Lompat ke isi

Wali Sanga: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Tidak ada ringkasan suntingan
Tag: Suntingan perangkat seluler Suntingan peramban seluler Suntingan seluler lanjutan
 
(617 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{essay-like|date=May 2017}}
'''Walisongo''' atau '''Walisanga''' dikenal sebagai penyebar agama [[Islam]] di tanah [[Jawa]] pada [[abad ke-17]]. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
{{Expert needed|Indonesia |talk= |reason=Memerlukan peninjauan terperinci dan ringkasan teks yang terlalu panjang, sumbernya dipertanyakan, dan berpotensi spekulatif |date=March 2017}}
'''Wali Sanga''' (lebih dikenal sebagai '''Wali Songo''', {{lang-jv|ꦮꦭꦶꦱꦔ}}; ''Wali Songo'', "Sembilan [[Wali]]" (orang yang dipercaya) adalah tokoh [[Islam]] yang dihormati di [[Indonesia]], khususnya di [[pulau Jawa]], karena peran historis mereka dalam penyebaran agama [[Islam]] di [[Indonesia]].


pada mulanya di Pulau Jawa ada dua kerajaan Hindu yaitu Majapahit dan Pajajaran. Di antara rakyatnya ada yang beragama Islam.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi [[Hindu]]-[[Budha]] dalam budaya [[Nusantara]] untuk digantikan dengan kebudayaan [[Islam]]. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.


Para Ulama' itu yang mempunyai karomah pergi ke pulau Jawa. Maka, terkumpullah sembilan Ulama' berilmu tinggi serta mempunyai karomah.
==Arti Walisongo==
Ada beberapa pendapat mengenai arti ''Walisongo''. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa [[Bahasa Arab|Arab]] berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata ''sana'' berasal dari bahasa [[Jawa]], yang berarti ''tempat''.


Pada tahun 808 Hijriah atau 1404 Masehi para Ulama' itu berangkat ke pulau Jawa. Di Pimpin oleh [[Sunan Gresik]] sebagai Mufti Walisongo untuk untuk meneruskan misi syech Jumadil kubro untuk menyebarkan agama islam & mencari dukungan atas peperangan saudara yang terjadi di negaranya dengan mendatangi wilayah Kerajaan [[Majapahit]]. Waktu itu rajanya adalah Baginda Prabu [[Wikramawardhana]] sebagai kekuatan terbesar di Asia Tenggara pada jamannya.
Pendapat lain yang mengatakan bahwa '''Walisongo''' ini adalah sebuah dewan yang didirikan oleh [[Raden Rahmat]] ([[Sunan Ampel]]) pada tahun [[1474]]. Saat itu dewan Walisongo beranggotakan Raden Hasan (Pangeran Bintara); Makhdum Ibrahim ([[Sunan Bonang]], putra pertama dari Sunan Ampel); Qasim ([[Sunan Drajad]], putra kedua dari Sunan Ampel); Usman Haji (Pangeran Ngudung, ayah dari [[Sunan Kudus]]); Raden Ainul Yaqin ([[Sunan Giri]], putra dari Maulana Ishaq); Syekh Suta Maharaja; Raden Hamzah (Pangeran Tumapel) dan Raden Mahmud.


Menurut '''''Buku Haul Sunan Ampel Ke-555''''' yang ditulis oleh KH. Mohammad Dahlan, Majelis Dakwah yang secara umum dinamakan Walisongo, sebenarnya terdiri dari beberapa angkatan.
Para Walisongo adalah intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari [[kesehatan]], bercocok-tanam, [[niaga]], [[kebudayaan]], [[kesenian]], kemasyarakatan, hingga ke [[pemerintahan]].


Para Walisongo tidak hidup pada saat yang bersamaan. Namun, satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, baik dalam ikatan keluarga, pernikahan, maupun dalam hubungan guru dan murid.
==Nama-nama Walisongo==
Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai siapa saja yang termasuk sebagai Walisongo, pada umumnya terdapat sembilan nama yang dikenal sebagai anggota Walisongo yang paling terkenal, yaitu:


Bila ada seorang anggota majelis yang wafat, maka posisinya digantikan oleh tokoh lainnya.
* '''[[Maulana Malik Ibrahim|Sunan Gresik]]''' atau [[Maulana Malik Ibrahim]]
* '''[[Sunan Ampel]]''' atau [[Raden Rahmat]]
* '''[[Sunan Bonang]]''' atau Raden Makhdum Ibrahim
* '''[[Sunan Drajat]]''' atau Raden Qasim
* '''[[Sunan Kudus]]''' atau Jaffar Shadiq
* '''[[Sunan Giri]]''' atau Raden Paku atau Ainul Yaqin
* '''[[Sunan Kalijaga]]''' atau Raden Said
* '''[[Sunan Muria]]''' atau Raden Umar Said
* '''[[Sunan Gunung Jati]]''' atau [[Syarif Hidayatullah]]


Seperti yang tersebut dalam '''''Kitab Kanzul Ulum Ibnul Bathuthah''''', yang penulisannya dilanjutkan oleh Syekh Maulana Al-Maghrobi. Walisongo pernah melakukan sidang tiga kali, yaitu :
Para Walisongo tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah juga karena pernikahan atau dalam hubungan guru-murid.


* Tahun 1404 M adalah sembilan wali.


* Tahun 1463 M masuk tiga waIi mengganti yang wafat.
===Maulana Malik Ibrahim===
[[Maulana Malik Ibrahim]] terkadang juga disebut sebagai Syekh Maghribi atau Sunan Gresik. Maulana Malik Ibrahim, atau Makdum Ibrahim As-Samarqandy diperkirakan lahir di [[Provinsi Samarqand|Samarkand]], di Asia Tengah, pada paruh awal abad 14. [[Babad Tanah Jawi]] versi Meinsma menyebutnya Asmarakandi, mengikuti pengucapan lidah Jawa terhadap As-Samarqandy, berubah menjadi Asmarakandi. Sebagian rakyat malah ada yang menyebutnya dengan panggilan Kakek Bantal.


