Bahasa Lampung
Bahasa Lampung BPS: 0071 2
Cawa Lampung dan atau Cawo Lappung{[1] | |||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
Dituturkan di | Indonesia | ||||||||||||||||||
Wilayah | Lampung Sumatera Selatan Bengkulu Banten | ||||||||||||||||||
Etnis | Suku Lampung Suku Komering | ||||||||||||||||||
Penutur | 1,5 juta (2000)[a] | ||||||||||||||||||
| |||||||||||||||||||
Dialek | Api/Pesisir Nyo/Pepadun Komering | ||||||||||||||||||
Alfabet Latin Aksara Lampung | |||||||||||||||||||
Kode bahasa | |||||||||||||||||||
ISO 639-3 | Mencakup:ljp – Lampung Apiabl – Lampung Nyokge – Komering | ||||||||||||||||||
Glottolog | lamp1241 [3] | ||||||||||||||||||
BPS (2010) | 0071 2 | ||||||||||||||||||
| |||||||||||||||||||
Lokasi penuturan | |||||||||||||||||||
Ragam bahasa Lampung di Sumatra bagian selatan:
Lampung Api
Lampung Nyo
Komering | |||||||||||||||||||
Perkiraan persebaran penuturan bahasa ini. | |||||||||||||||||||
Koordinat jamak | |||||||||||||||||||
Artikel ini mengandung simbol fonetik IPA. Tanpa bantuan render yang baik, Anda akan melihat tanda tanya, kotak, atau simbol lain, bukan karakter Unicode. Untuk pengenalan mengenai simbol IPA, lihat Bantuan:IPA.
| |||||||||||||||||||
Portal Bahasa | |||||||||||||||||||
Bahasa Lampung atau rumpun bahasa Lampung adalah sebuah bahasa atau kelompok dialek Austronesia dengan jumlah penutur jati sekitar 5,19 juta, terutama dari kalangan suku Lampung beserta rumpunnya di selatan Sumatra, Indonesia. Terdapat dua atau tiga ragam bahasa Lampung, yaitu: Lampung Api (juga disebut Pesisir atau dialek A), Lampung Nyo (juga disebut Pepadun atau dialek O)[6], dan Komering. Ragam terakhir terkadang dianggap sebagai bagian dari Lampung Api, tetapi terkadang juga dianggap sebagai bahasa yang berdiri sendiri terpisah dari bahasa Lampung.
Meski bahasa Lampung memiliki jumlah penutur yang lumayan besar, bahasa ini merupakan bahasa minoritas di Provinsi Lampung sendiri. Kekhawatiran akan kebertahanan bahasa Lampung telah membuat pemerintah daerah setempat mengimplementasikan kebijakan pengajaran bahasa dan aksara Lampung bagi sekolah-sekolah pada tingkat dasar dan menengah di provinsi tersebut.[7]
Klasifikasi
Hubungan eksternal
Bahasa Lampung merupakan bagian dari rumpun bahasa Austronesia dari cabang Melayu-Polinesia, walaupun posisi tepatnya dalam Melayu-Polinesia sulit ditentukan. Kontak bahasa selama berabad-abad telah mengaburkan batas antara bahasa Lampung dan bahasa Melayu,[8][9][10] sehingga keduanya sempat digolongkan ke dalam subkelompok yang sama dalam kajian-kajian lama, seperti misalnya dalam klasifikasi linguis Isidore Dyen pada 1965, yang menempatkan bahasa Lampung ke dalam "Malayic Hesion" bersama bahasa-bahasa Malayan (mencakup bahasa Melayu, Minangkabau, dan Kerinci), Aceh dan Madura.[11]
