Ibu kota Indonesia
Secara konstitusional, Jakarta ditetapkan sebagai ibu kota Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1964. Jakarta telah menjadi pusat pemerintahan sejak masih bernama Batavia pada masa Hindia Belanda. Pada awal abad ke-20 ada upaya oleh Pemerintahan Hindia Belanda untuk mengubah lokasi ibu kota dari Batavia ke Bandung, walaupun gagal karena Depresi Besar dan Perang Dunia II.[1] Setelah menjadi wacana selama puluhan tahun, Presiden Joko Widodo mengumumkan pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan pada tahun 2019.
Garis waktu
Tanggal | Ibu kota | Catatan |
---|---|---|
17 Agustus 1945 | Jakarta | Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta. Sejak saat itu, Jakarta menjadi ibu kota Republik Indonesia secara de facto. |
4 Januari 1946 | Yogyakarta | Jakarta diduduki oleh Netherlands Indies Civil Administration (NICA) sehingga ibu kota negara harus dipindahkan ke Yogyakarta. Pemerintah Republik Indonesia melakukan pemindahan secara diam-diam pada tengah malam dengan menggunakan kereta api. |
19 Desember 1948 | Bukittinggi | Yogyakarta diserang oleh pasukan militer Belanda dalam Agresi Militer Belanda II, sehingga Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta ditangkap dan diasingkan di Pulau Bangka. Sjafruddin Prawiranegara mendapat amanat untuk membentuk pemerintahan darurat di Bukittinggi yang dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI). |
6 Juli 1949 | Yogyakarta | Soekarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke Yogyakarta. Sjafruddin Prawiranegara mengembalikan amanat pemerintahan negara dan membubarkan PDRI secara resmi pada 13 Juli 1949. Yogyakarta kemudian menjadi ibu kota Republik Indonesia, yang merupakan negara bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS) yang dibentuk pada 27 Desember 1949. |
17 Agustus 1949 | Jakarta | RIS dibubarkan dan Jakarta kembali menjadi ibu kota Republik Indonesia secara de facto. |
28 Agustus 1961 | Jakarta secara de jure menjadi ibu kota Indonesia dengan keluarnya Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 1961. Status sebagai ibu kota negara tersebut diperkuat melalui Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1964. | |
16 Agustus 2019 | Presiden Joko Widodo secara formal mengumumkan pemindahan ibu kota ke Sumatera saat pidato kenegaraan dalam Sidang Bersama DPD-DPR di Kompleks Parlemen. |
Yogyakarta sebagai ibu kota
Pada awal tahun 1947 situasi keamanan di ibu kota Republik Indonesia di Jakarta sangat tidak aman. Pasukan Sekutu (AFNEI, Allied Forces in Netherlands East Indies), yang diboncengi Belanda dengan nama NICA (Netherlands Indies Civil Administration) mulai melakukan razia-razia dan penangkapan atas pejuang kemerdekaan Indonesia. Beberapa kali terjadi kontak senjata antara pejuang dengan pasukan Sekutu, terutama di daerah perbatasan kota, seperti Meester Cornelis (Jatinegara dan Bekasi), Pasar Minggu dan lain-lain. Penjarahan dan perampokan terjadi dimana-mana.
Pasukan Jepang pun masih belum ditarik sepenuhnya, justru diminta mendukung operasi pengamanan ibu kota tersebut. Belum lagi muncul beberapa konflik antar pemimpin perjuangan. Bahkan terjadi beberapa kali upaya penculikan dan pembunuhan atas Presiden Soekarno dan pejabat tinggi pemerintah RI lainnya, baik oleh pasukan NICA maupun laskar-laskar rakyat yang tidak sepenuhnya tunduk kepada pemerintahan baru. Pada 2 Januari 1946, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Pakualam VIII mengirimkan surat melalui kurir yang mempersilakan apabila pemerintah RI bersedia memindahkan ibu kota RI ke Yogyakarta atas jaminan mereka berdua. Tawaran ini pun segera disambut baik oleh Bung Karno dan kawan-kawan yang segera membahas persiapannya keesokan harinya dalam sidang kabinet tertutup.[2]
Operasi Rahasia Pemindahan Ibu kota dengan Kereta Api
Mengingat seluruh penjuru kota telah diawasi ketat oleh pasukan NICA dan Sekutu, maka dipikirkanlah cara paling aman untuk melakukan proses evakuasi tersebut. Akhirnya dipilihlah transportasi Kereta Api, mengingat jalur-jalur keretalah yang masih dianggap relatif aman. Jalur yang dilalui: Pegangsaan Timur - Manggarai - Jatinegara - Bekasi - Cikampek - Cirebon - Purwokerto - Kroya - Kutoarjo - Yogyakarta. "Kita akan memindahkan ibu kota besok malam. Tidak ada seorang pun dari saudara boleh membawa harta benda. Aku juga tidak," kata Soekarno seperti ditulis Cindy Adams dalam biografi Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat Indonesia[3]. Maka disusun satu rencana nekat. Pada tanggal 3 Januari 1946 jelang tengah malam, sebuah gerbong kereta yang ditarik dengan lokomotif uap C.2809 buatan Henschel (Jerman) dan dimatikan lampunya berhenti di belakang rumah Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur 56 (Menteng) yang terletak di pinggir rel KA antara Stasiun Manggarai dan Gambir. Diharapkan, tentara Sekutu/NICA akan menyangka kereta tersebut hanyalah kereta biasa yang langsir menuju stasiun Manggarai.
