Lompat ke isi

Bahasa Sunda Cirebon

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Bahasa Sunda Cirebon
ᮘᮞ ᮝᮨᮝᮨᮀᮊᮧᮔ᮪ ᮎᮤᮛᮨᮘᮧᮔ᮪
Basa Wewengkon Cirebon
Dialek Timur Laut
Pengucapanbasa sʊnda t͡ʃirəbɔn
Dituturkan diIndonesia
Wilayaheks-Keresidenan Cirebon:
Penutur
3.940.436 (2020)[1]
Lihat sumber templat}}
Bentuk awal
Alfabet bahasa Sunda, Aksara Sunda Baku
Kode bahasa
ISO 639-3
LINGUIST List
LINGUIST list sudah tidak beroperasi lagi
sun-cir
Glottologcire1239
Linguasfer31-MFN-ah
Artikel ini mengandung simbol fonetik IPA. Tanpa bantuan render yang baik, Anda akan melihat tanda tanya, kotak, atau simbol lain, bukan karakter Unicode. Untuk pengenalan mengenai simbol IPA, lihat Bantuan:IPA.
 Portal Bahasa
L • B • PW   
Sunting kotak info  Lihat butir Wikidata  Info templat

Bahasa Sunda Cirebon (BSC) adalah varietas bahasa Sunda yang dituturkan di wilayah bekas Keresidenan Cirebon.[2] Varietas bahasa yang dimaksud adalah sekumpulan dialek atau klaster dialek yang menyebar di wilayah Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka, sebagian Kabupaten Cirebon, sebagian kecil Kota Cirebon, dan sebagian kecil Kabupaten Indramayu.[3][1] Bahasa Sunda Cirebon diperkirakan mempunyai penutur sekitar 60% dari seluruh penduduk yang menempati wilayah eks-Keresidenan Cirebon.[1] Bila merujuk pada data statistik pada tahun 2020, akumulasi dari jumlah penduduk di wilayah eks-Keresidenan Cirebon adalah 6.567.393, dengan demikian jumlah penutur bahasa Sunda Cirebon sekitar 3.940.436 jiwa.

Bahasa Sunda Cirebon hingga kini masih hidup dan digunakan sebagai alat komunikasi lisan dalam kegiatan sehari-hari dan kehidupan sosial budaya sejak masa lampau.[4] Jarak yang cukup jauh antara wilayah penutur bahasa Sunda Cirebon dengan bahasa Sunda Priangan (bahasa Sunda baku) menyebabkan adanya kekhasan dalam bahasa Sunda Cirebon yang berbeda dengan bahasa Sunda baku, perbedaan tersebut terdapat dalam hal struktur bahasa, kosakata, maupun intonasi sehingga memunculkan adanya pola-pola tertentu dalam frasa, klausa, dan susunan kalimat.[5] Karena bahasa Sunda Cirebon memiliki wilayah penuturan yang cukup luas, fungsi dan kedudukannya memiliki makna yang penting.[2] Dari kenyataan yang ditempukan di lapangan, bahasa Sunda Cirebon digunakan sebagai penghubung antara anggota masyarakat dengan anggota aparatur pemerintahan, ataupun antaranggota masyarakat itu sendiri.[6]

Fonologi

Sistem bunyi bahasa Sunda Cirebon tidak berbeda dengan bahasa Sunda baku, sehingga jumlah fonem vokal maupun konsonan pada dua dialek tersebut sama-sama berjumlah 25 dengan fonem konsonan sebanyak 18 dan fonem vokal sebanyak 7.[7] Hal ini dijabarkan sebagai berikut.

Vokal

Vokal dalam bahasa Sunda Cirebon yang berjumlah 7 dapat diamati pada tabel di bawah ini.

Vokal
Depan Madya Belakang
Tertutup i ɨ u
Tengah ɛ ə ɔ
Terbuka a

Fonem vokal

Untuk contoh-contoh tentang posisi fonem vokal, baik itu di awal, tengah, maupun akhir dapat dilihat pada tabel berikut.[8][9]

Fonem Posisi
Awal Tengah Akhir
1 2 3 4
/i/ /iang/ 'pergi' /siring/ 'sisi' /gili/ 'jalan'
/é/ /étém/ 'ketam' /ngéés/ 'tidur' /céwené/ 'gadis'
/e/ /endog/ 'telur' /derep/ 'kuli penuai padi'
/u/ /uduh/ 'empuk' /buyut/ 'ayah kakek' /kuru/ 'kurus'
/eu/ /euweuh/ 'tak ada' /peujeuh/ 'hati-hati' /henteu/ 'tidak'
/o/ /omong/ 'bicara' /kolot/ 'tua' /jero/ 'dalam'
/a/ /aya/ 'ada' /nyaah/ 'sayang' /rega/ 'harga'

Konsonan

Konsonan pada bahasa Sunda Cirebon yang berjumlah 18 dijabarkan pada tabel di bawah ini.

