Lompat ke isi

Islam di Bengkulu: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Referensi
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
k Suntingan 114.125.234.128 (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Rahmatdenas
Tag: Pengembalian
Baris 2: Baris 2:
'''Islam di Bengkulu''' memiliki sejarah yang panjang. [[Islam]] tercatat sebagai agama resmi pertama yang masuk ke [[Bengkulu]].<!--
'''Islam di Bengkulu''' memiliki sejarah yang panjang. [[Islam]] tercatat sebagai agama resmi pertama yang masuk ke [[Bengkulu]].<!--


Masuk dan berkembangnya dakwah Islam di nusantara Indonesia tidak terlepas dari adanya interaksi antara pedagang muslim dari Gujarat dan Timur Tengah, Dakwah Islam di provinsi Bengkulu mulai masuk pada sekitar tahun 1500-an dan saat itu Bengkulu masih berupa pemerintahan dalam bentuk kerajaan-kerajaan kecil, Dakwah Islam di Bengkulu berkembang pada tahun 1600 hingga 1700-an, Dakwah Islam di Bengkulu masuk melalui beberapa jalur, di antaranya melalui Sumatra Barat, Sumatra Selatan (Palembang), dan interaksi antara kerajaan-kerajaan yang ada di Bengkulu dengan kerajaan Banten Islam di tanah Jawa.<ref>
Masuk dan berkembangnya dakwah Islam di nusantara Indonesia tidak terlepas dari adanya interaksi antara pedagang muslim dari Gujarat dan Timur Tengah. Dakwah Islam di provinsi Bengkulu mulai masuk pada sekitar tahun 1500-an dan saat itu Bengkulu masih berupa pemerintahan dalam bentuk kerajaan-kerajaan kecil. Dakwah Islam di Bengkulu berkembang pada tahun 1600 hingga 1700-an. Dakwah Islam di Bengkulu masuk melalui beberapa jalur, di antaranya melalui Sumatra Barat, Sumatra Selatan (Palembang), dan interaksi antara kerajaan-kerajaan yang ada di Bengkulu dengan kerajaan Banten Islam di tanah Jawa.

https://daerah.sindonews.com/berita/1393446/29/jejak-jejak-sejarah-masuknya-islam-di-bengkulu?_gl=1*j5pdnu*_ga*MkJCV05DQlpuMWdCazFaZFlFaEhydVQ1bHRueTJFclFhbDhUVmNlUGZqamJFTHpCU1ZYcnJsS2F3WUJ6VWJQWA..</ref> Umumnya buku-buku sejarah nasional menjelaskan, masuknya Islam ke nusantara dibawa oleh para musafir yang berdagang dari Gujarat, Menurut Marwati dan Poespo Nugroho, Islam masuk ke nusantara melalui para musafir dan pedagang muslim, Daerah-daerah pantai yang disinggahi pedagang muslim sejak awal sudah memungkinkan mereka mendirikan perkampungan, Sedangkan menurut sejarawan T. W. Arnold dalam karyanya The Preaching of Islam menguatkan temuan bahwa agama Islam telah dibawa oleh mubaligh-mubaligh Islam asal jazirah Arab ke Nusantara sejak awal abad ke-7 Masehi.<ref>
https://www.google.com/amp/s/www.detik.com/edu/detikpedia/d-5692837/peta-masuknya-islam-ke-indonesia-dan-teori-penyebarannya/amp?espv=1</ref> Interaksi para mubaligh Islam yang berprofesi sebagai pedagang tersebut (lebih dikenal dengan para saudagar muslim) yang datang ke nusantara untuk melakukan perdagangan dengan penduduk pribumi Indonesia, telah membawa penyebaran dakwah Islam ke nusantara, Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Marwati dan Poespo Nugroho, saluran dan cara-cara Islamisasi nusantara Indonesia pada taraf permulaan adalah melalui jalur perdagangan yang dilakukan oleh pedagang-pedagang muslim Arab, Persia, dan India pada abad ke-7, Saluran Islamisasi yang kedua adalah melalui perkawinan para pedagang muslim tersebut dengan wanita pribumi, Kecuali melalui perdagangan dan perkawinan, jalur Islamisasi di suatu daerah adalah melalui pengembangan ajaran tasawuf, pendidikan dan pondok pesantren, Saluran dan cara Islamisasi di suatu daerah dapat pula melalui cabang-cabang kesenian, seperti seni bangunan, seni pahat atau ukir, seni tari, musik, dan seni sastra.<ref>
Umumnya buku-buku sejarah nasional menjelaskan, masuknya Islam ke nusantara dibawa oleh para musafir yang berdagang dari Gujarat. Menurut Marwati dan Poespo Nugroho, Islam masuk ke nusantara melalui para musafir dan pedagang muslim. Daerah-daerah pantai yang disinggahi pedagang muslim sejak awal sudah memungkinkan mereka mendirikan perkampungan . Sedangkan menurut sejarawan T. W. Arnold dalam karyanya The Preaching of Islam menguatkan temuan bahwa agama Islam telah dibawa oleh mubaligh-mubaligh Islam asal jazirah Arab ke Nusantara sejak awal abad ke-7 M .
Interaksi para mubaligh Islam yang berprofesi sebagai pedagang tersebut (lebih dikenal dengan para saudagar muslim) yang datang ke nusantara untuk melakukan perdagangan dengan penduduk pribumi Indonesia, telah membawa penyebaran dakwah Islam ke nusantara. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Marwati dan Poespo Nugroho, saluran dan cara-cara Islamisasi nusantara Indonesia pada taraf permulaan adalah melalui jalur perdagangan yang dilakukan oleh pedagang-pedagang muslim Arab, Persia, dan India pada abad ke-7. Saluran Islamisasi yang kedua adalah melalui perkawinan para pedagang muslim tersebut dengan wanita pribumi. Kecuali melalui perdagangan dan perkawinan, jalur Islamisasi di suatu daerah adalah melalui pengembangan ajaran tasawuf, pendidikan dan pondok pesantren. Saluran dan cara Islamisasi di suatu daerah dapat pula melalui cabang-cabang kesenian, seperti seni bangunan, seni pahat atau ukir, seni tari, musik, dan seni sastra.