"Dengan diam-diam, tanpa bernapas sedikit pun, kami menyusup ke gerbong. Orang-orang NICA menyangka gerbong itu kosong," kata Soekarno menggambarkan ketegangan saat itu. "Seandainya kami ketahuan, seluruh negara dapat dihancurkan dengan satu granat. Dan kami sesungguhnya tidak berhenti berpikir apakah pekerjaan itu akan berlangsung dengan aman. Sudah tentu tidak. Tetapi republik dilahirkan dengan risiko. Setiap gerakan revolusioner menghendaki keberanian." Maka tanggal 4 Januari 1946 dini hari, kereta api tersebut membawa Bung Karno dan rombongan ke Yogyakarta di malam buta. Semua penumpang diliputi ketegangan. Alhamdulillah rombongan tersebut berhasil mencapai kota Yogyakarta dengan selamat. Pengelolaan dan pengendalian keamanan kota Jakarta selanjutnya diserahkan kepada Panglima Divisi Siliwangi, Letnan Kolonel Daan Jahja, yang merangkap sebagai Gubernur Militer Kota Jakarta.
Tiba di Yogyakarta
Setiba di Stasiun Tugu, rombongan dijemput langsung oleh Sri Sultan Hamengkubuwana IX, Sri Pakualam VIII, Panglima TKR Jenderal Soedirman, para pejabat tinggi negara yang sudah lebih dahulu berada di Yogyakarta dan segenap rakyat kawula Yogyakarta. Mereka berarak-arakan menuju Gedung Agung melewati Jalan Malioboro. Kegiatan roda pemerintahan harus segera berjalan. Hal ini akan lebih mudah dilakukan di Yogyakarta karena tata pemerintahan di Yogyakarta saat itu telah terkoordinasi dan tertata dengan rapi. Hal ini belum tentu bisa dilakukan di daerah lain karena saat itu kondisi di daerah lain belum sebaik dan seaman situasi kota Yogyakarta.
Kraton Yogyakarta juga menanggung biaya operasional para pejabat RI selama berada di Yogyakarta. Kas Negara RI saat itu dalam kondisi sangat buruk, bahkan boleh dikatakan sedang kosong. Untuk pembiayaan ini, jumlah yang dikeluarkan oleh kas Kraton diperkirakan mencapai 6 juta gulden. Jumlah uang yang tidak sedikit pada waktu itu. Dengan modal itu, pemerintahan RI yang masih sangat belia bisa terus menjalankan roda pemerintahannya.
Istana Kepresidenan yang berlokasi di Gedung Agung yang ditinggalkan Jepang tidak memiliki perabotan dan peralatan rumah tangga yang memadai, maka Kraton Yogyakarta dan Puro Pakualaman menyediakan berbagai perabotan dan peralatan secara lengkap, agar kegiatan pemerintahan bisa berjalan semestinya. Selain itu, pihak Kraton Yogyakarta dan Pura Pakualaman juga memberikan tempat penginapan kepada segenap jajaran pejabat tinggi dari Jakarta yang ikut hijrah ke Yogyakarta. Mereka ada yang tinggal di lingkungan Kraton Yogyakarta dan Puro Pakualaman, selain di rumah-rumah penduduk. Hal ini juga diikuti rakyat Yogyakarta dengan menyumbangkan tenaga, makanan dan harta benda.
