Lompat ke isi

Wali Sanga: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Azmatkhan (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(469 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{essay-like|date=May 2017}}
{{lindungidarianon2}}
{{Expert needed|Indonesia |talk= |reason=Memerlukan peninjauan terperinci dan ringkasan teks yang terlalu panjang, sumbernya dipertanyakan, dan berpotensi spekulatif |date=March 2017}}
'''Walisongo''' atau '''Walisanga''' dikenal sebagai penyebar agama [[Islam]] di tanah [[Jawa]] pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
'''Wali Sanga''' (lebih dikenal sebagai '''Wali Songo''', {{lang-jv|ꦮꦭꦶꦱꦔ}}; ''Wali Songo'', "Sembilan [[Wali]]" (orang yang dipercaya) adalah tokoh [[Islam]] yang dihormati di [[Indonesia]], khususnya di [[pulau Jawa]], karena peran historis mereka dalam penyebaran agama [[Islam]] di [[Indonesia]].


pada mulanya di Pulau Jawa ada dua kerajaan Hindu yaitu Majapahit dan Pajajaran. Di antara rakyatnya ada yang beragama Islam.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi [[Hindu]]-[[Budha]] dalam budaya [[Nusantara]] untuk digantikan dengan kebudayaan [[Islam]]. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.


Para Ulama' itu yang mempunyai karomah pergi ke pulau Jawa. Maka, terkumpullah sembilan Ulama' berilmu tinggi serta mempunyai karomah.
== Arti Walisongo ==
[[Berkas:Masjid_demak.jpg|thumb|right|325px|[[Masjid Agung Demak]], diyakini sebagai salah satu tempat berkumpulnya para [[wali]] yang paling awal.]]
Ada beberapa pendapat mengenai arti ''Walisongo''. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau ''sanga'' dalam [[bahasa Jawa]]. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata ''songo''/''sanga'' berasal dari kata ''tsana'' yang dalam [[bahasa Arab]] berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata ''sana'' berasal dari bahasa [[Jawa]], yang berarti ''tempat''.


Pada tahun 808 Hijriah atau 1404 Masehi para Ulama' itu berangkat ke pulau Jawa. Di Pimpin oleh [[Sunan Gresik]] sebagai Mufti Walisongo untuk untuk meneruskan misi syech Jumadil kubro untuk menyebarkan agama islam & mencari dukungan atas peperangan saudara yang terjadi di negaranya dengan mendatangi wilayah Kerajaan [[Majapahit]]. Waktu itu rajanya adalah Baginda Prabu [[Wikramawardhana]] sebagai kekuatan terbesar di Asia Tenggara pada jamannya.
Pendapat lain yang mengatakan bahwa '''Walisongo''' ini adalah sebuah Majelis Dakwah yang pertama kali didirikan oleh [[ Maulana Malik Ibrahim]] ([[Sunan Gresik]]) pada tahun [[1404 M/808 H]]. Saat itu Majelis Dakwah Walisongo beranggotakan Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik); Maulana Ishaq ([[Sunan Wali Lanang]]); Maulana Ahmad Jumadil Kubro ([[Sunan Kubrawi]],); Maulana Muhammad Al-Maghrabi [[Sunan Maghribi]]); Maulana Malik Isra'il ([[Raja Champa Pertama]]; Maulana Muhammad Ali Akbar; Maulana Hasanuddin;Maulana 'Aliyuddin dan Syekh Subakir.


Menurut '''''Buku Haul Sunan Ampel Ke-555''''' yang ditulis oleh KH. Mohammad Dahlan, Majelis Dakwah yang secara umum dinamakan Walisongo, sebenarnya terdiri dari beberapa angkatan.
Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari [[kesehatan]], bercocok-tanam, [[Perdagangan|perniagaan]], [[kebudayaan]], [[kesenian]], kemasyarakatan, hingga ke [[pemerintahan]].


Para Walisongo tidak hidup pada saat yang bersamaan. Namun, satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, baik dalam ikatan keluarga, pernikahan, maupun dalam hubungan guru dan murid.
== Nama-nama Walisongo Menurut Periode Waktunya ==


Bila ada seorang anggota majelis yang wafat, maka posisinya digantikan oleh tokoh lainnya.
Menurut Catatan dari Al-Habib Hadi bin Abdullah Al-Haddar dan As-Sayyid Bahruddin Ba'alawi Al-Husaini, disebutkan bahwa:


Seperti yang tersebut dalam '''''Kitab Kanzul Ulum Ibnul Bathuthah''''', yang penulisannya dilanjutkan oleh Syekh Maulana Al-Maghrobi. Walisongo pernah melakukan sidang tiga kali, yaitu :
Wali Songo Angkatan Ke-1, tahun 1404 – 1435 M. Terdiri dari:
1. Maulana Malik Ibrahim, [wafat 1419 M]
2. Maulana Ishaq,
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro,
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi,
5. Maulana Malik Isra'il,[wafat 1435 M]
6. Maulana Muhammad Ali Akbar,[wafat 1435 M]
7. Maulana Hasanuddin,
8. Maulana 'Aliyuddin,
9. Syekh Subakir, atau Syaikh Muhammad Al-Baqir


* Tahun 1404 M adalah sembilan wali.
Wali Songo Angkatan ke-2, tahun 1435 - 1463 M, terdiri dari
1. Sunan Ampel, [tahun 1419 menggantikan Maulana Malik Ibrahim]
2. Maulana Ishaq, [wafat 1463]
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro,
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi,
5. Sunan Kudus, [tahun 1435 menggantikan Maulana Malik Isra’il]
6. Sunan Gunung Jati, [tahun 1435 menggantikan Maulana Muhammad Ali Akbar]
7. Maulana Hasanuddin, [wafat 1462 M]
8. Maulana 'Aliyuddin, [wafat 1462 M]
9. Syekh Subakir, [wafat 1463 M]


* Tahun 1463 M masuk tiga waIi mengganti yang wafat.
Wali Songo Angkatan ke-3, 1463 - 1466 M, terdiri dari
1. Sunan Ampel,
2. Sunan Giri, [tahun 1463 menggantikan Maulana Ishaq]
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, [w.1465 M]
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, [w.1465 M]
5. Sunan Kudus,
6. Sunan Gunung Jati,
7. Sunan Bonang, [tahun 1462 menggantikan Maulana Hasanuddin]
8. Sunan Derajat, [tahun 1462 menggantikan Maulana ‘Aliyyuddin]
9. Sunan Kalijaga, [tahun 1463 menggantikan Syaikh Subakir]


* Tahun 1463 M masuk empat wali mengganti yang wafat dan pergi.
Wali Songo Angkatan ke-4, 1466 - 1513 M, terdiri dari
1. Sunan Ampel, [w.1481]
2. Sunan Giri, [w.1505]
3. Raden Fattah, [pada tahun 1465 mengganti Maulana Ahmad Jumadil Kubra]
4. Fathullah Khan [Falatehan], [pada tahun 1465 mengganti Maulana Muhammad Al-Maghrabi]
5. Sunan Kudus,
6. Sunan Gunung Jati,
7. Sunan Bonang,
8. Sunan Derajat,
9. Sunan Kalijaga, [wafat tahun 1513]


Kemudian, menurut '''''KH. Dachlan Abd. Qohar'''''. Pada tahun 1466 M, Walisongo melakukan sidang lagi membahas meninggalnya dua orang wali yaitu :
Wali Songo Angkatan ke-5, [1513 - 1533 M], terdiri dari
1. Syaikh Siti Jenar, wafat tahun 1517] [tahun 1481 Menggantikan Sunan Ampel]
2. Raden Faqih Sunan Ampel II [ Tahun 1505 menggantikan kakak iparnya, yaitu Sunan Giri]
3. Raden Fattah, [wafat tahun 1518]
4. Fathullah Khan [Falatehan],
5. Sunan Kudus, [wafat 1550]
6. Sunan Gunung Jati,
7. Sunan Bonang, [w.1525 M]
8. Sunan Derajat, [w. 1533 M]
9. Sunan Muria, [tahun 1513 menggantikan ayahnya yaitu Sunan Kalijaga]


* Maulana Muhammad Al-Maghrobi,
Wali Songo Angkatan ke-6, [1533 - 1546 M], terdiri dari:
* Maulana Ahmad Jumadil Qubro.
1. Syaikh Abdul Qahhar [Sunan Sedayu], [Tahun 1517 menggantikan ayahnya, yaitu Syaikh Siti Jenar]
2. Raden Zainal Abidin Sunan Demak [Tahun 1540 menggantikan kakaknya, yaitu Raden Faqih Sunan Ampel II)
3. Sultan Trenggana [tahun 1518 menggantikan ayahnya yaitu Raden Fattah]
4. Fathullah Khan [Falatehan], [wafat tahun 1573]
5. Sayyid Amir Hasan, [tahun 1550 menggantikan ayahnya, yaitu Sunan Kudus]
6. Sunan Gunung Jati, [w.1569]
7. Raden Husamuddin Sunan Lamongan, [Tahun 1525 menggantikan kakaknya, yaitu Sunan Bonang]
8. Sunan Pakuan, [Tahun 1533 menggantikan ayahnya, yaitu Sunan Derajat]
9. Sunan Muria, [w. 1551]


