Lompat ke isi

Suku Melayu: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
[revisi tidak terperiksa][revisi tidak terperiksa]
Konten dihapus Konten ditambahkan
Abhiseka Nareswara (bicara | kontrib)
Membalikkan revisi 21673964 oleh 202.160.36.153 (bicara)
Tag: Pembatalan Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler
Baris 47: Baris 47:
}}
}}


'''Suku Melayu'''<ref name="Malayan miscellanies">{{en}} {{cite book|first=Malayan miscellanies|last=Malayan miscellanies|title=''[http://books.google.co.id/books?id=fBYIAAAAQAAJ&dq=dayak%20Malayan%20miscellanies&pg=RA1-PA51#v=onepage&q&f=false Malayan miscellanies ]''|publisher=Malayan miscellanies|year=1820}}</ref><ref name="Anthony Milner">{{en}} {{cite book|last=Milner|first=[[Anthony Milner|Anthony]]|year=2010|title=''[http://books.google.co.id/books?id=sACaolB0FpkC&lpg=PP1&dq=Malays&pg=PP1#v=onepage&q&f=false The Malays]''|publisher=John Wiley and Sons|isbn=9781444339031|coauthors=}}ISBN 1-4443-3903-6</ref> ([[Abjad Jawi|Jawi]]: '''ملايو''') merupakan kelompok etnis/etnik [[Austronesia]] yang [[Malaysia]], ([[Indonesia]] [[Sumatra]] dan pesisir [[Kalimantan]]) bagian selatan [[Thailand]], pantai selatan [[Burma]], pulau [[Singapura]], dan pulau-pulau kecil yang terletak di sekitar lokasi ini—secara kolektif dikenal sebagai "[[Dunia Melayu]]". Lokasi ini sekarang merupakan bagian dari negara modern [[Malaysia]], [[Indonesia]], [[Singapura]], [[Brunei]], [[Thailand]], dan [[Filipina]].
'''Suku Melayu'''<ref name="Malayan miscellanies">{{en}} {{cite book|first=Malayan miscellanies|last=Malayan miscellanies|title=''[http://books.google.co.id/books?id=fBYIAAAAQAAJ&dq=dayak%20Malayan%20miscellanies&pg=RA1-PA51#v=onepage&q&f=false Malayan miscellanies ]''|publisher=Malayan miscellanies|year=1820}}</ref><ref name="Anthony Milner">{{en}} {{cite book|last=Milner|first=[[Anthony Milner|Anthony]]|year=2010|title=''[http://books.google.co.id/books?id=sACaolB0FpkC&lpg=PP1&dq=Malays&pg=PP1#v=onepage&q&f=false The Malays]''|publisher=John Wiley and Sons|isbn=9781444339031|coauthors=}}ISBN 1-4443-3903-6</ref> ([[Abjad Jawi|Jawi]]: '''ملايو''') merupakan kelompok etnis/etnik [[Austronesia]] yang [[Malaysia]], ([[Indonesia]] pesisir timur [[Sumatra]] dan pesisir [[Kalimantan]]) bagian selatan [[Thailand]], pantai selatan [[Burma]], pulau [[Singapura]], dan pulau-pulau kecil yang terletak di sekitar lokasi ini—secara kolektif dikenal sebagai "[[Dunia Melayu]]". Lokasi ini sekarang merupakan bagian dari negara modern [[Malaysia]], [[Indonesia]], [[Singapura]], [[Brunei]], [[Thailand]], dan [[Filipina]].


