Lompat ke isi

Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Citra (bicara | kontrib)
Xbypass (bicara | kontrib)
 
(538 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Sejarah Indonesia}}
{{takakurat}}
{{nihongo|'''Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan'''|独立準備調査会|Dokuritsu Junbi Chōsa-kai|[[Nihon-shiki]]: ''Dokuritu Zyunbi Tyoosa-kai'', disingkat "BPUPK"|lead=yes}}, lebih dikenal sebagai '''Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia''' (disingkat "BPUPKI"), adalah sebuah badan yang dibentuk oleh [[Sejarah Nusantara (1942–1945)|pemerintah pendudukan]] [[Angkatan Darat Kekaisaran Jepang|balatentara Jepang]] di [[Jawa]]. Pemerintahan militer Jepang yang diwakili komando AD Ke-16 dan Ke-25 menyetujui pembentukan Badan Penyelidikan Upaya Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 1 Maret 1945. Karena kedua komando ini berwenang atas daerah Jawa (termasuk Madura) dan Sumatra. BPUPKI hanya dibentuk untuk kedua wilayah tersebut, sedangkan di wilayah Kalimantan dan Indonesia Timur yang dikuasai komando AL Jepang tidak dibentuk badan serupa.<ref>{{cite book|last1=Evita|first1=Andi Lili|First2=Helen|Last3=Johari|First3=Hendi|Last4=Ayu Ratih|First4=I Gusti Agung|Last5=Sunarti|First5=Linda|Last6=Sitompul|First6=Martin|Last7=Kamila|First7=Raisa|Last8=Ahmad|First8=Taufik|editor1-first=Mukhlis|editor1-last=Paeni|editor2-first=Kasijanto|editor2-last=Sastrodinomo|title=Gubernur Pertama Di Indonesia|publisher=Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan|isbn=978-602-1289-72-3}}</ref>
'''Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia''' atau '''BPUPKI''' adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah [[Jepang]] pada tanggal [[29 April]] [[1945]] bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar [[Hirohito]]. Badan ini dibentuk sebagai upaya pelaksanaan janji [[Jepang]] mengenai kemerdekaan [[Indonesia]]. BPUPKI beranggotakan 62 orang yang diketuai oleh [[Radjiman Wedyodiningrat]].


Pendirian badan ini sudah diumumkan oleh [[Kumakichi Harada]] pada tanggal 1 Maret 1945,<ref>Iswara N. Raditya, [https://tirto.id/peran-BPUPKI-dan-ppki-di-seputar-hari-lahir-pancasila-cpMp Peran BPUPKI dan PPKI di Seputar Hari Lahir Pancasila], Tirto.id, 1 Juni 2017</ref> tetapi badan ini baru benar-benar diresmikan pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan [[Hari Shōwa|hari ulang tahun Kaisar Hirohito]]. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa [[Indonesia]] dengan menjanjikan bahwa [[Jepang]] akan membantu proses kemerdekaan [[Indonesia]]. BPUPKI beranggotakan 67 orang yang diketuai oleh [[Radjiman Wedyodiningrat|Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat]] dengan wakil ketua [[Ichibangase Yoshio]] (orang [[Jepang]]) dan [[Soeroso|Raden Pandji Soeroso]].
Pada [[7 Agustus]] [[1945]], BPUPKI berganti nama menjadi [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]].


Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh [[Soeroso|Raden Pandji Soeroso]] dengan wakil [[Abdoel Gaffar Pringgodigdo|Abdoel Gafar Pringgodigdo]] dan [[Masuda Toyohiko]] (orang [[Jepang]]). Tugas dari BPUPKI sendiri adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.
==Rapat Pertama==
Rapat diadakan di gedung ''Chuo Sangi In'' di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal dengan sebutan '''Gedung Pancasila'''. Pada rapat pertama ini terdapat 3 orang yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara.


Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan kemudian membentuk [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] ([[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia|PPKI]]) atau ([[bahasa Jepang]]: ''独立準備委員会 Dokuritsu Junbi Iinkai''), dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah ''[[Hindia-Belanda]]'',<ref>Pasca proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 PPKI berfungsi dan berperan secara ex officio: <br />a. Sebagai representasi perwakilan seluruh rakyat Indonesia <br />b. Sebagai lembaga resmi yang mempunyai kewenangan untuk mengesahkan UUD Negara <br />c. Sebagai lembaga yang dapat memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden <br />d. Sebagai lembaga pendiri negara Republik Indonesia<br />e. Sebagai lembaga tertinggi dalam Negara Republik Indonesia. <br />
Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. [[Muhammad Yamin]] dalam pidato singkatnya mengemukakan lima asas yaitu:<br>
a. peri kebangsaan<br>
b. peri ke Tuhanan<br>
c. kesejahteraan rakyat<br>
d. peri kemanusiaan<br>
e. peri kerakyatan<br>


'''Lihat'''
Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. [[Soepomo]] mengusulkan lima asas yaitu:<br>
a. persatuan<br>
b. mufakat dan demokrasi<br>
c. keadilan sosial<br>
d. kekeluargaan<br>
e. musyawarah<br>


:
Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. [[Soekarno]] mengusulkan lima asas pula yang disebut Pancasila yaitu:<br>
a. kebangsaan Indonesia<br>
b. internasionalisme dan peri kemanusiaan<br>
c. mufakat atau demokrasi<br>
d. kesejahteraan sosial<br>
e. Ketuhanan yang Maha Esa<br>


'''-'''
Kelima asas dari Soekarno disebut Pancasila yang menurut beliau dapat diperas menjadi Trisila atau Tiga Sila yaitu:<br>
a. Sosionasionalisme<br>
b. Sosiodemokrasi<br>
c. Ketuhanan yang berkebudayaan<br>


{{cite book|last=Yunarti|first=Dorothea Rini|year=2003|title=BPUPKI, PPKI, proklamasi kemerdekaan RI|publisher=University of Michigan Press|isbn=9797090779, 9789797090777|coauthors=}} '''-''' {{cite book|last=Amini|first=Aisyah|year=2004|title=Pasang surut peran DPR-MPR, 1945-2004|publisher=University of Michigan Press|isbn=9799825245, 9789799825247|coauthors=}}
Bahkan masih menurut Soekarno, Trisila tersebut di atas masih dapat diperas menjadi Ekasila yaitu sila Gotong Royong. Selanjutnya lima asas tersebut kini dikenal dengan istilah [[Garuda Pancasila|Pancasila]], namun dengan urutan dan nama yang sedikit berbeda.
</ref> terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal [[Sumatra]], 2 orang asal [[Sulawesi]], 1 orang asal [[Kalimantan]], 1 orang asal [[Kepulauan Nusa Tenggara|Sunda Kecil]] ([[Kepulauan Nusa Tenggara|Nusa Tenggara]]), 1 orang asal [[Maluku]], 1 orang asal etnis [[Tionghoa]].