https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/skola/read/2020/03/01/120000769/teori-masuknya-islam-di-nusantara?espv=1</ref>
== Masuknya Islam di Bengkulu ==
== Masuknya Islam di Bengkulu ==
Masuk dan berkembangnya dakwah Islam di Bengkulu menurut hemat penulis sedikit terlambat dibandingkan dengan masuknya dakwah Islam di daerah-daerah lain di nusantara yang telah tersentuh ajaran Islam pada abad ke-7, Hal ini ada kemungkinan disebabkan oleh letak geografis Bengkulu yang berada di tepi Samudera Hindia bukan berada di antara selat pulau, Dengan kondisi seperti tersebut membuat pelayaran mengalami kesulitan untuk berlayar menuju Bengkulu, Persentuhan Bengkulu dengan Islam saat Bengkulu masih terbentuk dalam sistem pemerintahan berupa kerajaan-kerajaan kecil yang berada di kawasan dataran tinggi ataupun berada di wilayah pesisir provinsi Bengkulu.<ref> https://iainsalatiga.ac.id/web/2012/08/masjid-dan-perkembangan-dakwah-islam-di-kota-bengkulu/</ref>
Masuk dan berkembangnya dakwah Islam di Bengkulu menurut hemat penulis sedikit terlambat dibandingkan dengan masuknya dakwah Islam di daerah-daerah lain di nusantara yang telah tersentuh ajaran Islam pada abad ke-7. Hal ini ada kemungkinan disebabkan oleh letak geografis Bengkulu yang berada di tepi Samudera Hindia bukan berada di antara selat pulau. Dengan kondisi seperti tersebut membuat pelayaran mengalami kesulitan untuk berlayar menuju Bengkulu. Persentuhan Bengkulu dengan Islam saat Bengkulu masih terbentuk dalam sistem pemerintahan berupa kerajaan-kerajaan kecil yang berada di kawasan dataran tinggi ataupun berada di wilayah pesisir provinsi Bengkulu.

