Perundingan Linggajati: Perbedaan antara revisi
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler |
|||
(52 revisi perantara oleh 28 pengguna tidak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{Infobox treaty |
|||
{{nofootnotes}} |
|||
|name=Perundingan Linggajati{{efn|name=Salah eja|Populer salah eja sebagai Linggarjati.}} |
|||
{{refimprove}} |
|||
|image="LINGGADJATI" GETEKEND-PGM4011927.webm |
|||
⚫ | |||
|image_size=280px |
|||
[[Berkas:Linggadjati.jpg|jmpl|250px|{{PAGENAME}}]] |
|||
|caption=Sebuah [[film berita]] tentang pengesahan Perjanjian Linggajati pada tanggal 15 November 1946 oleh perwakilan Indonesia dan Belanda. |
|||
'''Perundingan Linggarjati''' atau kadang juga disebut '''Perundingan Lingga''''''r''''''jati''' adalah suatu perundingan antara [[Indonesia]] dan [[Belanda]] di [[Linggarjati]], [[Jawa Barat]] yang menghasilkan persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di [[Istana Merdeka]] [[Jakarta]] pada [[15 November]] [[1946]] dan ditandatangani secara sah oleh kedua negara pada [[25 Maret]] [[1947]]. {{sfn|Ricklefs |2008|pp=358-360}} |
|||
|type=Kesepakatan politik |
|||
|context= |
|||
|image_alt=Peserta Perundignan Linggarjati |
|||
|parties=* {{flag|Indonesia}} |
|||
* {{flag|Hindia Belanda}} |
|||
|location_signed=[[Linggajati, Cilimus, Kuningan|Linggajati]], [[Kabupaten Kuningan]] |
|||
|date_drafted= |
|||
|date_signed=15 November 1946 |
|||
|mediators= |
|||
|alt=dwafwa}} |
|||
{{Sejarah Indonesia}} |
|||
[[File:Overeenkomst van Linggadjati. Deelnemers aan de conferentie Ir. Soekarno , Prof., Bestanddeelnr 901-9574.jpg|thumb|Para peserta Linggajati: [[Soekarno]], [[Willem Schermerhorn]], [[Miles Wedderburn Lampson Killearn|Lord Killearn]], dan [[Mohammad Hatta]] saat jamuan makan]] |
|||
'''Perundingan Linggajati'''{{efn|name=Salah eja}} atau '''Perundingan Kuningan'''<ref>{{Cite web|title=Linggadjati Agreement {{!}} Netherlands-Indonesia [1946]|url=https://www.britannica.com/event/Linggadjati-Agreement|website=Encyclopedia Britannica|language=en|access-date=2020-11-03}}</ref> adalah kesepakatan politik yang disepakati pada tanggal 15 November 1946 oleh pemerintah [[Belanda]] dan [[Indonesia|Republik Indonesia]] yang dideklarasikan secara sepihak di desa [[Linggajati, Cilimus, Kuningan|Linggajati]], [[Kabupaten Kuningan]], dekat [[Kota Cirebon|Cirebon]] yang mana Belanda mengakui republik ini memiliki kekuasaan ''de facto'' di [[Jawa]], [[Pulau Madura|Madura]], dan [[Sumatra]].<ref name=":0">{{cite book|last=Ricklefs|first=M. C.|date=|year=2008|url=|title=A History of Modern Indonesia Since c. 1300|location=London|publisher=Palgrave Macmillan|isbn=978-0-230-54685-1|edition=4th|pages=|authorlink=M. C. Ricklefs|origyear=1981|url-status=live}}</ref> |
|||
== Latar |
== Latar belakang == |
||
Pada tahun 1942, [[Imperium Jepang|Jepang]] [[Pendudukan Jepang di Hindia-Belanda|menduduki Hindia Belanda]]. Pada tanggal 17 Agustus 1945, dua hari setelah [[Hari Kemenangan atas Jepang|Jepang menyerah]], pemimpin nasionalis Indonesia, [[Soekarno]], [[Proklamasi Kemerdekaan Indonesia|mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia]]. Belanda memandang kepemimpinan Indonesia sebagai kolaborator dengan pendudukan Jepang dan bertekad untuk menegaskan kembali kendali mereka atas negara ini dengan paksa.{{sfn|Ricklefs|2008|p=341-344}} Pertempuran pun pecah, yang kemudian berkembang menjadi [[Revolusi Nasional Indonesia|perang kemerdekaan]] berskala besar antara pasukan Belanda dan pasukan republik Indonesia. Pada pertengahan 1946, kedua belah pihak berada di bawah tekanan untuk berunding. Pada bulan Juli 1946, [[Gubernur Jenderal Hindia Belanda|Pelaksana Tugas Gubernur Jenderal Hindia Belanda]] [[Hubertus Johannes van Mook|Hubertus van Mook]] menyelenggarakan sebuah [[Konferensi Malino|konferensi]] di Malino yang dihadiri oleh perwakilan dari Kalimantan dan Indonesia bagian timur yang mendukung usulan untuk membentuk negara federal [[Republik Indonesia Serikat|Indonesia Serikat]] yang memiliki hubungan dengan Belanda.{{sfn|Ricklefs|2008|pp=358–360}} |