* Tahun 1463 M masuk empat wali mengganti yang wafat dan pergi.
Maulana Malik Ibrahim diperkirakan bersaudara dengan Maulana Ishaq, ulama terkenal di Samudra Pasai, sekaligus ayah dari Sunan Giri (Raden Paku). Ada yang berpendapat bahwa Maulana Ibrahim dan Maulana Ishaq adalah anak dari seorang ulama, bernama Maulana Jumadil Kubro, atau Syekh Jumadil Qubro. Maulana Jumadil Kubro diyakini sebagai keturunan ke-10 dari Sayidina Husein, cucu Nabi Muhammad SAW.


Kemudian, menurut '''''KH. Dachlan Abd. Qohar'''''. Pada tahun 1466 M, Walisongo melakukan sidang lagi membahas meninggalnya dua orang wali yaitu :
Maulana Malik Ibrahim bermukim di Champa selama tiga belas tahun sejak tahun 1379. Ia malah menikahi putri raja Champa, yang memberinya dua putra. Mereka adalah Raden Rahmat (dikenal dengan [[Sunan Ampel]]) dan Sayid Ali Murtadha alias Raden Santri. Setelah merasa cukup menjalankan misi dakwah di negeri itu, tahun 1392 M Maulana Malik Ibrahim hijrah ke Pulau Jawa dan meninggalkan keluarganya.


* Maulana Muhammad Al-Maghrobi,
Beberapa versi menyatakan bahwa kedatangannya di Jawa disertai beberapa orang. Daerah yang ditujunya pertama kali yakni desa Sembalo, daerah yang masih berada dalam wilayah kekuasaan Majapahit. Desa Sembalo sekarang, adalah daerah Leran kecamatan Manyar, 9 kilometer utara kota Gresik. Aktivitas pertama yang dilakukannya ketika itu adalah berdagang dengan cara membuka warung. Warung itu menyediakan kebutuhan pokok dengan harga murah. Selain itu secara khusus Malik Ibrahim juga menyediakan diri untuk mengobati masyarakat secara gratis. Sebagai tabib, kabarnya, ia pernah diundang untuk mengobati istri raja yang berasal dari Champa. Besar kemungkinan permaisuri tersebut masih kerabat istrinya.
* Maulana Ahmad Jumadil Qubro.


Jalur Raja Majapahit diturunkan oleh Sunan Kalijaga yang tidak lain adalah trah Brawijaya. Trah ini kemudian menurunkan raja-raja Mataram Islam.
Diceritakan bahwa sebagai Kakek Bantal, Maulana Malik Ibrahim juga mengajarkan cara-cara baru bercocok tanam. Ia merangkul masyarakat bawah, yaitu kasta yang disisihkan dalam Hindu. Maka sempurnalah misi pertamanya, yaitu mencari tempat di hati masyarakat sekitar yang ketika itu tengah dilanda krisis ekonomi dan perang saudara. Selesai membangun dan menata pondokan tempat belajar agama di Leran, tahun 1419 M Maulana Malik Ibrahim wafat. Makamnya kini terdapat di kampung Gapura, Gresik, Jawa Timur.


== Arti Wali Sanga ==
Maulana malik Ibrahim adalah waliyullah pertama yang membawakan Islam ditanah jawa. Ia adalah seorang yang sangat cerdas, dekat dengan masyarakat serta mampu membawakan Islam lewat resonansi budaya setempat. Ia mampu menampilkan Islam sebagai sosok ajaran yang sangat mudah dipahami dan diamalkan masyarakat, yang saat itu sangat mengagungkan peradaban Hindu-Budha.
[[Berkas:Masjid demak.jpg|jmpl|ka|325px|[[Masjid Agung Demak]], diyakini sebagai salah satu tempat berkumpulnya para [[wali]] yang paling awal.]]
Ada beberapa pendapat mengenai arti ''Wali Sanga''. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang berjumlah sembilan, atau ''sanga'' dalam [[bahasa Jawa]]. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata ''Sanga'' / ''sanga'' berasal dari kata ''tsana'' yang dalam [[bahasa Arab]] berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata ''sana'' berasal dari [[bahasa Jawa]], yang berarti ''tempat''.


Pendapat lain yang mengatakan bahwa Wali Sanga adalah sebuah majelis [[dakwah]] yang pertama kali didirikan oleh [[Sunan Gresik]] ([[Maulana Malik Ibrahim]]) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).<ref name=Dahlan>Dahlan, KH. Mohammad. ''Haul Sunan Ampel Ke-555'', Penerbit Yayasan Makam Sunan Ampel, hlm 1-2, Surabaya, 1979.</ref> Para Wali Sanga adalah pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka dapat ditemui dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari [[kesehatan]], [[bercocok tanam]], [[Perdagangan|perniagaan]], [[kebudayaan]], [[kesenian]], kemasyarakatan, hingga [[pemerintahan]].
===Sunan Ampel===
[[Sunan Ampel]] bernama asli Raden Rahmat adalah putra [[Maulana Malik Ibrahim]], Muballigh yang bertugas dakwah di [[Champa]], dengan ibu putri Champa. Jadi, terdapat kemungkinan Sunan Ampel memiliki darah [[Uzbekistan]] dari ayahnya dan [[Champa]] dari ibunya.


Konsep Wali Sanga atau Wali Sembilan dalam kosmologi Islam, sumber utamanya dapat dilacak pada konsep kewalian yang secara umum oleh kalangan penganut sufisme diyakini meliputi sembilan tingkat kewalian. Syaikh al-Akbar Muhyiddin Ibnu Araby atau [[Ibnu Arabi]] dalam kitab ''Futuhat al-Makkiyah'' memaparkan tentang sembilan tingkat kewalian dengan tugas masing-masing sesuai kewilayahan. Kesembilan tingkat kewalian itu:
====Sunan Bonang dan Sunan Drajat====
[[Sunan Bonang]] dan [[Sunan Drajat]] adalah putra Sunan Ampel. Mereka adalah putra-putra Sunan Ampel dengan Nyai Ageng Manila, putri adipati Tuban bernama Arya Teja.