Konsonan
Dwi-bibir Gigi Langit-langit
keras
Langit-langit
lunak
Celah suara
Sengau m n ɲ ŋ
Letup/Gesek nirsuara p t k ʔ
bersuara b d g h
Desis/Geser s
Kepak/Hampiran r l
Semivokal w j

Fonem konsonan

Pada tabel di bawah ini, dipaparkan posisi fonem-fonem konsonan di awal, tengah, dan akhir.[10]

Fonem Posisi
Awal Tengah Akhir
1 2 3 4
/p/ /paré/ 'padi' /sepit/ 'sunat' /keuyeup/ 'ketam'
/b/ /bebera/ 'sawah baru' /tabo/ 'sabut' /calub/ 'subur'
/m/ /mawar/ 'mawar' /kami/ 'saya' /celem/ 'sayur'
/t/ /téoh/ 'bawah' /catu/ 'catu padi' /mangkat/ 'berangkat'
/d/ /dulur/ 'saudara' /mudu/ 'harus' /kosod/ 'kosod'
/n/ /napé/ 'membuat tapai' /nonun/ 'menenun' /naeun/ 'apa'
/c/ /caor/ 'alat tenun' /boncél/ 'jenis ikan'
/j/ /jambrong/ 'udang besar' /ujungan/ 'ujungan'
/ny/ /nyanéh/ 'kamu' /kanyéré/ 'pohon kanyere'
/k/ /kukumbung/ 'penghalang' /raksa/ 'jaga' /wuduk/ 'nasi uduk'
/g/ /gagé/ 'cepat' /rega/ 'harga' /badog/ 'rampok
/ng/ /ngora/ 'muda' /mungkal/ 'batu' /kasang/ 'kain penutup'
/s/ /sepit/ 'sunat' /rusia/ 'bertengkar' /rérés/ 'selesai'
/h/ /heubeul/ 'lama' /burahol/ 'nakal' /rérés/ 'selesai'
/l/ /lading/ 'pisau' /gili/ 'jalan' /katil/ 'keranda'
/r/ /rérés/ 'selesai' /wirayat/ 'riwayat' /siar/ 'cari'
/w/ /wédang/ 'makanan' /kuwu/ 'kepala desa' /cewaw/ 'mulut terbuka'
/y/ /yakin/ 'yakin' /wayah/ 'waktu' /jurey/ 'banyak ikannya'

Morfologi

Dalam bidang morfologi, ditemukan banyak persamaan antara bahasa Sunda Cirebon dengan bahasa Sunda baku, meskipun juga ditemukan beberapa perbedaan yang cukup mencolok.[11] Bentukan linguistik yang dapat diamati di antaranya berupa morfem, kata, frasa, klausa, dan kalimat.[12] Hal-hal ini dijelaskan pada bagian di bawah ini.

Morfem

Ada morfem bebas dan morfem terikat, morfem bebas adalah morfem yang dapat berdiri sendiri dan digunakan dalam tuturan bahasa sehari-hari. Contoh morfem bebas yaitu, kuring 'saya', indit 'pergi', dan gawé 'kerja'. Sementara itu, morfem terikat adalah morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dan hanya dapat digunakan dalam tuturan ketika sudah mengalami proses morfologi. Morfem terikat terdiri dari morfem terikat secara morfologis dan morfem terikat secara sintaksis.[13]

Morfem terikat secara morfologis (MIM) merupakan morfem yang akan memiliki arti jika sudah terikat dengan morfem bebas, misalnya di- yang terikat dengan gawé menjadi digawé 'bekerja', dipi- dalam dipigawé 'dikerjakan', -keun dalam gawékeun 'kerjakan', serta pi-/-eun dalam pigawéeun 'sesuatu yang akan dikerjakan'. Lazimnya, MIM ini dalam bahasa Sunda berupa afiks (imbuhan). Morfem terikat secara sintaksis (MIS) adalah morfem yang berpadu dengan morfem lain dalam sebuah kalimat yang terbentuk. Misalnya: di dalam untaian kalimat Di Bandung jeung Jakarta usum rambutan 'Di Bandung dan Jakarta musim rambutan', téh 'itu', keur 'untuk' dalam untaian kalimat Duit téh keur anak jeung pamajikan 'Uang itu untuk anak dan istri'.[14]