|||
Masuknya [[AFNEI]] yang diboncengi [[NICA]] ke Indonesia karena Jepang menetapkan 'status quo' di Indonesia menyebabkan terjadinya konflik antara Indonesia dengan Belanda, seperti contohnya peristiwa 10 November, selain itu pemerintah Inggris menjadi penanggung jawab untuk menyelesaikan konflik politik dan militer di Asia. Oleh sebab itu, Sir Archibald Clark Kerr, Diplomat Inggris, mengundang Indonesia dan Belanda untuk berunding di Hooge Veluwe, tetapi perundingan tersebut gagal karena Indonesia meminta Belanda mengakui kedaulatannya atas Jawa, Sumatera dan Pulau Madura, tetapi Belanda hanya mau mengakui Indonesia atas Jawa dan Madura saja....... |
|||
== Pihak yang terlibat == |
|||
Dalam perjanjian tersebut terdapat beberapa tokoh yang datang sekaligus mewakili masing-masing pihak. Para tokoh yang terdapat dalam perjanjian bersejarah tersebut, yaitu:<ref>{{cite web|title= Perjanjian Linggarjati: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya|author= Serafica Gischa|website= Kompas.com|year= 2020|accessdate= 9 Januari 2021|url= https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/10/090000769/perjanjian-linggarjati-latar-belakang-isi-dan-dampaknya?page=all}}</ref> |
|||
* Pihak Indonesia diwakili oleh [[Sutan Sjahrir]] sebagai ketua. Ditemani oleh [[Adnan Kapau Gani]], [[Soesanto Tirtoprodjo]], dan [[Mohamad Roem]]. |
|||
* Pihak Belanda diwakili oleh [[Willem Schermerhorn]] sebagai ketua dan ditemani oleh [[Max van Poll]], [[Hubertus Johannes van Mook|H.J. van Mook]] serta [[F de Boer]]. |
|||
* Pihak Inggris selaku penanggung jawab atau mediator diwakili oleh [[Miles Wedderburn Lampson Killearn|Lord Killearn]]. |
|||
== Misi pendahuluan == |
== Misi pendahuluan == |
||
[[Berkas:Besprekingen en ondertekening wapenstilstandsovereenkomst Linggadjati conferent, Bestanddeelnr 901-9430.jpg|jmpl|294x294px|Persetujuan gencatan senjata yang membuka peluang Perundingan Linggajati. [[Sutan Sjahrir]] berada di kanan ]] |
|||
Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan [[Lord Killearn]] ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata ( |
Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan [[Miles Wedderburn Lampson Killearn|Lord Killearn]] ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggajati yang dimulai tanggal 11 November 1946.<ref name=":0" /> |
||
== Jalannya perundingan == |
== Jalannya perundingan == |
||
Setelah pemilihan umum Belanda pada tahun 1946, koalisi pemerintahan yang baru terbentuk memutuskan untuk mendirikan "Komisi Jenderal" untuk memulai negosiasi dengan Indonesia. Pemimpin dari komisi ini adalah [[Willem Schermerhorn]]. Tujuan didirkannya komisi ini adalah untuk mengatur [[konstitusi]] Hindia Belanda pada pasca-[[Perang Dunia II]] tanpa memerdekakan koloninya.<ref name=":1">{{Cite web|title=The 'Linggadjati Agreement'|url=https://www.indonesia-nederland.org/linggarjati-award-2/the-linggadjati-agreement/|website=Indonesia Nederland Society|language=en-US|access-date=2020-11-03}}</ref> |
|||
[[Berkas:"LINGGADJATI" GETEKEND-PGM4011927.webm|jmpl|Potongan pemberitaan mengenai Linggarjati (dalam bahasa Belanda)]] |