Linguis Berndt Nothofer (1985) memisahkan bahasa Lampung dari kelompok "Malayic" versi Dyen, tetapi masih memasukkannya ke dalam "Javo-Sumatra Hesion" bersama bahasa-bahasa Melayik, Sunda, Madura, dan, dengan tingkat kekerabatan yang lebih jauh, bahasa Jawa.[12] Malcolm Ross (1995) menempatkan Lampung ke dalam kelompoknya independen yang tidak terkait bahasa manapun dalam Melayu-Polinesia.[13] Penggolongan ini diikuti oleh Karl Adelaar (2005), yang tidak memasukkan bahasa Lampung ke dalam kelompok Melayu-Sumbawa yang ia usulkan—kelompok ini meliputi bahasa Sunda, Madura, dan cabang Malayo-Chamik-BSS (mencakup Melayik,[b] Chamik, dan Bali-Sasak-Sumbawa).[9][14]
Di antara bahasa-bahasa Javo-Sumatra, Nothofer menganggap bahwa bahasa Sunda kemungkinan merupakan kerabat terdekat bahasa Lampung, karena keduanya sama-sama mengubah bunyi *R dari bahasa Proto-Melayu-Polinesia (PMP) menjadi y dan mengalami metatesis atau pertukaran bunyi antara konsonan pertengahan dan akhir pada kata *lapaR dari bahasa Proto-Austronesia. Kata ini diturunkan menjadi palay yang berarti 'ingin' atau 'lelah' dalam bahasa Sunda dan 'rasa perih akibat kaki yang letih' dalam bahasa Lampung.[12] Walaupun pengelompokan Javo-Sumatra/Malayo-Javanic secara keseluruhan telah dikritik atau bahkan ditolak oleh berbagai ahli bahasa,[15][16] hubungan kekerabatan antara bahasa Lampung dan Sunda secara khusus didukung oleh linguis Karl Anderbeck (2007), sebab menurutnya kedua bahasa ini berbagi lebih banyak inovasi fonologis satu sama lain dibandingkan dengan kelompok Malayo-Chamik-BSS usulan Adelaar.[17]
Alexander Smith (2017) menunjukkan bahwa bunyi *j dan *d dari PMP mengalami merger ke d dalam bahasa Lampung. Perubahan ini merupakan salah satu ciri yang ia usulkan sebagai bukti bagi hipotesis Indonesia Barat yang dikembangkannya dari usulan linguis Austronesia senior Robert Blust.[18] Walaupun begitu, bukti-bukti leksikal yang diajukan bagi kelompok Indonesia Barat hampir tidak dapat ditemui dalam bahasa Lampung. Smith mampu mengidentifikasi beberapa inovasi leksikal Indonesia Barat dalam bahasa Lampung, tetapi ia tidak dapat memastikan apakah kata-kata ini merupakan turunan langsung dari Proto-Indonesia Barat atau merupakan pinjaman dari bahasa Melayu. Walaupun Smith mendukung penempatan bahasa Lampung ke dalam subkelompok Indonesia Barat, ia menyatakan bahwa hal ini masih dapat diperdebatkan.[10]
Dialek
Indonesia | Pesisir | Abung |
---|---|---|
ikan | iwa | punyu |
gigi | ipon | kedis |
datang | khatong/ghatong/ratong | megew |
Dialek-dialek bahasa Lampung umumnya digolongkan berdasarkan realisasi pengucapan bunyi *a dari Proto-Lampungik dalam posisi akhir. Bunyi ini dipertahankan sebagai [a] dalam beberapa ragam, tetapi direalisasikan sebagai [o] dalam ragam lainnya.[19][20] Perbedaan pengucapan antara dua kelompok dialek inilah yang melahirkan istilah "dialek A" dan "dialek O".[21] Walker (1975) menggunakan istilah "Pesisir" atau "Peminggir" untuk dialek A dan "Abung" untuk dialek O,[22] tetapi Matanggui (1984) berpendapat bahwa istilah-istilah ini merupakan misnomer, karena istilah-istilah tersebut lebih sering dikaitkan dengan subsuku tertentu alih-alih untuk menandakan kelompok dialek secara linguistik.[21] Di sisi lain, Anderbeck dan Hanawalt menggunakan nama "Api" untuk Pesisir dan "Nyo" untuk Abung; kedua kata ini bermakna "apa" dalam masing-masing dialek.[9] Terdapat beberapa perbedaan leksikal antara dialek-dialek ini,[8] tetapi keduanya identik dalam hal morfologi dan sintaksis.[23]