Kata

Terdapat empat macam kata, yaitu: kata tunggal atau sederhana, kata kompleks, kata ulang, dan kata majemuk. Kata tunggal adalah kata yang berupa morfem bebas, contohnya, jelema 'orang', bageur 'baik', dan leumpang 'berjalan'. Kata kompleks adalah kata yang berisi satu atau lebih bentuk-bentuk terikat, contohnya: pagawé 'pegawai', sinatria 'bersifat satria', pakéeun 'yang bakal dipakai', ngabaékeun 'mengabaikan', dan lak-lakdasar 'dicaci maki'. Kata ulang adalah kata yang dibentuk dengan reduplikasi, contohnya: dari kata dasar sépak 'sepak' dapat diproduksi turunan-turunannya seperti, sésépak 'menyepak-nyepak', sépak-sépak 'sepak-sepak', dan supak-sépak 'sepak-sepak'.[14]

Kata majemuk adalah sebuah kata dapat terdiri dari morfem awal yang ditambah dengan morfem asal (baik itu ditambahkan dengan imbuhan ataupun tidak). Ada enam macam kata majemuk, seperti yang dijabarkan di bawah ini.[15]

  1. Kata majemuk yang dibentuk dari kata tunggal + kata tunggal, contohnya, panon poé 'matahari', dan panjang leungeun 'panjang tangan'.[14]
  2. Kata majemuk yang dibentuk dari kata tunggal + kata kompleks, maupun sebaliknya, contohnya, asak kapoé 'matang terpaksa', paméran batik 'pameran batik'.[14]
  3. Kata majemuk yang dibentuk dari kata tunggal + kata majemuk, maupun sebaliknya, contohnya, konci beusi 'kunci lemari besi', kuda rénggong Sumedang 'kuda renggong Sumedang'.[14]
  4. Kata majemuk yang dibentuk dari kata kompleks + kata majemuk, maupun sebaliknya, contohnya, padukuhan urang désa 'pemukiman orang desa', lembur singkur paniisan 'kampung terpencil peristirahatan'.[14]
  5. Kata majemuk yang dibentuk dari kata kompleks + kata kompleks, contohnya, paméran pertanian 'pameran pertanian', pimitohaeun dulur téré 'calon mertua saudara tiri'.[15]
  6. Kata majemuk yang dibentuk dari kata majemuk + kata majemuk, contohnya, kulub endog hayam kampung 'telur rebus ayam kampung', sangu goréng béas Cianjur 'sangu goreng beras Cianjur'.[16]

Proses morfologis

Dalam bahasa Sunda, termasuk dalam hal ini bahasa Sunda Cirebon, terdapat empat macam proses morfologis, yaitu afiksasi, pengulangan, pemajemukan, dan nasalisasi.[16]

Afiksasi

Afiksasi ialah pembentukan kata dengan pengimbuhan, yang berarti penambahan afiks pada kata dasar, jika afiks ditambahkan pada awal kata, maka afiks tersebut disebut sebagai prefiks dan prosesnya dinamakan prefiksasi, jika pada tengah kata, maka afiks menjadi infiks yang dan prosesnya disebut infiksasi, dan jika pada akhir kata, maka afiks menjadi sufiks dan prosesnya disebut sufiksasi.[17]

Prefiksasi

Di bawah ini adalah tabel yang memperinci jenis-jenis prefiks beserta prefiksasinya.[18]

Prefiks Prefiksasi Prefiks PrefiksasiPrefiksasi
pa- paijek 'terinjak'

pagawé 'pegawai'

ma- magawé 'bekerja'
pak- pakséngok 'bersengok' mang- mangtaun-taun 'bertahun-tahun'
pang- panganggit 'pengarang' ti- tilantar 'terlantar'
para- parakuwu 'para kepala desa' ting- tinggarauh 'bersorak-sorai'
pari- paribasa 'peribahasa' di- dipépér 'dipotong'
pating- patingsaruit 'bersuit-suitan' ka- kahiji 'kesatu'
pra- prajurit 'prajurit' nga- ngamuhit 'memuja'
pri- pribumi 'pribumi' sa- sadongdang 'sedondang'
per- pertelu 'pertiga' sang- sanghulu 'arah kepala sewaktu terlentang'
pi- pisaur 'kata' si- sibeungeut 'cuci muka'
bala- balakecrakan 'makan-makan' silih- silihéjék 'saling ejek'
bal(r)ang barangsiar 'mencari'

Keseluruhan prefiks yang dijabarkan pada tabel di atas produktif digunakan dalam bahasa Sunda Cirebon, dengan pengecualian untuk prefiks ma- dan si- yang tidak produktif.[19]

Ada prefiks yang diciptakan dengan menggabungkan prefiks-prefiks yang telah ada pada awal kata.[19]

