Puasa Agung
Puasa Agung Puasa Agung Prapaskah | |
---|---|
Jenis | Kekristenan Timur |
Kegiatan | |
Mulai | Pada hari Senin Bersih |
Berakhir | Pada hari Jumat sebelum Sabtu Lazarus |
Tanggal | beragam mengikuti tanggal dan hari Paskah |
Tahun 2024 |
|
Tahun 2025 |
|
Tahun 2026 |
|
Frekuensi | tahunan |
Terkait dengan | Peristiwa Keluaran, Pencobaan Yesus |
Bagian dari seri tentang |
Gereja Ortodoks Timur |
---|
Ikhtisar |
Tahun Liturgi |
---|
Gereja Ritus Barat |
Gereja Ritus Timur |
Puasa Agung (Bahasa Yunani: Μεγάλη Τεσσαρακοστή or Μεγάλη Νηστεία, yang berarti "40 Hari Raya" dan Bahasa Rusia: Великий Пост, yang berarti "Puasa Besar") merupakan masa puasa terpenting dalam kalender liturgi gereja-gereja ritus Bizantium dan merupakan masa persiapan terhadap perayaan teragung dalam kalender liturgi yaitu Paskah. Umat Kristen Ortodoks di Indonesia biasa menyebut masa puasa ini dengan istilah "Puasa Agung Prapaskah" atau "Puasa Agung Catur Dasa"[1]
Masa Puasa Agung mempunyai asal-usul yang serupa dengan masa Prapaskah pada gereja-gereja Kekristenan Barat. Selain itu, masa puasa agung memiliki banyak kesamaan tradisi dengan masa Prapaskah pada gereja-gereja barat. Namun, keduanya juga memiliki perbedaan seperti penetapan waktu yang berbeda, beberapa bentuk tradisi dan peribadatan yang berbeda, dsb.
Suatu perbedaan yang signifikan antara masa Puasa Agung dengan masa Prapaskah adalah perhitungan tanggal Paskah itu sendiri (lihat Computus). Biasanya pada tiap tahun liturgi, perayaan Paskah pada gereja-gereja timur jatuh setelah perayaan paskah gereja-gereja barat, bahkan jarak perbedaannya bisa sejauh lima minggu lamanya. Namun, terdapat saat-saat tertentu ketika perayaan Paskah dari masing-masing gereja jatuh di tanggal atau hari yang sama. Seperti masa prapaskah pada gereja-gereja barat, masa Puasa Agung berlangsung selama 40 hari lamanya, dengan pengecualian hari Minggu termasuk ke dalam 40 hari tersebut dalam tradisi gereja-gereja ritus Bizantium.
Masa Puasa Agung berawal pada hari Senin Bersih, tepatnya tujuh pekan sebelum hari raya Paskah (Kekristenan Timur tidak merayakan hari Rabu Abu) dan berlangsung selama 40 hari berikutnya, yang kemudian berakhir pada hari Jumat pada pekan keenam masa Puasa Agung yang merupakan sehari sebelum Sabtu Lazarus dan dua hari sebelum Minggu Palma. Namun setelah masa Puasa Agung berakhir pada hari Jumat pada pekan keenam, kegiatan berpuasa tetap berlanjut di pekan selanjutnya yang merupakan Pekan Suci hingga berakhir pada Ibadat Malam Paskah.
Tujuan
Tujuan utama dari masa Puasa Agung ini adalah persiapan bagi mereka yang mengimani Kristus untuk memasuki masa-masa kesengsaraan dan kebangkitan Kristus. Keseluruhan hidup dari ritus Bizantium berpusat pada kebangkitan Kristus.[2] Selain itu, masa Puasa Agung ini sering juga dimaknai sebagai suatu bentuk "pelatihan" penguatan iman kepada Kristus bagi umat Kristen.
Puasa pada masa Puasa Agung ini bukan hanya sekedar aktivitas menahan diri dari segala sesuatu yang dipantangkan dalam kegiatan berpuasa, melainkan sebagai bentuk persiapan untuk meraih, menerima, dan memperoleh panggilan dari Sang Juru Selamat. Oleh karena itu, Puasa Agung dimaknai sebagai sesuatu yang sangat penting tidak hanya oleh para biarawan atau biarawati, tetapi juga oleh umat awam pada umumnya. Aturan yang melingkupi masa Puasa Agung ini adalah aturan-aturan yang biasa menghiasi kehidupan kebiaraan. Aturan tersebut muncul bukan sebagai hukum yang membebankan, melainkan aturan tersebut muncul sebagai bentuk ideal seorang yang beriman kepada Allah Tritunggal yang harus diperjuangkan, sebagai sarana untuk pemurnian batin atau hati, pembersihan diri dari dosa dan kesalahan, penyempurnaan spiritualitas manusia yang berhiaskan perbuatan baik atau kebajikan dan cinta kasih kepada Allah Tritunggal dan sesama makhluk ciptaan-Nya.