Kembali ke Jakarta
Dan selanjutnya roda pemerintahan RI pun kembali normal hingga datangnya serbuan pasukan Belanda pada Agresi Militer II 19 Desember 1948, dimana seluruh pemimpin Republik ditangkap Belanda dan diasingkan ke berbagai tempat. Sehingga pemerintah Republik terpaksa membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dipimpin Mr. Sjafroedin Prawiranegara di Sumatra Barat. Ibu kota RI baru kembali ke Yogyakarta pada 6 Juli 1949 dan kemudian ke Jakarta pada 17 Agustus 1950 setelah Republik Indonesia Serikat (RIS) membubarkan diri dan kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Usulan pemindahan ibu kota
Usulan pemindahan ibu kota Indonesia dari Jakarta ke lokasi lainnya telah didiskusikan sejak kepresidenan Soekarno hingga Susilo Bambang Yudhoyono. Presiden Yudhoyono mendukung ide untuk membuat pusat politik dan administrasi Indonesia yang baru, karena masalah lingkungan dan overpopulasi Jakarta.[4][5]
Ada tiga pendapat utama tentang proposal ini:[6]
- Pindahkan ibu kota resmi, seperti cara Brasil memindahkan ibu kotanya dari Rio de Janeiro ke Brasilia
- Pisahkan pusat administratif dan Jakarta masih ditetapkan sebagai ibu kota resmi, seperti Malaysia memindahkan pusat pemerintahan federal administratifnya ke Putrajaya
- Jakarta masih tetap sebagai ibu kota dan pusat administrasi, sebagaimana Tokyo yang tetap menjadi pusat pemerintahan dan ekonomi Jepang.
Usulan ibu kota di luar Pulau Jawa
Jika pilihan pertama diluluskan, yaitu membangun ibu kota baru jauh dari Jakarta, maka pulau Kalimantan dianggap sebagai lokasi yang tepat. Pulau ini jauh dari daerah batas konvergen tektonik, artinya relatif aman dari ancaman gempa bumi dan letusan gunung berapi. Di Kalimantan, penempatan ibu kota baru diusulkan berlokasi di bagian selatan agak ke timur.[7] Selain itu ada pula usulan untuk memindahkan ibu kota ke Kawasan timur Indonesia.[8] Calon ibu kota baru yang diusulkan adalah:
- Taman Hutan Raya Bukit Soeharto Kalimantan Timur. Rencana pemindahan ibu kota Indonesia ke Bukit Soeharto tak lepas dari kunjungan Presiden Joko Widodo ke bukit ini pada 7 Mei 2019.[9]
- Palangkaraya, Kalimantan Tengah. Sejak ditetapkan sebagai ibu kota Kalimantan Tengah pada 1957, disebut-sebut bahwa presiden pertama Indonesia, Soekarno, merencanakan untuk mengembangkan dan membangun Palangkaraya sebagai ibu kota masa depan Indonesia. Palangkaraya jauh lebih luas daripada Jakarta dan tidak seperti kota-kota di pulau Jawa, Palangkaraya relatif aman dari gempa bumi dan letusan gunung berapi.[10][11][12][13] Pada tahun 2017, Presiden RI ketujuh, Joko Widodo kembali mengusulkan pemindahan ibu kota ke kota ini.[14][15][16]
- Kota Merdeka, Kalimantan Tengah. Kota rencana ini adalah kota buatan baru yang terletak di sebelah utara Pangkalan Bun, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah.[17]
- Banjarmasin atau daerah di Kalimantan Selatan agak ke timur yaitu Tanah Bumbu dan Kotabaru. Dibandingkan Palangkaraya, Banjarmasin terletak lebih ke tengah negara, dan memiliki akses lebih baik ke pesisir Laut Jawa dan tidak jauh dari Selat Makassar serta memiliki infrastruktur yang lebih baik.[10][18][19][20][21][22][23][23][24][25][26][27][28][28][29][30][31][32][33][34][35][36][37][38][39][40][41][42][43][44][45][46][47][48]
- Pontianak, Kalimantan Barat.[10][49] Terletak tepat di khatulistiwa dan berlokasi strategis di tepi Selat Karimata dan Laut Natuna Utara, serta dalam kawasan yang sama dengan ibu kota ASEAN lain seperti Singapura, Kuala Lumpur, dan Bandar Seri Begawan. Meskipun berlokasi strategis, lokasi ini dikritik terlalu dekat dengan perbatasan Malaysia di Sarawak, dan dekat kawasan konflik sengketa Laut Natuna Utara.