1) ''Wali Aqthab'' atau ''Wali Quthub,'' yaitu pemimpin dan penguasa para wali di seluruh alam semesta.<br />
===Sunan Kudus===
2) ''Wali Aimmah,'' yaitu pembantu ''Wali Aqthab'' dan menggantikan kedudukannya jika wafat.<br />
[[Sunan Kudus]] adalah putra [[Sunan Ngudung]], putra [[Raden Usman Haji]] yang belum dapat diketahui dengan jelas silsilahnya. Sunan Kudus adalah buah pernikahan Sunan Ngudung yang menikah dengan Syarifah, adik dari Sunan Bonang. Sunan Kudus diperkirakan wafat pada tahun 1550.
3) ''Wali Autad'', yaitu wali penjaga empat penjuru mata angin.<br />
4) ''Wali Abdal'', yaitu wali penjaga tujuh musim.<br />
5) ''Wali Nuqaba,'' yaitu wali penjaga hukum syariat.<br />
6) ''Wali Nujaba,'' yang setiap masa berjumlah delapan orang.<br />
7) ''Wali Hawariyyun,'' yaitu wali pembela kebenaran agama, baik pembelaan dalam bentuk argumentasi maupun senjata.<br />
8) ''Wali Rajabiyyun,'' yaitu wali yang karomahnya muncul setiap bulan Rajab.<br />
9) ''Wali Khatam,'' yaitu wali yang menguasai dan mengurus wilayah kekuasaan umat Islam.<ref>Agus Sunyoto, ''Atlas Walisongo,'' Depok: Pustaka Iman, 2016, 135.</ref>


== Nama para Wali Sanga ==
===Sunan Giri===
Nama para Wali Sanga tersebut yaitu:
[[Sunan Giri]] adalah putra [[Maulana Ishaq]]. Sunan Giri adalah murid dari Sunan Ampel dan saudara seperguruan dari Sunan Bonang.
{{Col-begin|width=}}
{{Col-3}}
* '''[[Maulana Malik Ibrahim|Sunan Gresik]]''' atau Maulana Malik Ibrahim
* '''[[Sunan Ampel]]''' atau Raden Rahmat
* '''[[Sunan Bonang]]''' atau Raden Maulana Makhdum Ibrahim
{{Col-3}}
* '''[[Sunan Drajat]]''' atau Raden Qasim Syarifuddin
* '''[[Sunan Kudus]]''' atau Raden Ja'far Shadiq
* '''[[Sunan Giri]]''' atau Joko Samudro atau Raden Paku atau Muhammad 'Ainul Yaqin atau Prabu Satmata
{{Col-3}}
* '''[[Sunan Kalijaga]]''' atau Raden Syahid
* '''[[Sunan Muria]]''' atau Raden Umar Said
* '''[[Sunan Gunung Jati]]''' atau Syarif Hidayatullah
{{Col-end}}


== Tokoh pendahulu Wali Sanga ==
===Sunan Kalijaga===
*[[Syekh Jumadil Qubro]]
[[Sunan Kalijaga]] adalah putra adipati Tuban yang bernama Tumenggung Wilatikta atau Raden Sahur. Dalam satu riwayat, Sunan Kalijaga disebutkan menikah dengan Dewi Saroh binti Maulana Ishaq.
*[[Syaikh Syamsuddin Al-wasil]]
*[[Khaliqul Idrus]]
*[[Datuk Kahfi|Syekh Nurjati]]
*[[Qurotul Ain]]
*[[Tan Go Wat|Bentong]]
*[[Raden Santri Gresik|Ali Murtadho]]
*[[Muhammad Nurul Yaqin]]
*[[Fatimah binti Maimun]]


== Asal usul Wali Sanga ==
====Sunan Muria====
=== Teori keturunan Hadramaut ===
[[Sunan Muria]] atau Raden Umar Said adalah putra Sunan Kalijaga. Ia adalah putra dari Sunan Kalijaga yang menikah dengan Dewi Sujinah, putri Sunan Ngudung.
Walaupun masih ada pendapat yang menyebut Wali Sanga adalah keturunan Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, namun tampaknya tempat-tampat tersebut lebih merupakan jalur penyebaran para mubaligh daripada merupakan asal-muasal mereka yang sebagian besar adalah kaum [[Sayyid]] atau [[Syarif]]. Beberapa argumentasi yang diberikan oleh Muhammad Al Baqir, dalam bukunya ''Thariqah Menuju Kebahagiaan'', mendukung bahwa Wali Sanga adalah keturunan [[Hadramaut]] (Yaman):