Jalur Raja Majapahit diturunkan oleh Sunan Kalijaga yang tidak lain adalah trah Brawijaya. Trah ini kemudian menurunkan raja-raja Mataram Islam.
Wali Songo Angkatan ke-7, 1546- 1591 M, terdiri dari
1. Syaikh Abdul Qahhar [Sunan Sedayu], [wafat 1599]
2. Sunan Prapen, [tahun 1570 menggantikan Raden Zainal Abidin Sunan Demak]
3. Sunan Prawoto, [ tahun 1546 Menggantikan ayahnya Sultan Trenggana]
4. Maulana Yusuf, [pada tahun 1573 menggantikan pamannya yaitu Fathullah Khan [Falatehan], Maulana Yusuf adalah cucu Sunan Gunung Jati]
5. Sayyid Amir Hasan,
6. Maulana Hasanuddin, [pada tahun 1569 menggantikan ayahnya, yaitu Sunan Gunung Jati]
7. Sunan Mojoagung [tahun 1570 Menggantikan Sunan Lamongan]
8. Sunan Cendana, [tahun 1570 menggantikan kakeknya, yaitu Sunan Pakuan]
9. Sayyid Shaleh [Panembahan Pekaos], [tahun 1551 menggantikan kakek dari ibunya, yaitu Sunan Muria. Sedangkan Sayyid Shaleh adalah Shaleh bin Amir Hasan bin Sunan Kudus]


== Arti Wali Sanga ==
Wali Songo Angkatan ke-8, 1592- 1650 M, terdiri dari
[[Berkas:Masjid demak.jpg|jmpl|ka|325px|[[Masjid Agung Demak]], diyakini sebagai salah satu tempat berkumpulnya para [[wali]] yang paling awal.]]
1. Syaikh Abdul Qadir [Sunan Magelang], asal Magelang, [wafat 1599], menggantikan Sunan Sedayu
Ada beberapa pendapat mengenai arti ''Wali Sanga''. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang berjumlah sembilan, atau ''sanga'' dalam [[bahasa Jawa]]. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata ''Sanga'' / ''sanga'' berasal dari kata ''tsana'' yang dalam [[bahasa Arab]] berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata ''sana'' berasal dari [[bahasa Jawa]], yang berarti ''tempat''.
2. Baba Daud Ar-Rumi Al-Jawi, [1650 menggantikan Gurunya yaitu Sunan Prapen]
3. Sultan Hadiwijaya [Joko Tingkir], [tahun 1549 Menggantikan Sultan Prawoto]
4. Maulana Yusuf, asal Cirebon
5. Sayyid Amir Hasan, asal Kudus
6. Maulana Hasanuddin, asal Cirebon
7. Syaikh Syamsuddin Abdullah Al-Sumatrani, [tahun 1650 Menggantikan Sunan Mojo Agung]
8. Syaikh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri, [tahun 1650 menggantikan Sunan Cendana]
9. Sayyid Shaleh [Panembahan Pekaos],


Pendapat lain yang mengatakan bahwa Wali Sanga adalah sebuah majelis [[dakwah]] yang pertama kali didirikan oleh [[Sunan Gresik]] ([[Maulana Malik Ibrahim]]) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).<ref name=Dahlan>Dahlan, KH. Mohammad. ''Haul Sunan Ampel Ke-555'', Penerbit Yayasan Makam Sunan Ampel, hlm 1-2, Surabaya, 1979.</ref> Para Wali Sanga adalah pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka dapat ditemui dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari [[kesehatan]], [[bercocok tanam]], [[Perdagangan|perniagaan]], [[kebudayaan]], [[kesenian]], kemasyarakatan, hingga [[pemerintahan]].
Wali Songo Angkatan ke 9, 1650 – 1750M, terdiri dari:
1. Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan [tahun 1750 menggantikan Sunan Magelang]
2. Syaikh Shihabuddin Al-Jawi [tahun 1749 menggantikan Baba Daud Ar-Rumi]
3. Sayyid Yusuf Anggawi [Raden Pratanu Madura], Sumenep Madura [Menggantikan, yaitu Sultan Hadiwijaya / Joko Tingkir]
4. Syaikh Haji Abdur Rauf Al-Bantani, [tahun 1750 Menggantikan Maulana Yusuf, asal Cirebon ]
5. Syaikh Nawawi Al-Bantani. [1740 menggantikan Gurunya, yaitu Sayyid Amir Hasan bin Sunan Kudus]
6. Sultan Abulmufahir Muhammad Abdul Kadir [ tahun 1750 menggantikan buyutnya yaitu Maulana Hasanuddin]
7. Sultan Abulmu'ali Ahmad [Tahun 1750 menggantikan Syaikh Syamsuddin Abdullah Al-Sumatrani]
8. Syaikh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri
9. Sayyid Ahmad Baidhawi Azmatkhan [tahun 1750 menggantikan ayahnya, Sayyid Shalih Panembahan Pekaos]


Konsep Wali Sanga atau Wali Sembilan dalam kosmologi Islam, sumber utamanya dapat dilacak pada konsep kewalian yang secara umum oleh kalangan penganut sufisme diyakini meliputi sembilan tingkat kewalian. Syaikh al-Akbar Muhyiddin Ibnu Araby atau [[Ibnu Arabi]] dalam kitab ''Futuhat al-Makkiyah'' memaparkan tentang sembilan tingkat kewalian dengan tugas masing-masing sesuai kewilayahan. Kesembilan tingkat kewalian itu:


1) ''Wali Aqthab'' atau ''Wali Quthub,'' yaitu pemimpin dan penguasa para wali di seluruh alam semesta.<br />
Wali Songo Angkatan ke-10, 1751 – 1897
2) ''Wali Aimmah,'' yaitu pembantu ''Wali Aqthab'' dan menggantikan kedudukannya jika wafat.<br />
1. Pangeran Diponegoro [ menggantikan gurunya, yaitu: Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan]
3) ''Wali Autad'', yaitu wali penjaga empat penjuru mata angin.<br />
2. Sentot Ali Basyah Prawirodirjo, [menggantikan Syaikh Shihabuddin Al-Jawi]
4) ''Wali Abdal'', yaitu wali penjaga tujuh musim.<br />
3. Kyai Mojo, [Menggantikan Sayyid Yusuf Anggawi [Raden Pratanu Madura]
5) ''Wali Nuqaba,'' yaitu wali penjaga hukum syariat.<br />
4. Kyai Kasan Besari, [Menggantikan Syaikh Haji Abdur Rauf Al-Bantani]
6) ''Wali Nujaba,'' yang setiap masa berjumlah delapan orang.<br />
5. Syaikh Nawawi Al-Bantani. …
7) ''Wali Hawariyyun,'' yaitu wali pembela kebenaran agama, baik pembelaan dalam bentuk argumentasi maupun senjata.<br />
6. Sultan Ageng Tirtayasa Abdul Fattah, [menggantikan kakeknya, yaitu Sultan Abulmufahir Muhammad Abdul Kadir]
8) ''Wali Rajabiyyun,'' yaitu wali yang karomahnya muncul setiap bulan Rajab.<br />
7. Pangeran Sadeli, [Menggantikan kakeknya yaitu: Sultan Abulmu'ali Ahmad]
9) ''Wali Khatam,'' yaitu wali yang menguasai dan mengurus wilayah kekuasaan umat Islam.<ref>Agus Sunyoto, ''Atlas Walisongo,'' Depok: Pustaka Iman, 2016, 135.</ref>
8. Sayyid Abdul Wahid Azmatkhan, Sumenep, Madura [Menggantikan Syaikh Abdul Ghafur bin Abbas Al-Manduri]
9. Sayyid Abdur Rahman (Bhujuk Lek-palek), Bangkalan, Madura, [Menggantikan kakeknya, yaitu: Sayyid Ahmad Baidhawi Azmatkhan]


== Nama para Wali Sanga ==
Tahun 1830 – 1900 [Majelis Dakwah Wali Songo dibekukan oleh Kolonial Belanda, dan banyak para ulama’ keturunan Wali Songo yang dipenjara dan dibunuh]
Nama para Wali Sanga tersebut yaitu:

Dari nama para Wali Songo tersebut, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:
{{Col-begin|width=}}
{{Col-begin|width=}}
{{Col-3}}
{{Col-3}}
* '''[[Maulana Malik Ibrahim|Sunan Gresik]]''' atau [[Maulana Malik Ibrahim]]
* '''[[Maulana Malik Ibrahim|Sunan Gresik]]''' atau Maulana Malik Ibrahim
* '''[[Sunan Ampel]]''' atau [[Raden Rahmat]]
* '''[[Sunan Ampel]]''' atau Raden Rahmat
* '''[[Sunan Bonang]]''' atau Raden Makhdum Ibrahim
* '''[[Sunan Bonang]]''' atau Raden Maulana Makhdum Ibrahim
{{Col-3}}
{{Col-3}}
* '''[[Sunan Drajat]]''' atau Raden Qasim
* '''[[Sunan Drajat]]''' atau Raden Qasim Syarifuddin
* '''[[Sunan Kudus]]''' atau Ja'far Shadiq
* '''[[Sunan Kudus]]''' atau Raden Ja'far Shadiq
* '''[[Sunan Giri]]''' atau Raden Paku atau Ainul Yaqin
* '''[[Sunan Giri]]''' atau Joko Samudro atau Raden Paku atau Muhammad 'Ainul Yaqin atau Prabu Satmata
{{Col-3}}
{{Col-3}}
* '''[[Sunan Kalijaga]]''' atau Raden Said
* '''[[Sunan Kalijaga]]''' atau Raden Syahid
* '''[[Sunan Muria]]''' atau Raden Umar Said
* '''[[Sunan Muria]]''' atau Raden Umar Said
* '''[[Sunan Gunung Jati]]''' atau [[Syarif Hidayatullah]]
* '''[[Sunan Gunung Jati]]''' atau Syarif Hidayatullah
{{Col-end}}
{{Col-end}}
Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, baik dalam ikatan darah juga karena pernikahan atau dalam hubungan Mursyid-Murid.