- Balikpapan atau Samarinda, Kalimantan timur. Lokasi yang diusulkan menjadi ibu kota baru Indonesia di Kalimantan Timur adalah kawasan di antara kota Balikpapan dan Samarinda. Menurut Gubernur Kalimantan Timur, Awang Faroek Ishak, Kalimantan Timur memenuhi dan memiliki semua persyaratan untuk menjadi ibu kota baru Indonesia. Kawasan ini terletak tepat di tengah-tengah Indonesia, tepat di tepian Selat Makassar yang menjadi di Alur Laut Kepulauan Indonesia II yang menghubungkan Indonesia dengan Filipina, Tiongkok, Jepang, dan Australia. Selain itu sebagai provinsi kaya sumber daya alam, terutama minyak dan gas bumi, Kalimantan Timur memiliki modal untuk membangun infrastruktur yang unggul.[50][51][52][53]
- Palembang, Sumatra Selatan. Kota bersejarah bekas ibu kota kemaharajaan Sriwijaya ini memiliki makna simbolis historis; kembalinya kejayaan bahari masa lampau Nusantara. Keunggulannya antara lain berlokasi di kawasan yang strategis, dekat dengan ibu kota negara ASEAN lain seperti Singapura dan Kuala Lumpur.[54][55]
- Mamuju, Sulawesi Barat. Wapres Jusuf Kalla mengusulkan kota ini menjadi ibu kota karena letaknya berada di tengah tengah Indonesia. Kota ini terbilang strategis karena kota ini terletak di tengah tengah Indonesia, di ujung barat pulau Sulawesi, dan tepat di tepian Selat Makassar[56]
- Lampung juga mengajukan diri untuk menjadi Ibu Kota Negara. Lokasi yang strategis diujung sumatera menjadi alasan utama pengajuan Provinsi Lampung sebagai pengganti DKI Jakarta. Hasil kajian ilmiah 34 narasumber pada FGD Emersia 15 Agustus dan FGD ITERA 3 Oktober 2017 yang telah diserahkan langsung melalui tangan inisiator Panja FGD DKI Lampung Andi Desfiandi ke Menteri Bambang.[57]
Usulan pusat pemerintahan baru yang dekat dengan Jakarta
Jika Jakarta tetap dipertahankan sebagai ibu kota resmi negara, sementara pusat administrasi dipindahkan ke lokasi lain yang tidak terlalu jauh dari Jakarta, maka lokasi yang diusulkan antara lain:
- Jonggol, Jawa Barat.[58] Digadang-gadang sebagai alternatif paling realistis untuk memindahkan ibu kota, Jonggol terletak hanya 40 kilometer di sebelah tenggara Jakarta. Rencana ini sudah didengungkan sejak masa pemerintahan presiden Soeharto.[58] Jonggol terletak di provinsi Jawa Barat, tetangga DKI Jakarta.
- Karawang, Jawa Barat,[59] terletak hanya 60 kilometer di sebelah timur Jakarta.[59]
- Kertajati, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Berjarak sekitar 200 kilometer di sebelah timur Jakarta, dan 40 kilometer sebelah barat kota Cirebon. Ibu kota baru ini akan terhubung dengan Bandar Udara Internasional Kertajati, jejaring kereta api pulau Jawa, dan Jalan Tol Trans Jawa.[60]
- Maja, Kabupaten Lebak, Banten. Berjarak sekitar 60 kilometer di sebelah barat Jakarta. Sebagian besar tanah di kecamatan Maja dimiliki oleh pemerintah, yaitu Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), sehingga pembebasan lahan dipermudah.[61]
- Pulau reklamasi baru di Teluk Jakarta, Jakarta Utara. Rencana ini sebenarnya tidak memindahkan ibu kota negara dari Jakarta, tetapi hanya menambahkan lahan di utara Jakarta dengan cara mereklamasi laut di Teluk Jakarta dan menciptakan pulau baru. Pada 2013, Joko Widodo, kala itu menjabat sebagai gubernur Jakarta, pernah mengusulkan untuk memindahkan pusat pemerintahan negara ke pulau baru hasil reklamasi yang direncanakan akan dibangun di teluk Jakarta. Rencana ini sejalan dengan wacana National Capital Integrated Coastal Development (Pembangunan Terpadu Pesisir Ibu Kota Negara); pusat pemerintahan akan ditempatkan di pulau reklamasi berbentuk seperti burung Garuda.[62]
Pemindahan ibu kota ke Sumatra
Melaui rapat terbatas pemerintah pada tanggal 29 April 2019, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk memindahkan ibu kota negara ke luar Pulau Jawa.[63] Pemindahan ibu kota ini tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024.[64]
Referensi
- ^ Dino Fanara (2006). Angel of the East Indies: Biography of the Van Dooremolen Family. iUniverse. hlm. 55. ISBN 9780595860449.