|||
Dalam perundingan ini |
Dalam perundingan ini, Wim Schermerhorn beserta komisinya dan [[Hubertus Johannes van Mook]] mewakili Belanda, sementara [[Sutan Sjahrir]] mewakili Indonesia, dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini. |
||
== Hasil perundingan == |
== Hasil perundingan == |
||
Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:<ref>{{Cite web|title=Indonesia - The National Revolution, 1945-50|url=http://countrystudies.us/indonesia/16.htm|website=countrystudies.us|access-date=2020-11-02}}</ref> |
|||
{{wikisource|Perjanjian Linggarjati}} |
|||
# Belanda mengakui secara de facto wilayah [[Indonesia|Republik Indonesia]], yaitu Jawa, Sumatra,dan Madura. |
|||
Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi: |
|||
# Belanda |
# Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949. |
||
⚫ | |||
# Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal [[1 Januari]] [[1949]]. |
|||
⚫ | |||
⚫ | |||
Mengenai RIS sendiri, [[Soekarno]] menerima kompromi tersebut untuk menghindari perlawanan terhadap Belanda yang sulit dan pemahamannya mengenai sistem [[republik]], maka ia dapat memimpin RIS yang mayoritasnya penduduk Indonesia. Sementara Komisi Jenderal juga menerima kompromi tersebut karena kemungkinan perang dapat dihindari dan [[hubungan Belanda dengan Indonesia]] dapat berlanjut.<ref name=":1" /> |
|||
⚫ | |||
== Pro dan Kontra di kalangan masyarakat Indonesia == |
== Pro dan Kontra di kalangan masyarakat Indonesia == |
||
Perundingan ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia, contohnya beberapa [[Partai politik|partai]] seperti [[Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia|Partai Masyumi]], [[Partai Nasional Indonesia|PNI]], [[Partai Rakyat Indonesia]], dan [[Partai Rakyat Jelata]]. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perundingan itu adalah bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia.<ref>{{Cite web|last=Okezone|first=|date=2019-11-12|title=Kilas Balik 73 Tahun Lalu, Perundingan Linggarjati yang Tuai Pro-Kontra : Okezone News|url=https://news.okezone.com/read/2019/11/12/65/2128904/kilas-balik-73-tahun-lalu-perundingan-linggarjati-yang-tuai-pro-kontra|website=Okezone.com|language=id-ID|access-date=2020-11-03}}</ref> |
|||
⚫ | |||
Perjanjian Linggarjati menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia, contohnya beberapa [[partai]] seperti [[Masyumi|Partai Masyumi]], [[PNI]], [[Partai Rakyat Indonesia]], dan [[Partai Rakyat Jelata]]. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perjanjian itu adalah bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia. Untuk menyelesaikan permasalahan ini, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 6/1946, dimana bertujuan menambah anggota [[Komite Nasional Indonesia Pusat]] agar pemerintah mendapat suara untuk mendukung perundingan linggarjati. |
|||
== Dampak == |
|||
Perjanjian ini memberikan dampak buruk bagi Indonesia. Indonesia harus kehilangan wilayah kekuasaannya, berdasarkan perjanjian ini wilayah Indonesia hanya [[Jawa]], [[Sumatra]], dan [[Pulau Madura|Madura]]. Bagi beberapa pihak kehilangan wilayah ini adalah sebuah kesalahan besar. Langkah ini terpaksa diambil dengan pertimbangan delegasi Indonesia adalah kekuatan militer Belanda yang hebat dan militer Indonesia yang apa adanya, apabila perundingan ini tidak membuahkan hasil akan mengakibatkan perang kembali yang akan berdampak buruk bagi Indonesia. Selain itu Indonesia harus ikut dalam Persemakmuran Indonesia-Belanda.<ref>{{cite web|title= Linggarjati: Perjanjian di Rumah Tua Seorang Janda|author= Petrik Matanasi|year= 2017|accessdate= 9 Januari 2021|website= Tirto.id|url= https://tirto.id/linggarjati-perjanjian-di-rumah-tua-seorang-janda-czZU}}</ref> |