==== Maulana Malik Ibrahim ====
== Tokoh pendahulu Wali Sanga ==
*[[Syekh Jumadil Qubro]]
{{Main|Sunan Gresik}}
*[[Syaikh Syamsuddin Al-wasil]]
[[Berkas:MalikIbrahim1.jpg|right|thumb|200px|Makam Maulana Malik Ibrahim, desa Gapura, [[Gresik]], [[Jawa Timur]]]]
*[[Khaliqul Idrus]]
[[Maulana Malik Ibrahim]] adalah keturunan ke-22 dari [[Nabi Muhammad]]. Ia disebut juga Sunan Gresik, atau Sunan Tandhes, atau Mursyid Akbar Thariqat Wali Songo .
*[[Datuk Kahfi|Syekh Nurjati]]
Nasab As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim
*[[Qurotul Ain]]
Nasab Maulana Malik Ibrahim menurut catatan Dari As-Sayyid Bahruddin Ba'alawi Al-Husaini yang kumpulan catatannya kemudian dibukukan dalam Ensiklopedi Nasab Ahlul Bait yang terdiri dari beberapa volume (jilid). Dalam Catatan itu tertulis: As-Sayyid Maulana Malik Ibrahim bin As-Sayyid Barakat Zainal Alam bin As-Sayyid Husain Jamaluddin bin As-Sayyid Ahmad Jalaluddin bin As-Sayyid Abdullah bin As-Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin As-Sayyid Alwi Ammil Faqih bin As-Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin As-Sayyid Ali Khali’ Qasam bin As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid Muhammad bin As-Sayyid Alwi bin As-Sayyid Ubaidillah bin Al-Imam Ahmad Al-Muhajir bin Al-Imam Isa bin Al-Imam Muhammad bin Al-Imam Ali Al-Uraidhi bin Al-Imam Ja’far Shadiq bin Al-Imam Muhammad Al-Baqir bin Al-Imam Ali Zainal Abidin bin Al-Imam Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra/Ali bin Abi Thalib, binti Nabi Muhammad Rasulullah
*[[Tan Go Wat|Bentong]]
*[[Raden Santri Gresik|Ali Murtadho]]
*[[Muhammad Nurul Yaqin]]
*[[Fatimah binti Maimun]]


== Asal usul Wali Sanga ==
Ia diperkirakan lahir di [[Provinsi Samarqand|Samarkand]] di Asia Tengah, pada paruh awal abad ke-14. [[Babad Tanah Jawi]] versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah orang Jawa terhadap As-Samarqandy.<ref> Meinsma, J.J., 1903. Serat ''Babad Tanah Jawi, Wiwit Saking Nabi Adam Dumugi ing Tahun 1647''. S'Gravenhage.</ref> Dalam cerita rakyat, ada yang memanggilnya Kakek Bantal.
=== Teori keturunan Hadramaut ===
Walaupun masih ada pendapat yang menyebut Wali Sanga adalah keturunan Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, namun tampaknya tempat-tampat tersebut lebih merupakan jalur penyebaran para mubaligh daripada merupakan asal-muasal mereka yang sebagian besar adalah kaum [[Sayyid]] atau [[Syarif]]. Beberapa argumentasi yang diberikan oleh Muhammad Al Baqir, dalam bukunya ''Thariqah Menuju Kebahagiaan'', mendukung bahwa Wali Sanga adalah keturunan [[Hadramaut]] (Yaman):


* L.W.C van den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884–1886, dalam bukunya ''Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien (1886)''<ref>van den Berg, Lodewijk Willem Christiaan, 1886. ''''Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien''. Impr. du gouvernement, Batavia.</ref> mengatakan:
Isteri Maulana Malik Ibrahim
: ”Adapun hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang ''Sayyid Syarif''. Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja [[Agama Hindu|Hindu]] di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain Hadramaut (yang bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (kaum Sayyid Syarif) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).” Van den Berg juga menulis dalam buku yang sama (hal 192-204): ”Pada abad ke-15, di Jawa sudah terdapat penduduk [[bangsa Arab]] atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempunyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad SAW). Orang-orang Arab ''Hadramawt'' (Hadramaut) membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab, mengikuti jejak nenek moyangnya."
: Pernyataan van den Berg spesifik menyebut abad ke-15, yang merupakan abad spesifik kedatangan atau kelahiran sebagian besar Wali Sanga di pulau Jawa. Abad ke-15 ini jauh lebih awal dari abad ke-18 yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu [[Arab-Indonesia|kaum Hadramaut]] yang bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri, Syihab, Syahab, dan banyak marga Hadramaut lainnya.
* Hingga saat ini umat Islam di Hadramaut sebagian besar [[Mazhab Syafi'i|bermadzhab Syafi’i]], sama seperti mayoritas di [[Sri Lanka]], pesisir barat [[India]] ([[Gujarat]] dan [[Malabar (Kerala Utara)|Malabar]]), Malaysia dan Indonesia. Bandingkan dengan umat Islam di [[Uzbekistan]] dan seluruh Asia Tengah, [[Pakistan]] dan India pedalaman (non-pesisir) yang sebagian besar [[Mazhab Hanafi|bermadzhab Hanafi]].
* Kesamaan dalam pengamalan madzhab Syafi'i bercorak [[Sufisme|tasawuf]] dan mengutamakan Ahlul Bait; seperti mengadakan ''[[Maulid]]'', membaca ''Diba'' & ''[[Barzanji]]'', beragam ''Shalawat Nabi'', ''doa Nur Nubuwwah'' dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut, [[Mesir]], Gujarat, Malabar, Sri Lanka, [[Sulu]] & [[Mindanao]] (FIlipina), Malaysia dan Indonesia. Kitab fiqh Syafi’i ''Fathul Muin'' yang populer di Indonesia dikarang oleh [[Zainuddin Al Malabary]] dari Malabar, isinya memasukkan pendapat-pendapat baik kaum [[Fuqaha]] maupun kaum [[Sufi]]. Hal tersebut mengindikasikan kesamaan sumber yaitu Hadramaut karena Hadramaut adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi'i dengan pengamalan [[tasawuf]] dan pengutamaan [[Ahlul Bait]].
* Pada abad ke-15, raja-raja Jawa yang berkerabat dengan Wali Sanga seperti [[Raden Patah]] dan [[Pati Unus]] sama-sama menggunakan gelar ''Alam Akbar''. Gelar tersebut juga merupakan gelar yang sering dikenakan oleh keluarga besar ''Jamaluddin Akbar'' di Gujarat pada abad ke-14, yaitu cucu keluarga besar Azhamat Khan (atau Abdullah Khan) bin Abdul Malik bin Alwi, seorang anak dari [[Syekh Muhammad Shahib Mirbath|Muhammad Shahib Mirbath]], ulama besar Hadramaut abad ke-13. Keluarga besar ini terkenal sebagai ''mubaligh musafir'' yang berdakwah jauh hingga pelosok [[Asia Tenggara]], dan mempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar dan banyak lainnya.


=== Teori keturunan Cina ([[Hui]]) ===
Maulana Malik Ibrahim memiliki, 3 isteri bernama:
Sejarawan [[Slamet Muljana]] mengundang kontroversi dalam buku ''Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa'' (1968), dengan menyatakan bahwa Wali Sanga adalah keturunan [[Tionghoa Muslim]].<ref>{{cite book|last = Muljana|first = Slamet|title = Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara|publisher = LkiS|date = 2005|pages = xxvi + 302 hlm.|isbn = 9799798451163 }}</ref> Pendapat tersebut mengundang reaksi keras masyarakat yang berpendapat bahwa Wali Sanga adalah keturunan [[Arab-Indonesia]]. Pemerintah [[Orde Baru]] sempat melarang terbitnya buku tersebut.{{cn}}
1. Siti Fathimah binti Ali Nurul Alam Maulana Israil (Raja Champa Dinasti Azmatkhan 1), memiliki 2 anak, bernama: Maulana Moqfaroh dan Syarifah Sarah
2. Siti Maryam binti Syaikh Subakir, memiliki 4 anak, yaitu: Abdullah, Ibrahim, Abdul Ghafur, dan Ahmad
3. Wan Jamilah binti Ibrahim Zainuddin Al-Akbar Asmaraqandi, memiliki 2 anak yaitu: Abbas dan Yusuf.
Selanjutnya Sharifah Sarah binti Maulana Malik Ibrahim dinikahkan dengan Sayyid Fadhal Ali Murtadha [Sunan Santri/ Raden Santri] dan melahirkan dua putera yaitu Haji Utsman (Sunan Manyuran) dan Utsman Haji (Sunan Ngudung). Selanjutnya Sayyid Utsman Haji (Sunan Ngudung) berputera Sayyid Ja’far Shadiq [Sunan Kudus].