== Nama ==
Sampai akhir rapat pertama, masih belum ditemukan kesepakatan untuk perumusan dasar negara, sehingga akhirnya dibentuklah panitia kecil untuk merumuskan kembali berdasarkan berbagai masukan. Panitia kecil beranggotakan 9 orang dan dikenal pula sebagai '''Panitia Sembilan''' dengan susunan sebagai berikut:<br>
Nama resmi badan ini dalam bahasa Indonesia adalah "Badan untuk Menyelidiki Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan", tetapi nama yang lebih umum digunakan adalah "Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan". Dalam banyak sumber-sumber sejarah berbahasa Indonesia, sering kali badan ini disebut "Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia" atau "BPUPKI", tetapi sebenarnya nama asli lembaga ini tidak mencakup "Indonesia". Alasannya adalah karena badan ini dibentuk oleh komando Angkatan Darat ke-16 Jepang yang hanya memiliki wewenang di Jawa. Komando Angkatan Darat ke-25 Jepang yang memiliki wewenang di Sumatra baru mengizinkan pendirian BPUPK untuk Sumatra pada 25 Juli 1945. Sementara itu, wilayah Kalimantan dan Indonesia Timur berada di bawah wewenang [[kaigun]] (Angkatan Laut) Jepang dan mereka tidak mengizinkan pendirian lembaga persiapan kemerdekaan.<ref>{{Citation | last = Kusuma | first = A.B. | last2 = Elson | first2 = R.E. | title = A note on the sources for the 1945 constitutional debates in Indonesia | journal = Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde | volume = 167 | issue = 2–3 | pages = 196-197, catatan kaki 3| year = 2011 | issn = 0006-2294 | doi = 10.1163/22134379-90003589| url = http://espace.library.uq.edu.au/view/UQ:273574/UQ273574_OA.pdf }}</ref>
# Ir. Soekarno (ketua)
# Drs. Moh. Hatta (wakil ketua)
# KH. Wachid Hasyim (anggota)
# Abdoel Kahar Muzakar (anggota)
# Mr. A.A. Maramis (anggota)
# Abikoesno Tjokrosoeyoso (anggota)
# H. Agus Salim (anggota)
# Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
# Mr. Muhammad Yamin (anggota)


== Sejarah ==
Pada tanggal 22 Juni 1945, setelah melakukan kompromi dengan berbagai pihak, Panitia Sembilan kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan [[Piagam Jakarta]] (''Jakarta Charter'') yang berisikan:<br>
=== Latar belakang ===
a. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya<br>
Di akhir [[perang Pasifik]], kekalahan [[Jepang]] semakin jelas. Pada tanggal 7 September 1944, [[Perdana Menteri Jepang]] [[Kuniaki Koiso|Jenderal Kuniaki Koiso]] mengumumkan bahwa Indonesia akan dimerdekakan kelak, sesudah tercapai kemenangan akhir dalam perang yang disebut Jepang sebagai "Perang [[Asia Timur]] Raya" itu. Dengan cara itu, Jepang berharap tentara [[Sekutu]] akan disambut oleh rakyat Indonesia sebagai penyerbu negara mereka, sehingga pada tanggal 1 Maret 1945 pimpinan pemerintah pendudukan militer Jepang di Jawa, Jenderal Kumakichi Harada, mengumumkan dibentuknya suatu badan khusus yang bertugas menyelididki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, yang dinamakan "Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia" (BPUPK). Pembentukan BPUPK juga untuk menyelidiki, mempelajari dan memepersiapakan hal-hal penting lainnya yang terkait dengan masalah tata pemerintahan guna mendirikan suatu negara Indonesia merdeka. Selain BPUPK, Jepang membentuk {{Nihongo|Panitia Pemeriksa Adat dan Tata Negara|旧観制度調査委員会|Kyuukan Seido Tyoosa Iinkai, kyūkan seido chōsa iinkai}} yang memiliki tugas untuk  menyelidiki adat dan tata negara Indonesia lama untuk disumbangkan kepada Jepang.
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab<br>
c. Persatuan Indonesia<br>
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan<br>
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia<br>


BPUPK resmi dibentuk pada tanggal 29 April 1945, bertepatan dengan ulang tahun [[kaisar]] [[Jepang]], Kaisar [[Hirohito]]. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPK dengan didampingi oleh dua orang ketua muda (wakil ketua), yaitu Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (orang Jepang). Selain menjadi ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga diangkat sebagai kepala kantor tata usaha BPUPK (semacam sekretariat) dibantu Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo. BPUPK sendiri beranggotakan 67 orang, yang terdiri dari: ''60 orang anggota aktif'' adalah tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari semua daerah dan aliran, serta ''7 orang anggota istimewa'' adalah perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini tidak mempunyai hak suara (keanggotaan mereka adalah pasif, yang artinya mereka hanya hadir dalam sidang BPUPK sebagai pengamat saja).
==Rapat Kedua==
Rapat membentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar beranggotakan 19 orang dengan ketua Ir. Soekarno.


Selama BPUPK berdiri, telah diadakan dua kali masa persidangan resmi BPUPK, dan juga adanya pertemuan-pertemuan yang tak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPK.
Pada tanggal 13 Juli 1945 Panitia Perancang UUD oekarno mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia kecil perancang UUD. Panitia ini selanjutnya membentuk lagi panitia kecil beranggotakan 7 orang yaitu:
# Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap anggota)
# Mr. Wongsonegoro
# Mr. Achmad Soebardjo
# Mr. A.A. Maramis
# Mr. R.P. Singgih
# H. Agus Salim
# Dr. Sukiman


=== Sidang resmi pertama ===
Pada tanggal 13 Juli 1945 Panitia Perancang UUD mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia kecil perancang UUD tersebut.
[[Berkas:Sidang BPUPKI - 2.jpg|jmpl|300px|''Persidangan resmi '''BPUPK''' yang pertama'' pada tanggal [[29 Mei]]-[[1 Juni]] [[1945]]]]
Pada tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara pelantikan dan sekaligus seremonial pembukaan masa persidangan BPUPK yang pertama di gedung ''Chuo Sangi In'' di [[Jakarta]], yang pada zaman kolonial [[Belanda]] gedung tersebut merupakan gedung [[Volksraad]] dan kini [[Gedung Pancasila]]. Namun masa persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPK yang pertama) diadakan selama empat hari dan baru dimulai pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Mei 1945, dan berlangsung sampai dengan tanggal [[1 Juni]] [[1945]], dengan tujuan untuk merumuskan dasar negara Indonesia, membahas bentuk negara Indonesia serta filsafat negara Indonesia merdeka.


Upacara pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPK yang pertama ini dihadiri oleh seluruh anggota BPUPK dan juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, [[Izagaki|Jenderal Izagaki]], yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, [[Yuichiro Nagano|Jenderal Yuichiro Nagano]]. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlangsung selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPK.
Pada tanggal 14 Juli 1945, rapat pleno BPUPKI menerima laporan Panitia Perancang UUD yang dibacakan oleh Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut tercantum tiga masalah pokok yaitu:<br>
a. pernyataan Indonesia merdeka<br>
b. pembukaan UUD<br>
c. batang tubuh UUD<br>


Sebelumnya agenda sidang diawali dengan membahas pandangan mengenai bentuk negara Indonesia, yakni disepakati berbentuk [[negara kesatuan]], kemudian agenda sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPK harus merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang akan menjiwai isi dari [[Undang-Undang Dasar]] Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, sebab [[Undang-Undang Dasar]] merupakan konstitusi Negara Kesatuan [[Indonesia|Republik Indonesia]].
Konsep proklamasi kemerdekaan rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama [[Piagam Jakarta]]. Sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat Piagam Jakarta.


