Ekonomi sosialis

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Ekonomi sosialis dikarakteristikan oleh kepemilikan sosial dan kontrol demokratis atas alat produksi.[1][2][3][4][5][6] yang dapat berbentuk koperasi otonom atau kepemilikan negara secara langsung, yaitu tempat produksi untuk penggunaan secara langsung. Ketika pasar digunakan untuk pengalokasian pemasukan dan barang modal antar unit ekonomi, maka digunakanlah sosialisme pasar, sistem ekonomi menggunakan ekonomi sosialis terencana. Istilah ekonomi sosialis dapat pula digunakan untuk menganalisis sistem ekonomi terdahulu dan sekarang yang menyebut dirinya "sosialis", seperti dalam tulisan ekonom Hungaria János Kornai.[7] Ekonomi sosialis merujuk pada teori dan praktik ekonomi, dan norma sistem ekonomi sosialis yang ada dan hipotetis.

Karl Marx adalah salah seorang pencetus Komunisme yang memiliki konsep Ekonomi Sosialis.

Ekonomi sosialis telah diasosiasikan dengan berbagai aliran pemikiran ekonomi. Ekonomi Marxis menyediakan fondasi bagi sosialisme tentang analisis kapitalisme, sedangkan ekonomi neoklasik dan ekonomi revolusioner menyediakan model komprehensif sosialisme. Selama abad ke-20, anjuran dan model untuk ekonomi terencana dan sosialisme pasar sangat dipengaruhi oleh ekonomi neoklasik atau sintesis dari ekonomi neoklasik dengan ekonomi Marxis atau ekonomi institusional.

Konsep[sunting | sunting sumber]

Ekonomi sosialis merupakan sistem ekonomi dengan pemerintah suatu negara yang menjadi pusat pengendali ekonomi negara. Dalam sistem ekonomi sosialis, pemerintah memiliki kekuasaan penuh atas segala jenis pengaturan kegiatan ekonomi. Kekuasaan pemerintah mampu memberikan pembatasan-pembatasan terhadap kegiatan ekonomi yang dikerjakan oleh anggota masyarakat. Kebebasan melakukan kegiatan ekonomi oleh masyarakat sangat tinggi tetapi selalu disertai dengan intervensi pemerintah. Kekuasaan pemerintah dalam perekonomian ditujukan untuk mengatur cara dan bidang perekonomian negara. Umumnya, pemerintah hanya ikut camput dalam bidang ekonomi yang mempengaruhi keberlangsungan kehidupan masyarakat. Bidang ekonomi ini umumnya berkaitan dengan komoditas berupa air, listrik, dan telekomunikasi. Ekonomi sosialis meyakini bahwa kemakmuran hanya dapat dicapai jika kemakmuran bersama dijadikan pandangan untuk kemakmuran individu. Beberapa negara yang menganut sistem ekonomi sosialis ialah Rusia, Tiongkok, dan negara-negara di kawasan Eropa Timur.[8]

Kelebihan[sunting | sunting sumber]

Dalam sistem ekonomi sosialis, negara berkewajiban menyediakan segala kebutuhan pokok masyarakatnya. Kebutuhan ini meliputi makanan, pakaian, tempat tinggal serta fasilitas umum dan faslitas pelayanan kesehatan. Selain itu, pemerintah berkewajiban memberikan pekerjaan kepada setiap individu secara adil. Para penyandang difabel dan penderita gangguan jiwa juga dilindungi melalui pengawasan negara secara langsung. Semua bidang pekerjaan direncanakan oleh negara. Kelebihan maupun kekurangan produksi memiliki kemungkinan yang sangat kecil, karena kegiatan produksi dan penggunaannya dikelola langsung oleh pemerintah. Semua bentuk keuntungan dari produksi digunakan untuk kepentingan masyarakat.[9]

Kekurangan[sunting | sunting sumber]

Dalam sistem ekonomi sosialis sangat sulit diadakan kegiatan tawar-menawar oleh individu dalam kegiatan ekonomi. Properti pribadi yang diakui hanyalah yang berkaitan dengan kebutuhan pokok. Ekonomi sosialis mengutamakan kepentingan bersama sehingga mengabaikan kepentingan individu. Kebebasan berpikir dan bertindak dibatasi. Secara tidak langsung, ekonomi sosialis mengarah kepada pembentukan diktator dalam jabatan pemerintahan. Masyarakat yang bekerja sebagai buruh tidak dapat mengatur dan memilih pekerjaan yang akan dilakukannya. Selain itu, kepentingan individu dan pendidikan moral kurang diperhatikan. Hak kebebasan sipil dihilangkan demi mencapai tujuan bersama oleh pemerintah yaitu penyamarataan kekayaan pribadi. Kondisi ini membuat semangat kerja berkurang dan kinerja dari tenaga kerja tidak dapat meningkat.[10]

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Sinclair, Upton (1918-01-01). Upton Sinclair's: A Monthly Magazine: for Social Justice, by Peaceful Means If Possible. 
  2. ^ Nove, Alec. "Socialism". New Palgrave Dictionary of Economics, Second Edition (2008). 
  3. ^ Rosser, Mariana V. and J Barkley Jr. (July 23, 2003). Comparative Economics in a Transforming World Economy. MIT Press. hlm. 53. ISBN 978-0262182348. 
  4. ^ N. Scott Arnold. The Philosophy and Economics of Market Socialism: A Critical Study. Oxford University Press. 1998. p. 8
  5. ^ Busky, Donald F. (20 July 2000). Democratic Socialism: A Global Survey. Praeger. hlm. 2. ISBN 978-0275968861. 
  6. ^ Bertrand Badie; Dirk Berg-Schlosser; Leonardo Morlino (2011). International Encyclopedia of Political Science. SAGE Publications, Inc. hlm. 2456. ISBN 978-1412959636. 
  7. ^ Kornai, János: The Socialist System. The Political Economy of Communism. Princeton: Princeton University Press and Oxford: Oxford University Press 1992; Kornai, János: Economics of Shortage. Munich: Elsevier 1980. A concise summary of Kornai's analysis can be found in Verdery, Katherine: Anthropology of Socialist Societies. In: International Encyclopedia of the Social and Behavioral Sciences, ed. Neil Smelser and Paul B. Baltes. Amsterdam: Pergamon Press 2002, available for download at [1].
  8. ^ Wahyu, Rio Makkulau (2020). Pengantar Ekonomi Islam. Bandung: PT Refika Aditama. hlm. 2. ISBN 978-623-7060-44-4. 
  9. ^ Masykuroh, Nihayatul (2020). Kurnia, Mujang, ed. Sistem Ekonomi Dunia: Islam, Kapitalisme dan Sosialisme dalam Perbandingan (PDF). Serang: Media Karya Publishing. hlm. 71–72. ISBN 978-623-93199-9-1. 
  10. ^ Masykuroh, Nihayatul (2020). Abd Aziz Hsb, ed. Perbandingan Sistem Ekonomi (PDF). Serang: CV. Media Karya Kreatif. hlm. 71–72. ISBN 978-602-50529-6-5.