- ^ Wiharyanto, A.K. 2009. Sejarah Indonesia Baru II. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma
- ^ Adams, C. 1965. Bung Karno, Penyambung Lidah Rakyat
- ^ Center, PT. Indonesia News. "Read Inilah.com - Telinga, Mata, dan Hati Rakyat - Berita Terkini". inilahcom. Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ SBY: Mari Lanjutkan Ide Membangun Ibu kota Baru - news.okezone.com
- ^ VIVAnews - Pendapat Tujuh Pakar Soal Pemindahan Ibu kota
- ^ Pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan
- ^ Febiana, Fanny. "Ketua DPD: Idealnya Ibu Kota di Indonesia Timur". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ "Fakta Bukit Soeharto calon ibukota baru Indonesia". Diakses tanggal 9 Mei 2019.
- ^ a b c "Kota-kota yang Diusulkan Jadi Ibukota - koran terbaru – berita seputar indonesia". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ "Palangkaraya Sering Disebut Tempat Pengganti Ibu Kota Negara - Banjarmasin Post". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ Taufik, Mohamad. "Sampai di mana tim pemindahan ibu kota bekerja? - merdeka.com". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ "Kalau Tak Ada G30S 1965 Ibukota Jakarta Sudah Pindah ke Palangkaraya - Banjarmasin Post". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ "4 Alasan Presiden Jokowi pindahkan ibu kota ke Palangkaraya - merdeka.com". m.merdeka.com. Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ Liputan6.com. "Mendagri: Belum Ada Pembicaraan Ibu Kota Pindah ke Kalteng". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ Taufiqqurahman, Muhammad. "Ini Alasan Ibu Kota RI Harus Pindah dan 3 Calon Lokasinya". detikfinance. Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ "Pangkalan Bun Dan Sampit Cocok Jadi Ibu Kota Negara". Borneo News (dalam bahasa Indonesian). 31 March 2015.
- ^ developer, metrotvnews. "Kumpulan Berita Harian News `Sabtu, 16 Desember 2017`". www.metrotvnews.com. Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ http://www.visi2033.or.id/pemindahan.pdf
- ^ "VISI INDONESIA 2033 - News: Tim Visi Indonesia: Ibukota Butuh Kota Baru". www.visi2033.or.id. Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ "BANJARMASIN MENJADI IBUKOTA NEGARA". www.muchtarpakpahan.com. Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ "Kalsel Siap Jadi Ibu Kota Negara". 29 Juni 2013. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Juni 2013. Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ a b "Kotabaru-Tanbu Layak Ibu Kota - Banjarmasin Post". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ http://www.rmol.co/read/2017/04/15/287785/Tjahjo-Kumolo:-Presiden-Serius-Berencana-Pindahkan-Ibu-Kota-Negara,-Waktunya-Belum-Pasti-
- ^ http://mediaindonesia.com/news/read/104781/kalsel-diwacanakan-jadi-ibu-kota-negara/2017-05-15
- ^ "Kalimantan Selatan Alternatif Ibu Kota Negara". 16 Mei 2017. Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ prokal.co. "Presiden Jokowi Wacanakan Kalsel Ibukota Indonesia - Radar Banjarmasin". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ a b JPNN.com. "Ingin Jadikan Kalsel Ibu Kota, Jokowi Minta Lahan 300 Ribu Hektare". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ "PDA Library". www.pda.or.id. Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ "Gatra.Com". arsip.gatra.com. Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ Sutardi, Derry. "Jokowi Minta Lahan 300 Ribu Hektare di Kalsel Untuk Ibu Kota". radarpena.com. Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ http://epaper.banjarmasinpost.co.id/