Guna mendapatkan rumusan dasar negara [[Indonesia|Republik Indonesia]] yang benar-benar tepat, maka agenda acara dalam masa persidangan BPUPK yang pertama ini adalah mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional [[Indonesia]], yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara [[Indonesia|Republik Indonesia]] itu adalah sebagai berikut:
:# Sidang tanggal 29 Mei 1945, [[Mohammad Yamin|Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H.]] berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima asas dasar negara [[Indonesia|Republik Indonesia]], yaitu: “''1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat''”.
:# Sidang tanggal 31 Mei 1945, [[Soepomo|Prof. Mr. Dr. Soepomo]] berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima prinsip dasar negara [[Indonesia|Republik Indonesia]], yang beliau namakan "'''''Dasar Negara Indonesia Merdeka'''''", yaitu: “''1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Keseimbangan lahir batin; 4. Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial''”.
:# Sidang tanggal 1 Juni 1945, [[Soekarno|Ir. Soekarno]] berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara [[Indonesia|Republik Indonesia]], yang beliau namakan "'''''[[Pancasila]]'''''", yaitu: “''1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa''”.


Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara [[Indonesia|Republik Indonesia]] yang dikemukakan oleh [[Soekarno|Ir. Soekarno]] tersebut kemudian dikenal dengan istilah "'''''[[Pancasila]]'''''", masih menurut beliau bilamana diperlukan gagasan mengenai rumusan ''[[Pancasila]]'' ini dapat diperas menjadi "'''''[[Trisila]]'''''" (''Tiga Sila''), yaitu: “''1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan''”. Bahkan masih menurut [[Soekarno|Ir. Soekarno]] lagi, ''[[Trisila]]'' tersebut bila hendak diperas kembali dinamakannya sebagai "'''''[[Ekasila]]'''''" (''Satu Sila''), yaitu merupakan sila: “''Gotong-Royong''”, ini adalah merupakan upaya dari [[Soekarno|Bung Karno]] dalam menjelaskan bahwa konsep gagasan mengenai rumusan dasar negara [[Indonesia|Republik Indonesia]] yang dibawakannya tersebut adalah berada dalam kerangka "''satu-kesatuan''", yang tak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPK yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya ''Pancasila'' dan tanggal 1 Juni ditetapkan dan diperingati sebagai hari lahirnya ''[[Pancasila]]''.
==Susunan keanggotaan BPUPKI==


Pidato dari [[Soekarno|Ir. Soekarno]] ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPK yang pertama, setelah itu BPUPK mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau istirahat) selama satu bulan lebih. Sebelum dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggotakan 9 orang, yang dinamakan "''Panitia Sembilan''" dengan diketuai oleh [[Soekarno|Ir. Soekarno]], yang bertugas untuk mengolah usul dari konsep para anggota BPUPK mengenai dasar negara [[Indonesia|Republik Indonesia]].
# KRT Radjiman Wedyodiningrat (Ketua)
# R. Soeroso (Wakil Ketua)
# Ichi Bangase (Wakil Ketua) - orang Jepang
# Ir. Soekarno
# Dr. Moh. Hatta
# Mr. Muhammad Yamin
# Prof. Dr. Mr. Soepomo
# K.H. Wachid Hasyim
# Abdoel Kahar Muzakar
# Mr. A.A. Maramis
# Abikoesno Tjokrosoeyoso
# H. Agus Salim
# Mr. Achmad Soebardjo
# Prof. Dr. P.A.A. Hoesein Djayadiningrat
# Ki Bagus Hadikusuma


=== Masa antara sidang resmi pertama dan sidang resmi kedua ===
Di antara para anggotanya terdapat lima orang keturunan [[Tionghoa-Indonesia|Tionghoa]], yaitu <br>
[[Berkas:Naskah Asli Piagam Jakarta.jpg|jmpl|300px|Naskah "'''''[[Piagam Jakarta]]'''''" atau "''[[Piagam Jakarta|Jakarta Charter]]''" yang dihasilkan oleh "''Panitia Sembilan''" pada tanggal [[22 Juni]] [[1945]]]]
# [[Liem Koen Hian]]
Sampai akhir dari masa persidangan BPUPK yang pertama, masih belum ditemukan titik temu kesepakatan dalam perumusan dasar negara [[Indonesia|Republik Indonesia]] yang benar-benar tepat, sehingga dibentuklah "''Panitia Sembilan''" tersebut di atas guna menggodok berbagai masukan dari konsep-konsep sebelumnya yang telah dikemukakan oleh para anggota BPUPK itu. Adapun susunan keanggotaan dari "''Panitia Sembilan''" ini adalah sebagai berikut:
# [[Tan Eng Hoa]]
:# [[Soekarno|Ir. Soekarno]] (ketua)
# [[Oey Tiang Tjoe]]
:# [[Mohammad Hatta|Drs. Mohammad Hatta]] (wakil ketua)
# [[Oey Tjong Jauw]]
:# [[Achmad Soebardjo|Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo]] (anggota)
# Drs. [[Yap Tjwan Bing]].
:# [[Mohammad Yamin|Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H.]] (anggota)
:# [[Wahid Hasjim|Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim]] (anggota)
:# [[Abdoel Kahar Moezakir]] (anggota)
:# [[Abikoesno Tjokrosoejoso|Raden Abikusno Tjokrosoejoso]] (anggota)
:# [[Agus Salim|Haji Agus Salim]] (anggota)
:# [[Alexander Andries Maramis|Mr. Alexander Andries Maramis]] (anggota)


Sesudah melakukan perundingan yang cukup sulit antara 4 orang dari kaum kebangsaan (pihak "''[[Nasionalis]]''") dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak "''[[Islam]]''"), maka pada tanggal 22 Juni 1945 "''Panitia Sembilan''" kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara [[Indonesia|Republik Indonesia]] yang kemudian dikenal sebagai "'''''[[Piagam Jakarta]]'''''" atau "''[[Piagam Jakarta|Jakarta Charter]]''", yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "''[[Piagam Jakarta|Gentlemen's Agreement]]''". Setelah itu sebagai ketua "''Panitia Sembilan''", [[Soekarno|Ir. Soekarno]] melaporkan hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPK berupa dokumen rancangan asas dan tujuan "''[[Indonesia]] Merdeka''" yang disebut dengan "''[[Piagam Jakarta]]''" itu. Menurut dokumen tersebut, dasar negara [[Indonesia|Republik Indonesia]] adalah sebagai berikut:
==Pranala luar==
:# ''Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan [[Syariat Islam]] bagi pemeluk-pemeluknya'',
* [http://www.e-dukasi.net/modul_online/MO_107/sej204_16.htm Pembentukan BPUPKI]
:# ''Kemanusiaan yang adil dan beradab'',
{{indo-stub}}
:# ''Persatuan [[Indonesia]]'',
:# ''Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan'',
:# ''Keadilan sosial bagi seluruh rakyat [[Indonesia]]''.


