Lompat ke isi

Aceh: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
k Bahasa-bahasa di Aceh
Tag: Dikembalikan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 612: Baris 612:
[[Berkas:Ie Beuna Narit Aceh.JPG|jmpl|Rambu peringatan tsunami dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Aceh|272x272px]]
[[Berkas:Ie Beuna Narit Aceh.JPG|jmpl|Rambu peringatan tsunami dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Aceh|272x272px]]


Aceh memiliki 13 etnis bangsa asli. Yang terbesar adalah [[Suku Aceh|etnis Aceh]] yang mendiami wilayah pesisir mulai dari [[Langsa]] di pesisir timur utara sampai dengan [[Trumon]] di pesisir barat selatan. Etnis lainnya adalah [[Suku Gayo|etnis Gayo]], (Gayo Lut, Gayo Luwes, Gayo Serbejadi) yang mendiami wilayah pegunungan di tengah Aceh. Selain itu juga dijumpai etnis-etnis lainnya seperti, [[Suku Aneuk Jamee|etnis Jamèë]] di Aceh Selatan, [[Suku Singkil|etnis Singkil]] dan [[Suku Pakpak|etnis Pakpak]] di [[Subulussalam]], [[Singkil]] dan [[Suku Alas|etnis Alas]] di [[Aceh Tenggara]], [[Suku Kluet|etnis Kluet]] di [[Aceh Selatan]] dan [[Suku Tamiang|etnis Tamiang]] di [[Aceh Tamiang|Aceh]] [[Tamiang]], dan di [[Pulau Simeulue]] terdapat [[Suku Sigulai|etnis Sigulai]].
Aceh memiliki 13 etnis bangsa asli. Yang terbesar adalah [[Suku Aceh|etnis Aceh]] yang mendiami wilayah pesisir mulai dari [[Langsa]] di pesisir timur utara sampai dengan [[Trumon]] di pesisir barat selatan. Etnis lainnya adalah [[Suku Gayo|etnis Gayo]], (Gayo Lut, Gayo Luwes, Gayo Serbejadi) yang mendiami wilayah pegunungan di tengah Aceh. Selain itu juga dijumpai etnis-etnis lainnya seperti, [[Suku Aneuk Jamee|etnis Jamèë]] di Aceh Selatan, [[Suku Singkil|etnis Singkil]] di [[Subulussalam]], [[Singkil]] dan [[Suku Alas|etnis Alas]] di [[Aceh Tenggara]], [[Suku Kluet|etnis Kluet]] di [[Aceh Selatan]] dan [[Suku Tamiang|etnis Tamiang]] di [[Aceh Tamiang|Aceh Tamiang]], dan di [[Pulau Simeulue]] terdapat [[Suku Devayan|etnis Devayan]], adapun sisanya seperti: Suku Haloban, Suku Lekon, suku sigulai, Suku Lamno, Suku Pedalaman (Mantee) juga para pendatang yaitu: Etnis jawa, etnis batak khususnya {Mandailing & Pakpak} serta sebagian [Toba, Angkola, dan Simalungun], etnis Tionghoa, etnis madura, etnis karo, etnis minang, keturunan Eropa (Portugis & Belanda), keturunan Jepang, Keturunan India-Tamil, Keturunan Turki, Keturunan Punjabi-Pakistan, Keturunan Bangla, keturunan persia, keturunan Tionghoa-Indonesia, Keturunan, Arab-Indonesia, peranakan dll


Hasil sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan hasil sebagai berikut: [[Suku Aceh|Aceh]] (50,32%), [[Suku Jawa di Aceh|Jawa]] (15,87%), [[Suku Gayo|Gayo]] (11,46%), [[Suku Alas|Alas]] (3,89%), [[Suku Singkil|Singkil]] (2,55%), [[Suku Simeulue|Simeulue]] (2,47%), [[Suku Batak|Batak]] (2,26%), [[Suku Minangkabau|Minangkabau]] (1,09%), lain-lain (10,09%)<ref>{{cite book
Hasil sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan hasil perkiraan urutan suku-suku di Aceh sebagai berikut: [[Suku Aceh|Aceh]], [[Suku Jawa|Jawa]], [[Suku Gayo|Gayo]], [[Suku Batak|Batak]], [[Suku Melayu|Melayu]], [[Suku Alas|Alas]], [[Suku Aneuk Jamee|Jamèë]], [[Suku Minangkabau|Minangkabau]], [[Suku Singkil|Singkil]], [[Suku Devayan|Devayan]], dan lain-lain<ref>{{cite book
|last =
|last =
|first =
|first =
Baris 623: Baris 623:
|url =
|url =
|accessdate =
|accessdate =
|isbn = 9812302123}}</ref> Namun sensus tahun 2000 ini dilakukan ketika Aceh dalam masa konflik sehingga cakupannya hanya menjangkau kurang dari setengah populasi Aceh saat itu. Masalah paling serius dalam pencacahan ditemui di kabupaten Aceh Timur dan Aceh Utara, dan tidak ada data sama sekali yang dikumpulkan dari kabupaten Pidie. Ketiga kabupaten ini merupakan kabupaten dengan mayoritas etnis Aceh.<ref>[http://iussp.org/sites/default/files/event_call_for_papers/IUSSP%20Ethnicity%20Indonesia%20Poster%20Section%20G%202708%202013%20revised.pdf Changing Ethnic Composition: Indonesia 2000-2010]</ref>
|isbn = 9812302123}}</ref> Namun jika pada sensus di tahun 2000 ini belum ada data populasi per etnis yang pasti, data keseluruhan populasi penduduk provinsi Aceh pada sensuss 2010 hanya perkiraan karena dilakukan ketika Aceh dalam masa konflik sehingga cakupannya hanya menjangkau kurang dari setengah populasi Aceh saat itu. Masalah paling serius dalam pencacahan ditemui di kabupaten Aceh Timur dan Aceh Utara, dan tidak ada data sama sekali yang dikumpulkan dari kabupaten Pidie. Ketiga kabupaten ini merupakan kabupaten dengan mayoritas etnis Aceh.<ref>[http://iussp.org/sites/default/files/event_call_for_papers/IUSSP%20Ethnicity%20Indonesia%20Poster%20Section%20G%202708%202013%20revised.pdf Changing Ethnic Composition: Indonesia 2000-2010]</ref>


Berdasarkan sensus 2010 di peroleh hasil 10 etnis bangsa terbesar di Aceh, yaitu:<ref>{{cite book
Berdasarkan sensus 2010 di peroleh hasil 10 etnis bangsa asli & pendatang yang terbesar di Aceh, yaitu:<ref>{{cite book
|last = Aris Ananta, Evi Nurvidya Arifin, M. Sairi Hasbullah, Nur Budi Handayani, dan Agus Pramono
|last = Aris Ananta, Evi Nurvidya Arifin, M. Sairi Hasbullah, Nur Budi Handayani, dan Agus Pramono
|first =
|first =
Baris 644: Baris 644:
|-
|-
|1
|1
|[[Suku Aceh|Aceh]]
|[[Suku Aceh|Etnis Aceh]]
|3.160.728
|3.160.728
|70,65
|70,65
|-
|-
|2
|2
|[[Suku Jawa|Jawa]]
|[[Suku Jawa|Etnis Jawa]]
|399.976
|394.540
|8,94
|8,94
|-
|-
|3
|3
|[[Suku Gayo|Gayo]]
|[[Suku Gayo|Etnis Gayo]]
|322.996
|318.633
|7,22
|7,22
|-
|-
|4
|4
|[[Suku Batak|Batak]]
|[[Suku Batak|Etnis Batak]]
|147.295
|147.295
|3,29
|3,29
|-
|-
|5
|5
|[[Suku Alas|Alas]]
|[[Suku Melayu|Etnis Melayu]]
|95.152
|95.152
|2,13
|2,13
|-
|-
|6
|6
|[[Suku Simeulue|Simeulue]]
|[[Suku Alas|Etnis Alas]]
|66.495
|65.756
|1,49
|1,49
|-
|-
|7
|7
|[[Suku Aneuk Jamee|Jamèë]]
|[[Suku Aneuk Jamee|Etnis Jamèë]]
|61.784
|62,838
|1,40
|1,40
|-
|-
|8
|8
|[[Suku Tamiang|Tamiang]]
|[[Suku Minang|Etnis Minang]]
|49.580
|49.580
|1,11
|1,11
|-
|-
|9
|9
|[[Suku Singkil|Singkil]]
|[[Suku Singkil|Etnis Singkil]]
|46.600
|45.897
|1,04
|1,04
|-
|-
|10
|10
|[[Suku Minangkabau|Minangkabau]]
|[[Suku Devayan|Etnis Devayan]]
|33.112
|32.657
|0,74
|0,74
|-
|-
|11
|11
|Lainnya
|Lain-lain
|89.172
|89.172
|1,99
|1,99
Baris 713: Baris 713:
|titlebar=|left1=Agama|right1=Persentase|float=right|bars=
|titlebar=|left1=Agama|right1=Persentase|float=right|bars=
{{bar percent|Islam|Green|98.19}}
{{bar percent|Islam|Green|98.19}}
{{bar percent|Protestan|Red|1.12}}
{{bar percent|Kristen Protestan|Red|1.12}}
{{bar percent|Katolik|Pink|0.07}}
{{bar percent|Kristen Katolik|Pink|0.5}}
{{bar percent|Buddha|Yellow|0.16}}
{{bar percent|Buddha|Yellow|0.1}}
{{bar percent|Hindu|Orange|0.003}}
{{bar percent|Konghucu|Orange|0.07}}
{{bar percent|Konghucu|Magenta|0.0008}}}}
{{bar percent|Hindu|Magenta|0.02}}}}


Mayoritas penduduk Aceh menganut agama [[Islam]] dan [[Islam di Aceh|Syariah Islam]] menjadi hukum positif di daerah istimewa Aceh. Agama lain yang dianut oleh penduduk Aceh adalah agama [[Kristen]] yang dianut oleh pendatang beretnis [[Batak]] dan sebagian warga keturunan [[Tionghoa]] yang kebanyakan beretnis [[suku Hakka|Hakka]]. Sedangkan sebagian lainnya tetap menganut agama [[Agama Konghucu|Konghucu]].
Mayoritas penduduk Aceh menganut agama [[Islam]] dan [[Islam di Aceh|Syariah Islam]] menjadi hukum positif di daerah istimewa Aceh. Agama lain yang dianut oleh penduduk Aceh adalah agama [[Kristen]] yang dianut oleh pendatang beretnis [[Batak]] dan sebagian warga keturunan [[Tionghoa]] yang kebanyakan beretnis [[suku Hakka|Hakka]]. Sedangkan sebagian lainnya tetap menganut agama [[Agama Konghucu|Konghucu]] & [[Agama Buddha|Buddha]] lalu Hindu untuk beberapa masyarakat pendatang dari Bali, Karo dan sebagian Jawa.