|||
Namun dalam perjanjian ini Indonesia memiliki dampak positif di mata dunia internasional makin meningkat dengan pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia mendorong negara-negara lain untuk secara sah mengakui kemerdekaan Republik Indonesia. |
|||
== Pelanggaran Perjanjian == |
== Pelanggaran Perjanjian == |
||
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal |
Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah [[Agresi Militer Belanda I]]. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.<ref>{{Cite journal|last=Agha|first=Issam Abdul|date=1961|title=The United Nations and national independence: the Indonesian question: A peaceful settlement; the Algerian problem: A case study in evolution study in evolution|url=https://scholarworks.umt.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=9687&context=etd|journal=ScholarWorks University of Montana|volume=|issue=|pages=12|doi=}}</ref> |
||
== |
== Galeri == |
||
<gallery> |
|||
⚫ | |||
⚫ | |||
{{Reflist}} |
|||
⚫ | |||
Berkas:Drafting Linggadjati Agreement 26 November 1946 KR.jpg|Sutan Sjahrir dan Wim Schermerhorn sedang menyusun Perundingan Linggajati |
|||
⚫ | |||
== Lihat juga == |
|||
* [[Museum Perundingan Linggajati]] |
|||
== Referensi == |
== Referensi == |
||
<references /> |
|||
== Bibliografi == |
|||
{{refbegin}} |
{{refbegin}} |
||
* {{cite book |
* {{cite book|last=Fischer|first=Louis|title=The Story of Indonesia|url=https://archive.org/details/storyofindonesia00fisc|edition=4th|publisher=Harper & Brothers|year=1959|location=New York}} |
||
* {{Citation |
* {{Citation|editor1-last=Frederick|editor1-first=William H.|editor2-last=Worden|editor2-first=Robert L.|title=The National Revolution, 1945-50|work=Indonesia: A Country Study|publisher=Library of Congress|place=Washington, D.C.|year=1993|url=http://countrystudies.us/indonesia/16.htm|accessdate=1 December 2009|lastauthoramp=yes|postscript=.}} |
||
* {{Cite book |
* {{Cite book|last=Kahin|first=George McTurnan|year=1952|title=Nationalism and Revolution in Indonesia|url=https://archive.org/details/nationalismrevol0000kahi|publisher=Cornell University Press|location=Ithaca, New York}} |
||
* {{cite book |
* {{cite book|last=Ricklefs|first=M. C.|authorlink=M. C. Ricklefs|title=A History of Modern Indonesia Since c. 1300|edition=4th|publisher=Palgrave Macmillan|year=2008|origyear=1981|location=London|isbn=978-0-230-54685-1}} |
||
* {{Cite book |
* {{Cite book|last=Taylor|first=Alastair M.|title=Indonesian Independence and the United Nations|author-link=Alastair M. Taylor|year=1960|publisher=Stevens & Sons|location=London}} |
||
* {{cite book |
* {{cite book|last=Wehl|first=David|title=The Birth of Indonesia|publisher=George Allen & Unwin Ltd.|year=1948|location=London}} |
||
* {{cite book|author=Machdi Suhadi, Sutarjo Adisusilo, A. Kardiyat Wiharyanto|year=2006|title=Ilmu Pengetahuan Sosial Sejarah untuk SMP dan MTs kelas IX|publisher=Erlangga|page=30}} |
|||
{{refend}} |
{{refend}} |
||
{{Commonscat|Linggarjati Agreement}} |
{{Commonscat|Linggarjati Agreement}}{{Revolusi Nasional Indonesia}} |
||
{{DEFAULTSORT:Linggarjati}} |
{{DEFAULTSORT:Linggarjati}} |
Revisi terkini sejak 26 November 2024 10.55
Jenis | Kesepakatan politik |
---|---|
Ditandatangani | 15 November 1946 |
Lokasi | Linggajati, Kabupaten Kuningan |
Pihak |
Bagian dari seri mengenai |