Prefiks-prefiks Prefiksasi
pi- + ka- pikalucueun 'menyebabkan lucu'
di- + pi- dipiindung 'dianggap seperti ibu'
di- + per- dipertelu 'dipertiga'
di- + pi- + ka+ dipikahayang 'dikehendaki'
sa- + ka- sakainget 'seingatnya'
sa- + pa-(N) sapamendak 'setemunya'
Sufiksasi

Di bawah ini dijabarkan contoh-contoh sufiks beserta proses sufiksasinya.[20]

Sufiks Sufiksasi
-keun nuhunkeun 'minta'
-na cukupna 'cukupnya'
-an kumpulan 'kumpulan'
-eun paéheun 'kematian'
-a ngaputa 'menjahit'
-ing bakating 'karena'
-ning kayaning 'seperti'
-i ngaleuleuwihi 'melebihi'

Terdapat sufiks yang dibentuk dengan menggabungkan lebih dari satu sufiks yang telah ada untuk direkatkan di akhir kata.[21]

Sufiks-sufiks Sufiksasi
-keun + -eun bagikeuneun 'yang akan dibagikan'
-keun + -an + -na (di)pentaskeunana 'dipentaskannya'
-an + -an horénganan 'menyatakan keheranan'
-an + -an + -an anak-anakanana 'anak-anaknya'
-an + -eun kaputaneun 'yang akan dijahit'
-an + -i nyakséni 'menyaksikan'
-eun + -an + -na bacaeunana 'yang akan dibacanya'

Semua sufiks yang telah dijabarkan di atas produktif digunakan di seluruh wilayah penuturan bahasa Sunda Cirebon, walaupun begitu, ada beberapa sufiks yang hanya digunakan di wilayah Indramayu (wilayah penuturan bahasa Sunda Parean-Lelea), seperti sufiks pada asalé 'asalnya', -né pada artiné 'artinya', dan -a pada ngaputa 'menjahit'. Sufiks -eun dalam bahasa Sunda Cirebon diperlakukan seperti sufiks -keun dalam bahasa Sunda Priangan, seperti pada ngarosuleun 'merasulkan'.[22]

Simulfiksasi

Simulfiksasi adalah gabungan penambahan sufiks dan prefiks, yang berarti penambahan afiks pada awal kata dan akhir kata secara bersamaan.[23]

Prefiks Sufiks Simulfiksasi Prefiks Sufiks Simulfiksasi
pi- -eun pibenereun 'yang akan benar' di- + si- -an disibeungeutan 'dicuci muka'
pi- -na pisaurna 'katanya' ka- -an kabuyutan 'bebuyutan'
pi- -an pileuleuyan 'selamat tinggal' ka- -an + an + -na kahirupanana 'kehidupannya'
pi- + ka- -eun pikalucueun 'menyebabkan lucu' nga- -keun ngaderepkeun 'memotong padi'
pa- -an paimahan 'perumahan' nga- -an ngalétakan 'menjilati'
pa- -na pagawéna 'pegawainya' nga- -eun ngadéngéeun 'dia mendengar'
pang- -na pangpinterna 'terpintar' sa- -na sakuasana 'sekuasanya'
pang-(N) -keun pangnuhunkeun 'dimintakan' sa- -an saturunan 'seturunan'
pang-(N) -an + -keun pangnulisankeun 'menyuruh ditulisi' sa- -eun sahuapeun 'hanya sesuap'
di- -an diteundeunan 'disimpani' sa- -keun salombangkeun 'selubangkan'
di- -keun disérénkeun 'diserahkan' sang- -keun sanghareupkeun 'hadapkan'
di- + pang-(N) -keun dipangmacakeun 'dibacakan' si- -an sibeungeutan 'dicucikan mukanya'
di- + sa- -keun disabeungkeutkeun 'diseikatkan' silih- -an silihtulungan 'saling tolong'
di- + sang- -keun disanghareupkeun 'dihadapkan' silih- -keun silihgoréngkeun 'saling ejek'

Beberapa prefiks seperti ba- dan pa- memiliki variasi be- dan pe- yang terutama digunakan di wilayah penuturan bahasa Sunda Indramayu (Parean-Lelea).[24]

Infiksasi

Infiks adalah afiks yang diletakkan di tengah-tengah kata. Berikut ini adalah contoh-contoh infiks beserta infiksasinya.[25]

Infiks Infiksasi
-in- pinangéran 'yang dianggap pangeran'
-um- rumaos 'merasa'
-ar- rareuneuh 'pada hamil'
-al- laleumpang 'berjalan jamak'