Selain itu Aceh memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain, karena di Aceh [[Syariat Islam]] diberlakukan kepada sebagian besar warganya yang menganut agama Islam, berdasar UU No.18/2001. Kalangan intelektual Aceh sendiri masih memperdebatkan apakah yang diberlakukan di Aceh sudah benar-benar syariat atau itu cuma karena alasan politis saja.<ref>Ramli, Affan: Merajam Dalil Syariat, Bandar Publishing, Cet-1, 2010</ref>
Selain itu Aceh memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain, karena di Aceh [[Syariat Islam]] diberlakukan kepada sebagian besar warganya yang menganut agama Islam, berdasar UU No.18/2001. Kalangan intelektual Aceh sendiri masih memperdebatkan apakah yang diberlakukan di Aceh sudah benar-benar syariat atau itu cuma karena alasan politis saja.<ref>Ramli, Affan: Merajam Dalil Syariat, Bandar Publishing, Cet-1, 2010</ref>

Revisi per 21 April 2021 09.14

Aceh
Aceh Darussalam
  • Atjeh
  • D.I. Aceh
  • Nanggroe Aceh Darussalam
Transkripsi bahasa Aceh
 • Abjad Jawoëاچيه دارالسلام
Berkas:Aceh Tsunami Museum.JPG
Bendera Aceh
Julukan: 
  • Serambi Mekkah
  • Tanah Rencong
  • Negeri Sultan Iskandar Muda
Motto: 
"Pancacita"
(dari bahasa Sanskerta yang artinya "Lima cita-cita")
Himne daerah: Aceh Mulia (himne resmi) [1]
Peta
Peta
Negara Indonesia
Dasar hukum pendirianUU Nomor 24 Tahun 1956
UU Nomor 11 Tahun 2006
Tanggal7 Desember 1956
Ibu kota Kota Banda Aceh
Kota besar lainnyaLhokseumawe, Kota Langsa, Subulussalam, Sabang
Jumlah satuan pemerintahan[2][3]
Daftar
  • Kabupaten: 18
  • Kota: 5
  • Kecamatan: 289
  • Gampong/kute: 6.514
Pemerintahan
 • GubernurNova Iriansyah [4]
 • Wakil GubernurLowong
 • Sekretaris Daerahdr. Taqwallah, M.Kes. [5]
 • Ketua DPRAH. Dahlan Jamaluddin, S.I.P[6]
Luas
 • Total57.956,00 km2 (22,376,94 sq mi)
 • Luas daratan57.365,67 km2 (22,149,01 sq mi)
 • Luas perairan29.611,11 km2 (11,432,91 sq mi)
Populasi
 • Total5.459.891
 • Peringkat14
 • Kepadatan96/km2 (250/sq mi)
Demografi
 • AgamaIslam 98,48%
Kristen 1,36%
Protestan 1,26%
Katolik 0,10%
Buddha 0,15%
Lain-lain 0,01%[2]
 • BahasaIndonesia (resmi)
Aceh (utama)
Melayu
Gayo
Alas
Aneuk Jamee
Devayan
Singkil
Kluet
Tamiang
Lekon
Sigulai
Haloban
Tionghoa
 • IPMKenaikan 71,99 Tinggi (2020)
Kenaikan 71,90 Tinggi (2019)[8]
Zona waktuUTC+07:00 (WIB)
Kode pos
23xxx-24xxx
Kode area telepon
Daftar
  • 0627 - Kota Subulussalam
  • 0629 - Kutacane (Kabupaten Aceh Tenggara)
  • 0641 - Kota Langsa
  • 0642 - Blang Kejeren (Kabupaten Gayo Lues)
  • 0643 - Takengon (Kabupaten Aceh Tengah)
  • 0644 - Bireuen (Kabupaten Bireuen)
  • 0645 - Lhoksukon (Kabupaten Aceh Utara) - Kota Lhokseumawe
  • 0646 - Idi (Kabupaten Aceh Timur)
  • 0650 - Sinabang (Kabupaten Simeulue)
  • 0651 - Kota Banda Aceh - Jantho (Kabupaten Aceh Besar) - Lamno (Kabupaten Aceh Jaya)
  • 0652 - Kota Sabang
  • 0653 - Sigli (Kabupaten Pidie)
  • 0654 - Calang (Kabupaten Aceh Jaya)
  • 0655 - Meulaboh (Kabupaten Aceh Barat)
  • 0656 - Tapaktuan (Kabupaten Aceh Selatan)
  • 0657 - Bakongan (Kabupaten Aceh Selatan)
  • 0658 - Singkil (Kabupaten Aceh Singkil)
  • 0659 - Blangpidie
Kode ISO 3166ID-AC
Pelat kendaraanBL
Kode Kemendagri11 Edit nilai pada Wikidata
Kode BPS11 Edit nilai pada Wikidata
APBDRp 16.763.469.972.136-,[9] (2021)
PADRp 14.183.394.212.942,-
DAURp 2.179.783.743.000,- (2020)[10]
DAKRp 2.580.075.759.194,-[9]
Lagu daerahBungong Jeumpa
Rumah adatRumoh Aceh , Umah Pitu Ruang
Senjata tradisionalRencong
Flora resmiBunga Jeumpa
Fauna resmiCicempala Kuneng

Aceh (abjad Jawoë: اچيه دارالسلام) adalah sebuah provinsi di Indonesia yang ibu kotanya berada di Banda Aceh. Aceh merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang diberi status sebagai daerah istimewa dan juga diberi kewenangan otonomi khusus. Aceh terletak di ujung utara pulau Sumatra dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia. Menurut hasil sensus Badan Pusat Statistik tahun 2020, jumlah penduduk provinsi ini sekitar 5.459.891 jiwa.[11] Letaknya dekat dengan Kepulauan Andaman dan Nikobar di India dan terpisahkan oleh Laut Andaman. Aceh berbatasan dengan Teluk Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka di sebelah timur, dan Sumatra Utara di sebelah tenggara dan selatan.

Aceh dianggap sebagai tempat dimulainya penyebaran Islam di Indonesia dan memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di Asia Tenggara. Pada awal abad ke-17, Kesultanan Aceh adalah negara terkaya, terkuat, dan termakmur di kawasan Selat Malaka. Sejarah Aceh diwarnai oleh kebebasan politik dan penolakan keras terhadap kendali orang asing, termasuk bekas penjajah Belanda dan pemerintah Indonesia. Jika dibandingkan dengan dengan provinsi lainnya, Aceh adalah wilayah yang sangat konservatif (menjunjung tinggi nilai agama).[12] Persentase penduduk Muslim-nya adalah yang tertinggi di Indonesia dan mereka hidup sesuai syariah Islam.[13] Berbeda dengan kebanyakan provinsi lain di Indonesia, Aceh memiliki otonomi yang diatur tersendiri karena alasan sejarah.[14]

Aceh memiliki sumber daya alam yang melimpah, termasuk minyak bumi dan gas alam. Sejumlah analis memperkirakan cadangan gas alam Aceh adalah yang terbesar di dunia.[12] Aceh juga terkenal dengan hutannya yang terletak di sepanjang jajaran Bukit Barisan dari Kutacane di Aceh Tenggara sampai Ulu Masen di Aceh Jaya. Sebuah taman nasional bernama Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) didirikan di Aceh Tenggara.

Aceh adalah daratan yang paling dekat dengan episentrum gempa bumi Samudra Hindia 2004. Setelah gempa, gelombang tsunami menerjang sebagian besar pesisir barat provinsi ini. Sekitar 170.000 orang tewas atau hilang akibat bencana tersebut.[15] Bencana ini juga mendorong terciptanya perjanjian damai antara pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Sejarah

Asal nama

Aceh pertama dikenal dengan nama Aceh Darussalam (1511–1945). Provinsi ini dibentuk pada 1956 dengan nama Aceh sebelum diubah menjadi Daerah Istimewa Aceh (1959–2001), Nanggroe Aceh Darussalam (2001–2009), dan kembali ke Aceh sejak 2009.[16] Sebelumnya, nama Aceh biasa ditulis Acheh, Atjeh, dan Achin.[17]

Zaman prasejarah

Bukit kerang dari masa prasejarah di Aceh Tamiang

Aceh telah dihuni manusia sejak zaman Mesolitikum, hal ini dibuktikan dengan keberadaan situs Bukit Kerang yang diklaim sebagai peninggalan zaman tersebut di kabupaten Aceh Tamiang. Selain itu pada situs lain yang dinamakan dengan Situs Desa Pangkalan juga telah dilakukan ekskavasi serta berhasil ditemukan artefak peninggalan dari zaman Mesolitikum berupa kapak Sumatralith, fragmen gigi manusia, tulang badak, dan beberapa peralatan sederhana lainnya. Selain di kabupaten Aceh Tamiang, peninggalan kehidupan prasejarah di Aceh juga ditemukan di dataran tinggi Gayo tepatnya di Ceruk Mendale dan Ceruk Ujung Karang yang terdapat disekitar Danau Laut Tawar. Penemuan situs prasejarah ini mengungkapkan bukti adanya hunian manusia prasejarah yang telah berlangsung disini pada sekitar 7.400 hingga 5.000 tahun yang lalu.

Zaman kerajaan

Zaman kerajaan Hindu-Buddha

Arca Awalokiteswara bergaya Sriwijaya yang ditemukan di Aceh diperkirakan dari abad ke-9. Sekarang tersimpan di Museum Nasional Indonesia.

Sebagaimana daerah lain di kepulauan Nusantara, Aceh juga pernah mengalami masa berkembangnya agama Hindu dan Buddha yang datang dari daratan benua Asia Selatan (India). Pada masa itu di Aceh telah diwarnai dengan adanya beberapa kerajaan-kerajaan yang berdasarkan agama tersebut misalnya Kerajaan Indrapuri, Kerajaan Indrapatra dan Kerajaan Indrapurwa semuanya di Aceh Besar yang menganut kepercayaan Hindu dan dipengaruhi oleh India. Selain itu, Aceh juga dulu termasuk bagian dari kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha yang pernah berjaya di Nusantara ribuan tahun lalu seperti Sriwijaya.

Masuknya Islam

Letak Kerajaan Samudra Pasai

Masih terjadi silang pendapat terkait persoalan dari sejak kapan Islam pertama sekali disebarkan ke Aceh. Sebagian berpandangan sudah dimulai dari sejak masa kekhalifahan Utsman bin Affan[18] sebagai khalifah ketiga setelah kerasulan Muhammad SAW.

Terkait Islam yang datang ke Aceh, Snouck Hurgronje dengan teori Gujaratnya menyebut Islam yang datang ke sana bukanlah Islam yang dibawa Muhammad, tetapi Islam yang sudah berkembang matang. Bukan Islam dari al Quran dan Hadits, melainkan Islam dengan kitab-kitab Fiqh dan dogmanya dari 3 abad kemudian.[19]

Sebagian lagi, ada yang berpandangan bahwa Islam yang datang ke Aceh justru sudah dimulai dari sejak tahun pertama Hijriyah (618 M). Satu pandangan yang menurut penulis buku Tasawuf Aceh merupakan pandangan tidak masuk akal. Alasan yang dikemukakannya adalah pada masa tersebut; ada kevakuman antara wahyu pertama (610 M) dengan wahyu kedua kepada Muhammad selama 2,5 tahun. Ditambah dengan masa berdakwah secara sembunyi-sembunyi yang dilakukan Muhammad selama 3 tahun. Dengan demikian baru pada tahun ke-7 masa kenabiannya baru dimulai dakwah secara terang-terangan.[20]Tetapi sedikitnya persoalan demikian bisa ditelusuri dari keberadaan kerajaan pertama bercorak Islam di Aceh, Kerajaan Peureulak yang didirikan pada 1 Muharram 225 Hijriyah.[21]

Kesultanan Aceh

Wilayah Kesultanan Aceh pada masa jayanya

Kesultanan Aceh merupakan kelanjutan dari Kesultanan Samudra Pasai yang hancur pada abad ke-14. Kesultanan Aceh terletak di utara pulau Sumatra dengan ibu kota Kutaraja (Banda Aceh). Dalam sejarahnya yang panjang itu (14961903), Aceh telah mengukir masa lampaunya dengan begitu megah dan menakjubkan, terutama karena kemampuannya dalam mengembangkan pola dan sistem pendidikan militer, komitmennya dalam menentang imperialisme bangsa Eropa, sistem pemerintahan yang teratur dan sistematik, mewujudkan pusat-pusat pengkajian ilmu pengetahuan, hingga kemampuannya dalam menjalin hubungan diplomatik dengan negara lain.

Gunongan merupakan warisan sejarah Kesultanan Aceh yang didirikan oleh Sultan Iskandar Muda untuk permaisuri beliau Putri Khamalia dari Kesultanan Pahang.

Aceh Darussalam pada zaman kekuasaan zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam (Sultan Aceh ke 19), merupakan negeri yang amat kaya dan makmur. Menurut seorang penjelajah asal Prancis yang tiba pada masa kejayaan Aceh pada zaman tersebut, kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau hingga Perak. Kesultanan Aceh telah menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di dunia Barat pada abad ke-16, termasuk Inggris, Ottoman, dan Belanda.

Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yang berkepanjangan sejak awal abad ke-16, pertama dengan Portugal, lalu sejak abad ke-18 dengan Britania Raya (Inggris) dan Belanda. Pada akhir abad ke-18, Aceh terpaksa menyerahkan wilayahnya di Kedah dan Pulau Pinang di Semenanjung Melayu kepada Britania Raya.

Makam Sultan Iskandar Muda

Pada tahun 1824, Persetujuan Britania-Belanda ditandatangani, di mana Britania menyerahkan wilayahnya di Sumatra kepada Belanda. Pihak Britania mengklaim bahwa Aceh adalah koloni mereka, meskipun hal ini tidak benar. Pada tahun 1871, Britania membiarkan Belanda untuk menjajah Aceh, kemungkinan untuk mencegah Prancis dari mendapatkan kekuasaan di kawasan tersebut.