Referensi-referensi yang menyatakan dugaan bahwa Wali Sanga berasal dari atau keturunan Tionghoa sampai saat ini masih merupakan hal yang kontroversial. Referensi yang dimaksud hanya dapat diuji melalui sumber akademik yang berasal dari Slamet Muljana, yang merujuk kepada tulisan Mangaraja Onggang Parlindungan, yang kemudian merujuk kepada seseorang yang bernama Resident Poortman. Namun, Resident [[Poortman]] hingga sekarang belum bisa diketahui identitasnya serta kredibilitasnya sebagai sejarawan, misalnya bila dibandingkan dengan [[Snouck Hurgronje]] dan [[L.W.C van den Berg]]. Sejarawan Belanda masa kini yang banyak mengkaji sejarah Islam di Indonesia yaitu [[Martin van Bruinessen]], bahkan tak pernah sekalipun menyebut nama Poortman dalam buku-bukunya yang diakui sangat detail dan banyak dijadikan referensi.<!--Martin Van Bruinesen selain diakui kalangan akademis juga menjadi rekan diskusi bagi banyak Kyai Pesantren termasuk Gus Dur. {{fact}}-->
Maulana Malik Ibrahim umumnya dianggap sebagai wali pertama yang mendakwahkan Islam di Jawa. Ia mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam dan banyak merangkul rakyat kebanyakan, yaitu golongan masyarakat Jawa yang tersisihkan akhir kekuasaan Majapahit. Malik Ibrahim berusaha menarik hati masyarakat, yang tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Ia membangun pondokan tempat belajar agama di Leran, Gresik. Pada tahun 1419, Malik Ibrahim wafat. Makamnya terdapat di desa Gapura Wetan, [[Gresik]], [[Jawa Timur]].


Salah satu ulasan atas tulisan H.J. de Graaf, Th.G.Th. Pigeaud, [[M.C. Ricklefs]] berjudul ''Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries'' adalah yang ditulis oleh Russell Jones. Di sana, ia meragukan pula tentang keberadaan seorang [[Poortman]]. Bila orang itu ada dan bukan bernama lain, seharusnya dapat dengan mudah dibuktikan mengingat ceritanya yang cukup lengkap dalam tulisan Parlindungan.<ref>Russell Jones, [http://links.jstor.org/sici?sici=0041-977X%281987%2950%3A2%3C423%3ACMIJIT%3E2.0.CO%3B2-X review on ''Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries''] written by H. J. de Graaf; Th. G. Th. Pigeaud; M. C. Ricklefs, Bulletin of the School of Oriental and African Studies, University of London, Vol. 50, No. 2. (1987), hlm. 423-424.</ref>
==== Sunan Ampel ====
[[Sunan Ampel]] bernama asli Raden Rahmat, keturunan ke-22 dari [[Nabi Muhammad]], menurut riwayat ia adalah putra [[Ibrahim Zainuddin Al-Akbar]] dan seorang putri [[Champa]] yang bernama Dewi Condro Wulan binti Raja Champa Terakhir Dari Dinasti Ming.
Nasab lengkapnya sebagai berikut: Sunan Ampel bin Sayyid Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Sayyid Jamaluddin Al-Husain bin Sayyid Ahmad Jalaluddin bin Sayyid Abdullah bin Sayyid Abdul Malik Azmatkhan bin Sayyid Alwi Ammil Faqih bin Sayyid Muhammad Shahib Mirbath bin Sayyid Ali Khali’ Qasam bin Sayyid Alwi bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Alwi bin Sayyid Ubaidillah bin Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin Sayyid Isa bin Sayyid Muhammad bin Sayyid Ali Al-Uraidhi bin Imam Ja’far Shadiq bin Imam Muhammad Al-Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Imam Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah.
Sunan Ampel umumnya dianggap sebagai sesepuh oleh para wali lainnya. Pesantrennya bertempat di Ampel Denta, [[Surabaya]], dan merupakan salah satu pusat penyebaran agama Islam tertua di Jawa. Ia menikah dengan Dewi Condrowati yang bergelar Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja dan menikah juga dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning.
Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati alias Nyai Ageng Manila binti Aryo Tejo, berputera: Sunan Bonang,Siti Syari’ah,Sunan Derajat,Sunan Sedayu,Siti Muthmainnah dan Siti Hafsah.
Pernikahan Sunan Ampel dengan Dewi Karimah binti Ki Kembang Kuning, berputera: Dewi Murtasiyah,Asyiqah,Raden Husamuddin (Sunan Lamongan,Raden Zainal Abidin (Sunan Demak),Pangeran Tumapel dan Raden Faqih (Sunan Ampel 2. Makam Sunan Ampel teletak di dekat [[Masjid Ampel]], Surabaya.


=== Teori keturunan Dinasti Ayubiyah/Fatimiyah ===
==== Sunan Bonang ====
Teori lain adalah dinasti Ayubiyah/Fatimiyah. Teori ini khususnya bagi Walisongo di Jawa Timur. Hal ini diperkuat dengan keberadaan makam Fatimah binti Maimun yang kemungkinan merupakan nama seorang bangsawan dari dinasti Fatimiyah.
[[Berkas:Bonang barung and panerus. STSI Surakarta.jpg|150px|thumb|right|Bonang, sederetan gong kecil diletakkan horisontal.]]
[[Sunan Bonang]] adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari [[Nabi Muhammad]]. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Bonang banyak berdakwah melalui kesenian untuk menarik penduduk Jawa agar memeluk agama Islam. Ia dikatakan sebagai penggubah suluk ''Wijil'' dan tembang ''Tombo Ati'', yang masih sering dinyanyikan orang. Pembaharuannya pada [[gamelan]] Jawa ialah dengan memasukkan [[rebab]] dan [[bonang]], yang sering dihubungkan dengan namanya. [[Universitas Leiden]] menyimpan sebuah karya sastra bahasa Jawa bernama ''Het Boek van Bonang'' atau ''Buku Bonang''. Menurut G.W.J. Drewes, itu bukan karya Sunan Bonang namun mungkin saja mengandung ajarannya. Sunan Bonang diperkirakan wafat pada tahun 1525.


==== Sunan Drajat ====
=== Teori Mekah ===
Teori Mekah adalah teori yang dikemukakan oleh Buya Hamka. Teori ini sekaligus mengkritisi teori India / Gujarat yang dikembangkan oleh orientalis Belanda.
[[Sunan Drajat]] adalah putra Sunan Ampel, dan merupakan keturunan ke-23 dari [[Nabi Muhammad]]. Ia adalah putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja. Sunan Drajat banyak berdakwah kepada masyarakat kebanyakan. Ia menekankan kedermawanan, kerja keras, dan peningkatan kemakmuran masyarakat, sebagai pengamalan dari agama Islam. Pesantren Sunan Drajat dijalankan secara mandiri sebagai wilayah perdikan, bertempat di Desa Drajat, Kecamatan Paciran, [[Lamongan]]. Tembang ''macapat'' ''Pangkur'' disebutkan sebagai ciptaannya. Gamelan Singomengkok peninggalannya terdapat di Musium Daerah Sunan Drajat, Lamongan. Sunan Drajat diperkirakan wafat wafat pada 1522.