Meskipun begitu, banyak pula masyarakat dari etnis [[Suku Aceh|Aceh]], [[Suku Minangkabau|Minangkabau]], [[Suku Bugis|Bugis]], [[Suku Mandailing|Mandailing]], [[Suku Banjar|Banjar]], hingga [[Suku Jawa|Jawa]] yang juga dianggap sebagai orang Melayu khususnya mereka yang telah bermigrasi ke Semenanjung Malaysia, Singapura, dan Borneo Utara. Di Malaysia dan Singapura, definisi Melayu telah diperluas ke hampir seluruh batas wilayah kepulauan Indonesia modern, banyak orang Non Melayu yang berasal dari pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi, telah menikmati status mereka sebagai bagian dari masyarakat [[Bumiputra]] Melayu dan secara spesifik dikelompokkan ke dalam kelompok Melayu "[[Anak Dagang]]". Di Malaysia dan Singapura ada kecenderungan politik untuk mencoba menempatkan semua kelompok etnis yang bicara dengan bahasa Melayu dan kebetulan beragama Islam di bawah satu panji - Melayu ("Jika Anda berbicara Melayu dan Anda Muslim, maka Anda Melayu").{{sfn|Milner|2010|pp=200, 232}}{{sfn|Milner|2010|p=10 & 185}} Tidak demikian halnya di Indonesia di mana semua suku bangsa memiliki identitas budayanya masing-masing yang diakui dan dihormati oleh pemerintah. Faktor ini juga yang menjadi cikal bakal tumpah tindih identitas “Melayu” antara Indonesia dengan negara tetangga khususnya Malaysia.
Meskipun begitu, banyak pula masyarakat dari etnis [[Suku Aceh|Aceh]], [[Suku Minangkabau|Minangkabau]], [[Suku Bugis|Bugis]], [[Suku Mandailing|Mandailing]], [[Suku Banjar|Banjar]], hingga [[Suku Jawa|Jawa]] yang juga dianggap sebagai orang Melayu khususnya mereka yang telah bermigrasi ke Semenanjung Malaysia, Singapura, dan Borneo Utara. Di Malaysia dan Singapura, definisi Melayu telah diperluas ke hampir seluruh batas wilayah kepulauan Indonesia modern, banyak orang Non Melayu yang berasal dari pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi, telah menikmati status mereka sebagai bagian dari masyarakat [[Bumiputra]] Melayu dan secara spesifik dikelompokkan ke dalam kelompok Melayu "[[Anak Dagang]]". Di Malaysia dan Singapura ada kecenderungan politik untuk mencoba menempatkan semua kelompok etnis yang bicara dengan bahasa Melayu dan kebetulan beragama Islam di bawah satu panji - Melayu ("Jika Anda berbicara Melayu dan Anda Muslim, maka Anda Melayu").{{sfn|Milner|2010|pp=200, 232}}{{sfn|Milner|2010|p=10 & 185}} Tidak demikian halnya di Indonesia di mana semua suku bangsa memiliki identitas budayanya masing-masing yang diakui dan dihormati oleh pemerintah. Faktor ini juga yang menjadi cikal bakal tumpah tindih identitas “Melayu” antara Indonesia dengan negara tetangga khususnya Malaysia.

Revisi per 18 September 2022 07.29


Orang Melayu
ملايو
Jumlah populasi
± 27 juta (secara internasional)
Daerah dengan populasi signifikan
Dunia Melayuca 27 million
Malaysia Malaysia15,479,600
Indonesia Indonesia11,890,703[1]
Thailand Thailand1,964,384[2]
Singapura Singapura720,000[3]
Brunei Brunei261,902[4]
Arab Saudi Arab Saudi~50,000[5][6]
Australia Australia33,183[7]
Britania Raya Inggris Raya~33,000[8]
Amerika Serikat Amerika Serikat29,431[9]
Myanmar Myanmar~27,000[10]
Kanada Kanada16,920[11]
Bahasa
Melayu, Indonesia, Thai, Inggris, Tagalog, Khmer, Cham, Burma
Agama
Islam (kurang lebih 99%) & Lainnya (1%)
Kelompok etnik terkait
Adapun suku-suku rumpun Melayu/suku yang serumpun dengan Melayu yaitu: Minangkabau, Banjar, Aceh, Lampung, Kutai, Betawi

Suku Melayu[12][13] (Jawi: ملايو) merupakan kelompok etnis/etnik Austronesia yang Malaysia, (Indonesia pesisir timur Sumatra dan pesisir Kalimantan) bagian selatan Thailand, pantai selatan Burma, pulau Singapura, dan pulau-pulau kecil yang terletak di sekitar lokasi ini—secara kolektif dikenal sebagai "Dunia Melayu". Lokasi ini sekarang merupakan bagian dari negara modern Malaysia, Indonesia, Singapura, Brunei, Thailand, dan Filipina.

