuka dari pemerintah Inggris Raya yang dikeluarkan semasa Perang Dunia I untuk menegaskan dukungannya terhadap penciptaan "kediaman nasional" di Palestina bagi orang Yahudi, manakala Palestina masih menjadi bagian dari wilayah kedaulatan Kekaisaran Turki Osmanli, dan masyarakat Yahudi masih tergolong kaum minoritas di Palestina. Isi Deklarasi Balfour adalah sebagai berikut:

Pemerintahan Sri Baginda memandang baik penciptaan kediaman nasional di Palestina bagi orang Yahudi, dan akan berusaha sekuat tenaga untuk memudahkan terlaksananya maksud ini, dengan keinsafan bahwa tak satu pun langkah pelaksanaannya akan mencederai hak-hak sipil dan keagamaan komunitas-komunitas non-Yahudi di Palestina, maupun hak-hak dan status politik yang dinikmati orang Yahudi di negeri-negeri lain.

Deklarasi Balfour tercantum dalam sepucuk surat tertanggal 2 November 1917 dari Menteri Luar Negeri Inggris Raya Arthur Balfour kepada Walter Rothschild, tokoh pimpinan komunitas Yahudi Inggris Raya, untuk diberitahukan kepada Federasi Sionis Britania Raya dan Irlandia. Isi Deklarasi Balfour disiarkan lewat media massa pada tanggal 9 November 1917.

Segera sesudah memaklumkan perang terhadap Kekaisaran Turki Osmanli pada bulan November 1914, kabinet perang Inggris Raya mulai memikirkan masa depan Palestina. Dalam tempo dua bulan, Herbert Samuel, anasir Sionis dalam kabinet Inggris Raya, mengedarkan sebuah memorandum di kabinet, berisi usulan untuk mendukung cita-cita kaum Sionis demi mendapatkan dukungan orang Yahudi bagi kepentingan perjuangan Inggris Raya dalam Perang Dunia I. Pada bulan April 1915, Perdana Menteri Inggris Raya Herbert Henry Asquith membentuk panitia khusus untuk merumuskan kebijakan pemerintah Inggris Raya terkait Kekaisaran Turki Osmanli, termasuk Palestina. Herbert Henry Asquith, yang menghendaki agar Kekaisaran Turki Osmanli direformasi seusai perang, meletakkan jabatan pada bulan Desember 1916. Penggantinya, David Lloyd George, justru menghendaki agar Kekaisaran Turki Osmanli dipecah-belah. Negosiasi-negosiasi tahap awal antara pemerintah Inggris Raya dan kaum Sionis berlangsung dalam sebuah konferensi yang dihadiri Sir Mark Sykes dan tokoh-tokoh pimpinan Sionis pada tanggal 7 Februari 1917. Menindaklanjuti diskusi-diskusi susulan selepas konferensi, pada tanggal 19 Juni, Arthur Balfour meminta Walter Rothschild dan Chaim Weizmann untuk mengajukan suatu rancangan deklarasi dukungan. Rancangan-rancangan deklarasi yang diajukan selanjutnya dibahas dalam rapat kabinet dengan mempertimbangkan masukan-masukan dari kubu Yahudi Sionis maupun kubu Yahudi anti-Sionis, tetapi tidak melibatkan wakil-wakil masyarakat Palestina.

Mendekati akhir tahun 1917, menjelang pencanangan Deklarasi Balfour, Perang Dunia I telah sampai ke tahap buntu. Amerika Serikat dan Rusia, dua negara sekutu Inggris, tidak sepenuhnya melibatkan diri. Amerika Serikat belum ditimpa kerugian akibat perang, sementara Rusia tengah diguncang kudeta kaum Bolsyewik. Situasi buntu di kawasan selatan Palestina dipecahkan oleh Pertempuran Bersyeba pada tanggal 31 Oktober 1917. Pada tanggal yang sama, rapat kabinet pemerintahan Inggris Raya memutuskan untuk merilis rumusan akhir deklarasi dukungan. Rapat-rapat kabinet yang digelar sebelumnya telah mengkaji manfaat-manfaat propaganda yang bakal diperoleh dari komunitas Yahudi sedunia bagi perjuangan Blok Sekutu.

Kalimat pembuka Deklarasi Balfour merupakan ungkapan dukungan terbuka pertama dari sebuah kekuatan politik utama dunia kepada gerakan Sionisme. Istilah "kediaman nasional" (bahasa Inggris: national home) belum pernah muncul di ranah hukum internasional, dan sengaja diciptakan agar bermakna kabur sehingga tidak dapat dipastikan bahwa yang dimaksud dengan istilah ini adalah sebuah negara Yahudi. Tapal batas wilayah yang disebut "Palestina" tidak ditetapkan. Kemudian hari pemerintah Inggris Raya menegaskan bahwa frasa "di Palestina" berarti kediaman nasional orang Yahudi tidak bakal mencakup seantero wilayah Palestina. Bagian kedua dari isi Deklarasi Balfour sengaja ditambahkan untuk menenangkan para penentang kebijakan ini, yakni pihak-pihak yang khawatir kebijakan ini malah akan berdampak buruk terhadap posisi populasi lokal Palestina, dan akan mengobarkan sentimen antisemit di seluruh dunia karena "menyifatkan orang Yahudi sebagai kaum pendatang di tanah leluhur mereka". Deklarasi Balfour mengamanatkan perlindungan hak-hak sipil dan keagamaan orang Arab Palestina, yang merupakan warga mayoritas di Palestina, maupun hak-hak dan status politik komunitas-komunitas Yahudi di luar Palestina. Pada tahun 1939, pemerintah Inggris Raya mengakui bahwa pandangan-pandangan populasi lokal semestinya turut pula dijadikan bahan pertimbangan, dan pada tahun 2017, pemerintah Inggris Raya mengakui bahwa Deklarasi Balfour semestinya mengamanatkan pula perlindungan hak-hak politik orang Arab Palestina.

Deklarasi Balfour memunculkan berbagai konsekuensi jangka panjang. Deklarasi ini membuat dukungan terhadap gerakan Sionisme mengalami peningkatan pesat di kalangan komunitas Yahudi sedunia, dan menjadi komponen pokok dalam penyusunan Memorandum Penyerahan Mandat atas Palestina kepada Inggris Raya, yakni dokumen yang mendasari pembentukan Wilayah Mandat Palestina, cikal bakal dari wilayah Israel dan Palestina sekarang ini. Oleh karena itu, Deklarasi Balfour dianggap sebagai sebab utama berlarut-larutnya konflik Israel–Palestina, yang kerap disebut sebagai konflik paling alot di muka bumi. Beberapa hal terkait deklarasi ini masih menjadi kontroversi, misalnya soal bertentangan tidaknya deklarasi ini dengan janji-janji awal pemerintah Inggris Raya kepada Syarif Mekah yang disampaikan melalui surat-menyurat antara Henry McMahon dan Husain bin Ali Alhasyimi.

Latar belakang

Dukungan dini dari pemerintah Inggris Raya

"Memorandum kepada para kepala monarki Protestan di Eropa perihal pemulangan orang Yahudi ke Palestina" dari Lord Shaftesbury, sebagaimana yang termuat dalam surat kabar Colonial Times pada tahun 1841

Dukungan politik dini dari pemerintah Inggris Raya terhadap pertambahan jumlah pemukim Yahudi di tanah Palestina didasarkan atas kalkulasi-kalkulasi geopolitik.[1][i] Dukungan tersebut mula-mula muncul pada awal era 1840-an,[3] dipelopori oleh Lord Palmerston, sesudah Suriah dan Palestina diserobot Muhammad Ali Pasya, Wali Negeri Mesir yang mendurhaka terhadap Kekaisaran Turki Osmanli.[4][5] Prancis kian meluaskan pengaruhnya di Palestina maupun negeri-negeri lain di Timur Tengah, dan perannya selaku pelindung komunitas-komunitas Kristen Katolik mulai menguat, sementara Rusia sudah disegani sebagai pelindung komunitas-komunitas Kristen Ortodoks Timur di kawasan yang sama. Situasi seperti ini membuat Inggris Raya tidak punya ruang lingkup pengaruh di Timur Tengah,[4] dan oleh karena itu perlu menemukan atau menciptakan suatu kaum yang dapat mereka "ayomi" di kawasan itu.[6] Pertimbangan-pertimbangan politik tersebut didukung oleh sentimen Kristen Injili yang bersimpati terhadap "kepulangan orang Yahudi" ke Palestina, yakni sentimen yang diusung anasir-anasir kalangan elit politik Inggris Raya pada pertengahan abad ke-19, teristimewa Lord Shaftesbury.[ii] Kementerian Luar Negeri Inggris Raya secara aktif mendorong orang Yahudi untuk beremigrasi ke Palestina, misalnya melalui imbauan-imbauan Charles Henry Churchill, yang disampaikan lewat surat dalam rentang waktu 1841-1842, kepada Moses Montefiore, pemimpin komunitas Yahudi Inggris Raya.[8][a]

Ikhtiar-ikhtiar semacam ini bersifat pradini,[8] dan tidak membuahkan hasil.[iii] Hanya 24.000 orang Yahudi yang bermukim di Palestina menjelang kemunculan Sionisme di kalangan komunitas Yahudi sedunia pada dua dasawarsa terakhir abad ke-19.[10] Perubahan mendadak geopolitik akibat meletusnya Perang Dunia I membuat kalkulasi-kalkulasi awal, yang sempat ditinggal terbengkalai, menjadi titik tolak pembaharuan taksiran-taksiran stategis maupun tawar-menawar politik atas kawasan Timur Tengah dan Timur Jauh.[5]

Sionisme purwa

Gerakan Sionisme muncul menjelang akhir abad ke-19 sebagai reaksi terhadap gerakan-gerakan antisemit dan nasionalis eksklusioner di Eropa.[11][iv][v] Nasionalisme romantis di Eropa Tengah dan Eropa Timur turut membantu kelahiran Haskalah, atau gerakan "Pencerahan Yahudi", yang menimbulkan perpecahan di dalam komunitas Yahudi, yakni perpecahan antara golongan yang menganggap Yahudi sebagai agama mereka dan golongan yang menganggap Yahudi sebagai suku-bangsa atau bangsa mereka.[11][12] Pogrom-pogrom anti-Yahudi yang terjadi dalam rentang waktu 1881–1884 di Kekaisaran Rusia mendorong penguatan identitas golongan yang kedua. Dari golongan ini muncul organisasi-organisasi perintis yang disebut Hobebei Tsion (Pencinta Sion), risalah Swa-Emansipasi yang ditulis oleh Leon Pinsker, dan gelombang pertama imigrasi besar-besaran orang Yahudi ke Palestina yang secara retrospektif diberi nama "Aliyah Pertama".[14][15][12]

"Program Basel" disetujui dalam Kongres Sionis yang pertama pada tahun 1897. Kalimat pertamanya berbunyi, "Sionisme berusaha menciptakan tempat tinggal (Heimstätte) bagi bangsa Yahudi di Palestina di bawah naungan hukum publik."

Pada tahun 1896, Theodor Herzl, wartawan Yahudi warga Austria-Hongaria, menerbitkan risalah yang menjadi landasan Sionisme politik, yakni Der Judenstaat ("Negara Yahudi" atau "Negara Orang Yahudi"). Dalam risalah ini, ia mengemukakan bahwa satu-satunya solusi bagi "masalah Yahudi" di Eropa, termasuk antisemitisme yang kian marak, adalah menciptakan sebuah negara bagi orang Yahudi.[16][17] Setahun kemudian, Theodor Herzl mendirikan Organisasi Sionis. Pada penyelenggaraan kongres pertamanya, Organisasi Sionis mengamanatkan pembentukan "kediaman bagi bangsa Yahudi di Palestina di bawah naungan hukum publik". Usulan langkah-langkah pelaksanaan amanat ini mencakup tindakan mempromosikan pemukiman orang Yahudi di Palestina, mengorganisasikan orang Yahudi di diaspora, mempertebal perasaan dan keinsyafan sebagai orang Yahudi, serta berancang-ancang untuk mendapatkan izin-izin yang diperlukan dari pemerintah.[17] Theodor Herzl wafat pada tahun 1904, 44 tahun sebelum lahirnya Negara Israel, negara Yahudi yang ia gagas. Sampai akhir hayatnya, ia tak kunjung mendapatkan kekuasaan politik yang diperlukan untuk menjalankan rencana-rencananya.[10]

Chaim Weizmann, pemimpin kaum Sionis yang kelak menjadi Presiden Organisasi Sionis Sedunia dan Presiden Israel yang pertama, hijrah dari Swiss ke ke Inggris Raya pada tahun 1904. Ia berjumpa dengan Arthur Balfour dalam suatu pertemuan yang diatur oleh Charles Dreyfus, wakil konstituen Yahudi dalam tim kampanye Arthur Balfour. Pertemuan ini berlangsung sesudah Arthur Balfour meletakkan jabatan perdana menteri dan baru saja mulai berkampanye dalam rangka menghadapi Pemilihan Umum Inggris Raya tahun 1906.[18][vi] Sebelum itu pada tahun yang sama, Arthur Balfour berhasil memperjuangkan rancangan Undang-Undang Warga Asing dalam sidang parlemen dengan pidato-pidatonya yang berapi-api tentang perlunya membendung gelombang imigrasi pengungsi Yahudi dari Kekaisaran Rusia ke Inggris Raya.[20][21] Dalam pertemuan ini, ia menanyakan alasan keberatan Chaim Weizmann terhadap Rancangan Uganda tahun 1903 yang justru didukung oleh Theodor Herzl, yakni rencana penyerahan sebagian dari wilayah protektorat Inggris Raya di Afrika Timur untuk dijadikan wilayah otonom orang Yahudi. Rancangan Uganda ditawarkan kepada Theodor Herzl oleh Joseph Chamberlain, Menteri Urusan Tanah Jajahan dalam kabinet Arthur Balfour, selepas berkunjung ke Afrika Timur pada tahun 1903.[vii] Menyusul kematian Theodor Herzl, rancangan ini ditolak lewat pemungutan suara dalam Kongres Sionis yang ketujuh pada tahun 1905,[viii] sesudah dua tahun menjadi pokok perdebatan sengit di dalam Organisasi Sionis.[24] Chaim Weizmann menjawab pertanyaan Arthur Balfour dengan mengemukakan keyakinannya bahwa kecintaan orang Yahudi terhadap Yerusalem sebanding dengan kecintaan orang Inggris terhadap kota London.[b]

Pada bulan Januari 1914, Chaim Weizmann berjumpa dengan Baron Edmond de Rothschild, anggota keluarga besar Rothschild cabang Prancis dan salah seorang penganjur utama gerakan Sionisme,[26] untuk membicarakan proyek pembangunan Universitas Ibrani di Yerusalem.[26] Kendati bukan bagian dari Organisasi Sionis Sedunia, Baron Edmond de Rothschild telah berjasa mendanai pembentukan koloni-koloni tani Yahudi Aliyah Pertama dan mengalihkannya kepada Asosiasi Kolonisasi Yahudi pada tahun 1899.[27] Tidak percuma Chaim Weizmann berkenalan dengan Baron Edmond de Rothschild karena beberapa bulan kemudian, putra sang baron, James de Rothschild, minta dipertemukan dengan Chaim Weizmann pada tanggal 25 November 1914. James de Rothschild berharap Chaim Weizmann bersedia membantunya memengaruhi orang-orang di lingkungan pemerintahan Inggris Raya yang ia anggap dapat menerima rencana pendirian "Negara Yahudi" di Palestina.[c][29] Melalui istri James de Rothschild, Dorothy de Rothschild, Chaim Weizmann berkenalan dengan Rózsika Rothschild, yang kemudian mengenalkannya kepada keluarga besar Rothschild cabang Inggris, teristimewa suaminya, Charles Rothschild, dan abang iparnya, Walter Rothschild, seorang ahli zoologi dan mantan anggota parlemen Inggris Raya.[30] Nathan Rothschild, Baron Rothschild yang pertama, kepala keluarga besar Rothschild cabang Inggris, menjaga jarak aman dengan Sionisme, tetapi ia wafat pada bulan Maret 1915, dan gelar kebangsawanannya diwarisi oleh Walter Rothschild.[30][31]

Sebelum pencanangan Deklarasi Balfour, sekitar 8.000 dari 300.000 warga Yahudi Inggris Raya adalah anggota organisasi kaum Sionis.[32][33] Di peringkat global, per 1913 (tahun data termutakhir prapencanangan Deklarasi Balfour), kira-kira 1% dari jumlah orang Yahudi sedunia adalah anggota organisasi kaum Sionis.[34]

Palestina di bawah pemerintah Turki Osmanli

Daerah sejajar Sungai Yordan yang disebut "Tanah Palestina" (Arab: ارض فلسطين, Arḍ Filasṭīn) di dalam peta keluaran tahun 1732, karya Kâtip Çelebi (1609–1657), ahli geografi Turki Osmanli.[35]

Terhitung sampai tahun 1916, sudah empat abad lamanya Palestina menjadi bagian dari Kekaisaran Turki Osmanli atau Kesultanan Utsmaniyah.[36] Nyaris sepanjang kurun waktu empat abad ini, orang Yahudi menjadi kaum minoritas di Palestina, yakni sekitar 3% saja dari keseluruhan populasi. Umat Islam merupakan bagian terbesar dari populasi Palestina, disusul oleh umat Kristen.[37][38][39][ix]

Pemerintah Turki Osmanli di Istambul mulai memberlakukan pembatasan-pembatasan terhadap imigrasi orang Yahudi ke Palestina menjelang akhir tahun 1882 setelah menyaksikan Aliyah Pertama yang berawal pada permulaan tahun itu.[41] Meskipun imigrasi orang Yahudi sedikit banyak menimbulkan ketegangan dengan populasi lokal Palestina, terutama dengan golongan saudagar dan pemuka masyarakat, pada tahun 1901, Gerbang Agung (pemerintah pusat Turki Osmanli) memberi orang Yahudi hak yang sama dengan orang Arab untuk membeli tanah di Palestina, dan persentase orang Yahudi dari jumlah populasi Palestina pun meningkat menjadi 7% pada tahun 1914.[42] Pada waktu yang sama, seiring kian meningkatnya rasa tidak percaya terhadap Aliyah Kedua dan Kaum Muda Turki, yakni kaum nasionalis Turki yang telah berhasil menguasai pemerintahan Turki Osmanli pada tahun 1908, gerakan nasionalisme Arab serta nasionalisme Palestina pun semakin bertumbuh, dan semangat anti-Sionisme menjadi unsur pemersatu di Palestina.[42][43] Para sejarawan tidak tahu apakah kekuatan-kekuatan penggerak ini pada akhirnya akan tetap menimbulkan konflik andaikata Deklarasi Balfour tidak pernah ada.[x]

Perang Dunia I

1914–1916: Diskusi-diskusi pendahuluan antara pemerintah Inggris Raya dan kaum Sionis

Pada bulan Juli 1914, meletus perang di Eropa antara kubu Entente Tiga (Inggris Raya, Prancis, Rusia) dan kubu Kekaisaran Sentral (Jerman, Austria-Hongaria, Turki Osmanli).[45]

Kabinet pemerintahan Inggris Raya pertama kali membahas Palestina dalam rapat tanggal 9 November 1914, empat hari sesudah Inggris Raya memaklumkan perang terhadap Kekaisaran Turki Osmanli. Wilayah Kekaisaran Turki Osmanli ketika itu mencakup pula Mutasarifat Yerusalem, yakni daerah yang kerap disebut Palestina.[46] Dalam rapat tersebut, Menteri Keuangan Inggris Raya David Lloyd George "mengungkit perihal akhir takdir Palestina".[47] David Lloyd George adalah pemilik firma hukum Lloyd George, Roberts and Co, yang sudah sejak satu dasawarsa sebelumnya menjalin hubungan kerja sama dengan Federasi Sionis Britania Raya dan Irlandia dalam penyusunan Rancangan Uganda.[48] David Lloyd George menjadi Perdana Menteri Inggris Raya pada waktu pencanangan Deklarasi Balfour, dan menjadi pejabat yang bertanggung jawab atas terbitnya deklarasi tersebut.[49]

Masa Depan Palestina, memorandum kabinet dari Herbert Samuel, sebagaimana tercantum dalam risalah rapat kabinet pemerintahan Inggris Raya (CAB 37/123/43), per 21 Januari 1915

Usaha-usaha politik Chaim Weizmann mengalami kemajuan pesat.[d] Pada tanggal 10 Desember 1914, ia berjumpa dengan Herbert Samuel, anggota kabinet pemerintahan Inggris Raya dan seorang Yahudi sekuler yang sudah mempelajari Sionisme.[51] Herbert Samuel merasa tuntutan-tuntutan Chaim Weizmann terlampau bersahaja.[e] Selang dua hari kemudian, Chaim Weizmann sekali lagi bertatap muka dengan Arthur Balfour setelah terakhir kali bertemu pada tahun 1905. Arthur Balfour sudah berada di luar lingkungan pemerintahan semenjak kekalahannya dalam pemilihan umum tahun 1906, tetapi masih menjadi anggota senior Partai Konservatif yang kala itu menjadi Kubu Oposisi Resmi.[f]

Sebulan kemudian, Herbert Samuel mengedarkan sebuah memorandum bertajuk Masa Depan Palestina kepada kolega-koleganya di kabinet. Memorandum ini berisi pernyataan yang berbunyi: "Saya yakin bahwa solusi bagi masalah Palestina yang sangat dapat diterima oleh para pemimpin dan pendukung gerakan Sionisme di seluruh dunia adalah aneksasi Palestina oleh Kekaisaran Inggris Raya".[54] Herbert Samuel membahas isi selembar salinan dari memorandumnya ini dengan Nathan Rothschild pada bulan Februari 1915, sebulan sebelum Nathan Rothschild wafat.[31] Memorandum ini merupakan dokumen resmi pertama yang memuat pengajuan permintaan dukungan bagi orang Yahudi sebagai salah satu prasyarat perang.[55]

Sejumlah diskusi lebih lanjut menyusul kemudian, termasuk pertemuan-pertemuan pendahuluan dalam kurun waktu 1915–1916 antara Lloyd George, yang diangkat menjadi menteri urusan kelengkapan perang pada bulan Mei 1915,[56] dan Chaim Weizmann, yang diangkat menjadi penasihat ilmiah untuk kementerian tersebut pada bulan September 1915.[57][56] Tujuh belas tahun kemudian, dalam Kenang-Kenangan Perang yang ditulisnya, Lloyd George menyebut pertemuan-pertemuan tersebut sebagai "sumber dan cikal bakal" Deklarasi Balfour. Pernyataan Lloyd George ini telah dibantah para sejarawan.[g]

1915–1916: Komitmen-komitmen awal Inggris Raya terkait Palestina

Penggalan dokumen kabinet pemerintahan Inggris Raya nomor CAB 24/68/86 (bulan November 1918) dan Buku Putih Churchill (bulan Juni 1922)
Peta dari dokumen Kementerian Luar Negeri Inggris Raya nomor FO 371/4368 (bulan November 1918) menampilkan Palestina di dalam wilayah "Arab"[64]
Dokumen kabinet menyatakan bahwa Palestina tercakup dalam wilayah yang dijanjikan Henry McMahon kepada bangsa Arab, sementara Buku Putih Churchill menyatakan bahwa Palestina "senantiasa dianggap" tidak tercakup di dalamnya.[62][xi]

Palestina dalam peta Perjanjian Sykes–Picot di bawah "administrasi internasional", dengan Teluk Haifa, Akko, dan kota Haifa sebagai daerah kantong Inggris Raya, dan tidak mencakup kawasan yang terbentang mulai dari sebelah selatan kota Hebron[h]

Menjelang akhir tahun 1915, Komisaris Tinggi Inggris Raya untuk Mesir, Henry McMahon, bersurat-suratan sebanyak sepuluh kali dengan Syarif Mekah, Husain bin Ali Alhasyimi. Melalui surat-suratnya Henry McMahon berjanji kepada Husain bin Ali Alhasyimi untuk mengakui kemerdekaan bangsa Arab "di dalam wilayah dengan tapal-tapal batas yang diusulkan Syarif Mekah" sebagai imbalan atas kesediaan Husain bin Ali Alhasyimi untuk mengobarkan pemberontakan melawan Kekaisaran Turki Osmanli. Kawasan yang dikecualikan dari wilayah yang dijanjikan tersebut adalah "sebagian wilayah Suriah" yang terletak di sebelah barat "Distrik Damsyik, Distrik Hums, Distrik Hamah, dan Distrik Halab".[67][i] Selama beberapa dasawarsa pasca-Perang Dunia I, ruang lingkup kawasan pesisir yang dikecualikan ini menjadi pokok perdebatan sengit[69] karena Palestina terletak di sebelah barat daya Damsyik dan tidak disebutkan secara gamblang.[67]

Bangsa Arab bangkit memberontak melawan Kekaisaran Turki Osmanli pada tanggal 5 Juni 1916,[70] dengan berpegang pada mufakat quid pro quo yang dicapai lewat hubungan surat-menyurat antara Henry McMahon dan Husain bin Ali Alhasyimi.[71] Meskipun demikian, kurang dari tiga pekan sebelum pemberontakan meletus, pemerintah Inggris Raya, pemerintah Prancis, dan pemerintah Rusia diam-diam telah menyepakati Perjanjian Sykes–Picot, yang kemudian hari disebut Arthur Balfour sebagai "metode yang sepenuhnya baru" untuk memecah-belah kawasan Timur Tengah, manakala kesepakatan tahun 1915 "tampaknya sudah lekang dari ingatan orang".[j]

Kesepakatan antara Inggris Raya dan Prancis ini dirundingkan pada akhir tahun 1915 dan awal tahun 1916 antara Sir Mark Sykes dan François Georges-Picot. Pokok-pokok kesepakatan utama masih berbentuk draf dalam memorandum bersama yang diterbitkan pada tanggal 5 Januari 1916.[73][74] Mark Sykes adalah anggota Parlemen Inggris Raya berhaluan konservatif yang berhasil menduduki posisi yang cukup berpengaruh terhadap kebijakan Inggris Raya terkait Timur Tengah, mulai sejak diangkat menjadi anggota Panitia De Bunsen dan menggagas pembentukan Biro Arab pada tahun 1915.[75] François Georges-Picot adalah diplomat Prancis yang pernah menjadi konsul jenderal di Beirut.[75] Isi kesepakatan mereka adalah penetapan batas-batas ruang lingkup pengaruh dan kekuasaan di Asia Barat yang diusulkan untuk dibentuk andaikata Entente Tiga berhasil mengalahkan Kekaisaran Turki Osmanli dalam Perang Dunia I.[76][77] Sejumlah besar kawasan yang didiami bangsa Arab dibagi-bagi menjadi bakal wilayah administratif Inggris Raya dan bakal wilayah administratif Perancis. Palestina diusulkan untuk dijadikan wilayah internasional,[76][77] dengan bentuk administrasi pemerintahan yang akan ditetapkan sesudah berkonsultasi dengan Rusia dan Husain bin Ali Alhasyimi.[76] Draf bulan Januari ini mengetengahkan kepentingan-kepentingan umat Kristen maupun umat Islam, dan menyebutkan pula bahwa "anggota-anggota komunitas Yahudi di seluruh dunia memiliki keprihatinan yang sungguh-sungguh dan sentimental terhadap masa depan negeri itu."[74][78][k]

Sebelum memorandum bersama ini diterbitkan, belum ada negosiasi aktif dengan kaum Sionis, tetapi Mark Sykes sudah menginsafi keberadaan Sionisme, dan berhubungan baik dengan Moses Gaster – mantan Presiden Federasi Sionis Inggris[80] – dan boleh jadi sudah pernah membaca memorandum kabinet tahun 1915 yang disusun oleh Herbert Samuel.[78][81] Pada tanggal 3 Maret, ketika Mark Sykes dan François Georges-Picot masih berada di Petrograd, Lucien Wolf, sekretaris Panitia Gabungan untuk Luar Negeri (panitia bentukan organisasi-organisasi Yahudi untuk memperjuangkan kepentingan orang Yahudi di luar negeri), mengajukan draf pernyataan jaminan kepada Kementerian Luar Negeri Inggris Raya. Pernyataan jaminan ini disiapkan agar sewaktu-waktu dapat diterbitkan Blok Sekutu untuk mendukung aspirasi-aspirasi orang Yahudi. Isi draf tersebut adalah sebagai berikut:

Bilamana Palestina sudah tercakup di dalam ruang lingkup pengaruh Inggris Raya atau Prancis seusai perang, maka pemerintah Inggris Raya atau Prancis sekali-kali tidak boleh menyepelekan nilai sejarah negeri itu bagi komunitas Yahudi. Masyarakat Yahudi harus dapat hidup aman sentosa, menikmati kebebasan sipil dan keagamaan, hak-hak politik yang setara dengan masyarakat lain, kemudahan-kemudahan yang berpatutan dalam urusan imigrasi dan kolonisasi, serta keistimewaan-keistimewaan warga kotapraja di kota-kota dan koloni-koloni tempat tinggal mereka jika dipandang perlu.