Dengan kegiatan ibadah yang lebih banyak dan mendalam pada masa ini, mereka yang beriman kepada Allah Tritunggal dan keselamatan melalui pengorbanan Sang Juru Selamat dengan berkat Tuhan diyakini memperoleh keilahiannya sesuai dengan asal penciptaan manusia yang sejatinya merupakan gambaran Allah. Masa ini pun dalam tradisi gereja-gereja timur lebih dipandang secara positif sebagai masa menjalani hidup yang murni dan suci, dan bukan sebagai masa penyesalan atas dosa dan kesalahan yang dilakukan seperti pandangan kebanyakan gereja-gereja barat.
Peribadatan
Disiplin diri
Peribadatan yang dilaksanakan pada masa Puasa Agung adalah berpuasa tentunya, kegiatan doa yang diintensifkan baik dilaksanakan secara pribadi atau berjamaat, introspeksi diri, pengakuan dosa, perbaikan diri pribadi, pertobatan atas dosa yang diperbuat, dan juga berderma.
Dalam ajaran Kristen Ortodoks, berpuasa dipahami sebagai bentuk menahan diri dari menyantap makanan hingga waktu kesembilan jam kanonis (sekitar pukul 15.00) atau waktu malam (saat atau setelah matahari terbenam).[3][4] Makan malam setelah berbuka puasa di masa Puasa Agung tidak boleh meliputi beberapa jenis makanan tertentu.[3] Makanan yang biasanya dipantangkan adalah daging, ikan, telur, segala jenis produk susu, minuman anggur, dan minyak (beberapa tradisi menyebutkan hanya minyak zaitun yang dipantangkan, sedangkan beberapa tradisi turut memantangkan segala jenis minyak sayur).
Pada masa Puasa Agung ini, umat Kristen Ortodoks diharapkan untuk lebih banyak berdoa serta lebih mendalami serta lebih berfokus pada doa-doa yang dipanjatkan. Menurut teologi Kristen Ortodoks dan ucapan para Bapa Gereja, kegiatan berpuasa juga harus diiringi dengan kegiatan berdoa yang semakin intensif, karena diyakini mereka yang berpuasa tanpa berdoa sama saja seperti puasanya bapa segala dusta yang tidak makan karena sifatnya yang tak berjasad dan juga tidak berdoa karena sifatnya yang membangkang terhadap Allah Tritunggal.[5]
Selain itu, umat Kristen Ortodoks dianjurkan untuk berpantang dari melakukan hubungan seksual selama masa Puasa Agung berlangsung. Hal tersebut karena pantangan untuk berhubungan seksual merupakan bagian dari kegiatan berpuasa itu sendiri.[6]
Peribadatan liturgis
Masa Puasa Agung ini secara liturgis sangatlah unik, karena satu pekannya tidak berawal pada hari Minggu dan berakhir pada hari Sabtu, justru satu pekannya berawal pada hari Senin dan berakhir pada hari Minggu, dan tiap pekannya dinamai sesuai dengan hikmah pembelajaran dari Injil yang biasanya akan dibacakan saat Liturgi Ilahi pada hari Minggu di setiap pekannya. Hal tersebut merupakan penggambaran mengenai masa Puasa Agung yang merupakan masa persiapan menuju hari Minggu teragung, yaitu Minggu Paskah.
Selama masa Puasa Agung, sebuah buku khusus digunakan untuk peribadatan yaitu buku Triodion Prapaskah. Buku ini digunakan sebelum masa Puasa Agung untuk menambah atau mengganti beberapa bagian dari ibadah biasanya. Penambahan atau penggantian pun dimulai secara bertahap, pada awalnya hanya mempengaruhi bagian pembacaan Injil dan Epistola, hingga kemudian pada masa menjelang Pekan Suci semua teks doa dan nyanyian pujian tergantikan dengan teks doa dan nyanyian pujian dari buku tersebut. Buku Triodion Prapaskah terus digunakan hingga lampu dan lilin dipadamkan pada saat Ibadat Malam Paskah, yang kemudian pada saat itu penggunaan buku Triodion digantikan oleh penggunaan buku Pentakostarion hingga hari ketujuh setelah hari raya Pentakosta.