Meskipun begitu, banyak pula masyarakat dari etnis Aceh, Minangkabau, Bugis, Mandailing, Banjar, hingga Jawa yang juga dianggap sebagai orang Melayu khususnya mereka yang telah bermigrasi ke Semenanjung Malaysia, Singapura, dan Borneo Utara. Di Malaysia dan Singapura, definisi Melayu telah diperluas ke hampir seluruh batas wilayah kepulauan Indonesia modern, banyak orang Non Melayu yang berasal dari pulau Sumatra, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi, telah menikmati status mereka sebagai bagian dari masyarakat Bumiputra Melayu dan secara spesifik dikelompokkan ke dalam kelompok Melayu "Anak Dagang". Di Malaysia dan Singapura ada kecenderungan politik untuk mencoba menempatkan semua kelompok etnis yang bicara dengan bahasa Melayu dan kebetulan beragama Islam di bawah satu panji - Melayu ("Jika Anda berbicara Melayu dan Anda Muslim, maka Anda Melayu").[14][15] Tidak demikian halnya di Indonesia di mana semua suku bangsa memiliki identitas budayanya masing-masing yang diakui dan dihormati oleh pemerintah. Faktor ini juga yang menjadi cikal bakal tumpah tindih identitas “Melayu” antara Indonesia dengan negara tetangga khususnya Malaysia.

Sejarah

Nama "Melayu" berasal dari Kerajaan Melayu yang pernah ada di kawasan Sungai Batang Hari, Jambi. Dalam perkembangannya, Kerajaan Melayu akhirnya takluk dan menjadi bawahan Kerajaan Sriwijaya.[16] Pemakaian istilah Melayu pun meluas hingga ke luar Sumatra, mengikuti teritorial imperium Sriwijaya yang berkembang hingga ke Jawa, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.

Berdasarkan prasasti Keping Tembaga Laguna, pedagang Melayu telah berdagang ke seluruh wilayah Asia Tenggara, juga turut serta membawa adat budaya dan Bahasa Melayu pada kawasan tersebut. Bahasa Melayu akhirnya menjadi lingua franca menggantikan Bahasa Sanskerta.[17] Era kejayaan Sriwijaya merupakan masa emas bagi peradaban Melayu, termasuk pada masa wangsa Sailendra di Jawa, kemudian dilanjutkan oleh kerajaan Dharmasraya sampai pada abad ke-14, dan terus berkembang pada masa Kesultanan Malaka[18][19][20] sebelum kerajaan ini ditaklukan oleh kekuatan tentara Portugis pada tahun 1511.

Masuknya agama Islam ke Nusantara pada abad ke-12, diserap baik-baik oleh masyarakat Melayu. Islamisasi tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat jelata, namun telah menjadi corak pemerintahan kerajaan-kerajaan Melayu. Di antara kerajaan-kerajaan tersebut ialah Kesultanan Johor, Kesultanan Perak, Kesultanan Pahang, Kesultanan Brunei, Kesultanan Langkat, Kesultanan Deli, lalu Kesultanan Siak,Kesultanan Jambi,Kesultanan Pontianak,Kesultanan Pontianak bahkan kerajaan Karo Aru pun memiliki raja dengan gelar Melayu. Kedatangan Eropa telah menyebabkan orang Melayu tersebar ke seluruh Nusantara, Sri Lanka, dan Afrika Selatan. Di perantauan, mereka banyak memiliki kedudukan dalam suatu kerajaan, seperti syahbandar, ulama, dan hakim.

Dalam perkembangan selanjutnya, hampir seluruh Kepulauan Nusantara mendapatkan pengaruh langsung dari Suku Melayu. Bahasa Melayu yang telah berkembang dan dipakai oleh banyak masyarakat Nusantara, akhirnya dipilih menjadi bahasa nasional di Indonesia, Malaysia, dan Brunei.

Etimologi

Kata Melayu pada awalnya merupakan nama tempat (toponim), yang merujuk pada suatu lokasi di Sumatra. Setelah abad ke-15 istilah Melayu mulai digunakan untuk merujuk pada nama suku (etnonim).[21]:3

Sebagai nama tempat (toponim)

Klaudius Ptolemaeus (90–68 M) dalam karyanya Geographia mencatat sebuah tanjung di Aurea Chersonesus (Semenanjung Melayu) yang bernama Maleu-kolon, yang diyakini berasal dari Bahasa Sanskerta, malayakolam atau malaikurram.[22] Berdasarkan G. E. Gerini, Maleu-Kolon saat ini merujuk pada Tanjung Kuantan atau Tanjung Penyabung di Semenanjung Malaya.