Pada tanggal 11 Maret, telegram-telegram [l] dikirimkan atas nama Sir Edward Grey kepada duta-duta besar Inggris Raya di Rusia dan Prancis. Telegram-telegram ini berisi pemberitahuan yang harus disampaikan kepada pihak-pihak yang berwenang di Rusia dan Prancis. Pernyataan jaminan termasuk dalam isi pemberitahuan, demikian pula pernyataan berikut ini:

Rancangan ini dapat saja dibuat lebih menarik di mata mayoritas orang Yahudi andaikata mereka dijanjikan bahwa apabila seiring berlalunya waktu masyarakat koloni Yahudi di Palestina sudah cukup kuat untuk menghadapi masyarakat Arab maka mereka dapat dibenarkan untuk mengambil alih penanganan urusan-urusan dalam negeri Palestina (kecuali atas Yerusalem dan tempat-tempat suci).

Sesudah membaca telegram ini, Mark Sykes pun berdiskusi dengan François Georges-Picot. Ia mengusulkan (dengan merujuk kepada memorandum Herbert Samuel[m]) pembentukan sebuah negara kesultanan bangsa Arab di bawah perlindungan Prancis dan Inggris Raya, beberapa cara mengatur kewenangan atas tempat-tempat suci, dan pendirian sebuah perusahaan untuk membeli tanah bagi masyarakat koloni Yahudi, yang nantinya akan menjadi warga negara kesultanan tersebut dengan hak-hak yang setara dengan orang Arab.[n]

Tak lama sesudah pulang dari Petrograd, Mark Sykes memberi arahan kepada Herbert Samuel, yang kemudian memberi arahan kepada Moses Gaster, Chaim Weizmann, dan Nahum Sokolow dalam sebuah pertemuan. Catatan tertanggal 16 April dalam buku harian Moses Gaster berisi uraian sebagai berikut: "Kami ditawari wilayah kondominium Prancis-Inggris di Palest[ina]. Penguasanya berbangsa Arab demi menjaga perasaan orang Arab, tetapi di dalam undang-undang dasarnya termaktub sebuah piagam untuk kaum Sionis yang mendapuk Inggris sebagai penjamin dan pihak akan mendukung kami setiap kali timbul pergesekan... Tawaran ini pada praktiknya merupakan realisasi paripurna dari program Sionis kami. Meskipun demikian, kami bersiteguh meminta piagam yang bersifat nasional, kebebasan berimigrasi, serta otonomi dalam negeri, dan pada saat yang sama juga hak-hak kewarganegaraan penuh bagi [tidak terbaca] dan orang-orang Yahudi di Palestina."[83] Mark Sykes sendiri menganggap butir-butir kesepakatan dalam Perjanjian Sykes-Picot sudah basi, bahkan sebelum ditandatangani. Dalam sepucuk surat pribadi yang ia tulis pada bulan Maret 1916, Mark Sykes mengungkapkan hasil penalarannya bahwa "kaum Sionislah yang kini menjadi kunci situasi".[xii][85] Baik Prancis maupun Rusia ternyata tidak menyukai isi draf pernyataan jaminan, dan Lucien Wolf akhirnya diberi tahu pada tanggal 4 Juli bahwa "sekarang bukanlah saat yang tepat untuk mengeluarkan pernyataan apapun." [86]

Ikhtiar-ikhtiar semasa Perang Dunia I ini, termasuk Deklarasi Balfour, kerap secara bersamaan dijadikan bahan pertimbangan oleh para sejarawan karena adanya potensi ketidakselarasan, baik yang nyata maupun dalam bayangan semata, antara satu ikhtiar dengan ikhtiar lain, khususnya terkait rencana penanganan Palestina.[87] Meminjam kata-kata Profesor Albert Hourani, pendiri Pusat Kajian Timur Tengah di St Antony's College, Oxford, "perdebatan seputar tafsir kesepakatan-kesepakatan ini adalah perdebatan yang tidak bakal berkesudahan, karena kesepakatan-kesepakatan ini memang sengaja disusun sedemikian rupa sehingga dapat memunculkan lebih dari satu macam tafsir."[88]

1916–1917: Perubahan di lingkungan pemerintahan Inggris Raya

Dari sudut pandang politik Inggris Raya, Deklarasi Balfour lahir lantaran Perdana Menteri Herbert Henry Asquith beserta kabinetnya digantikan oleh Perdana Menteri Lloyd George beserta kabinetnya pada bulan Desember 1916. Sekalipun Herbert Henry Asquith dan Lloyd George sama-sama berasal dari Partai Liberal dan sama-sama membentuk kabinet pemerintahan koalisi di masa perang, Lloyd George dan menteri luar negerinya, Arthur Balfour, ingin agar wilayah Kekaisaran Turki Osmanli dipecah-belah seusai perang, sementara Herbert Henry Asquith dan menteri luar negerinya, Sir Edward Grey, ingin agar Kekaisaran Turki Osmanli cukup direformasi saja.[89][90]

Dua hari sesudah menjabat, Lloyd George menyampaikan kepada Jenderal Robertson, Kepala Staf Angkatan Bersenjata Kekaisaran Inggris Raya, bahwa ia menginginkan kemenangan besar, lebih bagus lagi kalau Yerusalem juga dapat direbut, demi menciptakan kesan yang mampu memukau opini publik Inggris Raya.[91] Lloyd George lantas bergegas menggelar rapat kabinet perang guna merencanakan "kampanye militer lebih lanjut ke dalam wilayah Palestina begitu Al Arisy berhasil diamankan."[92] Tekanan dari Lloyd George terhadap Jenderal Robertson yang bersikap ragu-ragu menghasilkan perebutan daerah Sinai yang selanjutnya disatukan kembali dengan wilayah Mesir, jajahan Inggris Raya. Dengan merebut Al Arisy pada bulan Desember 1916 dan Rafah pada bulan Januari 1917, pasukan Inggris Raya akhirnya sampai di tapal batas selatan wilayah Kekaisaran Turki Osmanli.[92] Situasi buntu di kawasan selatan Palestina bermula setelah pasukan Inggris Raya dua kali gagal merebut Gaza antara tanggal 26 Maret sampai tanggal 19 April.[93] Kegiatan kampanye militer di Sinai dan Palestina tertahan untuk sementara waktu, dan baru dapat melakukan pergerakan memasuki wilayah Palestina pada tanggal 31 Oktober 1917.[94]

1917: Negosiasi resmi antara Inggris Raya dan kaum Sionis

Menyusul pergantian kabinet pemerintahan Inggris Raya, Mark Sykes diangkat menjadi Sekretaris Kabinet Perang yang bertanggung jawab menangani urusan-urusan Timur Tengah. Kendati sudah kenal baik dengan Moses Gaster,[xiii] Mark Sykes berusaha untuk bertemu dengan pemimpin-pemimpin kaum Sionis lainnya semenjak bulan Januari 1917. Pada akhir bulan itu, ia sudah berkenalan dengan Chaim Weizmann dan rekan seperjuangannya, Nahum Sokolow, wartawan sekaligus eksekutif Organisasi Sionis Sedunia yang hijrah ke Inggris Raya pada permulaan Perang Dunia I.[xiv]

Akhir 1917: Perkembangan Perang Dunia I

Peta situasi militer pada pukul 18:00, tanggal 1 November 1917, tepat sebelum pencanangan Deklarasi Balfour.

Selagi Kabinet Perang Inggris Raya sibuk menggelar rapat-rapat pembahasan yang kelak melahirkan Deklarasi Balfour, Perang Dunia I telah sampai pada tahap buntu. Di Front Barat, Blok Sentral mula-mula unggul pada musim semi tahun 1918,[96] sebelum akhirnya diungguli Blok Sekutu untuk seterusnya sejak bulan Juli 1918.[96] Sekalipun sudah memaklumkan perang terhadap Jerman pada musim semi tahun 1917, Amerika Serikat belum ditimpa kerugian akibat perang sehingga tidak melibatkan diri secara aktif. Ketika korban-korban pertama berjatuhan di pihak Amerika Serikat pada tanggal 2 November 1917,[97] Presiden Woodrow Wilson masih saja berharap dapat menghindari pengerahan kontingen-kontingen besar prajurit ke medan perang.[98] Angkatan bersenjata Rusia diketahui terusik oleh revolusi yang tengah melanda Rusia dan peningkatan dukungan terhadap faksi Bolsyewik. Kendati demikian, Pemerintahan Sementara Rusia yang dikepalai Aleksander Kerenski masih melibatkan diri dalam peperangan. Rusia baru menarik diri sesudah revolusi mencapai tahap paripurna pada tanggal 7 November 1917.[99]

Persetujuan

April sampai Juni: Diskusi Sekutu

Balfour bertemu Weizmann di Kantor Luar Negeri pada 22 Maret 1917; dua hari kemudian, Weizmann menyebut pertemuan tersebut sebagai "kali pertamanya aku memiliki perbincangan bisnis nyata dengannya".[100] Weizmann menjelaskan di pertemuan tersebut bahwa kaum Sionis memiliki sebuah preferensi untuk sebuah protektorat Inggris di Palestina, berseberangan dengan aransemen Amerika, Prancis atau mancanegara; Balfour sepakat, namun ingin agar "ada kesulitan dengan Prancis dan Italia".[100]

Posisi Prancis terkait Palestina dan wilayah Suriah yang lebih besar pada masa menjelang pencanangan Deklarasi Balfour sebagian besar dituntun oleh isi Perjanjian Sykes-Picot, dan terkomplikasi dari 23 November 1915 dengan meningkatkan kesadaran Prancis atas diskusi Inggris dengan Syarif Makkah.[101] Sebelum tahun 1917, Inggris memimpin pertikaian di perbatasan selatan Kekaisaran Utsmaniyah sendiri, memberikan koloni Mesir tetangga mereka dan pra-pendudukan Prancis dengan bertikai di Front Barat yang terjadi di tanah mereka sendiri.[102][103] Keikutsertaan Italia dalam perang tersebut, yang dimulai setelah Traktat London April 1915, tak ikut dalam lingkup Timur Tengah sampai Perjanjian Saint-Jean-de-Maurienne pada April 1917; di konferensi tersebut, Lloyd George memajukan pertanyaan protektorat Inggris Palestina dan gagasan "yang sangat diterima secara dingin" oleh Prancis dan Italia.[104][105][o] Pada Mei dan Juni 1917, Prancis dan Italia mengirim detasemen untuk mendukung Inggris saat mereka menghimpun pasukan mereka dalam persiapan untuk serangan pembaruan di Palestina.[102][103]

Pada awal April, Sykes dan Picot diminta untuk bertindak sebagai kepala negosiator lebih dari sekali, kali ini pada misi selama sebulan ke Timur Tengah untuk diskusi lanjutan dengan Syarif Makkah dan para pemimpin Arab lainnya.[106][p] Pada 3 April 1917, Sykes bertemu dengan Lloyd George, Curzon dan Hankey untuk meraih instruksinya dalam hal ini, yakni untuk menjaga Prancis saat "tak ada penghakiman gerakan Sionis dan kemungkinan pembangunannya di bawah naungan Inggris, [dan tidak] memasuki ranah politik apapun dengan kaum Arab, dan terutama tak ada yang terkait dengan Palestina".[108] Sebelum datang ke Timur Tengah, Picot, melalui Sykes, mengundang Nahum Sokolow ke Paris untuk mengajari pemerintah Prancis tentang Sionisme.[109] Sykes, yang menyiapkan cara dalam korespondensi dengan Picot,[110] datang beberapa hari setelah Sokolow; pada masa itu, Sokolow bertemu dengan Picot dan para penjabat Prancis lainnya, dan mendorong Kantor Luar Negeri Prancis untuk menerima pembelajaran sebuah pernyataan Sionis yang ditujukan kepada hal-hal "terkait fasilitas kolonisasi, otonomi komunal, hak bahasa dan pendirian sebuah perusahaan tercarter Yahudi."[111] Sykes datang ke Italia dan bertemu dengan duta besar Inggris dan perwakilan Vatikan Britania untuk menyiapkan cara agar Sokolow bertindak kembali.[112]

Sokolow meraih sambutan dari Paus Benediktus XV pada 6 Mei 1917.[113] Catatan Sokolow dari pertemuan tersebut – satu-satunya catatan pertemuan yang diketahui para sejarawan – menyatakan bahwa Paus mengekspresikan simpati dan dukungan besar terhadap proyek Sionis.[114][xv] Pada 21 Mei 1917, Angelo Sereni, presiden Komite Komunitas Yahudi,[q] memajukan Sokolow kepada Sidney Sonnino, Menteri Urusan Luar Negeri Italia. Ia juga disambut oleh Paolo Boselli, perdana menteri Italia. Sonnino memerintahkan agar sekretaris jenderal kementeriannya mengirim sebuah surat kepada efek yang, meskipun ia tak mengekspresikan dirinya sendiri atas jasa-jasa dari sebuah program terkait seluruh sekutunya, "secara umum membicarakan" yang tak berlawanan dengan klaim-klaim sah dari Yahudi.[120] Pada perjalanan pulang, Sokolow bertemu lagi dengan para pemimpin Prancis dan memajukan sebuah surat tertanggal 4 Juni 1917, yang memberikan dorongan simpati terhadap sebab Sionis dari Jules Cambon, kepala seksi politik dari kementerian luar negeri Prancis.[121] Surat ini tak diterbitkan, namun disimpan di Kantor Luar Negeri Britania.[122][xvi]

Setelah Amerika Serikat memasuki perang tersebut pada 6 April, Menteri Luar Negeri Inggris memimpin Misi Balfour ke Washington D.C. dan New York, dimana ia menjalani sebulan antara pertengahan April dan pertengahan Mei. Pada kunjungan tersebut, ia menjalani waktu signifikan mendiskusikan Sionisme dengan Louis Brandeis, seorang Sionis utama dan sekutu dekat dari Wilson yang telah diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi setahun sebelumnya.[r]

Juni dan Juli: Keputusan untuk menyiapkan sebuah deklarasi

Sebuah salinan dari penulisan deklarasi awal buatan Lord Rothschild, bersama dengan surat yang menyorotinya, 18 Juli 1917, dari arsip Kabinet Perang Inggris.

Pada 13 Juni 1917, ini diketahui oleh Ronald Graham, kepala departemen urusan Timur Tengah dari Kantor Luar Negeri, yang tiga politikus paling relevan – Perdana Menteri, Menteri Luar Negeri, dan Menteri Negara Tingkat Rendah Parlementer untuk Urusan Luar Negeri, Lord Robert Cecil – semuanya menyanjung gerakan Sionis dukungan Inggris;[s] pada hari yang sama, Weizmann menulis kepada Graham untuk mengadvokasikan deklarasi publik.[t][126]

Enam hari kemudian, di sebuah pertemuan pada 19 Juni, Balfour membujuk Lord Rothschild dan Weizmann untuk mengajukan sebuah rumusan untuk sebuah deklarasi.[127] Sepanjang beberapa pekan berikutnya, sebuah penulisan 143 kata disiapkan oleh komite negosiasi Sionis, namun ini dianggap terlalu spesifik pada area-area sensitif oleh Sykes, Graham dan Rothschild.[128] Secara terpisah, sebuah penulisan yang sangat berbeda disiapkan oleh Kantor Luar Negeri, dideskripsikan pada tahun 1961 oleh Harold Nicolson – yang telah terlibat dalam persiapan penulisan tersebut – sebagai perencanaan sebuah "suaka bagi para korban penindasan Yahudi".[129][130] Penulisan Kantor Luar Negeri sangat ditentang oleh kaum Sionis, dan dimusnahkan; tak ada salinan dari penulisan tersebut yang ditemukan di arsip Kantor Luar Negeri.[129][130]

Setelah diskusi lanjutan, sebuah penulisan deklarasi revisi berukuran lebih pendek dengan 46 kata disiapkan dan dikirim oleh Lord Rothschild ke Balfour pada 18 Juli.[128] Ini diraih oleh Kantor Luar Negeri, dan materi tersebut dibawa ke Kabinet untuk konsiderasi formal.[131]

September dan Oktober: perhatian Amerika dan persetujuan Kabinet Perang

Sebagai bagian dari diskusi Kabinet Perang, pandangan dimajukan dari sepuluh "perwakilan" pemimpin Yahudi. Orang-orang tersebut terdiri dari empat anggota tim negosiasi Sionis (Rothschild, Weizmann, Sokolow dan Samuel), Stuart Samuel (kakak Herbert Samuel), dan Kepala Rabbi Joseph Hertz. Orang-orang yang menentang meliputi Montagu, Philip Magnus, Claude Montefiore dan Lionel Cohen.

Keputusan untuk merilis deklarasi tersebut diambil oleh Kabinet Perang Inggris pada 31 Oktober 1917. Ini menyusul diskusi di empat pertemuan Kabinet Perang (termasuk pertemuan 31 Oktober) atas lingkup dari dua bulan sebelumnya.[131] Dalam rangka membantu diskusi, Sekretariat Kabinet Perang, pimpinan Maurice Hankey dan didukung oleh para Asisten Sekretaris-nya[132][133] – terutama Sykes dan anggota parlemen Partai Konservatif sejawatnya yang pro-Sionis bernama Leo Amery – memadatkan pandangan luar untuk dimajukan kepada Kabinet. Ini meliputi pandangan para menteri pemerintahan, sekutu perang – terutama dari Presiden Woodrow Wilson – dan pada Oktober, pengajuan resmi dari enam pemimpin Sionis dan empat Yahudi non-Sionis.[131]

Para pejabat Inggris membujuk Presiden Wilson agar ia memperhatikan materi tersebut sebanyak dua kali – pertama pada 3 September, saat ia menganggap waktunya belum rampung, dan kemudian pada 6 Oktober, saat ia menyepakati perilisan deklarasi tersebut.[134]

Para pakar dari menit-menit empat pertemuan Kabinet Perang tersebut memberikan sebuah deskripsi dari faktor-faktor primer yang para menteri kondisikan:

  • 3 September 1917: "Dengan rujukan kepada sebuah nasihat agar materi tersebut ditunda, [Balfour] menekankan bahwa ini adalah sebuah pertanyaan dimana Kantor Luar Negeri telah sangat ditekankan untuk masa yang panjang. Terdapat organisasi yang sangat kuat dan antusias, terutama di Amerika Serikat, yang sakit hati dengan materi tersebut, dan keyakinannya adalah bahwa itu akan menjadi bantuan paling substansial untuk Sekutu untuk memiliki pendahuluan dan keantusiasan dari orang-orang yang memasuki pihak kami. Intu melakukan ketiadaan beresiko kepada tindakan langsung dari mereka, dan ini dibutuhkan untuk menghadapi keadaan ini."[135]
  • 4 Oktober 1917: "... [Balfour] menyatakan bahwa Pemerintah Jerman membuat upaya-upaya besar untuk meraih simpati dari Gerakan Sionis. Gerakan ini, meskipun ditentang oleh sejumlah Yahudi kaya di negara tersebut, justru didukung mayoritas Yahudi, di seluruh peristiwa di Rusia dan Amerika, dan mungkin di negara-negara lain ... Tuan Balfour kemudian membaca sebuah deklarasi yang sangat simpatetik dari Pemerintah Prancis yang telah ditujukan kepada kaum Sionis, dan ia menyatakan bahwa ia mengetahui bahwa Presiden Wilson sangat menyanjung Gerakan tersebut."[136]
  • 25 Oktober 1917: "... Sekretaris menyatakan bahwa ia didorong oleh Kantor Luar Negeri untuk memajukan pertanyaan Sionisme, sebuah penetapan awal yang dianggap sebagai pengaruh besar."[137]
Menit-menit Kabinet Perang Inggris menyepakati perilisan deklarasi tersebut, 31 Oktober 1917
  • 31 Oktober 1917: "[Balfour] menyatakan bahwa ia mengumpulkan setiap orang yang sekarang menyepakatinya, dari sudut pandang politik dan diplomatik murni, mereka menganggap bahwa beberapa deklarasi yang menunjang aspirasi kaum nasionalis Yahudi harus dibuat saat ini. Sebagian besar Yahudi di Rusia dan Amerika, bahkan, seluruh dunia, sekarang tampak menyanjung Sionisme. Jika mereka membuat sebuah deklarasi yang menyanjung gagasan semacam itu, mereka harus dapat memajukan propaganda yang sangat berguna baik di Rusia dan Amerika."[138]

Perancangan

Deklasifikasi arsip pemerintah Inggris telah membolehkan para sarjana untuk menyoroti bersama koreografi perancangan deklarasi tersebut; dalam buku tahun 1961 buatannya yang banyak dikutip, Leonard Stein menerbitkan empat perancangan deklarasi pada masa sebelumnya.[139]

Penulisan dimulai dengan panduan Weizmann kepada tim perancangan Sionis atas tujuan-tujuannya dalam sebuah surat tertanggal 20 Juni 1917, sehari setelah ia bertemu dengan Rothschild dan Balfour. Ia mencanangkan agar deklarasi dari pemerintahan Inggris tersebut harus menyatakan: "keputusannya, keinginannya atau tujuannya untuk mendukung tujuan-tujuan Sionis untuk pembentukan sebuah kediaman nasional orang Yahudi di Palestina; tak ada rujukan yang haris dibuat yang kupikir untuk pertanyaan Kekuatan Suzerain karena itu akan mendaratkan Inggris dalam kesulitan dengan Prancis; ini harus menjadi deklarasi Sionis."[89][140]

Sebulan setelah pencapaian dari perancangan 12 Juli yang sebagian besar dikurangi dari Rothschild, Balfour mencanangkan sejumlah amendemen teknikal utama.[139] Dua perancangan berikutnya meliputi sebagian besar amendemen yang lebih substansial: pertama dalam sebuah rancangan akhir Agustus oleh Lord Milner – salah satu dari lima anggota asli Kabinet Perang Lloyd George sebagai menteri tanpa portofolio[xvii] – yang mengurangi cangkupan geografi dari seluruh Palestina menjadi "di Palestina", dan yang kedua dari Milner dan Amery pada awal Oktober, yang menambahkan dua "klausa pengamanan".[139]

Daftar perancangan yang diketahui dari Deklarasi Balfour, menampilkan perubahan antar setiap rancangan
Rancangan Teks Perubahan
Rancangan Sionis preliminer
Juli 1917[141]
Pemerintahan Sri Baginda, setelah mengondisikan tujuan-tujuan-tujuan Organisasi Sionis, menerima prinsip pengakuan Palestina sebagai kediaman nasional orang Yahudi dan hak orang Yahudi untuk membangun kehidupan nasionalnya di Palestina di bawah perlindungan yang dihimpun atas keadaan damai setelah meraih kesuksesan dari Perang.

Pemerintahan Sri Baginda dianggap istimewa bagi perwujudan prinsip pemberian otonomi internal ini kepada kebangsaan Yahudi di Palestina, kebebasan imigrasi untuk Yahudi, dan pendirian Korporasi Pengkolonian Nasional Yahudi untuk pendudukan ulang dan pembangunan ekonomi dari negara tersebut.
Kondisi dan bentuk otonomi internal dan Piagam untuk Korporasi Pengkolonian Nasional Yahudi harus, dalam pandangan Pemerintahan Sri Baginda, dielaborasikan secara detail dan ditentukan dengan para perwakilan Organisasi Sionis.[142]

Rancangan Lord Rothschild
12 Juli 1917[141]
1. Pemerintahan Sri Baginda menerima prinsip bahwa Palestina harus direkonstitusikan sebagai kediaman nasional orang Yahudi.

