Kesultanan Jambi
Kesultanan Jambi | |||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
1615–1904 | |||||||||||||
Ibu kota | Tanah Pilih (sekarang Kota Jambi) | ||||||||||||
Bahasa yang umum digunakan | Melayu, Melayu Jambi | ||||||||||||
Agama | Islam | ||||||||||||
Pemerintahan | Monarki Kesultanan | ||||||||||||
Sultan | |||||||||||||
• 1615–1643 | Pangeran Kedah gelar Sultan Abdul Kahar | ||||||||||||
• 1900–1904 | Sultan Thaha Syaifuddin | ||||||||||||
Sejarah | |||||||||||||
• Didirikan | 1615 | ||||||||||||
• dibubarkan Belanda | 1904 | ||||||||||||
| |||||||||||||
Bagian dari seri mengenai |
---|
Sejarah Indonesia |
Garis waktu |
Portal Indonesia |
Kesultanan Jambi adalah sebuah kerajaan Melayu Islam yang pernah berdiri di provinsi Jambi, Indonesia.[1][2][3] Kesultanan ini sebelumnya bernama kerajaan Melayu Jambi yang didirikan oleh Datuk Paduko Berhalo bersama istrinya, Putri Selaras Pinang Masak di Kota Jambi pada tahun 1460.[4][5] Dalam perkembangannya, kerajaan ini pada tahun 1615 berubah menjadi Kesultanan Jambi dengan sultan pertamanya Pangeran Kedah bergelar Sultan Abdul Kahar. Kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1906 dengan sultan terakhirnya Sultan Thaha Syaifuddin.[6][7]
Sejarah
Wilayah Jambi dulunya merupakan wilayah Kerajaan Melayu, dan kemudian menjadi bagian dari pendudukan wilayah Sriwijaya yang berpusat di Palembang. Pada akhir abad ke-14 Jambi merupakan vasal Majapahit, dan pengaruh Jawa masih terus mewarnai kesultanan Jambi selama abad ke-17 dan ke-18.
Berdirinya kesultanan Jambi bersamaan dengan bangkitnya Islam di wilayah Jambi. Pada 1616 Jambi merupakan pelabuhan terkaya kedua di Sumatra setelah Aceh,[butuh rujukan] dan pada 1670 kerajaan ini sebanding dengan tetangga-tetangganya seperti Johor dan Palembang.[butuh rujukan] Namun kejayaan Jambi tidak berumur panjang. Tahun 1680-an Jambi kehilangan kedudukan sebagai pelabuhan lada utama, setelah perang dengan Johor dan konflik internal.
Setelah Istana Tanah Pilih Kota Jambi di hancurkan Belanda, dan Sultan Thaha mundur ke pedalaman Jambi. Oleh kerabat orang kerajaan Jambi dipilih lah Pangeran Singkat Lengan menjadi Sultan menggantikan Thaha dengan gelar Sultan Ahmad Nazaruddin. Masa itu kesultanan Jambi masih mengendalikan Ibukota (Kota Jambi) namun Sultan Ahmad Nazaruddin tinggal di Dusun Tengah, tiga atau empat hari perjalanan dari Ibukota, di sebuah rumah sederhana dari papan.
Pada tahun 1903 Pangeran Ratu Martaningrat, keturunan Sultan Thaha, sultan yang terakhir, menyerah Belanda. Jambi digabungkan dengan keresidenan Palembang. Kesultanan Jambi resmi dibubarkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1906.
Geografi
Jambi berkembang di wilayah cekungan Batang Hari, sungai terpanjang di Sumatra. Sungai ini, dan anak-anak sungainya, seperti Batang Tembesi, Batang Tabir dan Batang Merangin, merupakan tulang punggung wilayah tersebut. Sungai Tungkal yang berbatasan dengan Indragiri memiliki cekungan tangkapan air sendiri. Sungai-sungai itu merupakan andalan transportasi utama Jambi.