Orang Gunung

Pada Bab 48 teks agama Hindu Vuya Purana yang berbahasa Sanskerta, kata Malayadvipa merujuk kepada sebuah provinsi di pulau yang kaya emas dan perak. Di sana berdiri bukit yang disebut dengan Malaya yang artinya sebuah gunung besar (Mahamalaya). Meskipun begitu banyak sarjana Barat, antara lain Sir Roland Braddell menyamakan Malayadvipa dengan Sumatra.[23] Sedangkan para sarjana India percaya bahwa itu merujuk pada beberapa gunung di Semenanjung Malaya.[24][25][26][27][28]

Kerajaan Malayu

Dari catatan Yi Jing, seorang pendeta Buddha dari Dinasti Tang, yang berkunjung ke Nusantara pada tahun 688–695, dia menyebutkan ada sebuah kerajaan yang dikenal dengan Mo-Lo-Yu (Melayu), yang berjarak 15 hari pelayaran dari Sriwijaya. Dari Ka-Cha (Kedah), jaraknya pun 15 hari pelayaran.[29] Berdasarkan catatan Yi Jing, kerajaan tersebut merupakan negara yang merdeka dan akhirnya ditaklukkan oleh Sriwijaya.

Berdasarkan Prasasti Padang Roco (1286) di Sumatra Barat, ditemukan kata-kata bhumi malayu dengan ibu kotanya di Dharmasraya. Kerajaan ini merupakan kelanjutan dari Kerajaan Malayu dan Sriwijaya yang telah ada di Sumatra sejak abad ke-7. Kemudian Adityawarman memindahkan ibu kota kerajaan ini ke wilayah pedalaman di Pagaruyung.

Petualang Venesia yang terkenal, Marco Polo dalam bukunya Travels of Marco Polo menyebutkan tentang Malauir yang berlokasi di bagian selatan Semenanjung Melayu. Kata "Melayu" dipopulerkan oleh Kesultanan Malaka yang digunakan untuk membenturkan kultur Malaka dengan kultur asing yakni Jawa dan Thai.[21]:4 Dalam perjalanannya, Malaka tidak hanya tercatat sebagai pusat perdagangan yang dominan, namun juga sebagai pusat peradaban Melayu yang berpengaruh luas.[30]

Sebagai nama suku (etnonim)

Sastra Melayu Klasik menggambarkan orang Melayu dengan arti cukup sempit daripada interpretasi modern. Hikayat Hang Tuah (sekitar 1700, manuskrip sekitar 1849) hanya mengidentifikasi Melayu sebagai subjek Kesultanan Malaka—Brunei, misalnya, tidak dianggap Melayu. Hikayat Patani (sekitar 1876) misalnya, tidak menyebut Patani dan Brunei sebagai Melayu, istilah itu hanya digunakan untuk Johor. Kedah tidak dimasukkan sebagai suku Melayu dalam hikayat Kedah. Hikayat Aceh (sekitar 1625, manuskrip yang ada sekitar 1675) menghubungkan etnis Melayu dengan Johor, tapi tidak menyebut Aceh atau Deli sebagai Melayu.[31][32]

Melayu Indonesia

Secara ras atau rumpun bangsanya, Melayu di Indonesia dibedakan menjadi dua kelompok yaitu Melayu Deutero dan Melayu Proto.

Melayu Deutro / Deutro Malayan adalah rumpun Melayu Muda yang datang setelah Melayu Proto pada Zaman Logam sekitar lebih kurang 500 SM. Rumpun yang masuk gelombang kedua ini meliputi suku bangsa Melayu, Manado,[butuh rujukan] yang bermukim di pulau Sumatra, Jawa, Bali, Madura, dan Sulawesi.

Melayu Proto / Proto Malayan adalah rumpun Melayu Tua yang datang kali pertama pada masa lebih kurang 1500 SM meliputi suku bangsa Suku Aceh, Lampung, Minangkabau, Besemah, Rejang, Kerinci, Dayak, Toraja, Sasak, Nias, Batak, Anak dalam, Enggano, dll. yang bermukim di pulau Kalimantan, Sulawesi, Nias, Lombok, dan Sumatra.