2. Pemerintahan Sri Baginda akan memakai usaha keras terbaiknya untuk mengamankan tercapainya tujuan ini dan akan mendiskusikan metode dan alat yang dibutuhkan dengan Organisasi Sionis.[139]

1. Pemerintahan Sri Baginda [*] menerima prinsip pengakuan bahwa Palestina harus direkonstitusikan sebagai kediaman nasional orang Yahudi [*]

2. Pemerintahan Sri Baginda [*] akan memakai usaha keras terbaiknya untuk mengamankan tercapainya tujuan ini dan akan mendiskusikan metode dan alat yang dibutuhkan dengan Organisasi Sionis.
* sebagian besar teks dihapus

Rancangan Balfour
Pertengahan Agustus 1917
Pemerintahan Sri Baginda menerima prinsip bahwa Palestina harus direkonstitusikan sebagai tanah air orang Yahudi dan akan memakai usaha keras terbaik mereka untuk mengamankan tercapainya tujuan ini dan akan siap mengondisikan saran apapun pada subyek yang Organisasi Sionis ingin untuk mereka jabarkan.[139] 1. Pemerintahan Sri Baginda menerima prinsip bahwa Palestina harus direkonstitusikan sebagai tanah air orang Yahudi. dan 2.Pemerintahan Sri Baginda akan memakai usaha keras terbaiknya mereka untuk mengamankan tercapainya tujuan ini dan akan mendiskusikan metode dan alat yang dibutuhkan dengan siap mengondisikan saran apapun pada subyek yang Organisasi Sionis ingin untuk mereka jabarkan.
Rancangan Milner
Akhir Agustus 1917
Pemerintahan Sri Baginda menerima prinsip bahwa setiap kesempatan harus ditujukan untuk pendirian tanah air bagi orang Yahudi di Palestina dan akan memakai usaha kerasnya untuk memudahkan tercapainya tujuan ini dan akan siap mengondisikan saran apapun pada subyek yang organisasi-organisasi Sionis ingin mereka jabarkan.[139] Pemerintahan Sri Baginda menerima prinsip bahwa Palestina harus direkonstitusikan sebagai tanah air setiap kesempatan harus ditujukan untuk pendirian tanah air bagi orang Yahudi di Palestina dan akan memakai usaha kerasnya mereka untuk mengamankan memudahkan tujuan ini dan akan siap mengondisikan saran apapun pada subyek yang organisasi-Oorganisasi Sionis yang ingin mereka jabarkan.
Rancangan Milner–Amery
4 Oktober 1917
Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina tanah air untuk ras Yahudi, dan akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk memudahkan tercapainya tujuan ini, karena jelas dipahami bahwa tidak ada suatupun yang boleh dilakukan yang dapat merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki di negara-negara lainnya seperti halnya Yahudi yang secara penuh diisi dengan kebangsaan yang ada pada mereka[139] Pemerintahan Sri Baginda prinsip bahwa setiap kesempatan harus ditujukan untuk memandang positif pendirian di Palestina tanah air nasional untuk orang ras Yahudi, dan akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk memudahkan tercapainya tujuan ini dan akan siap mengondisikan saran apapun pada subyek yang organisasi-organisasi Sionis ingin mereka jabarkan , karena jelas dipahami bahwa tidak ada suatupun yang boleh dilakukan yang dapat merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki di negara-negara lainnya seperti halnya Yahudi yang secara penuh diisi dengan kebangsaan yang ada pada mereka..[139]
Versi akhir Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina tanah air untuk orang Yahudi, dan akan menggunakan usaha keras terbaik mereka untuk memudahkan tercapainya tujuan ini, karena jelas dipahami bahwa tidak ada suatupun yang boleh dilakukan yang dapat merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki orang Yahudi di negara-negara lainnya. Pemerintahan Sri Baginda memandang positif pendirian di Palestina tanah air untuk ras orang Yahudi, dan akan menggunakan usaha keras terbaiknya mereka untuk memudahkan tercapainya tujuan ini, karena jelas dipahami bahwa tidak ada suatupun yang boleh dilakukan yang dapat merugikan hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, ataupun hak-hak dan status politis yang dimiliki orang Yahudi di negara-negara lainnya seperti halnya Yahudi yang secara penuh diisi dengan kebangsaan yang ada pada mereka.[139]

Para pengarang berikutnya memperdepatkan siapa "pengarang utama" yang sebenarnya. Dalam buku tahun 1981 karya yang yang diterbitkan secara anumerta The Anglo-American Establishment, profesor sejarah Georgetown University Carroll Quigley menjelaskan pandangannya bahwa Lord Milner adalah pengarang utama dari deklarasi tersebut,[xviii] dan yang paling terkini, William D. Rubinstein, Profesor Sejarah Modern di Aberystwyth University, Wales, sebagai gantinya mengusulkan Amery.[144]Huneidi menulis bahwa Ormsby-Gore, dalam sebuah laporan yang ia siapkan untuk Shuckburgh, mengklaim kepengarangan, bersama dengan Amery, dari bentuk rancangan akhir.[145]

Masalah penting

Versi yang disepakati dari deklarasi tersebut, sebuah kalimat tunggal berisi 67 kata,[146] dikirim pada 2 November 1917 dalam sebuah surat pendek dari Balfour ke Walter Rothschild, untuk transmisi ke Federasi Sionis Britania Raya dan Irlandia.[147] Deklarasi tersebut berisi empat klausa, dimana dua klausa pertama menjanjikan dukungan "pendirian di Palestina tanah air untuk orang Yahudi", disusul oleh dua "klausa pengaman"[148][149] dengan penghormatan kepada "hak-hak penduduk dan keagamaan dari komunitas-komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina", dan "hak-hak dan status politis yang dimiliki orang Yahudi di negara-negara lainnya".[147]

"tanah air untuk orang Yahudi" vs. negara Yahudi

"Ini adalah dokumen yang ditulis sangat hati-hati dan namun untuk beberapa frase rancu 'Tanah Air bagi Orang Yahudi' dianggap tak menekan... Namun kerancuan dari frase tersebut telah dikutip menjadi sebab ketegangan dari permulaan tersebut. Berbagai orang berjabatan tinggi memakai bahasa dari jenis menekan yang dikalkulasikan memberikan tekanan yang sangat berbeda dari penafsiran yang lebih moderat yang dapat ditempatkan pada kata-kata tersebut. Presiden Wilson menghiraukan seluruh keraguan pada apa yang ditujukan dari sudut pandangnya saat, pada Maret 1919, ia berkata kepada para pemimpin Yahudi di Amerika, 'Aku lebih mendorong agar negara-negara sekutu, dengan kejadian yang terpenuhi dari Pemerintahan dan rakyat kami sendiri menyepakati agar Palestina harus dibangun Persemakmuran Yahudi.'[u] Kemudian, Presiden Roosevelt mendeklarasikan bahwa salah satu keadaan damai Sekutu seharusnya agar "Palestina harus menjadi Negara Yahudi.' Tuan Winston Churchill mengatakan 'Negara Yahudi' dan Tuan Bonar Law berkata 'merestorasikan Palestina ke Yahudi' dalam Parlemen." [151][v]

Laporan Komisi Palin, Agustus 1920[153]

Istilah "tanah air" secara intensional ambigu,[154] tak memiliki nilai atau preseden legal dalam hukum internasional,[147] pengartian semacam itu tak jelas saat dibandingkan dengan istilah lain seperti "negara".[147] Istilah tersebut secara intensional dipakai menggantikan "negara" karena perlawanan terhadap program Sionis dalam Kabinet Inggris.[147] Menurut sejarawan Norman Rose, kepala arsitek deklarasi tersebut menyatakan bahwa negara Yahudi akan dihimpun pada masa saat Komisi Kerajaan Palestina mengadakan perundingan "terjadi dari sebuah kompromi antara para Menteri yang menyanjung pendirian mutlak Negara Yahudi dan orang yang tidak demikian."[155][xix]

Penafsiran kata tersebut telah jatuh dalam keadaan yang berujung pada versi akhir deklarasi tersebut. Sebuah laporan resmi dari Kabinet Perang dikirim oleh Sykes pada 22 September menyatakan bahwa kaum Sionis tidak ingin "membentuk Republik Yahudi atau bentuk negara lainnya di Palestina atau dalam bagian apapun dari Palestina" namun lebih merujuk kepada beberapa bentuk protektorat yang dihimpun di Mandat Palestina.[w] Sebulan kemudian, Curzon membuat sebuah memorandum[158] yang diedarkan pada 26 Oktober 1917 dimana ia menyampaikan dua pertanyaan, pertama terkait pengartian frase "Tanah Air untuk ras Yahudi di Palestina"; ia menyatakan bahwa terdapat opini berbeda yang terangkai dari negara yang dipegang penuh sampai sekadar pusat spiritual bagi Yahudi.[159]

Seksi-seksi dari pers Inggris menganggap bahwa negara Yahudi ditujukan bahkan sebelum Deklarasi tersebut difinalisasikan.[xx] Di Amerika Serikat, pers mulai memakai istilah "Tanah Air Yahudi" ("Jewish National Home"), "Negara Yahudi" ("Jewish State"), "Republik Yahudi" ("Jewish republic") dan "Persemakmuran Yahudi" ("Jewish Commonwealth") secara bergantian.[161]

Pakar traktat David Hunter Miller, yang berada di konferensi tersebut dan kemudian mengkompilasikan komnedium dokumen 22 volume, menyediakan sebuah laporan dari Seksi Intelijensi Delegasi Amerika kepada Konferensi Perdamaian Paris 1919 yang merekomendasikan agar "mendirikan sebuah negara terpisah di Palestina", dan bahwa "ini akan menjadi kebijakan Liga Bangsa-Bangsa untuk mengakui Palestina sebagai negara Yahudi, sehingga ini menjadi negara Yahudi pada kenyataannya."[162][163] Laporan tersebut kemudian menasihati agar sebuah negara Palestina independen di bawah mandat Liga Bangsa-Bangsa Britania dibentuk. Pemukiman Yahudi akan diijinkan dan didorong di negara ini dan tempat-tempat suci di negara ini akan berada di bawah kontrol Liga Bangsa-Bangsa.[163] Selain itu, penyidikan menyatakan secara positif tentang kemungkinan negara Yahudi yang kemudian dibuat di Palestina jika demografi yang dibutuhkan untuk hal ini ada.[163]

Sejarawan Matthew Jacobs kemudian menulis bahwa kesepakatan AS dibarengi oleh "ketiadaan umum dari pengetahuan khusus tentang wilayah tersebut" dan bahwa "seperti kebanyakan pengerjaan penyidikan di Timur Tengah, laporan-laporan di Palestina sangat simpang siur" dan "menimbulkan terjadinya konflik". Ia mengutip Miller, menulis soal satu laporan tentang sejarah dan dampak Sionisme, "secara mutlak tak disoroti dari sudut pendirian apapun dan harus dianggap sebagai ketiadaan ketimbang material untuk laporan mendatang" [164]

Pada 2 Desember 1917, Lord Robert Cecil membujuk audien agar pemerintah secara penuh menyatakan bahwa "Yudea [adalah] untuk Yahudi,"[162]. Yair Auron berpendapat bahwa Cecil, saat itu deputi Kementerian Luar Negeri mewakili Pemerintah Inggris di sebuah pertemuan selebratori dari Federasi Sionis Inggris, “mungkin datang melampaui pernyataan resminya” dalam perkataan (ia mengutip Stein) “Harapan kami adalah agar negara-negara Arab harus untuk orang Arab, Armenia untuk orang Armenia dan Yudea untuk orang Yahudi”·[165]

Pada Oktober berikutnya, Neville Chamberlain, saat mengetuai pertemuan Sionis, mendiskusikan sebuah "Negara Yahudi baru."[162] Pada masa itu, Chamberlain menjadi Anggota Parlemen untuk Ladywood, Birmingham; menyerukan kembali acara tersebut pada tahun 1939, terpat setelah Chamberlain meraih kesepakatan Buku Putih tahun 1939, Agensi Telegraf Yahudi menyatakan bahwa Perdana Menteri telah “mengalami perubahan pikiran yang diumumkan dalam 21 tahun keikutsertaan”[166] Setahun kemudian, pada peringatan kedua Deklarasi tersebut, Jenderal Jan Smuts berkata bahwa Inggris "akan menebut janjinya ... dan sebuah negara Yahudi besar akan mutlak bangkit."[162] Dalam pernyataan serupa, Churchill beberapa bulan kemudian menyatakan:

Jika, seperti yang telah terjadi, itu harus dibuat dalam masa hidup kami sendiri lewat tepi-tepi Yordan sebuah Negara Yahudi di bawah perlindungan Takhta Inggris yang akan terdiri dari tiga atau empat juta Yahudi, sebuah peristiwa yang akan terjadi dalam sejarah dunia yang akan dari setiap sudut pandang bermanfaat.[167]

Dalam pertemuan Kabinet Kekaisaran pada 22 Juni 1921, Churchill ditanyai oleh Arthur Meighen, Perdana Menteri Kanada, tentang srti tanah air. Churchill berkata "Jika dalam sepanjang beberapa tahun mereka menjadi mayoritas di negara tersebut, mereka secara alami akan mengambil alih....pro rata dengan Arab. Kita membuat sebuah janji setara yang tak akan membuat Arab melepaskan tanahnya atau menginvasi hak politik dan sosialnya". [168]

Menanggapi Curzon pada Januari 1919, Balfour menulis “Weizmann tak memajukan sebuah klaim untuk Pemerintahan Yahudi Palestina. Klaim semacam ini dalam opiniku secara jelas tak menunjang dan secara pribadi aku tak berpikir mereka harus bergerak melebihi deklarasi asli yang aku buat kepada Lord Rothschild”.[169]

Pada Februari 1919, Prancis mengeluarkan sebuah pernyataan bahwa ini tak bertentangan dengan pengambilan Palestina di bawah kepercayaan Inggrsi dan pembentukan Negara Yahudi.[170] Friedman kemudian menyatakan bawah sikap Prancis dapat berubah [162]; Yehuda Blum, saat mendiskusikan “sikap tak bersahabat terhadap gerakan nasional Yahudi”-nya Prancis, menyatakan soal isi dari sebuah laporan yang dibuat oleh Robert Vansittart (anggota utama delegasi Inggris untuk Konferensi Perdamaian Paris) kepada Curzon pada November 1920 yang berkata:

[Prancis] sepakat kepada sebuah Tanah Air Yahudi (dikapitalisasi dalam sumber), bukan sebuah Negara Yahudi. Mereka menganggap kami sangat menyanjung kata tersebut [Negara Yahudi], dan hal paling terakhir yang akan kami lakukan adalah untuk memperbesar Negara bagi mereka yang secara penuh menolak kebijakan kami.[171]

Menteri Luar Negeri Yunani berkata kepada penyunting badan Yahudi Salonica Pro-Israel bahwa "pendirian Negara Yahudi datang ke Yunani dengan simpati yang penuh dan mendalam ... Palestina Yahudi akan menjadi sekutu Yunani."[162] Di Swiss, sejumlah sejarawan terkenal yang meliputi profesor Tobler, Forel-Yvorne, dan Rogaz, mendukung gagasan pendirian negara Yahudi, dengan salah satunya menyebutnya sebagai "hak keramat Yahudi."[162] Sementara di Jerman, para pejabat dan sebagian besar pers menganggap Deklarasi tersebut mengartikan sebuah negara yang disponsori Inggris untuk Yahudi.[162]

Pemerintah Inggris, termasuk Churchill, jelas menyatakan bahwa Deklarasi tersebut tak ditujukan agar seluruh Palestina berubah menjadi Tanah Air Yahudi, "namun Tanah Air harus didirikan di Palestina."[xxi] [xxiii]Emir Faisal, Raja Suriah dan Irak, membuat perjanjian formal tertulis dengan pemimpin Sionis Chaim Weizmann, yang dirancang oleh T.E. Lawrence, dimana mereka berupaya untuk menjalin hubungan damai antara orang Arab dan orang Yahudi di Palestina.[176] Perjanjian Faisal–Weizmann 3 Januari 1919 merupakan perjanjian jangka pendek untuk kerjasama Arab-Yahudi pada pembangunan tanah air Yahudi di Palestina.[x] Faisal memperlakukan Palestina secara berbeda dalam presentasinya di Konferensi Perdamaian pada 6 Februari 1919 dengan berkata "Palestina, untuk karakter universalnya, [harus] ditinggalkan di satu sisi untuk konsiderasi menguntungkan dari seluruh pihak yang menyorotinya".[178][179] Perjanjian tersebut tak pernah diterapkan.[y] Dalam surat lanjutan yang ditulis dalam bahasa Inggris oleh Lawrence untuk penandatanganan Faisal, ia menjelaskan:

Kami merasa bahwa orang Arab dan Yahudi adalah sepupu dalam hal ras, menghadapi tekanan yang sama di tangan kekuatan yang lebih kuat ketimbang diri mereka sendiri, dan dengan keadaan bahagia dapat mengambil langkah pertama menuju keadaan ideal nasional mereka bersama. Kami orang Arab, secara khusus orang terdidik diantara kami, memandang dengan simpati mendalam terhadap gerakan Sionis ...Kami akan melakukan hal terbaik kami, sejauh kami mampu, untuk membantu mereka; kami akan mengharapkan Yahudi sebuah rumah penyambutan yang sangat berhati.[176]

Saat surat tersebut dimasukkan ke Komisi Shaw pada 1929, Rustam Haidar berbincang dengan Faisal di Baghdad dan menyatakan bahwa Faisal "tak merekoleksi apapun yang ia tulis dari pernyataan tersebut".[182] Pada Januari 1930, Haidar menulis kepada sebuah surat kabar di Baghdad bahwa Faisal: "menemukannya tampak aneh bahwa materi semacam itu diatributkan kepadanya karena ia tak ada waktu yang dapat mengondisikan perijinan bangsa asing apapun untuk berbagi dalam sebuah negara Arab".[182] Awni Abd al-Hadi, sekretaris Faisal, menulis dalam memoirnya bahwa ia tak menyadari bahwa pertemuan antara Frankfurter dan Faisal terjadi dan bahwa: "Aku meyakini bahwa surat ini, anggaplah otentik, ditulis oleh Lawrence, dan bahwa Lawrence menandatanganinya dalam bahasa Inggris atas perantaraan Faisal. Aku meyakini surat ini adalah bagian dari klaim palsu buatan Chaim Weizmann dan Lawrence untuk memelencengkan opini publik."[182] Menurut Allawi, penjelasan paling tampak untuk surat Frankfurter adalah sebuah pertemuan terjadi, sebuah surat dirancang dalam bahasa Inggris oleh Lawrence, namun bahwa "isinya tak secara keseluruhan dibuat jelas kepada Faisal. Ia kemudian mungkin atau mungkin tidak diinduksikan untuk menandatanganinya", sejak itu dijalankan untuk melawan pernyatana pribadi dan publik lain dari Faisal pada masa itu.[183] Sebuah wawancara 1 Maret oleh Le Matin mengutip Faisal berkata:

Rasa hormat ini untuk agama lain mengarahkan opiniku tentang Palestina, tetangga kami. Bahwa Yahudi tak bahagia datang untuk bermukim disana dan berlagak sebagai warga yang baik dari negara ini, kemanusiaan kami sontak memberikan mereka tempat di bawah pemerintahan Muslim atau Nasrani yang dimandatkan oleh Liga Bangsa-Bangsa. Jika mereka ingin menghimpun sebuah negara dan mengklaim hak kedaulatan di wilayah tersebut, aku menganggapnya bahaya yang sangat serius. Ini dikhawatirkan akan menjadi konflik antara mereka dan ras lainnya.[184] [z]

Merujuk kepada Buku Putih tahun 1922 buatannya, Churchill kemudian menulis bahwa "tak ada yang melarang pendirian mutlak Negara Yahudi."[185] Dan secara pribadi, beberapa pejabat Inggris bersepakat dengan penafsiran Sionis bahwa sebuah negara akan didirikan saat mayoritas Yahudi diraih.[186]

Menurut Richard Meinertzhagen, pada Juli 1922, Balfour dan Lloyd George mendorong agar sebuah negara Yahudi berkelanjutan selalu menjadi tujuan mereka.[aa] Pada tahun 1937, Lloyd George menyatakan bahwa ini ditujukan agar Palestina akan menjadi Persemakmuran Yahudi jika dan saat Yahudi "menjadi mayoritas penduduk",[ab] dan Leo Amery memegang posisi yang sama pada tahun 1946.[ac] Dalam laporan UNSCOP tahun 1947, masalah tanah air versus negara disubyekkan ke keruwetan yang datang pada pernyataan serupa dari Lloyd George.[xxiv]

Cakupan tanah air "di Palestina"

Pernyataan bahwa tanah air semacam itu akan ditemukan "di Palestina" ketimbang "dari Palestina" juga dipersengketakan.[xxv] Rancangan yang diproposalkan dari deklarasi tersebut berisi surat 12 Juli Rothschild kepada Balfour merujuk kepada prinsip "bahwa Palestina harus direkonstitusikan sebagai Tanah Air Orang Yahudi."[193] Dalam teks akhir, mengikuti amendemen Lord Milner, kata "rekonstitusi" dihilangkan dan kata "itu" digantikan dengan "di".[194][195]

Sehingga, teks ini menghindari komitmen seluruh Palestina sebagai Tanah Air Orang Yahudi, menimbulkan kontroversi pada tahun-tahun mendatang atas cangkupan yang dituju.[141][194] Ini diklarifikasi oleh Buku Putih Churchill 1922, yang menyatakan bahwa "istilah-istilah dari deklarasi tersebut merujuk kepada perlakuan tak kontemplasi bahwa Palestina secara keseluruhan harus berubah menjadi Tanah Air Yahudi, namun bahwa Tanah Air semacam itu harus didirikan 'di Palestina.'"[196]

Deklarasi tersebut tak meliputi perbatasan geografi apapun untuk Palestina.[197] Setelah akhir perang, tiga dokumen – deklarasi tersebut, Korespondensi Hussein-McMahon dan Perjanjian Sykes-Picot – menjadi dasar untuk negosiasi untuk merancang perbatasan Palestina.[198]

Hak sipil dan relijius dari komunitas non-Yahudi di Palestina

"Namun, jika istilah ketat dari Pernyataan Balfour dipegang... ini dapat secara sulit meragukan bahwa Program Sionis ekstrim harus benar-benar dimodifikasi. Untuk "tanah air untuk orang Yahudi" tak setara dengan pembuatan Palestina menjadi Negara Yahudi; meskipun pendirian Negara Yahudi semacam itu dapat disertai tanpa peristiwa berdarah terhadap "hak sipil dan relijius komunitas non-Yahudi di Palestina." Kenyataannya berulang kali dilanggar dalam konferensi Komisi tersebut dengan para perwakilan Yahudi, yang kaum Sionis pandang kedepan untuk penyingkiran bulat terhadap para penduduk non-Yahudi yang sekarang di Palestina, menurut berbagai bentuk penerapan."

Laporan Komisi King-Crane, Agustus 1919[199]

Klausa pengaman pertama deklarasi tersebut merujuk kepada perlindingan hak sipil dan relijius non-Yahudi di Palestina. Klausa tersebut dirancang bersama dengan pengaman kedua oleh Leo Amery dalam konsultasi dengan Lord Milner, dengan tujuan "memajukan sebuah jarak beralasan pada pertemuan para obyektor, baik Yahudi maupun pro-Arab, tanpa memasangkan substansi dari deklarasi yang diusulkan".[200][ad]

"Non-Yahudi" terdiri dari 90% populasi Palestina;[202] dalam kata-kata Ronald Storrs, Gubernur Militer Yerusalem Britania antara 1917 dan 1920, komunitas mengamati bahwa mereka "tak disebutkan, entah itu Arab, Muslim atau Kristen, namun terjerumus bersamaan di bawah definisi negatif dan terhumiliasi dari 'Komunitas Non-Yahudi' dan terrelegasi pada proviso-proviso subordinat".[ae] Komunitas juga menyatakan bahwa tak ada rujukan untuk melindungi "status politik" atau hak politik mereka, karena terdapat dalam pengamanan berkelanjutan terkait Yahudi di negara-negara lain.[203][204] Perlindungan ini kemudian berseberangan dengan komitmen untuk komunitas Yahudi, dan sepanjang tahun, berbagai istilah dipakai untuk merujuk kepada dua obligasi tersebut sebagai pemasangan;[af] sebuah pertanyaan yang agak panas soal apa dua obligasi tersebut memiliki "bobot yang setara", dan pada 1930, status setara ini dikonfirmasi oleh Komisi Mandat Permanen dan oleh pemerintah Inggris dalam makalah putih Passfield.[ag]

Pada Februari 1919, Balfour berkata bahwa Palestina dianggap sebuah kasus pengecualian dimana, merujuk kepada penduduk lokal, "kita secara deliberasi dan berhak mengurungkan penerimaan prinsip penentuan nasib sendiri,"[ah] meskipun ia menganggap bahwa kebijakan tersebut menyediakan penentuan nasib sendiri untuk Yahudi.[210] Avi Shlaim menganggap ini sebagai "kontradiksi terbesar" dari deklarasi tersebut.[87] Prinsip penentuan nasib sendiri tersebut telah dideklarasikan beberapa kali dalam deklarasi tersebut – Empat Belas Poin Januari 1918 buatan Presiden Wilson, Deklarasi Tujuh Orang buatan McMahon pada Juni 1918, Deklarasi Inggris-Prancis November 1918, dan Kovenan Liga Bangsa-Bangsa Juni 1919 yang telah mendirikan sistem mandat.[ai] Dalam sebuah memo Agustus 1919, Balfour mengetahui ketidakkonsistenan pada pernyataan tersebut, dan kemudian menjelaskan bahwa Inggris tak memiliki tujuan untuk menyerobot penduduk Palestina yang ada.[aj] Hasil Komisi Konsultasi Penyidikan King-Crane Amerika yang berlangsung dari penduduk asli – dimana Inggris menarik diri – mengejutkan selama tiga tahun sampai laporan tersebut dibocorkan pada 1922.[216] Pemerintah Inggris berikutnya memahami defisiensi ini, terutama komite tahun 1939 pimpinan Lord Chancellor, Frederic Maugham, yang menyatakan bahwa pemerintah tak "bebeas untuk menyingkirkan Palestina tanpa menyoroti keinginan dan kepentingan para penduduk Palestina",[217] dam pernyataan April 2017 oleh menteri negara Kantor Luar Negeri Inggris Baroness Anelay menyatakan bahwa pemeritnah memahami bahwa "Deklarasi tersebut seharusnya diserukan untuk perlindungan hak politik komunitas non-Yahudi di Palestina, terutama hak penentuan nasib sendiri mereka."[ak][al]

Hak dan status politik Yahudi di negara lain

Edwin Samuel Montagu, satu-satunya Yahudi dalam jabatan pemerintah Inggris senior,[221] menulis sebuah memorandum 23 Agustus 1917 yang menyatakan keyakinannya bahwa: "Kebijakan Pemerintahan Sri Baginda mengakibatkan anti-Semitik dan akan menimbulkan dasar bagi anti-Semitik di setiap negara di dunia."

Klausa pengaman kedua adalah komitmen agar harus tak ada penyudutan hak komunitas Yahudi di negara lain di luar Palestina.[222] Rancangan-rancangan asli Rothschild, Balfour, dan Milner tak meliputi pengamanan ini, yang dirancang bersama dengan pengamanan sebelumnya pada awal Oktober,[222] dalam rangka merefleksikan penentangan dari para anggota berpengaruh dari komunitas Inggris-Yahudi.[222] Lord Rothschild memberikan pengecualian pada proviso tersebut atas dasar bahwa ini menimbulkan kemungkinan bahaya untuk non-Sionis, yang ia sangkal.[223]

Komite Luar Negeri Bersama Badan Deputi Yahudi Britania dan Asosiasi Inggris-Yahudi telah menerbitkan sebuah surat di The Times pada 24 Mei 1917 berjudul Views of Anglo-Jewry, ditandatangani oleh para presiden dua organisasi tersebut, David Lindo Alexander dan Claude Montefiore, menyatakan pandangan mereka bahwa: "pendirian kebangsaan Yahudi di Palestina, yang menghimpun teori ketunawismaan ini, harus berlaku di seluruh dunia yang menganggap Yahudi sebagai orang-orang aneh di tanah asli mereka, dan dari pemikiran posisi mereka yang sulit dimenangkan sebagai warga dan bangsa dari tanah tersebut."[224] Ini disusul pada akhir Agustus oleh Edwin Samuel Montagu, seorang Yahudi anti-Sionis berpengaruh dan Sekretaris Negara untuk India. dan satu-satunya anggota Yahudi dari Kabinet Inggris, yang menulis sebuah memorandum Kabinet bahwa: "Kebijakan Pemerintahan Sri Baginda mengakibatkan anti-Semitik dan akan menimbulkan dasar bagi anti-Semitik di setiap negara di dunia."[225]

Tanggapan

Teks deklarasi tersebut diterbitkan dalam pers sepekan setelah ditandatangani, pada 9 November 1917.[226] Peristiwa terakhir lainnya terjadi dalam jangka pendek, dua peristiwa paling relevan adalah penaklukan militer Inggris yang nyaris terjadi di Palestina dan pembocoran Perjanjian Sykes-Picot yang sebelumnya rahasia. Di sisi militer, Gaza dan Jaffa jatuh dalam beberapa hari, dan Yerusalem menyerah kepada Inggris pada 9 Desember.[94] Publikasi Perjanjian Sykes–Picot, setelah Revolusi Rusia, dalam Izvestia dan Pravda milik Bolshevik pada 23 November 1917 dan dalam Manchester Guardian di Inggris pada 26 November 1917, mewakili momen dramatis untuk kampanye Timur Sekutu:[227][228] "Inggris merasa malu, orang-orang Arab cemas dan Turki gembira."[229] Kaum Sionis telah menyadari penjelasan dari perjanjian tersebut sejak bulan April dan secara khusus menjadi bagian dari Palestina, setelah sebuah pertemuan antara Weizmann dan Cecil dimana Weizmann membuat sangat jelas tujuan-tujuannya kepada skema yang diusulkan.[230]

Tanggapan Sionis

Deklarasi Balfour yang diterbitkan dalam The Times pada 9 November 1917

Deklarasi tersebut mewakili dukungan publik pertama bagi Sionisme oleh sebuah kekuatan politik besar[231] – publikasinya membangkitkan Sionisme, yang akhirnya meraih sebuah piagam resmi.[232] Selain publikasinya dalam surat-surat kabar, selebaran-selebaran diedarkan di seluruh komunitas Yahudi. Selebaran-selebaran tersebut dijatuhkan dari udara pada komunitas Yahudi di Jerman Austria, serta Pangkal Pemukiman, yang telah diberikan kepada Blok Sentral setelah Rusia menarik diri.[233]

Weizmann berpendapat bahwa deklarasi tersebut akan memiliki tiga dampak: ini akan mengalihkan Rusia untuk memberikan tekanan terhadap Front Timur Jerman, sejak Yahudi memiliki pengaruh dalam Revolusi Maret 1917; ini akan mendorong komunitas Yahudi besar di Amerika Serikat untuk menggelontorkan pendanaan yang lebih besar bagi upaya perang Amerika, yang telah berjalan sejak April tahun tersebut; dan, terakhir, bahwa ini akan memberikan dukungan Yahudi Jerman untuk Kaiser Wilhelm II.[234]

Deklarasi tersebut menimbulkan peningkatan luar biasa dan tak terkira dalam sejumlah penganut Sionisme Amerika; pada 1914, 200 perhimpunan Sionis Amerika terdiri dari sebanyak 7,500 anggota, yang bertumbuh menjadi 30,000 anggota dalam 600 perhimpunan pada 1918 dan 149,000 anggota pada 1919.[xxvi] Meskipun Inggris menganggap deklarasi tersebut merefleksikan sebuah dominansi yang berdiri sebelumnya dari posisi Sionis dalam pemikiran Yahudi, deklarasi itu sendiri adalah tanggung jawab berkelanjutan bagi legitimasi dan kepemimpinan Sionisme.[xxvii]

Tepat sebulan setelah deklarasi tersebut dikeluarkan, sebuah selebrasi skala besar diadakan di Royal Opera House – pidato-pidato diberikan oleh para Sionis utama serta para anggota pemerintahan Inggris termasuk Sykes dan Cecil.[236] Dari 1918 sampai Perang Dunia II, Yahudi di Mandat Palestina merayakan Hari Balfour sebagai hari libur nasional tahunan pada 2 November.[237] Selebrasi-selebrasi tersebut meliputi upacara-upacara di sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga masyarakat lainnya dan artikel-artikel yang menyanjungnya dalam pers Ibrani.[237] Pada Agustus 1919, Balfour menyepakati permintaan Weizmann untuk menamai sebuah pemukiman pasca-perang pertama di Mandat Palestina, "Balfouria", dalam menghormatinya.[238][239] Ini ditujukan untuk menjadi model pemukiman untuk kegiatan Yahudi Amerika di Palestina pada masa mendatang.[240]

Herbert Samuel, anggota parlemen Sionis yang memorandum tahun 1915 buatannya telah mulai didiskusikan dalam Kabinet Inggris, dibujuk oleh Lloyd George pada 24 April 1920 untuk bertindak sebagai gubernur sipil Palestina Britania pertama, menggantikan pemerintahan militer sebelumnya yang telah memerintah kawasan tersebut sejak perang.[241] Tak lama setelah memulai jabatannya pada Juli 1920, ia diundang untuk membacakan haftarah dari Yesaya 40 di Sinagoge Hurva di Yerusalem,[242] yang, menurut memoirnya, memimpin kongregasi para pemukim lama untuk merasakan "pemenuhan nubuat kuno yang telah berada di tangan".[am][244]

Penentangan di Palestina

Surat kabar Arab Palestina paling populer, Filastin (La Palestine), mempublikasikan sebuah editorial empat halaman yang dilayangkan kepada Lord Balfour pada Maret 1925.

