Pemilihan umum di Indonesia: Perbedaan antara revisi
k Pengembalian suntingan oleh 103.169.238.51 (bicara) ke revisi terakhir oleh 103.191.196.58 Tag: Pengembalian Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan |
Tidak ada ringkasan suntingan Tag: VisualEditor Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
||
Baris 3: | Baris 3: | ||
== Asas == |
== Asas == |
||
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "'''LUBER'''" yang merupakan singkatan dari "'''L'''angsung, '''U'''mum, '''Be'''bas dan '''R'''ahasia". Asas "Luber" sudah ada sejak zaman [[Orde Baru]]. |
[[Pemilihan umum]] di [[Indonesia]] menganut asas "'''LUBER'''" yang merupakan singkatan dari "'''L'''angsung, '''U'''mum, '''Be'''bas dan '''R'''ahasia". Asas "Luber" sudah ada sejak zaman [[Orde Baru]]. |
||
* "Langsung" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. |
* "Langsung" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. |
||
* "Umum" berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. |
* "Umum" berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. |
||
Baris 9: | Baris 9: | ||
* "Rahasia" berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri. |
* "Rahasia" berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri. |
||
Kemudian pada era reformasi berkembang pula asas "'''Jurdil'''" yang merupakan singkatan dari "Ju'''jur''' dan A'''dil'''". Asas "jujur" mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas "adil" adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu. |
Kemudian pada era reformasi berkembang pula asas "'''Jurdil'''" yang merupakan singkatan dari "Ju'''jur''' dan A'''dil'''". Asas "jujur" mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap [[warga negara]] yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas "adil" adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu. |
||
== Jadwal == |
== Jadwal == |
Revisi per 10 September 2023 05.49
Sejarah
Pemilihan umum di Indonesia telah diadakan sebanyak 12 kali yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, 2014, dan 2019.
Asas
Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "LUBER" yang merupakan singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asas "Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru.
- "Langsung" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan.
- "Umum" berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara.
- "Bebas" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
- "Rahasia" berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.
Kemudian pada era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan singkatan dari "Jujur dan Adil". Asas "jujur" mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas "adil" adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.
Jadwal
Sistem gelombang pemilihan umum kepala daerah [1]
Masa jabatan berakhir | Pemilu | Keterangan | |
2015 dan 2016 (A) | 9 Desember 2015 | A | |
2016 (B) dan 2017 | 15 Februari 2017 | B | |
2018 dan 2019 | 27 Juni 2018 | C | |
A | 9 Desember 2020 | D | |
B, C & D | 27 November 2024 (bersama dengan pileg daerah) |
Posisi | 2019 | 2020 | 2021 | 2022 | 2023 | 2024 |
---|---|---|---|---|---|---|
Tipe | Presiden, DPD & DPR (17 April) | Kepala Daerah (9 Desember) | — | Presiden, DPD dan DPR (14 Februari) Kepala Daerah & DPRD (27 November) | ||
Presiden dan wakil presiden | Ya | Tidak | Ya | |||
DPD | ||||||
DPR | ||||||
Gubernur dan wakil gubernur | Tidak | Lampung, Sumbar, Jambi, Bengkulu, Kepri, Kalsel, Kaltara, Sulut, Sulteng, Kalteng | Tidak | Variasi | ||
Bupati dan wakil bupati / wali kota dan wakil wali kota | Variasi |
Keterangan:
- Mahkamah Konstitusi memutuskan pemilihan umum untuk semua jenis digelar serentak pada tahun 2019 nanti pilkada setiap tahun yang bervariasi.
Komponen sistem pemilu [2]
Pemilu DPR | Terbuka/tertutup | Distrik/proporsional/campuran |
---|---|---|
1955 | tertutup | proporsional |
1971 | distrik | |
1977 | ||
1982 | ||
1987 | ||
1992 | ||
1997 | ||
1999 | ||
2004 | terbuka | proporsional |
2009 | ||
2014 | ||
2019 |
Penetapan hasil pemilu
Pemilihan | Putaran pertama | Putaran kedua | Keterangan |
---|---|---|---|
Presiden dan wakil presiden | Minimal 50% | Minimal 50% | syarat calon diajukan dimana partai politik memilki batas ambang 20% kursi parlemen atau 25% suara sah |
Kepala daerah dan wakil kepala daerah | Minimal 30% | ||
DPR | Suara terbanyak (batas ambang 4%) |
N/A | |
DPRD | Suara terbanyak | ||
DPD |
Jumlah kepimpinan yang dipilih rakyat
Pemilihan | Total | Keterangan |
---|---|---|
Presiden dan wakilnya | 2 | |
Gubernur dan wakilnya | 68 | |
Wali kota/Bupati dan wakilnya | 1022 | |
DPR | 575 | |
DPD | 4 per provinsi | |
DPRD Provinsi | 35 - 120 per provinsi | Diatur dengan UU Nomor 7 Tahun 2017 |
DPRD Kabupaten/Kota | 20 - 55 per kabupaten/kota |
Jumlah anggota DPRD Provinsi pada Provinsi DKI Jakarta, Aceh, Papua, dan Papua Barat, adalah 1¼ kali lebih banyak dari DPRD provinsi menurut undang-undang.