---|
Sejarah Indonesia |
Garis waktu |
Portal Indonesia |
Perundingan Linggajati[a] atau Perundingan Kuningan[1] adalah kesepakatan politik yang disepakati pada tanggal 15 November 1946 oleh pemerintah Belanda dan Republik Indonesia yang dideklarasikan secara sepihak di desa Linggajati, Kabupaten Kuningan, dekat Cirebon yang mana Belanda mengakui republik ini memiliki kekuasaan de facto di Jawa, Madura, dan Sumatra.[2]
Latar belakang
[sunting | sunting sumber]Pada tahun 1942, Jepang menduduki Hindia Belanda. Pada tanggal 17 Agustus 1945, dua hari setelah Jepang menyerah, pemimpin nasionalis Indonesia, Soekarno, mendeklarasikan kemerdekaan Indonesia. Belanda memandang kepemimpinan Indonesia sebagai kolaborator dengan pendudukan Jepang dan bertekad untuk menegaskan kembali kendali mereka atas negara ini dengan paksa.[3] Pertempuran pun pecah, yang kemudian berkembang menjadi perang kemerdekaan berskala besar antara pasukan Belanda dan pasukan republik Indonesia. Pada pertengahan 1946, kedua belah pihak berada di bawah tekanan untuk berunding. Pada bulan Juli 1946, Pelaksana Tugas Gubernur Jenderal Hindia Belanda Hubertus van Mook menyelenggarakan sebuah konferensi di Malino yang dihadiri oleh perwakilan dari Kalimantan dan Indonesia bagian timur yang mendukung usulan untuk membentuk negara federal Indonesia Serikat yang memiliki hubungan dengan Belanda.[4]
Pihak yang terlibat
[sunting | sunting sumber]Dalam perjanjian tersebut terdapat beberapa tokoh yang datang sekaligus mewakili masing-masing pihak. Para tokoh yang terdapat dalam perjanjian bersejarah tersebut, yaitu:[5]
- Pihak Indonesia diwakili oleh Sutan Sjahrir sebagai ketua. Ditemani oleh Adnan Kapau Gani, Soesanto Tirtoprodjo, dan Mohamad Roem.
- Pihak Belanda diwakili oleh Willem Schermerhorn sebagai ketua dan ditemani oleh Max van Poll, H.J. van Mook serta F de Boer.
- Pihak Inggris selaku penanggung jawab atau mediator diwakili oleh Lord Killearn.
Misi pendahuluan
[sunting | sunting sumber]Pada akhir Agustus 1946, pemerintah Inggris mengirimkan Lord Killearn ke Indonesia untuk menyelesaikan perundingan antara Indonesia dengan Belanda. Pada tanggal 7 Oktober 1946 bertempat di Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta dibuka perundingan Indonesia-Belanda dengan dipimpin oleh Lord Killearn. Perundingan ini menghasilkan persetujuan gencatan senjata (14 Oktober) dan meratakan jalan ke arah perundingan di Linggajati yang dimulai tanggal 11 November 1946.[2]
Jalannya perundingan
[sunting | sunting sumber]Setelah pemilihan umum Belanda pada tahun 1946, koalisi pemerintahan yang baru terbentuk memutuskan untuk mendirikan "Komisi Jenderal" untuk memulai negosiasi dengan Indonesia. Pemimpin dari komisi ini adalah Willem Schermerhorn. Tujuan didirkannya komisi ini adalah untuk mengatur konstitusi Hindia Belanda pada pasca-Perang Dunia II tanpa memerdekakan koloninya.[6]
Dalam perundingan ini, Wim Schermerhorn beserta komisinya dan Hubertus Johannes van Mook mewakili Belanda, sementara Sutan Sjahrir mewakili Indonesia, dan Lord Killearn dari Inggris bertindak sebagai mediator dalam perundingan ini.
Hasil perundingan
[sunting | sunting sumber]Hasil perundingan tersebut menghasilkan 17 pasal yang antara lain berisi:[7]
- Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatra,dan Madura.
- Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
- Pihak Belanda dan Indonesia sepakat membentuk negara Republik Indonesia Serikat (RIS).
- Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Persemakmuran Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.