Rancangan itu diterima untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan BPUPK yang kedua, yang diselenggarakan mulai tanggal 10 Juli 1945.
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]

Di antara dua masa persidangan resmi BPUPK itu, berlangsung pula persidangan tak resmi yang dihadiri 38 orang anggota BPUPK. Persidangan tak resmi ini dipimpin sendiri oleh [[Soekarno|Bung Karno]] yang membahas mengenai rancangan "''Pembukaan'' ([[bahasa Belanda]]: "''[[:nl:Preambule|Preambule]]''") ''[[Undang-Undang Dasar]] [[1945]]''", yang kemudian dilanjutkan pembahasannya pada masa persidangan BPUPK yang kedua (10 Juli-17 Juli 1945).

=== Sidang resmi kedua ===
[[Berkas:Sidang BPUPKI - 1.jpg|jmpl|300px|''Persidangan resmi '''BPUPK''' yang kedua'' pada tanggal [[10 Juli]]-[[17 Juli]] [[1945]]]]
Masa persidangan BPUPK yang kedua berlangsung sejak tanggal 10 Juli 1945 hingga tanggal 17 Juli 1945. Agenda sidang BPUPK kali ini membahas tentang wilayah Negara Kesatuan [[Indonesia|Republik Indonesia]], kewarganegaraan [[Indonesia]], rancangan [[Undang-Undang Dasar]], ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan dan pengajaran. Pada persidangan BPUPK yang kedua ini, anggota BPUPK dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah: Panitia ''Perancang [[Undang-Undang Dasar]]'' (diketuai oleh [[Soekarno|Ir. Soekarno]]), Panitia ''Pembelaan Tanah Air'' (diketuai oleh [[Abikoesno Tjokrosoejoso|Raden Abikusno Tjokrosoejoso]]), dan Panitia ''Ekonomi dan Keuangan'' (diketuai oleh [[Mohammad Hatta|Drs. Mohammad Hatta]]).

Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia ''Perancang [[Undang-Undang Dasar]]'', yang diketuai oleh [[Soekarno|Ir. Soekarno]], membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari [[Undang-Undang Dasar]], yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut:
:# [[Soepomo|Prof. Mr. Dr. Soepomo]] (ketua panitia kecil)
:# [[Mr. Wongsonegoro|Mr. KRMT Wongsonegoro]] (anggota)
:# [[Achmad Soebardjo|Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo]] (anggota)
:# [[Alexander Andries Maramis|Mr. Alexander Andries Maramis]] (anggota)
:# [[Raden Panji Singgih|Mr. Raden Panji Singgih]] (anggota)
:# [[Agus Salim|Haji Agus Salim]] (anggota)
:# [[Soekiman Wirjosandjojo|Dr. Soekiman Wirjosandjojo]] (anggota)

Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia ''Perancang Undang-Undang Dasar'', yang diketuai oleh [[Soekarno|Ir. Soekarno]], membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari [[Undang-Undang Dasar]], yang beranggotakan 7 orang tersebut.

Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPK menerima laporan panitia ''Perancang Undang-Undang Dasar'', yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, [[Soekarno|Ir. Soekarno]]. Dalam laporan tersebut membahas mengenai rancangan [[Undang-Undang Dasar]] yang di dalamnya tercantum tiga masalah pokok yaitu:
:# Pernyataan tentang ''[[Indonesia]] Merdeka''
:# Pembukaan [[Undang-Undang Dasar]]
:# Batang tubuh [[Undang-Undang Dasar]] yang kemudian dinamakan sebagai "''[[Undang-Undang Dasar]] [[1945]]''", yang isinya meliputi:
:::* Wilayah negara [[Indonesia]] adalah sama dengan bekas wilayah ''[[Hindia-Belanda]]'' dahulu, ditambah dengan [[Federasi Malaya|Malaya]], [[Kalimantan|Borneo]] Utara (sekarang adalah wilayah [[Sabah]] dan wilayah [[Serawak, Malaysia|Serawak]] di negara [[Malaysia]], serta wilayah negara [[Brunei|Brunei Darussalam]]), [[Papua]], [[Timor Leste|Timor-Portugis]] (sekarang adalah wilayah negara [[Timor Leste]]), dan pulau-pulau di sekitarnya,
:::* Bentuk negara [[Indonesia]] adalah ''Negara Kesatuan'',
:::* Bentuk pemerintahan [[Indonesia]] adalah ''[[Republik]]'',
:::* Bendera nasional [[Indonesia]] adalah ''[[Bendera Indonesia|Sang Saka Merah Putih]]'',
:::* Bahasa nasional [[Indonesia]] adalah ''[[Bahasa Indonesia]]''.

Konsep proklamasi kemerdekaan negara [[Indonesia]] baru rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "''[[Piagam Jakarta]]''", sedangkan konsep [[Undang-Undang Dasar]] hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat "''[[Piagam Jakarta]]''". Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPK mengenai penerapan aturan [[Islam]], [[Syariat Islam]], dalam negara [[Indonesia]] baru. "''Piagam Jakarta''" atau "''[[Piagam Jakarta|Jakarta Charter]]''" pada akhirnya disetujui dengan urutan dan redaksional yang sedikit berbeda.

== Persiapan kemerdekaan dilanjutkan oleh PPKI ==
[[Berkas:Sidang BPUPKI - 3.jpg|jmpl|300px|''Persidangan resmi '''[[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia|PPKI]]''''' pada tanggal 18 Agustus 1945]]
Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPK dibubarkan karena dianggap telah dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, yaitu menyusun rancangan [[Undang-Undang Dasar]] bagi negara ''Indonesia Merdeka'', dan digantikan dengan dibentuknya "'''''[[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]]'''''" ("''[[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia|PPKI]]''") atau dalam [[bahasa Jepang]]: ''Dokuritsu Junbi Inkai'' dengan [[Soekarno|Ir. Soekarno]] sebagai ketuanya.

Tugas "''[[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia|PPKI]]''" ini yang pertama adalah meresmikan pembukaan ([[bahasa Belanda]]: ''[[:nl:Preambule|preambule]]'') serta batang tubuh [[Undang-Undang Dasar]] 1945. Tugasnya yang kedua adalah melanjutkan hasil kerja BPUPK, mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan militer [[Jepang]] kepada bangsa [[Indonesia]], dan mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut masalah ketatanegaraan bagi negara [[Indonesia]] baru.

Anggota "''[[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia|PPKI]]''" sendiri terdiri dari 21 orang tokoh utama pergerakan nasional [[Indonesia]], sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah ''[[Hindia-Belanda]]'', terdiri dari: 12 orang asal [[Jawa]], 3 orang asal [[Sumatra]], 2 orang asal [[Sulawesi]], 1 orang asal [[Kalimantan]], 1 orang asal [[Kepulauan Nusa Tenggara|Sunda Kecil]] ([[Kepulauan Nusa Tenggara|Nusa Tenggara]]), 1 orang asal [[Maluku]], 1 orang asal etnis [[Tionghoa]]. "''[[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia|PPKI]]''" ini diketuai oleh [[Soekarno|Ir. Soekarno]], dan sebagai wakilnya adalah [[Mohammad Hatta|Drs. Mohammad Hatta]], sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk [[Achmad Soebardjo|Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo]]. Kemudian, anggota "''PPKI''" ditambah lagi sebanyak enam orang, yaitu: [[Wiranatakoesoema]], [[Ki Hadjar Dewantara]], [[Kasman Singodimedjo|Mr. Kasman Singodimedjo]], [[Sayuti Melik|Mohamad Ibnu Sayuti Melik]], [[Iwa Koesoemasoemantri]], dan [[Achmad Soebardjo|Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo]].