Jika sebuah kata diawali dengan fonem vokal, maka beberapa infiks di atas akan berubah menjadi prefiks, seperti contohnya araruih (kata dasar: uih 'pulang') 'pulang' (jamak), alakur (kata dasar: akur 'akur') 'akur' (jamak), umendog (kata dasar: endog 'telur') 'menyerupai telur'.[25]

Ada beberapa infiks yang dapat digabungkan secara bersama-sama, sehingga membentuk infiks baru, seperti pada contoh berikut.[25]

Gabungan infiks Infiksasi
-ar- + -ar- araruih 'pulang' (jamak)
-al- + -al- alaludur 'sakit' (jamak)
-ar- + -um- arumendog 'seperti telur, menyerupai telur'

Infiks juga bisa direkatkan secara bersama-sama dengan prefiks dan sufiks, contohnya ada di bawah ini.[25]

digarawé 'bekerja' (jamak)
lalumpatan 'lari' (jamak)
digarsékeun 'dikerjakan' (jamak)

Kosakata

Berikut adalah kosakata dari ragam percakapan Bahasa Sunda Cirebon.[26][27]

Sunda Banten (Sunda Barat) Sunda Priangan (Sunda Selatan) Sunda Kuningan (dialek Timur-Laut(*) Sunda Majalengka (dialek Kec. Sukahaji) Sunda Parean (dialek Kec. Kandanghaur - Indramayu) Sunda Binong (dialek Kec. Binong - Subang) Indonesia Keterangan
Nyana Anjeun Nyaneh Dewek / Sorangan Inya / Kita Sira / Maneh / Ko Kamu Pada Bahasa Sunda Parean, Kata "Kita" memiliki makna yang lebih halus dibandingkan dengan kata "Inya"
Aing Aing / Abdi Aing / Kami Uing Aing / Kami / Kola Urang / Kuring / Kami / Nyong / Enyong Saya Pada Bahasa Sunda Kuningan kata Kami memiliki makna yang lebih halus dibanding dengan "Aing" begitu juga dengan Sunda Parean, namun di Sunda Parean ada yang lebih halus lagi dari kata "Kami" yakni kata "Kola".

(*) Sunda Kuningan atau dialek Timur-Laut termasuk ragam bahasa sunda yang digunakan di Kabupaten Cirebon wilayah Timur dan Kabupaten Brebes bagian barat dan selatan, lihat ragam Sunda dialek Timur-Laut di Brebes

Ragam percakapan

Bahasa Sunda Cirebon memiliki ragam percakapan yang tidak jauh dengan Bahasa Sunda pada umumnya.

Bahasa Sunda Kuningan

Bahasa Sunda Kuningan atau yang secara ilmu kebahasaan lebih dikenal dengan Bahasa Sunda dialek Timur-Laut, merupakan ragam percakapan atau dialek Bahasa Sunda yang digunakan di wilayah Kabupaten Cirebon sebelah timur, di wilayah Kabupaten Kuningan dan wilayah Kabupaten Brebes sebelah barat dan selatan, tidak seperti Pada Bahasa Sunda Parean yang tidak mengenal pepel "eu" dan menggantinya dengan pepel "e" (contoh: heunteu di Bahasa Sunda Baku "dialek Selatan" yang berarti "tidak" dalam bahasa Indonesia, pada Bahasa Sunda Parean ditulis dan dibaca "hente"). Bahasa Sunda dialek Timur Laut ini masih mempertahankan bentuk pepel "eu", sehingga tidak begitu banyak perbedaan dengan Bahasa Sunda baku atau Bahasa Sunda dialek Selatan. berikut adalah contoh ragam percakapan Bahasa Sunda dialek Timur Laut yang digunakan di wilayah Kabupaten Cirebon sebelah Timur, tepatnya di wilayah Kecamatan Ciledug, Kabupaten Cirebon, tepat dengan perbatasan dengan Kabupaten Brebes dan tidak jauh dari tapal batas dengan wilayah Kuningan:

Percakapan antara Masyarakat asli "Pituin" dengan Masyarakat Pendatang.