Berdasar pada beberapa data yang ada, salah satunya menurut Azra, penyebaran Islam yang berasal dari Timur Tengah dan sekitarnya menuju kepulauan nusantara, terlebih dahulu singgah di Malaka, Dari Malaka inilah kemudian Islam tersebar menuju nusantara, Dari Malaka Islam tersebar ke pulau Sumatra melaui Sriwijaya (Palembang), lalu menyebar ke daerah-daerah lainnya di Sumatra. Dari Malaka Islam juga dibawa ke Aceh (Samudera Pasai) dan menyebar ke daerah sekitarnya di pulau Sumatra, Sedangkan Sumatra Barat menerima Islam melalui Palembang dan Aceh, Bila melihat jalur penyebaran agama Islam di nusantara tersebut, ada kemungkinan Islam masuk ke Bengkulu melalui Minangkabau (1500) atau melalui Palembang, dan pada masa-masa tersebut Bengkulu masih berbentuk dalam tata pemerintahan berupa kerajaan-kerajaan, salah satu kerajaan tertua di Bengkulu adalah Kerajaan Sungai Serut dengan raja pertamanya Ratu Agung (1550-1570) yang berasal dari Gunung Bungkuk. Dari sumber lokal yang terhimpun dalam Gelumpai diperoleh keterangan bahwa pada tahun 1417 M seorang dai dari Aceh bernama Malim Mukidim datang ke Gunung Bungkuk Sungai Serut Awi, kawasan Lematang Ulu, Malim Mukidim berhasil mengislamkan Raja dan Ratu Agung penguasa Gunung Bungkuk saat itu, Menurut sumber lain, agama Islam masuk di Bengkulu sekitar abad ke 16.<ref>
Berdasar pada beberapa data yang ada, salah satunya menurut Azra, penyebaran Islam yang berasal dari Timur Tengah dan sekitarnya menuju kepulauan nusantara, terlebih dahulu singgah di Malaka. Dari Malaka inilah kemudian Islam tersebar menuju nusantara. Dari Malaka Islam tersebar ke pulau Sumatra melaui Sriwijaya (Palembang), lalu menyebar ke daerah-daerah lainnya di Sumatra. Dari Malaka Islam juga dibawa ke Aceh (Samudera Pasai) dan menyebar ke daerah sekitarnya di pulau Sumatra. Sedangkan Sumatra Barat menerima Islam melalui Palembang dan Aceh . Bila melihat jalur penyebaran agama Islam di nusantara tersebut, ada kemungkinan Islam masuk ke Bengkulu melalui Minangkabau (1500) atau melalui Palembang, dan pada masa-masa tersebut Bengkulu masih berbentuk dalam tata pemerintahan berupa kerajaan-kerajaan.
http://eprints.radenfatah.ac.id › ...PDF masuk dan berkembangnya islam di bengkulu abad xvi - xx</ref>

Persentuhan Palembang dengan Islam, sangat memungkinkan Palembang menjadi salah satu pintu masuknya Islam ke Bengkulu. Hal ini sebagaimana yang di kemukakan oleh Badrul Munir Hamidy: "Masuknya Islam ke Bengkulu melalui lima pintu yaitu ; pintu pertama melalui kerajaan Sungai Serut yang dibawa oleh ulama Aceh Tengku Malim Mukidim, pintu kedua melalui perkawinan Sultan Muzafar Syah dengan putri Serindang Bulan, inilah awal masuknya Islam ke tanah Rejang pada pertengahan abad XVII, Pintu ketiga melalui datangnya Bagindo Maharajo Sakti dari Pagaruyung ke kerajaan Sungai Lemau pada abad XVII, pintu keempat melalui dakwah yang dilakukan oleh dai-dai dari Banten, sebagai bentuk hubungan kerjasama kerajaan Banten dan kerajaan Selebar, pintu kelima masuknya Islam ke Bengkulu melalui daerah [[Kabupaten Mukomuko|Mukomuko]] setelah menjadi kerajaan Mukomuko". Kerajaan Pagaruyung di Sumatra Barat mempunyai kekuasaan yang luas dari Sikilang Aia Bangih adalah batas Utara, sekarang di daerah Pasaman Barat, berbatasan dengan Natal, Sumatra Utara. Taratak Aia Hitam adalah daerah Bengkulu (daerah pesisir Selatan hingga ke Mukomuko), Durian Ditakuak Rajo adalah wilayah di Kabupaten Bungo, Jambi yang terakhir, Sialang Balantak Basi adalah wilayah di Rantau Barangin, Kabupaten Kampar, Riau sekarang.<ref>
Salah satu kerajaan tertua di Bengkulu adalah Kerajaan Sungai Serut dengan raja pertamanya Ratu Agung (1550-1570) yang berasal dari Gunung Bungkuk. Dari sumber lokal yang terhimpun dalam Gelumpai diperoleh keterangan bahwa pada tahun 1417 M seorang dai dari Aceh bernama Malim Mukidim datang ke Gunung Bungkuk Sungai Serut Awi, kawasan Lematang Ulu. Malim Mukidim berhasil mengislamkan Raja dan Ratu Agung penguasa Gunung Bungkuk saat itu . Menurut sumber lain, agama Islam masuk di Bengkulu sekitar abad ke 16 .
https://sumsel.kemenag.go.id/artikel/view/28280/sejarah-islam-di-palembang</ref>

