Pulau Doang-Doangan Lompo

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Doang-Doangan Lompo
Koordinat5°22′9.000″LS,117°55′20.900″BT
NegaraIndonesia
Gugus kepulauanKalukalukuang
ProvinsiSulawesi Selatan
KabupatenPangkajene dan Kepulauan
Luas12.698.464,8614000 m²
Peta

Doang-Doangan Lompo, Doangdoangan Lompo, Doang-Doangan Besar, atau Doangdoangan Besar adalah nama sebuah pulau kecil berpenghuni yang berada di gugusan Kepulauan Kalukalukuang, perairan Selat Makassar dan secara administratif masuk pada wilayah Desa Doang-Doangan Lompo, Kecamatan Liukang Kalmas, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, Indonesia. Pulau Doang-Doangan Lompo memiliki wilayah seluas 12.698.464,8614000 m2.[1] Secara astronomis, pulau ini terletak di titik koordinat 5°22′9.000″LS,117°55′20.900″BT.[2] Pulau Doang-Doangan Lompo merupakan salah satu pulau yang termasuk dalam wilayah Desa Doang-Doangan Lompo selain Pulau Togotogo. Pulau ini di sebelah Utara berbatasan dengan Pulau Doang-Doangan Caddi, di sebelah Timur dengan Pulau Dewakang Lompo, sedangkan di sebelah Barat dan Timur dengan Selat Makassar. Waktu tempuh yang diperlukan untuk mencapai Pulau Doang-Doangan lompo ± 18 jam dari Pelabuhan Paotere Kota Makassar dengan menggunakan perahu motor nelayan.

Demografi[sunting | sunting sumber]

Pada tahun 2007 penduduk yang menghuni pulau ini tercatat berjumlah 687 jiwa yang terdiri dari 335 laki-laki dan 352 perempuan (PMU Coremap II Kabupaten Pangkep, 2007). Mereka umumnya beretnis Mandar, Bugis, dan Makassar.

Ekosistem dan sumberdaya hayati[sunting | sunting sumber]

Pulau Doang-Doangan Lompo bersama dengan dua pulau lainnya (Pulau Togotogo I dan Pulau Togotogo II) termasuk dalam wilayah Desa Doang-Doangan Lompo. Terumbu karang yang bertipe fringing reef atau terumbu karang tepi tersebar merata di semua sisi pulau. Pertumbuhan karang-karang bercabang, seperti Acropora, Porites, Montipora, Acropora, Porites, dan Goniastrea umum ditemukan. Di samping itu, karang-karang masif, seperti Porites lutea, Favia dan Favites tumbuh di bagian atas terumbu mendekat di darag tubir terumbu. Terumbu karang umumnya dalam kondisi yang rusak. Akibatnya perkembangan biota laut seperti sponge dan algae tumbuh dengan baik namun tidak melimpah. Tingginya hancuran karang mati dan karang mati tertutup algae menjadi indikasi intervensi manusia dalam pengrusakannya. Biota asosiasi lain yang bisa ditemukan bulu babi (Diadema setosum), ubur-ubur, kerang kima (Tridacnidae).

Aktivitas pengelolaan sumberdaya[sunting | sunting sumber]

Ketergantungan warga pada sumber daya alam terutama laut tercermin dari aktivitas mata pencaharian yang mereka lakukan, yakni kegiatan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap ,seperti pukat/jaring, bilah, bubu, pancing rawai, pancing, dan kompresor, serta pengambilan telur ikan torani. Beberapa warga menanam rumput laut jenis Euchema di pantai, sebagian lainnya mengambil kayu bakau untuk diolah menjadi arang lalu dijual ke Kota Makassar. Komoditas-komoditas tersebut lalu dijual kepada pedagang pengumpul yang kemudian mengangkutnya dengan kapal berkapasitas antara 10 dan 15 ton ke kota dan menjualnya disana. Kegiatan penangkapan ikan yang mereka lakukan umumnya berlangsung di perairan sekitar pulau dengan menggunakan jolloro. Beberapa warga yang memiliki kapal berkapasitas besar melakukan penangkapan ke perairan yang agak jauh seperti di wilayah Liukang Tangaya terutama pada saat musim telur torani (ikan terbang).

Sarana dan prasarana[sunting | sunting sumber]

Sarana pelayanan kesehatan yang terdapat di pulau ini berupa satu unit Pustu, sedangkan sarana pendidikan masih sangat minim karena hanya ada sebuah SD, sehingga warga yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi harus meninggalkan pulau ke ibu kota kecamatan, Makassar, Pangkajene, atau Kalimantan. Pelayanan listrik umum di daerah ini disuplai oleh mesin generator pembangkit listrik milik PLN yang berfungsi pada mulai pukul 18.00 sampai 22.30 WITA, sedangkan kebutuhan air tawar bersih warga dipenuhi dengan adanya sumur-sumur kecil yang digali disekitar pemukiman mereka.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Abdul Haris Farid, Suhardjono, dan Dwi Wulan Titik Andari. Laporan Penelitian: Penguasaan dan Pemilikan atas Tanah Pulau-Pulau Kecil di Propinsi Sulawesi Selatan. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta, 2013. Hlm. 1–53.
  2. ^ Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (2012). "Direktori Pulau-Pulau Kecil Indonesia". www.ppk-kp3k.kkp.go.id. Diakses tanggal 30 September 2022. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]