Walker (1976) membagi Abung lebih lanjut ke dalam dua subdialek: Abung dan Menggala, serta memecah kelompok Pesisir ke dalam empat subdialek: Komering, Krui, Pubian, and Selatan.[8] Aliana (1986) memberi klasifikasi yang berbeda; menurutnya bahasa Lampung secara keseluruhan memiliki 13 dialek dari kedua kelompok.[24] Melalui analisis leksikostatistik, Aliana menemukan bahwa subdialek Talang Padang dari kelompok Pesisir memiliki kesamaan paling banyak dengan semua ragam yang disurvei; dengan kata lain, subdialek tersebut merupakan yang paling rendah tingkat divergensinya di antara ragam-ragam bahasa Lampung. Sementara, subdialek Jabung dari kelompok Abung merupakan yang paling divergen.[25] Meski begitu, survei Aliana tidak mencakup ragam-ragam Komering, karena beberapa kalangan tidak menganggap ragam-ragam Komering sebagai bagian dari bahasa Lampung.[26]
Klasifikasi dialek yang dilakukan oleh Hanawalt (2007) sebagian besarnya bersesuaian dengan versi Walker.[27] Hanya saja, Hanawalt menggolongkan Nyo, Api, dan Komering sebagai tiga bahasa terpisah alih-alih dialek dari satu bahasa yang sama, berdasarkan kriteria sosiologis dan linguistik.[28] Ia mencatat bahwa perbedaan terbesar antara ragam-ragam Lampungik adalah antara kelompok timur (Nyo) dan barat (Api dan Komering). Kelompok barat membentuk kesinambungan dialek yang luas, terbentang mulai dari ujung selatan Sumatra, terus ke utara hingga ke wilayah hilir Sungai Komering. Sebagian dari kelompok penutur Lampungik (seperti orang Komering dan Kayu Agung) menolak label "Lampung", walaupun pada dasarnya mereka mengakui bahwa kelompok ini "berkaitan secara etnis dengan suku Lampung di Provinsi Lampung".[27] Walaupun kebanyakan peneliti menggolongkan ragam Komering sebagai bagian dari Lampung Api, Hanawalt berpendapat bahwa keduanya memiliki perbedaan linguistik dan sosiologis yang cukup besar, sehingga ia memecahkan kelompok barat dan menetapkan Komering sebagai kelompok dialek mandiri, terpisah dari Lampung Api.[28]
Fonologi
Vokal
Panjang | Madya | Belakang | |
---|---|---|---|
Tertutup | i | u | |
Tengah | (e) | ə | (o) |
Terbuka | a | ||
Diftong | aj aw uj |
Anderbeck menyatakan bahwa terdapat 4 fonem vokal dasar dan 3 diftong dalam rumpun bahasa Lampung. Ia juga menganggap fonem /e/ yang dinyatakan oleh Walker[30] merupakan alofoni dari /i/.[29] Selain itu, ia mencatat bahwa fonem /o/ yang sebelumnya dinyatakan terdapat pada bhasa Komering oleh Abdurrahman dan Yallop[31] merupakan alofoni dari /ə/.[29] Pelepasan dari fonem /ə/ sangat bervariasi antar dialeknya, tetapi polanya dapat diprediksi. Varietas Barat secara konsisten melepaskannya /ə/ ultima sebagai [o]. Selain itu, /ə/ penultima juga berubah menjadi [o] dalam varietas yang dituturkan di seluruh daerah aliran sungai Komering. Dalam banyak dialek Nyo, /ə/ akhiran dilepaskan sebagai [o] atau [a] jika fonem tersebut diikuti oleh /h/ atau /ʔ/. Dalam dialek Nyo Blambangan Pagar, /ə/ akhir dilepaskan sebagai [a] hanya jika vokal yang berada didepannya juga terdiri atas pepet. Jika tidak, /ə/ tetap akan dilepaskan sebagai [ə]. Berbeda halnya seperti dialek lain, dialek Melintin tetap melepaskan *ə sebagai [ə] di semua posisi.[32]