Perang Aceh

Mayor Jenderal J.H.R. Kohler tewas ditembak di bawah pohon kelumpang di depan Masjid Raya Baiturrahman dalam Perang Aceh I

Perang Aceh dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873, dimulai dari kedatangan Jenderal J.H.R Kohler dengan jumlah pasukan sebanyak 3.198, termasuk 168 perwira KNIL.[22]

Setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah yang besar. Perang kembali berkobar pada tahun 1883, namun lagi-lagi gagal, dan pada 1892 dan 1893, pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh. Bahkan, pada hari pertama perang berlangsung, 1 unit kapal perang Belanda, Citadel van Antwerpen harus mengalami 12 tembakan meriam dari pasukan Aceh.[23]

Dr. Christiaan Snouck Hurgronje, seorang ahli yang berpura-pura masuk Islam dari Universitas Leiden yang telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh, kemudian memberikan saran kepada Belanda agar serangan mereka diarahkan kepada para ulama, bukan kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Pada tahun 1898, Joannes Benedictus van Heutsz dinyatakan sebagai gubernur Aceh, dan bersama letnannya, Hendrikus Colijn, merebut sebagian besar Aceh.

Sultan M. Dawud akhirnya meyerahkan diri kepada Belanda pada tahun 1903 setelah dua istrinya, anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh akhirnya jatuh pada tahun 1904. Saat itu, Ibu kota Aceh telah sepenuhnya direbut Belanda. Namun perlawanan masih terus dilakukan oleh Panglima-panglima di pedalaman dan oleh para Ulama Aceh sampai akhirnya jepang masuk dan menggantikan peran belanda. Perang Aceh adalah perang yang paling banyak merugikan pihak Belanda sepanjang sejarah penjajahan Nusantara.

Masa penjajahan

Bangkitnya nasionalisme

Replika pesawat Dakota RI-001 Seulawah sumbangan rakyat Aceh di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh

Sementara pada masa kekuasaan Belanda, bangsa Aceh mulai mengadakan kerja sama dengan wilayah-wilayah lain di Indonesia dan terlibat dalam berbagai gerakan nasionalis dan politik. Aceh kian hari kian terlibat dalam gerakan nasionalis Indonesia. Saat Volksraad (parlemen) dibentuk, Teuku Nyak Arif terpilih sebagai wakil pertama dari Aceh. (Nyak Arif lalu dilantik sebagai gubernur Aceh oleh gubernur Sumatra pertama, Mr. Teuku Muhammad Hasan).

Saat Jepang mulai mengobarkan perang untuk mengusir kolonialis Eropa dari Asia, tokoh-tokoh pejuang Aceh mengirim utusan ke pemimpin perang Jepang untuk membantu usaha mengusir Belanda dari Aceh. Negosiasi dimulai pada tahun 1940. Setelah beberapa rencana pendaratan dibatalkan, akhirnya pada 9 Februari 1942 kekuatan militer Jepang mendarat di wilayah Ujong Batee, Aceh Besar. Kedatangan mereka disambut oleh tokoh-tokoh pejuang Aceh dan masyarakat umum. Masuknya Jepang ke Aceh membuat Belanda terusir secara permanen dari tanah Aceh.

Awalnya Jepang bersikap baik dan hormat kepada masyarakat dan tokoh-tokoh Aceh, dan menghormati kepercayaan dan adat istiadat Aceh yang bernafaskan Islam. Rakyat pun tidak segan untuk membantu dan ikut serta dalam program-program pembangunan Jepang. Namun ketika keadaan sudah membaik, pelecehan terhadap masyarakat Aceh khususnya kaum perempuan mulai dilakukan oleh personel tentara Jepang. Rakyat Aceh yang beragama Islam pun mulai diperintahkan untuk membungkuk ke arah matahari terbit di waktu pagi, sebuah perilaku yang sangat bertentangan dengan akidah Islam. Karena itu pecahlah perlawanan rakyat Aceh terhadap Jepang di seluruh daerah Aceh. contoh yang paling terkenal adalah perlawanan yang dipimpin oleh Teungku Abdul Jalil, seorang ulama dari daerah Bayu, dekat Lhokseumawe.

Pasca kemerdekaan Indonesia

Teungku Muhammad Daud Beureu'eh, ulama pemimpin perjuangan DI/TII Aceh

Sejak tahun 1976, organisasi pembebasan bernama Gerakan Aceh Merdeka (GAM) telah berusaha untuk memisahkan Aceh dari Indonesia melalui upaya militer. Pada 15 Agustus 2005, GAM dan pemerintah Indonesia akhirnya menandatangani persetujuan damai sehingga mengakhiri konflik antara kedua pihak yang telah berlangsung selama hampir 30 tahun.

Pada 26 Desember 2004, sebuah gempa bumi besar menyebabkan tsunami yang melanda sebagian besar pesisir barat Aceh, termasuk Banda Aceh, dan menyebabkan kematian ratusan ribu jiwa.

Di samping itu, telah muncul aspirasi dari beberapa wilayah Aceh, khususnya di bagian barat, selatan dan pedalaman untuk memisahkan diri dari Aceh dan membentuk provinsi-provinsi baru.

Darul Islam/Tentara Islam Indonesia

Aceh yang semula bergabung dengan Indonesia dengan jaminan Soekarno akan menerapkan syariat Islam, merasa kecewa karena syariat Islam tidak dijadikan sebagai landasan negara. Sehingga pada tanggal 13 Muharram 1372 H/21 September 1953 M, Teungku Muhammad Daud Beureu'eh atas nama rakyat Aceh mengumumkan bergabung dengan Negara Islam Indonesia yang didirikan oleh Kartosoewirjo.[24]

Gerakan Aceh Merdeka

Panglima GAM, Teungku Abdullah Syafi'i bersama laskar Inong Balee

Pasca gempa dan tsunami 2004, yaitu pada 2005, pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka sepakat mengakhiri konflik di Aceh. Perjanjian ini ditandatangani di Finlandia, dengan peran besar daripada mantan petinggi Finlandia, Martti Ahtisaari.

Politik dan pemerintahan

Sistem pemerintahan yang berlaku di Aceh saat ini ada 2, yaitu Sistem Pemerintahan Lokal Aceh dan Sistem Pemerintahan Indonesia. Berdasarkan penjenjangan, perbedaan yang tampak adalah adanya Pemerintahan Mukim di antara kecamatan dan gampong.

Aceh sebagai daerah istimewa

Saat ini satuan pemerintahan daerah yang berstatus Daerah Istimewa di Indonesia hanya dua provinsi yaitu Aceh (UU Nomor 44 Tahun 1999) dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (UU 13 Tahun 2012). Berdasarkan status pemerintahan daerah yang bersifat istimewa, UU Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan bagi Daerah Provinsi Istimewa Aceh telah memberikan legitimasi secara yuridis formal keistimewaan.[25]

Kabupaten dan Kota di Aceh

Penyelenggaraan keistimewaan Aceh meliputi:

  1. Penyelenggaraan kehidupan beragama;[26]
  2. Penyelenggaraan kehidupan adat;
  3. Penyelenggaraan pendidikan; dan
  4. Peran ulama dalam penetapan kebijakan daerah.[27]

Keistimewaan di bidang penyelenggaraan kehidupan beragama dalam bentuk pelaksanaan syari’at Islam bagi pemeluknya di Aceh, dengan tetap menjaga kerukunan hidup antarumat beragama, meliputi: ibadah, ahwal alsyakhshiyah (hukum keluarga), muamalah (hukum perdata), jinayah (hukum pidana), qadha’ (peradilan), tarbiyah (pendidikan), dakwah, syiar, dan pembelaan Islam. Keistimewaan di bidang penyelenggaraan kehidupan adat meliputi Lembaga Wali Nanggroe dan Lembaga Adat Aceh (misal Majelis Adat Aceh, Imeum mukim, dan Syahbanda).

Keistimewaan di bidang pendidikan meliputi penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas serta menambah materi muatan lokal sesuai dengan syari’at Islam serta menyelenggarakan pendidikan madrasah ibtidaiyah dan madrasah tsanawiyah. Keistimewaan di bidang peran ulama meliputi Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh dan Kabupaten/Kota yang memiliki tugas dan wewenang untuk memberi fatwa baik diminta maupun tidak diminta terhadap persoalan pemerintahan, pembangunan, pembinaan masyarakat, dan ekonomi; dan memberi arahan terhadap perbedaan pendapat pada masyarakat dalam masalah keagamaan.

Aceh sebagai daerah khusus

Dalam praktik ketatanegaraan di Indonesia hingga saat ini hanya empat satuan daerah yang dinyatakan berstatus sebagai Daerah Khusus yaitu Aceh, Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, dan Provinsi Papua serta Papua Barat.

Kekhususan Aceh telah diatur berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (LN 2006 No 62, TLN 4633) pada hakikatnya manifestasi dari UUD Tahun 1945. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat Khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang undang. Berdasarkan Undang-undang Pemerintahan Aceh (UU-PA), Sebagai daerah Khusus, saat ini sudah memiliki 26 Kewenangan Khusus. Dengan demikian, otonomi seluas-luasnya pada dasarnya bukanlah sekadar hak, tetapi lebih dari itu yaitu merupakan kewajiban konstitusional untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan di Aceh. Oleh karena itu Aceh terdapat 2 (dua) sebutan yaitu daerah istimewa dan daerah khusus, sehingga nama Aceh dapat disebutkan sebagai daerah khusus provinsi Daerah Istimewa Aceh.[28][29]

UU Pemerintahan Aceh ini tidak terlepas dari Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah Republik Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 di Helsinki dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, serta politik di Aceh secara berkelanjutan. Hal-hal mendasar yang menjadi isi UU Pemerintahan Aceh ini antara lain:

  1. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem NKRI berdasarkan UUD Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing.
  2. Tatanan otonomi seluas-luasnya yang diterapkan di Aceh berdasarkan UU Pemerintahan Aceh ini merupakan subsistem dalam sistem pemerintahan secara nasional.
  3. Pengaturan dalam Qanun Aceh maupun Kabupaten/Kota yang banyak diamanatkan dalam UU Pemerintahan Aceh merupakan wujud konkret bagi terselenggaranya kewajiban konstitusional dalam pelaksanaan pemerintahan tersebut.
  4. Pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah tercermin melalui pemberian kewenangan untuk pemanfaatan sumber pendanaan yang ada.
  5. Implementasi formal penegakan syari’at Islam dengan asas personalitas ke-Islaman terhadap setiap orang yang berada di Aceh tanpa membedakan kewarganegaraan, kedudukan, dan status dalam wilayah sesuai dengan batas-batas daerah Aceh.

Nama (nomenklatur) yang digunakan menurut Pasal 1 angka 2 UU 11/2006 adalah Aceh; tanpa ada kata "provinsi" maupun frasa "daerah istimewa", Aceh merupakan daerah khusus (dan juga daerah istimewa) karena Aceh adalah satu-satunya daerah di Indonesia yang bersifat istimewa dan diberi otonomi khusus; "Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa dan diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dipimpin oleh seorang Gubernur. " Pasal 1 angka 2 UU 11/2006[30]

Sistem pemerintahan di Aceh

Sejak tahun 1999, Aceh telah mengalami beberapa pemekaran wilayah hingga sekarang mencapai 5 pemerintahan kota dan 18 kabupaten sebagai berikut:

