Peradilan tata usaha negara di Indonesia
Peradilan Tata Usaha Negara adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa Tata Usaha Negara. Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.[1]
Struktur
[sunting | sunting sumber]Peradilan Tata Usaha Negara terdiri atas:
- Pengadilan Tata Usaha Negara, berkedudukan di ibu kota kabupaten/kota, dengan daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota;[1][2]
- Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, berkedudukan di ibu kota provinsi, dengan daerah hukum meliputi wilayah provinsi;[1][2]
- Pengadilan Khusus, yaitu Pengadilan Pajak yang berkedudukan pada ibu kota negara.[3][4]
Sejarah
[sunting | sunting sumber]Pada Masa Hindia Belanda, Pengadilan Tata Usaha Negara dikenal dengan sistem administratief beroep. Kemudian, setelah Indonesia merdeka, yaitu pada masa UUDS 1950, dikenal tiga cara penyelesaian sengketa administrasi, yaitu:
- Diserahkan kepada Pengadilan Perdata;
- Diserahkan kepada Badan yang dibentuk secara istimewa;
- Dengan menentukan satu atau beberapa sengketa TUN yang penyelesaiannya diserahkan kepada Pengadilan Perdata atau Badan Khusus.
Perubahan mulai terjadi dengan keluarnya UUU No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal 10 undang-undang tersebut disebutkan bahwa Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan antara lain Peradilan Tata Usaha Negara. Kewenangan Hakim dalam menyelesaikan sengketa administrasi negara semakin dipertegas melalui UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara di mana disebutkan bahwa kewenangan memeriksa, memutus dan menyelesaikan suatu perkara/sengketa administrasi berada pada Hakim/Peradilan Tata Usaha Negara, setelah ditempuh upaya administratif.
Perubahan UUD 1945 membawa perubahan mendasar mengenai penyelengaraan kekuasaan kehakiman, dan diatur lebih lanjut dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Konsekuensi dari perubahan ini adalah pengalihan organisasi, administrasi, dan finansial badan peradilan di bawah Mahkamah Agung.
Sebelumnya, pembinaan Peradilan Tata Usaha Negara berada di bawah eksekutif, yakni Direktorat Jenderal Badan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara Departemen Kehakiman dan HAM. Terhitung sejak 31 Maret 2004, organasi, administrasi, dan finansial PTUN dialihkan dari Departemen Kehakiman dan HAM ke Mahkamah Agung.
Peralihan tersebut termasuk peralihan status pembinaan kepegawaian, aset, keuangan, arsip/dokumen, dan anggaran menjadi berada di bawah Mahkamah Agung.
Referensi
[sunting | sunting sumber]Pranala luar
[sunting | sunting sumber]