Mengenai RIS sendiri, Soekarno menerima kompromi tersebut untuk menghindari perlawanan terhadap Belanda yang sulit dan pemahamannya mengenai sistem republik, maka ia dapat memimpin RIS yang mayoritasnya penduduk Indonesia. Sementara Komisi Jenderal juga menerima kompromi tersebut karena kemungkinan perang dapat dihindari dan hubungan Belanda dengan Indonesia dapat berlanjut.[6]
Pro dan Kontra di kalangan masyarakat Indonesia
[sunting | sunting sumber]Perundingan ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat Indonesia, contohnya beberapa partai seperti Partai Masyumi, PNI, Partai Rakyat Indonesia, dan Partai Rakyat Jelata. Partai-partai tersebut menyatakan bahwa perundingan itu adalah bukti lemahnya pemerintahan Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara Indonesia.[8]
Dampak
[sunting | sunting sumber]Perjanjian ini memberikan dampak buruk bagi Indonesia. Indonesia harus kehilangan wilayah kekuasaannya, berdasarkan perjanjian ini wilayah Indonesia hanya Jawa, Sumatra, dan Madura. Bagi beberapa pihak kehilangan wilayah ini adalah sebuah kesalahan besar. Langkah ini terpaksa diambil dengan pertimbangan delegasi Indonesia adalah kekuatan militer Belanda yang hebat dan militer Indonesia yang apa adanya, apabila perundingan ini tidak membuahkan hasil akan mengakibatkan perang kembali yang akan berdampak buruk bagi Indonesia. Selain itu Indonesia harus ikut dalam Persemakmuran Indonesia-Belanda.[9]
Namun dalam perjanjian ini Indonesia memiliki dampak positif di mata dunia internasional makin meningkat dengan pengakuan Belanda atas kemerdekaan Indonesia mendorong negara-negara lain untuk secara sah mengakui kemerdekaan Republik Indonesia.
Pelanggaran Perjanjian
[sunting | sunting sumber]Pelaksanaan hasil perundingan ini tidak berjalan mulus. Pada tanggal 20 Juli 1947, Van Mook akhirnya menyatakan bahwa Belanda tidak terikat lagi dengan perjanjian ini, dan pada tanggal 21 Juli 1947, meletuslah Agresi Militer Belanda I. Hal ini merupakan akibat dari perbedaan penafsiran antara Indonesia dan Belanda.[10]
Galeri
[sunting | sunting sumber]-
Poster di Gedung Perundingan Linggajati yang berisi imbauan pencegahan konflik akibat pro kontra masyarakat Indonesia terhadap hasil perundingan.
-
Sutan Sjahrir dan Wim Schermerhorn sedang menyusun Perundingan Linggajati
Lihat juga
[sunting | sunting sumber]Referensi
[sunting | sunting sumber]- ^ "Linggadjati Agreement | Netherlands-Indonesia [1946]". Encyclopedia Britannica (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-11-03.
- ^ a b Ricklefs, M. C. (2008) [1981]. A History of Modern Indonesia Since c. 1300 (edisi ke-4th). London: Palgrave Macmillan. ISBN 978-0-230-54685-1.
- ^ Ricklefs 2008, hlm. 341-344.
- ^ Ricklefs 2008, hlm. 358–360.
- ^ Serafica Gischa (2020). "Perjanjian Linggarjati: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya". Kompas.com. Diakses tanggal 9 Januari 2021.
- ^ a b "The 'Linggadjati Agreement'". Indonesia Nederland Society (dalam bahasa Inggris). Diakses tanggal 2020-11-03.
- ^ "Indonesia - The National Revolution, 1945-50". countrystudies.us. Diakses tanggal 2020-11-02.
- ^ Okezone (2019-11-12). "Kilas Balik 73 Tahun Lalu, Perundingan Linggarjati yang Tuai Pro-Kontra : Okezone News". Okezone.com. Diakses tanggal 2020-11-03.
- ^ Petrik Matanasi (2017). "Linggarjati: Perjanjian di Rumah Tua Seorang Janda". Tirto.id. Diakses tanggal 9 Januari 2021.
- ^ Agha, Issam Abdul (1961). "The United Nations and national independence: the Indonesian question: A peaceful settlement; the Algerian problem: A case study in evolution study in evolution". ScholarWorks University of Montana: 12.
Bibliografi
[sunting | sunting sumber]- Fischer, Louis (1959). The Story of Indonesia (edisi ke-4th). New York: Harper & Brothers.
- Frederick, William H. & Worden, Robert L., ed. (1993), "The National Revolution, 1945-50", Indonesia: A Country Study, Washington, D.C.: Library of Congress, diakses tanggal 1 December 2009.
- Kahin, George McTurnan (1952). Nationalism and Revolution in Indonesia. Ithaca, New York: Cornell University Press.
- Ricklefs, M. C. (2008) [1981]. A History of Modern Indonesia Since c. 1300 (edisi ke-4th). London: Palgrave Macmillan. ISBN 978-0-230-54685-1.
- Taylor, Alastair M. (1960). Indonesian Independence and the United Nations. London: Stevens & Sons.
- Wehl, David (1948). The Birth of Indonesia. London: George Allen & Unwin Ltd.