Adapun golongan lain yang bukan termasuk rumpun Melayu namun tetap termasuk bangsa di Indonesia yaitu rumpun Melanesia yang bermukim di bagian wilayah timur Indonesia. Meskipun demikian, istilah Melayu yang digunakan di Indonesia lebih mengacu pada arti suku bangsa yang lebih spesifik sehingga Melayu yang ada tidak termasuk suku bangsa Jawa yang merupakan suku bangsa mayoritas.

Berikut ini uraian suku Melayu di wilayah Indonesia:

Melayu Malaysia

Sebuah kampung Melayu di Johor.
Seorang penari mempersembahkan tarian Ulek Mayang, sebuah persembahan tarian dari Terengganu, Malaysia.

Melayu Malaysia yang disebut sebagai "Kaum Melayu" adalah masyarakat Melayu berintikan orang Melayu asli tanah Semenanjung Malaya (Melayu Anak Jati), ditambah suku-suku pendatang dari Indonesia dan tempat lainnya yang disebut "Melayu Anak Dagang" seperti Palembang, Riau, Bangka-Belitung, Lembak, Serawai, Pontianak, Sambas, Deli, Langkat, Tamiang, Sintang, Jambi, Bengkulu, Kerinci, Melayu Singapura, Kedayan Brunei, Melayu Brunei, Melayu Filipina, bahkan Melayu Thailand Selatan digolongkan sebagai suku Melayu tetapi bukan asli dari Malaysia maka digolongkan suku Melayu anak dagang. Ada pula suku non Melayu dari Indonesia maupun Brunei digolongkan sebagai anak dagang seperti Jawa, Minangkabau, Makassar, Batak Mandailing, Aceh, Bugis, Bawean, Gayo, Batak,Banjar, Dayak, Mandar, Lampung, Sunda, Dayak, Madura, dan lain-lain. Adapun suku-suku Non Melayu di luar Nusantara (di luar Indonesia & Brunei) statusnya sama seperti Tionghoa/India yang akan dicantumkan nama suku beserta negara asalnya, contoh saja Bangsa Filipina (orang Tagalog, Bisaya, dll.) Bangsa Thai, Bangla, Pakistan/Punjabi, Bangsa Arab, Bangsa Inggris dll. Semua suku yang beragama Islam di Malaysia diikat oleh agama Islam dan budaya Melayu Malaysia. Karena sudah bercampur dengan penduduk asli/Melayu lokal maka orang keturunan tersebut dianggap sebagai orang Melayu tetapi keturunan dari suku Jawa, Bugis, Aceh misalnya. Ras lain yang beragama Islam dan sudah bercampur/menikah dengan orang Melayu lalu mempunyai keturunan juga dikategorikan Kaum Melayu, seperti Tionghoa Muslim, India Muslim, dan Arab. Sehingga Melayu juga berarti bangsa yang merupakan "komunitas Bangsa Malaysia" yang ada di Kerajaan Islam tersebut, karena jika ada konsep Sultan (umara) berarti juga ada ummat yang dilindunginya.

Namun, etnis Melayu di Malaysia Barat (Malaya) yang tidak terikat dengan perlembagaan Malaysia secara umumnya terbagi kepada tiga suku etnis terbesar, yaitu Melayu Kelantan, Melayu Johor dan Melayu Kedah[butuh rujukan].Di Malaysia Timur terdapat pula komunitas Melayu, yaitu Melayu Sarawak dan Melayu Brunei yang mempunyai dialek yang berbeda dengan Melayu Semenanjung Malaya. Suku Melayu Sarawak biasanya terdapat di Negara Bagian Sarawak, serta lebih berkerabat dengan Suku Melayu Pontianak dari Kalimantan Barat. Sedangkan Suku Melayu Brunei biasanya menetap di bagian utara Sarawak, Pantai Barat Sabah, serta Brunei Darussalam.

Melayu Siam

Thailand mempunyai jumlah suku Melayu ketiga terbesar setelah Malaysia dan Indonesia, dengan populasi kurang lebih 3 juta jiwa (Perkiraan 2010).[33][34] Kebanyakan dari mereka berdomisili di kawasan selatan Thailand serta di kawasan sekitar Bangkok (terkait dengan perpindahan suku Melayu dari selatan Thailand serta utara semenanjung Malaya ke Bangkok sejak abad ke 13).

