Lompat ke isi

Peladangan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Menolak 2 perubahan teks terakhir (oleh AbdiAfrizal) dan mengembalikan revisi 13153517 oleh Ezagren: Bukan sumber tepercaya.
Penambahan daftar referensi
Baris 11: Baris 11:
== Sejarah ==
== Sejarah ==
Sistem peladangan telah dipraktikan di [[padang rumput]] dan [[hutan]] di seluruh dunia. Ketika masa [[Revolusi Neolitik]], para pemburu dan pengumpul mulai mendomestikasikan berbagai jenis tumbuhan dan hewan sehingga dapat menghasilkan makanan lebih banyak per hektare wilayah dibandingkan dengan berburu, dan mereka mulai menetap. Kegiatan ini diawali di [[peradaban sungai]] di Mesir dan Mesopotamia. Karena tidak semua wilayah tepi sungai berupa lahan terbuka melainkan hutan, mereka mulai membersihkannya dengan cara menebang dan membakar.<ref>Jaime Awe, ''Maya Cities and Sacred Caves'', Cu bola Books (2006)</ref> [[Api]] telah digunakan oleh manusia sebelum zaman neolitik.
Sistem peladangan telah dipraktikan di [[padang rumput]] dan [[hutan]] di seluruh dunia. Ketika masa [[Revolusi Neolitik]], para pemburu dan pengumpul mulai mendomestikasikan berbagai jenis tumbuhan dan hewan sehingga dapat menghasilkan makanan lebih banyak per hektare wilayah dibandingkan dengan berburu, dan mereka mulai menetap. Kegiatan ini diawali di [[peradaban sungai]] di Mesir dan Mesopotamia. Karena tidak semua wilayah tepi sungai berupa lahan terbuka melainkan hutan, mereka mulai membersihkannya dengan cara menebang dan membakar.<ref>Jaime Awe, ''Maya Cities and Sacred Caves'', Cu bola Books (2006)</ref> [[Api]] telah digunakan oleh manusia sebelum zaman neolitik.

<br />

== Ciri Peladangan ==
Banyak ahli yang berpendapat mengenai sistem peladangan, meski tidak banyak dibahas dalam literatur karena umumnya pencirian peladangan dikonotasikan dengan istilah yang negatif. Oleh karena itu, Gourou secara garis besar menjelaskan ada empat ciri peladangan antara lain:

# Dijalankan di tanah tropis yang gersang
# Berupa teknik pertanian dasar tanpa menggunakan alat-alat, kecuali kapak
# Diusahakan pada kepadatan penduduk rendah
# Menyangkut tingkat konsumsi yang rendah

Sedangkan menurut Pelzer, ciri peladangan ditandai dengan tidak adanya pembajakan lahan, sedikitnya tenaga kerja dibandingkan dengan cara bercocok tanam yang lain, tidak menggunakan tenaga hewan atau punn pemupukan, dan tidak adanya konsep pemilikan tanah pribadi. Sementara menurut Dobby, perladangan merupakan "tahapan istimewa dalam evolusi dari berburu dan meramu sampai pada bercocok tanam yang menetap". <ref>{{Cite book|title=Involusi Pertanian|last=Geertz|first=Cliffiord|date=2016|publisher=Komunitas Bambu|year=1974|isbn=979-979-9542-38-3|edition=Fifth|location=Depok|pages=20|translator-last=Triwira|translator-first=Gatot|trans-title=Agricultural Involution: The Processes of Ecological Change in Indonesia|url-status=live}}</ref>


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==

Revisi per 30 Mei 2020 09.58

Peladangan adalah sebuah sistem bercocok tanam berpindah-pindah dari satu bidang tanah atau ladang ke bidang tanah yang lain, biasanya dibuka dengan menebang dan membakar sebagian hutan untuk membuat ladang.[1] Ini adalah teknik pertanian subsisten yang biasanya menggunakan sedikit teknologi atau alat lainnya. Hal ini biasanya menjadi bagian dari pertanian ladang berpindah.[2]

Teknik tebang dan bakar digunakan oleh sekitar 200 hingga 500 juta orang di seluruh dunia.[3][4] Pada tahun 2004 diperkirakan bahwa, di Brasil saja, 500.000 petani kecil masing-masing membabat rata-rata satu hektare hutan per tahun. Teknik ini tidak berkelanjutan bila melampaui kepadatan penduduk tertentu karena, tanpa pepohonan, kualitas tanah menurun hingga tak mampu mendukung tumbuhan. Para petani harus pindah ke hutan primer dan mengulangi proses tersebut. Metode seperti sistem pertanaman lorong di antara deretan pohon Inga telah diusulkan sebagai alternatif dari kehancuran ekologis ini.[5]

Sejarah

Sistem peladangan telah dipraktikan di padang rumput dan hutan di seluruh dunia. Ketika masa Revolusi Neolitik, para pemburu dan pengumpul mulai mendomestikasikan berbagai jenis tumbuhan dan hewan sehingga dapat menghasilkan makanan lebih banyak per hektare wilayah dibandingkan dengan berburu, dan mereka mulai menetap. Kegiatan ini diawali di peradaban sungai di Mesir dan Mesopotamia. Karena tidak semua wilayah tepi sungai berupa lahan terbuka melainkan hutan, mereka mulai membersihkannya dengan cara menebang dan membakar.[6] Api telah digunakan oleh manusia sebelum zaman neolitik.


Ciri Peladangan

Banyak ahli yang berpendapat mengenai sistem peladangan, meski tidak banyak dibahas dalam literatur karena umumnya pencirian peladangan dikonotasikan dengan istilah yang negatif. Oleh karena itu, Gourou secara garis besar menjelaskan ada empat ciri peladangan antara lain:

  1. Dijalankan di tanah tropis yang gersang
  2. Berupa teknik pertanian dasar tanpa menggunakan alat-alat, kecuali kapak
  3. Diusahakan pada kepadatan penduduk rendah
  4. Menyangkut tingkat konsumsi yang rendah

Sedangkan menurut Pelzer, ciri peladangan ditandai dengan tidak adanya pembajakan lahan, sedikitnya tenaga kerja dibandingkan dengan cara bercocok tanam yang lain, tidak menggunakan tenaga hewan atau punn pemupukan, dan tidak adanya konsep pemilikan tanah pribadi. Sementara menurut Dobby, perladangan merupakan "tahapan istimewa dalam evolusi dari berburu dan meramu sampai pada bercocok tanam yang menetap". [7]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ KBBI daring, entri ladang
  2. ^ Tony Waters, The Persistence of Subsistence Agriculture, p. 3. Lexington Books (2007).
  3. ^ Slash and burn, Encyclopedia of Earth
  4. ^ Skegg, Martin.True Stories: Up In Smoke The Guardian 24 September 2011.
  5. ^ Elkan, Daniel. Slash-and-burn farming has become a major threat to the world's rainforest The Guardian 21 April 2004
  6. ^ Jaime Awe, Maya Cities and Sacred Caves, Cu bola Books (2006)
  7. ^ Geertz, Cliffiord (2016). Involusi Pertanian [Agricultural Involution: The Processes of Ecological Change in Indonesia]. Diterjemahkan oleh Triwira, Gatot (edisi ke-Fifth). Depok: Komunitas Bambu. hlm. 20. ISBN 979-979-9542-38-3 Periksa nilai: checksum |isbn= (bantuan).