Selama hari-hari kerja dalam sepekan pada masa Puasa Agung, Liturgi Ilahi tidak dilakukan atau dirayakan sepenuhnya, karena rasa sukacita dari Ekaristi bertentangan dengan konsep penyesalan dan pertobatan yang menonjol pada masa ini. Oleh karena sangat penting untuk menerima komuni suci pada masa ini, peribadatan pada hari-hari kerja masa Puasa Agung biasanya dirayakan dengan Liturgi Prasidikara atau biasa disebut juga sebagai Liturgi Santo Gregorius Dialogus.
Peribadatan pada saat jam kanonis berlangsung lebih lama dan panjang selama masa Puasa Agung dan struktur peribadatannya pun berbeda dari struktur peribadatan pada hari-hari kerja biasanya. Ibadat harian kompletorium yang biasanya berlangsung cepat dan lebih sederhana digantikan dengan ibadat kompletorium yang lebih panjang.
Doa bagi orang yang telah wafat
Selama masa Puasa Agung, gereja-gereja pun biasanya meningkatkan intensitas doa bagi mereka yang telah wafat. Hal ini bukan hanya bertujuan mengingatkan mereka yang beriman tentang kematian dan ketidakkekalan atau menyesali dosa dan kesalahan yang telah diperbuat, tetapi juga mengingatkan kewajiban mereka sebagai seorang Kristiani untuk berderma dalam bentuk mendoakan mereka yang sudah tiada. Beberapa hari Sabtu selama masa Puasa Agung merupakan hari Sabtu Arwah, yaitu
- hari Sabtu di pekan makanan berdaging
- hari Sabtu kedua pada masa Puasa Agung
- hari Sabtu ketiga pada masa Puasa Agung
- hari Sabtu keempat pada masa Puasa Agung
Garis besar
Secara liturgis, masa Tridion dibagi menjadi tiga periode di dalamnya, yaitu periode pertama: pra-Puasa Agung, periode kedua: 40 hari Puasa Agung, dan periode ketiga: Pekan Suci.
Masa Prapuasa Agung
Periode tiga pekan sebelum masa 40 hari Puasa Agung disebut sebagai Masa Prapuasa Agung. Masa Prapuasa Agung ini merupakan masa persiapan bagi para umat yang beriman untuk menjalani dan meraih karya spiritual pada masa Puasa Agung. Selama masa ini, mulai banyak dikenalkan tema yang akan dimunculkan pada teks liturgi pada masa 40 hari Puasa Agung. Pada periode tiga pekan ini, satu pekannya berawal pada hari Senin dan berakhir pada hari Minggu dan tiap pekannya akan dinamai sesuai dengan tema Injil yang dirasakan pada hari Minggu di tiap tiga pekan tersebut.
Masa 40 hari Puasa Agung
Masa 40 hari Puasa Agung berawal pada hari Senin Bersih Puasa Agung dan berakhir pada hari Jumat sebelum Pekan Suci. Setiap hari Minggu pada masa ini memiliki perayaan yang spesial, meskipun perayaannya tidak harus selalu sama seperti Minggu sebelumnya. Pengecualian pada Pekan Salib Suci (Pekan Keempat masa Puasa Agung) di mana perayaannya disamakan seperti perayaan Minggu sebelumnya yaitu perayaan Pemuliaan Salib Suci.
Pekan Pertama
Pekan pertama masa Puasa Agung berawal pada hari Senin Bersih yang merupakan hari pertama masa Puasa Agung. Pekan pertama ini juga biasa dirujuk sebagai "Pekan Pembersihan" yang dimaksudkan sebagai awal dari pembersihan diri secara spiritual dengan menjalankan ibadah puasa, berdoa, bertobat, menerima komuni suci, dan saling memaafkan dan mengampuni sesama.
Selama pekan pertama ini, puasa dijalankan dengan ketat. Mereka yang mampu berpuasa secara ketat sangat dianjurkan untuk melaksanakan puasa secara penuh kecuali saat Rabu dan Jumat sore setelah pelaksanaan Liturgi Prasidikara. Akan tetapi, mereka yang tidak mampu menjalankan puasa secara ketat dan penuh diperbolehkan untuk makan, tetapi dengan porsi yang lebih sedikit dari porsi makan biasanya. Di hari Senin, tidak satu pun makanan boleh dikonsumsi, dan pada hari Selasa dan Kamis hanya makanan mentah (tidak dimasak) yang boleh dikonsumsi, serta pada hari Sabtu dan Minggu diperbolehkan untuk mengonsumsi makanan, kecuali makanan berbahan dasar daging dan susu (produk susu lainnya yang merupakan hasil olahan).
