Lompat ke isi

Pendidikan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 22 Januari 2021 01.55 oleh Astrom Geo (bicara | kontrib) (Suntingan Ulastogel (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Taylor 49)

Pendidikan adalah pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak.[1] Etimologi kata pendidikan itu sendiri berasal dari bahasa Latin yaitu ducare, berarti “menuntun, mengarahkan, atau memimpin” dan awalan e, berarti “keluar”. Jadi, pendidikan berarti kegiatan “menuntun ke luar”. Setiap pengalaman yang memiliki efek formatif pada cara orang berpikir, merasa, atau tindakan dapat dianggap pendidikan. Pendidikan umumnya dibagi menjadi tahap seperti prasekolah, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan kemudian perguruan tinggi, universitas atau magang.

Sebuah hak atas pendidikan telah diakui oleh beberapa pemerintah. Pada tingkat global, Pasal 13 Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya mengakui hak setiap orang atas pendidikan.[2] Meskipun pendidikan adalah wajib di sebagian besar tempat sampai usia tertentu, bentuk pendidikan dengan hadir di sekolah sering tidak dilakukan, dan sebagian kecil orang tua memilih untuk pendidikan home-schooling, e-learning atau yang serupa untuk anak-anak mereka.

Filosofi pendidikan

Pendidikan biasanya berawal saat seorang bayi itu dilahirkan dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan bisa saja berawal dari sebelum bayi lahir seperti yang dilakukan oleh banyak orang dengan memainkan musik dan membaca kepada bayi dalam kandungan dengan harapan ia bisa mengajar bayi mereka sebelum kelahiran.

Bagi sebagian orang, pengalaman kehidupan sehari-hari lebih berarti daripada pendidikan formal. Seperti kata Mark Twain, "Saya tidak pernah membiarkan sekolah mengganggu pendidikan saya."[butuh rujukan]

Anggota keluarga mempunyai peran pengajaran yang amat mendalam, sering kali lebih mendalam dari yang disadari mereka, walaupun pengajaran anggota keluarga berjalan secara tidak resmi.

Fungsi pendidikan

Menurut Horton dan Hunt, lembaga pendidikan berkaitan dengan fungsi yang nyata (manifes) berikut:

  • Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah.
  • Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dan bagi kepentingan masyarakat.
  • Melestarikan kebudayaan.
  • Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi.

Fungsi lain dari lembaga pendidikan adalah sebagai berikut.

  • Mengurangi pengendalian orang tua. Melalui pendidikan, sekolah orang tua melimpahkan tugas dan wewenangnya dalam mendidik anak kepada sekolah.
  • Menyediakan sarana untuk pembangkangan. Sekolah memiliki potensi untuk menanamkan nilai pembangkangan di masyarakat. Hal ini tercermin dengan adanya perbedaan pandangan antara sekolah dan masyarakat tentang sesuatu hal, misalnya pendidikan seks dan sikap terbuka.
  • Mempertahankan sistem kelas sosial. Pendidikan sekolah diharapkan dapat mensosialisasikan kepada para anak didiknya untuk menerima perbedaan prestise, privilese, dan status yang ada dalam masyarakat. Sekolah juga diharapkan menjadi saluran mobilitas siswa ke status sosial yang lebih tinggi atau paling tidak sesuai dengan status orang tuanya.
  • Memperpanjang masa remaja. Pendidikan sekolah dapat pula memperlambat masa dewasa seseorang karena siswa masih tergantung secara ekonomi pada orang tuanya.

Menurut David Popenoe, ada empat macam fungsi pendidikan yakni sebagai berikut:

  • Transmisi (pemindahan) kebudayaan.
  • Memilih dan mengajarkan peranan sosial.
  • Menjamin integrasi sosial.
  • Sekolah mengajarkan corak kepribadian.
  • Sumber inovasi sosial.