Komunitas Kristen dan Muslim lokal Palestina, yang terdiri dari hampir 90% populasi, sangat menentang deklarasi tersebut.[202] Seperti yang dideskripsikan oleh filsuf Palestina-Amerika Edward Said pada 1979, ini dianggap terdiri dari: "(a) oleh sebuah kekuatan Eropa, (b) tentang wilayah non-Eropa, (c) di sebuah kedataran yang tak tak saling cocok dari kedua keberadaan tersebut dan keinginan pemukim mayoritas asli di wilayah tersebut, dan (d) ini mengambil bentuk janji tentang wilayah yang sama dengan kelompok asing lainnya."[xxviii]

Menurut Komisi King-Crane 1919, "Tak ada pejabat Inggris, yang dikonsultasikan oleh para Komisioner, yang meyakini bahwa program Sionis dapat dibawakan oleh sepasukan bersenjata."[246] Seorang delegasi dari Asosiasi Muslim-Kristen, yang dikepalai oleh Musa al-Husayni, mengekspresikan ketidaksetujuan publik pada 3 November 1918, sehari setelah pawai Komisi Sionis menandai peringatan pertama Deklarasi Balfour.[247] Mereka menyerahkan sebuah petisi yang ditandatangani oleh lebih dari 100 orang terkenal kepada Ronald Storrs, gubernur militer Inggris:

Kami kemarin melihat sekerumunan besar Yahudi membawa spanduk dan berjalan ke sepanjang jalan meneriakkan kata-kata yang menyakitkan perasaan dan melukai jiwa. Kami menyatakan dengan suara terbuka bahwa Palestina, yang merupakan Tanah Suci dari bapak-bapak kami dan tempat makam dari para leluhur kami, yang telah didiami oleh orang Arab pada masa yang panjang, yang mencintainya dan mati dalam mempertahankannya, sekarang menjadi tanah air bagi mereka... Kami orang Arab, Muslim dan Nasrani, selalu sangat bersimpati dengan Yahudi yang ditindas dan ketidakberuntungan mereka di negara-negara lain... namun terdapat perbedaan besar antasra simpati semacam itu dan penerimaan dari negara semacam itu... pemerintahan atas kami dan penyingkiran dari urusan-urusan kami.[248]

Kelompok tersebut juga menentang pembawaan "spanduk putih dan biru dengan dua segitiga menyilang di tengahnya",[249] menggambarkan perhatian otoritas Inggris kepada konsekuensi serius dari implikasi politik apapun dalam mengibarkan spanduk-spanduk tersebut.[249] Pada bulan berikutnya, pada peringatan pertama pendudukan Jaffa oleh Inggris, Asosiasi Muslim-Kristen mengirim sebuah memorandum panjang dan petisi kepada gubernur militer menentang pembentukan apapun dari sebuah negara Yahudi.[250]

Tanggapan Arab secara luas

Di dunia Arab secara luas, deklarasi tersebut dipandang sebagai sebuah pengkhianatan dari pemahaman masa perang Inggris dengan orang Arab.[234] Syarif Makkah dan pemimpin Arab lain menganggap deklarasi tersebut sebagai sebuah pelanggaran dari sebuah komitmen sebelumnya yang dibuat dalam korespondensi McMahon–Hussein dalam pembalasan untuk peluncuran Pemberontakan Arab.[87]

Setelah publikasi deklarasi tersebut, Komandan Inggris David George Hogarth menengok Hussein pada Januari 1918 untuk memberikan sebuah pesan agar "kebebasan politik dan ekonomi" populasi Palestina tak dipertanyakan.[77] Hogarth mengabarkan bahwa Hussein "tak akan menerima sebuah Negara Yahudi independen di Palestina, maupun yang aku instruksikan untuk memperingatkannya bahwa negara semacam itu dicampurtangankan oleh Britania Raya".[251] Hussein juga mengetahui Perjanjian Sykes–Picot saat dibocorkan oleh pemerintah Uni Soviet baru pada Desember 1917, namun disatistfikasi oleh dua telegram penyalahpahaman dari Sir Reginald Wingate, yang telah menggantikan McMahon dalam jabatan Komisioner Tinggi Mesir, yang menganggap bahwa komitmen Inggris kepada orang Arab masih valid dan bahwa Perjanjian Sykes-Picot bukanlah sebuah traktat resmi.[77]

Ketidaksepakatan Arab berkelanjutan atas tujuan Sekutu juga berujung pada 1918 dalam Deklarasi Tujuh Orang dan Deklarasi Inggris-Prancis, yang menjanjikan "pembebasan bulat dan akhir dari suku bangsa yang lama ditindas oleh bangsa Turki, dan menghimpun pemerintahan dan administrasi nasional yang memberikan otoritas mereka dari tujuan inisiatif bebas dan pilihan penduduk asli".[77][252]

Pada 1919, Raja Hussein menolak meratifikasi Traktat Versailles. Setelah Februari 1920, Inggris berhenti membayar subsidi kepadanya.[253] Pada Agustus 1920, lima hari setelah penandatanganan Traktat Sevres, yang resmi mengakui Kerajaan Hejaz, Curzon membujuk Kairo untuk meminta tanda tangan Hussein pada kedua traktat tersebut dan menyepakati pembayaran £30,000 pada tanda tangan tersebut.[254] Hussein menolak dan pada 1921, menyatakan bahwa ia enggan "mencantumkan namanya pada sebuah dokumen yang menyerahkan Palestina kepada kaum Sionis dan Suriah kepada bangsa-bangsa asing."[255] Setelah Konferensi Kairo tahun 1921, Lawrence dikirim untuk mengusahakan dan mendorong agar Raja tersebut menandatangani sebuah traktat, sebuah subsidi tahunan £100,000 dipersiapkan; upaya tersebut juga gagal. Pada 1923, Inggris membuat upaya lanjutan untuk memajukan masalah-masalah yang berdiri dengan Hussein dan saat upaya tersebut dilakukan lagi, Hussein masih menolak untuk mengakui Deklarasi Balfour atau Mandar apapun yang ia raih sebagai domainnya. Pada Maret 1924, secara singkat mengondisikan kemungkinan penghapusan artikel penawaran dari traktat tersebut, pemerintah menunda negosiasi lanjutan apapun.[256]

Sekutu dan Blok Asosiasi

Deklarasi tersebut mula-mula didukung oleh pemerintah asing pada 27 Desember 1917, saat pemimpin dan diplomat Sionis Serbia David Albala mengumumkan dukungan pemerintahan dalam pengasingan Serbia saat sebuah misi ke Amerika Serikat.[257][258][259] Dalam dua bulan, pemerintah Prancis dan Italia menawarkan dukungan mereka, masing-masing pada 14 Februari dan 9 Mei 1918.[260] Di sebuah pertemuan pribadi di London pada 1 Desember 1918, Lloyd George dan Perdana Menteri Prancis Georges Clemenceau menyepakati modifikasi tertentu pada Perjanjian Sykes-Picot, termasuk kekuasaan Inggris atas Palestina.[261]

Pada 25 April 1920, konferensi San Remo – sebuah pertumbuhan dari Konferensi Perdamaian Paris yang dihadiri oleh para perdana menteri dari Inggris, Prancis dan Italia, Duta Besar Jepang untuk Prancis, dan Duta Besar Amerika Serikat untuk Italia – menjalin pernyataan dasar untuk tiga mandat Liga Bangsa-Bangsa: mandar Prancis untuk Suriah, dan mandat-mandat Inggris untuk Mesopotamia dan Palestina.[262] Dengan menghormati Palestina, resolusi tersebut menyatakan bahwa Inggris bertanggung jawab atas pengambilan tanggung jawab dari Deklarasi Balfour.[263] Prancis dan Italia menyatakan penolakan mereka secara jelas dari "peran Sionis dari mandar Palestina" dan menyatakan secara khusus bahwa bahasa yang dipakai bukanlah pengaman hak "politik" non-Yahudi, menerima klaim Curzon bahwa "dalam bahasa Britania, seluruh hak biasa meliputi dalam "hak sipil"".[264] Atas permintaan Prancis, ini menyepakati bahwa sebuah pemahaman disematkan dalam proses verbal dari mandat tersebut yang tak akan melibatkan penyerahan hak-hak menonjol yang dipegang oleh komunitas non-Yahudi di Palestina.[263][265] Perbatasan Palestina tak dispesifikasikan, untuk "ditentukan oleh Blok Sekutu Utama."[263] Tiga bulan kemudian, pada Juli 1920, kekalahan Kerajaan Arab Suriah pimpinan Faisal atas Prancis memberikan Inggris kebutuhan untuk mengetahui "apa itu 'Suriah' yang Prancis beri sebuah mandat di San Remo?" dan "apakah ini meliputi Trans-Yordania?"[266] – mereka kemudian memutuskan untuk mendorong sebuah kebijakan dari Trans-Yordan berkaitan dengan wilayah mandat Palestina tanpa menambahkannya pada wilayah Tanah Air Yahudi.[267][268]

Pada 1922, Kongres resmi memajukan dukungan Amerika untuk Deklarasi Balfour melalui pengesahan Resolusi Lodge-Fish,[134][269][270] meskipun mendapatkan penentangan dari Departemen Negara.[271] Profesor Lawrence Davidson, dari West Chester University, yang risetnya berfokus pada hubungan Amerika dengan Timur Tengah, berpendapat bahwa Presiden Wilson dan Kongres menghiraukan nilai-nilai demokratis daalam menyanjung "romantisisme biblikal" saat mereka mendukung deklarasi tersebut.[272] Ia menekankan sebuah lobi pro-Sionis terorganisir di Amerika Serikat, yang pada masa itu aktif saat komunitas Arab Amerika kecil di negara tersebut memiliki kekuasaan politik yang kecil.[272]

Blok Sentral

Tak lama setelah publikasi Deklarasi Balfour, ini mendatangkan tanggapan taktikal dari Blok Sentral.[273] Dua pekan setelah deklarasi tersebut, Ottokar Czernin, Menteri Luar Negeri Austria, memberikan sebuah wawancara kepada Arthur Hantke, Presiden Federasi Sionis Jerman, menjanjikan agar pemerintahannya akan mempengaruhi Turki saat perang terjadi.[274] Pada 12 Desember, Wazir Agung Utsmaniyah, Talaat Pasha, memberikan sebuah wawancara kepada surat kabar Jerman Vossische Zeitung[274] yang diterbitkan pada 31 Desember dan kemudian dirilis dalam surat kabar periodikal Yahudi Jerman Jüdische Rundschau pada 4 Januari 1918,[275][274] dimana ia menyebut deklarasi tersebut sebagai "une blague"[274] (sebuah penipuan) dan menjanjikan agar di bawah kekuasaan Utsmaniyah "seluruh harapan terjustifikasi dari Yahudi di Palestina akan dapat menemukan pemenuhan mereka" yang ditujukan kepada kapasitas absortif dari negara tersebut.[274] Pernyataan Turki ini didukung oleh Kantor Luar Negeri Jerman pada 5 Januari 1918.[274] Pada 8 Januari 1918, sebuah perhimpunan Yahudi-Jerman, Persatuan Organisasi-organisasi Yahudi Jerman untuk Perlindungan Hak Yahudi dari Timur (VJOD),[an] dibentuk untuk memajukan progres tambahan untuk Yahudi di Palestina.[276]

Setelah perang, Traktat Sèvres ditandatangani oleh Kekaisaran Utsmaniyah pada 10 Agustus 1920.[277] Traktat tersebut membubarkan Kekaisaran Utsmaniyah, meminta Turki untuk menarik kedaulatan atas sebagian besar Timur Tengah.[277] Artikel 95 dari traktat tersebut mencantumkan istilah-istilah dari Deklarasi Balfour dengan penghormatan kepada "pemerintahan Palestina, dalam batas-batas seperti yang ditentukan oleh Blok Sekutu Utama".[277] Karena pencantuman deklarasi tersebut dalam Traktat Sèvres tak menyematkan status sah dari deklarasi tersebut atau Mandat tersebut, tak ada dampak saat Sèvres ditindih oleh Traktat Lausanne, yang tak meliputi rujukan apapun kepada deklarasi tersebut.[278]

Pada 1922, pakar teori anti-Semitik Jerman Alfred Rosenberg dalam kontribusi primernya pada teori Nazi tentang Sionisme,[279] Der Staatsfeindliche Zionismus ("Sionisme, Musuh Negara"), menuduh kaum Sionis Jerman campur tangan atas kekalahan Jerman dan mendukung Inggris dan penerapan Deklarasi Balfour, dalam sebuah versi dari mitos ditusuk dari belakang.[xxix] Adolf Hitler memegang pandangan serupa dalam beberapa pidatonya dari tahun 1920 dan seterusnya.[280]

Tahta Suci

Dengan kebangkitan deklarasi tersebut dan Inggris masuk ke Yerusalem pada 9 Desember, Vatikan merevisi sikap simpatetik sebelumnya kepada Sionisme dan mengadopsi pendirian menentang yang berlanjut sampai awal 1990an.[281]

Perubahan opini Inggris

"Efek Deklarasi Balfour dikatakan membuat kaum Muslim dan Kristen tersingkir... Ini tak mungkin meminimalisir kepahitan dari kebangkitan tersebut. Mereka menganggap bahwa mereka menangani sebuah penekanan yang mereka benci jauh melebihi Turki dan timbul di pemikiran dominasinya... Orang berpengaruh berbicara terbuka soal pengkhianatan tersebut dan bahwa Inggris telah menjual negara tersebut dan meraih harganya... Sampai Pemerintahan [Sionis] mengadopsi sikap "Mereka ingin Negara Yahudi dan mereka tak ingin menunggu", dan mereka tak menyelimuti diri mereka sendiri pada setiap pengartian yang terbuka kepada mereka di negara tersebut dan luar negeri untuk menegakkan penanganan Pemerintahan yang menghormati "Status Quo" dan mengkomitmenkannya, dan melalui Pemerintahan mendatang, menuju sebuah kebijakan yang tak terkontemplasi dalam Deklarasi Balfour... Apa yang lebih alami bahwa itu [kaum Muslim dan Kristen] harus gagal untuk mewujudkan kesulitan Pemerintahan dan bekerja di bawah dan sejalan dengan tuntutan-tuntutan yang dipublikasikan secara terbuka dari Yahudi agar diwejang dan dipandu dalam Deklarasi tersebut selain sebuah surat matir?"

Laporan Komisi Palin, Agustus 1920[282]

Kebijakan Inggris sesuai yang diketakan dalam deklarasi tersebut menghadapi sejumlah tantangan untuk penerapannya pada tahun-tahun berikutnya. Pertama adalah negosiasi damai tak langsung yang diadakan antara Inggris dan Utsmaniyah pada Desember 1917 dan Januari 1918 saat penundaan dalam pertikaian-pertikaian untuk alasan hujan;[283] meskipun pembicaraan damai tersebut gagal, catatan-catatan arsip menunjukkan bahwa para anggota penting Kabinet Perang berkehendak untuk diijinkan meninggalkan Palestina di bawah kedaulatan Turki nominal sebagai bagian dari seluruh kesepakatan.[284]

Pada Oktober 1919, hampir setahun setelah akhir perang, Lord Curzon menggantikan Balfour pada jabatan Menteri Luar Negeri. Curzon telah menjadi anggota Kabinet tahun 1917 yang telah menyepakati deklarasi tersebut, dan menurut sejarawan Inggris Sir David Gilmour, Curzon telah menjadi "satu-satunya figur senior dalam pemerintahan Inggris pada masa itu yang memandang bahwa kebijakan tersebut akan berujung pada dekade-dekade pertikaian Arab-Yahudi".[285] Sehingga, ia memutuskan untuk memajukan sebuah kebijakan sejalan dengan "penafsiran yang lebih sempit dan lebih diterima ketimbang lebih lebar".[286] Setelah Bonar Law dilantik menjadi Perdana Menteri pada akhir 1922, Curzon menulis kepada Law bahwa ia menganggap deklarasi tersebut sebagai komitmen Timur Tengah Inggris "terburuk" dan "sebuah kontradiksi keras dari prinsip-prinsip yang kita deklarasikan secara terbuka".[287]

Pada Agustus 1920, laporan Komisi Palin, mula-mula dalam sebuah kalimat panjang dari Komisi Penyidikan Inggris tentang pertanyaan Palestina saat masa Mandat,[288] menyatakan bahwa "Deklarasi Balfour... tanpa diragukan adalah titik permulaan dari seluruh ketegangan". Penjelasan dari laporan tersebut, yang tak dipublikasikan, menyebut Deklarasi Balfour sebanyak tiga kali, menyatakan bahwa "sebab-sebab aliensasi dan eksasperasi dari perasaan penduduk Palestina" meliputi:

  • "ketidakmampuan untuk merekonsiliasikan kebijakan yang penentuan nasib sendiri yang dideklarasikan Sekutu dengan Deklarasi Balfour, memberikan kebangkitan kepada sebuah esensi pengkhianatan dan anksietas intens untuk masa depan kami";[289]
  • "ketidakapresiasian pengartian sebenarnya dari Deklarasi Balfour dan pelupaan terhadap pemanduan yang ditentukan, karena kurangnya retorika para politikus dan pernyataan dan penulisan tereksargerasi dari orang-orang penting, terutama kaum Sionis";[289] dan
  • "Indiskresi dan agresi Sionis sejak Deklarasi Balfour menimbulkan kekhawatiran semacam itu".[289]

Opini masyarakat dan pemerintah Inggris menjadi makin tak senang dengan dukungan negara terhadap Sionisme; bahkan Sykes mulai mengubah pandangannya pada akhir 1918.[ao] Pada Februari 1922, Churchill menghubungi Samuel, yang telah memulai perannya sebagai Komisioner Tinggi untuk Palestina pada 18 bulan sebelumnya, membujuk agar memotong pengeluaran dan menyatakan:

Di Dewan-dewan Parlemen, terdapat pertumbuhan gerakan pertikaian, melawan kebijakan Sionis di Palestina, yang akan distimulasikan oleh artikel-artikel saat ini Northcliffe.[ap] Aku tak dapat mengambil tindakan pada pergerakan ini, namun makin sulit untuk mendatangkan argumen bahwa tak adil untuk menanyai pembayar pajak Inggris tersebut, terutama dengan perpajakan, untuk menyematkan bayaran sebuah kebijakan populer yang terhimpun di Palestina.[292]

Setelah pengeluaran Buku Putih Churchill pada Juni 1922, Dewan Bangsawan menolak Mandat Palestina dimasukkan Deklarasi Balfour dengan 60 suara berbanding 25, setelah pergerakan yang dikeluarkan oleh Lord Islington.[293][294] Suara tersebut hanya bersifak simbolik karena ini kemudian ditindih oleh sebuah suara dalam Dewan Rakyat setelah sikap taktikal dan berbagai janji yang dibuat oleh Churchill.[293][xxx]

Pada Februari 1923, setelah perubahan dalam pemerintahan, Cavendish, dalam sebuah memorandum panjang untuk Kabinet, menghimpun pendirian untuk peninjauan rahasia dari kebijakan Palestina:

Ini akan menepis anggapan bahwa kebijakan Sionis hanyalah sebuah kebijakan tak populer. Ini telah secara pahit diserang dalam Parlemen dan masih menyayat dalam bagian tertentu dari pers. Dasar berintang dari serangan tersebut adalah tiga hal:(1) tuduhan pelanggaran dari janji-janji McMahon; (2) ketidakadilan yang terjadi di sebuah negara atas sebuah kebijakan dimana mayoritas besar dari penduduknya dilawan; dan (3) keblunderan finansial atas pembayar pajak Inggris. ...[297]

Catatan penyorotannya membujuk agar sebuah pernyataan kebijakan dibuat sememungkinkannya dan agar kabinet berfokus pada tiga pertanyaan: (1) apakah janji-janji pada konflik Arab sejalan dengan deklarasi Balfour atau tidak; (2) jika tidak, apakah pemerintah baru harus melanjutkan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah lama dalam Buku Putih 1922, dan (3) jika tidak, apakah kebijakan alternatif harus diadopsi.[145]

Stanley Baldwin, yang menggantikan Bonar Law, pada Juni 1923 menghimpun subkomite kabinet yang ditugaskan untuk:

membuat kebijakan Palestina disegarkan dan untuk menasihati Kabinet penuh soal apakah Inggris harus mempertahankan Palestina dan apakah jika masih bisa, kebijakan pro-Sionis harus dilanjutkan.[298]

Kabinet menyepakati laporan komite tersebut pada 31 Juli 1923. Menyebutnya "bukanlah penyingkatan pernyataan", Quigley menyatakan bahwa pemerintah memutuskan dirinya sendiri pada dukungannya untuk Sionisme yang dihimpun oleh konsiderasi-konsiderasi yang tak dilakukan dengan jasa-jasa Sionisme atau akibatnya untuk Palestina.[299] Huneidi berkata, “diharapkan atau tidak, ini sangat tak mungkin bagi pemerintahan manapun untuk menempatkan dirinya sendiri tanpa penyakralan substansial dari konsistensi dan penghormatan diri, jika bukannya kehormatan[300]

Pemakaian kata dari deklarasi tersebut kemudian dicantumkan dalam Mandat Britania untuk Palestina, sebuah instrumen hukum yang menciptakan Mandat Palestina dengan keperluan eksplisit dari pengambilan dampak dari deklarasi tersebut dan akhirnya diformalisasi pada September 1923.[301][302] Tak seperti deklarasi itu sendiri, Mandat tersebut secara sah diserahkan kepada pemerintah Inggris.[301] Pada Juni 1924, Inggris membuat laporannya kepada Komisi Mandat Permanan untuk periode Juli 1920 sampai akhir 1923 yang berisi ketiadaan pelonggaran yang tertuang dalam dokumen-dokumen internal; dokumen-dokumen tersebut berkaitan dengan peninjauan ulang tahun 1923 yang diadakan diam-diam sampai awal 1970an. [303]

Historiografi

{{{annotations}}}

"Palestina dan Deklarasi Balfour", Makalah Kabinet meninjau latar belakang deklarasi tersebut, Januari 1923

Lloyd George dan Balfour masih berada di pemerintahan sampai keruntuhan koalisi pada Oktober 1922.[304] Di bawah pemerintahan Konservatif baru, upaya dibuat untuk mengidentifikasi latar belakang dan motivasi untuk deklarasi tersebut.[305] Sebuah memorandum Kabinet pribadi dibuat pada Januari 1923, memberikan penjelasan Kantor Luar Negeri yang diketahui pada masa itu dan catatan Kabinet perang yang berujung pada deklarasi tersebut. Sebuah catatan Kantor Luar Negeri yang menyertainya menyatakan bahwa para pengarang primer dari deklarasi tersebut adalah Balfour, Sykes, Weizmann, dan Sokolow, dengan "mungkin Lord Rothschild sebagai seorang figur di latar belakang", dan bahwa "negosiasi tampak utamanya bersifat lisan dan melalui pengartian dari catatan pribadi dan memoranda yang hanya memberikan catatan seadanya."[305][306]

Setelah serangan umum tahun 1936 yang berujung pada pemberontakan Arab di Palestina 1936–1939, perpecahan kekerasan paling signifikan sejak masa Mandat dimulai, sebuah Komisi Kerajaan Inggris  – sebuah badan penyidikan masyarakat tingkat tinggi – ditunjuk untuk menyelidiki sebab dari ketegangan tersebut.[307] Komisi Kerajaan Palestina, diangkat dengan istilah rujukan yang lebih signifikan ketimbang penyidikan Inggris sebelumnya di Palestina,[307] menyelesaikan laporan 404 halaman setelah enam bulan pengerjaan pada Juni 1937, diterbitkan sebulan kemudian.[307] Laporan tersebut dimulai dengan menjelaskan sejarah masalah, termasuk penjelasan mendetail dari asal muasal Deklarasi Balfour. Sebagian besar penjelasan ini didasarkan pada pengakuan pribadi Lloyd-George;[308] Balfour telah meninggal pada 1930 dan Sykes pada 1919.[309] Ia berkata kepada komisi bahwa dekalrasi tersebut dibuat "karena alasan-alasan propagandis... Terutama simpati Yahudi akan konfirmasi dukungan Yahudi Amerika, dan akan membuatnya lebih sulit bagi Jerman untuk mengurangi komitmen militernya dan menunjang posisi ekonominya di front timur".[aq] Dua tahun kemudian, dalam Memoirs buatannya,[ar] Lloyd George menjelaskan sebanyak sembilan faktor yang memotivasi keputusannya sebagai Perdana Menteri untuk merilis deklarasi tersebut,[147] termasuk alasan-alasan tambahan agar keberadaan Yahudi di Palestina akan memperkuat posisi Inggris di Terusan Suez dan menegakkan rute dominion imperial mereka di India.[147]

Perhitungan geopolitik ini diperdebatkan dan didiskusikan pada tahun-tahun berikutnya.[147] Para sejarawan sepakat bahwa Inggris meyakini bahwa dukungan yang dikeluarkan akan berbanding kepada Yahudi di Jerman dan Amerika Serikat, membuat dua penasihat terdekat Woodrow Wilson diketahui menjadi Sionis tulen;[xxxi][xxxii][313] mereka juga mengharapkan dorongan dukungan dari populasi Yahudi besar di Rusia.[314] Selain itu, Inggris berniat untuk mendahului keberadaan Prancis pada pemerintahan mancanegara di Palestina.[xxxiii]

