Pulau Kapoposang Bali

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kapoposang Bali
Koordinat7°29′12.120″LS,117°10′26.400″BT
NegaraIndonesia
Gugus kepulauanTengah
ProvinsiSulawesi Selatan
KabupatenPangkajene dan Kepulauan
Luas2.281.956,8075300 m²
Peta
Peta

Kapoposang Bali adalah nama sebuah pulau kecil berpenghuni yang berada di gugusan Kepulauan Tengah, perairan Laut Flores dan secara administratif masuk pada wilayah Desa Kapoposang Bali, Kecamatan Liukang Tangaya, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Sulawesi Selatan, Indonesia. Pulau Kapoposang Bali memiliki wilayah seluas 2.281.956,8075300 m2.[1] Secara astronomis, pulau ini terletak di titik koordinat 7°29′12.120″LS,117°10′26.400″BT.[2]

Pulau Kapoposang Bali terletak pada 7°29'12.12" - 7°35'47.04" LS dan 117°10'26.4" - 117°15'28.8" BT. Satu-satunya pulau yang berpenghuni di Desa Kapoposang Bali ini di sebelah Utara berbatasan dengan Selat Makassar, di sebelah Selatan berbatasan dengan Pulau Sadapur, di sebelah Barat berbatasan dengan Perairan NTB, dan di sebelah Timur berbatasan dengan Pulau Karangan Satanger. Perahu motor merupakan satu-satunya alat transportasi antar pulau yang terdapat di pulau ini. Waktu tempuh yang diperlukan untuk mencapai pulau ini adalah antara 35 dan 42 jam dari Pelabuhan Paotere Kota Makassar, dan antara 4 dan 6 jam dari Propinsi Bali. Kebutuhan hidup berupa barang kebutuhan keseharian maupun kenelayanan umumnya dibeli di Sumbawa, Lombok atau Bima karena jarak tempuh ke pulau-pulau tersebut relatif lebih dekat apabila dibandingkan jarak tempuh ke Makassar atau Pangkajene. Demikian halnya dengan penjualan komoditas laut dan daratnya, lebih banyak terjual ke Sumbawa, Lombok maupun Bima dan Bali.

Demografi[sunting | sunting sumber]

Pulau Kapoposang Bali memiliki luas 10,40 km² dengan jumlah warga 657 jiwa yang terdiri dari 336 laki-laki dan 321 perempuan atau 172 KK (PMU Coremap II Kabupaten Pangkep, 2007). Mereka umumnya beretnis Mandar. Sebagian kecil lainnya beretnis Bugis dan Makassar. Selain itu, terdapat beberapa pendatang dari Sumbawa, Lombok dan Bima. Bahasa sehari-hari yang mereka gunakan adalah bahasa Mandar.

Ekosistem dan sumberdaya hayati[sunting | sunting sumber]

Terdapat 6 buah pulau dalam wilayah Desa Kapoposang Bali, yakni: Pulau Kapoposang Bali, Pulau Karangan Dondo, Pulau Sadapur, Pulau Sakonci, Pulau Sarimpo dan Pulau Satungko. Kondisi terumbu karang di Pulau Kapoposang Bali tergolong 'rusak' – 'sedang'. Namun beberapa lokasi masih terlihat bagus terutama pada daerah tubir dan kedalaman lebih dari 10 m. Hancuran karang, pasir dan karang mati tertutupi algae menjadi pemandangan yang biasa pada setiap titik. Genera karang yang banyak ditemukan yaitu ; Acropora, Montipora, dan Porites. Pemutihan karang (bleaching), di beberapa titik khususnya di bagian puncak terumbu

Tercatat 3 spesies vegetasi lamun, yaitu; Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata. Padang lamun tumbuh sekeliling pulau sepanjang hampatan pasir baik baik yang terbuka maupun dalam gobah-gobah yang dangkal. Sebaliknya walaupun ada tumbuhan mangrove tapi kurang berkembang dan tesusun oleh jenis Rhizopora spp.

Kelimpahan ikan cukup tinggi yakni sekitar 1598 ekor/m², dimana ikan mayor dari famili Pomacentridae sangat dominan. Ikan ini sangat menghiasi terumbu karang ditambah lagi dengan kelompok ikan ekor kuning (Caesionidae), ikan scarus (Scaridae) yang cukup banyak dan umum ditemukan di berbagai titik. Sementara ikan indikator Chaetodontidae relatif jarang ditemukan.