Secara simbolik "''PPKI''" dilantik oleh [[Terauchi|Jendral Terauchi]], pada tanggal 9 Agustus 1945, dengan mendatangkan [[Soekarno|Ir. Soekarno]], [[Mohammad Hatta|Drs. Mohammad Hatta]] dan [[Radjiman Wedyodiningrat|Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat]] ke "''[[Kota Hồ Chí Minh|Kota Ho Chi Minh]]''" atau dalam [[bahasa Vietnam]]: ''[[Kota Hồ Chí Minh|Thành phố Hồ Chí Minh]]'' (dahulu bernama: [[Kota Hồ Chí Minh|Saigon]]), adalah [[kota]] terbesar di negara [[Vietnam]] dan terletak dekat delta [[Mekong|Sungai Mekong]].

Pada saat "''PPKI''" terbentuk, keinginan rakyat [[Indonesia]] untuk merdeka semakin memuncak. Memuncaknya keinginan itu terbukti dengan adanya tekad yang bulat dari semua golongan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan negara [[Indonesia]]. Golongan muda kala itu menghendaki agar kemerdekaan diproklamasikan tanpa kerjasama dengan pihak pemerintah pendudukan militer [[Jepang]] sama sekali, termasuk proklamasi kemerdekaan dalam sidang "''[[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia|PPKI]]''". Pada saat itu ada anggapan dari golongan muda bahwa "''[[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia|PPKI]]''" ini adalah hanya merupakan sebuah badan bentukan pihak pemerintah pendudukan militer [[Jepang]]. Di lain pihak "''[[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia|PPKI]]''" adalah sebuah badan yang ada waktu itu guna mempersiapkan hal-hal yang perlu bagi terbentuknya suatu negara [[Indonesia]] baru.

Tetapi cepat atau lambatnya kemerdekaan [[Indonesia]] bisa diberikan oleh pemerintah pendudukan militer [[Jepang]] adalah tergantung kepada sejauh mana semua hasil kerja dari "''[[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia|PPKI]]''". [[Terauchi|Jendral Terauchi]] kemudian akhirnya menyampaikan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan [[Indonesia]] akan diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan [[Indonesia]] diserahkan sepenuhnya kepada "''[[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia|PPKI]]''". Dalam suasana mendapat tekanan atau beban berat seperti demikian itulah "''PPKI''" harus bekerja keras guna meyakinkan dan mewujud-nyatakan keinginan atau cita-cita luhur seluruh rakyat [[Indonesia]], yang sangat haus dan rindu akan sebuah kehidupan kebangsaan yang bebas, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

[[Berkas:Indonesia declaration of independence 17 August 1945.jpg|jmpl|300px|[[Soekarno|Ir. Soekarno]] membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan [[Indonesia|Republik Indonesia]] yang sudah diketik oleh [[Sayuti Melik|Mohamad Ibnu Sayuti Melik]] dan telah ditandatangani oleh [[Soekarno]]-[[Mohammad Hatta|Hatta]]]]
Sementara itu dalam sidang "''PPKI''" pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam hitungan kurang dari 15 menit telah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik dari pihak kaum keagamaan yang ''beragama non-Muslim'' serta pihak kaum keagamaan yang ''menganut ajaran kebatinan'', yang kemudian diikuti oleh pihak kaum kebangsaan (pihak "''[[Nasionalis]]''") guna melunakkan hati pihak tokoh-tokoh kaum keagamaan yang ''beragama [[Islam]]'' guna dihapuskannya "'''''tujuh kata'''''" dalam "''[[Piagam Jakarta]]''" atau "''[[Piagam Jakarta|Jakarta Charter]]''".

Setelah itu [[Mohammad Hatta|Drs. Mohammad Hatta]] masuk ke dalam ruang sidang "''[[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia|PPKI]]''" dan membacakan empat perubahan dari hasil kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik tersebut. Hasil perubahan yang kemudian disepakati sebagai "''pembukaan'' ([[bahasa Belanda]]: "''[[:nl:Preambule|preambule]]''") dan ''batang tubuh [[Undang-Undang Dasar]] [[1945]]''", yang saat ini biasa disebut dengan hanya ''[[Undang-Undang Dasar|UUD]] [[1945|'45]]'' adalah:
::* '''Pertama''', kata “''Muqaddimah''” yang berasal dari bahasa [[Arab]], muqaddimah, diganti dengan kata “''Pembukaan''”.
::* '''Kedua''', anak kalimat "''[[Piagam Jakarta]]''" yang menjadi pembukaan ''[[Undang-Undang Dasar]] [[1945]]'', diganti dengan, “''Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa''”.
::* '''Ketiga''', kalimat yang menyebutkan “''Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam''”, seperti tertulis dalam '''pasal 6 ayat 1''', diganti dengan mencoret kata-kata “''dan beragama Islam''”.
::* '''Keempat''', terkait perubahan ''poin Kedua'', maka '''pasal 29 ayat 1''' dari yang semula berbunyi: “''Negara berdasarkan atas Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan [[Syariat Islam]] bagi pemeluk-pemeluknya''” diganti menjadi berbunyi: “''Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa''”.

"''[[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia|PPKI]]''" sangat berperan dalam penataan awal negara [[Indonesia]] baru. Walaupun kelompok muda kala itu hanya menganggap "''[[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia|PPKI]]''" sebagai sebuah lembaga buatan pihak pemerintah pendudukan militer [[Jepang]], namun terlepas dari anggapan tersebut, peran serta jasa badan ini sama sekali tak boleh kita remehkan dan abaikan, apalagi kita lupakan. Anggota "''PPKI''" telah menjalankan tugas yang diembankan kepada mereka dengan sebaik-baiknya, hingga pada akhirnya "''PPKI''" dapat meletakkan dasar-dasar ketatanegaraan yang kuat bagi negara Indonesia yang saat itu baru saja berdiri.