Hari Sabtu pada pekan pertama ini didedikasikan untuk Santo Theodorus. Di akhir Liturgi Prasidikara pada hari Jumat pekan pertama ini akan dinyanyikan sebuah kanon atau nyanyian khusus yang disusun oleh Santo Yohanes dari Damaskus untuk Santo Theodorus.
Hari Minggu pada pekan pertama ini adalah Minggu Perayaan Ortodoksi. Minggu Perayaan Ortodoksi ini dirayakan untuk mengenang kekalahan paham ikonoklasme di abad ke-8 Masehi dari tubuh gereja dan sebagai tanda kemenangan ajaran Ortodoks dari segala bentuk kesesatan dan bidah. Selain itu, hari Minggu ini didedikasikan pula untuk para nabi Perjanjian Lama, yaitu Musa, Harun, dan Samuel. Epistola yang didaraskan pada hari Minggu pekan pertama ini adalah Ibrani 11:24-26, Ibrani 11:32-40, dan Yohanes 01:43-51
Pekan Kedua
Hari Minggu pada pekan kedua ini didedikasikan untuk Santo Gregorius Palamas yang merupakan pelindung ajaran Hesikasme gereja. Epistola pada hari ini adalah Ibrani 01:10-14, Ibrani 02:01-03, dan Markus 02:01-12.
Selama pekan kedua ini hingga Jumat keenam masa Puasa Agung, diperbolehkan makan sehari sekali dengan syarat makanan yang dikonsumsi adalah makanan kering (makanan yang tidak dimasak dengan minyak) dan bukan makanan olahan daging ataupun susu. Sementara itu, puasa pada hari Sabtu dan Minggu tetap sama seperti pelaksanaan puasa pada hari Sabtu dan Minggu pada pekan pertama hingga Sabtu dan Minggu keenam pada masa Puasa Agung.
Pekan Ketiga
Pada hari Minggu di pekan ketiga masa Puasa Agung ini dirayakan Penghormatan Salib Suci. Penghormatan dilakukan pada hari ini karena hari Minggu pekan ketiga ini merupakan titik tengah dari masa 40 hari Puasa Agung. Ibadah yang dilakukan pada hari ini sama dengan ibadah yang dilaksanakan pada perayaan Pemulian Salib Mahakudus (pada 14 September). Selama peribadatan sepanjang malam, imam akan mengeluarkan salib suci ke bagian tengah gereja untuk dihormati dan dimuliakan oleh para klerus dan umat yang beriman dan salib tersebut akan terus berada di bagian tengah gereja hingga hari Jumat di pekan berikutnya (hari Jumat di pekan keempat).[7]
Epistola yang didaraskan pada hari Minggu pekan ketiga ini adalah Ibrani 04-05:14-06 dan Markus 08-09:34-06
Pekan Keempat
Pekan ini berisi perayaan pasca Penghormatan Salib Suci yang mana nyanyian pujian dan doa yang didaraskan di Minggu sebelumnya diulang kembali. Hari Jumat pada pekan ini, salib suci dikembalikan ke tempatnya semula. Pekan ini diakhiri dengan hari Minggu yang khusus didedikasikan untuk Santo Yohanes Klimakus.
Epistola yang didaraskan pada hari Minggu di pekan keempat ini adalah Ibrani 06:13-20 dan Markus 09:17-31
Pekan Kelima
Pada hari Kamis pekan kelima ini, Kanon Agung Santo Andreas dari Kreta dinyanyikan. Kanon Santo Andreas tersebut merupakan bentuk kanon terpanjang sepanjang tahun liturgi gereja dan dalam ode kesembilan kanon ini, setiap figur yang disebutkan dalam Alkitab dijadikan sebagai figur pembelajaran untuk melakukan pertobatan.
Hari Sabtu pada pekan ini didedikasikan khusus untuk sang Theotokos (Bunda Allah), dan sering disebut sebagai Sabtu Akhatistus karena nyanyian Akatistus yang selalu dinyanyikan untuk sang Theotokos pada hari ini dan pada umumnya nyanyian ini dinyanyikan saat ibadah Matin pada hari tersebut.
Hari Minggu pekan kelima ini didedikasikan untuk Santa Maria dari Mesir, yang hidupnya telah dikisahkan pada hari Kamis saat pembacaan Kanon Agung Santo Andreas dari Kreta. Pada akhir Liturgi Ilahi di Minggu ini, umat akan merayakan "Berkat Buah Kering sebagai bentuk penghormatan pertarakan yang dilakukan oleh Santa Maria dari Mesir.
Pekan Keenam
Selama pekan keenam, semua bentuk liturgi dan peribadatan sama dengan bentuk liturgi dan peribadatan di pekan kedua dan ketiga Puasa Agung.