Selain ke lima pintu masuknya dakwah Islam ke Bengkulu yang dikemukakan di atas, salah satu jalur masuknya Islam ke Bengkulu lainnya adalah adanya hubungan kerajaan Sungai Lemau dengan Singaran atau Suanda yang berasal dari Palembang, Pada tahun 1527 M datang seseorang yang berasal dari Lembak Beliti, dusun Taba Pingin Pucuk Palembang yang bernama Singaran atau Suanda kepada Baginda Sebayam raja Sungai Lemau dengan tujuan untuk meminta suaka politik, Pengganti Baginda Sebayam adalah putranya yang tertua bernama Baginda Sana yang bergelar Paduka Baginda Muda, Pada masa pemerintahan Paduka Baginda Muda datang seorang laki-laki dari dusun Taba Pingin yang bernama Abdul Syukur yang masih termasuk kerabat Singaran (Suanda), Abdul Syukur inilah yang mula-mula mengembangkan agama Islam di wilayah Sungai Itam hingga ke Lembak Delapan.<ref> http://repository.iainbengkulu.ac.id › ...PDF
Persentuhan Palembang dengan Islam, sangat memungkinkan Palembang menjadi salah satu pintu masuknya Islam ke Bengkulu. Hal ini sebagaimana yang di kemukakan oleh Badrul Munir Hamidy: "Masuknya Islam ke Bengkulu melalui lima pintu yaitu ; pintu pertama melalui kerajaan Sungai Serut yang dibawa oleh ulama Aceh Tengku Malim Mukidim, pintu kedua melalui perkawinan Sultan Muzafar Syah dengan putri Serindang Bulan, inilah awal masuknya Islam ke tanah Rejang pada pertengahan abad XVII. Pintu ketiga melalui datangnya Bagindo Maharajo Sakti dari Pagaruyung ke kerajaan Sungai Lemau pada abad XVII, pintu keempat melalui dakwah yang dilakukan oleh dai-dai dari Banten, sebagai bentuk hubungan kerjasama kerajaan Banten dan kerajaan Selebar, pintu kelima masuknya Islam ke Bengkulu melalui daerah [[Kabupaten Mukomuko|Mukomuko]] setelah menjadi kerajaan Mukomuko". Kerajaan Pagaruyung di Sumatra Barat mempunyai kekuasaan yang luas dari Sikilang Aia Bangih adalah batas Utara, sekarang di daerah Pasaman Barat, berbatasan dengan Natal, Sumatra Utara. Taratak Aia Hitam adalah daerah Bengkulu (daerah pesisir Selatan hingga ke Mukomuko). Durian Ditakuak Rajo adalah wilayah di Kabupaten Bungo, Jambi yang terakhir, Sialang Balantak Basi adalah wilayah di Rantau Barangin, Kabupaten Kampar, Riau sekarang .
MASUK DAN BERKEMBANGNYA ISLAM DI PROVINSI BENGKULU</ref>

Selain ke lima pintu masuknya dakwah Islam ke Bengkulu yang dikemukakan di atas, salah satu jalur masuknya Islam ke Bengkulu lainnya adalah adanya hubungan kerajaan Sungai Lemau dengan Singaran atau Suanda yang berasal dari Palembang. Pada tahun 1527 M datang seseorang yang berasal dari Lembak Beliti, dusun Taba Pingin Pucuk Palembang yang bernama Singaran atau Suanda kepada Baginda Sebayam raja Sungai Lemau dengan tujuan untuk meminta suaka politik. Pengganti Baginda Sebayam adalah putranya yang tertua bernama Baginda Sana yang bergelar Paduka Baginda Muda. Pada masa pemerintahan Paduka Baginda Muda datang seorang laki-laki dari dusun Taba Pingin yang bernama Abdul Syukur yang masih termasuk kerabat Singaran (Suanda). Abdul Syukur inilah yang mula-mula mengembangkan agama Islam di wilayah Sungai Itam hingga ke Lembak Delapan .