* L.W.C van den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884–1886, dalam bukunya ''Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien (1886)''<ref>van den Berg, Lodewijk Willem Christiaan, 1886. ''''Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien''. Impr. du gouvernement, Batavia.</ref> mengatakan:
===Sunan Gunung Jati===
: ”Adapun hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang ''Sayyid Syarif''. Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja [[Agama Hindu|Hindu]] di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain Hadramaut (yang bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (kaum Sayyid Syarif) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).” Van den Berg juga menulis dalam buku yang sama (hal 192-204): ”Pada abad ke-15, di Jawa sudah terdapat penduduk [[bangsa Arab]] atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempunyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad SAW). Orang-orang Arab ''Hadramawt'' (Hadramaut) membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab, mengikuti jejak nenek moyangnya."
[[Sunan Gunung Jati]] atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah putra Nurul Alam putra Syekh Jamaluddin Akbar. Di titik ini (Syekh Jamaluddin Akbar Gujarat) bertemulah garis nasab Sunan Ampel dan Sunan Gunung Jati.
: Pernyataan van den Berg spesifik menyebut abad ke-15, yang merupakan abad spesifik kedatangan atau kelahiran sebagian besar Wali Sanga di pulau Jawa. Abad ke-15 ini jauh lebih awal dari abad ke-18 yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu [[Arab-Indonesia|kaum Hadramaut]] yang bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri, Syihab, Syahab, dan banyak marga Hadramaut lainnya.
* Hingga saat ini umat Islam di Hadramaut sebagian besar [[Mazhab Syafi'i|bermadzhab Syafi’i]], sama seperti mayoritas di [[Sri Lanka]], pesisir barat [[India]] ([[Gujarat]] dan [[Malabar (Kerala Utara)|Malabar]]), Malaysia dan Indonesia. Bandingkan dengan umat Islam di [[Uzbekistan]] dan seluruh Asia Tengah, [[Pakistan]] dan India pedalaman (non-pesisir) yang sebagian besar [[Mazhab Hanafi|bermadzhab Hanafi]].
* Kesamaan dalam pengamalan madzhab Syafi'i bercorak [[Sufisme|tasawuf]] dan mengutamakan Ahlul Bait; seperti mengadakan ''[[Maulid]]'', membaca ''Diba'' & ''[[Barzanji]]'', beragam ''Shalawat Nabi'', ''doa Nur Nubuwwah'' dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut, [[Mesir]], Gujarat, Malabar, Sri Lanka, [[Sulu]] & [[Mindanao]] (FIlipina), Malaysia dan Indonesia. Kitab fiqh Syafi’i ''Fathul Muin'' yang populer di Indonesia dikarang oleh [[Zainuddin Al Malabary]] dari Malabar, isinya memasukkan pendapat-pendapat baik kaum [[Fuqaha]] maupun kaum [[Sufi]]. Hal tersebut mengindikasikan kesamaan sumber yaitu Hadramaut karena Hadramaut adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi'i dengan pengamalan [[tasawuf]] dan pengutamaan [[Ahlul Bait]].
* Pada abad ke-15, raja-raja Jawa yang berkerabat dengan Wali Sanga seperti [[Raden Patah]] dan [[Pati Unus]] sama-sama menggunakan gelar ''Alam Akbar''. Gelar tersebut juga merupakan gelar yang sering dikenakan oleh keluarga besar ''Jamaluddin Akbar'' di Gujarat pada abad ke-14, yaitu cucu keluarga besar Azhamat Khan (atau Abdullah Khan) bin Abdul Malik bin Alwi, seorang anak dari [[Syekh Muhammad Shahib Mirbath|Muhammad Shahib Mirbath]], ulama besar Hadramaut abad ke-13. Keluarga besar ini terkenal sebagai ''mubaligh musafir'' yang berdakwah jauh hingga pelosok [[Asia Tenggara]], dan mempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar dan banyak lainnya.


=== Teori keturunan Cina ([[Hui]]) ===
Ibunda Sunan Gunung Jati adalah [[Nyai Rara Santang]].
Sejarawan [[Slamet Muljana]] mengundang kontroversi dalam buku ''Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa'' (1968), dengan menyatakan bahwa Wali Sanga adalah keturunan [[Tionghoa Muslim]].<ref>{{cite book|last = Muljana|first = Slamet|title = Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara|publisher = LkiS|date = 2005|pages = xxvi + 302 hlm.|isbn = 9799798451163 }}</ref> Pendapat tersebut mengundang reaksi keras masyarakat yang berpendapat bahwa Wali Sanga adalah keturunan [[Arab-Indonesia]]. Pemerintah [[Orde Baru]] sempat melarang terbitnya buku tersebut.{{cn}}


Referensi-referensi yang menyatakan dugaan bahwa Wali Sanga berasal dari atau keturunan Tionghoa sampai saat ini masih merupakan hal yang kontroversial. Referensi yang dimaksud hanya dapat diuji melalui sumber akademik yang berasal dari Slamet Muljana, yang merujuk kepada tulisan Mangaraja Onggang Parlindungan, yang kemudian merujuk kepada seseorang yang bernama Resident Poortman. Namun, Resident [[Poortman]] hingga sekarang belum bisa diketahui identitasnya serta kredibilitasnya sebagai sejarawan, misalnya bila dibandingkan dengan [[Snouck Hurgronje]] dan [[L.W.C van den Berg]]. Sejarawan Belanda masa kini yang banyak mengkaji sejarah Islam di Indonesia yaitu [[Martin van Bruinessen]], bahkan tak pernah sekalipun menyebut nama Poortman dalam buku-bukunya yang diakui sangat detail dan banyak dijadikan referensi.<!--Martin Van Bruinesen selain diakui kalangan akademis juga menjadi rekan diskusi bagi banyak Kyai Pesantren termasuk Gus Dur. {{fact}}-->
==Tokoh Pendahulu Walisongo==


Salah satu ulasan atas tulisan H.J. de Graaf, Th.G.Th. Pigeaud, [[M.C. Ricklefs]] berjudul ''Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries'' adalah yang ditulis oleh Russell Jones. Di sana, ia meragukan pula tentang keberadaan seorang [[Poortman]]. Bila orang itu ada dan bukan bernama lain, seharusnya dapat dengan mudah dibuktikan mengingat ceritanya yang cukup lengkap dalam tulisan Parlindungan.<ref>Russell Jones, [http://links.jstor.org/sici?sici=0041-977X%281987%2950%3A2%3C423%3ACMIJIT%3E2.0.CO%3B2-X review on ''Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries''] written by H. J. de Graaf; Th. G. Th. Pigeaud; M. C. Ricklefs, Bulletin of the School of Oriental and African Studies, University of London, Vol. 50, No. 2. (1987), hlm. 423-424.</ref>
===Syekh Jumadil Qubro===
[[Syekh Jumadil Qubro]] alias Jamaludin Akbar Khan dikatakan berasal dari Samarkand, Uzbekistan, Asia Tengah. Ada versi yang meyakini beliau sebagai keturunan ke-10 dari Sayidina Husein, cucu Nabi Muhammad SAW. Makamnya ada di beberapa tempat, yaitu di Semarang, Trowulan, dan di desa Turgo (dekat Pelawangan), Jogjakarta. Belum diketahui yang mana yang betul-betul kuburannya. Perlu di nyatakan bahawa tempat wujudnya atau berdirinya seorang wali atau tokoh juga di panggil makam, seperti Makam Nabi Ibrahim di Masjidil Haram. Replika makam yang asli juga terkadang di bangun.