Si Ucok: "Heh kau barudak,, nempo sendal kami teu??"
Barudak: "Sendal nu kumadeh bang??"
Si Ucok: "Éta sendal nu karék meuli tadi isuk-isuk"
Barudak: "Wah teu nyaho bang"
Teu lila datang Pa Haji nu kakarek kaluar ti Mesjid, sarua di tanya ku si ucok...
Si Ucok: "Pa Haji, sendal kami leungit pa haji"
Pa Haji: "Patuker (tertukar) meureun bang"
Si Ucok: "Bah..! Siapa pula éta pa tuker?? Wah kudu di bantai ku kami..!"
Pa Haji: "Doh si abang, Patuker teh Pahili"
Si Ucok: "Bah..! Duaan jeung si Pa Hili??? Wah duanana ku kami kudu di bantai..!"
Pa Haji: "Jeh di bére nyaho teh teu ngarti-ngarti nyaneh mah, *bari ngaleos sewot*
artinya dalam Bahasa Indonesia
Si Ucok: "Heh kau anak-anak, lihat sendal saya tidak?"
Barudak: "Sendal yang bagaimana Bang?"
Si Ucok: "Itu Sendal yang baru dibeli tadi Pagi"
Barudak: "Wah gak tahu Bang"
Tidak lama kemudian datang Pak Haji yang baru saja keluar dari Mesjid, sama juga dia ditanya oleh si ucok...
Si Ucok: "Pak Haji, sendal saya hilang Pak Haji!"
Pa Haji: "Patuker (Tertukar) mungkin Bang!"
Si Ucok: "Bah..! Siapa pula itu Pak tuker?? Wah harus diberi pelajaran sama saya..!" (Ucok tidak mengerti Patuker, dan dikira nama orang "Pak Tuker")
Pa Haji: "Duh si abang, Patuker itu Pahili (tertukar)"
Si Ucok: "Bah..! berduaan dengan si Pak Hili??? Wah dua-duanya oleh saya harus diberi pelajaran..!"
Pa Haji: "Jeh dikasih tahu kamu mah tidak ngerti-ngerti, *sambil sewot*

Penjelasan

walaupun Bahasa Sunda dialek Timur-Laut ini hampir serupa dengan Bahasa Sunda Baku atau Sunda dialek Selatan, namun ada beberapa kosakata yang berbeda, yakni penggunaan kata "Kami" untuk menyebut "Saya" yang berbeda dengan Bahasa Sunda Baku yang menggunakan kata "Abdi" dan juga ada beberapa kata seperti "Kumadeh?" yang berarti "Bagaimana?" yang berbeda dengan Bahasa Sunda Baku yang menggunakan kata "Kumaha"

Perbedaan Bahasa Sunda Kuningan dengan Bahasa Sunda Baku (dialek selatan)

Pada dasarnya ragam Bahasa Sunda dialek Timur-laut ini memiliki kosakata yang hampirserupa hanya pada beberapa kata tertentu memiliki perbedaan yang menjadi ciri Bahasa Sunda dialek Timur-laut ini. diantaranya.

  • Saya, pada Bahasa Sunda Baku digunakan istilah "Abdi" sementara pada Bahasa Sunda dialek Timur-Laut menggunakan kata "Kami", penggunaan kata "kami" ini serupa dengan yang dipakai pada Bahas Sunda Parean di wilayah Indramayu
  • Kamu, pada Bahasa Sunda Baku digunakan istilah "Anjeuna atau Maneh" sementara pada Bahasa Sunda dialek Timur-Laut menggunakan kata "Nyaneh"
  • Siapa, Bagaimana dan Kenapa? pada Bahasa Sunda Baku digunakan istilah "Saha, Kumaha dan Naha?" sementara pada Bahasa Sunda dialek Timur-Laut ini menggunakan kata "Sadeh, Kumadeh dan Nadeh?" sebagai cirinya.

Sunda Parean-Lelea (Kec. Kandanghaur dan Kec. Lelea, Indramayu)

Sampai dengan tahun 1980-an, masyarakat tua di Kecamatan Lelea, Indramayu, masih menggunakan bahasa sehari-hari yang beda dengan masyarakat Indramayu pada umumnya. Masyarakat di sana kala itu menyebutkan bahwa bahasa yang digunakan adalah bahasa Sunda abad ke-14. Pada abad tersebut wilayah Indramayu merupakan bagian dari Kerajaan Sunda Galuh, Ketika datang Adipati Wiralodra dari Bagelen, Mataram. Dermaga Pelabuhan Muara Cimanuk direnovasi. Sang Adipati Wiralodra membawa banyak tenaga kerja dari Jawa. Mereka beranak-pinak di wilayah pantura dan membentuk bahasa campuran, yang kini dikenal sebagai Bahasa Cirebon dialek Indramayuan atau disebut Bahasa Dermayon, hanya Lelea yang bertahan dengan bahasa yang mereka sebut sebagai Bahasa Sunda. Desa Lelea kini masuk ke wilayah Kecamatan Lelea, dulu Kecamatan Kandanghaur Girang.[28] Berikut contoh ragam percakapan Bahasa Sunda Parean - Sunda Lea yang ada di Kabupaten Indramayu.