Singaran atau Suanda yang datang dari Lembak Beliti dusun Taba Pingin Pucuk Palembang dalam sumber lain nama Singaran atau Suanda disebut juga dengan nama Aswanda. Karena Aswanda berkelakuan baik dan berasal dari keturunan bangsawan maka oleh baginda Sebayam diambil menjadi menantu dan diberi sebagian wilayah kerajaannya, yaitu daerah pesisir yang terbentang antara Sungai Itam dan sungai Bengkulu ke hulu sampai sungai Renah Kepahiang dan ke hilir sampai ke pinggir laut, peristiwa ini terjadi pada tahun 1650 . Kedatangan kerabat Singaran (Suanda atau Aswanda) yang beragama Islam (Abdul Syukur) pada masa pemerintahan Paduka Baginda Muda dari kerajaan Sungai Lemau berarti telah terjadi kontak hubungan antara masyarakat Sungai Lemau khususnya di wilayah Sungai Itam hingga ke Lembak Delapan dengan agama Islam sekitar tahun 1650.

Pada tahun 1668 M (1079 H) kerajaan Sungai Lemau dan kerajaan Sillebar yang ada di Bengkulu mengadakan hubungan kerjasama dengan sultan Banten (Sultan Ageng Tirtayasa). Utusan kerajaan Sungai Lemau diwakili oleh Depati Bangsa Raja, sedangkan utusan dari kerajaan Sillebar diwakili oleh Depati Bangso Radin. Kedua utusan dari dua kerajaan tersebut menyatakan wilayahnya di bawah kekuasan sultan Banten. Selanjutnya sultan Banten bermufakat dengan Inggris untuk memberikan gelar pangeran kepada kedua utusan dari Bengkulu tersebut, setelah menghadap sultan Banten, Depati Bangsa Raja dari kerajaan Sungai Lemau mendapat gelar Pangeran Raja Muda. Sedangkan Depati Bangsa Radin dari kerajaan Sillebar oleh Sultan Banten diberi gelar Pangeran Nata Diraja. Menurut riwayat, Pangeran Nata Diraja menikah dengan Puteri Kemayun anak perempuan Sultan Banten (Sultan Ageng Tirtayasa). Pangeran Nata Diraja kembali ke kerajaan Sillebar di Bengkulu disertai dengan dua belas tentara kesultanan Banten .

Dengan demikian dakwah Islam juga masuk ke Bengkulu melalui pintu kerjasama antara kerajaan-kerajaan yang ada di Bengkulu pada abad ke-16. Selain itu peninggalan sejarah menyangkut kontak hubungan masyarakat Bengkulu dengan agama Islam yang masih dapat dilihat sampai sekarang adanya perayaan ritual [[Tabot|Tabut]] yang dilaksanakan untuk memperingati kematian cucu Nabi Muhammad S.A.W. yakni Hasan dan Husein.