=== Teori keturunan Dinasti Ayubiyah/Fatimiyah ===
Syekh Jumadil Qubro, dan kedua anaknya, Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq bersama sama datang ke pulau Jawa. Setelah itu mereka berpisah, Syekh Jumadil Qubro tetap di pulau Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke Champa, Vietnam Selatan, dan adiknya Maulana Ishaq mengislamkan Samudra Pasai.
Teori lain adalah dinasti Ayubiyah/Fatimiyah. Teori ini khususnya bagi Walisongo di Jawa Timur. Hal ini diperkuat dengan keberadaan makam Fatimah binti Maimun yang kemungkinan merupakan nama seorang bangsawan dari dinasti Fatimiyah.


=== Teori Mekah ===
Sebagian masyarakat berpendapat bahwa Syekh Jumadil Qubro adalah ayah dari Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq, yang menjadi ulama ternama di Indonesia. Maulana Malik Ibrahim mengislamkan Kerajaan Champa, dan adiknya, Maulana Ishaq, mengislamkan Samudra Pasai. Bila demikian, beberapa Walisongo, yaitu [[Sunan Ampel]] (Raden Rahmat) dan [[Sunan Giri]] (Raden Paku) adalah cucunya, dan Sunan Bonang, Sunan Drajad dan Sunan Kudus adalah buyutnya. Maka bisa dikatakan bahwa para Walisongo dapat saja merupakan keturunan etnis Uzbek, selain kemungkinan lainnya yaitu etnis Persia, Gujarat, ataupun Hadramaut.
Teori Mekah adalah teori yang dikemukakan oleh Buya Hamka. Teori ini sekaligus mengkritisi teori India / Gujarat yang dikembangkan oleh orientalis Belanda.


== Sumber tertulis tentang Wali Sanga ==
Bukti yang kuat bagaimanapun dari Sayyid `Alwî b. Tâhir Al-Haddad, mantan Mufti Johor (''Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh'', Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957) mengatakan mereka dari keturunan ayah adalah etnis Hadramaut yang telah berhijrah ke India. Yang pertama-tama ke India adalah cucu Sayyid [[Muhammad Sohib Mirbath]] iaitu Sayyid Abdul Malik Al-Muhajir bin Alawi BaAlawi Al-Husaini yang telah berhijrah ke Nasrabad, India dan ahli keluarganya kemudian terkenal dengan kabilah Azamat Khan.
# Terdapat beberapa sumber tertulis masyarakat Jawa tentang Wali Sanga, antara lain ''Serat Walisanga'' karya [[Ranggawarsita]] pada [[abad ke-19]], ''Kitab Wali Sanga'' karya Sunan Dalem (Sunan Giri II) yang merupakan anak dari [[Sunan Giri]], dan juga diceritakan cukup banyak dalam ''[[Babad Tanah Jawi]]''.
# Mantan Mufti Johor Sayyid `Alwî b. Tâhir b. `Abdallâh al-Haddâd (meninggal tahun 1962) juga meninggalkan tulisan yang berjudul ''Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh'' (Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957). Ia menukil keterangan di antaranya dari Haji `Ali bin Khairuddin, dalam karyanya ''Ketrangan kedatangan bungsu (sic!) Arab ke tanah Jawi sangking Hadramaut''.
# Dalam penulisan sejarah para keturunan Bani Alawi seperti ''al-Jawahir al-Saniyyah'' oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran, '''Umdat al-Talib'' oleh al-Dawudi, dan ''Syams al-Zahirah'' oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur; juga terdapat pembahasan mengenai leluhur Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Bonang dan Sunan Gresik.


== Referensi ==
Beliau menamakan puteranya Abdullah Khan yang kemudiannya menjadi leluhur para wali-wali tersebut.
{{reflist|2}}


== Silsilah ==
== Pusat Inspirasi ==
* [[Sembilan Wali (Wali Sanga)]] (Film tahun 1985 produksi [[Soraya Intercine Films]])
* [[Wali Sanga (seri televisi)|Wali Sanga]] (Serial televisi tahun 2003 produksi [[Genta Buana Paramita]])
* [[Kisah Sembilan Wali]] (Serial televisi tahun 2013 produksi [[Genta Buana Paramita]])
* [[Kisah 9 Wali]] (Serial televisi tahun 2015 produksi [[Genta Buana Paramita]])


== Lihat Pula ==
Silsilah mereka banyak tersebar di masjid-masjid tua di Indonesia, antaranya [[Masjid Agung Demak]], dan ia menunjukkan [[Syekh Jumadil Qubro]] sebagai generasi ke 18 dari Imam Hussain. Menempatkan beliau sebagai generasi ke 10 dari Imam Hussain, bagaimanapun, akan memposisikan beliau pada era Sayyid Muhammad Sohibus Saumiah bin Alawi Awwal yang lahir pada tahun 390H (969 M) dan wafat tahun 446H (1025M). Dan daftar-daftar keturunan Imam Hussain pada era tersebut adalah antara yang paling akurat dan terpercaya.
* [[Muhammadiyah]]

* [[Nahdlatul Ulama]]

* [[Islam Nusantara]]
.Syaikh Jumadil Qubro @ Jamaluddin Akbar Khan bin
== Pranala luar ==

{{Wali Sanga|X}}
.Ahmad Jalaludin Khan bin
{{Islam di Indonesia}}

{{Portal bar|Islam|Indonesia|Sejarah}}
.Abdullah Khan bin
{{DEFAULTSORT:{{PAGENAME}} }}

[[Kategori:Wali Sanga| ]]
.Abdul Malik Al-Muhajir (India) bin
[[Kategori:Tokoh penyebar Islam di Indonesia| ]]

.Alawi Ammil Faqih (Hadhramaut) bin

.[[Muhammad Sohib Mirbath]] (Hadhramaut)

.Ali Kholi' Qosam bin

.Alawi Ats-Tsani bin

.Muhammad Sohibus Saumi'ah bin

.Alawi Awwal bin

.Ubaidullah bin

.[[Ahmad al-Muhajir]] bin

.Isa Ar-Rumi bin

.Muhammad An-Naqib bin

.Ali Uradhi bin

.Ja'afar As-Sodiq bin

.Muhammad Al Baqir bin

.Ali Zainal 'Abidin bin

.Imam Hussain

Pada posisi generasi ke 18 dari Imam Hussain, maka keberadaan mereka di Indonesia dan rantau ini pada abad ke 14 dan 15 adalah lebih aktual dan persis.

