Lompat ke isi

Simon orang Farisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Pesta di Rumah Simon orang Farisi dengan Rubens, c. 1618.

Simon adalah seorang Farisi yang disebutkan dalam Injil Lukas (Lukas 7:36–50) sebagai tuan rumah yang mengundang Yesus untuk makan malam di rumahnya, tetapi gagal untuk menunjukkan kepadanya tanda-tanda keramahan yang lazimnya ditawarkan kepada pengunjung - ciuman salam (ayat 45), air untuk mencuci kaki-Nya (ayat 44), atau minyak untuk mengurapi kepala-Nya (ayat 46).

Selama makan, seorang perempuan yang diidentifikasi sebagai seorang berdosa datang menangis dan mengurapi kaki Yesus. Yesus membandingkan iman dan kepedulian perempuan itu dengan Simon yang gagal untuk menunjukkan kesopanan umum, dan menuduh dia diampuni sedikit dan (akibatnya) mengasihi lebih sedikit (ayat 47).

Catatan Alkitab

[sunting | sunting sumber]

Lukas 7:36-50

Seorang Farisi mengundang Yesus untuk datang makan di rumahnya. Yesus datang ke rumah orang Farisi itu, lalu duduk makan. Di kota itu ada seorang perempuan yang terkenal sebagai seorang berdosa. Ketika perempuan itu mendengar, bahwa Yesus sedang makan di rumah orang Farisi itu, datanglah ia membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi.Sambil menangis ia pergi berd iri di belakang Yesus dekat kaki-Nya, lalu membasahi kaki-Nya itu dengan air matanya dan menyekanya dengan rambutnya, kemudian ia mencium kaki-Nya dan meminyakinya dengan minyak wangi itu. Ketika orang Farisi yang mengundang Yesus melihat hal itu, ia berkata dalam hatinya: "Jika Ia ini nabi, tentu Ia tahu, siapakah dan orang apakah perempuan yang menjamah-Nya ini; tentu Ia tahu, bahwa perempuan itu adalah seorang berdosa."
Lalu Yesus berkata kepadanya: "Simon, ada yang hendak Kukatakan kepadamu."
Sahut Simon: "Katakanlah, Guru."
"Ada dua orang yang berhutang kepada seorang pelepas uang. Yang seorang berhutang lima ratus dinar, yang lain lima puluh.Karena mereka tidak sanggup membayar, maka ia menghapuskan hutang kedua orang itu. Siapakah di antara mereka yang akan terlebih mengasihi dia?"
Jawab Simon: "Aku kira dia yang paling banyak dihapuskan hutangnya."
Kata Yesus kepadanya: "Betul pendapatmu itu."
Dan sambil berpaling kepada perempuan itu, Ia berkata kepada Simon: "Engkau lihat perempuan ini? Aku masuk ke rumahmu, tetapi engkau tidak memberikan Aku air untuk membasuh kaki-Ku, tetapi dia membasahi kaki-Ku dengan air mata dan menyekanya dengan rambutnya. Engkau tidak mencium Aku, tetapi sejak Aku masuk ia tiada henti-hentinya mencium kaki-Ku. Engkau tidak meminyaki kepala-Ku dengan minyak, tetapi dia meminyaki kaki-Ku dengan minyak wangi.Sebab itu Aku berkata kepadamu: Dosanya yang banyak itu telah diampuni, sebab ia telah banyak berbuat kasih. Tetapi orang yang sedikit diampuni, sedikit juga ia berbuat kasih."
Lalu Ia berkata kepada perempuan itu: "Dosamu telah diampuni."
Dan mereka, yang duduk makan bersama Dia, berpikir dalam hati mereka: "Siapakah Ia ini, sehingga Ia dapat mengampuni dosa?"
Tetapi Yesus berkata kepada perempuan itu: "Imanmu telah menyelamatkan engkau, pergilah dengan selamat!"[1]

Komentari

[sunting | sunting sumber]

Bagian sebelumnya dari Injil Lukas berlangsung di Kapernaum, dan di Nain, keduanya di Galilea, sehingga diyakini Simon ini juga tinggal di Galilea.

Simon orang Farisi itu tidak disebutkan di bagian lain Injil kanonik, tetapi ada kesamaan antara Simon dan Simon si kusta yang disebutkan dalam Injil Matius (Matius 26:6–13) dan Injil Markus (Markus 14:3–9), paling tidak, namanya sama. Karena kesamaan ini, upaya-upaya telah dilakukan untuk mengkaitkan peristiwa dan karakter keduanya, tetapi beberapa sarjana telah menunjukkan perbedaan antara dua peristiwa.[2] Penjelasan alternatif untuk kesamaan adalah bahwa pengurapan dalam Lukas 7 dan pengurapan di Betania (Matius 26:6, Markus 14:3, Yohanes 12:1) terjadi dengan beberapa peserta yang sama, tetapi beberapa tahun terpisah.[3]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Lukas 7:36–50
  2. ^ "The Anointing of Jesus" The Anointing of Jesus
  3. ^ Whittaker H.A. Studies in the Gospels, Cannock 1996