Beberapa sejarawan berpendapat bahwa keputusan pemerintah Ingrgsi merefleksikan apa yang James Gelvin, Profesor Sejarah Timur Tengah di UCLA, sebut 'anti-Semitisme patrisian' dalam perkiraan berlebih dari kekuatan Yahudi di Amerika Serikat dan Rusia.[147] Sionisme Amerika masih bersifat dini; pada 1914, Federasi Sionis memiliki biaya kecil sekitar $5,000 dan hanya terdiri dari 12,000 anggota, meskipun populasi Yahudi Amerika berjumlah tiga juta orang.[xxxiv] Namun organisasi-organisasi Sionis sekarang meraih kesuksesan, setelah sepasukan dalam komunitas Yahudi Amerika, dalam mengaransemenkan kongres Yahudi untuk memperdebatkan masalah Yahudi secara keseluruhan.[xxxv] Ini berdampak pada perkiraan keseimbangan kekuatan pemerintah Inggris dan Prancis dalam publik Yahudi Amerika.[xxvi]

Avi Shlaim, Profesor Emeritus Hubungan Internasional di Universitas Oxford, beranggapan bahwa dua aliran pemikiran utama berkembang pada pertanyaan pasukan penggerak primer di balik deklarasi tersebut,[87] satu dipersembahkan pada 1961 oleh Leonard Stein,[319] seorang pengacara dan mantan sekretaris politik untuk Organisasi Sionis Sedunia, dan yang lainnya pada 1970 oleh Mayir Vereté, saat itu Profesor Sejarah Israel di Universitas Ibrani Yerusalem.[320] Shlaim menyatakan bahwa Stein tak meraih konklusi potongan jelas apapun, namun secara implisit dalam naratifnya adalah bahwa deklarasi tersebut utamanya dihasilkan dari kegiatan dan keterampilan kaum Sionis, sementara menurut Vereté, itu adalah kerja dari para pragmatis keras kepala yang dimotivasi oleh kepentingan imperial Inggris di Timur Tengah.[87] Kebanyakan pembelajaran modern tentang keputusan untuk mengeluarkan deklarasi tersebut berfokus pada gerakan Sionis dan persaingan di dalamnya,[321] dengan sebuah perdebatan penting tentang apakah peran Weizmann menonjol atau apakah Inggris tampaknya mengeluarkan deklarasi serupa dalam peristiwa lain.[321] Danny Gutwein, Profesor Sejarah Yahudi di Universitas Haifa, menyinggung soal sebuah gagasan lama, yang menganggap bahwa persetujuan Sykes pada Februari 1917 kepada kaum Sionis adalah momen penting, dan bahwa ini sejalan dengan penyeragaman agenda pemerintah yang lebih besar untuk pemisahan Kekaisaran Utsmaniyah.[xxxvi]

Dampak jangka panjang

Deklarasi tersebut memiliki dua akibat tak langsung, pendirian negara Yahudi dan keadaan kronis dari konflik antara Arab dan Yahudi di seluruh Timur Tengah.[322][323][324][325][326][327] Ini telah disebut sebagai "dosa asal" dari kegagalan Inggris di Palestina[328] dan peristiwa-peristiwa secara luas di Palestina.[329] Pernyataan tersebut juga memiliki dampak signifikan pada anti-Sionisme tradisional dari Yahudi relijius, beberapa orang memandangnya sebagai providensi ilahi; ini berkontribusi pada pertumbuhan Sionisme Religius pada gerakan Sionis secara besar.[xxxvii]

Dimulai pada tahun 1920, konflik antar-komunal di Mandat Palestina pecah, yang melebar menjadi konflik Arab-Israel regional, seringkali disebut sebagai "konflik paling berintrik" di dunia.[331][332][333] "Obligasi ganda" kepada dua komunitas tersebut dengan cepat tak terelakkan;[334] Inggris kemudian menyatakan bahwa tak mungkin bagi kami untuk mendamaikan dua komunitas tersebut di Palestina dengan memakai pesan-pesan berbeda bagi audien yang berbeda.[as] Komisi Kerajaan Palestina – dalam membuat proporsal resmi pertama untuk pemisahan wilayah – menyebut persyaratan tersebut sebagai "obligasi berseberangan",[336][337] dan itu adalah "penyakit yang sangat mendalam, dalam keadaan kami, satu-satunya harapan untuk menyembuhkannya adalah melalui operasi pembedahan".[338] Setelah pemberontakan Arab di Palestina tahun 1936–1939, dan ketegangan seluruh dunia yang berkembang berujung pada Perang Dunia II, Parlemen Inggris menyepakati Makalah Putih 1939 – pernyataan formal terakhir mereka terhadap kebijakan pemerintahan di Mandat Palestina – mendeklarasikan bahwa Palestina tak seharusnya menjadi Negara Yahudi dan memberlakukan pembatasan terhadap imigrasi Yahudi.[339][340] Meskipun Inggris menganggap keputusan ini dengan komitmen Balfour untuk melindungi hak non-Yahudi, beberapa Sionis memandangnya sebagai pengukuhan dari deklarasi tersebut.[339][340][at] Meskipun kebijakan ini berlangsung sampai Inggris menyerahkan Mandat tersebut apda 1948, ini hanya disajikan untuk menyoroti kesulitan fundamental bagi Inggris dalam memberikan obligasi-obligasi Mandat.[343]

Keterlibatan Inggris dalam hal ini menjadi salah satu bagian paling kontroversial dari sejarah Kekaisaran tersebut, dan merusak reputasinya di Timur Tengah dari generasi ke generasi.[xxxviii] Menurut sejarawan Elizabeth Monroe: "diukur oleh kepentingan Inggris sendiri, [deklarasi tersebut adalah] salah satu kesalahpahaman terbesar dalam sejarah kekaisaran[nya]."[344] Studi tahun 2010 oleh Jonathan Schneer, spesialis dalam sejarah Inggris modern di Georgia Tech, menyatakan bahwa karena penghimpunan deklarasi tersebut dikarakteristisasikan oleh "kontradiksi, penipuan, kesalahpahaman, dan pikiran pengharapan", deklarasi tersebut menabur gigi naga dan "menghasilkan panen pembunuhan, dan mereka memajukan panen sampai masa sekarang".[xxxix] Batu pendirian untuk Israel modern telah dihimpun, namun prediksi bahwa ini akan menghimpun pengerjaan dasar untuk kerjasama Arab-Yahudi yang harmoni ditunjang pada pemikiran pengharapan.[345][xl]

Dokumen

Laci Lord Balfour, di Museum Diaspora Yahudi di Tel Aviv

Dokumen tersebut dipersembahkan kepada British Museum pada tahun 1924 oleh Walter Rothschild. Saat ini, dokumen tersebut disimpan di British Library, yang terpisah dari British Museum pada tahun 1973, sebagai Manuskrip Tambahan nomor 41178.[347] Dari Oktober 1987 sampai Mei 1988, dokumen tersebut dipinjamkan di luar Inggris untuk disimpan di Knesset, Israel.[348] Pemerintah Israel sekarang sedang menegosiasikan pengadaan peminjaman kedua pada tahun 2018, dengan rencana menyimpan dokumen tersebut di Balai Kemerdekaan, Tel Aviv.[348]