No. Kabupaten/kota Ibu kota Bupati/wali kota Luas wilayah (km2)[31] Jumlah penduduk (2022) Kecamatan Gampong Lambang
Peta lokasi
1 Kabupaten Aceh Barat Meulaboh Mahdi Efendi (Pj.) 2.782,87 198.858 12 322
2 Kabupaten Aceh Barat Daya Blangpidie Darmansah (Pj.) 1.882,28 153.515 9 152
3 Kabupaten Aceh Besar Kota Jantho Muhammad Iswanto (Pj.) 2.891,48 422.241 23 604
4 Kabupaten Aceh Jaya Calang A. Murtala (Pj.) 3.872,35 96.049 9 172
5 Kabupaten Aceh Selatan Tapak Tuan Cut Syazalisma (Pj.) 4.175,38 234.169 18 260
6 Kabupaten Aceh Singkil Singkil Azmi (Pj.) 1.852,82 129.674 11 116
7 Kabupaten Aceh Tamiang Karang Baru Asra (Pj.) 2.187,66 301.800 12 216
8 Kabupaten Aceh Tengah Takengon Teuku Mirzuan (Pj.) 4.468,42 219.744 14 295
9 Kabupaten Aceh Tenggara Kutacane Syakir (Pj.) 4.179,12 227.921 16 385
10 Kabupaten Aceh Timur Idi Rayeuk Mahyuddin (Pj.) 6.040,6 434.929 24 513
11 Kabupaten Aceh Utara Lhoksukon Mahyuzar Reuby (Pj.) 2.705,26 609.705 27 852
12 Kabupaten Bener Meriah Simpang Tiga Redelong Haili Yoga (Pj.) 1.907,40 168.469 10 232
13 Kabupaten Bireuen Bireuen Aulia Sofyan (Pj.) 1.796,99 445.503 17 609
14 Kabupaten Gayo Lues Blang Kejeren Syaridin Porang (Pj.) 5.541,29 101.955 11 136
15 Kabupaten Nagan Raya Suka Makmue Fitriany Farhas (Pj.) 3.524,16 172.827 10 222
16 Kabupaten Pidie Sigli Wahyudi Adisiswanto (Pj.) 3.177,49 436.796 23 730
17 Kabupaten Pidie Jaya Meureudu Said Mulyadi (Plt.) 939,00 160.272 8 222
18 Kabupaten Simeulue Sinabang Ahmadlyah (Pj.) 1.821,75 94.560 10 138
19 Kota Banda Aceh - Amiruddin (Pj.) 56,77 254.024 9 90
20 Kota Langsa - Syaridin (Pj.) 224,24 186.075 5 66
21 Kota Lhokseumawe - A. Hanan (Pj.) 132,97 191.688 4 68
22 Kota Sabang - Reza Fahlevi (Pj.) 122,06 42.867 3 18
23 Kota Subulussalam - Affan Alfian Bintang 1.183,60 96.296 5 82


Kecamatan dan gampong di Aceh

Provinsi Aceh terdiri dari 18 kabupaten, 5 kota, 290 kecamatan, dan 6.497 gampong. Pada tahun 2019, jumlah penduduknya diperkirakan mencapai 5.371.532 jiwa dengan total luas wilayah 57.956,00 km².[32][33][34][35][36]

No Kode
Kemendagri
Kabupaten/kota Ibukota Luas wilayah
(km²)
Penduduk 2019
(jiwa)
Kepadatan
(jiwa/km2)
2019
Kecamatan Kelurahan Gampong
1 11.05 Kab. Aceh Barat Meulaboh 2.927,95 210.113 64,59 12 - 322
2 11.12 Kab. Aceh Barat Daya Blangpidie 1.490,60 150.393 99,75 9 - 152
3 11.06 Kab. Aceh Besar Kota Janthoe 2.969,00 425.216 129,56 23 - 604
4 11.14 Kab. Aceh Jaya Calang 3.812,99 92.892 22,57 9 - 172
5 11.01 Kab. Aceh Selatan Tapaktuan 3.841,60 238.081 59,94 18 - 260
6 11.10 Kab. Aceh Singkil Singkil 2.185,00 124.101 59,48 11 - 116
7 11.16 Kab. Aceh Tamiang Kota Kualasimpang 1.956,72 295.011 147,05 12 - 213
8 11.04 Kab. Aceh Tengah Takengon 4.318,39 208.407 48,26 14 - 295
9 11.02 Kab. Aceh Tenggara Kutacane 4.231,43 216.495 52,39 16 - 385
10 11.03 Kab. Aceh Timur Idi Rayeuk 6.286,01 436.081 67,17 24 - 513
11 11.08 Kab. Aceh Utara Lhoksukon 3.236,86 619.407 177,92 27 - 852
12 11.17 Kab. Bener Meriah Simpang Tiga Redelong 1.454,09 148.175 106,26 10 - 232
13 11.11 Kab. Bireuen Bireuen 1.901,20 471.635 227,68 17 - 609
14 11.13 Kab. Gayo Lues Blangkejeren 5.719,58 94.100 16,67 11 - 136
15 11.15 Kab. Nagan Raya Suka Makmue 3.363,72 167.294 49,85 10 - 222
16 11.07 Kab. Pidie Sigli 3.086,95 444.976 141,80 23 - 730
17 11.18 Kab. Pidie Jaya Meureudu 1.073,60 161.215 146,78 8 - 222
18 11.09 Kab. Simeulue Sinabang 2.051,48 93.228 43,54 10 - 138
19 11.71 Kota Banda Aceh - 61,36 270.321 3.892,01 9 - 90
20 11.74 Kota Langsa - 262,41 176.811 695,19 5 - 66
21 11.73 Kota Lhokseumawe - 181,06 207.202 1.052,82 4 - 68
22 11.72 Kota Sabang - 153,00 34.874 261,70 3 - 18
23 11.75 Kota Subulussalam - 1.391,00 81.417 58,37 5 - 82
TOTAL 57.956,00 5.371.532 88,91 ! 290 0 6.497

Daftar gubernur Aceh

Gubernur Aceh
No. Foto Gubernur Mulai Jabatan Akhir Jabatan Prd. Ket. Wakil Gubernur Ref.
1 Teuku Nyak Arif 3 Oktober 1945 1946 1 [Ket. 1] Kosong
2 Teuku Daud Syah 1946 1947 2 [Ket. 2]
3 Daud Beureu'eh 1947 1949 3 [Ket. 3]
1950 1951 4 [Ket. 4]
4 B. M. Danubroto 1951 1953 5 [Ket. 5]
5 Teuku Sulaiman Daud Mei 1953 September 1953 6 [Ket. 6]
i Abdul Wahab
(Penjabat)
1953 1954
6 Abdul Razak 1954 1956 7 Kosong
7 Ali Hasjmy 1957 1959 8
1959 1964 9 [Ket. 7] A. M. Namploh
(1959—1965)
[37]
8
Nyak Adam Kamil 10 April 1964 30 Agustus 1966 10
9 Hasby Wahidi 30 Agustus 1967 15 Mei 1968 11 Kosong [38]
10 Abdullah Muzakir Walad 15 Mei 1968 27 Juni 1973 12
27 Juni 1973 27 Agustus 1978 13
11 Abdul Madjid Ibrahim 27 Agustus 1978 15 Maret 1981[39] 14
i M. Hasan Basry 15 Maret 1981[39] 8 April 1981[40]
i Eddy Sabara
(Penjabat)
8 April 1981[40] 27 Agustus 1981
12 Hadi Thayeb 27 Agustus 1981 27 Agustus 1986 15 Kosong
13 Ibrahim Hassan 27 Agustus 1986 25 Mei 1993 16 Teuku Djohan [41]
14 Syamsudin Mahmud 26 Mei 1993 26 Mei 1998 17 Zainuddin AG
26 Mei 1998 21 Juni 2000 18 [Ket. 8] Bustari Mansyur [42][43][44]
i Ramli Ridwan
(Penjabat)
21 Juni 2000 25 November 2000
15 Abdullah Puteh 25 November 2000 19 Juli 2004 19 [Ket. 9]
[Ket. 10]
Azwar Abubakar [45][46]
i Azwar Abubakar
(Penjabat)
19 Juli 2004 30 Desember 2005 [Ket. 11]
i Mustafa Abubakar
(Pelaksana Harian)
30 Desember 2005 8 Februari 2007
16 Irwandi Yusuf 8 Februari 2007 8 Februari 2012 20 [Ket. 12] Muhammad Nazar
i Tarmizi Abdul Karim
(Penjabat)
8 Februari 2012 25 Juni 2012
17 Zaini Abdullah 25 Juni 2012 25 Juni 2017 21 Muzakkir Manaf [47]
i Soedarmo 28 Oktober 2016 11 Februari 2017 [Ket. 13]
[48]
i Dermawan
(Pelaksana Harian)
25 Juni 2017 5 Juli 2017 [Ket. 14]
(16) Irwandi Yusuf 5 Juli 2017 5 Juli 2018 22 Nova Iriansyah [49]
i Nova Iriansyah 5 Juli 2018 5 November 2020 Pelaksana Tugas[Ket. 15] [50]
18 5 November 2020 5 Juli 2022 Kosong [51]
i Achmad Marzuki
(Penjabat)
6 Juli 2022 13 Maret 2024 [Ket. 16] [52]
i Bustami Hamzah
(Penjabat)
13 Maret 2024 Petahana [Ket. 17] [53]
Keterangan
  Partai Aceh
  Partai Nanggroe Aceh
  Partai Demokrat
  Independen
  1. ^ Sebagai Residen Aceh, berada di bawah Gubernur Sumatra
  2. ^ Sebagai Gubernur Aceh Darussalam
  3. ^ Sebagai Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo
  4. ^ Sebagai Gubernur Aceh Darussalam
  5. ^ Sebagai Residen Koordinator
  6. ^ Sebagai Pemangku Koordinator Pemerintah
  7. ^ Sebagai Gubernur Daerah Istimewa Aceh
  8. ^ Pada Juni 2000, Syamsudin Mahmud diangkat menjadi Wakil Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
  9. ^ Pada tahun 2001, Sebagai Gubernur Nanggroë Aceh Darussalam
  10. ^ Pada tahun 2004, Abdullah Puteh dinonaktifkan dari jabatannya karena divonis melakukan tindak pidana korupsi
  11. ^ Menggantikan posisi Abdullah Puteh yang dinonaktifkan
  12. ^ Pada tahun 2009, Sebagai Gubernur Aceh
  13. ^ Menggantikan sementara Gubernur dan Wagub petahana yang berkampanye di Pilgub 2017
  14. ^ Menggantikan Gubernur dan Wagub masa jabatan 2012-2017 yang sudah berakhir masa tugasnya.
  15. ^ Menggantikan Gubernur Irwandi Yusuf yang terjaring OTT KPK.
  16. ^ Menggantikan Nova Iriansyah yang masa jabatannya sudah berakhir.
  17. ^ Penjabat Gubernur menggantikan Penjabat Gubernur Achmad Marzuki.


Dewan Perwakilan Rakyat Aceh

Berbeda dengan DPRD Provinsi lain di Indonesia pada umumnya, DPRA memiliki nama yang unik serta jumlah anggota 1¼ kali lebih banyak dari DPRD provinsi menurut undang-undang.[54] DPRA beranggotakan 81 orang yang dipilih melalui pemilihan umum setiap lima tahun sekali. Pimpinan DPRA terdiri dari 1 Ketua dan 3 Wakil Ketua yang berasal dari partai politik dengan jumlah kursi dan suara terbanyak. Anggota DPRA yang sedang menjabat saat ini adalah hasil Pemilu 2019 yang dilantik pada 30 September 2019 oleh Ketua Pengadilan Tinggi Banda Aceh, Djumali, di Gedung Utama DPR Aceh. Komposisi anggota DPRA periode 2019-2024 terdiri dari 15 partai politik dimana Partai Aceh merupakan pemilik kursi terbanyak yaitu 18 kursi.[55][56][57]

Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Aceh
Meuligoe, tempat kediaman Gubernur Aceh

Berdasarkan Pemilihan umum 2019, Provinsi Aceh mengirim 13 wakil ke DPR RI dari dua daerah pemilihan dan empat wakil ke DPD.[58] Pada tingkat provinsi, berikut perolehan jumlah kursi di DPRA hasil Pemilihan Umum Legislatif 2019 tersusun dari 15 partai, dengan perincian sebagai berikut:

Partai Politik Jumlah kursi DPRA dalam periode
2009-2014 2014-2019 2019-2024
20x20px[pranala nonaktif permanen] Patriot 1
26x26px[pranala nonaktif permanen] PKB 1 Steady 1 Kenaikan 3
24x24px[pranala nonaktif permanen] Gerindra 0 Kenaikan 3 Kenaikan 8
23x23px[pranala nonaktif permanen] PDI Perjuangan 0 Steady 0 Kenaikan 1
21x21px[pranala nonaktif permanen] Golkar 8 Kenaikan 9 Steady 9
23x23px[pranala nonaktif permanen] PKS 4 Steady 4 Kenaikan 6
20x20px[pranala nonaktif permanen] PPP 4 Kenaikan 6 Steady 6
28x28px[pranala nonaktif permanen] PAN 5 Kenaikan 7 Penurunan 6
20x20px[pranala nonaktif permanen] Hanura 0 Steady 0 Kenaikan 1
20x20px[pranala nonaktif permanen] Demokrat 10 Penurunan 8 Kenaikan 10
24x24px[pranala nonaktif permanen] PBB 1 Steady 1 Penurunan 0
27x27px[pranala nonaktif permanen] PKPI 1 Steady 1 Steady 1
20x20px[pranala nonaktif permanen] PA 33 Penurunan 29 Penurunan 18
22x22px[pranala nonaktif permanen] SIRA 0 Steady 0 Kenaikan 1
20x20px[pranala nonaktif permanen] PD Aceh 1 Steady 1 Kenaikan 3
20x20px[pranala nonaktif permanen] PNA (baru) 3 Kenaikan 6
20x20px[pranala nonaktif permanen] NasDem (baru) 8 Penurunan 2
Jumlah Anggota 69 Kenaikan 81 Steady 81
Jumlah Partai 11 Kenaikan 13 Kenaikan 15