== Sumber tertulis tentang Wali Sanga ==
==== Sunan Kudus ====
# Terdapat beberapa sumber tertulis masyarakat Jawa tentang Wali Sanga, antara lain ''Serat Walisanga'' karya [[Ranggawarsita]] pada [[abad ke-19]], ''Kitab Wali Sanga'' karya Sunan Dalem (Sunan Giri II) yang merupakan anak dari [[Sunan Giri]], dan juga diceritakan cukup banyak dalam ''[[Babad Tanah Jawi]]''.
[[Sunan Kudus]] adalah putra [[Sunan Ngudung]] atau Raden Usman Haji, dengan Syarifah Ruhil atau Dewi Ruhil yang bergelar Nyai Anom Manyuran binti Nyai Ageng Melaka binti Sunan Ampel. [[Sunan Kudus]] adalah keturunan ke-24 dari [[Nabi Muhammad]]. Sunan Kudus bin Sunan Ngudung bin Fadhal Ali Murtadha bin Ibrahim Zainuddin Al-Akbar bin Jamaluddin Al-Husain bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah. Sebagai seorang wali, Sunan Kudus memiliki peran yang besar dalam pemerintahan [[Kesultanan Demak]], yaitu sebagai panglima perang, penasehat Sultan Demak, Mursyid Thariqah dan hakim peradilan negara. Ia banyak berdakwah di kalangan kaum penguasa dan priyayi Jawa. Di antara yang pernah menjadi muridnya, ialah [[Sunan Prawoto]] penguasa Demak, dan [[Arya Penangsang]] adipati Jipang Panolan. Salah satu peninggalannya yang terkenal ialah Mesjid Menara Kudus, yang arsitekturnya bergaya campuran Hindu dan Islam. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550. Keturunannya yang menjadi ulama' besar adalah As-Sayyid KH.Muhammad Kholil Azmatkhan Al-Husaini Bangkalan, dan generasi yang masih hidup adalah As-Sayyid KH.Shohibul Faroji Azmatkhan Ba'alawi Al-Husaini (Sekarang menjadi Mursyid Thariqah Wali Songo). Thariqah Wali Songo terdiri dari 9 Thariqah, yaitu: Thariqah 'Alawiyyah, Thariqah Qadiriyyah, Thariqah Naqsabandiyyah, Thariqah Syadziliyyah, Thariqah Sanusiyyah, Thariqah Maulawiyyah, Thariqah Nur Muhammadiyyah, Thariqah Khidiriyyah dan Thariqah Ahadiyyah.
# Mantan Mufti Johor Sayyid `Alwî b. Tâhir b. `Abdallâh al-Haddâd (meninggal tahun 1962) juga meninggalkan tulisan yang berjudul ''Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh'' (Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957). Ia menukil keterangan di antaranya dari Haji `Ali bin Khairuddin, dalam karyanya ''Ketrangan kedatangan bungsu (sic!) Arab ke tanah Jawi sangking Hadramaut''.

==== Sunan Giri ====
[[Sunan Giri]] adalah putra [[Maulana Ishaq]]. Sunan Giri adalah keturunan ke-23 dari [[Nabi Muhammad]], merupakan murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang. Ia mendirikan pemerintahan mandiri di [[Giri Kedaton]], [[Gresik]]; yang selanjutnya berperan sebagai pusat dakwah Islam di wilayah Jawa dan Indonesia timur, bahkan sampai ke kepulauan Maluku. Salah satu keturunannya yang terkenal ialah Sunan Giri Prapen, yang menyebarkan agama Islam ke wilayah Lombok dan Bima.

==== Sunan Kalijaga ====
[[Sunan Kalijaga]] adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur atau Sayyid Ahmad bin Mansur (Syekh Subakir). Ia adalah murid Sunan Bonang. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan sebagai sarana untuk berdakwah, antara lain kesenian [[wayang kulit]] dan tembang [[suluk]]. Tembang suluk ''Ilir-Ilir'' dan ''Gundul-Gundul Pacul'' umumnya dianggap sebagai hasil karyanya. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti [[Maulana Ishaq]], menikahi juga Syarifah Zainab binti Syekh Siti Jenar dan Ratu Kano Kediri binti Raja Kediri.

==== Sunan Muria ====
[[Sunan Muria]] atau Raden Umar Said adalah putra Sunan Kalijaga. Ia adalah putra dari Sunan Kalijaga dari isterinya yang bernama Dewi Sarah binti Maulana Ishaq. Sunan Muria menikah dengan Dewi Sujinah, putri Sunan Ngudung. Jadi Sunan Muria adalah adik ipar dari Sunan Kudus.

==== Sunan Gunung Jati ====
[[Berkas:Entrance to Makam Sunan Gunung Jati.jpg|right|thumb|200px|Gapura Makam Sunan Gunung Jati di [[Cirebon]], [[Jawa Barat]]]]
[[Sunan Gunung Jati]] atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah Umdatuddin putra Ali Nurul Alam putra Syekh Husain Jamaluddin Akbar. Dari pihak ibu, ia masih keturunan keraton [[Kerajaan Pajajaran|Pajajaran]] melalui Nyai Rara Santang, yaitu anak dari [[Sri Baduga Maharaja]]. Sunan Gunung Jati mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya, yang sesudahnya kemudian menjadi [[Kesultanan Cirebon]]. Anaknya yang bernama [[Maulana Hasanuddin]], juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan agama Islam di Banten, sehingga kemudian menjadi cikal-bakal berdirinya [[Kesultanan Banten]].

== Tokoh pendahulu Walisongo ==

==== Syekh Jumadil Qubro ====
{{Main|Syekh Jumadil Qubro}}
[[Syekh Jumadil Qubro]] adalah Maulana Ahmad Jumadil Kubra bin Husain Jamaluddin bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah
[[Syekh Jumadil Qubro]] adalah putra Husain Jamaluddin dari isterinya yang bernama Puteri Selindung Bulan (Putri Saadong II/ Putri Kelantan Tua). Tokoh ini sering disebutkan dalam berbagai [[babad]] dan cerita rakyat sebagai salah seorang pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa.

Makamnya terdapat di beberapa tempat yaitu di Semarang, Trowulan, atau di desa Turgo (dekat Pelawangan), Yogyakarta. Belum diketahui yang mana yang betul-betul merupakan kuburnya.<ref>Istilah ''maqam'', selain berarti kubur juga dapat berarti tempat menetap atau tempat yang pernah dikunjungi seorang tokoh; contohnya seperti makam [[Nabi Ibrahim]] di [[Masjidil Haram]].</ref>
<!--


==== Syekh Maulana Muhammad Ali Akbar ====
Syekh Maulana Akbar adalah adalah seorang tokoh di abad 14-15 yang dianggap merupakan pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa. Syekh Maulana Muhammad Ali Akbar adalah saudara kandung dari Syekh Subakir dan Sultan Sulaiman Al-Baghdadi. Nasabnya adalah Syekh Maulana Muhammad Ali Akbar bin Ali Nuruddin bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah. Hal ini adalah menurut penelitian Al-Habib Hadi bin Abdullah Al-Haddar dan As-Sayyid Bahruddin Ba'alawi al-Husaini dan diikuti oleh Martin van Bruinessen (1994).<ref>van Bruinessen, Martin, 1994. ''Najmuddin al-Kubra, Jumadil Kubra and Jamaluddin al-Akbar: Traces of Kubrawiyya influence in early Indonesian Islam'', Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 150, hal 305-329.</ref>

Penulis asal Bandung Muhammad Al Baqir dalam ''Tarjamah Risalatul Muawanah'' (Thariqah Menuju Kebahagiaan) memasukkan beragam catatan kaki dari riwayat-riwayat lama tentang kedatangan para mubaligh Arab ke Asia Tenggara. Ia berkesimpulan bahwa cerita rakyat tentang Syekh Maulana Muhammad Ali Akbar yang sempat mengunjungi Nusantara dan wafat di [[Wajo]], [[Makasar]] (dinamakan masyarakat setempat ''Makam Kramat Mekkah''), belum dapat dikonfirmasikan dengan sumber sejarah lain. Selain itu juga terdapat riwayat turun-temurun tarekat Sufi (thariqat Wali Songo) di Jawa Barat, yang menyebutkan bahwa Syekh Maulana Muhammad Ali Akbar wafat dan dimakamkan di [[Cirebon]], meskipun juga belum dapat diperkuat sumber sejarah lainnya.

==== Syekh Quro ====
[[Syekh Quro]] adalah pendiri pesantren pertama di Jawa Barat, yaitu pesantren Quro di [[Tanjungpura, Karawang Barat, Karawang|Tanjungpura, Karawang]] pada tahun 1428.<ref>Drs. H. Ridwan Saidi (27 Maret 2007). Disampaikan pada Seminar ''[http://202.155.15.208/cetak_berita.asp?id=289392&kat_id=105&edisi=Cetak/ Genealogi Intelektual Ulama Betawi]''. Diselenggarakan oleh JIC (Jakarta Islamic Centre), Jakarta. Artikel Republika Online: Jumat, 13 April 2007.</ref>

Nama aslinya Syekh Quro ialah Hasanuddin. Beberapa babad menyebutkan bahwa ia adalah ''muballigh'' (penyebar agama} asal [[Mekkah]], yang berdakwah di daerah Karawang. Ia diperkirakan datang dari [[Champa]] atau kini Vietnam selatan. Sebagian cerita menyatakan bahwa ia turut dalam pelayaran armada [[Cheng Ho]], saat armada tersebut tiba di daerah Tanjung Pura, Karawang.

Nasabnya adalah Syekh Quro (Hasanuddin/ Wali Songo Periode Pertama) bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah.

Syekh Quro sebagai guru dari [[Nyai Subang Larang]], anak [[Ki Gedeng Tapa]] penguasa [[Cirebon]]. Nyai Subang Larang yang cantik dan halus budinya, kemudian dinikahi oleh [[Prabu Siliwangi|Raden Manahrasa]] dari wangsa Siliwangi, yang setelah menjadi raja [[Kerajaan Pajajaran]] bergelar [[Sri Baduga Maharaja]]. Dari pernikahan tersebut, lahirlah Pangeran [[Kian Santang]] yang selanjutnya menjadi penyebar agama Islam di Jawa Barat.

Makam Syekh Quro terdapat di desa Pulo Kalapa, [[Lemahabang, Karawang|Lemahabang]], [[Karawang]].