Kependudukan
Penduduk Jambi relatif jarang. Pada 1852 jumlah penduduk diperkirakan hanya sebanyak 60.000 jiwa, dan Jambi Timur nyaris tidak berpenghuni. Etnis Melayu Jambi berdiam dipinggiran sungai Batang Hari dan Batang Tembesi. Orang Kubu menghuni hutan-hutan, sedangkan orang Batin mendiami wilayah Jambi Hulu. Pendatang dari Minangkabau disebut sebagi orang Penghulu, yang menyatakan tunduk pada orang-orang Batin.[butuh rujukan]
Pemerintahan
Kesultanan Jambi dipimpin oleh raja yang bergelar sultan. Raja ini dipilih dari perwakilan empat keluarga bangsawan (suku): suku Kraton, Kedipan, Perban dan Raja Empat Puluh. Selain memilih raja keempat suku tersebut juga memilih pangeran ratu, yang mengendalikan jalan pemerintahan sehari-hari.[butuh rujukan] Dalam menjalankan pemerintahan pangeran ratu dibantu oleh para menteri dan dewan penasihat yang anggotanya berasal dari keluarga bangsawan. Sultan berfungsi sebagai pemersatu dan mewakili negara bagi dunia luar.
Menurut R. Sahabuddin (1954) dalam buku Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jambi (1978/1979), pemerintahan di pusat Kesultanan Jambi dipimpin oleh seorang sultan yang dibantu oleh pangeran ratu (putra mahkota) yang memimpin Rapat Dua Belas. Rapat Dua Belas terdiri atas dua bagian:
- Kerapatan Patih Dalam (Dewan Menteri Dalam)
- Kerapatan Patih Luar (Dewan Menteri Luar)
Masing-masing kerapatan terdiri dari 6 orang, 1 orang ketua dan 5 orang anggota.
Kerapatan Patih Dalam diketuai oleh Putra Mahkota yang bergelar Pangeran Ratu dengan para anggota yang diberi gelar :
- Pangeran Adipati
- Pangeran Suryo Notokusumo
- Pangeran Jayadiningrat
- Pangeran Aryo Jayakusumo
- Pangeran Notomenggolo atau Pangeran Werokusumo
Kerapatan Patih Dalam pada hakekatnya merupakan Majelis Kerajaan (Rijksraad) yang berfungsi sebagai lembaga legislatif (DPR) pada masa sekarang.
Daftar penguasa
No | Periode | Foto | Nama Penguasa |
---|---|---|---|
1 | 1460 – 1480 | Datuk Paduko Berhalo/ Putri Selaras Pinang Masak | |
2 | 1480 – 1490 | Orang Kayo Pingai (Sayyid Ibrahim) | |
3 | 1490 – 1500 | Orang Kayo Kedataran (Sayyid Abdul Rahman) | |
4 | 1500 – 1515 | Orang Kayo Hitam (Sayyid Ahmad Kamil)[8][9] | |
5 | 1515 – 1540 | Pangeran Hilang diair (Panembahan Rantau Kapas) | |
6 | 1540 – 1565 | Panembahan Rengas Pandak | |
7 | 1565 – 1590 | Panembahan Bawah Sawo | |
8 | 1590 – 1615 | Panembahan Kota Baru | |
9 | 1615 – 1643 | Pangeran Kedah gelar Sultan Abdul Kahar | |
10 | 1643 – 1665 | Pangeran Depati Anom gelar Sultan Abdul Djafri (Sultan Agung) | |
11 | 1665 – 1690 | Raden Penulis gelar Sultan Abdul Mahji (Sultan Ingologo) | |
12 | 1690 – 1696 | Raden Tjakra Negara (Pangeran Depati) gelar Sultan Kiyai Gede | |
13 | 1696 – 1740 | Sultan Mochamad Syah | |
14 | 1740 – 1770 | Sultan Sri Ingologo | |
15 | 1770 – 1790 | Sultan Zainuddin gelar Sultan Anom Sri Ingologo | |
16 | 1790 – 1812 | Mas’ud Badaruddin gelar Sultan Ratu Sri Ingologo | |
17 | 1812 – 1833 | Sultan Mahmud Muhieddin gelar Sultan Agung Sri Ingologo | |
18 | 1833 – 1841 | Sultan Muhammad Fakhruddin bin Mahmud | |
19 | 1841 – 1855 | Sultan Abdul Rahman Nazaruddin bin Mahmud | |
20 | 1855 – 1858 | Sultan Thaha Syaifuddin bin Muhammad Fakhruddin[10] (pertama kali) | |
21 | 1858 – 1881 | Sultan Ahmad Nazaruddin bin Mahmud | |
22 | 1881 – 1885 | Sultan Muhammad Muhieddin bin Abdul Rahman | |
23 | 1885 – 1899 | Sultan Ahmad Zainul Abidin bin Muhammad | |
(20) | 1900 – 1904 | Sultan Thaha Syaifuddin bin Muhammad Fakhruddin[11] (kedua kali) | |
1906 | Dibubarkan Belanda | ||
24 | 2012 – 2021[12] | Sultan Abdurrachman Thaha Syaifuddin (Dinobatkan pada Tanggal 18 Maret 2012)[13] |
Galeri
-
Koin timah Pangeran Ratu Kesultanan Jambi dan bertuliskan "Sultan Ratu Pengiran Al-Qadim" dengan huruf Arab Melayu yang digunakan di wilayah Jambi dan Palembang (1804-1820).