Varietas Nyo berbeda dengan isolek Lampung lainnya karena varietas tersebut tetap menggunakan hukum suara *a akhir Proto-Lampungik dalam suku kata terbuka sebagai /o/.[8][20] Belakangan, varietas Nyo juga memiliki kecenderungan untuk melepaskan vokal akhir sebagai diftong. Fonem /o/ akhir dolepaskan secara beragam, yakni sebagai [ə͡ɔ], [ow], atau diftong serupa. Sebagian besar penutur Nyo juga mengucapkan /i/ dan /u/ final masing-masing sebagai [əj] dan [əw].[20] Diftongisasi vokal akhir suku terbuka ini terjadi pada semua varietas Nyo, kecuali subdialek Jabung.[19]
Fonotatik
Pola fonem suku kata yang paling umum dijumpai adalah adalah KV dan KVK. Gugus konsonan ditemukan dalam beberapa kata pinjaman dan awal kata. Gugus konsonan ini juga memiliki variasi himpunan bebas dengan urutan yang dipisahkan oleh fonem pepet (KK~KəK). Secara keseluruhan, akar kata memiliki susunan suku kata berbentuk (K)V.KV(C). Fonem yang dianggap semivokal tidak terdengar begitu kontras jika terletak pada posisi medial (ditengah-tengah dua vokal).[30][33]
Tekanan
Kata-kata selalu mengalami penekanan di suku kata akhir, terlepas dari apakah kata itu dibubuhi unsur-unsur ketatabahasaan lain atau tidak. Namun penekanan yang terjadi sangat ringan dan dapat terdistorsi oleh keseluruhan intonasi frasa. Meskipun penekanan yang terjadi memiliki posisi yang bebas, penekanan tidak terjadi ketika muncul di tengah kontur intonasi.[33]
Lihat pula
Keterangan
- ^ Ditotalkan dari jumlah penutur seluruh ragam bahasa Lampung di Ethnologue, berdasarkan data sensus tahun 2000. Rinciannya: 3.219.000 penutur untuk ragam Api, 1.800.000 untuk Nyo, dan 470 ribu untuk Komering.[2]
- ^ Istilah "Melayik" atau Malayic dalam bahasa Inggris telah berulang kali didefinisikan secara berbeda oleh beberapa ahli bahasa. Melayik versi Adelaar kira-kira berpadanan dengan "Malayan" versi Dyen.
Rujukan
Sitiran
- ^ Aliana (1986), hlm. 39.
- ^ Lampung Api di Ethnologue (22nd ed., 2019); Lampung Nyo di Ethnologue (22nd ed., 2019); Komering di Ethnologue (22nd ed., 2019)
- ^ Hammarström, Harald; Forkel, Robert; Haspelmath, Martin, ed. (2023). "Lampungic". Glottolog 4.8. Jena, Jerman: Max Planck Institute for the Science of Human History.
- ^ "UNESCO Interactive Atlas of the World's Languages in Danger" (dalam bahasa bahasa Inggris, Prancis, Spanyol, Rusia, and Tionghoa). UNESCO. 2011. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 April 2022. Diakses tanggal 26 Juni 2011.
- ^ "UNESCO Atlas of the World's Languages in Danger" (PDF) (dalam bahasa Inggris). UNESCO. 2010. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 31 Mei 2022. Diakses tanggal 31 Mei 2022.
- ^ novianti (2021-10-02). "Mengenal Suku Pepadun Lampung Dan Budayanya". KATA OMED (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2024-05-29.
- ^ Katubi (2007), hlm. 9.