==== Syekh Datuk Kahfi ====
[[Syekh Datuk Kahfi]] adalah muballigh asal [[Baghdad]] memilih markas di pelabuhan Muara Jati, yaitu kota [[Cirebon]] sekarang. Ia bernama asli [[Idhafi Mahdi]].

Nasabnya adalah Syekh Datuk Kahfi bin Sultan Sulaiman Al-Baghdadi bin Ahmad Jalaluddin bin Abdillah bin Abdul Malik Azmatkhan bin Alwi Ammil Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath bin Ali Khali’ Qasam bin Alwi bin Muhammad bin Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir bin Isa bin Muhammad bin Ali Al-Uraidhi bin Ja’far Shadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Al-Husain bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah.

Majelis pengajiannya menjadi terkenal karena didatangi oleh [[Nyai Rara Santang]] dan [[Kian Santang]] (Pangeran Cakrabuwana), yang merupakan putra-putri Nyai Subang Larang dari pernikahannya dengan raja Pajajaran dari wangsa Siliwangi. Di tempat pengajian inilah tampaknya Nyai Rara Santang bertemu atau dipertemukan dengan Syarif Abdullah, cucu Syekh Maulana Akbar Gujarat. Setelah mereka menikah, lahirlah Raden [[Syarif Hidayatullah]] kemudian hari dikenal sebagai [[Sunan Gunung Jati]].

Makam Syekh Datuk Kahfi ada di Gunung Jati, satu komplek dengan makam Sunan Gunung Jati.

==== Syekh Khaliqul Idrus ====
[[Syekh Khaliqul Idrus]] adalah seorang muballigh Parsi yang berdakwah di [[Jepara]]. Menurut suatu penelitian, ia diperkirakan adalah Syekh Abdul Khaliq, dengan ''laqob'' Al-Idrus, anak dari [[Syekh Muhammad Al-Alsiy]] yang wafat di [[Isfahan]], Parsi.

Syekh Khaliqul Idrus di Jepara menikahi salah seorang cucu Syekh Husain Jamaluddin Al-Akbar yang kemudian melahirkan [[Raden Muhammad Yunus]]. Raden Muhammad Yunus kemudian menikahi salah seorang putri Majapahit hingga mendapat gelar Wong Agung Jepara. Pernikahan Raden Muhammad Yunus dengan putri Majapahit di Jepara ini kemudian melahirkan Raden Abdul Qadir yang menjadi menantu [[Raden Patah]], bergelar Adipati Bin Yunus atau [[Pati Unus]]. Setelah gugur di Malaka 1521, Pati Unus dipanggil dengan sebutan [[Pangeran Sabrang Lor]].
<!--
Silsilah Syekh Khaliqul Idrus yang bernama asli Abdul Khaliq Al-Idrus, adalah putra Muhammad Al Alsiy, putra Abdul Muhyi Al Khoyri, putra Muhammad Akbar Al Ansari, putra Abdul Wahhab, putra Yusuf Al Mukhrowi, putra [[Muhammad Al Faqih Al Muqaddam]], seorang ulama sangat terkenal di abad ke-13 di Hadramaut, Yaman, yang merupakan putra dari Ali, putra Muhammad Shahib Mirbath.-->
<!-- Bagaimana dengan peranannya di masyarakat dlm penyebaran agama Islam?
Di titik [[Syekh Muhammad Shahib Mirbath|Muhammad Shahib Mirbath]] bertemulah silsilah Syekh Husain Jamaluddin (yang merupakan kakek-buyut bagi sebagian besar Walisongo dan cikal bakal [[Kesultanan Cirebon|Keraton Cirebon]] dan [[Kesultanan Banten|Keraton Banten]] dan leluhur bagi para kyai pesantren di seluruh pesisir Pulau Jawa), dengan silsilah Syekh Khaliqul Idrus (kakek buyut Pangeran Sabrang Lor dan cikal bakal beberapa dinasti di Jawa Barat seperti dinasti [[Muhammad Wangsa]] (Bogor), dinasti [[Kusumahdinata]] (Sumedang) dan dinasti [[Wiradadaha]] (Tasikmalaya).
-->
<ref>Lihat pula: [[Pangeran Sabrang Lor]].</ref>

== Teori keturunan Hadramaut ==

Walaupun masih ada pendapat yang menyebut Walisongo adalah keturunan Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, namun tampaknya tempat-tampat tersebut lebih merupakan jalur penyebaran para mubaligh daripada merupakan asal-muasal mereka yang sebagian besar adalah kaum [[Sayyid]] atau [[Syarif]]. Beberapa argumentasi yang diberikan oleh Muhammad Al Baqir, dalam bukunya ''Thariqah Menuju Kebahagiaan'', mendukung bahwa Walisongo adalah keturunan Hadramaut (Yaman):

* L.W.C van den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884-1886, dalam bukunya ''Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien (1886)''<ref>van den Berg, Lodewijk Willem Christiaan, 1886. ''''Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien''. Impr. du gouvernement, Batavia.</ref> mengatakan:
: ”Adapun hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang ''Sayyid Syarif''. Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain Hadramaut (yang bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (kaum Sayyid Syarif) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).”
* van den Berg juga menulis dalam buku yang sama (hal 192-204):
: ”Pada abad ke-15, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad SAW). Orang-orang Arab ''Hadramawt'' (Hadramaut) membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab, mengikuti jejak nenek moyangnya."
: Pernyataan van den Berg spesifik menyebut abad ke-15, yang merupakan abad spesifik kedatangan atau kelahiran sebagian besar Walisongo di pulau Jawa. Abad ke-15 ini jauh lebih awal dari abad ke-18 yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu [[Arab-Indonesia|kaum Hadramaut]] yang bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri, Syihab, Syahab dan banyak marga Hadramaut lainnya.
* Hingga saat ini umat Islam di Hadramaut sebagian besar [[Mazhab Syafi'i|bermadzhab Syafi’i]], sama seperti mayoritas di Srilangka, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia. Bandingkan dengan umat Islam di Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) yang sebagian besar [[Mazhab Hanafi|bermadzhab Hanafi]].
* Kesamaan dalam pengamalan madzhab Syafi'i bercorak tasawuf dan mengutamakan Ahlul Bait; seperti mengadakan ''[[Maulid]]'', membaca ''Diba'' & ''[[Barzanji]]'', beragam ''Shalawat Nabi'', ''doa Nur Nubuwwah'' dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut, Mesir, Gujarat, Malabar, Srilangka, Sulu & Mindanao, Malaysia dan Indonesia. Kitab fiqh Syafi’i ''Fathul Muin'' yang populer di Indonesia dikarang oleh [[Zainuddin Al Malabary]] dari Malabar, isinya memasukkan pendapat-pendapat baik kaum [[Fuqaha]] maupun kaum [[Sufi]]. Hal tersebut mengindikasikan kesamaan sumber yaitu Hadramaut, karena Hadramaut adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi'i dengan pengamalan [[tasawuf]] dan pengutamaan [[Ahlul Bait]].
* Di abad ke-15, raja-raja Jawa yang berkerabat dengan Walisongo seperti [[Raden Patah]] dan [[Pati Unus]] sama-sama menggunakan gelar ''Alam Akbar''. Gelar tersebut juga merupakan gelar yang sering dikenakan oleh keluarga besar ''Jamaluddin Akbar'' di Gujarat pada abad ke-14, yaitu cucu keluarga besar Azhamat Khan (atau Abdullah Khan) bin Abdul Malik bin Alwi, seorang anak dari [[Syekh Muhammad Shahib Mirbath|Muhammad Shahib Mirbath]] ulama besar Hadramaut abad ke-13. Keluarga besar ini terkenal sebagai ''mubaligh musafir'' yang berdakwah jauh hingga pelosok Asia Tenggara, dan mempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar dan banyak lainnya.

== Teori keturunan Cina ==
Sejarawan [[Slamet Muljana]] mengundang kontroversi dalam buku ''Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa'' (1968), dengan menyatakan bahwa [[Walisongo]] adalah keturunan [[Tionghoa|Tionghoa Indonesia]].<ref>{{cite book | last = Muljana | first = Slamet | title = Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara | publisher = LkiS | date = 2005 | pages = xxvi + 302 hlm. | isbn = 9799798451163 }}</ref> Pendapat tersebut mengundang reaksi keras masyarakat yang berpendapat bahwa Walisongo adalah keturunan [[Arab|Arab-Indonesia]]. Pemerintah [[Orde Baru]] sempat melarang terbitnya buku tersebut.{{cn}}

Referensi-referensi yang menyatakan dugaan bahwa Walisongo berasal dari atau keturunan Tionghoa sampai saat ini masih merupakan hal yang kontroversial. Referensi yang dimaksud hanya dapat diuji melalui sumber akademik yang berasal dari Slamet Muljana, yang merujuk kepada tulisan Mangaraja Onggang Parlindungan, yang kemudian merujuk kepada seseorang yang bernama Resident Poortman. Namun, Resident [[Poortman]] hingga sekarang belum bisa diketahui identitasnya serta kredibilitasnya sebagai sejarawan, misalnya bila dibandingkan dengan [[Snouck Hurgronje]] dan [[LWC Van Den Berg|L.W.C. van den Berg]]. Sejarawan Belanda masa kini yang banyak mengkaji sejarah Islam di Indonesia yaitu [[Martin van Bruinessen]], bahkan tak pernah sekalipun menyebut nama Poortman dalam buku-bukunya yang diakui sangat detail dan banyak dijadikan referensi. <!--Martin Van Bruinesen selain diakui kalangan akademis juga menjadi rekan diskusi bagi banyak Kyai Pesantren termasuk Gus Dur. {{fact}}-->

Salah satu ulasan atas tulisan H.J. de Graaf, Th.G.Th. Pigeaud, M.C. Ricklefs berjudul ''Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries'' adalah yang ditulis oleh Russell Jones. Di sana, ia meragukan pula tentang keberadaan seorang [[Poortman]]. Bila orang itu ada dan bukan bernama lain, seharusnya dapat dengan mudah dibuktikan mengingat ceritanya yang cukup lengkap dalam tulisan Parlindungan <ref>Russell Jones, [http://links.jstor.org/sici?sici=0041-977X%281987%2950%3A2%3C423%3ACMIJIT%3E2.0.CO%3B2-X review on ''Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries''] written by H. J. de Graaf; Th. G. Th. Pigeaud; M. C. Ricklefs, Bulletin of the School of Oriental and African Studies, University of London, Vol. 50, No. 2. (1987), hlm. 423-424.</ref>.