-
Silsilah Raja-raja Jambi (dalam bahasa arab melayu).
-
Silsilah Raja-raja Jambi (dalam bahasa belanda).
-
Silsilah Raja-raja Jambi (dalam bahasa arab melayu).
-
Surat dari Sultan Jambi.
-
Hikayat negeri Jambi.
Referensi
- ^ Sejarah Kerajaan Islam di Sumatera Pada gramedia.com diakses 19 Juni 2021
- ^ Kerajaan Jambi, Kerajaan Islam yang dikhianati VOC Pada merdeka.com 24 Maret 2016
- ^ Kesultanan Jambi: Sejarah, Wilayah, Dan Perkembangan Pada dgraft.com 28 Desember 2020
- ^ Datuk Paduka Berhala Pangeran Turki Yang Mengislamkan Jambi Pada historyofcirebon 16 Oktober 2018
- ^ Datuk Paduka Berhala, Anak Raja Turki yang Persunting Putri Pinang Masak Pada melayupedia.com 30 Desember 2021
- ^ Sultan Thaha, Pejuang Jambi yang Tak Lelah Melawan Belanda Pada sindonews.com 6 Juli 2015
- ^ Thaha Syaifuddin: Masa Muda, Kepemimpinan, dan Akhir Hidup Pada kompas.com 14 Juni 2021
- ^ Orang Kayo Hitam, Penguasa Jambi yang Tak Bisa Ditaklukkan Raja Jawa Pada sindonews.com 29 Juni 2015.
- ^ Kisah Orang Kayo Hitam dan Keris Siginjai yang Melegenda, Hingga Terbunuhnya Pembuat Keris Sakti Pada tribunnews.com 2 Januari 2019.
- ^ Profil Pahlawan Nasional Sultan Thaha Syaifuddin di merdeka.com
- ^ Sultan Thaha, Melawan Belanda hingga Darah Penghabisan Pada koransulindo.com 21 Juli 2020
- ^ "Raden Abdurrahman, Cicit Sultan Thaha Meninggal Dunia dan Dimakamkan pada Makam Raja-raja". Tribunjambi.com. Diakses tanggal 2022-02-01.
- ^ Raden Abdurrahman Dinobatkan Sebagai Sultan Jambi Pada kerajaannusantara.com 19 Maret 2019
Pranala luar
- Akhir Masa Kesultanan Jambi Pada kajanglako.com 21 Februari 2018
- Menelusuri Jejak Islam di Nusantara dan Jambi Pada jamberita.com 21 Agustus 2020
- Para Raja se-Nusantara Diusulkan Sultan Jambi Abdurrahman Thaha Syaifuddin Diberi Gelar Pahlawan Nasional Pada republika 15 November 2015
- Sultan Melayu Jambi Mengadu ke PBB Pada republika 1 Agustus 2012
- https://jambi.tribunnews.com/2021/08/09/raden-abdurrahman-cucu-sultan-thaha-meninggal-dunia-dan-dimakamkan-pada-makam-raja-raja. 1 Februari 2022
Rujukan
- Elsbeth Locher-Schoten. Kesultanan Sumatra dan Negara Kolonial: Hubungan Jambi-Batavia (1830-1907) dan Bangkitnya Imperialisme Belanda
- (Inggris) Locher-Scholten, Elsbeth (2018). Sumatran Sultanate and Colonial State: Jambi and the Rise of Dutch Imperialism, 1830–1907. Cornell University Press. hlm. 38. ISBN 9781501719387.
- (Inggris) Gentle Janus, Merchant Prince pada Google Books
- (Inggris) Brown, Iem (2009). The Territories of Indonesia. London: Routledge. hlm. 268. ISBN 9781857432152.
- (Inggris) Janowski, Monica; Kerlogue, Fiona (2007). Kinship and Food in South East Asia. Copenhagen: NIAS Press. hlm. 68. ISBN 9788791114939.