Lompat ke isi

Pemilihan umum di Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 29 April 2018 10.50 oleh Ehriiz (bicara | kontrib) (Fungsi penyelenggaraan Pemilu secara berkala)

Pemilihan umum (pemilu) di Indonesia pada awalnya ditujukan untuk memilih anggota lembaga perwakilan, yaitu DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota. Setelah amendemen keempat UUD 1945 pada 2002, pemilihan presiden dan wakil presiden (pilpres), yang semula dilakukan oleh MPR, disepakati untuk dilakukan langsung oleh rakyat dan dari rakyat sehingga pilpres pun dimasukkan ke dalam rangkaian pemilu. Pilpres sebagai bagian dari pemilu diadakan pertama kali pada Pemilu 2004. Pada 2007, berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007, pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) juga dimasukkan sebagai bagian dari rezim pemilu. Pada umumnya, istilah "pemilu" lebih sering merujuk kepada pemilihan anggota legislatif dan presiden yang diadakan setiap 5 tahun sekali. Pemilu harus dilakukan secara berkala, karena memiliki fungsi sebagai sarana pengawasan bagi rakyat terhadap wakilnya.

Sejarah

Pemilihan umum di Indonesia telah diadakan sebanyak 11 kali yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009 dan 2014

Asas

Pemilihan umum di Indonesia menganut asas "LUBER" yang merupakan singkatan dari "Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia". Asas "Luber" sudah ada sejak zaman Orde Baru.

  • "Langsung" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan.
  • "Umum" berarti pemilihan umum dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara.
  • "Bebas" berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
  • "Rahasia" berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri.

Kemudian di era reformasi berkembang pula asas "Jurdil" yang merupakan singkatan dari "Jujur dan Adil". Asas "jujur" mengandung arti bahwa pemilihan umum harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas "adil" adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu.

Jadwal

Sistem gelombang pemilihan umum kepala daerah [1]

Masa jabatan berakhir Pemilu Keterangan
2015 dan 2016 (A) 9 Desember 2015 A
2016 (B) dan 2017 15 Februari 2017 B
2018 dan 2019 27 Juni 2018 C
A 10 November 2020 D
B 10 Maret 2022 E
C, D & E 8 Juli 2024
(bersama dengan pileg & pilpres)
Posisi 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Tipe Presiden (Juli & September)
DPD&DPR (April)
Kepala Daerah (Desember) Tidak Kepala Daerah (Februari) Kepala Daerah (Juni) Presiden (September)
DPD & DPR (Juli)
Presiden dan wakil presiden Ya Tidak Ya
DPD
DPR
Gubernur dan wakil gubernur Riau, Lampung, Jatim, Maluku, Malut Sumbar, Jambi, Bengkulu, Kepri, Kalteng, Kaltim, Sulut, Kaltara Tidak Sulteng, Sulbar, Gorontalo, Pabar, Aceh, Jakarta, Babel, Banten Kalbar, Sultra, Sulsel, Papua, Jabar, NTT, Jateng, Bali, NTB, Kaltim, Jatim, Maluku, Malut, Sumsel, Lampung, Riau, Sumut Tidak
Wali kota/Bupati dan wakil wali kota/bupati Variasi Variasi

Keterangan:

  • Mahkamah Konstitusi memutuskan pemilihan umum untuk semua jenis digelar serentak pada tahun 2019 nanti pilkada setiap tahun yang bervariasi.

Komponen sistem pemilu [2]

Pemilu Terbuka/tertutup Distrik/proporsional/campuran
1955 tertutup proporsional
1971
1977
1982
1987
1992
1997
1999
2004 terbuka campuran
2009
2014

Penetapan hasil pemilu

Pemilihan Putaran pertama Putaran kedua Keterangan
Presiden dan wakil presiden Minimal 50% Minimal 50% syarat calon diajukan dimana partai politik memilki batas ambang 20% kursi parlemen atau 25% suara sah
Kepala daerah dan wakil kepala daerah Minimal 30%
DPR Suara terbanyak
(batas ambang 4%)
n/a
DPRD Suara terbanyak
DPD

Jumlah kepimpinan yang dipilih rakyat

Pemilihan Total
Presiden 2
Gubernur 64
Wali kota/Bupati 1022
DPR 560
DPRD 100 per kabupaten/kota
DPD 4 per provinsi
DPRA 70
DPRP 50

Hasil pemilihan umum Dewan Perwakilan Rakyat

Tahun Jumlah kursi yang disediakan Pemenang Tempat kedua Tempat ketiga
Partai politik Jumlah kursi (dalam persen) Partai politik Jumlah kursi (dalam persen) Partai politik Jumlah kursi (dalam persen)
1955 257 PNI 57 (22.17%) Masyumi 57 (22.17%) NU 45 (17.51%)
1971 360 Golkar 360 (65.55%) NU 56 (21.79%) Parmusi 24 (9.33%)
1977 Golkar 232 (64.44%) PPP 99 (38.52%) PDI 29 (8.05%)
1982 Golkar 242 (67.22%) PPP 94 (26.11%) PDI 24 (6.66%)
1987 400 Golkar 299 (74.75%) PPP 61 (15.25%) PDI 40 (10%)
1992 Golkar 282 (70.5%) PPP 62 (15.5%) PDI 56 (14%)
1997 425 Golkar 325 (76.47%) PPP 89 (22.25%) PDI 11 (2.75%)
1999 462 PDIP 153 (33.12%) Golkar 120 (25.97%) PPP 58 (12.55%)
2004 550 Golkar 128 (23.27%) PDIP 109 (19.82%) PPP 58 (10.55%)
2009 560 Demokrat 150 (26.79%) Golkar 107 (19.11%) PDIP 95 (16.96%)
2014 PDIP 109 (19.5%) Golkar 91 (16.3%) Gerindra 73 (13%)