== Sumber tertulis tentang Walisongo ==
# Terdapat beberapa sumber tertulis masyarakat Jawa tentang Walisongo, antara lain ''Serat Walisanga'' karya [[Ranggawarsita]] pada [[abad ke-19]], ''Kitab Walisongo'' karya Sunan Dalem (Sunan Giri II) yang merupakan anak dari [[Sunan Giri]], dan juga diceritakan cukup banyak dalam ''[[Babad Tanah Jawi]]''.
# Mantan Mufti Johor Sayyid `Alwî b. Tâhir b. `Abdallâh al-Haddâd (meninggal tahun 1962) juga meninggalkan tulisan yang berjudul ''Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh'' (Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957). Ia menukil keterangan diantaranya dari Haji `Ali bin Khairuddin, dalam karyanya ''Ketrangan kedatangan bungsu (sic!) Arab ke tanah Jawi sangking Hadramaut''.
# Dalam penulisan sejarah para keturunan Bani Alawi seperti ''al-Jawahir al-Saniyyah'' oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran, '''Umdat al-Talib'' oleh al-Dawudi, dan ''Syams al-Zahirah'' oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur; juga terdapat pembahasan mengenai leluhur Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Bonang dan Sunan Gresik.
# Dalam penulisan sejarah para keturunan Bani Alawi seperti ''al-Jawahir al-Saniyyah'' oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran, '''Umdat al-Talib'' oleh al-Dawudi, dan ''Syams al-Zahirah'' oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur; juga terdapat pembahasan mengenai leluhur Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Bonang dan Sunan Gresik.

== Lihat pula ==
* [[Mazhab Syafi'i]]
* [[Suku Arab-Indonesia]]
* [[Syekh Muhammad Shahib Mirbath]]
* [[Sunan Bayat]]
* [[Ki Ageng Pandan Arang]]
* [[Syekh Siti Jenar]]
* [[Poortman|Resident Poortman]]

== Pranala luar ==
* {{en}} [http://www.let.uu.nl/~martin.vanbruinessen/personal/publications/Jumadil_Kubral.htm/ Najmuddin al-Kubra, Jumadil Kubra and Jamaluddin al-Akbar: Traces of Kubrawiyya influence in early Indonesian Islam] Online publication of Martin van Bruinessen, by Universiteit Utrecht
* {{id}} [http://www.republika.co.id/suplemen/cetak_detail.asp?mid=5&id=245607&kat_id=105&kat_id1=147&kat_id2=185/ Syekh Hasanuddin: Pendiri Pesantren Pertama di Jawa Barat] Republika Online: Jumat, 28 April 2006


== Referensi ==
== Referensi ==
{{reflist|2}}
{{reflist|2}}


== Pusat Inspirasi ==
{{Walisongo}}
* [[Sembilan Wali (Wali Sanga)]] (Film tahun 1985 produksi [[Soraya Intercine Films]])
----
* [[Wali Sanga (seri televisi)|Wali Sanga]] (Serial televisi tahun 2003 produksi [[Genta Buana Paramita]])
* [[Kisah Sembilan Wali]] (Serial televisi tahun 2013 produksi [[Genta Buana Paramita]])
* [[Kisah 9 Wali]] (Serial televisi tahun 2015 produksi [[Genta Buana Paramita]])


== Lihat Pula ==
[[Kategori:Walisongo| ]]
* [[Muhammadiyah]]
* [[Nahdlatul Ulama]]
* [[Islam Nusantara]]
== Pranala luar ==
{{Wali Sanga|X}}
{{Islam di Indonesia}}
{{Portal bar|Islam|Indonesia|Sejarah}}
{{DEFAULTSORT:{{PAGENAME}} }}
[[Kategori:Wali Sanga| ]]
[[Kategori:Tokoh penyebar Islam di Indonesia| ]]
[[Kategori:Tokoh penyebar Islam di Indonesia| ]]
[[Kategori:Sejarah Nusantara]]
[[Kategori:Sejarah Nusantara]]
[[Kategori:Sejarah Islam di Indonesia]]
[[Kategori:Sejarah Islam di Indonesia]]
[[Kategori:Pendakwah muslim]]

[[en:Wali Sanga]]
[[fr:Wali Sanga]]
[[ja:ワリ・サンガ]]
[[jv:Walisanga]]
[[map-bms:Wali Sanga]]
[[ms:Walisongo]]

Revisi terkini sejak 31 Oktober 2024 10.49

Wali Sanga (lebih dikenal sebagai Wali Songo, bahasa Jawa: ꦮꦭꦶꦱꦔ; Wali Songo, "Sembilan Wali" (orang yang dipercaya) adalah tokoh Islam yang dihormati di Indonesia, khususnya di pulau Jawa, karena peran historis mereka dalam penyebaran agama Islam di Indonesia.

pada mulanya di Pulau Jawa ada dua kerajaan Hindu yaitu Majapahit dan Pajajaran. Di antara rakyatnya ada yang beragama Islam.

Para Ulama' itu yang mempunyai karomah pergi ke pulau Jawa. Maka, terkumpullah sembilan Ulama' berilmu tinggi serta mempunyai karomah.

Pada tahun 808 Hijriah atau 1404 Masehi para Ulama' itu berangkat ke pulau Jawa. Di Pimpin oleh Sunan Gresik sebagai Mufti Walisongo untuk untuk meneruskan misi syech Jumadil kubro untuk menyebarkan agama islam & mencari dukungan atas peperangan saudara yang terjadi di negaranya dengan mendatangi wilayah Kerajaan Majapahit. Waktu itu rajanya adalah Baginda Prabu Wikramawardhana sebagai kekuatan terbesar di Asia Tenggara pada jamannya.

Menurut Buku Haul Sunan Ampel Ke-555 yang ditulis oleh KH. Mohammad Dahlan, Majelis Dakwah yang secara umum dinamakan Walisongo, sebenarnya terdiri dari beberapa angkatan.

Para Walisongo tidak hidup pada saat yang bersamaan. Namun, satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, baik dalam ikatan keluarga, pernikahan, maupun dalam hubungan guru dan murid.

Bila ada seorang anggota majelis yang wafat, maka posisinya digantikan oleh tokoh lainnya.

Seperti yang tersebut dalam Kitab Kanzul Ulum Ibnul Bathuthah, yang penulisannya dilanjutkan oleh Syekh Maulana Al-Maghrobi. Walisongo pernah melakukan sidang tiga kali, yaitu :

  • Tahun 1404 M adalah sembilan wali.
  • Tahun 1463 M masuk tiga waIi mengganti yang wafat.
  • Tahun 1463 M masuk empat wali mengganti yang wafat dan pergi.

Kemudian, menurut KH. Dachlan Abd. Qohar. Pada tahun 1466 M, Walisongo melakukan sidang lagi membahas meninggalnya dua orang wali yaitu :

  • Maulana Muhammad Al-Maghrobi,
  • Maulana Ahmad Jumadil Qubro.

Jalur Raja Majapahit diturunkan oleh Sunan Kalijaga yang tidak lain adalah trah Brawijaya. Trah ini kemudian menurunkan raja-raja Mataram Islam.

Arti Wali Sanga

[sunting | sunting sumber]
Masjid Agung Demak, diyakini sebagai salah satu tempat berkumpulnya para wali yang paling awal.

Ada beberapa pendapat mengenai arti Wali Sanga. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang berjumlah sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata Sanga / sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat.

Pendapat lain yang mengatakan bahwa Wali Sanga adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).[1] Para Wali Sanga adalah pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka dapat ditemui dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga pemerintahan.