Pemilihan | Total |
---|---|
DPR Aceh | 81 |
DPRD DKI Jakarta | 106 |
DPR Papua | 55 + 14 Jalur Otsus |
DPR Papua Barat | 45 + 11 Jalur Otsus |
Hasil pemilihan umum Dewan Perwakilan Rakyat
Tahun | Jumlah kursi yang disediakan | Pemenang | Tempat kedua | Tempat ketiga | |||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Partai politik | Jumlah kursi (dalam persen) | Partai politik | Jumlah kursi (dalam persen) | Partai politik | Jumlah kursi (dalam persen) | ||
1955 | 257 | PNI | 57 (22.17%) | Masyumi | 57 (22.17%) | NU | 45 (17.51%) |
1971 | 360 | Golkar | 360 (65.55%) | NU | 56 (21.79%) | Parmusi | 24 (9.33%) |
1977 | Golkar | 232 (64.44%) | PPP | 99 (38.52%) | PDI | 29 (8.05%) | |
1982 | Golkar | 242 (67.22%) | PPP | 94 (26.11%) | PDI | 24 (6.66%) | |
1987 | 400 | Golkar | 299 (74.75%) | PPP | 61 (15.25%) | PDI | 40 (10%) |
1992 | Golkar | 282 (70.5%) | PPP | 62 (15.5%) | PDI | 56 (14%) | |
1997 | 425 | Golkar | 325 (76.47%) | PPP | 89 (22.25%) | PDI | 11 (2.75%) |
1999 | 462 | PDIP | 153 (33.12%) | Golkar | 120 (25.97%) | PPP | 58 (12.55%) |
2004 | 550 | Golkar | 128 (23.27%) | PDIP | 109 (19.82%) | PPP | 58 (10.55%) |
2009 | 560 | Demokrat | 150 (26.79%) | Golkar | 107 (19.11%) | PDIP | 95 (16.96%) |
2014 | PDIP | 109 (19.5%) | Golkar | 91 (16.3%) | Gerindra | 73 (13%) | |
2019 | 575 | PDIP | 128 (22.26%) | Golkar | 85 (14.78%) | Gerindra | 78 (13.57%) |
2024 | 580 [3] | ||||||
2029 |
Jumlah partai politik di Indonesia
Tahun | Jumlah |
---|---|
1955 | tidak terbatas |
1971 | 10 |
1977 | 3 |
1982 | |
1987 | |
1992 | |
1997 | |
1999 | 48 |
2004 | 24 |
2009 | 38 + 6 lokal Aceh |
2014 | 12 + 3 lokal Aceh |
2019 | 16 + 4 lokal Aceh |
2024 | 18 + 6 lokal Aceh [4] |
2029 | Pemilihan umum yang akan datang |
Pemilihan umum anggota lembaga legislatif
Sepanjang sejarah Indonesia, telah diselenggarakan 12 kali pemilu anggota lembaga legislatif yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, dan 2014, dan 2019.
Pemilu 1955
Pemilu pertama dilangsungkan pada tahun 1955 dan bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Pemilu ini sering kali disebut dengan Pemilu 1955, dan dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.
Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:
- Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu,
- Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.
Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pemilu 1957–1958
Pemilihan legislatif daerah di Indonesia pada tahun 1957–1958 digelar secara serentak di beberapa daerah di Indonesia. Pada saat itu, UU Pemilihan Kepala Daerah masih dalam proses penyusunan, untuk sementara waktu kepala daerah dipilih oleh DPRD. Oleh sebab itu, menurut Joko (hlm. 55), “sistem Pilkada langsung dalam UU No 1/1957 benar-benar merupakan introduksi dalam pentas politik karena secara empirik belum dapat dilaksanakan." Maka jadilah Pemilu Daerah 1957 itu sebagai pemilihan DPRD dan Dewan Pemerintahan Daerah (DPD). Meski demikian, ia tetaplah proses demokratisasi daerah yang layak disimak. Meskipun dibayang-bayangi kondisi politik yang tidak menentu sebagai akibat menguatnya konflik kedaerahan dan darurat militer, secara umum Pemilu Daerah dapat terselenggara dengan baik.