Pimpinan DPRA

Sesuai peraturan perundang-undangan, DPRD Provinsi yang beranggotakan: 35-44 orang dipimpin oleh 1 ketua dan 2 wakil ketua; 45-84 orang dipimpin oleh 1 ketua dan 3 wakil ketua; dan 85-100 orang dipimpin oleh 1 ketua dan 4 wakil ketua.[59] Pimpinan DPRA terdiri dari 1 Ketua dan 3 Wakil Ketua yang berasal dari partai politik peraih kursi dan suara terbanyak secara berurutan. Berikut ini adalah daftar Ketua DPR Aceh sejak awal berdirinya:

No. urut Nama ketua Mulai menjabat Akhir menjabat Periode DPRA Wakil ketua Keterangan
Masa Provinsi Aceh
1 20x20px[pranala nonaktif permanen] Teungku Abdul Wahab 1949 1950 1949-1950 Ketua DPRD Provinsi Aceh Pertama
Provinsi Aceh dilebur kedalam Provinsi Sumatera Utara sehingga DPRD Provinsi Aceh Pertama dibubarkan.
Masa Peralihan
2 20x20px[pranala nonaktif permanen] Teungku Muhammad Abduh Syam 1957 1959 1967-1959 Ketua DPRD Peralihan
Masa Provinsi Daerah Istimewa Aceh
3 20x20px[pranala nonaktif permanen] Ali Balwi 1959 1961 1959-1961
4 20x20px[pranala nonaktif permanen] Ali Hasyimy 1961 1964 1961-1964 Ketua DPRD-GR
5 20x20px[pranala nonaktif permanen] Marzuki Nyak Man 1964 1968 1964-1968
6 20x20px[pranala nonaktif permanen] Muhammad Yasin 1968 1971 1968-1971
7 20x20px[pranala nonaktif permanen] Mahdani 1971 1977 1971-1977
8 20x20px[pranala nonaktif permanen] Achmad Amins 1977 1982 1977-1982 Menjabat selama tiga periode.
1982 1987 1982-1987
1987 1992 1987-1992
9 20x20px[pranala nonaktif permanen] Abdullah Moeda 1992 1997 1992-1997
10 20x20px[pranala nonaktif permanen] Teuku Djohan 1997 1999 1997-1999
11 20x20px[pranala nonaktif permanen] Teungku Muhammad Yus 1999 2004 1999-2004
12 21x21px[pranala nonaktif permanen] Sayed Fuad Zakaria 2004 2009 2004-2009
Masa Provinsi Aceh
13 20x20px[pranala nonaktif permanen] Hasbi Abdullah[60] 2009 2014 2009-2014 21x21px[pranala nonaktif permanen] Sulaiman Abda
20x20px[pranala nonaktif permanen] Amir Helmi
20x20px[pranala nonaktif permanen] Ridwan Abubakar
Ketua DPRA
14 20x20px[pranala nonaktif permanen] Teungku Muharuddin[61] 2014 2018 2014-2019 21x21px[pranala nonaktif permanen] Sulaiman Abda
20x20px[pranala nonaktif permanen] Teuku Irwan Djohan
20x20px[pranala nonaktif permanen] Dalimi
15 20x20px[pranala nonaktif permanen] Sulaiman[62] 2018 2019
16 20x20px[pranala nonaktif permanen] Dahlan Jamaluddin[63] 2019 petahana 2019-2024 20x20px[pranala nonaktif permanen] Dalimi
21x21px[pranala nonaktif permanen] Hendra Budian
24x24px[pranala nonaktif permanen] Safaruddin

Sistem Pemerintahan Lokal Aceh

Sistem pemerintahan lokal Aceh terdiri dari gampông,tuha peuet, tuha lapan, mukim, nanggroë, sagoë dan keurajeuën.

Demografi

Etnis bangsa

Rambu peringatan tsunami dalam dua bahasa, yaitu bahasa Indonesia dan bahasa Aceh

Aceh memiliki 13 etnis bangsa asli. Yang terbesar adalah etnis Aceh yang mendiami wilayah pesisir mulai dari Langsa di pesisir timur utara sampai dengan Trumon di pesisir barat selatan. Etnis lainnya adalah etnis Gayo, (Gayo Lut, Gayo Luwes, Gayo Serbejadi) yang mendiami wilayah pegunungan di tengah Aceh. Selain itu juga dijumpai etnis-etnis lainnya seperti, etnis Jamèë di Aceh Selatan, etnis Singkil di Subulussalam, Singkil dan etnis Alas di Aceh Tenggara, etnis Kluet di Aceh Selatan dan etnis Tamiang di Aceh Tamiang, dan di Pulau Simeulue terdapat etnis Devayan, adapun sisanya seperti: Suku Haloban, Suku Lekon, suku sigulai, Suku Lamno, Suku Pedalaman (Mantee) juga para pendatang yaitu: Etnis jawa, etnis batak khususnya {Mandailing & Pakpak} serta sebagian [Toba, Angkola, dan Simalungun], etnis Tionghoa, etnis madura, etnis karo, etnis minang, keturunan Eropa (Portugis & Belanda), keturunan Jepang, Keturunan India-Tamil, Keturunan Turki, Keturunan Punjabi-Pakistan, Keturunan Bangla, keturunan persia, keturunan Tionghoa-Indonesia, Keturunan, Arab-Indonesia, peranakan dll

Hasil sensus penduduk tahun 2000 menunjukkan hasil perkiraan urutan suku-suku di Aceh sebagai berikut: Aceh, Jawa, Gayo, Batak, Melayu, Alas, Jamèë, Minangkabau, Singkil, Devayan, dan lain-lain[64] Namun jika pada sensus di tahun 2000 ini belum ada data populasi per etnis yang pasti, data keseluruhan populasi penduduk provinsi Aceh pada sensuss 2010 hanya perkiraan karena dilakukan ketika Aceh dalam masa konflik sehingga cakupannya hanya menjangkau kurang dari setengah populasi Aceh saat itu. Masalah paling serius dalam pencacahan ditemui di kabupaten Aceh Timur dan Aceh Utara, dan tidak ada data sama sekali yang dikumpulkan dari kabupaten Pidie. Ketiga kabupaten ini merupakan kabupaten dengan mayoritas etnis Aceh.[65]

Berdasarkan sensus 2010 di peroleh hasil 10 etnis bangsa asli & pendatang yang terbesar di Aceh, yaitu:[66]

No Etnis Jumlah Persentase
1 Etnis Aceh 3.160.728 70,65
2 Etnis Jawa 394.540 8,94
3 Etnis Gayo 318.633 7,22
4 Etnis Batak 147.295 3,29
5 Etnis Melayu 95.152 2,13
6 Etnis Alas 65.756 1,49
7 Etnis Jamèë 61.784 1,40
8 Etnis Minang 49.580 1,11
9 Etnis Singkil 45.897 1,04
10 Etnis Devayan 32.657 0,74
11 Lainnya 89.172 1,99

Bahasa

Bahasa yang paling banyak dipakai di Aceh adalah Aceh yang dituturkan oleh etnis Aceh di sepanjang pesisir Aceh dan sebagian pedalaman Aceh. Bahasa lainnya adalah Bahasa Gayo di Aceh bagian tengah, bahasa Alas di Aceh Tenggara, bahasa Aneuk Jamee di Aceh Selatan, bahasa Singkil dan Pakpak di Aceh Singkil, bahasa Kluet di Aceh Selatan, Bahasa Melayu Tamiang di Aceh Tamiang. Di Simeulue bagian utara dijumpai bahasa Sigulai dan bahasa Lekon, sedangkan di selatan simeulue dijumpai bahasa Devayan, Bahasa Haloban.

Bahasa Aceh dan dialeknya menjadi lestari pada mayoritas wilayah Provinsi Aceh dikarenakan bahasa ini dijadikan bahasa ibu setelah bahasa Indonesia. Sebagai upaya pelestarian bahasa ini, Balai Bahasa Provinsi Aceh merilis buku-buku referensi homofon yang dibakukan dalam homograf [67] [68].

Beberapa bahasa daerah dari bagian Indonesia lainnya juga dipertuturkan oleh sebagian penduduk di Provinsi Aceh. Di antaranya, yaitu bahasa Jawa yang dipertuturkan di beberapa desa di Kabupaten Aceh Singkil, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Nagan Raya.[69]

Agama

Agama di Aceh (2010)[70]
Agama Persentase
Islam
  
98,19%
Kristen Protestan
  
1,12%
Kristen Katolik
  
0,5%
Buddha
  
0,1%
Konghucu
  
0,07%
Hindu
  
0,02%

Mayoritas penduduk Aceh menganut agama Islam dan Syariah Islam menjadi hukum positif di daerah istimewa Aceh. Agama lain yang dianut oleh penduduk Aceh adalah agama Kristen yang dianut oleh pendatang beretnis Batak dan sebagian warga keturunan Tionghoa yang kebanyakan beretnis Hakka. Sedangkan sebagian lainnya tetap menganut agama Konghucu & Buddha lalu Hindu untuk beberapa masyarakat pendatang dari Bali, Karo dan sebagian Jawa.

Selain itu Aceh memiliki keistimewaan dibandingkan dengan provinsi yang lain, karena di Aceh Syariat Islam diberlakukan kepada sebagian besar warganya yang menganut agama Islam, berdasar UU No.18/2001. Kalangan intelektual Aceh sendiri masih memperdebatkan apakah yang diberlakukan di Aceh sudah benar-benar syariat atau itu cuma karena alasan politis saja.[71]

Alasan yang juga kemudian disebutkan adalah kondisi konkret ketika itu berkenaan dengan politik, polemik di kalangan jumhur ulama soal bisa tidaknya hukum Islam diproduksi pasca kenabian selain persoalan dualisme aliran dalam Islam, dua aliran besar dalam tradisi tafsir hukum Islam.[72]

GPIB di Banda Aceh
Vihara Dharma Bhakti di Banda Aceh
Gereja Katolik Hati Kudus di Banda Aceh
Kuil Hindu Palani Andawar di Banda Aceh

Pendidikan

Gedung rektor Unsyiah

Dalam hal pendidikan, sebenarnya provinsi ini mendapatkan status Istimewa selain dari D.I. Yogyakarta. Akan tetapi perkembangan yang ada tidak menunjukkan kesesuaian antara status yang diberikan dengan kenyataannya. Pendidikan di Aceh dapat dikatakan terpuruk. Salah satu yang menyebabkannya adalah konflik Aceh yang berkepanjangan, lalu musibah gempa dan tsunami serta penganaktirian oleh Pemerintah Pusat, dengan sekian ribu sekolah dan institusi pendidikan lainnya menjadi korban. Pada Ujian Akhir Nasional 2005 ada ribuan siswa yang tidak lulus dan terpaksa mengikuti ujian ulang.

