Lompat ke isi

Suku Mandailing

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 10 November 2017 12.00 oleh Simartampua (bicara | kontrib)
Suku Mandailing
ᯔᯉ᯲ᯑᯤᯞᯪᯰ
Foto pasangan Mandailing dari daerah Pakantan, Mandailing Natal, Sumatera Utara.
Daerah dengan populasi signifikan
Sumatera Utara1.035.000
Sumatra Barat214.000
Riau210.000
Jakarta80.000
Malaysia30.000[1]
Bahasa
Mandailing
Minangkabau
Melayu
Agama
Islam
Kelompok etnik terkait
Suku Siladang
Suku Minangkabau
Suku Melayu[2]
Suku Angkola[3]
Suku Alas
Suku Gayo
Suku Karo[3]
Suku Batak[2][3]
Sopo Godang Pakantan

Suku Mandailing (Mandailing: ᯔᯉ᯲ᯑᯤᯞᯪᯰ) adalah salah satu suku yang ada di Asia Tenggara. Suku ini lebih banyak ditemui di bagian utara pulau Sumatera, Indonesia. Mereka datang di bawah pengaruh Kaum Padri yang memerintah Minangkabau di Tanah Datar. Hasilnya, suku ini dipengaruhi oleh budaya Islam. Suku ini juga tersebar di Malaysia, tepatnya di Selangor dan Perak. Suku ini juga memiliki keterkaitan dengan Suku Angkola.

Etimologi

Mandailing merupakan gabungan dari dua kata: mande, yang berarti "ibu", dan hilang.

Sejarah

Menganyam tikar dan Menumbuk Padi di Pakantan

Suku Mandailing, bersamaan dengan suku Batak lainnya,[3] bermigrasi ke selatan sebelum kedatangan Portugis dan Belanda di Sumatera. Penjajahan Belanda di Sumatera menyebabkan Mandailing menjadi bagian dari Suku Batak, berdasarkan aturan irisan yang dibuat untuk mengklasifikasi dan membuat tipologi.[2] Suku Mandailing memiliki keterkaitan dengan Suku Batak Toba, akibatnya Suku Mandailing melebur menjadi satu yang dinamai Suku Batak Mandailing di Indonesia dan Suku Melayu Mandailing di Malaysia.[2]

Perang Padri

Perang Padri, yang berlokasi di Sumatera Barat dan menyebar luas di Sumatera Timur antara tahun 1803 hingga 1838, menyebabkan perpindahan besar-besaran suku Mandailing dari tempat asalnya yaitu Malaysia Barat. Kelompok tersebut dipimpin oleh Raja Asal, maharaja dari Mandailing; dan keponakannya Raja Bilah. Bersama dengan Sutan Puasa, mereka terlibat dalam Perang Klang antara tahun 1866 hingga 1873.[4]

Wilayah

Suku Mandailing lebih banyak tersebar di Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas UtaraKelompok pertama yang datang di wilayah tersebut adalah Pulungan dan Nasution.

15 Marga yang Secara Sah diakui di Suku Mandailing adalah Pulungan, Nasution, Lubis, Matondang, Rangkuti, Batubara, [[Marbun], Harahap, Dalimunthe, Hutasuhut, Siregar, Hasibuan, Daulay, Pane, Pohan

Kontroversi

Generalisasi kata Batak terhadap etnik Mandailing umumnya tak dapat diterima oleh keturunan asli wilayah itu. Meski mayoritas masih mengakui dirinya bagian dari suku Batak, wacana identitas itu muncul disebabkan karena pada umumnya kategori "Batak" dipandang primitif dan miskin oleh etnik lain masa Orde Baru.[5]

Suku Mandailing memiliki ikatan darah, nasab, bahasa, aksara, sistem sosial, kesenian, adat, dan kebiasaan tersendiri yang berbeda dengan Batak dan Melayu.[2] Penyematan kata Batak adalah untuk memuluskan misionaris di Mandailing.[6] Istilah Batak sebagai nama etnik dikonstruksi oleh Jerman dan Belanda.[7]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ viva.co.id Didata Malaysia, Tor-tor Tetap Milik Tapanuli
  2. ^ a b c d e Abdur-Razzaq Lubis. Mandailing-Batak-Malay: A People Defined and Divided. In: 'From Palermo to Penang: A Journey into Political Anthropology', University of Fribourg, 2010.
  3. ^ a b c d Masri Singarimbun (1975). Kinship, Descent, and Alliance Among the Karo Batak. University of California Press. ISBN 0-5200-2692-6. 
  4. ^ Abdul-Razzaq Lubis and Khoo Salma Nasution. Raja Bilah and the Mandailings in Perak: 1875–1911. Kuala Lumpur: Malaysian Branch of the Royal Asiatic Society (MBRAS), 2003.
  5. ^ Leonard Y. Andaya (2002). "The Trans-Sumatra Trade and the Ethnicization of the 'Batak'". KITLV. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2 Maret 2012. Diakses tanggal 26 Oktober 2015. 
  6. ^ Mandailing Online
  7. ^ "Batak Sebagai Nama Etnik Dikonstruksi Jerman dan Belanda". detikcom. 15 November 2010. Diakses tanggal 26 Oktober 2015. 

Bacaan terkait

  • Mangaradja Ihoetan (1926), Asal-Oesoelnja Bangsa Mandailing: Berhoeboeng dengan perkara tanah Wakaf bangsa Mandailing, di Soengei Mati - Medan, Sjarikat Tapanoeli 
  • Syahmerdan Lubis gelar Baginda Raja Muda (1997), Adat Hangoluan Mandailing, Tapanuli Selatan, S. Lubis, OCLC 6169347 
  • Zulkifli Lubis; Enni Syarifah Hrp; Lizar Andrian; Naga Sakti Harahap; Septian H. Lubis (2012), Kearifan Lokal Masyarakat Mandailing Dalam Tata Kelola Sumberdaya Alam Dan Lingkungan Sosial, Balai Pelestarian Nilai Budaya Banda Aceh, ISBN 6-0294-5723-3