Baca juga

Catatan

Kutipan pendukung primer

  1. ^ Moses Montefiore adalah orang Yahudi terkaya di Inggris Raya, dan pemimpin Dewan Deputi Umat Yahudi Inggris Raya. Surat pertama yang dikirimkan Charles Henry Churchill pada tahun 1841, dimaksudkan untuk mengatalisasi ketertarikan terhadap emigrasi orang Yahudi ke Palestina. Dalam surat ini, Charles Henry Churchill mengemukakan bahwa, "misalkan anda dan kolega-kolega anda secara bersama-sama serta bersungguh-sungguh mencurahkan minat pada perkara penting ini, yakni perihal pemulihan negara kuno anda, maka saya melihat (dengan mendasarkan opini-opini saya pada sikap terkini pemerintah dalam hubungan luar negeri dengan Kekaisaran Turki) bahwa hanya selaku kawula Gerbang Agung sajalah anda sekalian dapat mulai mengupayakan tempat berpijak di Palestina."[8]
  2. ^ Menurut memoar Weizmann, isi perbincangan mereka adalah sebagai berikut: "Tuan Balfour, misalkan saya menawarkan Paris alih-alih London kepada Tuan, apakah Tuan akan terima tawaran saya?" Beliau bangkit berdiri, menatap saya, lalu menjawab, "Tapi Dr. Weizmann, kami punya London." "Itu benar," kata saya, "tapi kami dulu punya Yerusalem sewaktu London masih rawa-rawa." Beliau ... mengutarakan dua hal yang terus terngiang-ngiang dalam ingatan saya. Yang pertama adalah, "banyakkah orang Yahudi yang sepikiran dengan anda?" Saya jawab, "saya yakin bahwa saya menyuarakan isi benak jutaan orang Yahudi yang tidak akan pernah Tuan jumpai dan yang tidak dapat menyuarakan sendiri pendapat mereka." ... Menanggapi ucapan saya ini, beliau berkata, "jika betul demikian, kalian dapat menjadi kekuatan besar suatu hari nanti." Tak lama sebelum saya pamit, Balfour berkata, "Saya heran. Orang-orang Yahudi yang saya jumpai agak berbeda." Saya jawab, "Tuan Balfour, yang Tuan jumpai itu jenis orang Yahudi yang keliru".[25]
  3. ^ Weizmann menjabarkan jalannya pertemuan ini dalam catatannya sebagai berikut: "[James] beranggapan bahwa aspirasi-aspirasi orang Yahudi terkait Palestina akan ditanggapi dengan sangat baik di lingkungan pemerintahan, yang akan mendukung proyek semacam itu, dilihat dari sudut padangan kemanusiaan maupun dari sudut pandang politik Inggris. Pembentukan komunitas Yahudi yang kuat di Palestina akan dipandang sebagai sebuah aset politik yang bernilai tinggi. Oleh karena itu ia beranggapan bahwa tuntutan-tuntutan yang ujung-ujungnya cuma meminta dukungan terhadap usaha kolonisasi orang Yahudi di Palestina sesungguhnya terlampau bersahaja dan tidak cukup mampu menggugah para negarawan Inggris Raya. Orang semestinya meminta sesuatu yang lebih besar daripada itu dan yang mengarah kepada pembentukan Negara Yahudi."[28] Gutwein menafsirkan diskusi ini sebagai berikut: "Anjuran James agar kaum Sionis tidak terhenti pada tuntutan pemukiman orang Yahudi di Palestina saja, tetapi meradikalisasi tuntutan-tuntutan mereka akan sebuah negara Yahudi, mencerminkan kontrasnya sikap politik antara golongan reformis, yang sedianya akan mendukung pemukiman orang Yahudi di Palestina sebagai bagian dari usaha reorganisasi Kekaisaran Turki Osmanli, dan golongan radikal, yang memandang negara Yahudi sebagai alat pemecah-belah Kekaisaran Turki Osmanli. Sekalipun James menegaskan bahwa tuntutan akan sebuah negara Yahudi akan membantu usaha mendapatkan dukungan para negarawan Inggris Raya, jika menilik penentangan Asquith dan Grey terhadap tuntutan ini, agaknya isi penyampaian James yang kurang tepat kalau tidak dapat dikatakan menyesatkan itu dimaksudkan untuk membujuk Weizmann, yang sama artinya dengan membujuk kaum Sionis, untuk membantu golongan radikal dan Lloyd George."[28]
  4. ^ Memurut memoir Weizmann: "Masuknya Turki ke kancah peperangan dan isi pidato perdana menteri di Balai Gilda merupakan dorongan tambahan yang mempercepat usaha penjajakan... Tanpa disangka-sangka muncul kesempatan untuk membahas permasalahan-permasalahan orang Yahudi dengan Tuan Charles Prestwich Scott (Editor surat kabar Manchester Guardian)… Tuan Scott, yang saya yakini sudah sangat teliti dan penuh simpati mencurahkan perhatiannya terhadap keseluruhan permasalahan tersebut, cukup berbaik hati berjanji akan menyampaikan soal ini kepada Tuan Lloyd George... Karena kebetulan harus memenuhi beberapa janji pertemuan yang sudah telanjur dibuat, Tuan Lloyd George menyarankan agar saya menemui Tuan Herbert Samuel, dan wawancara pun dilangsungkan di kantornya. [Catatan kaki: 10 Desember 1914]"[50]
  5. ^ Menurut memoar Weizmann: "Beliau yakin bahwa tuntutan-tuntutan saya terlampau bersahaja, bahwasanya perkara-perkara besar harus dilaksanakan di Palestina; beliau sendiri akan berhijrah dan berharap orang-orang Yahudi segera berhijrah begitu situasi militer telah dibereskan... Orang Yahudi harus rela berkorban. Ia pun siap untuk berkorban. Ketika itulah saya memberanikan diri untuk menanyakan, dari segi apa rencana-rencana Tuan Samuel lebih ambisius dibanding rencana saya. Tuan Samuel tidak begitu suka untuk mebincangkan rencana-rencananya, karena lebih senang untuk membiarkan rencana-rencana tersebut tetap 'cair', tetapi ia menyarankan agar orang Yahudi membangun jalur-jalur kereta api, pelabuhan-pelabuhan, sebuah universitas, jaringan persekolahan, dan lain-lain... Ia juga berpikir bahwa mungkin Haikal dapat dibangun kembali, sebagai lambang persatuan orang Yahudi, tentunya dalam bentuk yang sudah dimordenisasi."[52]
  6. ^ Menurut memoar Weizmann: "Atas saran Baron James, saya menjumpai Sir Philip Magnus. Lama saya berbincang dengan beliau, dan beliau mengungkapkan kesediaan beliau untuk bekerja sama, asalkan tidak sampai menyinggung pihak lain... Saya meminta opini Sir Philip mengenai manfaat dan mudarat melakukan temu wicara dengan Tuan Balfour, dan beliau beranggapan bahwa wawancara dengan Tuan Balfour tentu akan sangat menarik sekaligus bermanfaat... Dalam salah satu kunjungan saya ke London, saya menyurati Tuan Balfour dan berhasil membuat janji temu wicara dengan beliau pada hari Sabtu, pekan yang sama, pukul 12 siang di reumah beliau.[Catatan kaki: 12 Desember 1914] Saya berbicara kepada beliau dengan cara yang sama ketika berbicara dengan Tuan Samuel, tetapi keseluruhan perbincangan kami malah menjadi lebih bersifat akademis ketimbang praktis."[53]
  7. ^ Weizmann diminta menciptakan cara baru untuk memproduksi aseton guna menekan biaya produksi kordit.[49] Anggapan umum bahwa peran ini mempengaruhi keputusan untuk mencanangkan Deklarasi Balfour sudah dianggap "mengada-ada",[58] "dongeng", "mitos",[59] dan "hasil khayalan [Lloyd George] belaka".[60] Dalam Kenang-Kenangan Perang yang memunculkan mitos ini, Lloyd George memaparkan sebagai berikut: "Namun pada musim semi tahun 1915, posisi di pasar aseton Amerika sudah sangat mengkhawatirkan... Menurut hasil pantauan kita atas segala macam keperluan yang mungkin timbul, dalam waktu singkat dapat diketahui secara jelas bahwa pasokan alkohol kayu untuk kegiatan manufaktur aseton nyata-nyata tidak cukup untuk memenuhi permintaan yang kian meningkat, khususnya pada tahun 1916... Ketika sedang mondar-mandir mencari solusi untuk mengatasi kesulitan ini, saya berpapasan dengan mendiang Charles Prestwich Scott, Editor surat kabar Manchester Guardian... Saya diberitahu tentang Profesor Weizmann, dan yang bersangkutan saya undang ke London untuk bertatap muka dengan saya... Ia sanggup memproduksi aseton melalui suatu proses fermentasi pada skala laboratorium, tetapi masih perlu waktu untuk memastikan bahwa proses tersebut dapat dilakukan pada skala pabrik. Beberapa minggu kemudian, ia mendatangi saya dan memberitahukan bahwa "masalah sudah terpecahkan."... Ketika kesulitan-kesulitan kita sudah teratasi berkat kejeniusan Dr. Weizmann, saya sampaikan kepadanya, 'anda sudah sangat berjasa bagi negara, jadi saya harus minta Perdana Menteri mengajukan rekomendasi kepada Sri Baginda agar berkenan menganugerahkan satu dua penghargaan untuk anda.' Ia berkata, 'saya tidak mengharapkan apa-apa.' 'Tapi adakah sesuatu yang dapat kami perbuat untuk menunjukkan pengakuan kami terhadap jasa-jasa anda yang begitu besar bagi negara?' tanya saya. 'Ada', jawabnya, 'saya mohon kiranya Tuan sudi melakukan sesuatu untuk bangsa saya.' Ia kemudian menjelaskan aspirasi-aspirasinya tentang repatriasi orang Yahudi ke tanah suci yang sudah mereka gembar-gemborkan itu. Itulah sumber dan cikal bakal deklarasi terkenal mengenai Kediaman Nasional bagi orang Yahudi di Palestina. Begitu saya menjadi perdana menteri, urusan ini saya bahas tuntas dengan Tuan Balfour, yang ketika itu menjabat sebagai menteri luar negeri. Selaku seorang ilmuwan, ia benar-benar terkesan mendengar penuturan saya tentang pencapaian-pencapaian Dr. Weizmann. Kami begitu tidak sabaran saat itu untuk menghimpun dukungan orang Yahudi di negara-negara netral, terutama di Amerika. Dr. Weizmann pun diperkenalkan dengan menteri luar negeri, dan perkenalan ini menjadi awal dari hubungan baik yang kelak melahirkan, lewat penelaahan yang lama dan saksama, Deklarasi Balfour yang terkenal itu..."[61]
  8. ^ Dalam sepucuk surat tertanggal 27 Februari 1916, jelang keberangkatannya ke Rusia, Sykes berkabar kepada Samuel sebagai berikut: "saya baca memorandum [tahun 1915 yang anda susun] dan sudah hafal isinya."[65] Sehubungan dengan tapal-tapal batas, Sykes memberikan penjelasannya sebagai berikut: "Dengan dikecualikannya Hebron dan daerah di sisi timur Sungai Yordan, berkurang pula pokok bahasan yang harus dibicarakan dengan kaum Muslim, karena Mesjid Umar ketika itu menjadi satu-satunya pokok bahasan mahapenting yang perlu dibicarakan dengan mereka, dan semakin mempertegas pemutusan perhubungan dengan kaum badawi, yang tidak pernah menyeberangi sungai itu selain untuk berbisnis. Dalam benak saya, tujuan utama Sionisme adalah merealisasikan cita-cita penciptaan pusat kebangsaan, bukannya tapal-tapal batas maupun luas wilayah."[66]
  9. ^ Baca isi surat asli tertanggal 25 Oktober 1915 di sini. George Antonius – orang pertama yang menerbitkan surat-surat tersebut secara utuh – menyebut surat ini sebagai "surat terpenting di antara semua surat yang dialamatkan Henry McMahon kepada Syarif Mekah, dan dapat dianggap sebagai dokumen internasional terpenting dalam sejarah pergerakan nasional Arab... masih dirujuk sebagai bukti utama yang melandasi dakwaan bangsa Arab bahwa Inggris Raya telah mencederai janjinya kepada mereka."[68]
  10. ^ Dalam memo yang ia keluarkan pada bulan Agustus 1919, Arthur Balfour mengemukakan bahwa, "pada tahun 1915, Syarif Mekahlah yang dipercaya untuk menetapkan tapal-tapal batas, dan tidak ada batasan apa pun yang diberlakukan atas kebebasannya untuk mengambil keputusan dalam urusan ini, selain dari beberapa rancangan yang bertujuan melindungi kepentingan-kepentingan Prancis di Suriah Barat dan Kilikia. Pada tahun 1916, semuanya ini tampaknya sudah lekang dari ingatan orang. Perjanjian Sykes–Picot tidak menyebut-menyebut Syarif Mekah, dan sejauh berkaitan dengan lima dokumen kita, sudah tidak terdengar lagi kabar tentang dirinya semenjak saat itu. Sebuah metode yang sepenuhnya baru diadopsi oleh Prancis dan Inggris, yang bersama-sama merumuskan rancangan-rancangan ala kadarnya dari wilayah tersebut dalam Perjanjian Sykes–Picot, yakni rancangan-rancangan yang sampai sejauh ini tidak diterima secara gamblang maupun diganti secara gamblang oleh negara-negara Blok Sekutu dan negara-negara mitranya."[72]
  11. ^ Sykes telah membincangkan urusan ini dengan Picot. Ia mengusulkan pembentukan sebuah negara kesultanan bangsa Arab di Palestina di bawah naungan Prancis dan Inggris. Ia mendapat teguran resmi dari Grey, Buchanan harus memberitahu Sykes 'untuk melupakan bahwa memorandum kabinet Tuan Samuel ada menyinggung mengenai wilayah protektorat Inggris Raya dan saya sampaikan kepada Tuan Samuel waktu itu bahwa wilayah protektorat Inggris Raya memang hal yang mustahil terwujud dan Sir M. Sykes mestinya tidak menyinggungnya tanpa menjelaskan kemustahilannya'.[79]
  12. ^ Isi telegram yang ditujukan kepada Sazonov dapat dibaca di [82]
  13. ^ Dalam rangka memastikan mana yang harus diterima dan mana yang harus ditolak oleh kaum Sionis, saya berpedoman pada telegram dari anda serta ingatan saya akan isi memorandum Tuan Samuel kepada kabinet pada bulan Maret 1915. Dalam telegram dikatakan bahwa rezim internasional bukan bentuk yang tepat dan dalam memorandum dikatakan bahwa dominion Prancis juga bukan bentuk yang tepat. Di lain pihak [? Prancis terlewatkan] [jika sikap Picot betul-betul mencerminkan sikap pemerintah Prancis] tidak akan pernah setuju kalau Inggris yang berkuasa untuk sementara waktu maupun menyelenggarakan pemerintahan sementara di Palestina, sekalipun kita iming-imingi Siprus sebagai hadiah dan mengangkat orang Prancis menjadi gubernur atas Yerusalem, Betlehem, Nasaret, dan Yafo. Tampaknya hal ini tidak dapat mereka terima dengan lapang dada, dan tindakan mengungkit hal ini tampaknya cuma membangkitkan segala kenangan buruk yang mengesalkan hati mereka mulai dari masalah Jeanne d'Arc sampai ke masalah Fasyoda
  14. ^ Sykes mendapat teguran resmi dari Grey, Buchanan harus menyuruh Sykes 'untuk melupakan bahwa memorandum kabinet Tuan Samuel ada menyinggung mengenai wilayah protektorat Inggris Raya dan saya sampaikan kepada Tuan Samuel waktu itu bahwa wilayah protektorat Inggris Raya memang hal yang mustahil terwujud dan Sir M. Sykes mestinya tidak menyinggungnya tanpa menjelaskan kemustahilannya'.[79]
  15. ^ Kabinet Perang, yang meninjau ulang konferensi tersebut pada 25 April, "mengeluarkan pandangan bahwa Perjanjian Sykes-Picot pada masa berikutnya atau pada masa selanjutnya direkondisikan... Tak ada tindakan yang harus diambil saat menghadirkan materi ini".[104]
  16. ^ Sykes sebagai Kepala Pejabat Politik untuk Pasukan Ekspedisioner Mesir dan Picot sebagai Haut-Commissaire Français pour Les Territoires Occupés en Palestine et en Syrie (Komisioner Tinggi untuk Kawasan Pendudukan di Palestina dan Suriah), meraih instruksi mereka masing-masing pada 3 April dan 2 April.[107][108] Sykes dan Picot datang ke Timur Tengah pada akhir April, dan mengadakan diskusi sampai akhir Mei.[106]
  17. ^ Komite Komunitas Yahudi (dalam bahasa Italia: Comitato delle università israelitiche) sekarang dikenal sebagai Serikat Komunitas Yahudi Italia (dalam bahasa Italia: Unione delle comunità ebraiche italiane, disingkat UCEI)
  18. ^ Pada 1929, pemimpin Sionis Jacob de Haas menulis: "Pada Mei 1917, sebelum kedatangan Misi Balfour ke Amerika Serikat, Presiden Wilson mengambil kesempatan untuk mendiskusikan hal-hal Sionis Palestina, dan kesempatan tersebut tak terpantau. Di penyambutan resmi pertama yang diberikan oleh Presiden Wilson untuk Tuan Balfour, Balfour menyinggung Brandeis sebagai orang yang ingin ia ajak bicara secara pribadi. Tuan Balfour saat di Washington menyatakan pendiriannya sendiri dalam sebuah kalimat tunggal, "Aku seorang Sionis". Namun saat Balfour dan Brandeis bertemu sesering adanya tuntutan para Sionis lain dan mendiskusikan masalah Palestina dengan seluruh anggota misi Inggris tersebut yang menganggapnya keinginan pemikiran untuk ditanam. Ini membuat kebutuhan karena pada sebagian kerangka pendirian mandat Amerika untuk Palestina, kebijakan Branseis tak sejalan dengan yang dibahas di pers Eropa."[123]
  19. ^ Ronald Graham menulis kepada Lord Hardinge, Sekretaris Negara Tingkat Rendah Permanen untuk Urusan Luar Negeri (semacam pegawai sipil paling senior, atau non-menteri di Kantor Luar Negeri) pada 13 Juni 1917: "Ini akan tampak bahwa dalam pandangan simpati terhadap gerakan Sionis yang telah siap diekspresikan oleh Perdana Menteri, Tuan Balfour, Lord R. Cecil, dan negarawan lainnya, mereka berniat untuk mendukungnya, meskipun sampai kebijakan Sionis telah makin jelas mendefinisikan dukungan kami harus menjadi karakter umum. Sehingga, aku perlu mengamankan seluruh kemajuan politik yang dapat kami lakukan dari hubungan kami dengan Sionisme, dan tak ada keraguan bahwa kemajuan ini akan dikondisikan, khususnya di Rusia, dimana satu-satunya alat mencapai proletariat Yahudi adalah melalui Sionisme, dimana sebagian besar Yahudi di negara tersebut memegangnya."[124]
  20. ^ Weizmann menulis bahwa: "ini tampak diinginkan dari setiap sudut pandang bahwa Pemerintah Inggris harus memberi ekspresi terhadap simpatinya dan dukungan terhadap klaim-klaim Sionis atas Palestina. Pada kenyataannya, ini hanya membutuhkan konfirmasi pandangan yang pasti dan para anggota perwakilan Pemerintah beberapa kali mengekspresikannya kepada kami, dan yang membentuk dasar dari negosiasi kami sepanjang periode panjang dari hampir tiga tahun"[125]
  21. ^ Pada 16 April 1919, dalam menanggapi permintaan dari para Komisioner Perdamaian Amerika agar ia mengklarifikasi laporan surat kabar dari pandangannya, Wilson berkata "Secara keseluruhan, aku tak memakai kata apapun yang dikutip dalam penutupan, dan mereka tak melakukan keperluan pada kata-kataku. Namun, aku sebagai gantinya berkata apa yang dikutip melalui ekspresi "pendirian persemakmuran Yahudi yang sedikit menggerakkan gagasanku pada masa itu. Semua itu, aku kartika mengkoroborasikan akuiensi yang kami ekspresikan dalam posisi pemerintah Inggris terkait masa depan Palestina" [150]
  22. ^ Schmidt mengutip Stein “pandangan hukum Bonar pada pertanyaan Sionis tak diketahui” bersama dengan putranya dan biografernya untuk opini yang sama.[152]
  23. ^ Memorandum resmi Sykes menyediakan timbal balik pada pertemuan tersebut yang tercatat sebagai berikut:
    "Apa yang kaum Sionis tak inginkan: I. Untuk memiliki pemegangan politik khusus apapun di kota lama Yerusalem sendiri atau kontrol atas Tempat-tempat Suci Kristen atau Muslim apapun; II. Untuk menghimpun sebuah Republik Yahudi atau bentuk negara apapun lainnya di Palestina atau atau dalam bagian apapun dari Palestina; III. Untuk menikmati hak istimewa apapun yang tak dinikmati oleh para penduduk Palestina lainnya; Di sisi lain, kaum Sionis menginginkan: I. Pengakuan para penduduk Yahudi di Palestina sebagai unit nasional, berfederasi dengan unit-unit nasional [lainnya] di Palestina; II. Pengakuan hak bonafit para pemukim Yahudi untuk diliputkan dalam unit nasional Yahudi di Palestina"[157]
  24. ^ Ali Allawi menjelaskannya sebagai berikut: "Saat Faisal meninggalkan pertemuan dengan Weizmann untuk menjelaskan tindakannya kepada para penasihatnya yang berada di dekat kantor di Hotel Carlton, ia bertemu dengan ekspresi terkejut dan tak percaya. Bagaimana ia menandatangani sebuah dokumen yang ditulis oleh orang asing dalam menyanjung orang asing lainnya dalam bahasa Inggris dalam sebuah bahasa yang tak ia ketahui? Faisal menjawab kepada para penasihatnya seperti yang dicatat dalam memoir 'Awni 'Abd al-Hadi, "Kau berhak terkejut saat aku menandatangani perjanjian semacam itu yang ditulis dalam bahasa Inggris. Namun aku mengingatkanmu bahwa keterkejutanmu akan hilang saat aku berkata kepadamu bahwa aku tak menandatangani perjanjian tersebut sebelum aku menstipulasi menulis bahwa perjanjianku untuk menandatanganiny adalah kondisional pada penampilan oleh pemerintah Inggris dari catatan sebelumnya yang aku persembahkan kepada Kantor Luar Negeri… [Catatan ini] berisi tuntutan untuk kemerdekaan tanah Arab di Asia, dimulai dari sebuah garis yang dimulai di utara Alexandretta-Diyarbakir dan mencapai Samudera Hindia di selatan. Dan Palestina, seperti yang kau ketahui, berada dalam perbatasan tersebut… Aku mengonfirmasi dalam perjanjian ini sebelum menandatanganinya bahwa aku tak bertanggung jawab atas penerapan hal apapun dalam perjanjian tersebut jika modifikasi apapun pada catatanku diperbolehkan""[177]
  25. ^ Meskipun ini dicatat oleh UNSCOP bahwa "Bagi beberapa pengamat pada masa itu, konklusi dari Perjanjian Feisal-Weizmann menjanjikan kebaikan bagi kerjasama mendatang Arab dan Yahudi di Palestina."[180] dan kemudian merujuk kepada laporan tahun 1937 dari Komisi Kerajaan Palestina yang menyatakan bahwa "Tak ada satupun sejak 1919 pemimpin Arab manapun yang berkata bahwa kerjasama dengan Yahudi memungkinkan" disamping mengekspresikan harapan untuk mengkontak para perwakilan Inggris dan Sionis.[181]
  26. ^ Ce sentiment de respect pour les autres religions dicte mon opinion touchant la Palestine, notre voisine. Que les juifs malheureux viennent s'y refugieret se comportent en bons citoyens de ce pays, notre humanite s'en rejouit mais quells soient places sous un gouverment musulman ou chretien mandate par La Societe des nations. S’ils veulent constituer un Etat et revendiquer des droits souveraigns dans cette region je prevois de tres graves dangers. Il est a craindre qu’il y ait conflit entre eux et les autres races.
  27. ^ Richard Meinertzhagen menulis dalam buku hariannya bahwa "L.G. dan A.J.B. berkata bahwa melalui deklarasi tersebut, mereka selalu mendambakan sebuah negara Yahudi berkelanjutan".[187] Meinertzhagen menjadi subyek kritikan, terutama dari Brian Garfield: "ia mengisi sebagian 'buku harian'nya dengan catatan peristiwa yang mereka lakukan, namun pada kenyataannya, itu adalah memoir, diciptakan dan diciptakan ulang lama setelah peristiwa tersebut, dengan retrospektif pengarang (dan seringkali mengandung fiksi)"[188]
  28. ^ Lloyd George menyatakan dalam testimoninya kepada Komisi Kerajaan Palestina: "Gagasan tersebut adalah, dan ini adalah penafsiran yang diambil setelah masa itu, bahwa sebuah Negara Yahudi tak dibentuk langsung oleh Traktat Perdamaian tanpa rujukan kepada harapan mayoritas penduduk. Di sisi lain, ini menyatakan bahwa saat waktu datang sejalan dengan lembaga-lembaga perwakilan untuk Palestina, jika Yahudi menanggapi kesempatan yang mendorong mereka oleh gagasan tanah air dan menjadi mayoritas penduduk, kemudian Palestina kemudian akan menjadi Persemakmuran Yahudi."[189]
  29. ^ Testimoni Amery di bawah sumpah Komite Penyidikan Inggris-Amerika pada Januari 1946: "Fase "pendirian di Palestina sebuah tanah air bagi orang Yahudi" ditujukan dan dimengerti oleh seluruh orang yang memahami artinya pada masa Deklarasi Balfour bahwa Palestina secara mutlak akan menjadi "Persemakmuran Yahudi" atau "Negara Yahudi", jika hanya Yahudi yang datang dan bermukim disana dalam sejumlah sufisien."[190]
  30. ^ Amery menyebut momon ini dalakm memoirnya: "Satu setengah jam sebelum pertemuan tersebut, Milner memandang dari ruangnya di kantor Kabinet, di sebelah pertambangan, berkata kepadaku tentang kesultian tersebut, dan menunjukkanku satu atau dua rancangan alternatif yang telah disarankan, dengan ketiadaan yang ia sangat satistifikasikan. Apa yang kau rancang yang akan memajukan jarak beralasan untuk pertemuan para obyektor, baik Yahudi maupun pro-Arab, tanpa memasangkan substansi dari deklarasi yang diusulkan?"[201]
  31. ^ Ronald Storrs, Gubernur Militer Yerusalem Britania antara 1917 dan 1920, menulis pada 1943: "Deklarasi tersebut yang, dengan tambahan pesan Yahudi utamanya, berpasangan dengan Yahudi non-Palestina pada cangkupan status nasional mereka, tak memberi catatan soal rasa atau keputusan para penduduk sebenarnya dari Palestina. Dalam rancangannya, orang Arab mengamati bagian posisi dan utama yang disajikan untuk orang Yahudi, sementara ras dan golongan lainnya tak disebutkan, entah itu Arab, Muslim atau Kristen, namun terjerumus bersamaan di bawah definisi negatif dan terhumiliasi dari 'Komunitas Non-Yahudi' dan terrelegasi pada proviso-proviso subordinat. Mereka kemudian menandai sebuah sinister dan omisi signifikan. Meskipun hak agama dan sipil mereka secara khusus dipandu, hak politik mereka tak disebutkan. Secara jelas, mereka tak memilikinya."[203][204]
  32. ^ Istilah "tugas berganda" dipakai oleh Komisi Mandar Permanen pada 1924,[205] frase "pemegangan ganda" dipakai oleh Perdana Menteri Ramsey MacDonald dalam pidato Dewan Rakyat April 1930 buatannya,[206] makalah putih Passfield, dan surat tahun 1931 buatannya kepada Chaim Weizmann, sementara Komisi Kerajaan Palestina tahun 1937 memakai istilah "obligasi ganda".[207]
  33. ^ Di Komisi Mandat Permanen 9 Juni 1930, Perwakilan Terakreditasi Inggris, Drummond Shiels, menghimpun kebijakan Inggris untuk merekonsilisasikan dua komunitas tersebut. Komisi Mandat Permanen menjelaskan bahwa "Dari seluruh pernyataan, dua anggapan timbul, yang meliputi: (1) bahwa obligasi-obligasi yang dituangkan oleh Mandat terkait dua bagian dari populasi tersebut berbobot setara; (2) bahwa dua obligasi tersebut dihimpun di Mandat dalam tanpa irekonsilisasi beresensi. Komisi Mandat tak memiliki tujuan untuk membesar-besarkan dua anggapan ini, yang, dalam pandangannya, secara akurat mengekspresikan apa yang ditujukan kepada esensi Mandat untuk Palestina dan perwujudan masa depannya." Ini dikutip dalam makalah putih Passfield, dengan catatan bahwa" "Pemerintahan Sri Baginda secara bulat sejalan dengan esensi dari pengumuman ini dan ini merupakan sumber satisfikasi kepada mereka yang menyediakan otoritatif melalui persetujuan Dewan Liga Bangsa-Bangsa."[208]
  34. ^ 19 Februari 1919, Balfour menulis kepada Lloyd George bahwa: "Titik kesadaran dari posisi keseluruhan kita adalah bahwa dalam kasus Palestina, kita secara deliberasi dan berhak mengurungkan penerimaan prinsip penentuan nasib sendiri. Jika para penduduk yang hadir berkonsultasi, mereka akan secara tanpa ditanya memberikan sebuah pernyataan anti-Yahudi. Justifikasi kita dari kebijakan kita adalah bahwa kita menganggap Palestina sebagai pengecualian secara absolut; bahwa kita menganggap pertanyaan dari Yahudi di luar Palestina sebagai salah satu pengaruh dunia, dan bahwa kami mendorong agar Yahudi memiliki klaim sejarah pada sebuah rumah di tanah leluhur mereka; menyediakan agar rumah tersebut dapat diberikan kepada mereka tanpa menyudutkan atau menekan para penduduk yang ada."[209]
  35. ^ Empat Belas Poin Januari 1918 buatan Wilson menyatakan sebuah persyaratan untuk "kebebasan, berpikiran terbuka, dan penetapan impartial absolut dari seluruh klaim kolonial, berdasarkan pada pengamatan ketat dari prinsip bahwa dalam menentukan seluruh pertanyaan kedaulatan kepentingan populasi semacam itu harus memiliki bobot setara dengan klaim ekuitabel dari pemerintah yang judulnya ditentukan",[211] Deklarasi Tujuh Orang Juni 1918 oleh McMahon menyatakan bahwa "pemerintahan mendatang dari wilayah tersebut harus berdasarkan pada prinsip perhatian pemerintah",[212] Deklarasi Inggris-Prancis November 1918 menyatakan bahwa "pemerintahan dan administrasi nasional [akan memberikan] otoritas mereka dari kebebasan inisiatif dan pilihan penduduk asli,"[77] dan Kovenan Liga Bangsa-Bangsa Juni 1919 menyatakan bahwa "harapan komunitas tersebut harus menjadi konsiderasi utama dalam seleksi Mandat" dan menyebut sebuah "kepercayaan keramat", yang kemudian ditafsirkan pada 1971 oleh Mahkamah Internasional bahwa "tujuan mutlak dari kepercayaan keramat adalah penentuan nasib sendiri dan kemerdekaan suku bangsa yang berkepentingan".[213]
  36. ^ Dalam sebuah memo Agustus 1919 yang membahas Kovenan Liga Bangsa-Bangsa, Balfour menjelaskan: "Aku tak pernah dapat mengerti bagaimana [kebijakan kami] dapat sejalan dengan deklarasi [Inggris-Prancis], Kovenan atau instruksi kepada Komisi Penyidikan... Singkatnya, sejauh Palestina diperhatikan, Kekuatan-kekuataan tersebut tak membuat pernyataan dari fakta yang tak dianggap salah, dan tak ada deklarasi kebijakan yang, setidaknya dalam surat, mereka tak selalu ditujukan untuk dilanggar,"[214][215] dan melanjutkannya dengan menyatakan bahwa: "Kontradiksi antara surat Kovenan dan kebijakan Sekutu lebih simpang siur dalam kasus 'negara independen' dari Palestina ketimbang 'negara independen' Suriah. Untuk Palestina, kami tak dapat mengusulkan bahkan untuk maju melalui bentuk konsultasi harapan dari penduduk yanga da di negara tersebut, meskipun Komisi Amerika telah maju melalui bentuk pertanyaan soal apakah mereka itu. Empat Blok Besar berkomitmen kepada Sionisme. Dan Sionisme, entah baik atau buruk, bagus atau jelek, mengakar dalam tradisi jangka panjang, dalam kebutuhan yang ada, dalam harapan mendatang, dari orang-orang yang datang dari jauh ketimbang keinginan dan keputusan dari 700,000 orang Arab yang sekarang mendiami tanah kuno tersebut."[214][72]
  37. ^ Pernyataan ini pertama kali dibuat saat sebuah debat terkait peringatan keseratus mendatang dari Deklarasi tersebut ;[218] Kantor Luar Negeri kemudian mengulang pernyataan tersebut dalam menanggapi sebuah petisi di situs web petisi Parlemen Britania Raya, yang menyerukan permintaan maaf resmi atas Deklarasi tersebut.[219]
  38. ^ Komisi Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Palestina memahami hal yang sama pada 1947, dengan menyatakan bahwa: "Dengan menghormati prinsip penentuan nasib sendiri... ini juga menyatakan bahwa Tanah Air Yahudi dan Mandat ‘sui generis’ untuk Palestina berjalan berseberangan dengan prinsip tersebut."[220]
  39. ^ Di perjalanan menuju Sinagoge Hurva pada Sabat Nachamu, Samuel menulis dalam memoirnya bahwa ia "menemukan jalanan sekitar sangat berjejalan, dan bangunan besar itu sendiri dikemas pada pintu-pintu dan atap-atap, kebanyakan oleh para pemukim lama, beberapa diantaranya masih hidup, dan ada yang sudah mati, di Kota Suci untuk mengguncangkan pietas. Sekarang, pada hari itu, untuk pertama kalinya sejak penghancuran Bait Allah, mereka dapat menyaksikan salah satu dari bangsa mereka sendiri menajdi gubernur di Tanah Israel. Bagi mereka, ini tampak bahwa pemenuhan nubuat kuno telah telah berada di tangan. Saat itu, bertepatan dengan ritual lazim, aku 'membacakan Bacaan Hukum' dan dari bagian tengah mengutip doa dan pemberkatan dalam bahasa Ibrani, 'Beri kasih pada Sion, baginya adalah rumah kehidupan kami, dan menyelamatkannhya agar meraih jiwa, secara cepat, pada hari-hari kami. Diberkatilah Engkau, Allah kami, yang membuat Sion menjadi bahagia melalui anak-anaknya: dan saat itu disusul firman-firman pembuka dari sebuah bab Yesaya dimajukan pada hari itu, 'Hiburkanlah, hiburkanlah umat-Ku, demikian firman Allahmu, tenangkanlah hati Yerusalem dan serukanlah kepadanya, bahwa perhambaannya sudah berakhir, bahwa kesalahannya telah diampuni,' – emosi yang tak aku bendung namun rasanya tampak menyebar ke sebagian besar kongregasi tersebut. Beberapa menangis. Seseorang hampir terdengar berdesah berulang kali."[243]
  40. ^ Dalam bahasa Jerman asli: Vereinigung jüdischer Organisationen Deutschlands zur Wahrung der Rechte der Juden des Ostens
  41. ^ Diplomat dan biografer Sykes, Shane Leslie, menulis pada 1923 tentang Sykes: "Perjalanan terakhirnya ke Palestina telah menumbuhkan beberapa keraguan, yang membuatnya tak nyenyak saat mengunjungi Roma. Kepada Kardinal Gasquet, ia dibujuk mengubah pandangannya tentang Sionisme, dan agar ia memutuskan untuk mengkualifikasi, memandu dan, jika memungkinkan, menyelamatkan keadaan berbahaya tersebut yang cepat berkembang. Jika kematian tak dialaminya, itu tak akan terlambat."[290]
  42. ^ Viscount Northcliffe, yang memiliki The Times, Daily Mail, dan penerbitan lain sebanyak sekitar dua per lima dari total peredaran surat kabar Inggris, menerbitkan sebuah pernyataan dari Kairo pada 15 Februari 1922 (halaman 10) menyatakan bahwa Palestina beresiko menjadi Irlandia kedua. Artikel-artikel berikutnya yang diterbitkan dalam The Times pada 11 April (halaman 5), 26 April (halaman 15), 23 Juni (halaman 17), 3 Juli (halaman 15) dan 25 Juli (halaman 15)[291]
  43. ^ Komisi Kerajaan Palestina menyebut bukti Lloyd George sebagai berikut: "Dalam bukti yang ia berikan kepada kami, Tuan Lloyd George, yang menjadi Perdana Menteri pada masa itu, menyatakan bahwa, meskipun sebab Sionis telah banyak didukung di Inggris dan Amerika sebelum November, 1917, peluncuran Deklarasi Balfour pada masa itu adalah "karena alasan-alasan propagandis"; dan, ia menjelaskan posisi serius dimana Sekutu dan Blok Asosiasi pada masa itu. Orang Ruomania telah dihancurkan. Tentara Rusia tertekan. Tentara Prancis tak dapat membuat serangan berskala besar. Italia mengalami kekalahan besar di Caporetto. Jutaan ton perkapalan Inggris telah ditenggelamkan oleh kapal-kapal selam Jerman. Tak ada divisi Amerika yang tersedia di parit-parit. Dalam situasi kritis ini, simpati Yahudi atau balasannya diyakini akan membuat perbedaan substansial dari satu cara atau cara lainnya pada sebab Sekutu. Selain itu, simpati Yahudi akan mendorong dukungan Yahudi Amerika, yang akan menjadikannya lebih sulit bagi Jerman untuk mengurangi komitmen militernya dan menunjang posisi ekonomi di front timur... Para pemimpin Sionis [Tuan Lloyd George memberitahukan kami] memberikan kami sebuah janji bahwa, jika Sekutu berniat kepada diri mereka sendiri untuk memberikan dorongan untuk pendirian tanah air bagi Yahudi di Palestina, mereka akan melakukan hal terbaik mereka untuk menumpas sentimen Yahudi dan mendukung sebab Sekutu di seluruh dunia. Mereka memegang kata-kata kami."[189]
  44. ^ Menurut memoir Lloyd George: "Deklarasi Balfour mewakilkan kebijakan menunjang dari seluruh pihak di negara kami dan juga di Amerika, namun peluncurannya pada 1917 adalah karena, seperti yang kukatakan, adalah untuk alasan-alasan propagandis... Gerakan Sionis sangat dikecualikan di Rusia dan Amerika... Diyakini juga bahwa deklarasi semacam itu akan memiliki pengaruh poten atas Yahudi dunia di luar Rusia, dan mengamankan bantuan kepentingan finansial Yahudi untuk Entente. Di Amerika, bantuan mereka dengan hormat akan memiliki nilai istimewa saat Sekutu hampir meraup emas dan memasarkan keamanan bagi penjualan Amerika. Hal semacam ini adalah konsiderasi utama yang, pada 1917, mendorong Pemerintah Inggris menuju pembuatan sebuah kontrak dengan Yahudi."[310]
  45. ^ Contohnya, pada 1930, saat menyadari bahwa Raja George V diminta pandangannya tentang keadaan di Palestina, John Chancellor, Komisioner Tinggi untuk Palestina, menulis sebuah surat 16 halaman melalui Lord Stamfordham, Sekretaris Pribadi Raja. Surat tersebut menyatakan, "Fakta-fakta dari situasi tersebut adalah bahwa dalam arus deras dari perang tersebut, Pemerintah Inggris membuat janji kepada orang Arab dan janji kepada orang Yahudi yang tak konsisten satu sama lain dan tak dapat terpenuhi. Hal terjujurnya adalah untuk memajukan kesulitan kami dan berkata kepada Yahudi bahwa, sejalan dengan Deklarasi Balfour, mereka menyanjung Tanah Air Yahudi di Palestina dan bahwa Tanah Air Yahudi di Palestina pada kenyataannya berdiri dan akan diutamakan dan bahwa, tanpa melanggar bagian lain dari Deklarasi Balfour, tak menyerobot kepentingan orang Arab, mereka tak dapat lebih dari yang mereka lakukan."[335] Renton menulis: "Upaya untuk menciptakan pesan berbeda bagi audien berbeda terkait masa depan tempat yang sama, seperti yang diupayakan sejak kejatuhan Yerusalem, tak mempan."[334]
  46. ^ Sudut pandang protagonis utama pada Makalah Putih 1939 tersebut: Inggris, paragraf 6 dari Makalah Putih: "Pemerintahan Sri Baginda memegang penafsiran ini dari Deklarasi 1917 dan menyanjungnya sebagai deskripsi otoritatif dan komprehensif dari karakter Tanah Air Yahudi di Palestina."; Kaum Sionis, Pernyataan Tanggapan oleh Badan Yahudi: "Kebijakan baru untuk Palestina yang ditujukan kepada Mandat tersebut dalam Makalah Putih sekarang mengeluarkan sangkalan-sangkalan kepada hak orang Yahudi untuk membangun ulang tanah air mereka di negara leluhur mereka...";[341] Orang Arab, dari diskusi UNSCOP tahun 1947: "Sejak proporsal tersebut tak mengukur tawaran-tawaran politik yang diusulkan oleh para perwakilan Arab saat Konferensi London awal 1939, ini resmi ditolak oleh para perwakilan Arab Palestina yang bertindak di bawah pengaruh Haji Amin Eff el Husseini. Opini Arab yang lebih moderat diwakilkan dalam Partai Pertahanan Nasional yang disiapkan untuk menerima Makalah Putih."[342]