Silsilah ini juga mengatakan bahawa [[Maulana Ishak]] adalah PUTERA Maulana Ibrahim, bukan saudara sekandung seayah. Bermakna Maulana Ishak adalah CUCU Syaikh Jumadil Kubro @ Syaikh Jamaludin Akbar tersebut.

Sila rujuk penulisan sejarah keturunan Bani Alawi seperti al-Jawahir al-Saniyyah, oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran dan 'Umdat al-Talib oleh al-Dawudi dan Syams al-Zahirah oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur.

===Syekh Maulana Akbar===
Pada dasarnya ada beberapa tokoh di abad 14-15 yang dianggap pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa, yang diantaranya adalah Syekh Jamaluddin Akbar dari Gujarat yang lebih sering disebut Syekh Maulana Akbar oleh kaum Sufi di tanah air. Syekh Jamaluddin Akbar besar kemungkinan adalah tokoh yang juga di panggil Syekh Jumadil Qubro seperti yang disebut di atas. Nama Jumadil Qubro (Kubro) adalah korupsi Jamaludin Akbar seperti yang di katakan oleh Martin van Bruinessen ("''Najmuddin al-Kubra, Jumadil Kubra and Jamaluddin al-Akbar: Traces of Kubrawiyya influence in early Indonesian Islam''", Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde 150 (1994), 305-329.)

Dari beliaulah tampaknya sebagian besar Walisongo berasal seperti yang telah disebut diatas.

Di dalam Muqqadimah kitab ''Tarjamah Risalatul Muawanah'' (Thariqah Menuju Kebahagiaan), penulis asal Bandung Muhammad Al-Baqir telah memasukkan beragam catatan kaki dari riwayat-riwayat lama tentang kedatangan para muballigh Arab ke Asia Tenggara walaupun berisi banyak catatan sejarah yang menguatkan Walisongo dan Mubaligh masa awal lainnya keturunan Hadramawt, tapi satu kesimpulan bahwa Syekh Mawlana Akbar sempat mengunjungi Nusantara dan wafat di [[Wajo]], [[Makasar]] adalah satu hal yang belum dapat dikonfirmasi sumber sejarah lain. Sementara riwayat turun-temurun kaum Sufi di Jawa Barat menyebutkan Syekh Maulana Akbar wafat dan dimakamkan di [[Cirebon]], satu klaim yang juga belum bisa diperkuat sumber sejarah lain.

Yang bisa dipastikan adalah tiga orang putra beliau meneruskan dakwah di Asia Tenggara hingga Nusantara yaitu Ibrahim Akbar (ayahanda Sunan Ampel) bermarkas di Champa, Ali Nuralam Akbar (kakek Sunan Gunung Jati) bermarkas di Pasai dan Zainal Alam Barakat. Silsilah Syekh Maulana Akbar Gujarat yang bernama asli Jamaluddin Akbar ini adalah putra Ahmad Jalal Syah, putra Abdullah Khan, putra Abdul Malik, putra Alwi, putra Syekh Muhammad Shahib Mirbath, seorang ulama besar [[Hadramaut]], [[Yaman]], di abad 12 M.

Syekh Muhammad Shahib Mirbath adalah putra Ali, putra Alwi, putra Muhammad, putra Alwi, putra Ubaidillah, putra Ahmad Al Muhajir, putra Isa Al Rumi, putra Muhammad An Naqib, putra Ali Uraidhi, putra [[Ja'far ash-Shadiq|Imam Jafar Shadiq]], putra [[Muhammad al-Baqir|Imam Muhammad Al Baqir]], putra [[Ali bin Husain|Imam Ali Zainal Abidin]], putra [[Husain bin Ali|Sayyidina Husain]], putra [[Ali bin Abi Thalib|Sayyidina Ali]] Karromallohu Wajhah, dari pernikahan dengan [[Fatimah az-Zahra|Sayyidah Fatimah Az Zahra]] putri kesayangan [[Nabi Muhammad SAW]].

===Syekh Quro===
Selain keluarga Syekh Maulana Akbar Gujarat, ada lagi [[Syekh Quro]], muballigh asal [[Mekah]] bernama asli Hasanuddin yang bermarkas di Karawang makamnya ada di [[Pulo Bata]], Rawamerta (arah utara dari kota [[Karawang]]). Syekh Quro ini kemudian menjadi sangat terkenal karena menjadi Guru bagi Nyai Subang Larang di masa gadisnya. [[Nyai Subang Larang]] yang terkenal karena kehalusan budi dan kecantikannya kemudian dinikahi [[Prabu Siliwangi|Raden Manahrasa]] dari dinasti Siliwangi, yang kemudian hari setelah menjadi Raja mendapat gelar [[Sri Baduga Maharaja]].