Pemungutan suara dilaksanakan secara bertahap antara Juni 1957 hingga Januari 1958. Daerah yang melaksanakannya adalah Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, Sumatra Selatan, Riau, dan di Kalimantan pada 1958. Hasil akhir dari keseluruhan rangkaian pemilu daerah itu mendapuk PKI sebagai partai tersukses. Sebagaimana dicatat Greg Fealy dalam Ijtihad Politik Ulama (2009, hlm. 257) PKI dengan mengesankan berhasil menambah perolehan suaranya hingga 27 persen dibanding dengan perolehan 1955 yang sebesar 16,4 persen.
Berbanding terbalik dengan PKI, perolehan suara tiga partai besar lainnya justru turun. Fealy mencatat, suara Masyumi dan NU—di Pemilu 1955 masing-masing meraup suara 20,9 persen dan 18,4 persen-- turun dengan persentase hampir sama, 7 persen. Sementara PNI yang sebelumnya meraup 22,3 persen justru terpuruk dengan persentase penurunan suara hingga 20,8 persen. Sesuai dengan ketentuan UU No. 1/1957, DPRD Tingkat I dan DPRD Tingkat II yang terbentuk kemudian berwenang memilih kepala daerahnya masing-masing.[5]
Pemilu 1971
Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 9 Partai politik dan 1 organisasi masyarakat.
Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.
Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya.
Pemilu 1977-1997
Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini sering kali disebut dengan "Pemilu Orde Baru". Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.
Pemilu 1999
Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.
Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional.
Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.
Pemilu 2004
Pada Pemilu 2004, selain memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, rakyat juga dapat memilih anggota DPD, suatu lembaga perwakilan baru yang ditujukan untuk mewakili kepentingan daerah.
Pemilu 2009
Pemilu 2014
Pemilu 2019
Pemilu 2024
Pemilihan umum presiden dan wakil presiden
Pemilihan umum presiden dan wakil presiden (pilpres) pertama kali diadakan dalam Pemilu 2004.
Pemilu 2004
Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden pilihan mereka. Pemenang Pilpres 2004 adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Pilpres ini dilangsungkan dalam dua putaran, karena tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara lebih dari 50%. Putaran kedua digunakan untuk memilih presiden yang diwarnai persaingan antara Yudhoyono dan Megawati yang akhirnya dimenangi oleh pasangan Yudhoyono-Jusuf Kalla.
Pemilu 2009
Pilpres 2009 diselenggarakan pada 8 Juli 2009. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan memperoleh suara 60,80%, mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto.
Pemilu 2014
Pilpres 2014 diselenggarakan pada 9 Juli 2014. Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan suara sebesar 53,15%, mengungguli pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
Pemilu 2019
Pilpres 2019 diselenggarakan pada 17 April 2019, diikuti oleh dua pasangan calon, yakni Jokowi-Amin dengan nomor urut 01 dan Prabowo-Sandi dengan nomor urut 02. Pemilihan umum pada tahun ini diselenggarakan bersamaan dengan pemilu legislatif. Dan Pemilihan Umum ini dimenangkan oleh pasangan nomor urut 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin dengan perolehan suara 55,50%, diikuti oleh pasangan nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dengan perolehan suara 44,50%.
Pemilu 2024
Pilpres 2024 adalah sebuah proses demokrasi untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia periode 2024–2029. Pemilihan ini akan menjadi pemilihan presiden langsung kelima di Indonesia. Menurut KPU Pilpres 2024 akan digelar secara serentak pada 14 Februari 2024 mendatang.
Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah
Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) menjadi bagian dari rezim pemilu sejak 2007. Pilkada pertama di Indonesia adalah Pilkada Kabupaten Kutai Kartanegara pada 1 Juni 2005.
Lihat pula
Referensi
- ^ [1] Pilkada serentak
- ^ Komponen sistem pemilu (halaman 54)
- ^ Fadhil, Haris. "Perppu Pemilu: Jumlah Anggota DPR Bertambah Jadi 580 Orang". detiknews. Diakses tanggal 2022-12-16.
- ^ "KPU Tetapkan 17 Parpol Peserta Pemilu 2024". 2022-12-15. Diakses tanggal 2022-12-16.
- ^ Wibisono, Nuran. "Pemilu Daerah 1957: PKI Berjaya dan Gagalnya Pilkada Langsung". tirto.id. Diakses tanggal 2022-02-11.
Pranala luar
- (Indonesia) Situs web Komisi Pemilihan Umum Diarsipkan 2014-10-20 di Wayback Machine.
- (Indonesia) CETRO (Centre fo Electoral Reform)
- (Indonesia) Pemilu Indonesia Diarsipkan 2016-02-05 di Wayback Machine.