Aktivitas pengelolaan sumberdaya[sunting | sunting sumber]

Mata pencaharian warga Pulau Kapoposang Bali sangat berhubungan dengan sumber daya laut. Mereka umumnya melakukan kegiatan penangkapan berbagai macam organisme laut yang bernilai ekonomis dengan menggunakan alat tangkap yang juga bervariasi. Alat tangkap berupa kail dan tali pancing digunakan untuk menangkap ikan di daerah-daerah terumbu karang. Lokasi pemancingan yang relatif dekat ditempuh dalam waktu antara 30 menit dan 2 jam dengan menggunakan perahu bermesin relatif kecil. Ikan hasil tangkapan umumnya adalah jenis ikan katambak, sunu dan kerapu. Ikan tangkapan yang dijual hidup biasanya dijual kepada pengumpul. Sedangkan ikan tangkapan yang bukan ikan hidup seperti cakalang, cumi, dan ikan karang akan dikeringkan terlebih dahulu sebelum dijual. Baik ikan hidup maupun keringakan dijual kepada pedagang pengumpul yang lalu membawanya ke Sumbawa, Lombok atau Denpasar untuk dijual.

Alat tangkap berupa jaring yang dilengkapi dengan pelampung juga salah satu alat tangkap yang digunakan warga. Jaring ini dibentangkan memanjang di laut untuk menjerat ikan, terutama ikan yang berenang dikolong dan permukaan air. Ikan tendro adalah ikan yang paling banyak didapatkan dengan menggunakan alat tangkap berupa jaring pelampung ini. Ikan hasil tangkapan diolah dengan jalan dikeringkan lalu dijual. Kaum perempuan bertugas untuk menjahit jaring dan melakukan pengeringan ikan hasil panen. Sebagian warga juga menggunakan alat berupa bom dan bius. Penggunaan bom dilakukan untuk mendapatkan ikan ekor kuning dan ikan rapporappo. Alat pendukung kegiatan berupa sebuah jolloro', sampan, dan komporesor penyelaman. Sedangkan bius digunakan untuk menangkap ikan hidup (ikan yang dijual dalam keadaan hidup) seperti ikan kerapu, sunu dan napoleon. Kegiatan pemanfaatan sumber daya laut menggunakan alat tangkap yang tergolong destructif fishing gears ini dilakukan tidak saja di perairan sekitar pulau, tapi juga perairan desa lainnya. Areal terumbu karang merupakan tempat yang menjadi lokasi penggunaan alat tangkap tersebut.

Beberapa taka tempat penggunaan bom dan bius ini adalah Taka Satanger, Taka Satuko, Taka Makarangana, Taka Saujung, Karangan Timopusu, Taka Sarang Beta, Taka Samparaja, Karang Kapas dan taka disekitar pulau yang tidak berpenghuni (Karangan Dondo, Sarimpo, Sakonci dan Sadapur). Hasil tangkapan berupa ikan hidup kadang-kadang ditampung terlebih dahulu dalam keramba penampungan. Hal ini dimaksudkan agar ukuran ikan dapat bertambah sehingga harganya menjadi lebih tinggi. Hasil tangkapan dari pemboman seperti ikan rappo-rappo dan ekor kuning, biasanya dijual ke pengumpul dalam keadaan basah ataupun kering untuk kemudian dijual ke Lombok atau Sumbawa untuk dijual.

Sarana dan prasarana[sunting | sunting sumber]

Sarana pendidikan yang tersedia di pulau ini hanya sampai tingkat SD. Umumnya warga yang ingin melanjutkan pendidikannya akan pergi ke Pulau Sumbawa atau Lombok. Sedangkan sarana kesehatan yang ada yakni satu unit Pustu. Pelayanan kesehatan juga kadangkala warga peroleh dari sarana pelayanan kesehatan yang ada di Pulau Sumbawa atau Lombok. Sarana umum lain yang terdapat di pulau ini adalah mesin generator listrik, masjid, dermaga dan jalan desa.

Kebutuhan air tawar warga dipenuhi dengan jalan penggalian dan pembuatan sumur di sekitar rumah kediaman warga. Sumber air tawar yang ada, relatif dapat memenuhi keperluan warga untuk keperluan sehari-hari seperti memasak, mencuci dan mandi, meskipun air tersebut cenderung payau. Pada musim kemarau warga memanfaatkan sumur-sumur di areal perkebunan yang terletak agak ke tengah pulau karena sumur yang berada disekitar rumah yang umumnya ditepi pantai berasa asin.

Referensi[sunting | sunting sumber]

  1. ^ Abdul Haris Farid, Suhardjono, dan Dwi Wulan Titik Andari. Laporan Penelitian: Penguasaan dan Pemilikan atas Tanah Pulau-Pulau Kecil di Propinsi Sulawesi Selatan. Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta, 2013. Hlm. 1–53.
  2. ^ Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil, Ditjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (2012). "Direktori Pulau-Pulau Kecil Indonesia". www.ppk-kp3k.kkp.go.id. Diakses tanggal 1 Oktober 2022. 

Pranala luar[sunting | sunting sumber]