Namun dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah Aceh melalui Dinas Pendidikan Aceh terus berusaha keras untuk mendongkrak dan membangkitkan taraf pendidikan di Aceh. Peningkatan mutu pendidikan merupakan upaya untuk mewujudkan "Aceh Caroeng / Aceh Hebat", sehingga pada Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) yang dilaksanakan pada tahun 2019 di Aceh tersebut dinyatakan sebagai satu dari tujuh provinsi di Indonesia yang menyelenggarakan UNBK 100 persen.[73]

Aceh juga memiliki sejumlah perguruan tinggi yaitu:

Tugu Darussalam yang menandakan pendirian Kopelma Darussalam

Perguruan tinggi negeri

Universitas:
Institut:
Politeknik:
Sekolah tinggi:
Akademi:

Perguruan tinggi swasta

Universitas:

Institut

  • Institut Agama Islam Almuslim
  • Institut Agama Islam Al-Aziziyah
Politeknik:
Sekolah tinggi:
  • Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia Banda Aceh
  • Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Sabang
  • Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YPHB
  • Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ubudiyah
  • Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Harapan Bangsa
  • STKIP Bina Bangsa Getsempena
  • STKIP An-Nur Nanggroe Aceh
  • STKIP Al-Washliyah
  • STMIK Abulyatama
  • STMIK Ubudiyah
  • Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Banda Aceh
  • Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Iskandar Thani
  • Sekolah Tinggi Ilmu Kehutanan Pante Kulu
  • Sekolah Tinggi Teknik Bina Cendikia Indonesia
  • STISIP Al-Washliyah Banda Aceh
  • Sekolah Tinggi Ilmu Psikologi Harapan Bangsa
  • STIKES Medika Nurul Islam
  • STIE Kebangsaan Bireuen
  • STIKES Muhammadiyah Lhokseumawe
  • STIKES Bumi Persada Lhokseumawe
  • STIE Bumi Persada Lhokseumawe
  • STIKES Darussalam Lhokseumawe
  • Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Lhokseumawe
  • STMIK Bina Bangsa
  • Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Nasional
  • STIKES Getsempena Lhoksukon
  • STIKES Bina Nusantara
  • STIKES Cut Nyak Dhien Langsa
  • Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Langsa
  • Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Pase
  • STIKES Bina Bangsa Kuala Simpang
  • STIKES Payung Negeri Aceh Darussalam
  • STKIP Muhammadiyah Aceh Tengah
  • Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Muhammadiyah Takengon
  • STIKES Nurul Hasanah, Kutacane
  • STKIP Usman Safri
  • STIKES Medica Seramoe Barat
  • STKIP Bina Bangsa Meulaboh
  • Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen Indonesia Meulaboh
  • Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Pelita Nusantara
  • STKIP Muhammadiyah Aceh Barat Daya
Akademi:

Seni dan budaya

Rintjong Aceh, senjata tradisional rakyat Aceh.
Rumoh Aceh, merupakan rumah adat suku Aceh di Museum Negeri Aceh.

Aceh merupakan kawasan yang sangat kaya dengan seni budaya lazimnya wilayah Indonesia lainnya.[75] Aceh mempunyai aneka seni budaya yang khas seperti tari-tarian, dan budaya lainnya seperti:

  • Meuseuke Eungkot (sebuah tradisi di wilayah Aceh Barat)
  • Peusijuek (atau Tepung tawar dalam tradisi Melayu)

Sastra

  • Bustanus Salatin
  • Hikayat Prang Sabi
  • Hikayat Malem Diwa
  • Hikayat Raja-raja Pasai
  • Hikayat Sultan Aceh Meureuhom (Sultan Iskandar Muda)
  • Hikayat Banun Setia
  • Hikayat Putroe Meulue
  • Hikayat Meurah Silu
  • Hikayat Putroe Lindong Buleuen
  • Hikayat Banta Amat Ngon Nahuda Seukeum
  • Hikayat Aulia Tujoeh
  • Hikayat Perang Aceh
  • Hikayat Pocut Muhammad
  • Hikayat Prang Cut Ali
  • Hikayat Putroe Hijoe
  • Hikayat Peureudan Ali
  • Hikayat Nun Parisi
  • Hikayat Nabi Ibrahim
  • Hikayat Nabi Jusuf
  • Hikayat Nabi Musa
  • Hikayat Nubeut
  • Hikayat Tajul Muluk
  • Hikayat Ranto Ngon Hikayat Teungku di Meukek
  • Hikayat Raja Bada
  • Legenda Amat Rhang Manyang
  • Legenda Putroe Neng
  • Legenda Magasang dan Magaseueng [76]

Senjata tradisional

Rencong adalah senjata tradisional bangsa Aceh, bentuknya menyerupai huruf L, dan bila dilihat lebih dekat bentuknya merupakan kaligrafi tulisan bismillah. Rencong termasuk dalam kategori belati.

Selain rencong, bangsa Aceh juga memiliki beberapa senjata khas lainnya, seperti sikin panyang, peurise awe, peurise teumaga, siwah, geuliwang dan peudeueng.

Rumah tradisional

Rumah tradisional Aceh dinamakan Rumoh Aceh. Rumah ini bertipe rumah panggung dengan 3 bagian utama dan 1 bagian tambahan. Tiga bagian utama dari rumah Aceh yaitu seuramoë keuë (serambi depan), seuramoë teungoh (serambi tengah) dan seuramoë likôt (serambi belakang). Sedangkan 1 bagian tambahannya yaitu rumoh dapu (rumah dapur).[77]

Tarian

Tari Seudati di Sama Langa tahun 1907
Tari Saman dari Gayo Lues

Aceh yang memiliki setidaknya 10 etnis, memiliki kekayaan tari-tarian yang sangat banyak dan juga sangat mengagumkan. Beberapa tarian yang terkenal di tingkat nasional dan bahkan dunia merupakan tarian yang berasal dari Aceh, seperti Tari Rateb Meuseukat dan Tari Saman.[78]

Tarian Aceh

Tarian Gayo

Tarian Alas

Tarian Melayu Tamiang

Tarian Kluet

Tarian Singkil

Makanan khas

Mi Aceh tumis dengan daging

Aceh mempunyai aneka jenis makanan yang khas. Antara lain Timphan, Gulai Bebek, Kari Kambing yang lezat, Gulai Pliek U dan Meuseukat yang langka. Di samping itu Keurupuk Meuliëng asal Pidie yang terkenal gurih, Dodoi Sabang yang dibuat dengan aneka rasa, Bu Leukat Boh Driën (ketan durian), serta bolu manis asal Peukan Bada dan Ruti Samahani Aceh Besar juga bisa jadi andalan bagi Aceh.

Di Pidie Jaya terkenal dengan kue khas Meureudu yaitu Adè. Sedangkan di Aceh Utara lazim kita temukan kuliner khas lainnya yaitu Martabak Durian yang lezat. Kuliner Bireuen yang paling terkenal adalah Sate Matang yang merupakan sate daging sapi atau kambing yang dibakar yang pada awalnya berasal dari kota Matang Glumpang Dua.

Makanan khas Kota Langsa yang sangat terkenal hingga ke seluruh Indonesia adalah Sop Sumsum yaitu berupa sop tulang daging sapi yang berisi sumsum di dalam tulangnya dan tulang daging sapi tersebut telah dipotong untuk dapat dinikmati sumsumnya menggunakan sedotan atau menuangnya langsung ke atas piring. Sop Sumsum tulang daging sapi ini disajikan panas dengan potongan-potongan daging sapi yang diracik dengan sangat gurih dan lezat menggunakan racikan bumbu khas Aceh. Lalu ada Gulai Ikan Sembilang yang juga khas Kota Langsa.

Sedangkan di wilayah Kabupaten Aceh Singkil dan juga kota Subulussalam terdapat jenis camilan yang sangat digemari banyak orang. Makanan yang disebut dengan nama lompong sagu, sesuai namanya makanan ini berbahan dasar sagu yang dicampur dengan pisang, gula merah, dan garam. semua bahan tersebut kemudian dicampur, dan dibungkus dengan daun pisang, hampir mirip dengan lemper. setelah itu, dipanggang menggunakan kompor ataupun tungku. Makanan ini mudah ditemukan di wilayah Aceh Singkil maupun Subulussalam. Sementara kuliner khas Aceh yang juga sangat terkenal bahkan hingga ke mancanegara adalah Mi Aceh, sejenis mi kuning basah yang diracik dengan bumbu khas nan pedas.

Iklim

Sebagai wilayah yang berada tidak jauh dari garis khatulistiwa, iklim di Aceh hampir seluruhnya tropis. Pada wilayah pesisir pantai suhu udara rata-rata 26,9 °C, suhu udara maksimum mencapai 32,5 °C dan minimum 22,9 °C. Kelembaban relatif daerah ini berkisar antara 70 dan 80 persen. Antara bulan Maret sampai Agustus Aceh mengalami fase musim kemarau, kondisi ini dipengaruhi oleh massa udara benua Australia. Sementara musim hujan berlangsung antara bulan September hingga Februari yang dihasilkan dari massa udara daratan Asia dan Samudra Pasifik. Aceh memiliki curah hujan yang bervariasi berkisar antara 1.500-2.500 mm per tahun.[79]

Data iklim Aceh
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Tahun
Rata-rata harian °C (°F) 27.01
(80.62)
26.88
(80.38)
27.02
(80.64)
27.30
(81.14)
27.89
(82.2)
27.99
(82.38)
27.76
(81.97)
27.56
(81.61)
27.12
(80.82)
26.72
(80.1)
26.54
(79.77)
26.86
(80.35)
27.221
(80.998)
Presipitasi mm (inci) 256
(10.08)
114
(4.49)
117
(4.61)
139
(5.47)
143
(5.63)
84
(3.31)
95
(3.74)
90
(3.54)
161
(6.34)
200
(7.87)
225
(8.86)
321
(12.64)
−75
(−2.95)
Rata-rata hari hujan 8.5 5.9 7.8 8.8 12.4 10.3 9.2 10.6 12.5 15.5 14.3 12.7 128.5
Sumber: Gaisma.com[80]

Geografi

Aceh menempati wilayah ujung paling barat di pulau Sumatra dan Negara Indonesia, di mana titik terluar Negara Kesatuan Republik Indonesia terletak di Pulau Rondo, sementara itu kilometer Nol Indonesia berada di pulau Weh. Secara geografis Aceh terletak antara 2° - 6° lintang utara dan 95° – 98° lintang selatan dengan ketinggian rata-rata 125 meter diatas permukaan laut. Batas batas wilayah Aceh, sebelah utara dan timur berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah selatan adalah satu-satunya perbatasan darat dengan Sumatra Utara dan sebelah barat dengan Samudera Hindia.[81]

Luas Aceh 5.677.081 ha, dengan hutan sebagai lahan terluas yang mencapai 2.290.874 ha, diikuti lahan perkebunan rakyat seluas 800.553 ha. Sedangkan lahan industri mempunyai luas terkecil yaitu 3.928 ha. Cakupan wilayah Aceh terdiri dari 119 pulau, 35 gunung dan 73 sungai utama.[81]

Perekonomian

Pertambangan

Aceh memiliki banyak potensi bahan tambang dan mineral seperti minyak bumi, gas alam, emas, batubara dll. Cadangan total batubara di Aceh mencapai 476,80 juta ton yang tersebar di pesisir barat Aceh yaitu di kabupaten Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya dan Singkil.

Perikanan

Pertanian :

Perbankan

Aceh terdapat dua kantor Bank Indonesia, bank sentral Republik Indonesia, yang dibuka di Banda Aceh (kelas III) dan Lhokseumawe (kelas IV). Tugas Bank Indonesia yang terdiri dari bidang moneter, sistem pembayaran, dan perbankan. Di daerah-daerah tugas Bank Indonesia lebih dominan di bidang sistem pembayaran dan perbankan.

Di bidang sistem pembayaran menyelenggarakan sistem kliring dan BI-RTGS dan di bidang perbankan mengawasi dan membina bank-bank agar beroperasi dengan sehat dan menguntungkan. Sistem perekonomian berbasis Syariah saat ini sangat gencar dilaksanakan, apalagi Pemerintah Aceh telah mengubah Bank Aceh dari konvensional ke Bank Syariah.

Industri

Pada awal 2018 direncanakan akan dibuka Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe yang menyerap 40.000 tenaga kerja, Selain itu Aceh memiliki sejumlah industri besar di antaranya:

Pra-tsunami 2004

Sebelum bencana tsunami 26 Desember 2004, perikanan merupakan salah satu pilar ekonomi lokal di Aceh, menyumbangkan 6,5 persen dari Pendapatan Daerah Bruto (PDB) senilai 1,59 triliun pada tahun 2004 (Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh 2005). Potensi produksi perikanan tangkap mencapai 120.209 ton/tahun sementara perikanan budidaya mencapai 15.454 ton/tahun pada tahun 2003 (Dinas Perikanan dan Kelautan Aceh 2004). Produksi perikanan tersebut merata, baik di Samudra Hindia maupun Selat Malaka.

Industri perikanan menyediakan lebih dari 100.000 lapangan kerja, 87 persen (87.783) di sub sektor perikanan tangkap dan sisanya (14.461) di sub sektor perikanan budidaya. Sekitar 53.100 orang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian utama. Namun, 60 persen adalah nelayan kecil menggunakan perahu berukuran kecil. Dari sekitar 18.800 unit perahu/kapal ikan di Aceh, hanya 7.700 unit yang mampu melaut ke lepas pantai. Armada perikanan tangkap berskala besar kebanyakan beroperasi di Aceh Utara, Aceh Timur, Bireuen, Aceh Barat dan Aceh Selatan.