- ^ a b c d e Walker (1976), hlm. 1. Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "FOOTNOTEWalker19761" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ a b c Anderbeck (2007), hlm. 7–8.
- ^ a b Smith (2017), hlm. 459.
- ^ Dyen (1965), hlm. 26.
- ^ a b Nothofer (1985), hlm. 298.
- ^ Ross (1995), hlm. 75, 78.
- ^ Adelaar (2005), hlm. 358.
- ^ Blust (1981).
- ^ Adelaar (2005), hlm. 357, 385.
- ^ Anderbeck (2007), hlm. 108–110.
- ^ Smith (2017), hlm. 456.
- ^ a b Hanawalt (2007), hlm. 31. Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "FOOTNOTEHanawalt200731" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ a b c Anderbeck (2007), hlm. 22. Kesalahan pengutipan: Tanda
<ref>
tidak sah; nama "FOOTNOTEAnderbeck200722" didefinisikan berulang dengan isi berbeda - ^ a b Matanggui (1984), hlm. 63.
- ^ Walker (1975), hlm. 11.
- ^ Aliana (1986), hlm. 66–67.
- ^ Aliana (1986), hlm. 47.
- ^ Aliana (1986), hlm. 66.
- ^ Aliana (1986), hlm. 4, 45.
- ^ a b Hanawalt (2007), hlm. 32, 34.
- ^ a b Hanawalt (2007), hlm. 35.
- ^ a b c Anderbeck 2007, hlm. 16.
- ^ a b Walker 1976, hlm. 3–4.
- ^ Abdurrahman & Yallop 1979, hlm. 11–12.
- ^ Anderbeck 2007, hlm. 17–19.
- ^ a b Walker 1976, hlm. 5.
Daftar pustaka
- Abdurrahman, Sofjan; Yallop, Colin (1979). "A brief outline of Komering phonology and morphology" (PDF). Dalam Halim, Amran. Miscellaneous Studies in Indonesian and Languages in Indonesia, Part VI. NUSA: Linguistic Studies of Indonesian and Other Languages in Indonesia. 7. Jakarta: Badan Penyelenggara Seri NUSA. hlm. 11–18. Diakses tanggal 5 May 2019.
- Adelaar, Karl Alexander (2005). "Malayo-Sumbawan". Oceanic Linguistics. University of Hawai'i Press. 44 (2): 356–388. doi:10.1353/ol.2005.0027.
- Aliana, Zainul Arifin (1986). Ragam dan dialek bahasa Lampung. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- Amisani, Diana (1985). Kedudukan dan fungsi bahasa Lampung. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- Anderbeck, Karl Ronald (2007). "An initial reconstruction of Proto-Lampungic: phonology and basic vocabulary". Studies in Philippine Languages and Cultures. SIL International. 16: 41–165. Diakses tanggal 23 April 2019.
- Blust, Robert (1981). "The reconstruction of proto-Malayo-Javanic: an appreciation". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. Brill. 137 (4): 456–459. doi:10.1163/22134379-90003492 . JSTOR 27863392.
- Budiman, Budisantoso (17 October 2018). "Unila diizinkan buka prodi Bahasa Lampung". Antaranews.com. Bandarlampung. Diakses tanggal 17 May 2019.
- Dyen, Isidore (1965). A lexicostatistical classification of the Austronesian languages. Baltimore: Waverly Press.
- Hanawalt, Charlie (2007). "Bitter or sweet? The vital role of sociolinguistic survey in Lampungic dialectology". Studies in Philippine Languages and Cultures. SIL International. 16: 11–40. Diakses tanggal 23 April 2019.
- Inawati, Iin (2017). "Tantangan dan Strategi Praktis Pemertahanan Bahasa Lampung". PESONA: Jurnal Kajian Bahasa Dan Sastra Indonesia. 3 (2): 163–173. doi:10.26638/jp.445.2080 .