Kehadiran Suku Melayu di kawasan selatan Thailand telah ada sebelum perpindahan Suku Thai ke Semenanjung Malaya melalui penaklukan Kerajaan Sukhothai, yang diikuti oleh Kerajaan Ayutthaya, pada awal abad ke-16. Hal ini dapat dilihat pada nama-nama daerah di kawasan selatan Thailand yang berasal dari bahasa Melayu atau nama lain dalam logat Melayu, misalnya "Phuket/ภูเก็ต" dalam bahasa Melayu "Bukit/بوكيت", "Thalang" ("Talang/تلاڠ"), "Trang" ("Terang/تراڠ"), Narathiwat/นราธิวาส ("Menara"), "Pattani/ปัตตานี" ("Patani/ ڤتني"), "Krabi/กระบี่" ("Gerabi"), "Songkla/สงขลา" ("Singgora/سيڠڬورا"), "Surat Thani/สุราษฎร์ธานี" ("Lingga"), "Satun/สตูล" ("Mukim Setul/مقيم ستول"), "Ranong/ระนอง" ("Rundung/روندوڠ"), "Nakhon Si Thammarat/นครศรีธรรมราช" ("Ligor"), "Chaiya/ไชยา" (Cahaya), "Phattalung/พัทลุง" ("Mardelung/مردلوڠ"), "Yala/ยะลา" ("Jala/جال"), "Koh Phi-Phi/หมู่เกาะพีพี" ("Pulau Api-Api"), "Koh Samui/เกาะสมุย"("Pulau Saboey"), "Su-ngai Kolok/สุไหงโก-ล" (Sungai Golok), "Su-ngai Padi/สุไหงปาดี" (Sungai Padi), "Rueso/รือเสาะ" ("Resak"), "Koh Similan/หมู่เกาะสิมิลัน" ("Pulau Sembilan/ڤولاو سمبيلن"), dan "Sai Buri/สายบุรี" ("Selindung Bayu/سليندوڠ بايو").

Kawasan selatan Thailand juga pernah melihat kebangkitan dan kejatuhan kerajaan Melayu antaranya Negara Sri Dhamaraja (100-an–1500-an), Langkasuka (200-an − 1400-an), Kesultanan Pattani [35][36](1516–1771), Kesultanan Reman (1785–1909)[37] serta Kesultanan Singgora (1603–1689).[38][39]

Kebanyakan suku Melayu Siam fasih berbicara bahasa Thai serta bahasa Melayu setempat saja. Contohnya, suku Melayu di kawasan pesisir tenggara Thailand yakni Pattani, Songkhla, serta Hat Yai, lebih cenderung menggunakan logat Melayu Pattani, sedangkan suku Melayu di pesisir barat seperti Satun, Phuket, dan Ranong, menuturkan logat Melayu Kedah. Suku Melayu di Bangkok juga mempunyai logat Melayu Bangkok sendiri.

Pada saat ini, ada upaya dari pemerintah pusat untuk mengerdilkan budaya Melayu di Thailand, salah satunya dengan meniadakan penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah dan menggantinya dengan bahasa Thai. Selain itu, kegiatan-kegiatan suku Melayu Siam yang beragama Islam cenderung dibatasi, baik secara sosial, ekonomi, maupun kultural.

Melayu Myanmar

Selain dari Thailand, Myanmar juga mempunyai komunitas suku melayu yang besar di Indochina. Kebanyakan daripada Suku Melayu terpusat di bagian paling selatan negara itu, yaitu di Divisi Tanintharyi Bahasa Myanmar: တနင်္သာရီတိုင်းဒေသကြီး (Bahasa Melayu: Tanah Sari) dan Kepulauan Mergui မြိတ်ကျွန်းစု. Akibat daripada pengijarahan, komunitas Melayu Myanmar juga terdapat di Yangon, Divisi Mon, Thailand, serta Malaysia.[40]

Kehadiran Suku Melayu di kawasan selatan Myanmar diperkirakan seawal 1865, ketika satu kumpulan yang diketuai Nayuda Ahmed membuka pemukiman di kawasan yang pada hari ini dikenali sebagai Kawthaung ကော့သောင်းမြို့ (dikenali sebagai Pelodua dalam Bahasa Melayu).