Kerusakan akibat tsunami di Banda Aceh

Menurut Nurasa et al. (1993), nelayan Aceh sebagian besar menggunakan alat tangkap pancing (hook and line). Alat tangkap lain adalah pukat, jaring cincin (purse seine), pukat darat, jaring insang, jaring payang, jaring dasar, jala dan lain-lain.

Infrastruktur penunjang industri ini meliputi satu pelabuhan perikanan besar di Banda Aceh, 10 pelabuhan pelelangan ikan (PPI) utama di 7 kabupaten/kota dan sejumlah tempat pelelangan ikan (TPI) kecil di 18 kabupaten/kota. Selain itu terdapat 36.600 hektare tambak, sebagian besar tambak semi intensif yang dimiliki petambak bermodal kecil. Tambak-tambak ini tersebar di Aceh Utara, Pidie, Bireuen dan Aceh Timur.

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia mengelola sebuah pusat pendidikan dan latihan (Pusdiklat) budidaya, sebuah pusat penelitian dan pengembangan (Puslitbang) budidaya, sebuah laboratorium uji mutu perikanan dan sebuah kapal latih. Di tiap kabupaten/kota, terdapat dinas perikanan dan kelautan. Total aset di sektor perikanan pra-tsunami mencapai sekitar Rp 1,9 triliun.

Pasca-tsunami 2004

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas (2005) memperkirakan 9563 unit perahu hancur atau tenggelam, termasuk 3969 (41,5%) perahu tanpa motor, 2369 (24,8%) perahu bermotor dan 3225 (33,7%) kapal motor besar (5-50 ton). Selain itu, 38 unit TPI rusak berat dan 14.523 hektar tambak di 11 kabupaten/kota rusak berat. Diperkirakan total kerugian langsung akibat bencana tsunami mencapai Rp 944.492,00 (50% dari nilai total aset), sedangkan total nilai kerugian tak langsung mencapai Rp 3,8 miliar. Sebagian besar kerugian berasal dari kerusakan tambak.

Kapal PLTD Apung yang dibawa oleh tsunami sampai ke darat

Kerusakan tambak budidaya tersebar merata. Bahkan di daerah yang tidak terlalu parah dampak tsunaminya (misalnya di Kabupaten Aceh Selatan), tambak-tambak yang tergenang tidaklah mudah diperbaiki dan digunakan kembali. Total kerugian mencapai Rp 466 miliar, sekitar 50 persen dari total kerugian sektor perikanan. Kerugian ekonomi paling besar berasal dari hilangnya pendapatan dari sektor perikanan (tangkap dan budidaya). Hilangnya sejumlah besar nelayan, hilang atau rusaknya sarana dan prasarana perikanan termasuk alat tangkap dan perahu serta kerusakan tambak menjadikan angka kerugian sedemikian besarnya.

Diperkirakan produksi perikanan di Aceh akan anjlok hingga 60 persen. Proses pemulihan diperkirakan membutuhkan waktu paling sedikit 5 tahun. Di subsektor perikanan tangkap, bahkan diduga perlu waktu lebih lama (sekitar 10 tahun), karena banyaknya nelayan yang hilang atau meninggal selain rusaknya sejumlah besar perahu atau alat tangkap. Berdasarkan asumsi tersebut, total kerugian yang mungkin terjadi hingga sektor ini pulih total dan kembali ke kondisi pra-tsunami diperkirakan mencapai Rp 3,8 triliun.

Pariwisata

Destinasi wisata

  • Pulau Rubiah
  • Tugu Nol Kilometer
  • Pantai Iboih
  • Burni Telong, Bener Meriah
  • Danau Laut Tawar, Aceh Tengah
  • Danau Aneuk Laot
  • Pantai Lhoknga, Aceh Besar
  • Guha Tujoh di Laweueng
  • Lapangan Merdeka Kota Langsa
  • Lingkok Kuwieng, Pidie
  • Taman Nasional Gunung Leuser
  • Taman Hutan Kota Langsa
  • Hutan Mangrove Kota Langsa
  • Taman Bambu Runcing Langsa
  • Taman Bustanussalatin
  • Pulau Teulaga Tujoh
  • Gedung Balee Juang
  • Bukit Goa Jepang, Lhokseumawe
  • Waduk Jeulikat, Lhokseumawe
  • Gunung Salak, Aceh Utara
  • Blang Kulam, Aceh Utara
  • Pantan Terong, Aceh Tengah
  • Pacuan Kuda, Gayo
  • Pantai Jangka, Bireuen
  • Pantai Manohara
  • Pantai Lancok, Aceh Utara
  • Patai Kuala Raja, Birueun
  • Pantai Ujong Blang, Lhokseumawe
  • Pantai Ulee Reubek, Aceh Utara
  • Pantai Bantayan, Aceh Utara
  • Objek Wisata Ketambe, Aceh Tenggara.
  • Pantai Cemara Indah, Gosong Telaga, Singkil Utara, Singkil
  • Kepulauan Banyak, merupakan gugusan pulau-pulau kecil di kabupaten Aceh Singkil
  • Wisata Tapak Tuan Tapa, Tapak Tuan, Aceh Selatan
  • Pasi Jantang Lhoong

Objek bersejarah

Kuburan Kerkhoff

Transportasi

Transportasi darat

Perhubungan darat umum di Aceh dapat dijangkau dengan bus dan minibus. Setiap kabupaten dan kota di Aceh memiliki terminal. Jalur tol yang sudah dibangun adalah jalur Banda Aceh-Sigli.

Transportasi laut

Berikut ini merupakan daftar pelabuhan-pelabuhan yang ada di Aceh :

  1. Pelabuhan Malahayati, Aceh Besar.
  2. Pelabuhan Internasional Samudera Pasai, Krueng Geukuh, Aceh Utara.[90]
  3. Pelabuhan Internasional Langsa[91]
  4. Pelabuhan Arun, Lhokseumawe
  5. Pelabuhan Internasional Sabang
  6. Pelabuhan Internasional Aceh Tamiang[92]
  7. Pelabuhan Ulèë Lheuë, Banda Aceh.
  8. Pelabuhan Jetty, Meulaboh.
  9. Pelabuhan Ferry Labuhan Haji, Aceh Selatan.
  10. Pelabuhan Sinabang, Simeulue.
  11. Pelabuhan Ferry Singkil, Aceh Singkil.
  12. Pelabuhan Ferry Susoh, Aceh Barat Daya.
  13. Pelabuhan Teluk Surin, Aceh Barat Daya.

Transportasi udara

Berikut ini merupakan daftar bandar udara yang ada di Aceh :

  1. BTJ - Bandar Udara Internasional Sultan Iskandar Muda, Aceh Besar
  2. LSW - Bandar Udara Malikussaleh, Aceh Utara
  3. MEQ - Bandar Udara Cut Nyak Dhien, Nagan Raya
  4. SNB - Bandar Udara Lasikin, Sinabang
  5. SBG - Bandar Udara Maimun Saleh, Sabang
  6. TXE - Bandar Udara Rembele, Bener Meriah
  7. SKL - Bandar Udara Syekh Hamzah Fansyuri, Singkil
  8. TPK - Bandar Udara Teuku Cut Ali, Tapaktuan
  9. LSX - Bandar Udara Lhoksukon, Aceh Utara

Stasiun kereta api

Sejarah awal Kereta Api di Aceh sudah dimulai sejak era kolonial Belanda. Pada tahun 1876 KNIL mulai membangun jalur kereta Api Aceh atau saat itu dikenal dengan Atjeh Tram yang mulai beroperasi dari tahun 1882 hingga 1942 dan sempat berubah namanya menjadi Atjeh Staatsspoorwegen (ASS) pada tahun 1916. Saat ini Kereta Api Aceh berada dibawah PT. Kereta Api Indonesia Divisi Regional I Sumatra Utara dan Aceh. Kereta Api Cut Meutia (sebelumnya bernama Kereta Api Perintis Aceh) adalah kereta api yang melayani perjalanan Stasiun Krueng Geukuh - Stasiun Kutablang.

Berikut ini merupakan daftar Stasiun Kereta Api yang ada di Aceh :

  1. (KRG) - Stasiun Krueng Geukueh
  2. (BKH) - Stasiun Bungkaih
  3. (KRM) - Stasiun Krueng Mane
  4. (GRU) - Stasiun Geurugok
  5. (KKG) - Stasiun Kutablang

Tokoh dari Aceh

Pahlawan

Cut Nyak Dien ketika ditangkap Belanda

Bangsa Aceh merupakan bangsa yang gigih dalam mempertahankan kemerdekaannya. Kegigihan perang bangsa Aceh, dapat dilihat dan dibuktikan oleh sejumlah pahlawan (baik pria maupun wanita), serta bukti-bukti lainnya (empat jenderal Belanda tewas dalam perang Aceh, serta kuburan Kerkoff Peucut yang pernah mencatat rekor sebagai kuburan Belanda terluas di luar Negeri Belanda).

Pahlawan perempuan

Pahlawan pria

Tokoh asal Aceh

Lihat pula Suku Aceh untuk tokoh-tokoh yang bukan berasal dari provinsi Aceh namun berketurunan Aceh.