- Junaidi, Akmal; Grzeszick, René; Fink, Gernot A.; Vajda, Szilárd (2013). Statistical Modeling of the Relation between Characters and Diacritics in Lampung Script. 2013 12th International Conference on Document Analysis and Recognition. Washington, DC. hlm. 663–667. doi:10.1109/ICDAR.2013.136.
- Katubi, Obing (2007). "Lampungic languages: looking for new evidence of language shift in Lampung and the question of its reversal". Studies in Philippine Languages and Cultures. SIL International. 16: 1–10. Diakses tanggal 23 April 2019.
- Kusworo, Ahmad (2014). "Lampung in the Twentieth Century: The Making of 'Little Java'". Pursuing Livelihoods, Imagining Development: Smallholders in Highland Lampung, Indonesia. Asia Pacific Environment Monographs. 9. Canberra: ANU Press. hlm. 18–40. ISBN 9781925021486. JSTOR j.ctt5vj72v.7.
- Matanggui, Junaiyah H. (1984). "Fonologi Bahasa Lampung Dialek O" (PDF). Linguistik Indonesia. 2: 63–76. Diakses tanggal 21 May 2019.
- Nothofer, Bernd (1985). "The subgrouping of Javo-Sumatra Hesion: A reconsideration". Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. Brill. 141 (2/3): 288–302. doi:10.1163/22134379-90003386. JSTOR 27863679.
- Ricklefs, M. C.; Voorhoeve, P.; Gallop, Annabel Teh (2014). Indonesian Manuscripts in Great Britain: A Catalogue of Manuscripts in Indonesian Languages in British Public Collections (New Editions with Addenda et Corrigenda). Yayasan Pustaka Obor Indonesia. ISBN 9789794618837.
- Ross, Malcolm D. (1995). "Some current issues in Austronesian linguistics". Dalam Tryon, Darrell T. Comparative Austronesian dictionary: an introduction to Austronesian studies. Trends in Linguistics. 10. Berlin: Mouton de Gruyter. hlm. 45–120. ISBN 9783110884012.
- Sayuti, Warnidah Akhyar (1986). Struktur sastra lisan Lampung. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
- Septianasari, Lina (2016). "Language Trajectory and Language Planning in Maintaining Indigenous Language of Lampung". Advances in Social Science, Education and Humanities Research. Ninth International Conference on Applied Linguistics (CONAPLIN 9). 82. Bandung. hlm. 104–108. doi:10.2991/conaplin-16.2017.22 . Diakses tanggal 18 May 2019.
- Smith, Alexander D. (2017). "The Western Malayo-Polynesian Problem". Oceanic Linguistics. University of Hawai'i Press. 56 (2): 435–490. doi:10.1353/ol.2017.0021.
- Sudradjat, R. (1990). Interferensi leksikal bahasa Indonesia ke dalam bahasa Lampung. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 9794590711.
- Udin, Nazaruddin (1992). Tata bahasa bahasa Lampung dialek Pesisir. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 9794591920.
- Walker, Dale Franklin (1976). A Grammar of the Lampung Language: the Pesisir Dialect of Way Lima (PDF). NUSA: Linguistic Studies of Indonesian and Other Languages in Indonesia. 2. Jakarta: Badan Penyelenggara Seri NUSA. hlm. 0–49. Diakses tanggal 23 April 2019.
- Walker, Dale Franklin (1975). "A Lexical Study of Lampung Dialects" (PDF). Dalam Verhaar, John W.M. Miscellaneous Studies in Indonesian and Languages in Indonesia, Part I. NUSA: Linguistic Studies of Indonesian and Other Languages in Indonesia. 1. Jakarta: Badan Penyelenggara Seri NUSA. hlm. 11–22. Diakses tanggal 23 April 2019.
- Wetty, Ni Nyoman (1992). Struktur bahasa Lampung dialek Abung. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 9794592013.
Pranala luar
- Daftar kosakata dasar dari berbagai ragam bahasa Lampung di Austronesian Basic Vocabulary Database Diarsipkan 2020-06-19 di Wayback Machine.