===Syekh Datuk Kahfi===
Kemudian datanglah [[Syekh Datuk Kahfi]], muballigh asal [[Baghdad]] memilih markas di Pelabuhan Muara Jati (kota [[Cirebon]] sekarang). Beliau bernama asli [[Idhafi Mahdi]]. Makam beliau ada di [[Gunung Jati]] satu komplek dengan makam Sunan Gunung Jati. Majelis pengajian beliau menjadi sangat terkenal karena didatangi [[Nyai Rara Santang]] dan [[Kiyan Santang]] ([[Pangeran Cakrabuwana]]) yang merupakan putra-putri Nyai Subang Larang dari pernikahan dengan Raja Pajajaran dari dinasti Siliwangi. Di tempat pengajian inilah tampaknya Nyai Rara Santang bertemu (dipertemukan) dengan Syarif Abdullah cucu Syekh Maulana Akbar Gujarat. Setelah mereka menikah, lahirlah Raden [[Syarif Hidayatullah]] kemudian hari dikenal sebagai [[Sunan Gunung Jati]].

===Syekh Khaliqul Idrus===
Setelah kedatangan Syekh Datuk Kahfi, di [[Jepara]] mendaratlah seorang muballigh Parsi yang riwayat turun temurun bagi orang Sunda dan Jawa dipanggil [[Syekh Khaliqul Idrus]]. Menurut suatu penelitian, beliau diperkirakan adalah Syekh Abdul Khaliq dengan ''laqob'' Al-Idrus putra [[Syekh Muhammad Al-Alsiy]] yang wafat di [[Isfahan]], Parsi. Syekh Khaliqul Idrus di Jepara menikahi salah seorang cucu Syekh Maulana Akbar yang kemudian melahirkan [[Raden Muhammad Yunus]]. Raden Muhammad Yunus kemudian menikahi salah seorang putri Majapahit hingga mendapat gelar Wong Agung Jepara. Pernikahan Raden Muhammad Yunus dengan putri Majapahit di Jepara ini kemudian melahirkan Raden Abdul Qadir yang dikemudian hari menjadi menantu [[Raden Patah]], dengan gelar Adipati Bin Yunus yang masyarakat lebih mudah memnggil dengan [[Pati Unus]] yang setelah gugur di Malaka 1521, dipanggil dengan sebutan [[Pangeran Sabrang Lor]].

Silsilah Syekh Khaliqul Idrus yang bernama asli Abdul Khaliq Al-Idrus, adalah putra Muhammad Al Alsiy, putra Abdul Muhyi Al Khoyri, putra Muhammad Akbar Al Ansari, putra Abdul Wahhab, putra Yusuf Al Mukhrowi, putra [[Muhammad Al Faqih Al Muqaddam]], seorang ulama sangat terkenal di abad 13 di Hadramaut, Yaman, yang merupakan putra dari Ali, putra Muhammad Shahib Mirbath.

Di titik [[Syekh Muhammad Shahib Mirbath|Muhammad Shahib Mirbath]] bertemulah silsilah Syekh Maulana Akbar Gujarat (yang merupakan kakek-buyut bagi sebagian besar Walisongo dan cikal bakal [[Kesultanan Cirebon|Keraton Cirebon]] dan [[Kesultanan Banten|Keraton Banten]] dan leluhur bagi para kyai pesantren di seluruh pesisir Pulau Jawa), dengan silsilah Syekh Khaliqul Idrus (kakek buyut Pangeran Sabrang Lor dan cikal bakal beberapa dinasti di Jawa Barat seperti dinasti [[Muhammad Wangsa]] (Bogor), dinasti [[Kusumahdinata]] (Sumedang) dan dinasti [[Wiradadaha]] (Tasikmalaya)).

''Lihat pula: [[Pangeran Sabrang Lor]]''

==Bukti-bukti dan analisa sejarah yang memperkuat pendapat Walisongo keturunan Hadramaut==

Walaupun masih ada pendapat lain seperti menyebut dari Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, tampaknya itu semua adalah jalur penyebaran para Mubaligh dari Hadramawt yang sebagian besarnya adalah kaum [[Sayyid|Sayyid (Syarif)]]. Beberapa buktinya (no 1 dan 2) adalah sebagian dari yang telah dikumpulkan oleh penulis Muhammad Al Baqir dalam ''Thariqah Menuju Kebahagiaan'':