Catatan penjelas dan sudut pandang cendekiawan

  1. ^ Renton menjelaskannya sebagai berikut: "Salah satu aspek krusial dari penggambaran Deklarasi Balfour sebagai produk belas kasihan Inggris seperti ini, apabila dibandingkan dengan realpolitik, adalah bahwasanya Inggris memiliki rasa peduli yang alami dan mengakar terhadap hak-hak orang Yahudi, terutama terhadap pemulihan bangsa mereka, yang sudah mendarah daging dalam kebudayaan dan sejarah Inggris. Dengan penyajian seperti ini, Deklarasi Balfour dibuat tampak sebagai peristiwa yang muncul secara alami, seakan-akan sudah ditakdirkan Tuhan. Dengan demikian, Sionisme ditampilkan bukan semata-mata sebagai telos sejarah bangsa Yahudi melainkan juga sejarah bangsa Inggris. Kecenderungan sejarah nasionalis dan sejarah Sionis untuk berkembang menuju satu titik takdir dan penebusan membuka ruang, yang memang perlu ada, bagi penjelasan semacam itu. Dengan demikian diciptakanlah mitos 'proto-Sionisme' Inggris, yang sudah begitu lama memengaruhi historiografi Deklarasi Balfour, sekadar untuk memenuhi kebutuhan para juru propaganda Sionis yang bekerja bagi pemerintah Inggris."[2]
  2. ^ Donald Lewis mengemukakan dalam tulisannya sebagai berikut: "Pokok pikiran dari karya tulis ini adalah bahwasanya dengan menginsafi [filosemitisme Kristen dan Sionisme Kristen] sajalah seseorang dapat memahami pengaruh agama dan kebudayaan yang bahu-membahu menciptakan suatu iklim opini di kalangan elit politik di Inggris Raya yang mendukung Deklarasi Balfour."[7]
  3. ^ Sehubungan dengan rancangan-rancangan Eropa untuk mendorong umat Kristen Protestan, Kristen Katolik, dan Yahudi berimigrasi ke Palestina, Schölch mengemukakan bahwa "dari sekian banyak proyek dan usaha kolonisasi itu, hanya dua yang berhasil, yakni usaha-usaha pemukiman Serikat Haikal sejak tahun 1868 dan usaha-usaha pemukiman para imigran Yahudi sejak tahun 1882."[9]
  4. ^ LeVine dan Mossberg menjabarkan pokok pikiran ini sebagai berikut: "Cikal bakal Sionisme bukanlah agama Yahudi maupun tradisi, melainkan antisemitisme dan nasionalisme. Cita-cita Revolusi Prancis, yang secara perlahan-lahan menyebar ke seluruh penjuru Eropa, pada akhirnya mencapai daerah Tapal Batas Permukiman di Kekaisaran Rusia dan turut membantu kelahiran Haskalah, atau gerakan Pencerahan Yahudi. Kemunculan Haskalah mengakibatkan perpecahan permanen di kalangan umat Yahudi sedunia, yakni perpecahan antara kubu yang berpegang teguh pada halakah atau visi agama-sentris dari jati diri mereka dan kubu yang mengadopsi sebagian dari retorika rasial pada masa itu serta membuat orang Yahudi menjadi sebuah bangsa. Keadaan ini dibantu oleh gelombang pogrom di Eropa Timur yang mengakibatkan dua juta orang Yahudi terpaksa mengungsi ke tempat lain; kebanyakan mengungsi ke Amerika, tetapi ada pula yang memutuskan untuk mengungsi ke Palestina. Penggerak di balik semua ini adalah gerakan Hobebei Tsion, yang sejak tahun 1882 bergiat mengembangkan suatu jati diri Ibrani yang berbeda dari keyahudian sebagai sebuah agama."[12]
  5. ^ Gelvin mengemukakan dalam tulisannya sebagai berikut: "Kenyataan bahwa nasionalisme Palestina berkembang lebih kemudian daripada Sionisme, dan memang berkembang sebagai tanggapan terhadap Sionisme, sama sekali tidak mengecilkan nasionalisme Palestina maupun membuatnya tidak seabsah Sionisme. Semua gerakan nasionalisme muncul sebagai penentangan terhadap 'pihak lain'. Apa lagi alasan perlunya menjabarkan jati diri anda? Dan semua nasionalisme disifatkan oleh apa yang ditentangnya. Sebagaimana yang sudah kita ketahui, Sionisme itu sendiri muncul sebagai reaksi terhadap gerakan-gerakan antisemit dan nasionalis eksklusioner di Eropa. Jadi keliru jika kita menilai Sionisme lantaran satu dan lain hal tidak seabsah antisemitisme atau nasionalisme-nasionalisme Eropa tersebut. Lagi pula Sionisme itu sendiri juga disifatkan oleh penentangannya terhadap warga pribumi Palestina. Baik slogan 'pendaulatan tanah' maupun slogan 'pendaulatan tenaga kerja', yang menjadi unsur pokok dari tuntutan dominan Sionisme di Yisyub, tercipta sebagai hasil konfrontasi kaum Sionis dengan bangsa Palestina selaku 'pihak lain'."[13]
  6. ^ Defries mengemukakan dalam tulisannya sebagai berikut: "Kendati enggan, Balfour sudah menyetujui usaha-usaha permulaan Chamberlain untuk menolong orang Yahudi mencari wilayah untuk dijadikan sebuah permukiman Yahudi. Menurut penulis biografinya, ia sudah cukup tertarik pada gerakan Sionisme menjelang akhir tahun 1905 sampai-sampai mengizinkan kepala hubungan konstituen Yahudi dalam partainya, Charles Dreyfus, untuk mengatur pertemuan dengan Weizmann. Mungkin sekali hatinya tergelitik oleh penolakan Kongres Sionis terhadap tawaran 'Uganda'. Agaknya mustahil Balfour 'teryakinkan untuk berubah' mendukung Sionisme lantaran pertemuan ini, sebagaimana yang dinyatakan oleh Weizmann dan digembar-gemborkan oleh penulis biografi Balfour. Balfour baru saja meletakkan jabatan perdana menteri ketika berjumpa dengan Weizmann."[19]
  7. ^ Rovner mengemukakan dalam tulisannya sebagai berikut: "Pada musim semi tahun 1903, menteri berusia enam puluh enam tahun yang rewel dalam urusan kerapian berpakaian itu baru saja pulang dari lawatannya ke tanah jajahan Inggris Raya di Afrika... Entah bagaimana caranya sehingga gagasan itu tercetus dalam benaknya, yang jelas Chamberlain menerima Herzl di kantornya cuma beberapa minggu seusai pogrom-pogrom di Kisyinyew. Dengan tatapan yang tajam menembus lensa monokelnya, ia menawarkan bantuan kepada Herzl. "Saya sudah menemukan tanah untuk anda dalam penjalanan lawatan saya," kata Chamberlain kepada Herzl, "yaitu Uganda. Memang letaknya tidak di pesisir, tetapi semakin masuk ke pedalaman semakin bagus iklimnya, bahkan cocok bagi orang Eropa… lalu terbersit dalam pikiran saya, sepertinya ini tanah yang tepat untuk Dr. Herzl." "[22]
  8. ^ Rovner mengemukakan dalam tulisannya sebagai berikut: "Pada sore hari keempat penyelenggaraan kongres, Nordau yang sudah terlihat lelah mengajukan tiga resolusi ke hadapan dewan delegasi, yakni (1) bahwasanya Organisasi Sionis mengarahkan seluruh usaha pemukiman di masa yang akan datang semata-mata ke Palestina; (2) bahwasanya Organisasi Sionis berterima kasih kepada pemerintah Inggris Raya atas tawaran wilayah otonom di Afrika Timur; dan (3) bahwasanya orang Yahudi yang menyatakan kesediaannya untuk mendukung Program Basel sajalah yang dibenarkan menjadi anggota Organisasi Sionis." Zangwill berkeberatan… Ketika Nordau menegaskan bahwa kongres berhak untuk meloloskan resolusi-resolusi tersebut, Zangwill pun berang. "Anda akan didakwa di hadapan pengadilan sejarah," katanya menantang Nordau… Mulai sekitar pukul 1:30 lewat tengah hari, pada hari Minggu tanggal 30 Juli 1905, seorang Sionis dimaknai sebagai orang yang mengusung Program Basel dan satu-satunya "tafsir sah" dari program tersebut yang membatasi kegiatan pemukiman di Palestina saja. Zangwill dan para pendukungnya tidak dapat menerima "tafsir sah" dari Nordau yang mereka yakini akan mengakibatkan penelantaran massa Yahudi dan visi Herzl. Salah seorang teritorialis mengklaim Usisykin beserta para pemilik hak suara yang sehaluan dengannya sudah nyata-nyata "mengubur Sionisme politik"."[23]
  9. ^ Yonathan Mendel mengemukakan dalam tulisannya sebagai berikut: Persentase orang Yahudi di Palestina sebelum kebangkitan Sionisme dan gelombang-gelombang aliyah tidak dapat dipastikan angkanya, tetapi mungkin sekali berkisar antara 2 sampai 5 persen. Menurut catatan-catatan Kekaisaran Turki Osmanli, pada tahun 1878, jumlah keseluruhan penduduk di kawasan yang kini menjadi wilayah Israel/Palestina berjumlah 462.465 jiwa pada tahun 1878. Jumlah keseluruhan ini terdiri atas 403.795 jiwa (87%) umat Islam, 43.659 jiwa (10%) umat Kristen, dan 15.011 jiwa (3%) umat Yahudi (dikutip dalam Alan Dowty, Israel/Palestine, Cambridge: Polity, 2008, hlm. 13). Baca juga Mark Tessler, A History of the Israeli–Palestinian Conflict (Bloomington, IN: Indiana University Press, 1994), hlmn. 43 dan 124.[40]
  10. ^ Schneer mengemukakan bahwa: "Deklarasi Balfour tidak dengan sendirinya merupakan sumber masalah di sebuah negeri yang sebelumnya kurang lebih damai, tetapi Deklarasi Balfour juga bukanlah sekadar papan penunjuk arah belaka di sebuah jalan yang tak bersimpang menuju jurang. Tak seorang pun dapat menduga jalan sejarah Palestina andaikata Deklarasi Balfour tidak pernah ada. Apa yang sudah terjadi adalah akibat dari adanya kekuatan-kekuatan dan faktor-faktor yang sama sekali tidak terduga."[44]
  11. ^ Kedourie menjelaskan pernyataan Buku Putih Churchill tahun 1922 sebagai berikut: "... dusta bahwa pemerintah 'senantiasa' menganggap rancangan Henry McMahon mencakup Wilayet Beirut dan Sanjaq Yerusalem, karena nyatanya dalil ini tidak lebih lama umurnya daripada memorandum Hubert Winthrop Young yang terbit pada bulan November 1920"[63]
  12. ^ Sekembalinya dari Petrograd, sesudah menerima teguran resmi, Sykes menyurati Sir Arthur Nicholson katanya, "dari isi telegram anda, saya khawatir sudah menyusahkan anda sehubungan dengan Picot & Palestina. Namun percayalah, belum ada kerugian apa-apa, P sedang senang-senangnya menikmati puri barunya di Armenia, dan S[azonow] kelihatannya gembira dapat lepas dari keharusan untuk menangani orang Armenia dalam jumlah yang lebih banyak daripada yang sanggup ia tolong. Menurut hemat saya, kaum Sionislah yang kini menjadi kunci situasi-masalahnya adalah bagaimana caranya agar mereka dapat merasa puas?...." Isi surat selengkapnya dapat dibaca di [84]
  13. ^ Menurut penuturan banyak pihak, antara lain Schneer, peran serta Gaster dalam memunculkan Deklarasi Balfour telah disepelekan orang. Para ahli, termasuk James Renton, sudah mengusahakan agar peran sertanya kembali dihargai.[95]
  14. ^ Sykes diperkenalkan dengan Weizmann and Sokolow oleh James Aratoon Malcolm, pengusaha Inggris keturunan Armenia, dan L. J. Greenberg, editor surat kabar mingguan The Jewish Chronicle.[89]
  15. ^ Dalam History of Sionism buatannya, Sokolow menyatakan bahwa ia telah bertemu dengan para Kardinal dan disambut Paus, tak menyediakan penjelasan lainnya.[115] Sokolow menulis dua laporan dari pembicaraan dengan Paus, yang satu ditulis tangan dalam bahasa Prancis, yang Minerbi majukan "karena peristiwa tersebut mungkin dilakukan dalam bahasa tersebut dan karena laporan tersebut ditulis dengan tangan Sokolow sendiri setelah wawancara tersebut"[116][117] dan yang lainnya "ditulis dalam bahasa Italia beberapa hari setelah penyambutan".[116][117] Kreutz, menyusul Stein, menawarkan agar catatan tersebut "tak, secara keseluruhan, diambil sebagai sebuah catatan verbatim"[118][119] Terjemahan Minerbi: "Sokolow: Aku sangat tergerak dengan ingatan-ingatan sejarah tersebut, meskipun tak hanya orang Yahudi yang tinggal disana, mereka masih memiliki vitalitas sufisien untuk mengklaim kembali tanah mereka. Sri Baginda: Ya ya, ini providensial; Allah mengkehendakinya... Sri Baginda:...Namun masalah Tempat-tempat Kudus untuk kami adalah yang paling berpengaruh. Hak-hak penyucian harus dimajukan. Mereka harus mengaransemen hal ini antara Gereja dan Blok-blok besar. Kamu harus menghormati hak-hak mereka untuk keberadaan penuh mereka... Terdapat hak-hak berusia ratusan tahun, dipandu dan disajikan oleh seluruh pemerintah."
  16. ^ Meskipun Cambon tampak diajukan kepada Ronald Graham oleh Sokolow, Picot datang ke London pada akhir Oktober untuk tampil di pertemuan Kabinet dan menjelaskan posisi Prancis dalam hubungannya dengan gerakan Sionis. Kaufman menganggap bahwa Stein memajukan rasa kemungkinan bahwa dokumen tersebut tak akan dibawa ke perhatian Lord Balfour atau bahwa ia lupa tentang keberadaannya dan menganggap Verete meyakini dokumen tersebut mungkin hilang.[122]
  17. ^ Pelantikan Milner dalam Kabinet adalah karena perannya sebagai Komisioner Tinggi untuk Afrika Selatan pada Perang Boer Kedua – perang skala besar terakhir Inggris sebelum PDI
  18. ^ Quigley menulis: "Deklarasi ini, yang selalu dikenal sebagai Deklarasi Balfour, seharusnya lebih disebut "Deklarasi Milner", karen Milner adalah perancang sebenarnya dan, tampaknya, pendukung utamanya dalam Kabinet Perang. Fakta ini tak dibuat umum sampai 21 Juli 1937. Pada masa itu, Ormsby-Gore, yang berbicara untuk pemerintah dalam Dewan Rakyat, berkata, "Rancangan yang aslinya diambil oleh Lord Balfour tersebut bukanlah rancangan akhir yang dideklarasikan oleh Kabinet Perang. Sebagian rancangan tersebut dimajukan Kabinet Perang dan kemudian Pemerintahan Sekutu dan Amerika Serikat... dan akhirnya ditubuhkan dalam Mandat, yang terjadi pada perancangan buatan Lord Milner. Rancangan terakhir sebenarnya dikeluarkan dalam nama Menteri Luar Negeri tersebut, namun perancang sebenarnya adalah Lord Milner."[143]
  19. ^ Norman Rose menyebut hal ini sebagai berikut: "Tak ada yang dapat diragukan dari soal apa yang ada dalam pikiran kepala arsitek Deklarasi Balfour. Bukti tersebut tidaklah kontroversial. Semuanya sejalan, dalam memenuhi waktu, penghimpunan negara Yahudi. Bagi kaum Sionis, ini adalah langkap pertama yang akan berujung pada kenegaraan Yahudi. Sehingga bagi Weizmann – orang yang terkonfirmasi Anglofilia – dan para pemimpin Sionisnya, ini memberikan reperkusi maju. Karena Inggris berupaya untuk merekonsiliasikan obligasi beragam mereka, ini memulai sebuah periode menjanjikan penuh bagi kaum Sionis selain juga frastasi intens. Seorang penyanjung menyatakan bahwa proses penerapan Deklarasi Balfour dimulai pada 3 November 1917."[156]
  20. ^ Daily Chronicle, pada 30 Maret 1917, mengadvokasikan pembangkitan "Palestina Yahudi" ("the Jewish Palestine") dan pembangunan "negara Sionis ... di bawah perlindungan Inggris."[160] The New Europe, pada 12, 19, dan 26 April 1917, menulis tentang "Negara Yahudi" ("a Jewish State") seperti surat-surat kabar lainnya, yang meliputi Liverpool Courier (24 April), The Spectator (5 Mei), dan Glasgow Herald (29 Mei).[160] Beberapa surat kabar Inggris menulis bahwa ini ada dalam kepentingan Inggris untuk mendirikan kembali "Negara Yahudi" atau "Desa Yahudi" ("Jewish State" atau "Jewish Country"). Beberapa diantara mereka adalah Methodist Times, Manchester Guardian, The Globe, dan The Daily News.[160]
  21. ^ Saat ditanya pada 1922 tentang pengartian yang berkembang dari Tanah Air Yahudi di Palestina, Churchill menjawab, "ini menjawab bahwa ini bukanlah imposisi dari kebangsaan Yahudi terhadap para penduduk Palestina secara keseluruhan, namun pembangunan berkelanjutan dari komunitas Yahudi yang berdiri ... dalam tatanan yang menjadi sebuah pusat dimana orang Yahudi secara keseluruhan memegangnya, atas dasar agama dan ras, kepentingan dan kebanggaan... yang harus diketahui bahwa yang ada di Palestina adalah hak dan bukannya penekanan... bahwa pendirian Tanah Air Yahudi di Palestina harus dipandu di mancanegara."[172]
  22. ^ Surat Churchill kepada T.E. Lawrence menambahkan, "Ini secara manifes menyatakan bahwa Yahudi yang tersebar di seluruh dunia harus memiliki pusat nasional dan tanah air dimana beberapa dari mereka bersatu kembali. Dan dimana tempat lain yang akan dijadikan demikian selain di tanah Palestina, dengan lebih dari tiga ribu tahun mereka secara intim dan bangga berasosiasi?"[173]
  23. ^ Kol. T.E. Lawrence ("Lawrence dari Arabia,") dalam sebuah surat kepada Churchill pada 17 Januari 1921, menulis bahwa Emir Faisal, putra sulung Raja Hussein, "telah menyepakati penarikan seluruh klaim dari ayah mereka kepada Palestina" dalam mengembalikan kedaulatan Arab di Irak, Trans-Yordan dan Suriah.[173][xxii] Biografer Faisal mendiskusikan sebuah pertemuan akrimon yang terjadi pada 20 Januari 1921 antara Faisal, Haddad, Haidar dan Lindsey, Young dan Cornwallis dan berkata bahwa pertemuan ini berujung pada kesalahpahaman yang kemudian akan dipakai melawan Faisal karena Churchill kemudian mengklaim dalam parlemen bahwa Faisal telah menyadari bahwa teritorial Palestina secara spesifik dikecualikan dari janji-janji dukungan untuk Kerajaan Arab independen. Allawi berkata bahwa menit-menit acara pertemuan tersebut hanya membuat Faisal menerima bahwa ini dapat menjadi penafsiran pemerintah Inggris dari pertukaran tanpa kesepakatan yang dibutuhkan dengan mereka.[174] Di parlemen, Churchill pada 1922 meluruskannya, “..sebuah konversasi yang diadakan di Kantor Luar Negeri pada 20 Januari, 1921, lebih dari lima tahun setelah konklusi dari korespondensi dimana klaim tersebut berdasar, Pada saat itu, sudut pandang Pemerintahan Sri Baginda dijelaskan kepada Emir, yang mengekspresikan dirinya sendiri bersiap untuk menerima pernyataan bahwa ini telah menjadi tujuan Pemerintahan Sri Baginda untuk mengkecualikan Palestina .”[175]
  24. ^

    Apa yang ada dalam pikiran orang-orang yang membuat Deklarasi Balfour adalah spekulatif. Fakta menyatakan bahwa, dalam sorotan pengalaman yang terjadi sebagai konsekuensi kerancuan serius di Palestina, kekuasaan mandat, dalam sebuah pernyataan pada "Kebijakan Inggris di Palestina," yang dikeluarkan pada 3 Juni 1922 oleh Kantor Kolonial, menempatkan pembangunan restriktif atas Deklarasi Balfour. [191]

    dan

    Selain itu, baik Deklarasi Balfour maupun Mandat mendahului pembentukan berkelanjutan dari Negara Yahudi. Mandat tersebut dalam Preambelnya diakui, dengan hormat kepada orang Yahudim "dasar untuk merekonstruksi Tanah Air kami". Dengan penyediaan, sebagai salah satu obligasi utama dari kekuasaan Mandat yang memfasilitasi Yahudi, ini sejalan dengan Yahudi sebuah kesempatan, melalui imigrasi skala besar, untuk kemudian menciptakan sebuah Negara Yahudi dengan mayoritas Yahudi. [192]

  25. ^ Gelvin menulis: "Kata-kata Deklarasi Balfour secara hati-hati dipilih. Ini bukanlah kecelakaan yang membuat deklarasi tersebut berisi frase "di Palestina" ketimbang "dari Palestina", maupun sebuah kecelakaan bahwa kantor luar negeri memakai kata "tanah air" ketimbang "negara" yang lebih diterima – disamping fakta bahwa "tanah air" tak sejalan atau berdiri dalam hukum internasional. Dan apa yang timbul terjadi "dipandang dengan positif" dan berarti "memakai dorongan terbaik mereka"? Ambiguitas yang tampak dari deklarasi tersebut merefleksikan perdebatan tak hanya dalam pemerintah Inggris namun juga dalam Sionis Inggris dan komunitas Yahudi."[147]
  26. ^ a b Reinharz menulis: "Inggris dan Prancis memperkirakan keseimbangan kekuatan dalam publik Yahudi Amerika sangat disebabkan oleh kesuksesannya dalam perjuangan untuk sebuah kongres. Ini adalah sebuah kemenangan bagi kaum Sionis di bawah kepemimpinan para penasihat dekat Pemerintahan Wilson, seperti Brandeis dan Frankfurter, melawan keputusan para bankir dari Wall Street, AJC, dan Komite Buruh Nasional. Ini diiringi dengan pertumbuhan impresif dalam keanggotaan terorganisir: dari 7,500 dalam 200 perhimpunan Sionis pada 1914 menjadi 30,000 dalam 600 perhimpunan pada 1918. Setahun kemudian, jumlah anggotanya mencapai 149,000. Selain itu, FAZ dan PZC mengumpulkan jutaan dolar saat tahun0tahun perang. Demonstrasi dukungan bagi Sionisme pada masyarakat Yahudi Amerika tersebut memainkan peran penting dalam konsiderasi Inggris yang berujung pada Deklarasi Balfour. Pemerintah Amerika (atau, setidaknya, Departemen Negara), yang utamanya tak ingin mendukung Deklarasi tersebut, hampir memisahkan dirinya sendiri – tampaknya karena kekuatan yang bertumbuh dari kaum Sionis di Amerika Serikat."[318]
  27. ^ James Renton menulis: "Secara keseluruhan, jelas bahwa Deklarasi tersebut, kampanye propaganda Inggris-Sionis, dukungan publik dari buruh internasional dan Presiden Wilson memberikan posisi berkuasa kepada kaum Sionis dari pengaruh berkelanjutan mereka dalam Yahudi Amerika. Ini tak datang dari dampak yang diberikan oleh Pemerintah Inggris. Deklarasi Balfour tentunya bukan diartikan sebagai alat untuk membantu pertumbuhan gerakan Sionis, atau untuk menimbulkan perpecahan komunal. Pengeluarannya ditujukan untuk merefleksikan sebuah perubahan yang terjadi dalam Yahudi dunia, namun pada kenyataannya tanggung jawab untuk klaim Sionis untuk legitimasi dan kepemimpinan."[235]
  28. ^ Edward Said menulis dalam The Question of Palestine tahun 1979 buatannya: "Apa yang berpengaruh soal deklarasi tersebut adalah, pertama, bahwa itu telah lama membentuk dasar yudisial klaim Sionis pada Palestina dan, kedua, dan lebih krusial bagi keperluan kami disini, bahwa ini adalah sebuah pernyataan yang pasukan posisional hanya dapat mengapresiasi saat demografi atau realitas manusia dari Palestina jelas terjaga dalam pikir. Sehingga, deklarasi tersebut dibuat (a) oleh sebuah kekuatan Eropa, (b) tentang wilayah non-Eropa, (c) di sebuah kedataran yang tak tak saling cocok dari kedua keberadaan tersebut dan keinginan pemukim mayoritas asli di wilayah tersebut, dan (d) ini mengambil bentuk janji tentang wilayah yang sama dengan kelompok asing lainnya, sehingga kelompok asing ini berniat, sangat secara harfiah, membuat wilayah ini menjadi tanah air bagi orang Yahudi. Tak banyak dipakai pada masa sekarang dalam menyelimuti sebuah pernyataan seperti Deklarasi Balfour. Ini tampak lebih bernilai untuk memandangnya sebagai bagian dari sebuah sejarah, dari sebuah gaya dan set karakteristik yang secara sentral meliputi pertanyaan Palestina seperti yang dapat didiskusikan pada masa sekarang."[245]
  29. ^ Ini disebutkan serupa oleh William Helmreich dan Francis Nicosia. Helmreich menyatakan bahwa: "Ini mewakili bagian sebuah kerjasama pada gagasan-gagasan yang siap diekspresikan dalam artikel-artikel pada Volkischer Beobachter dan dalam karyakarya terbitan lainnya, terutama Die Spur. Judul tersebut memberikan sebuah kesimpulan dari sebuah tesis yang Rosenberg majukan kepada para pembacanya: "Organisasi Sionis di Jerman tak lebih dari sebuah organisasi yang mendorong sebuah pemahaman terlegalisir dari negara Jerman." Ia menuduh kaum Sionis Jerman mengkhianati Jerman pada masa perang dengan mendukung Deklarasi Balfour Inggris dan kebijakan-kebijakan pro-Sionis dan menuduh bahwa mereka aktif campur tangan dalam kekalahan Jerman dan penetapan Versailles yang memberikan Tanah Air Yahudi di Palestina. Ia ingin menyatakan bahwa kepentingan Sionis mula-mula dan terutama adalah Yahudi dunia, dan melalui implikasi dari persekongkolan Yahudi mancanegara."[279] Selain itu, Nicosia menyatakan: "Rosenberg berpendapat bahwa Yahudi telah merencanakan Perang Besar dalam rangka mengamankan sebuah negara di Palestina. Dalam kata lain, ia menganggap bahwa mereka melakukan kekerasan dan perang pada kalangan priyayi dalam rangka mengamankan kepentingan Yahudi eksklusif mereka sendiri."[280]
  30. ^ Churchill mengisi perdebatan Dewan Rakyat dengan argumen berikut ini: "Palestina seluruhnya sangat penting bagi kkita... dalam pandangan yang bertumbuh signifikan dari Terusan Suez; dan aku berpikir £1,000,000 setahun... akan menjadi terlalu banyak bagi Britania Raya untuk membayar kontrol dan pemanduan dari tanah berseharag besar ini, dan untuk menjaga firman yang telah diberikan kepada seluruh bangsa di dunia."[295] Mathew menyebut manuver Churchill adalah sebagai berikut: "...keputusan yang dimajukan oleh mayoritas besar dalam Dewan Rakyat, sebuah hasil yang bukanlah perubahan opini mendadak namun oportunisme terampil Churchhill membalikkan menit terakhir debat umum tentang pendirian untuk koloni-koloni di seluruh dunia dalam suara konfidensi tentang kebijakan Palestina dari pemerintahan tersebut, ditujukan dalam markah ulang buatannya bukannya sebuah argumen Sionis namun konsiderasi imperial dan strategis.[296]
  31. ^ Gelvin menyatakan bahwa "Inggris tak terlalu mengetahui apa yang membuat Presiden Woodrow Wilson dan keputusannya (sebelum Amerika masuk perang) bahwa cara untuk mengakhiri pertikaian adalah agar kedua belah pihak menerima "perdamaian tanpa kemenangan". Dua penasihat terdekat Wilson, Louis Brandeis dan Felix Frankfurter, merupakan Sionis tulen. Bagaimana hal baik menghimpun sebuah persekutuan tak menentu ketimbang memajukan tujuan-tujuan Sionis? Inggris mengadopsi pemikiran serupa saat mereka datang ke Rusia, yang berada dalam pertengahan revolusi mereka. Beberapa revolusioner paling berpengaruh, termasuk Leon Trotsky, adalah keturunan Yahudi. Kenapa tak memandang jika mereka akan mendorong agar Rusia tetap dalam perang dengan menunjukkan ke-Yahudi-an laten mereka dan memberikan mereka alasan lain untuk melanjutkan pertarungan tersebut? ... Hal ini meliputi tak hanya orang yang siap disebut namun juga keinginan Inggris untuk meraih sumber finansial Yahudi."[311]
  32. ^ Schneer mendeskripsikan hal ini sebagai berikut: "Kemudian, pandangan dari Whitehall pada awal 1916: Jika kekalahan tak terelakkan, itu adalah kemenangan; dan kejatuhan dari perang yang timbul di Front Barat tak akan terprediksi. Pasukan kolosal dalam cangkian kematian di sepanjang Eropa dan di Eurasia tampak ditunda satu sama lain. Hanya tambahan pasukan baru signifikan di satu sisi atau lainnya yang tampaknya berada di ujung skala tersebut. Kehendak Inggris, bermula pada awal 1916, untuk mengeksplor beberapa jenis aransemen secara serius dengan "Yahudi dunia" atau "Yahudi besar" harus dimengerti dalam konteks ini."[312]
  33. ^ Grainger menulis: "Ini kemudian diluncurkan sebagai isyarat humanitarian besar dan dikecam sebagai sebuah rencana yang jahat, namun diskusi Kabinet sebelumnya tentang hal ini menunjukkan bahwa ini adalah produk perhitungan politik keras kepala… Ini berpendapat bahwa deklarasi semacam itu akan mendorong dukungan bagi Sekutu di Amerika Serikat dan di Rusia, dua negara di dunia yang memiliki populasi Yahudi yang sangat besar. Namun di balik itu, semuanya mengetahui bahwa, jika Inggris menjanjikan kebijakan semacam itu, ini akan secara dibutuhkan diangkat untuk mengimplementasikannya, dan ini akan diartikan bahwa ia akan memberikan kontrol politik atas Palestina. Satu tujuan dari Deklarasi Balfour adalah untuk membekukan Prancis (dan pihak lainnya) dari keberadaan pasca-perang apapun di Palestina."[315] dan Barr menulis: "Untuk mendompleng keberadaan Prancis untuk pemerintahan mancanegara saat Palestina telah ditaklukkan, pemerintah Inggris sekarang membuat dukungannya untuk publik Sionisme."[316]
  34. ^ Brysac dan Meyer menulis: "Seperti yang pengacara dan sejarawan David Fromkin sebutkan, dari sekitar tiga juta Yahudi yang tinggal di Amerika Serikat pada 1914, hanya dua belas ribu orang yang masuk Federasi Sionis yang masih amatir, yang diklaim memiliki lima ratus anggota di New York. Biaya tahunannya sebelum 1914 tak pernah mencapai $5,200, dan hadiah tunggal terbesar yang ia raih sejumlah $200."[317]
  35. ^ Reinharz menyebutnya sebagai berikut: "Di Konferensi Darurat Sionis pada AGustus 1914, Poalei-Zion menuntut pengadaan kongres Yahudi yang akan memperdebatkan masalah Yahudi secara keseluruhan... Pada setahun diskusi yang tak berbuah, AJC hanya akan menyepakati konvensi terbatas dari organisasi-organisasi spesifik, ketimbang sebuah kongres berbasis pada pemilihan demokratis. Sehingga pada Maret 1916, kaum Sionis mengundang sejumlah organisasi lainnya untuk menghimpun sebuah kongres. Perpecahan internal di kalangan Yahudi Amerika, yang sangat mengkhawatirkan, pecah secara bulat... Pemilihan-pemilihan diadakan pada bulan Juni, dua bulan setelah Amerika Serikat memasuki perang; 325,000 orang memberikan suara, 75,000 orang diantaranya berasal dari kamp buruh Sionis. Ini adalah demonstrasi impresif dari kemampuan Sionis imigran untuk memajukan dukungan masif. Setelah itu, Presiden Wilson menyarankan Wise untuk tak menghadiri kongres tersebut saat perang, dan sesi pembukaannya kemudian ditunda dari 2 September 1917, sampai "negosiasi damai akan memungkinkan", Penerimaan PZC dari tawaran tersebut kembali berkembang di kalangan para pendukung kongres tersebut, yang menyebutnya sebagai penyerahan mengikis."[318]
  36. ^ Gutwein menyebut dampaknya sebagai berikut: "Persetujuan Sykes untuk kepemimpinan Sionis-radikal pada awal 1917 berujung pada transformasi besar dalam pendirian politik Weizmann. Dari pecahnya perang sampai kejatuhan Asquith, Weizmann memajukan dorongan kepada para pejabat dan negarawan Inggris untuk meminta bantuan mereka, namun upayanya diblok karena posisi radikalnya. Sekarang, Sykes menyepakati Weizmann dan Sokolow serta meminta bantuan mereka untuk memajukan tujuan-tujuan radikal. Opsi bersama dari Weizmann dan kaum Sionis-radikal dalam pemerintahan Lloyd George mentransformasikan mereka dari pelobi menjadi mitra, dan Sykes memakai bantuan mereka untuk mempromosikan tiga tujuan besar dari kebijakan radikal tersebut: pertarungan melawan kebijakan "perdamaian tanpa kemenangan" buatan Wilson; pendirian "Armenia Raya" sebagai protektorat Rusia yang meliputi Armenia Turki; dan penggantian kekuasaan Inggris-Prancis bersama di Palestina, dalam jiwa Perjanjian Sykes–Picot, dengan sebuah protektorat Inggris eksklusif."[89]
  37. ^ Profesor sosiologi Israel Menachem Friedman menulis: "...seseorang tak dapat memperkirakan pengaruh dramatis [deklarasi tersebut] pada masyarakat Yahudi, khususnya orang-orang yang tinggal di Eropa Timur. Berbicara secara kiasan, mereka merasa bahwa jika mereka benar-benar mendengar pukulan sayap-sayap Penebusan. Dari sudut pandang teologi, Deklarasi Balfour bahkan lebih signifikan ketimbang kegiatan-kegiatan Sionis di Palestina pada masa itu. Meskipun usaha Sionis di Palestina didefinisikan sebagai "pemberontakan" melawan Allah dan kepercayaan tradisional dalam Penebusan. Sehingga Yahudi yang meyakini Providensi Ilahi harus berpadu dengan kepercayaan bahwa Deklarasi Balfour adalah manifestasi dari Rahmat Allah. Fenomena politik ini – yang dikeluarkan sebagai hasil dari lobi Sionis dan dialamatkan kepada Eksekutif Sionis – mengejutkan pendirian anti-Sionisme relijius tradisional serta mendorong Sionis relijius."[330]
  38. ^ Norman Rose menyatakan: "... bagi Inggris, Deklarasi Balfour membuka salah satu episode paling kontroversial dalam sejarah kekaisaran mereka. Tak terselesaikan oleh kompleksitas diplomasi perang, tak dapat menjembatani perpecahan dengan pihak-pihak yang terlibat, Deklarasi tersebut memasangkan hubungan mereka dengan Arab Palestina dan Sionis. Dan tak kurang, ini menyematkan reputasi Inggris di seluruh Timur Tengah Arab dari generasi ke generasi."[156]
  39. ^ Menyinggung soal Schneer, yang disebut dua kali dalam karyanya, menyatakan bahwa: "Karena ini tak terprediksi dan dikarakteristisasikan oleh "kontradiksi, penipuan, kesalahpahaman, dan pikiran pengharapan", berujung pada deklarasi tersebut menabur gigi naga. Ini menghasilkan panen pembunuhan, dan mereka memajukan panen sampai masa sekarang".[325]
  40. ^ Penerapan deklarasi tersebut menimbulkan penyudutan orang Arab yang mengalienasikan mereka dari para administrator Inggris di Mandat Palestina.[234] Sejarawan Palestina Rashid Khalidi berpendapat bahwa setelah Deklarasi Balfour, ini membulatkan "apa yang terjadi pada seratus tahun perang melawan orang Palestina".[346]