Jumlah partai politik di Indonesia

Tahun Jumlah
1955 tidak terbatas
1971 10
1977 3
1982
1987
1992
1997
1999 48
2004 24
2009 38 + 6 lokal Aceh
2014 12 + 3 lokal Aceh
2019 16 + 4 lokal Aceh

Pemilihan umum anggota lembaga legislatif

Sepanjang sejarah Indonesia, telah diselenggarakan 11 kali pemilu anggota lembaga legislatif yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, dan 2014.

Pemilu 1955

Pemilu pertama dilangsungkan pada tahun 1955 dan bertujuan untuk memilih anggota-anggota DPR dan Konstituante. Pemilu ini seringkali disebut dengan Pemilu 1955, dan dipersiapkan di bawah pemerintahan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo. Namun, Ali Sastroamidjojo mengundurkan diri dan pada saat pemungutan suara, kepala pemerintahan telah dipegang oleh Perdana Menteri Burhanuddin Harahap.

Sesuai tujuannya, Pemilu 1955 ini dibagi menjadi dua tahap, yaitu:

  • Tahap pertama adalah Pemilu untuk memilih anggota DPR. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955, dan diikuti oleh 29 partai politik dan individu,
  • Tahap kedua adalah Pemilu untuk memilih anggota Konstituante. Tahap ini diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955.

Lima besar dalam Pemilu ini adalah Partai Nasional Indonesia, Masyumi, Nahdlatul Ulama, Partai Komunis Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.

Pemilu 1971

Pemilu berikutnya diselenggarakan pada tahun 1971, tepatnya pada tanggal 5 Juli 1971. Pemilu ini adalah Pemilu pertama setelah orde baru, dan diikuti oleh 9 Partai politik dan 1 organisasi masyarakat.

Lima besar dalam Pemilu ini adalah Golongan Karya, Nahdlatul Ulama, Parmusi, Partai Nasional Indonesia, dan Partai Syarikat Islam Indonesia.

Pada tahun 1975, melalui Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar, diadakanlah fusi (penggabungan) partai-partai politik, menjadi hanya dua partai politik (yaitu Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia) dan satu Golongan Karya.

Pemilu 1977-1997

Pemilu-Pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu-Pemilu ini diselenggarakan di bawah pemerintahan Presiden Soeharto. Pemilu-Pemilu ini seringkali disebut dengan "Pemilu Orde Baru". Sesuai peraturan Fusi Partai Politik tahun 1975, Pemilu-Pemilu tersebut hanya diikuti dua partai politik dan satu Golongan Karya. Pemilu-Pemilu tersebut kesemuanya dimenangkan oleh Golongan Karya.

Pemilu 1999

Pemilu berikutnya, sekaligus Pemilu pertama setelah runtuhnya orde baru, yaitu Pemilu 1999 dilangsungkan pada tahun 1999 (tepatnya pada tanggal 7 Juni 1999) di bawah pemerintahan Presiden BJ Habibie dan diikuti oleh 48 partai politik.

Lima besar Pemilu 1999 adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional.

Walaupun Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meraih suara terbanyak (dengan perolehan suara sekitar 35 persen), yang diangkat menjadi presiden bukanlah calon dari partai itu, yaitu Megawati Soekarnoputri, melainkan dari Partai Kebangkitan Bangsa, yaitu Abdurrahman Wahid (Pada saat itu, Megawati hanya menjadi calon presiden). Hal ini dimungkinkan untuk terjadi karena Pemilu 1999 hanya bertujuan untuk memilih anggota MPR, DPR, dan DPRD, sementara pemilihan presiden dan wakilnya dilakukan oleh anggota MPR.

Pemilu 2004

Pada Pemilu 2004, selain memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, rakyat juga dapat memilih anggota DPD, suatu lembaga perwakilan baru yang ditujukan untuk mewakili kepentingan daerah.

Pemilu 2009

Pemilu 2014

Pemilihan umum presiden dan wakil presiden

Pemilihan umum presiden dan wakil presiden (pilpres) pertama kali diadakan dalam Pemilu 2004.

Pemilu 2004

Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden pilihan mereka. Pemenang Pilpres 2004 adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Pilpres ini dilangsungkan dalam dua putaran, karena tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara lebih dari 50%. Putaran kedua digunakan untuk memilih presiden yang diwarnai persaingan antara Yudhoyono dan Megawati yang akhirnya dimenangi oleh pasangan Yudhoyono-Jusuf Kalla.

Pemilu 2009

Pilpres 2009 diselenggarakan pada 8 Juli 2009. Pasangan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan memperoleh suara 60,80%, mengalahkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto dan Muhammad Jusuf Kalla-Wiranto.

Pemilu 2014

Pilpres 2014 diselenggarakan pada 9 Juli 2014. Pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla berhasil menjadi pemenang dalam satu putaran langsung dengan suara sebesar 53,15%, mengungguli pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah

Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah (pilkada) menjadi bagian dari rezim pemilu sejak 2007. Pilkada pertama di Indonesia adalah Pilkada Kabupaten Kutai Kartanegara pada 1 Juni 2005.

Lihat pula

Referensi

Pranala luar