Ekonomi

Telah dikemukakan bahwa tingkat pendidikan yang tinggi sangat penting bagi negara-negara untuk dapat mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi.[3] Analisis empiris cenderung mendukung prediksi teoretis bahwa negara-negara miskin harus tumbuh lebih cepat dari negara-negara kaya karena mereka dapat mengadopsi teknologi yang sudah dicoba dan diuji oleh negara-negara kaya. Namun, transfer teknologi memerlukan manajer berpengetahuan dan insinyur yang mampu mengoperasikan mesin-mesin baru atau praktik produksi yang dipinjam dari pemimpin dalam rangka untuk menutup kesenjangan melalui peniruan. Oleh karena itu, kemampuan suatu negara untuk belajar dari pemimpin adalah fungsi dari efek "human capital". Studi terbaru dari faktor-faktor penentu pertumbuhan ekonomi agregat telah menekankan pentingnya lembaga ekonomi fundamental[4] dan peran keterampilan kognitif.[5]

Pada tingkat individu, ada banyak literatur, umumnya terkait dengan karya Jacob Mincer,[6] tentang bagaimana laba berkaitan dengan pendidikan dan modal manusia lainnya. Karya ini telah memotivasi sejumlah besar studi, tetapi juga kontroversial. Kontroversi utama berkisar bagaimana menafsirkan dampak sekolah.[7][8] Beberapa siswa yang telah menunjukkan potensi yang tinggi untuk belajar, dengan menguji dengan intelligence quotient yang tinggi, mungkin tidak mencapai potensi penuh akademis mereka, karena kesulitan keuangan.[reason-actually some students at the low end get better treatment than those in the middle with grants, etc. needs RS]

Ekonom Samuel Bowles dan Herbert Gintis berpendapat pada tahun 1976 bahwa ada konflik mendasar dalam pendidikan Amerika antara tujuan egaliter partisipasi demokratis dan ketidaksetaraan tersirat oleh profitabilitas terus dari produksi kapitalis di sisi lain.[9]

Referensi

  1. ^ Dewey, John (1916/1944). Democracy and Education. The Free Press. hlm. 1–4. ISBN 0-684-83631-9. 
  2. ^ ICESCR, Article 13.1
  3. ^ Eric A. Hanushek (2005). Economic outcomes and school quality. International Institute for Educational Planning. ISBN 978-92-803-1279-9. Diakses tanggal 21 October 2011. 
  4. ^ Daron Acemoglu, Simon Johnson, and James A. Robinson (2001). "The Colonial Origins of Comparative Development: An Empirical Investigation". American Economic Review. 91 (5): 1369–1401. doi:10.2139/ssrn.244582. JSTOR 2677930. 
  5. ^ Eric A. Hanushek and Ludger Woessmann (2008). "The role of cognitive skills in economic development" (PDF). Journal of Economic Literature. 46 (3): 607–608. doi:10.1257/jel.46.3.607. 
  6. ^ Jacob Mincer (1970). "The distribution of labor incomes: a survey with special reference to the human capital approach". Journal of Economic Literature. 8 (1): 1–26. JSTOR 2720384. 
  7. ^ David Card, "Causal effect of education on earnings," in Handbook of labor economics, Orley Ashenfelter and David Card (Eds). Amsterdam: North-Holland, 1999: pp. 1801–1863
  8. ^ James J. Heckman, Lance J. Lochner, and Petra E. Todd., "Earnings functions, rates of return and treatment effects: The Mincer equation and beyond," in Handbook of the Economics of Education, Eric A. Hanushek and Finis Welch (Eds). Amsterdam: North Holland, 2006: pp. 307–458.
  9. ^ Samuel Bowles; Herbert Gintis (18 October 2011). Schooling In Capitalist America: Educational Reform and the Contradictions of Economic Life. Haymarket Books. ISBN 978-1-60846-131-8. Diakses tanggal 21 October 2011. 

Lihat pula

Pranala luar