Konsep Wali Sanga atau Wali Sembilan dalam kosmologi Islam, sumber utamanya dapat dilacak pada konsep kewalian yang secara umum oleh kalangan penganut sufisme diyakini meliputi sembilan tingkat kewalian. Syaikh al-Akbar Muhyiddin Ibnu Araby atau Ibnu Arabi dalam kitab Futuhat al-Makkiyah memaparkan tentang sembilan tingkat kewalian dengan tugas masing-masing sesuai kewilayahan. Kesembilan tingkat kewalian itu:

1) Wali Aqthab atau Wali Quthub, yaitu pemimpin dan penguasa para wali di seluruh alam semesta.
2) Wali Aimmah, yaitu pembantu Wali Aqthab dan menggantikan kedudukannya jika wafat.
3) Wali Autad, yaitu wali penjaga empat penjuru mata angin.
4) Wali Abdal, yaitu wali penjaga tujuh musim.
5) Wali Nuqaba, yaitu wali penjaga hukum syariat.
6) Wali Nujaba, yang setiap masa berjumlah delapan orang.
7) Wali Hawariyyun, yaitu wali pembela kebenaran agama, baik pembelaan dalam bentuk argumentasi maupun senjata.
8) Wali Rajabiyyun, yaitu wali yang karomahnya muncul setiap bulan Rajab.
9) Wali Khatam, yaitu wali yang menguasai dan mengurus wilayah kekuasaan umat Islam.[2]

Nama para Wali Sanga

[sunting | sunting sumber]

Nama para Wali Sanga tersebut yaitu:

Tokoh pendahulu Wali Sanga

[sunting | sunting sumber]

Asal usul Wali Sanga

[sunting | sunting sumber]

Teori keturunan Hadramaut

[sunting | sunting sumber]

Walaupun masih ada pendapat yang menyebut Wali Sanga adalah keturunan Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, namun tampaknya tempat-tampat tersebut lebih merupakan jalur penyebaran para mubaligh daripada merupakan asal-muasal mereka yang sebagian besar adalah kaum Sayyid atau Syarif. Beberapa argumentasi yang diberikan oleh Muhammad Al Baqir, dalam bukunya Thariqah Menuju Kebahagiaan, mendukung bahwa Wali Sanga adalah keturunan Hadramaut (Yaman):

  • L.W.C van den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884–1886, dalam bukunya Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien (1886)[3] mengatakan:
”Adapun hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang Sayyid Syarif. Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain Hadramaut (yang bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (kaum Sayyid Syarif) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).” Van den Berg juga menulis dalam buku yang sama (hal 192-204): ”Pada abad ke-15, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempunyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad SAW). Orang-orang Arab Hadramawt (Hadramaut) membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab, mengikuti jejak nenek moyangnya."
Pernyataan van den Berg spesifik menyebut abad ke-15, yang merupakan abad spesifik kedatangan atau kelahiran sebagian besar Wali Sanga di pulau Jawa. Abad ke-15 ini jauh lebih awal dari abad ke-18 yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu kaum Hadramaut yang bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri, Syihab, Syahab, dan banyak marga Hadramaut lainnya.
  • Hingga saat ini umat Islam di Hadramaut sebagian besar bermadzhab Syafi’i, sama seperti mayoritas di Sri Lanka, pesisir barat India (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia. Bandingkan dengan umat Islam di Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) yang sebagian besar bermadzhab Hanafi.
  • Kesamaan dalam pengamalan madzhab Syafi'i bercorak tasawuf dan mengutamakan Ahlul Bait; seperti mengadakan Maulid, membaca Diba & Barzanji, beragam Shalawat Nabi, doa Nur Nubuwwah dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut, Mesir, Gujarat, Malabar, Sri Lanka, Sulu & Mindanao (FIlipina), Malaysia dan Indonesia. Kitab fiqh Syafi’i Fathul Muin yang populer di Indonesia dikarang oleh Zainuddin Al Malabary dari Malabar, isinya memasukkan pendapat-pendapat baik kaum Fuqaha maupun kaum Sufi. Hal tersebut mengindikasikan kesamaan sumber yaitu Hadramaut karena Hadramaut adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi'i dengan pengamalan tasawuf dan pengutamaan Ahlul Bait.
  • Pada abad ke-15, raja-raja Jawa yang berkerabat dengan Wali Sanga seperti Raden Patah dan Pati Unus sama-sama menggunakan gelar Alam Akbar. Gelar tersebut juga merupakan gelar yang sering dikenakan oleh keluarga besar Jamaluddin Akbar di Gujarat pada abad ke-14, yaitu cucu keluarga besar Azhamat Khan (atau Abdullah Khan) bin Abdul Malik bin Alwi, seorang anak dari Muhammad Shahib Mirbath, ulama besar Hadramaut abad ke-13. Keluarga besar ini terkenal sebagai mubaligh musafir yang berdakwah jauh hingga pelosok Asia Tenggara, dan mempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar dan banyak lainnya.

Teori keturunan Cina (Hui)

[sunting | sunting sumber]

Sejarawan Slamet Muljana mengundang kontroversi dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa (1968), dengan menyatakan bahwa Wali Sanga adalah keturunan Tionghoa Muslim.[4] Pendapat tersebut mengundang reaksi keras masyarakat yang berpendapat bahwa Wali Sanga adalah keturunan Arab-Indonesia. Pemerintah Orde Baru sempat melarang terbitnya buku tersebut.[butuh rujukan]

Referensi-referensi yang menyatakan dugaan bahwa Wali Sanga berasal dari atau keturunan Tionghoa sampai saat ini masih merupakan hal yang kontroversial. Referensi yang dimaksud hanya dapat diuji melalui sumber akademik yang berasal dari Slamet Muljana, yang merujuk kepada tulisan Mangaraja Onggang Parlindungan, yang kemudian merujuk kepada seseorang yang bernama Resident Poortman. Namun, Resident Poortman hingga sekarang belum bisa diketahui identitasnya serta kredibilitasnya sebagai sejarawan, misalnya bila dibandingkan dengan Snouck Hurgronje dan L.W.C van den Berg. Sejarawan Belanda masa kini yang banyak mengkaji sejarah Islam di Indonesia yaitu Martin van Bruinessen, bahkan tak pernah sekalipun menyebut nama Poortman dalam buku-bukunya yang diakui sangat detail dan banyak dijadikan referensi.

Salah satu ulasan atas tulisan H.J. de Graaf, Th.G.Th. Pigeaud, M.C. Ricklefs berjudul Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries adalah yang ditulis oleh Russell Jones. Di sana, ia meragukan pula tentang keberadaan seorang Poortman. Bila orang itu ada dan bukan bernama lain, seharusnya dapat dengan mudah dibuktikan mengingat ceritanya yang cukup lengkap dalam tulisan Parlindungan.[5]

Teori keturunan Dinasti Ayubiyah/Fatimiyah

[sunting | sunting sumber]

Teori lain adalah dinasti Ayubiyah/Fatimiyah. Teori ini khususnya bagi Walisongo di Jawa Timur. Hal ini diperkuat dengan keberadaan makam Fatimah binti Maimun yang kemungkinan merupakan nama seorang bangsawan dari dinasti Fatimiyah.

Teori Mekah

[sunting | sunting sumber]

Teori Mekah adalah teori yang dikemukakan oleh Buya Hamka. Teori ini sekaligus mengkritisi teori India / Gujarat yang dikembangkan oleh orientalis Belanda.

Sumber tertulis tentang Wali Sanga

[sunting | sunting sumber]
  1. Terdapat beberapa sumber tertulis masyarakat Jawa tentang Wali Sanga, antara lain Serat Walisanga karya Ranggawarsita pada abad ke-19, Kitab Wali Sanga karya Sunan Dalem (Sunan Giri II) yang merupakan anak dari Sunan Giri, dan juga diceritakan cukup banyak dalam Babad Tanah Jawi.
  2. Mantan Mufti Johor Sayyid `Alwî b. Tâhir b. `Abdallâh al-Haddâd (meninggal tahun 1962) juga meninggalkan tulisan yang berjudul Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh (Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957). Ia menukil keterangan di antaranya dari Haji `Ali bin Khairuddin, dalam karyanya Ketrangan kedatangan bungsu (sic!) Arab ke tanah Jawi sangking Hadramaut.
  3. Dalam penulisan sejarah para keturunan Bani Alawi seperti al-Jawahir al-Saniyyah oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran, 'Umdat al-Talib oleh al-Dawudi, dan Syams al-Zahirah oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur; juga terdapat pembahasan mengenai leluhur Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Bonang dan Sunan Gresik.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Dahlan, KH. Mohammad. Haul Sunan Ampel Ke-555, Penerbit Yayasan Makam Sunan Ampel, hlm 1-2, Surabaya, 1979.
  2. ^ Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, Depok: Pustaka Iman, 2016, 135.
  3. ^ van den Berg, Lodewijk Willem Christiaan, 1886. ''Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien. Impr. du gouvernement, Batavia.
  4. ^ Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. LkiS. hlm. xxvi + 302 hlm. ISBN 9799798451163. 
  5. ^ Russell Jones, review on Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries written by H. J. de Graaf; Th. G. Th. Pigeaud; M. C. Ricklefs, Bulletin of the School of Oriental and African Studies, University of London, Vol. 50, No. 2. (1987), hlm. 423-424.

Pusat Inspirasi

[sunting | sunting sumber]

Lihat Pula

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]