Kutipan

  1. ^ Renton 2007, hlm. 2.
  2. ^ Renton 2007, hlm. 85.
  3. ^ Schölch 1992, hlm. 44.
  4. ^ a b Stein 1961, hlm. 5–9.
  5. ^ a b Liebreich 2004, hlm. 8–9.
  6. ^ Schölch 1992, hlm. 41.
  7. ^ Lewis 2014, hlm. 10.
  8. ^ a b c Friedman 1973, hlm. xxxii.
  9. ^ Schölch 1992, hlm. 51.
  10. ^ a b Cleveland & Bunton 2016, hlm. 229.
  11. ^ a b Cohen 1989, hlm. 29–31.
  12. ^ a b c LeVine & Mossberg 2014, hlm. 211.
  13. ^ Gelvin 2014, hlm. 93.
  14. ^ Rhett 2015, hlm. 106.
  15. ^ Cohen 1989, hlm. 31–32.
  16. ^ Cohen 1989, hlm. 34–35.
  17. ^ a b Rhett 2015, hlm. 107–108.
  18. ^ Weizmann 1949, hlm. 93–109.
  19. ^ Defries 2014, hlm. 51.
  20. ^ Klug 2012, hlm. 199–210.
  21. ^ Hansard, Aliens Bill: HC Deb 02 Mei 1905 jld 145 cc768-808; dan Aliens Bill, HC Deb 10 Juli 1905 jld 149 cc110-62
  22. ^ Rovner 2014, hlm. 51–52.
  23. ^ Rovner 2014, hlm. 81.
  24. ^ Rovner 2014, hlm. 51–81.
  25. ^ Weizmann 1949, hlm. 111.
  26. ^ a b Lewis 2009, hlm. 73–74.
  27. ^ Penslar 2007, hlm. 138–139.
  28. ^ a b Gutwein 2016, hlm. 120–130.
  29. ^ Schneer 2010, hlm. 129–130: "Baron James memohon dengan sangat kepadanya..."
  30. ^ a b Schneer 2010, hlm. 130.
  31. ^ a b Cooper 2015, hlm. 148.
  32. ^ Stein 1961, hlm. 66–67.
  33. ^ Schneer 2010, hlm. 110.
  34. ^ Fromkin 1990, hlm. 294.
  35. ^ Tamari 2017, hlm. 29.
  36. ^ Cleveland & Bunton 2016, hlm. 38.
  37. ^ Quigley 1990, hlm. 10.
  38. ^ Friedman 1973, hlm. 282.
  39. ^ Della Pergola 2001, hlm. 5 dan Bachi 1974, hlm. 5
  40. ^ Mendel 2014, hlm. 188.
  41. ^ Friedman 1997, hlm. 39–40.
  42. ^ a b Tessler 2009, hlm. 144.
  43. ^ Neff 1995, hlm. 159–164.
  44. ^ Schneer 2010, hlm. 14.
  45. ^ Schneer 2010, hlm. 32.
  46. ^ Büssow 2011, hlm. 5.
  47. ^ Reid 2011, hlm. 115.
  48. ^ Defries 2014, hlm. 44.
  49. ^ a b Lewis 2009, hlm. 115–119.
  50. ^ Weizmann 1983, hlm. 122.
  51. ^ Huneidi 2001, hlm. 79–81.
  52. ^ Weizmann 1983, hlm. 122b.
  53. ^ Weizmann 1983, hlm. 126.
  54. ^ Kamel 2015, hlm. 106.
  55. ^ Huneidi 2001, hlm. 83.
  56. ^ a b Billauer 2013, hlm. 21.
  57. ^ Lieshout 2016, hlm. 198.
  58. ^ Defries 2014, hlm. 50.
  59. ^ Cohen 2014, hlm. 47.
  60. ^ Lewis 2009, hlm. 115.
  61. ^ Lloyd George 1933, hlm. 50.
  62. ^ Posner 1987, hlm. 144.
  63. ^ Kedourie 1976, hlm. 246.
  64. ^ Kattan 2009, hlm. xxxiv (Peta 2), dan hlm. 109.
  65. ^ Kamel 2015, hlm. 109.
  66. ^ Sanders 1984, hlm. 347.
  67. ^ a b Huneidi 2001, hlm. 65.
  68. ^ Antonius 1938, hlm. 169.
  69. ^ Huneidi 2001, hlm. 65–70.
  70. ^ Kattan 2009, hlm. 103.
  71. ^ Kattan 2009, hlm. 101.
  72. ^ a b Memorandum by Mr. Balfour (Paris) respecting Syria, Palestine, and Mesopotamia, 132187/2117/44A, August 11, 1919
  73. ^ Kedourie 2013, hlm. 66.
  74. ^ a b Dockrill & Lowe 2002, hlm. 539–543, isi memorandum bersama selengkapnya.
  75. ^ a b Ulrichsen & Ulrichsen 2014, hlm. 155–156.
  76. ^ a b c Schneer 2010, hlm. 75–86.
  77. ^ a b c d e f Khouri 1985, hlm. 8–10
  78. ^ a b Kedourie 2013, hlm. 81.
  79. ^ a b Lieshout 2016, hlm. 196.
  80. ^ Halpern 1987, hlm. 48, 133.
  81. ^ Rosen 1988, hlm. 61.
  82. ^ Jeffries 1939, hlm. 112-114.
  83. ^ Friedman 1973, hlm. 119-120.
  84. ^ Kedourie, Elie (1970). "Sir Mark Sykes and Palestine 1915-16". Middle Eastern Studies. 6 (3): 340–345. doi:10.1080/00263207008700157. JSTOR 4282341. 
  85. ^ Dockrill & Lowe 2001, hlm. 228–229.
  86. ^ Lieshout 2016, hlm. 189.
  87. ^ a b c d e Shlaim 2005, hlm. 251–270.
  88. ^ Hourani 1981, hlm. 211.
  89. ^ a b c d Gutwein 2016, hlm. 117–152.
  90. ^ Mathew 2013, hlm. 231–250.
  91. ^ Woodward 1998, hlm. 119–120.
  92. ^ a b Woodfin 2012, hlm. 47–49.
  93. ^ Grainger 2006, hlm. 81–108.
  94. ^ a b Grainger 2006, hlm. 109–114.
  95. ^ Renton 2004, hlm. 149.
  96. ^ a b Zieger 2001, hlm. 97–98.
  97. ^ Zieger 2001, hlm. 91.
  98. ^ Zieger 2001, hlm. 58.
  99. ^ Zieger 2001, hlm. 188–189.
  100. ^ a b Schneer 2010, hlm. 209.
  101. ^ Brecher 1993, hlm. 642–643.
  102. ^ a b Grainger 2006, hlm. 66.
  103. ^ a b Wavell 1968, hlm. 90–91.
  104. ^ a b Lieshout 2016, hlm. 281.
  105. ^ Grainger 2006, hlm. 65.
  106. ^ a b Schneer 2010, hlm. 227–236.
  107. ^ Laurens 1999, hlm. 305.
  108. ^ a b Lieshout 2016, hlm. 203.
  109. ^ Schneer 2010, hlm. 210.
  110. ^ Schneer 2010, hlm. 211.
  111. ^ Schneer 2010, hlm. 212.
  112. ^ Schneer 2010, hlm. 214.
  113. ^ Schneer 2010, hlm. 216.
  114. ^ Friedman 1973, hlm. 152.
  115. ^ Sokolow 1919, hlm. 52–53.
  116. ^ a b Minerbi 1990, hlm. 63–64, 111.
  117. ^ a b Minerbi 1990, hlm. 221; mengutip CZA Z4/728 untuk versi Prancis dan CZA A18/25 untuk versi Italia..
  118. ^ Stein 1961, hlm. 407.
  119. ^ Kreutz 1990, hlm. 51.
  120. ^ Manuel 1955, hlm. 265–266.
  121. ^ Kedourie 2013, hlm. 87.
  122. ^ a b Kaufman 2006, hlm. 385.
  123. ^ de Haas 1929, hlm. 89–90.
  124. ^ Friedman 1973, hlm. 246.
  125. ^ Weizmann 1949, hlm. 203.
  126. ^ Palestine dan Deklarasi Balfour, Makalah Kabinet, Januari 1923
  127. ^ Friedman 1973, hlm. 247.
  128. ^ a b Rhett 2015, hlm. 27.
  129. ^ a b Rhett 2015, hlm. 26.
  130. ^ a b Stein 1961, hlm. 466.
  131. ^ a b c Hurewitz 1979, hlm. 102.
  132. ^ Adelson 1995, hlm. 141.
  133. ^ Hansard, War Cabinet: HC Deb 14 March 1917 vol 91 cc1098-9W
  134. ^ a b Lebow 1968, hlm. 501.
  135. ^ Hurewitz 1979, hlm. 103.
  136. ^ Hurewitz 1979, hlm. 104.
  137. ^ Hurewitz 1979, hlm. 105.
  138. ^ Hurewitz 1979, hlm. 106.
  139. ^ a b c d e f g h i Stein 1961, hlm. 664: "Appendix: Successive drafts and final text of the Balfour Declaration"
  140. ^ Lieshout 2016, hlm. 219.
  141. ^ a b c Halpern 1987, hlm. 163.
  142. ^ Rhett 2015, hlm. 24.
  143. ^ Quigley 1981, hlm. 169.
  144. ^ Rubinstein 2000, hlm. 175–196.
  145. ^ a b Huneidi 1998, hlm. 33.
  146. ^ Caplan 2011, hlm. 62.
  147. ^ a b c d e f g h i j Gelvin 2014, hlm. 82ff.
  148. ^ Kattan 2009, hlm. 60–61.
  149. ^ Bassiouni & Fisher 2012, hlm. 431.
  150. ^ Talhami 2017, hlm. 27.
  151. ^ Hansard, [1]: HC Deb 27 April 1920 vol 128 cc1026-7
  152. ^ Schmidt 2011, hlm. 69.
  153. ^ Palin Commission 1920, hlm. 9.
  154. ^ Makovsky 2007, hlm. 76: "The definition of "national home" was left intentionally ambiguous."
  155. ^ Palestine Royal Commission 1937, hlm. 24.
  156. ^ a b Rose 2010, hlm. 18.
  157. ^ Strawson 2009, hlm. 33.
  158. ^ Curzon 1917.
  159. ^ Lieshout 2016, hlm. 225–257.
  160. ^ a b c Friedman 1973, hlm. 312.
  161. ^ American Emergency Committee for Zionist Affairs, The Balfour Declaration and American Interests in Palestine (New York 1941) pp. 8-10.
  162. ^ a b c d e f g h Friedman 1973, hlm. 313.
  163. ^ a b c Miller, David Hunter. My Diary at the Conference of Paris (New York), Appeal Printing Co., (1924), vol 4 pp. 263-4
  164. ^ Jacobs 2011, hlm. 191.
  165. ^ Auron 2017, hlm. 278.
  166. ^ "Chamberlain, in 1918, Envisaged Jewish State Linked to U.S. or Britain". Jewish Telegraph Agency. 1939. Diakses tanggal 4 November 2017. 
  167. ^ Alexander, Edward. The State of the Jews: A Critical Appraisal, Routledge (2012) ebook
  168. ^ Johnson 2013, hlm. 441.
  169. ^ Lieshout 2016, hlm. 387.
  170. ^ Weizmann & 1949 p. 306.
  171. ^ Blum, Yehuda (2008). "The Evolution of Israel's Boundaries". 'Jerusalem center for Public Affairs. Diakses tanggal 3 November 2017. 
  172. ^ Gilbert, Martin. Churchill and the Jews: A Lifelong Friendship, Macmillan (2007) p. 74, taken from Churchill's letter of 1 March 1922
  173. ^ a b Wallace, Cynthia D. Foundations of the International Legal Rights of the Jewish People and the State of Israel, Creation House, (2012) pp. 72-73
  174. ^ Allawi 2014, hlm. 323.
  175. ^ Hansard, [2]: HC Deb 11 July 1922 vol 156 cc1032-5
  176. ^ a b Sekulow, Jay. Unholy Alliance: The Agenda Iran, Russia, and Jihadists Share for Conquering the World, Simon and Schuster (2016) pp. 29-30
  177. ^ Allawi 2014, hlm. 189.
  178. ^ Friedman 1973, hlm. 92.
  179. ^ United States. Dept. of State (1919). Wikisource link to Secretary’s Notes of a Conversation Held in M. Pichon’s Room at the Quai d’Orsay, Paris, on Thursday, 6 February 1919, at 3 p.m.. 3. Foreign Relations of the United States – Peace Conference. Wikisource. 
  180. ^ UNSCOP 1947, hlm. II, Art. 122.
  181. ^ Palestine Royal Commission 1937, hlm. 78.
  182. ^ a b c Allawi 2014, hlm. 215.
  183. ^ Allawi 2014, hlm. 216-217.
  184. ^ "The Return to Jerusalem What representatives of Muslim and Christian communities think of Zionism" [Le Retour a Jerusalem Ce que pensent du sionisme les representants des musulmans et des communantes chretiennes]. Le Matin (dalam bahasa French). France. 1 March 1919. Diakses tanggal 23 July 2017. 
  185. ^ UNSCOP 1947, hlm. II, Art. 77.
  186. ^ Mansfield 1992, hlm. 176–177.
  187. ^ Meinertzhagen 1959, hlm. 104.
  188. ^ Garfield 2007, hlm. 7.
  189. ^ a b Palestine Royal Commission 1937, hlm. 23–24
  190. ^ The Palestine Yearbook of International Law 1984. Martinus Nijhoff. 1997. hlm. 48. ISBN 9789041103383. 
  191. ^ UNSCOP 1947, hlm. II, Art. 142.
  192. ^ UNSCOP 1947, hlm. II, Art. 145.
  193. ^ Stein 1961, hlm. 470.
  194. ^ a b Friedman 1973, hlm. 257.
  195. ^ Renton 2016, hlm. 21.
  196. ^ Caplan 2011, hlm. 74.
  197. ^ Biger 2004, hlm. 49.
  198. ^ Biger 2004, hlm. 51.
  199. ^ Bickerton & Klausner 2016, hlm. 109.
  200. ^ Lieshout 2016, hlm. 221.
  201. ^ Amery 1953, hlm. 116.
  202. ^ a b Palin Commission 1920, hlm. 11.
  203. ^ a b Storrs 1943, hlm. 51.
  204. ^ a b Hardie & Herrman 1980, hlm. 88.
  205. ^ Komisi Mandat Permanen, Report on the Work of the Fifth (Extraordinary) Session of the Commission (held at Geneva from October 23rd to November 6th, 1924), League of Nations
  206. ^ Hansard, Prime Minister's Statement: HC Deb 03 April 1930 vol 237 cc1466-7
  207. ^ Palestine Royal Commission 1937, hlm. 218.
  208. ^ Geddes 1991, hlm. 126.
  209. ^ Friedman 1973, hlm. 325: Friedman quoted F.O. 371/4179/2117, Balfour to the Prime Minister, 19 February 1919
  210. ^ Balfour 1928, hlm. 14, 25.
  211. ^ Haiduc-Dale 2013, hlm. 40.
  212. ^ Khouri 1985, hlm. 527.
  213. ^ Dugard 2013, hlm. 294.
  214. ^ a b Lewis 2009, hlm. 163.
  215. ^ Lieshout 2016, hlm. 405.
  216. ^ Gelvin 1999, hlm. 13–29.
  217. ^ Khouri 1985, hlm. 9.
  218. ^ Hansard, Balfour Declaration: 3 April 2017, Volume 782
  219. ^ Dearden, Lizzie (26 April 2017). "UK refuses to apologise to Palestinians for Balfour Declaration and says it is 'proud of role in creating Israel'". The Independent. Diakses tanggal 30 April 2017. 
  220. ^ UNSCOP 1947, hlm. II, Art. 176.
  221. ^ Schneer 2010, hlm. 193.
  222. ^ a b c Schneer 2010, hlm. 336.
  223. ^ Ingrams 2009, hlm. 13.
  224. ^ Lieshout 2016, hlm. 214.
  225. ^ Makdisi 2010, hlm. 239.
  226. ^ Schneer 2010, hlm. 342.
  227. ^ Ulrichsen & Ulrichsen 2014, hlm. 157.
  228. ^ Allawi 2014, hlm. 108.
  229. ^ Peter Mansfield, majalah The British Empire , no. 75, Time-Life Books, 1973
  230. ^ Schneer 2010, hlm. 223.
  231. ^ Caplan 2011, hlm. 78: "...becoming the first major power..."
  232. ^ Stein 2003, hlm. 129.
  233. ^ Palestine Royal Commission 1937, hlm. 23.
  234. ^ a b c Watts 2008, hlm. 190a.
  235. ^ Renton 2007, hlm. 148.
  236. ^ Sokolow 1919, hlm. 99–116; Sokolow published the speeches in full.
  237. ^ a b Sorek 2015, hlm. 25.
  238. ^ Tomes 2002, hlm. 198.
  239. ^ Glass 2002, hlm. 199.
  240. ^ Glass 2002, hlm. 200.
  241. ^ Huneidi 2001, hlm. 94.
  242. ^ Domnitch 2000, hlm. 111–112.
  243. ^ Samuel 1945, hlm. 176.
  244. ^ Huneidi 2001, hlm. 96.
  245. ^ Said 1979, hlm. 15–16.
  246. ^ Friedman 2000, hlm. 273.
  247. ^ Wasserstein 1991, hlm. 31.
  248. ^ Wasserstein 1991, hlm. 32; Wasserstein quotes Storrs to OETA headquarters, 4 Nov. 1918 (ISA 2/140/4A)
  249. ^ a b Huneidi 2001, hlm. 32
  250. ^ Huneidi 2001, hlm. 32a, Huneidi cites: 'Petition from the Moslem-Christian Association in Jaffa, to the Military Governor, on the occasion of the First Anniversary of British Entry into Jaffa', 16 November 1918. Zu'aytir papers, pp. 7–8.
  251. ^ Huneidi 2001, hlm. 66.
  252. ^ Report of a Committee Set up to Consider Certain Correspondence Between Sir Henry McMahon and the Sharif of Mecca in 1915 and 1916 Diarsipkan 24 October 2015 di Wayback Machine., UNISPAL, Annex A, paragraph 19.
  253. ^ Paris 2003, hlm. 249.
  254. ^ Mousa 1978, hlm. 184-5.
  255. ^ Mousa 1978, hlm. 185.
  256. ^ Huneidi 2001, hlm. 71-2.
  257. ^ Lebel 2007, hlm. 159, 212–213.
  258. ^ Michael Freund (4 November 2013). "David Albala: Serbian Warrior, Sionist Hero". The Jerusalem Post. Diakses tanggal 3 October 2017. 
  259. ^ Ristović 2016, hlm. 49.
  260. ^ Palestine Royal Commission 1937, hlm. 22.
  261. ^ Rose 2010, hlm. 17.
  262. ^ Quigley 2010, hlm. 27–29.
  263. ^ a b c Quigley 2010, hlm. 29.
  264. ^ Pedersen 2015, hlm. 35.
  265. ^ Grief 2008, hlm. 30.
  266. ^ Wilson 1990, hlm. 44: Wilson cites Hubert Young to Ambassador Hardinge (Paris), 27 July 1920, FO 371/5254
  267. ^ Wilson 1990, hlm. 44, 46–48.
  268. ^ Wasserstein 2008, hlm. 105–106: "...the myth of Palestine's 'first partition'..."
  269. ^ 67th Congress, H.J.Res. 322; pdf
  270. ^ Brecher 1987.
  271. ^ Davidson 2002, hlm. 27–30.
  272. ^ a b Davidson 2002, hlm. 1.
  273. ^ Friedman 1997, hlm. 340–343.
  274. ^ a b c d e f Cohen 1946, hlm. 120.
  275. ^ Friedman 1997, hlm. 379.
  276. ^ Toury 1968, hlm. 81–84.
  277. ^ a b c Huneidi 2001, hlm. 18–19.
  278. ^ De Waart 1994, hlm. 113.
  279. ^ a b Helmreich 1985, hlm. 24.
  280. ^ a b Nicosia 2008, hlm. 67.
  281. ^ Ciani 2011, hlm. 13.
  282. ^ Palin Commission 1920, hlm. 10.
  283. ^ Grainger 2006, hlm. 218.
  284. ^ Schneer 2010, hlm. 347–360.
  285. ^ Gilmour 1996, hlm. 67.
  286. ^ Gilmour 1996, hlm. 66; Gilmour quotes: Curzon to Allenby, 16 July 1920, CP 112/799
  287. ^ Gilmour 1996, hlm. 67; Gilmour quotes: Curzon to Bonar Law, 14 December 1922, Bonar Law Papers, 111/12/46
  288. ^ Huneidi 2001, hlm. 35.
  289. ^ a b c Kattan 2009, hlm. 84.
  290. ^ Leslie 1923, hlm. 284.
  291. ^ Defries 2014, hlm. 103.
  292. ^ Huneidi 2001, hlm. 57;  Huneidi cites: CO 733/18, Churchill to Samuel, Telegram, Private and Personal, 25 February 1922
  293. ^ a b Huneidi 2001, hlm. 58.
  294. ^ Hansard, Palestine Mandate: HL Deb 21 June 1922 vol 50 cc994-1033 (outcome of the vote cc1033 on next page)
  295. ^ Hansard, Colonial Office: HC Deb 04 July 1922 vol 156 cc221–343 (outcome of the vote cc343)
  296. ^ Mathew 2011, hlm. 36.
  297. ^ Quigley 2011, hlm. 269.
  298. ^ Cohen 2010, hlm. 6.
  299. ^ Quigley 2011, hlm. 279.
  300. ^ Huneidi 1998, hlm. 37.
  301. ^ a b Renton 2016, hlm. 16.
  302. ^ Palestine Royal Commission 1937, hlm. 31.
  303. ^ Quigley 2011, hlm. 280-2.
  304. ^ Defries 2014, hlm. 88–90.
  305. ^ a b Huneidi 2001, hlm. 61–64.
  306. ^ Huneidi 2001, hlm. 256.
  307. ^ a b c Caplan 2011, hlm. 94.
  308. ^ Palestine Royal Commission 1937, hlm. 22–28.
  309. ^ Kattan 2009, hlm. 388–394.
  310. ^ Lloyd George 1939, hlm. 724–734.
  311. ^ Gelvin 2014, hlm. 82–83.
  312. ^ Schneer 2010, hlm. 152.
  313. ^ Rubin, Martin (2010). "The Great Promise, review of Jonathan Schneer's Balfour Declaration". The Wall Street Journal. Diakses tanggal 8 October 2017. As Mr. Schneer documents, the declaration was, among much else, part of a campaign to foster world-wide Jewish support for the Allied war effort, not least in the U.S. 
  314. ^ Ingrams 2009, hlm. 16.
  315. ^ Grainger 2006, hlm. 178.
  316. ^ Barr 2011, hlm. 60.
  317. ^ Brysac & Meyer 2009, hlm. 115.
  318. ^ a b Reinharz 1988, hlm. 131–145.
  319. ^ Stein 1961.
  320. ^ Vereté 1970.
  321. ^ a b Smith 2011, hlm. 50–51.
  322. ^ Division for Palestinian Rights of the United Nations Secretariat 1978:"It ultimately led to partition and to the problem as it exists today. Any understanding of the Palestine issue, therefore, requires some examination of this Declaration which can be considered the root of the problem of Palestine."
  323. ^ Watts 2008, hlm. 190: "indirectly...led to"
  324. ^ Ingrams 2009, hlm. IX, 5: "Probably no other scrap of paper in history has had the effect of this brief letter, the cause of a conflict..."
  325. ^ a b Schneer 2010, hlm. 370, 376.
  326. ^ Shlaim 2005, hlm. 268.
  327. ^ Tucker 2017, hlm. 469–482.
  328. ^ Shlaim 2009, hlm. 23.
  329. ^ Cohen & Kolinsky 2013, hlm. 88.
  330. ^ Friedman 2012, hlm. 173.
  331. ^ Chris Rice, quoted in Munayer Salim J, Loden Lisa, Through My Enemy's Eyes: Envisioning Reconciliation in Israel-Palestine, quote: "The Palestinian-Israeli divide may be the most intractable conflict of our time."
  332. ^ Virginia Page Fortna, Peace Time: Cease-fire Agreements and the Durability of Peace, p. 67, "Britain's contradictory promises to Arabs and Jews during World War I sowed the seeds of what would become the international community's most intractable conflict later in the century."
  333. ^ Avner Falk, Fratricide in the Holy Land: A Psychoanalytic View of the Arab-Israeli Conflict, Chapter 1, p. 8, "Most experts agree that the Arab-Israeli conflict is the most intractable conflict in our world, yet very few scholars have produced any psychological explanation—let alone a satisfactory one—of this conflict's intractability."
  334. ^ a b Renton 2007, hlm. 151.
  335. ^ Shlaim 2005, hlm. 251–270a: Shlaim quotes: Sir John R. Chancellor to Lord Stamfordham, 27 May 1930, Middle East Archive, St. Antony's College, Oxford.
  336. ^ Palestine Royal Commission 1937, hlm. 363.
  337. ^ Cleveland & Bunton 2016, hlm. 244.
  338. ^ Palestine Royal Commission 1937, hlm. 368.
  339. ^ a b Lewis 2009, hlm. 175.
  340. ^ a b Berman 1992, hlm. 66.
  341. ^ Laqueur & Schueftan 2016, hlm. 49.
  342. ^ UNSCOP 1947, hlm. II, Art. 110.
  343. ^ UNSCOP 1947.
  344. ^ Monroe 1981, hlm. 43.
  345. ^ Schneer 2010, hlm. 361.
  346. ^ Black, Ian (30 December 2015). "Middle East still rocking from first world war pacts made 100 years ago". The Guardian. Diakses tanggal 8 October 2017. 
  347. ^ Friedman 1973, hlm. 396, note 65.
  348. ^ a b Ahren, Raphael (November 2, 2016). "Red tape, blunders keep Balfour Declaration away from the homeland it promised". Times of Israel. Diakses tanggal 8 October 2017. 

Daftar pustaka

Karya yang dikhususkan

Sejarah umum

Karya buatan pihak-pihak yang terlibat

Pranala luar