“Punten. Cakana boga kotok bibit? Caang tah poek? Kami aya perlu. Kami ndak nanya ka anak kita, daek tah hente? Diterima tah hente? Kami mawa jago ndak nganjang. Mun diterima, ie serena. Esina aya gambir, bako, sere jeng lainna. Ngges ente lila, kami ndak goyang, panglamaran diterima mah. Sejen poe, kami ndak nentuken waktu, jeng nentuken poe kawinna.”
artinya dalam Bahasa Indonesia
“Katanya punya anak gadis? Sudah punya pasangan belum? Saya ada perlu. Saya hendak bertanya kepada anak saudara, diterima atau tidak? Saya membawa jago hendak melamar. Kalau diterima, ini sirihnya. Isinya ada gambir, tembakau, sirih, dan lainnya. Sudah ya, saya tidak lama-lama, saya hendak pulang, kalau lamaran diterima mah. Lain hari, saya hendak menentukan waktu dan menentukan hari perkawinan.”

Penjelasan:

Ada nuansa yang terasa asing pada penggunaan bahasa Sunda seperti di atas. Bahasa yang digunakan mayoritas penduduk di Jawa Barat itu, di Indramayu seperti terjadi distorsi dan akulturasi dengan bahasa daerah lainnya (Cirebon/Indramayu dan Melayu-Betawi). Bahasa Sunda yang khas itu sudah berabad-abad digunakan, yakni di Desa Parean Girang, Bulak, dan Ilir Kecamatan Kandanghaur, serta Desa Lelea dan pemekarannya, Tamansari Kecamatan Lelea. Masyarakat mengenalnya sebagai bahasa Sunda-Parean dan Sunda-Lea.

Kosakata asing dalam bahasa Sunda bermunculan pada kalimat di atas, seperti kami, kita, goyang. Sepintas kosakata tersebut seperti kata serapan dari bahasa Indonesia. Setelah mengetahui artinya, ternyata bukan. Kami artinya saya, dalam arti tunggal, bukan jamak. Kita berarti saudara. Goyang mengambil serapan dari bahasa Indramayu, yang artinya pulang. Penggunaan kosakata kami merupakan pengambilan undak-usuk yang dianggap halus dibandingkan aing, meski ada yang lebih halus lagi yakni "kola". Kosakata kita juga lebih halus, sebab penggunaan yang kasarnya adalah "inya".[29]

Perbedaan Bahasa Sunda Parean dengan Bahasa Sunda Baku (dialek selatan)

Dalam percakapan sehari-hari tentu saja akan lebih banyak lagi dijumpai kata-kata atau kalimat yang asing. Keasingan itu bisa jadi akan menimbulkan kesalapahaman, bahkan pengertian yang berbeda bagi orang luar.

Contoh:

“Bini aing benang kebanjir” disangka orang luar sebagai “istri saya hanyut oleh banjir”, padahal artinya “benih padi saya hanyut kena banjir”. “Melak waluh, buahna kendi?” disangka sebagai “menanam labu, buahnya kendi?” padahal artinya, “menanam labu, buahnya mana?”

Penjelasan:

Pada Bahasa Sunda Parean "Bini" berarti Benih, sedangkan dalam Bahasa Sunda Baku "Bini" berarti Istri. begitu juga dengan kata "Kendi" yang berarti Mana?, sementara dalam bahasa Sunda Baku "Kendi" berarti "Guci / Kendi". penggunaan kata "Kendi" merupakan alkulturasi atau pengaruh budaya Cirebon-Indramayuan dari kata "Endi / Mendi / Ngendi" yang berarti "Mana?" dalam Bahasa Indonesia.

Sunda Binong (Kec. Binong, Subang)

Bahasa Sunda Binong adalah salah satu ragam percakapan bahasa Sunda yang dituturkan di wilayah kecamatan Binong, kabupaten Subang, tepatnya di desa Kediri. Bahasa ini termasuk ke dalam dialek bahasa Sunda wilayah utara.

Dialek Sunda di desa ini termasuk dialek h karena memiliki bunyi h dalam posisi initial, medial, dan final kata, misalnya, hayam ‘ayam’. mitoha ‘mertua’, dan taneuh ‘tanah’. Kepemilikan fonem h dalam segala posisi ini menunjukkan adanya kesamaan dengan bahasa Sunda baku sebagai sumber data sinkronis di lokasi yang berbeda. Dialek lainnya, seperti Bahasa Sunda Parean yang dituturkan di Kecamatan Kandanghaur, Kabupaten Indramayu termasuk bahasa Sunda dialek non-h karena dalam perbendaharaan fonemnya tidak ada h. Di samping itu, kesamaan bahasa Sunda baku dan bahasa Sunda di Desa Kediri tampak dalam fonotaktik i-u yang membangun kata, seperti tilu ‘tiga’, lisung ‘lesung’, lintuh ‘gemuk’, mintul ‘tumpul’, dan kiruh ‘kiruh’. Hal ini berbeda dengan bahasa Sunda di Kecamatan Kandanghaur yang memiliki fonotaktik o-u.[30]