Daftar tokoh Aceh

Keterangan tabel daftar gubernur

Referensi

  1. ^ http://kesbangpol.bandaacehkota.go.id/2017/12/16/aceh-mulia-jadi-himne-aceh/
  2. ^ a b c "Kepadatan Penduduk dan Pertumbuhan Penduduk Aceh Tahun 1961 - 2020". www.aceh.bps.go.id. Diakses tanggal 18 Februari 2021. 
  3. ^ a b "GIS Dukcapil Kemendagri 2017". Kemendagri Indonesia. Diakses tanggal 25 September 2018. 
  4. ^ https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201105144456-32-566355/tito-ingatkan-gubernur-baru-aceh-kreatif-hadapi-covid-19
  5. ^ "Taqwallah Sekda Aceh Sore Ini Dilantik". 
  6. ^ "Dahlan Jamaluddin Ketua DPRA". 
  7. ^ http://dpr.go.id/doksileg/proses1/RJ1-20190425-125010-5297.pdf
  8. ^ "Metode Baru Indeks Pembangunan 2019-2020". www.bps.go.id. Diakses tanggal 11 April 2021. 
  9. ^ a b [Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2021 [https://acehprov.go.id/berita/kategori/pengumuman/anggaran-pendapatan-belanja-aceh-apba-2021I Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) 2021]] Periksa nilai |url= (bantuan).  Tidak memiliki atau tanpa |title= (bantuan){{Pranala mati|date= 18 Februari 2021
  10. ^ "Rincian Alokasi Dana Alokasi Umum Provinsi/Kabupaten Kota Dalam APBN T.A 2020" (PDF). www.djpk.kemenkeu.go.id. (2020). Diakses tanggal 11 April 2021. 
  11. ^ "Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh". aceh.bps.go.id. Diakses tanggal 2019-10-14. 
  12. ^ a b How An Escape Artist Became Aceh's Governor, Time Magazine, Feb. 15, 2007
  13. ^ http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/b/b2/Countries_with_Sharia_rule.png
  14. ^ "Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-12-25. Diakses tanggal 2011-02-01. 
  15. ^ United Nations. Economic and social survey of Asia and the Pacific 2005. 2005, page 172
  16. ^ Peraturan Gubernur Aceh Nomor 46 Tahun 2009 tentang Penggunaan Sebutan Nama Aceh dan Gelar Pejabat Pemerintahan dalam Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Aceh tertanggal 7 April 2009, dalam Pergub tersebut ditegaskan bahwa sebutan Daerah Otonom, Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Nomenklatur dan Papan Nama Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA), Titelatur Penandatangan, Stempel Jabatan dan Stempel Instansi dalam Tata Naskah Dinas di lingkungan Pemerintah Aceh, diubah dan diseragamkan dari sebutan/nomenklatur "Nanggroe Aceh Darussalam" ("NAD") menjadi sebutan/nomenklatur "Aceh". Ini dilakukan sambil menunggu ketentuan dalam Pasal 251 UU Pemerintahan Aceh yang menyatakan bahwa nama Aceh sebagai provinsi dalam sistem NKRI, akan ditentukan oleh DPRA hasil Pemilu 2009. Lihat pula http://www.acehprov.go.id/
  17. ^ Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara
  18. ^ Shadiqin, Sehat Ihsan: Tasawuf Aceh, Bandar Publishing, Cet-II, 2009.
  19. ^ Azra, Azyumardi: Jaringan Ulama Timur Tengah dan Nusantara, Jakarta, Prenata Media, 2006
  20. ^ Shadiqin, Sehat Ihsan (2009)
  21. ^ Ibid
  22. ^ Kawilarang, Harry: Aceh dari Sultan Iskandar Muda ke Helsinki, Bandar Publishing, Banda Aceh-Cet. III, 2010
  23. ^ ibid
  24. ^ Al Chaidar. Gerakan Aceh Merdeka
  25. ^ "Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2020-11-25. Diakses tanggal 2019-10-22. 
  26. ^ Peraturan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 5 Tahun 2000 Tentang Pelaksanaan Syariat Islam
  27. ^ "UU 44-1999::Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh". ngada.org. Diakses tanggal 2019-02-01. 
  28. ^ https://ejournal.unri.ac.id/index.php/JIH/article/viewFile/2086/2050
  29. ^ detikcom, Tim. "Miliki 26 Kewenangan Khusus, Aceh Diminta Bekerja Maksimal". detiknews. Diakses tanggal 2019-02-01. 
  30. ^ Undang-undang Pemerintahan Aceh
  31. ^ "Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan (Permendagri No.137-2017) - Kementerian Dalam Negeri - Republik Indonesia". www.kemendagri.go.id (dalam bahasa Inggris). Diarsipkan dari versi asli tanggal 2017-04-29. Diakses tanggal 2018-07-09. 
  32. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Desember 2018. Diakses tanggal 3 Oktober 2019. 
  33. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permendagri nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 Oktober 2019. Diakses tanggal 15 Januari 2020. 
  34. ^ "Penduduk Indonesia Menurut Desa 2010" (PDF). Diakses tanggal 12 Juni 2018. 
  35. ^ "Perka BPS no.55 tahun 2017" (PDF). Diakses tanggal 12 Juni 2018. 
  36. ^ "Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh". aceh.bps.go.id. Diakses tanggal 2020-07-22. 
  37. ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2019-07-20. Diakses tanggal 2019-07-20. 
  38. ^ "Salinan arsip" (PDF). Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2017-11-07. Diakses tanggal 2017-11-30. 
  39. ^ a b Hasan, Ibrahim (2003). Namaku Ibrahim Hasan: menebah tantangan zaman. Yayasan Malem Putra. hlm. 542. ISBN 978-979-97100-0-0. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-18. Diakses tanggal 2022-01-11. 
  40. ^ a b "Eddy Sabara, pejabat gubernur Aceh * Mendagri: Jangan didramatisir pencalonan gubernur definitif"Perlu langganan berbayar. Kompas. 9 April 1981. hlm. 1. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-03-18. Diakses tanggal 22 September 2021. Mendagri Amirmachmud Rabu kemarin melantik Mayjen TNI Eddy Sabara menjadi pejabat Gubernur Kepala Daerah Istimewa Aceh dalam sidang pleno DPRD I di Banda Aceh. Seusai sidang Menteri melantik pula Drs Muhammad Syah Asjek menjadi Wakil Gubernur. 
  41. ^ "Wawancara Prof. Dr. Ibrahim Hasan: Yang Ganas itu GPK Generasi Kedua". Tempo.co. Tempo Interaktif. 8 Agustus 1998. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2014-08-12. Diakses tanggal 23 Desember 2015. 
  42. ^ BUR; RUL; KAN (21 Juni 2000). "Tugas Utama Ramli Ridwan Antarkan Suksesi Daerah". Diakses tanggal 23 Desember 2015. [pranala nonaktif permanen]
  43. ^ MIS. "Prof. Dr. Syamsuddin Mahmud: Jabatan Gubernur Bukan Harta Warisan". Tempo.co. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2001-07-23. Diakses tanggal 2015-12-23. 
  44. ^ Mahmud, Syamsuddin; P., Sugiono M. (2004). Biografi seorang guru di Aceh: kisah Syamsuddin Mahmud kepada Sugiono M.P. Aceh: Syiah Kuala University Press. ISBN 9789798278150. 
  45. ^ NJ (5 November 2000). "Abdullah Puteh Terpilih sbg Gubernur Aceh". Kompas. Aceh: Ohio University. Diakses tanggal 23 Desember 2015. [pranala nonaktif permanen]
  46. ^ "PN Jakarta Pusat Siap Adili Puteh". Suara Merdeka Online. 9 Desember 2004. Diakses tanggal 23 Desember 2015. [pranala nonaktif permanen]
  47. ^ LH (25 Juni 2012). "Mantan Petinggi GAM Resmi Jadi Gubernur NAD 2012-2017". detikcom. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2015-02-19. Diakses tanggal 25 Juni 2012. 
  48. ^ "Profil Plt Gubernur Aceh, Mayjen TNI (Purn) Soedarmo". Website Resmi Pemerintah Provinsi Aceh. 3 November 2016. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-09-05. Diakses tanggal 5 September 2018. 
  49. ^ Ariefana, Pebriansyah (2018-07-05). "Tunjuk Pejabat Gubernur Aceh, Mendagri Non Aktifkan Irwandi Yusuf". Suara.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2018-07-07. Diakses tanggal 2018-07-07. 
  50. ^ Zaenal (2018-07-05). "Resmi, Mendagri Tunjuk Nova Iriansyah Jadi Plt Gubernur Aceh, Tgk Syarkawi Plt Bupati Bener Meriah". Tribunnews.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-01-11. Diakses tanggal 2018-07-07. 
  51. ^ Razali, Habil. "Dilantik Jadi Gubernur Aceh, Nova: Terima Kasih Irwandi Yusuf". Kumparan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-11. Diakses tanggal 18 Juni 2021. 
  52. ^ CNN Indonesia (2022-07-06). "Achmad Marzuki Resmi Dilantik Tito Jadi Pj Gubernur Aceh". CNN Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-07-06. Diakses tanggal 6 Juli 20. 
  53. ^ "Mendagri Resmi Lantik Bustami Hamzah sebagai Pj Gubernur Aceh". 2024-03-14. Diakses tanggal 2024-03-14. 
  54. ^ "Zulfadhli Pimpin DPR Aceh - Acehkini.ID". 2023-10-19. Diakses tanggal 2024-01-01. 
  55. ^ "PELANTIKAN ANGGOTA DPRA PERIODE 2019-2024". dpra.acehprov.go.id. DPR Aceh. 01-10-2019. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-09-21. Diakses tanggal 04-10-2019. 
  56. ^ Fauzul Husni (30-09-2019). "Sah, 81 Anggota DPRA Periode 2019-2024 Resmi Dilantik". ajnn.net. Aceh Journal National Network. Diakses tanggal 04-10-2019. 
  57. ^ Setyadi, Agus (30-09-2019). "81 Anggota DPR Aceh Dilantik, Partai Aceh Kuasai Parlemen". detikcom. Detik News. Diakses tanggal 04-10-2019. 
  58. ^ "Ini Daftar Lengkap Caleg DPR RI Dapil Aceh yang Lolos ke Senayan". Rencongpost.com. 2019-05-13. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-09-14. Diakses tanggal 2019-10-08. 
  59. ^ Pasal 111 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
  60. ^ "Pimpinan Definitif DPRA Dikukuhkan". acehkita.com. 16-11-2009. Diakses tanggal 13-12-2019. 
  61. ^ "Hari Ini, 4 Pimpinan Definitif DPRA Dilantik". serambinews.com. 23-12-2014. Diakses tanggal 13-12-2019. 
  62. ^ "Sulaiman Resmi Jabat Ketua DPR Aceh Gantikan Tgk Muharuddin". cakradunia.co. 29-11-2018. Diakses tanggal 13-12-2019. 
  63. ^ "Ketua-Wakil Ketua DPR Aceh Resmi Dilantik". news.detik.com. 15-11-2019. Diakses tanggal 18-11-2019. 
  64. ^ Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape. Institute of Southeast Asian Studies. 2003. ISBN 9812302123. 
  65. ^ Changing Ethnic Composition: Indonesia 2000-2010
  66. ^ Aris Ananta, Evi Nurvidya Arifin, M. Sairi Hasbullah, Nur Budi Handayani, dan Agus Pramono (2015). Demography of Indonesia’s Ethnicity. Institute of Southeast Asian Studies dan BPS – Statistics Indonesia. hlm. 98. 
  67. ^ Ulfa, Maria (2020). "Interrogative Construction in Aceh Language". Arbitrer. 7 (1): 47. doi:https://doi.org/10.25077/ar.7.1.45-50.2020 Periksa nilai |doi= (bantuan). 
  68. ^ "Buku Terbitan Balai Bahasa Aceh". Balai Bahasa Aceh. 2011. Diakses tanggal 24 Januari 2021. 
  69. ^ Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. "Bahasa di Provinsi Aceh". Bahasa dan Peta Bahasa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Diakses tanggal 2021-02-10. 
  70. ^ "Agama di Indonesia Menurut Sensus BPS 2010". sp2010.bps.go.id. Diakses tanggal 2020-08-22. 
  71. ^ Ramli, Affan: Merajam Dalil Syariat, Bandar Publishing, Cet-1, 2010
  72. ^ ibid
  73. ^ "Prestasi Pendidikan Aceh di Level Nasional". kumparan. Diakses tanggal 2020-02-23. 
  74. ^ "Perjuangan STAIN Gajah Putih Jadi IAIN Takengon Habiskan Waktu Dua Tahun". Serambi Indonesia. Diakses tanggal 2020-04-06. 
  75. ^ "Mengenal Lebih Dalam Seni Budaya Aceh". penalis.com. Diakses tanggal 2021-03-02. 
  76. ^ tengkuputeh (2017-12-15). "HIKAYAT-HIKAYAT DARI NEGERI ACEH". Tengkuputeh (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-09-23. 
  77. ^ Hairumini, Hairumini; Setyowati, Dewi Liesnoor; Sanjoto, Tjaturahono Budi (2017-08-09). "Kearifan Lokal Rumah Tradisional Aceh sebagai Warisan Budaya untuk Mitigasi Bencana Gempa dan Tsunami". Journal of Educational Social Studies (dalam bahasa Inggris). 6 (1): 37–44. ISSN 2502-4442. 
  78. ^ "Macam Macam Kebudayaan Aceh Lengkap Beserta Gambar dan Penjelasannya | Perpustakaan.id" (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-10-21. 
  79. ^ Profil Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam - Departemen Kehutanan RI
  80. ^ "Aceh, Indonesia - Solar energy and surface meteorology". 08 March 2020. 
  81. ^ a b "Geografis Aceh". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2016-06-02. Diakses tanggal 2016-05-09. 
  82. ^ Media, Kompas Cyber. "Budidaya Lobster Kualitas Ekspor". KOMPAS.com. Diakses tanggal 2019-09-23. 
  83. ^ Agency, ANTARA News. "Udang Vaname di Aceh Barat tembus pasar internasional - ANTARA News Aceh". Antara News. Diakses tanggal 2019-09-23. 
  84. ^ "Foto: Melihat Tuna Tangkapan Nelayan Aceh yang Tembus Pasar Dunia". kumparan. Diakses tanggal 2019-09-23. 
  85. ^ "Ekspor Kopi Aceh Tumbuh 540 Persen". Republika Online. 2019-02-12. Diakses tanggal 2019-09-23. 
  86. ^ Agency, ANTARA News. "Buah-buahan jadi andalan ekspor Aceh - ANTARA News Aceh". Antara News. Diakses tanggal 2019-09-23. 
  87. ^ "Kemenperin: Eksportir Kakao Aceh Lirik Pasar Malaysia". kemenperin.go.id. Diakses tanggal 2019-09-23. 
  88. ^ "Warga Aceh Utara Ekspor Pinang ke Medan". GoAceh. 2017-02-21. Diakses tanggal 2019-09-23. 
  89. ^ Prasetya, Dony Dwi (2018-08-20). "17 Wisata Sejarah di Aceh yang Wajib Dikunjungi". TempatWisataUnik.com (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2019-10-06. 
  90. ^ "Impor via Krueng Geukueh Aktif Lagi". Serambi Indonesia. Diakses tanggal 2019-04-13. 
  91. ^ "Menteri ATR Resmikan Pelabuhan Kuala Langsa Sebagai Pelabuhan International". Serambi Indonesia. Diakses tanggal 2019-04-13. 
  92. ^ "Pembangunan Pelabuhan Internasional Aceh Tamiang Berawal dari Bisnis Ilegal". Serambi Indonesia. Diakses tanggal 2020-01-03. 
  93. ^ "Mengenal Pahlawan Nasional dari Aceh". kumparan. Diakses tanggal 2020-01-25. 

Lihat pula

Pranala luar

Koordinat: 5°33′N 95°19′E / 5.550°N 95.317°E / 5.550; 95.317