== Lihat pula ==
* [[Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945]]

== Referensi ==
; Catatan kaki
{{reflist
| colwidth = 30em
| refs =
}}
<!-- Belum ada Daftar Pustaka (tetapi ada di catatan kaki...)
; Daftar pustaka
{{refbegin|2}}
-->

{{BPUPKI}}

Revisi terkini sejak 30 Agustus 2024 19.46

Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (Jepang: 独立準備調査会, Hepburn: Dokuritsu Junbi Chōsa-kai, Nihon-shiki: Dokuritu Zyunbi Tyoosa-kai, disingkat "BPUPK"), lebih dikenal sebagai Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (disingkat "BPUPKI"), adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang di Jawa. Pemerintahan militer Jepang yang diwakili komando AD Ke-16 dan Ke-25 menyetujui pembentukan Badan Penyelidikan Upaya Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada 1 Maret 1945. Karena kedua komando ini berwenang atas daerah Jawa (termasuk Madura) dan Sumatra. BPUPKI hanya dibentuk untuk kedua wilayah tersebut, sedangkan di wilayah Kalimantan dan Indonesia Timur yang dikuasai komando AL Jepang tidak dibentuk badan serupa.[1]

Pendirian badan ini sudah diumumkan oleh Kumakichi Harada pada tanggal 1 Maret 1945,[2] tetapi badan ini baru benar-benar diresmikan pada tanggal 29 April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 67 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase Yoshio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso.

Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh Raden Pandji Soeroso dengan wakil Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda Toyohiko (orang Jepang). Tugas dari BPUPKI sendiri adalah mempelajari dan menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, tata pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara Indonesia merdeka.

Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan kemudian membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau (bahasa Jepang: 独立準備委員会 Dokuritsu Junbi Iinkai), dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda,[3] terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatra, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa.

Nama resmi badan ini dalam bahasa Indonesia adalah "Badan untuk Menyelidiki Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan", tetapi nama yang lebih umum digunakan adalah "Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan". Dalam banyak sumber-sumber sejarah berbahasa Indonesia, sering kali badan ini disebut "Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia" atau "BPUPKI", tetapi sebenarnya nama asli lembaga ini tidak mencakup "Indonesia". Alasannya adalah karena badan ini dibentuk oleh komando Angkatan Darat ke-16 Jepang yang hanya memiliki wewenang di Jawa. Komando Angkatan Darat ke-25 Jepang yang memiliki wewenang di Sumatra baru mengizinkan pendirian BPUPK untuk Sumatra pada 25 Juli 1945. Sementara itu, wilayah Kalimantan dan Indonesia Timur berada di bawah wewenang kaigun (Angkatan Laut) Jepang dan mereka tidak mengizinkan pendirian lembaga persiapan kemerdekaan.[4]

Latar belakang

[sunting | sunting sumber]

Di akhir perang Pasifik, kekalahan Jepang semakin jelas. Pada tanggal 7 September 1944, Perdana Menteri Jepang Jenderal Kuniaki Koiso mengumumkan bahwa Indonesia akan dimerdekakan kelak, sesudah tercapai kemenangan akhir dalam perang yang disebut Jepang sebagai "Perang Asia Timur Raya" itu. Dengan cara itu, Jepang berharap tentara Sekutu akan disambut oleh rakyat Indonesia sebagai penyerbu negara mereka, sehingga pada tanggal 1 Maret 1945 pimpinan pemerintah pendudukan militer Jepang di Jawa, Jenderal Kumakichi Harada, mengumumkan dibentuknya suatu badan khusus yang bertugas menyelididki usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, yang dinamakan "Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia" (BPUPK). Pembentukan BPUPK juga untuk menyelidiki, mempelajari dan memepersiapakan hal-hal penting lainnya yang terkait dengan masalah tata pemerintahan guna mendirikan suatu negara Indonesia merdeka. Selain BPUPK, Jepang membentuk Panitia Pemeriksa Adat dan Tata Negara (旧観制度調査委員会, Kyuukan Seido Tyoosa Iinkai, kyūkan seido chōsa iinkai) yang memiliki tugas untuk  menyelidiki adat dan tata negara Indonesia lama untuk disumbangkan kepada Jepang.

BPUPK resmi dibentuk pada tanggal 29 April 1945, bertepatan dengan ulang tahun kaisar Jepang, Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPK dengan didampingi oleh dua orang ketua muda (wakil ketua), yaitu Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yoshio (orang Jepang). Selain menjadi ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga diangkat sebagai kepala kantor tata usaha BPUPK (semacam sekretariat) dibantu Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo. BPUPK sendiri beranggotakan 67 orang, yang terdiri dari: 60 orang anggota aktif adalah tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari semua daerah dan aliran, serta 7 orang anggota istimewa adalah perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini tidak mempunyai hak suara (keanggotaan mereka adalah pasif, yang artinya mereka hanya hadir dalam sidang BPUPK sebagai pengamat saja).

Selama BPUPK berdiri, telah diadakan dua kali masa persidangan resmi BPUPK, dan juga adanya pertemuan-pertemuan yang tak resmi oleh panitia kecil di bawah BPUPK.

Sidang resmi pertama

[sunting | sunting sumber]
Persidangan resmi BPUPK yang pertama pada tanggal 29 Mei-1 Juni 1945

Pada tanggal 28 Mei 1945, diadakan upacara pelantikan dan sekaligus seremonial pembukaan masa persidangan BPUPK yang pertama di gedung Chuo Sangi In di Jakarta, yang pada zaman kolonial Belanda gedung tersebut merupakan gedung Volksraad dan kini Gedung Pancasila. Namun masa persidangan resminya sendiri (masa persidangan BPUPK yang pertama) diadakan selama empat hari dan baru dimulai pada keesokan harinya, yakni pada tanggal 29 Mei 1945, dan berlangsung sampai dengan tanggal 1 Juni 1945, dengan tujuan untuk merumuskan dasar negara Indonesia, membahas bentuk negara Indonesia serta filsafat negara Indonesia merdeka.

Upacara pelantikan dan seremonial pembukaan masa persidangan BPUPK yang pertama ini dihadiri oleh seluruh anggota BPUPK dan juga dua orang pembesar militer jepang, yaitu: Panglima Tentara Wilayah ke-7, Jenderal Izagaki, yang menguasai Jawa serta Panglima Tentara Wilayah ke-16, Jenderal Yuichiro Nagano. Namun untuk selanjutnya pada masa persidangan resminya itu sendiri, yang berlangsung selama empat hari, hanya dihadiri oleh seluruh anggota BPUPK.

Sebelumnya agenda sidang diawali dengan membahas pandangan mengenai bentuk negara Indonesia, yakni disepakati berbentuk negara kesatuan, kemudian agenda sidang dilanjutkan dengan merumuskan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Untuk hal ini, BPUPK harus merumuskan dasar negara Republik Indonesia terlebih dahulu yang akan menjiwai isi dari Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia itu sendiri, sebab Undang-Undang Dasar merupakan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Guna mendapatkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, maka agenda acara dalam masa persidangan BPUPK yang pertama ini adalah mendengarkan pidato dari tiga orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara Republik Indonesia itu adalah sebagai berikut:

  1. Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima asas dasar negara Republik Indonesia, yaitu: “1. Peri Kebangsaan; 2. Peri Kemanusiaan; 3. Peri Ketuhanan; 4. Peri Kerakyatan; dan 5. Kesejahteraan Rakyat”.
  2. Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima prinsip dasar negara Republik Indonesia, yang beliau namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: “1. Persatuan; 2. Kekeluargaan; 3. Keseimbangan lahir batin; 4. Musyawarah; dan 5. Keadilan Sosial”.
  3. Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang beliau namakan "Pancasila", yaitu: “1. Kebangsaan Indonesia; 2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan; 3. Mufakat atau Demokrasi; 4. Kesejahteraan Sosial; dan 5. Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia yang dikemukakan oleh Ir. Soekarno tersebut kemudian dikenal dengan istilah "Pancasila", masih menurut beliau bilamana diperlukan gagasan mengenai rumusan Pancasila ini dapat diperas menjadi "Trisila" (Tiga Sila), yaitu: “1. Sosionasionalisme; 2. Sosiodemokrasi; dan 3. Ketuhanan Yang Berkebudayaan”. Bahkan masih menurut Ir. Soekarno lagi, Trisila tersebut bila hendak diperas kembali dinamakannya sebagai "Ekasila" (Satu Sila), yaitu merupakan sila: “Gotong-Royong”, ini adalah merupakan upaya dari Bung Karno dalam menjelaskan bahwa konsep gagasan mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia yang dibawakannya tersebut adalah berada dalam kerangka "satu-kesatuan", yang tak terpisahkan satu dengan lainnya. Masa persidangan BPUPK yang pertama ini dikenang dengan sebutan detik-detik lahirnya Pancasila dan tanggal 1 Juni ditetapkan dan diperingati sebagai hari lahirnya Pancasila.

Pidato dari Ir. Soekarno ini sekaligus mengakhiri masa persidangan BPUPK yang pertama, setelah itu BPUPK mengalami masa reses persidangan (periode jeda atau istirahat) selama satu bulan lebih. Sebelum dimulainya masa reses persidangan, dibentuklah suatu panitia kecil yang beranggotakan 9 orang, yang dinamakan "Panitia Sembilan" dengan diketuai oleh Ir. Soekarno, yang bertugas untuk mengolah usul dari konsep para anggota BPUPK mengenai dasar negara Republik Indonesia.

Masa antara sidang resmi pertama dan sidang resmi kedua

[sunting | sunting sumber]
Naskah "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" yang dihasilkan oleh "Panitia Sembilan" pada tanggal 22 Juni 1945

Sampai akhir dari masa persidangan BPUPK yang pertama, masih belum ditemukan titik temu kesepakatan dalam perumusan dasar negara Republik Indonesia yang benar-benar tepat, sehingga dibentuklah "Panitia Sembilan" tersebut di atas guna menggodok berbagai masukan dari konsep-konsep sebelumnya yang telah dikemukakan oleh para anggota BPUPK itu. Adapun susunan keanggotaan dari "Panitia Sembilan" ini adalah sebagai berikut:

  1. Ir. Soekarno (ketua)
  2. Drs. Mohammad Hatta (wakil ketua)
  3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)
  4. Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. (anggota)
  5. Kiai Haji Abdul Wahid Hasjim (anggota)
  6. Abdoel Kahar Moezakir (anggota)
  7. Raden Abikusno Tjokrosoejoso (anggota)
  8. Haji Agus Salim (anggota)
  9. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)

Sesudah melakukan perundingan yang cukup sulit antara 4 orang dari kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") dan 4 orang dari kaum keagamaan (pihak "Islam"), maka pada tanggal 22 Juni 1945 "Panitia Sembilan" kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara Republik Indonesia yang kemudian dikenal sebagai "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter", yang pada waktu itu disebut-sebut juga sebagai sebuah "Gentlemen's Agreement". Setelah itu sebagai ketua "Panitia Sembilan", Ir. Soekarno melaporkan hasil kerja panitia kecil yang dipimpinnya kepada anggota BPUPK berupa dokumen rancangan asas dan tujuan "Indonesia Merdeka" yang disebut dengan "Piagam Jakarta" itu. Menurut dokumen tersebut, dasar negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut:

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia,
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rancangan itu diterima untuk selanjutnya dimatangkan dalam masa persidangan BPUPK yang kedua, yang diselenggarakan mulai tanggal 10 Juli 1945.

Di antara dua masa persidangan resmi BPUPK itu, berlangsung pula persidangan tak resmi yang dihadiri 38 orang anggota BPUPK. Persidangan tak resmi ini dipimpin sendiri oleh Bung Karno yang membahas mengenai rancangan "Pembukaan (bahasa Belanda: "Preambule") Undang-Undang Dasar 1945", yang kemudian dilanjutkan pembahasannya pada masa persidangan BPUPK yang kedua (10 Juli-17 Juli 1945).

Sidang resmi kedua

[sunting | sunting sumber]
Persidangan resmi BPUPK yang kedua pada tanggal 10 Juli-17 Juli 1945

Masa persidangan BPUPK yang kedua berlangsung sejak tanggal 10 Juli 1945 hingga tanggal 17 Juli 1945. Agenda sidang BPUPK kali ini membahas tentang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, serta pendidikan dan pengajaran. Pada persidangan BPUPK yang kedua ini, anggota BPUPK dibagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia-panitia kecil yang terbentuk itu antara lain adalah: Panitia Perancang Undang-Undang Dasar (diketuai oleh Ir. Soekarno), Panitia Pembelaan Tanah Air (diketuai oleh Raden Abikusno Tjokrosoejoso), dan Panitia Ekonomi dan Keuangan (diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta).

Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas pembentukan lagi panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang yaitu sebagai berikut:

  1. Prof. Mr. Dr. Soepomo (ketua panitia kecil)
  2. Mr. KRMT Wongsonegoro (anggota)
  3. Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo (anggota)
  4. Mr. Alexander Andries Maramis (anggota)
  5. Mr. Raden Panji Singgih (anggota)
  6. Haji Agus Salim (anggota)
  7. Dr. Soekiman Wirjosandjojo (anggota)

Pada tanggal 13 Juli 1945, sidang panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Ir. Soekarno, membahas hasil kerja panitia kecil di bawahnya, yang tugasnya adalah khusus merancang isi dari Undang-Undang Dasar, yang beranggotakan 7 orang tersebut.

Pada tanggal 14 Juli 1945, sidang pleno BPUPK menerima laporan panitia Perancang Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri, Ir. Soekarno. Dalam laporan tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tercantum tiga masalah pokok yaitu:

  1. Pernyataan tentang Indonesia Merdeka
  2. Pembukaan Undang-Undang Dasar
  3. Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan sebagai "Undang-Undang Dasar 1945", yang isinya meliputi:

Konsep proklamasi kemerdekaan negara Indonesia baru rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama "Piagam Jakarta", sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat "Piagam Jakarta". Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPK mengenai penerapan aturan Islam, Syariat Islam, dalam negara Indonesia baru. "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" pada akhirnya disetujui dengan urutan dan redaksional yang sedikit berbeda.

Persiapan kemerdekaan dilanjutkan oleh PPKI

[sunting | sunting sumber]
Persidangan resmi PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945

Pada tanggal 7 Agustus 1945, BPUPK dibubarkan karena dianggap telah dapat menyelesaikan tugasnya dengan baik, yaitu menyusun rancangan Undang-Undang Dasar bagi negara Indonesia Merdeka, dan digantikan dengan dibentuknya "Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia" ("PPKI") atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai dengan Ir. Soekarno sebagai ketuanya.