Kosa kata

Bahasa Sunda Subang memiliki beberapa perbedaan kosakata dengan Bahasa Sunda Baku (Priangan), kosakata bahasa Sunda di Desa Kediri ini memuat sekitar 78% kosakata bahasa Sunda baku, sisanya merupakan kosakata bahasa Sunda setempat. Kosakata bahasa Sunda setempat ini memperlihatkan kosakata hasil inovasi internal dan inovasi eksternal.

Berikut adalah contoh kosakata khas dari ragam percakapan bahasa Sunda di kecamatan Binong, Subang:[31]

Sunda Subang Sunda Baku Indonesia
markis Sorondoy Atap tambahan
totorok bedug panakol dulag Pemukul beduk
kandang kuda istal Kandang kuda
empet semi Jagung muda
bandara peuteuy Sélong Petai Cina
nangka sélong sarikaya Srikaya
anak embé cémé Anak kambing
caling sihung Taring
ririakan kotokeun Rabun
mamangkatan jauh nyaba Berpergian jauh
nuai paré panén Menuai padi
ragasi walungan Sungai
kéngkéoangan mumuncangan Mata kaki
susruk Susuk Sendok goreng
luku wuluku Bajak
cai curuk curug Air terjun
salada saladah Seladah
mangga buah Mangga
Ramu ramo Jari
mararat malarat Melarat
julid julig Iri
tikejebur tigejebur Jatuh ke dalam air
baya buhaya Buaya

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b c Abdurrachman et al. (1985), hlm. 6.
  2. ^ a b Abdurrachman et al. (1985), hlm. 2.
  3. ^ Abdurrachman et al. (1985), hlm. 3.
  4. ^ Abdurrachman et al. (1985), hlm. 1.
  5. ^ Abdurrachman et al. (1985), hlm. 2-3.
  6. ^ Abdurrachman et al. (1985), hlm. 1-3.
  7. ^ Abdurrachman et al. (1985), hlm. 9.
  8. ^ Abdurrachman et al. (1985), hlm. 10.
  9. ^ Abdurrachman et al. (1985), hlm. 11.
  10. ^ Abdurrachman et al. (1985), hlm. 11-12.
  11. ^ Abdurrachman et al. (1985), hlm. 48.
  12. ^ Abdurrachman et al. (1985), hlm. 12.
  13. ^ Abdurrachman et al. (1985), hlm. 12-13.
  14. ^ a b c d e f Abdurrachman et al. (1985), hlm. 13.
  15. ^ a b Abdurrachman et al. (1985), hlm. 13-14.
  16. ^ a b Abdurrachman et al. (1985), hlm. 14.
  17. ^ Abdurrachman et al. (1985), hlm. 15.
  18. ^ Abdurrachman et al. (1985), hlm. 15-16.
  19. ^ a b Abdurrachman et al. (1985), hlm. 16.
  20. ^ Abdurrachman et al. (1985), hlm. 16-17.
  21. ^ Abdurrachman et al. (1985), hlm. 17.
  22. ^ Abdurrachman et al. (1985), hlm. 17-18.
  23. ^ Abdurrachman et al. (1985), hlm. 18-19.
  24. ^ Abdurrachman et al. (1985), hlm. 19.
  25. ^ a b c d Abdurrachman et al. (1985), hlm. 20.
  26. ^ Puji Lestari, Miranti. 2009. Penelitian: Geofrafi Dailek Bahasa Daerah Di Kecamatan Binong Kabupaten Subang Propinsi Jawa Barat (Tinjauan Fonologis Sinkronis). Bandung: Universtias Pendidikan Indonesia
  27. ^ Nurfaidah, Dedeh. 2008. Penelitian: "Basa Sunda Dialék Majalengka Di Kacamatan Sukahaji". Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia
  28. ^ Permana, Merdeka. 2010. "Sunda Lelea Yang Terkatung-Katung". Bandung. Pikiran Rakyat.
  29. ^ Kasim, Supali. 2009. "Fenomena Bahasa Sunda Di Indramayu". Indramayu[rujukan rusak]
  30. ^ Wahya, 1995
  31. ^ Meilinawati, Wahya, Lina (2011). Bahasa Sunda Di Desa Kediri, Kecamatan Binong, Kabupaten Subang, Jawa Barat: Kajian Geolinguistik. 

Daftar pustaka

Pranala luar