- ^ "Jokowi Belum Putuskan Ibu Kota RI, Kalsel Usulkan 2 Kota Ini - Banjarmasin Post". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ "Kalimantan Selatan Alternatif Ibu Kota Negara". 16 Mei 2017. Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ "Siap Jadi Ibukota Negara, Kalsel Sediakan 300 Ribu Hektare Lahan – Radar Luwu Raya". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ Agency, ANTARA News. "Tim Setneg Kunjungi Tanbu Terkait Pemindahan Ibukota - ANTARA News Kalimantan Selatan". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ Agency, ANTARA News. "Tim Setneg Kunjungi Tanbu Terkait Pemindahan Ibukota - ANTARA News Kalimantan Selatan". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ "Wacana Pemindahan Ibukota Negara, Tim Setneg dan Kemendagri Datangi Kalsel". rri.co.id. Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ prokal.co. "Gubernur Ingin Temui Mensesneg, Usulkan Kalsel jadi Ibukota Negara - Radar Banjarmasin". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ developer, metrotvnews. "Terkait Pemindahan Ibu Kota, Tim Setneg Bakal Kunjungi Tanah Bumbu". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ setiawan, Kodrat. "Pemindahan Ibu Kota, Kalsel Tawarkan Tanah Bumbu dan Kotabaru". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ "Hari ini, Rombongan SetNeg Ri Tiba di Batulicin - Banjarmasin Post". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ "Tim Setneg Ambil Data Tanah Bumbu". 13 Juli 2017. Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ Suara.com. "Tim Setneg Tinjau Tanah Bumbu terkait Pemindahan Ibu Kota Negara". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ "Besok, Tim dari Setneg RI Tinjau Kawasan Batulicin yang Jadi Alternatif Ibukota RI - Banjarmasin Post". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ http://simpul.id/story/258537/selain-kalimantan-tengah-kalimantan-selatan-siap-jadi-ibu-kota
- ^ https://economy.okezone.com/read/2017/07/25/320/1743717/soal-pemindahan-ibu-kota-menteri-pupr-kota-baru-bukan-palangkaraya?utm_source=br&utm_medium=referral&utm_campaign=news
- ^ https://news.okezone.com/read/2017/12/13/340/1829855/mengenal-kotabaru-kalsel-bakal-calon-ibu-kota-ri-yang-baru
- ^ Elin Yunita Kristanti (28 July 2010). "Aria Bima Pilih Pontianak Gantikan Jakarta, Kata dia, Pontianak berada di tengah wilayah RI, paku buminya Indonesia". Viva (dalam bahasa Indonesian).
- ^ antaranews.com. "Gubernur: Kaltim siap menjadi ibukota negara - ANTARA News". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ "Kaltim Siap Gantikan Jakarta Jadi Ibu Kota - Republika Online". 27 Oktober 2013. Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ "Kaltim Siap Menjadi Ibu Kota Negara - Banjarmasin Post". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ https://nasional.tempo.co/read/889516/tiga-provinsi-alternatif-calon-ibu-kota-negara
- ^ Palembang Ikut Diusulkan Jadi Pengganti Jakarta, Detik.com
- ^ "Tak Hanya Palangkaraya, Dahulu Inilah Beberapa Kandidat Calon Ibu Kota Indonesia". 21 Maret 2017. Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ "Jusuf Kalla Sebut Mamuju Jadi Titik Tengahnya Indonesia - Tribunnews.com". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ Lampung.co (Rabu, 25 Juli 2018) - Keputusan Pemindahan Ibu Kota Negara Setelah Pilpres 2019, Bagaimana Persiapan Lampung?
- ^ a b Tempointeraktif.Com - Pemindahan Ibu Kota ke Jonggol Lebih Realistis
- ^ a b VIVA, PT. VIVA MEDIA BARU - (5 Agustus 2010). "Pakar ITB: Jonggol & Karawang Bukan Jawaban - VIVA". Diakses tanggal 16 Desember 2017.
- ^ "Kertajati, Usulan Terkini Ibu Kota Baru". Republika (dalam bahasa Indonesian). 20 January 2013. Diakses tanggal 11 November 2014.
- ^ "Lebak Diusulkan Calon Ibu Kota RI". Warta Kota (dalam bahasa Indonesian). 30 January 2013.
- ^ Hery H Winarno (20 April 2016). "Cerita Jokowi ingin pindahkan Ibu Kota di pulau reklamasi". Merdeka (dalam bahasa Indonesian).
- ^ https://nasional.kompas.com/read/2019/04/29/15384561/kepala-bappenas-presiden-setuju-ibu-kota-negara-dipindah-ke-luar-jawa
- ^ https://money.kompas.com/read/2019/05/09/184859926/kepala-bappenas-pemindahan-ibu-kota-masuk-rpjmn-2020-2024