Tugas "PPKI" ini yang pertama adalah meresmikan pembukaan (bahasa Belanda: preambule) serta batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945. Tugasnya yang kedua adalah melanjutkan hasil kerja BPUPK, mempersiapkan pemindahan kekuasaan dari pihak pemerintah pendudukan militer Jepang kepada bangsa Indonesia, dan mempersiapkan segala sesuatu yang menyangkut masalah ketatanegaraan bagi negara Indonesia baru.

Anggota "PPKI" sendiri terdiri dari 21 orang tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, sebagai upaya untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-Belanda, terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatra, 2 orang asal Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1 orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa. "PPKI" ini diketuai oleh Ir. Soekarno, dan sebagai wakilnya adalah Drs. Mohammad Hatta, sedangkan sebagai penasihatnya ditunjuk Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Kemudian, anggota "PPKI" ditambah lagi sebanyak enam orang, yaitu: Wiranatakoesoema, Ki Hadjar Dewantara, Mr. Kasman Singodimedjo, Mohamad Ibnu Sayuti Melik, Iwa Koesoemasoemantri, dan Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo.

Secara simbolik "PPKI" dilantik oleh Jendral Terauchi, pada tanggal 9 Agustus 1945, dengan mendatangkan Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta dan Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat ke "Kota Ho Chi Minh" atau dalam bahasa Vietnam: Thành phố Hồ Chí Minh (dahulu bernama: Saigon), adalah kota terbesar di negara Vietnam dan terletak dekat delta Sungai Mekong.

Pada saat "PPKI" terbentuk, keinginan rakyat Indonesia untuk merdeka semakin memuncak. Memuncaknya keinginan itu terbukti dengan adanya tekad yang bulat dari semua golongan untuk segera memproklamasikan kemerdekaan negara Indonesia. Golongan muda kala itu menghendaki agar kemerdekaan diproklamasikan tanpa kerjasama dengan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang sama sekali, termasuk proklamasi kemerdekaan dalam sidang "PPKI". Pada saat itu ada anggapan dari golongan muda bahwa "PPKI" ini adalah hanya merupakan sebuah badan bentukan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang. Di lain pihak "PPKI" adalah sebuah badan yang ada waktu itu guna mempersiapkan hal-hal yang perlu bagi terbentuknya suatu negara Indonesia baru.

Tetapi cepat atau lambatnya kemerdekaan Indonesia bisa diberikan oleh pemerintah pendudukan militer Jepang adalah tergantung kepada sejauh mana semua hasil kerja dari "PPKI". Jendral Terauchi kemudian akhirnya menyampaikan keputusan pemerintah pendudukan militer Jepang bahwa kemerdekaan Indonesia akan diberikan pada tanggal 24 Agustus 1945. Seluruh persiapan pelaksanaan kemerdekaan Indonesia diserahkan sepenuhnya kepada "PPKI". Dalam suasana mendapat tekanan atau beban berat seperti demikian itulah "PPKI" harus bekerja keras guna meyakinkan dan mewujud-nyatakan keinginan atau cita-cita luhur seluruh rakyat Indonesia, yang sangat haus dan rindu akan sebuah kehidupan kebangsaan yang bebas, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Ir. Soekarno membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah diketik oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik dan telah ditandatangani oleh Soekarno-Hatta

Sementara itu dalam sidang "PPKI" pada tanggal 18 Agustus 1945, dalam hitungan kurang dari 15 menit telah terjadi kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik dari pihak kaum keagamaan yang beragama non-Muslim serta pihak kaum keagamaan yang menganut ajaran kebatinan, yang kemudian diikuti oleh pihak kaum kebangsaan (pihak "Nasionalis") guna melunakkan hati pihak tokoh-tokoh kaum keagamaan yang beragama Islam guna dihapuskannya "tujuh kata" dalam "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter".

Setelah itu Drs. Mohammad Hatta masuk ke dalam ruang sidang "PPKI" dan membacakan empat perubahan dari hasil kesepakatan dan kompromi atas lobi-lobi politik tersebut. Hasil perubahan yang kemudian disepakati sebagai "pembukaan (bahasa Belanda: "preambule") dan batang tubuh Undang-Undang Dasar 1945", yang saat ini biasa disebut dengan hanya UUD '45 adalah:

  • Pertama, kata “Muqaddimah” yang berasal dari bahasa Arab, muqaddimah, diganti dengan kata “Pembukaan”.
  • Kedua, anak kalimat "Piagam Jakarta" yang menjadi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, diganti dengan, “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.
  • Ketiga, kalimat yang menyebutkan “Presiden ialah orang Indonesia asli dan beragama Islam”, seperti tertulis dalam pasal 6 ayat 1, diganti dengan mencoret kata-kata “dan beragama Islam”.
  • Keempat, terkait perubahan poin Kedua, maka pasal 29 ayat 1 dari yang semula berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan Syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi berbunyi: “Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa”.

"PPKI" sangat berperan dalam penataan awal negara Indonesia baru. Walaupun kelompok muda kala itu hanya menganggap "PPKI" sebagai sebuah lembaga buatan pihak pemerintah pendudukan militer Jepang, namun terlepas dari anggapan tersebut, peran serta jasa badan ini sama sekali tak boleh kita remehkan dan abaikan, apalagi kita lupakan. Anggota "PPKI" telah menjalankan tugas yang diembankan kepada mereka dengan sebaik-baiknya, hingga pada akhirnya "PPKI" dapat meletakkan dasar-dasar ketatanegaraan yang kuat bagi negara Indonesia yang saat itu baru saja berdiri.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
Catatan kaki
  1. ^ Evita, Andi Lili. Paeni, Mukhlis; Sastrodinomo, Kasijanto, ed. Gubernur Pertama Di Indonesia. Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. ISBN 978-602-1289-72-3. 
  2. ^ Iswara N. Raditya, Peran BPUPKI dan PPKI di Seputar Hari Lahir Pancasila, Tirto.id, 1 Juni 2017
  3. ^ Pasca proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 PPKI berfungsi dan berperan secara ex officio:
    a. Sebagai representasi perwakilan seluruh rakyat Indonesia
    b. Sebagai lembaga resmi yang mempunyai kewenangan untuk mengesahkan UUD Negara
    c. Sebagai lembaga yang dapat memilih dan mengangkat presiden dan wakil presiden
    d. Sebagai lembaga pendiri negara Republik Indonesia
    e. Sebagai lembaga tertinggi dalam Negara Republik Indonesia.
    Lihat
    - Yunarti, Dorothea Rini (2003). BPUPKI, PPKI, proklamasi kemerdekaan RI. University of Michigan Press. ISBN 9797090779, 9789797090777 Periksa nilai: invalid character |isbn= (bantuan).  - Amini, Aisyah (2004). Pasang surut peran DPR-MPR, 1945-2004. University of Michigan Press. ISBN 9799825245, 9789799825247 Periksa nilai: invalid character |isbn= (bantuan). 
  4. ^ Kusuma, A.B.; Elson, R.E. (2011), "A note on the sources for the 1945 constitutional debates in Indonesia" (PDF), Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde, 167 (2–3): 196–197, catatan kaki 3, doi:10.1163/22134379-90003589, ISSN 0006-2294