Singaran atau Suanda yang datang dari Lembak Beliti dusun Taba Pingin Pucuk Palembang dalam sumber lain nama Singaran atau Suanda disebut juga dengan nama Aswanda. Karena Aswanda berkelakuan baik dan berasal dari keturunan bangsawan maka oleh baginda Sebayam diambil menjadi menantu dan diberi sebagian wilayah kerajaannya, yaitu daerah pesisir yang terbentang antara Sungai Itam dan sungai Bengkulu ke hulu sampai sungai Renah Kepahiang dan ke hilir sampai ke pinggir laut, peristiwa ini terjadi pada tahun 1650. Kedatangan kerabat Singaran (Suanda atau Aswanda) yang beragama Islam (Abdul Syukur) pada masa pemerintahan Paduka Baginda Muda dari kerajaan Sungai Lemau berarti telah terjadi kontak hubungan antara masyarakat Sungai Lemau khususnya di wilayah Sungai Itam hingga ke Lembak Delapan dengan agama Islam sekitar tahun 1650. Pada tahun 1668 M (1079 H) kerajaan Sungai Lemau dan kerajaan Sillebar yang ada di Bengkulu mengadakan hubungan kerjasama dengan sultan Banten (Sultan Ageng Tirtayasa). Utusan kerajaan Sungai Lemau diwakili oleh Depati Bangsa Raja, sedangkan utusan dari kerajaan Sillebar diwakili oleh Depati Bangso Radin. Kedua utusan dari dua kerajaan tersebut menyatakan wilayahnya di bawah kekuasan sultan Banten. Selanjutnya sultan Banten bermufakat dengan Inggris untuk memberikan gelar pangeran kepada kedua utusan dari Bengkulu tersebut, setelah menghadap sultan Banten, Depati Bangsa Raja dari kerajaan Sungai Lemau mendapat gelar Pangeran Raja Muda. Sedangkan Depati Bangsa Radin dari kerajaan Sillebar oleh Sultan Banten diberi gelar Pangeran Nata Diraja. Menurut riwayat, Pangeran Nata Diraja menikah dengan Puteri Kemayun anak perempuan Sultan Banten (Sultan Ageng Tirtayasa). Pangeran Nata Diraja kembali ke kerajaan Sillebar di Bengkulu disertai dengan dua belas tentara kesultanan Banten. Dengan demikian dakwah Islam juga masuk ke Bengkulu melalui pintu kerjasama antara kerajaan-kerajaan yang ada di Bengkulu pada abad ke-16. Selain itu peninggalan sejarah menyangkut kontak hubungan masyarakat Bengkulu dengan agama Islam yang masih dapat dilihat sampai sekarang adanya perayaan ritual [[Tabot|Tabut]] yang dilaksanakan untuk memperingati kematian cucu Nabi Muhammad S.A.W. yakni Hasan dan Husein. Awal datangnya Tabut di Bengkulu dibawa oleh orang Benggali India pada tahun 1714 dikepalai oleh Syekh Burhanudin, bergelar imam Senggolo. Di Bengkulu Syekh Burhanudin mempersunting dua orang dara yang masing-masing berasal dari dusun Cinggri (pen. Cenggri) dan Sungai Leman (pen. Sungai Lemau) (Pondok Kelapa sekarang) menetap disebuah perkampungan yang terletak dipesisir bantai Berkas dengan anak dan cucunya . Masuknya budaya Tabut ke Bengkulu pada masa penjajahan Inggris abad XVII yang dibawa oleh orang-orang Islam berasal dari India yang berasal dari suku Sipai dan Benggali.<ref>https://sejarah-nusantara.anri.go.id/id/hartakarun/item/12/</ref>
Awal datangnya Tabut di Bengkulu dibawa oleh orang Benggali India pada tahun 1714 dikepalai oleh Syekh Burhanudin, bergelar imam Senggolo. Di Bengkulu Syekh Burhanudin mempersunting dua orang dara yang masing-masing berasal dari dusun Cinggri (pen. Cenggri) dan Sungai Leman (pen. Sungai Lemau) (Pondok Kelapa sekarang) menetap disebuah perkampungan yang terletak dipesisir bantai Berkas dengan anak dan cucunya . Masuknya budaya Tabut ke Bengkulu pada masa penjajahan Inggris abad XVII yang dibawa oleh orang-orang Islam berasal dari India yang berasal dari suku Sipai dan Benggali.


Pada masa kolonial Inggris berada di Bengkulu, orang-orang Benggala termasuk kelompok ke lima dalam pelapisan sosial. Orang-orang Benggala lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan orang Cina. Tabiat orang Benggala penuh curiga, suka berkelahi, dalam bekerja lebih lamban dari orang-orang Melayu. Selain itu mereka menciptakan suatu tradisi perayaan yang lain dari kebudayaan orang-orang Melayu yang ada di Bengkulu, orang Benggala dikenal juga sebagai Sipaijer atau orang Sipai . Kebudayaan dan tradisi yang diciptakan oleh orang Benggala tersebut sampai saat ini dikenal dengan perayaan Tabut.
Pada masa kolonial Inggris berada di Bengkulu, orang-orang Benggala termasuk kelompok ke lima dalam pelapisan sosial. Orang-orang Benggala lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan orang Cina. Tabiat orang Benggala penuh curiga, suka berkelahi, dalam bekerja lebih lamban dari orang-orang Melayu. Selain itu mereka menciptakan suatu tradisi perayaan yang lain dari kebudayaan orang-orang Melayu yang ada di Bengkulu, orang Benggala dikenal juga sebagai Sipaijer atau orang Sipai . Kebudayaan dan tradisi yang diciptakan oleh orang Benggala tersebut sampai saat ini dikenal dengan perayaan Tabut.

Revisi per 22 Oktober 2021 17.05

Islam di Bengkulu memiliki sejarah yang panjang. Islam tercatat sebagai agama resmi pertama yang masuk ke Bengkulu.