Pengaruh Melayu dapat dilihat dengan penggunaan nama-nama asli Melayu di kawasan tersebut, antaranya Pulau Dua, Pulau Tongtong, Sungai Gelama, Sepuluh Batu, Kepala Batu, Tanjung Badai, Pasir Panjang, Malay One, Teluk China, Teluk Besar, Mek Puteh, Sungai Balai, Pulau Balai, Pulau Cek, Tanjung Peluru, Pulau Bada, Teluk Peluru, Tanjung Gasi, Pulau Rotan Helang, Pulau Senangin,dan sebagainya.[41] Ini berbeda dengan keadaan di Thailand, di mana berlakunya penukaran nama asli Bahasa Melayu kepada Bahasa Thailand.

Di Myanmar, masyarakat Melayu mempunyai kebudayaan serta bahasa yang seragam dengan Suku Melayu di pantai timur selatan Thailand yaitu di Phuket, Ranong, serta utara Semenanjung Malaya seperti di Kedah, Perlis serta Pulau Pinang. Ini karena kawasan-kawasan tersebut pernah berada di bawah pengaruh Kesultanan Kedah.[42]

Pada zaman ini, komunitas Melayu di Myanmar fasih berbahasa Myanmar, Bahasa Melayu dan Bahasa Thailand, karena keadaan geografis mereka yang berada di perbatasan. Mereka juga masih mengekalkan kebudayaan Melayu yang kental seperti penggunaan kain sarung serta penggunaan tulisan Jawi. Namun, bilangan mereka di Divisi Tanintharyi semakin berkurang karena perpindahan untuk mencari peluang sosio-ekonomi yang lebih baik.

Kaum Melayu Singapura (Golongan Bumiputera)

Komposisi Suku Bangsa dalam Populasi Melayu di Singapura 1931-1990
Kelompok Ras Melayu 1931 1947 1957 1970 1980 1990
Total 65,104 113,803 197,059 311,379 351,508 384,338
Melayu 57.5% 61.8% 68.8% 86.1% 89.0% 68.3%
Minangkabau 24.5% 21.7% 18.3% 7.7% 6.0% 17.2%
Bugis 14.4% 13.5% 11.3% 5.5% 4.1% 11.3%
Bawean 1.2% 0.6% 0.6% 0.2% 0.1% 0.4%
Jawa 0.7% 0.3% 0.2% 0.1% N.A. N.A.
Ras Melayu lain 1.7% 2.1% 0.9% 0.4% 0.8% 2.9%

(Reference: Arumainathan 1973, Vol 1:254; Pang, 1984, Appendix m; Sunday Times, 28 June 1992)