Masa 40 hari Puasa Agung berakhir saat pelaksanaan ibadah Vesper pada hari Jumat pada pekan ini. Pembacaan Perjanjian Lama pada siklus masa Prapaskah pun diakhiri. Di saat yang sama, perayaan Sabtu Lazarus pun dimulai. Kebangkitan Lazarus dari kematian itu dipahami sebagai bentuk bayangan dari Kebangkitan Kristus dan nyanyian tentang Kebangkitan Sang Juru Selamat pun terus digaungkan pada hari ini.
Minggu Palma dirayakan secara berbeda, tidak seperti perayaan pada Minggu sebelumnya pada masa Puasa Agung karena Minggu Palma merupakan salah satu perayaan teragung dalam tradisi Gereja Ortodoks. Pada hari ini, ikan, minyak, dan anggur diperbolehkan di trapeza. Pemberkatan palem atau palma dilaksanakan pada saat ibadah Matin di saat Minggu pagi hari tersebut dan umat beribadah sambil berdiri memegang palem dan lilin yang telah dinyalakan selama prosesi ibadat.
Perarakan Besar pada Liturgi Ilahi di Minggu Palma sangatlah penting karena perarakan tersebut melambangkan masuknya Tuhan Yesus Kristus ke kota Yerusalem. Tema dari Sabtu Lazarus dan Minggu Palma selalu erat berkaitan, hal tersebut tampak dalam beberapa nyanyian yang sama dinyanyikan di kedua hari itu. Ibadat Pekan Suci dimulai saat malam pada hari Minggu Palma. Warna liturgi Sabtu Lazarus dan Minggu Palma yang cerah pun digantikan kembali menjadi warna yang lebih temaram seperti warna liturgi yang pada umumnya digunakan pada masa Puasa Agung.
Masa Pekan Suci
Meskipun secara teknis Pekan Suci terpisah dari masa Puasa Agung, peribadatan dan liturgi yang dilangsungkan pada Pekan Suci tidaklah berbeda dengan peribadatan dan liturgi pada masa 40 hari Puasa Agung, hal itu disebabkan buku yang digunakan untuk setiap liturgi dan peribadatan selama masa ini adalah buku Triodion Prapaskah. Jika pada tiap pekan pada masa 40 hari Puasa Agung mempunyai temanya masing-masing, tiap hari di Pekan Suci memiliki temanya masing-masing, yaitu:
- Senin Suci yang bertemakan Perumpamaan pohon ara dari ayat Matius 24:32-35, Markus 13:28-31, dan Lukas 21:29-33
- Selasa Suci yang bertemakan Perumpamaan gadis-gadis yang bijaksana dan gadis-gadis yang bodoh dari ayat Matius 25:1-13.
- Rabu Suci yang bertemakan Yesus diurapi di Bethani dari ayat Matius 26:06-16
- Kamis Putih yang bertemakan Perjamuan Malam Terakhir
- Jumat Agung yang bertemakan Kesengsaraan Kristus dari ayat Matius 27:62-66
- Sabtu Suci yang bertemakan Yesus dimakamkan dan Yesus turun ke neraka dari ayat Matius 28:01-20
Referensi
- ^ Moroz, Vladimir (10 May 2016). "Лютерани східного обряду: такі є лише в Україні" (dalam bahasa Ukrainian). РІСУ - Релігійно-інформаційна служба України. Diakses tanggal 19 September 2018.
В українських лютеран, як і в ортодоксальних Церквах, напередодні Великодня є Великий Піст або Чотиридесятниця.
- ^ Kallistos (Ware), Bishop; Mary, Mother (1977), "The Meaning of the Great Fast", The Lenten Triodion, South Canaan, PA: St. Tikhon's Seminary Press (dipublikasikan tanggal 2002), hlm. 13 ff, ISBN 1-878997-51-3
- ^ a b Concerning Fasting on Wednesday and Friday. Orthodox Christian Information Center. Accessed 2010-10-08.
- ^ "Fasting Guidelines – Orthodox Church" (dalam bahasa Inggris). Holy Protection Orthodox Christian Church. Diakses tanggal 29 Februari 2024.
- ^ "Fasting – The Orthodox Faith" (dalam bahasa Inggris). The Orthodox Church in America. Diakses tanggal 29 Februari 2024.
- ^ Menzel, Konstantinos (14 April 2014). "Abstaining From Sex Is Part of Fasting" (dalam bahasa English). Greek Reporter. Diakses tanggal 27 Mei 2021.
- ^ Sunday of the Cross Orthodox synaxarion