Lihat pula

Referensi

  1. ^ "Ethnic Group (eng)". indonesia.go id. Indonesian Information Portal. 2017. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-04-21. Diakses tanggal 29 December 2020. This quantity only provides the ethnic group population that lies under the term "Melayu" of Melayu Asahan, Melayu Deli, Melayu Riau, Langkat/ Melayu Langkat, Melayu Banyu Asin, Asahan, Melayu, Melayu Lahat, and Melayu Semendo in some part of Sumatra 
  2. ^ "Thailand". World Population Review. 2015. 
  3. ^ "Singapore". CIA World Factbook. 2012. Diakses tanggal 28 February 2014. 
  4. ^ "CIA (B)"
  5. ^ "Jejak Melayu di bumi anbiya". Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 September 2018. Diakses tanggal 1 June 2018. 
  6. ^ "Jabal Ajyad perkampungan komuniti Melayu di Mekah". Diarsipkan dari versi asli tanggal 15 September 2018. Diakses tanggal 1 June 2018. 
  7. ^ "Australia – Ancestry". .id community. 
  8. ^ "Malaysian Malay in United Kingdom". Joshua Project. 
  9. ^ "Data Access Dissemination Systems (DADS): Results". United States Census Bureau. 5 October 2010. Diakses tanggal 2 December 2018. [sumber mendukung?]
  10. ^ "Malay in Myanmar (Burma)". Joshua Project. 
  11. ^ "Census Profile, 2016 Census". Statistics Canada. 
  12. ^ (Inggris) Malayan miscellanies, Malayan miscellanies (1820). Malayan miscellanies . Malayan miscellanies.  Hapus pranala luar di parameter |title= (bantuan)
  13. ^ (Inggris) Milner, Anthony (2010). The Malays. John Wiley and Sons. ISBN 9781444339031.  Hapus pranala luar di parameter |title= (bantuan)ISBN 1-4443-3903-6
  14. ^ Milner 2010, hlm. 200, 232.
  15. ^ Milner 2010, hlm. 10 & 185.
  16. ^ "Early Malay kingdoms". Sabrizain.org. Diakses tanggal 2010-06-21. 
  17. ^ Zaki Ragman (2003). Gateway to Malay culture. Singapore: Asiapac Books Pte Ltd. hlm. 1–6. ISBN 981-229-326-4. 
  18. ^ Alexanderll, James (2006). Malaysia Brunei & Singapore. New Holland Publishers. hlm. 8. ISBN 1860113095, 9781860113093 Periksa nilai: invalid character |isbn= (bantuan). 
  19. ^ "South and Southeast Asia, 500 - 1500". The Encyclopedia of World History. 1. Houghton Mifflin Harcourt. 2001. hlm. 138. 
  20. ^ O. W. Wolters (1999). History, culture, and region in Southeast Asian perspectives. Singapore: Cornell University Southeast Asia Program Publications. hlm. 33. ISBN 978-0877277255. 
  21. ^ a b Timothy P. Barnard (2004). Contesting Malayness: Malay identity across boundaries. Singapore: Singapore University press. ISBN 9971-69-279-1. 
  22. ^ Gerolamo Emilio Gerini (1974). Researches on Ptolemy's geography of eastern Asia (further India and Indo-Malay archipelago. Munshiram Manoharlal Publishers. hlm. 101. ISBN 81-70690366. 
  23. ^ Phani Deka (2007). The great Indian corridor in the east. Mittal Publications. hlm. 57. ISBN 81-8324-179-4. 
  24. ^ Govind Chandra Pande (2005). India's Interaction with Southeast Asia: History of Science,Philosophy and Culture in Indian Civilization, Vol. 1, Part 3. Munshiram Manoharlal. hlm. 266. ISBN 978-8187586241. 
  25. ^ Lallanji Gopal (2000). The economic life of northern India: c. A.D. 700-1200. Motilal Banarsidass. hlm. 139. ISBN 9788120803022. 
  26. ^ D.C. Ahir (1995). A Panorama of Indian Buddhism: Selections from the Maha Bodhi journal, 1892-1992. Sri Satguru Publications. hlm. 612. ISBN 8170304628. 
  27. ^ Radhakamal Mukerjee (1984). The culture and art of India. Coronet Books Inc. hlm. 212. ISBN 9788121501149. 
  28. ^ Himansu Bhusan Sarkar (1970). Some contributions of India to the ancient civilisation of Indonesia and Malaysia. Calcutta: Punthi Pustak. hlm. 8. 
  29. ^ I-Tsing (2005). A Record of the Buddhist Religion As Practised in India and the Malay Archipelago (A.D. 671-695). Asian Educational Services. hlm. xl – xli. ISBN 978-8120616226. 
  30. ^ Europa Publications Staff (2002). Far East and Australasia 2003 (34th edition). Routledge. hlm. 763. ISBN 978-1857431339. 
  31. ^ Milner, Anthony (2011). The Malays. John Wiley & Sons. hlm. 91–92. ISBN 9781444391664. 
  32. ^ Untuk usia manuskrip, lihat Malay Concordance Project.
  33. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-12-29. Diakses tanggal 2011-04-28. 
  34. ^ http://www.minorityrights.org/?lid=5600&tmpl=printpage
  35. ^ http://halaqah.net/v10/index.php?topic=4466.0[pranala nonaktif permanen]
  36. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2011-10-26. Diakses tanggal 2011-10-26. 
  37. ^ http://kebunketereh.com/?p=387
  38. ^ http://smzakirsayapmatahari.blogspot.com/2009/02/kota-singgora.html
  39. ^ http://www.koransuroboyo.com/2010/11/singgora-kerajaan-melayu-islam.html
  40. ^ http://www.ibnuhasyim.com/2009/06/orang-melayu-myanmar.html
  41. ^ http://www.ibnuhasyim.com/2009/07/myanmar-juga-milik-orang-melayu.html
  42. ^ http://www.bharian.com.my/bharian/articles/SusurgalurMuslimMyanmardariutaraSemenanjung/Article/index_html[pranala nonaktif permanen]

Pranala luar