# [[L.W.C Van Den Berg]] dalam bukunya ''Le Hadramawt et Les Colonies Arabes dans l’Archipel Indien (1886)'' mengatakan:”Adapun hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang '''Sayyid Syarif'''. Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar diantara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain Hadramawt (yang bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (yakni kaum Sayyid Syarif Hadramaut) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).”
# Dalam buku yang sama hal 192-204, Van Den Berg menulis:”Pada '''abad XV''', di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempuyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad SAW). Orang-orang Arab '''Hadramawt''' membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab mengikuti jejak nenek moyangnya." Perhatikanlah tulisan Van Den Berg ini yang spesifik menyebut '''abad XV, yang merupakan abad spesifik kedatangan dan / atau kelahiran sebagian besar Wali Songo di pulau Jawa'''. '''Abad XV ini jauh lebih awal dari abad XVIII yang merupakan kedatangan kaum Hadramawt gelombang berikutnya yaitu mereka yang sekarang kita kenal bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri, Syihab, Syahab dan banyak marga hadramawt lainnya'''.
# Hingga saat ini Umat Islam di Hadramawt bermadzhab Syafi’ie sama seperti mayoritas di Ceylon, pesisir India Barat (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia. '''Sedangkan Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, kemudian Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) mayoritasnya bermadzhab Hanafi'''.
# Bahasa para pedagang Muslim yang datang ke Asia Tenggara (utamanya Malaka dan Nusantara) dinamakan bahasa '''Malay''' (Melayu) karena para pedagang dan Mubaligh yang datang di abad 14-15 sebagian besar datang dari pesisir India Barat yaitu Gujarat dan Malabar, yang mana orang-orang Malabar (sekarang termasuk neg. bagian [[Kerala]]) mempunyai bahasa '''Malayalam''', walaupun asal-usul mereka adalah keturunan dari Hadramawt '''mengingat kesamaan madzhab Syafi’ie yang sangat spesifik dengan pengamalan tasawuf dan penghormatan kepada Ahlul Bait'''. Satu kitab fiqh mazhab Syafi’ie yang sangat popular di Indonesia ''Fathul Muin'' pengarangnya bahkan [[Zainuddin Al Malabary]] (berasal dari tanah Malabar), satu kitab fiqh yang sangat unik karena juga memasukkan pendapat kaum [[Sufi]], bukan hanya pendapat kaum [[Fuqaha]].
# Satu bukti yang sangat akurat adalah '''kesamaan Madzhab Syafi'ie dengan corak tasawuf dan pengutamaan Ahlul Bait yang sangat kental seperti kewajiban mengadakan Mawlid, membaca Diba & Barzanji, membaca beragam Sholawat Nabi, membaca ''doa Nur Nubuwwah'' (yang juga berisi doa keutamaan tentang cucu Rasul, Hasan dan Husayn) dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramawt, Mesir, Gujarat, Malabar, Ceylon, Sulu & Mindanao, Malaysia dan Indonesia'''. Pengecualian mungkin hanya terhadap kaum Kurdistan di segitiga perbatasan Iraq, Turki dan Iran, yang mana mereka juga bermadzhab Syafi’ie dengan corak Tasawuf yang sangat kuat dan mengutamakan ahlul bait (''Kitab [[Berzanji|Mawlid Barzanji]]'' dan ''Manaqib [[Syekh Abdul Qadir Jaelani|Syekh Abdul Qadir Jilani ]]''adalah karya Ulama mereka [[Syekh Ja’far Barzanji]]) tapi tinggal di daerah pedalaman dan pegunungan, bukan pesisir seperti lainnya. Analisis sejarah diatas menandakan agama Islam dari madzhab dan corak ini sebagian besarnya disebarkan melalui jalur pelayaran dan perdagangan dan berasal dari satu sumber yaitu Hadramawt, karena '''Hadramawt adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan ''fiqh Syafi'ie'' dengan pengamalan tasawuf dan pengutamaan ahlul bait'''.
# Di abad 15 Raja-raja Jawa (yang berkerabat dengan Walisongo) seperti '''Raden Patah dan Pati Unus sama-sama menggunakan gelar Alam Akbar''', yang mana di abad 14 di Gujarat sudah dikenal keluarga besar '''Jamaluddin Akbar''' cucu keluarga besar Datuk Azhimat Khan (Abdullah Khan) putra Abdul Malik putra Alwi putra [[Syekh Muhammad Shahib Mirbath|Muhammad Shahib Mirbath]] Ulama besar Hadramawt Abad 13M. Keluarga besar ini sudah sangat terkenal sebagai Mubaligh Musafir yang berdakwah jauh hingga pelosok Asia Tenggara dan mempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar dan banyak lainnya.

==Sumber tertulis tentang Walisongo==
Ada beberapa sumber tertulis tentang Walisongo, antara lain [[Serat Walisanga]] karya [[Ranggawarsita]] pada [[abad ke-19]], Kitab Walisongo karya [[Sunan Giri II]] atau Sunan Dalem yang merupakan anak dari [[Sunan Giri]], dan juga diceritakan cukup banyak dalam ''[[Babad Tanah Jawi]]''.

Juga dari tulisan mantan Mufti Johor (meninggal tahun 1962),Sayyid `Alwî b. Tâhir b. `Abdallâh al-Haddâd (''Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh''. Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957) yang beliau tukil antaranya dari Haji `Ali bin Khairuddin, ''Ketrangan kedatangan bungsu (sic!) Arab ke tanah Jawi sangking Hadramaut''

Mengenai leluhur Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Bonang dan Sunan Gresik, sila lihat penulisan sejarah keturunan Bani Alawi seperti ''al-Jawahir al-Saniyyah'', oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran dan '''Umdat al-Talib'' oleh al-Dawudi dan ''Syams al-Zahirah'' oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur.

==Lihat pula==
* [[Mazhab Syafi'i]]
* [[Suku Arab-Indonesia]]
* [[Syekh Muhammad Shahib Mirbath]]

[[Kategori:Walisongo|*]]
[[Kategori:Sejarah Nusantara]]
[[Kategori:Sejarah Nusantara]]
[[Kategori:Sejarah Islam di Indonesia]]

[[en:Wali Songo]]
[[Kategori:Pendakwah muslim]]
[[ms:Walisongo]]

Revisi terkini sejak 31 Oktober 2024 10.49

Wali Sanga (lebih dikenal sebagai Wali Songo, bahasa Jawa: ꦮꦭꦶꦱꦔ; Wali Songo, "Sembilan Wali" (orang yang dipercaya) adalah tokoh Islam yang dihormati di Indonesia, khususnya di pulau Jawa, karena peran historis mereka dalam penyebaran agama Islam di Indonesia.

pada mulanya di Pulau Jawa ada dua kerajaan Hindu yaitu Majapahit dan Pajajaran. Di antara rakyatnya ada yang beragama Islam.

Para Ulama' itu yang mempunyai karomah pergi ke pulau Jawa. Maka, terkumpullah sembilan Ulama' berilmu tinggi serta mempunyai karomah.

Pada tahun 808 Hijriah atau 1404 Masehi para Ulama' itu berangkat ke pulau Jawa. Di Pimpin oleh Sunan Gresik sebagai Mufti Walisongo untuk untuk meneruskan misi syech Jumadil kubro untuk menyebarkan agama islam & mencari dukungan atas peperangan saudara yang terjadi di negaranya dengan mendatangi wilayah Kerajaan Majapahit. Waktu itu rajanya adalah Baginda Prabu Wikramawardhana sebagai kekuatan terbesar di Asia Tenggara pada jamannya.

Menurut Buku Haul Sunan Ampel Ke-555 yang ditulis oleh KH. Mohammad Dahlan, Majelis Dakwah yang secara umum dinamakan Walisongo, sebenarnya terdiri dari beberapa angkatan.

Para Walisongo tidak hidup pada saat yang bersamaan. Namun, satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, baik dalam ikatan keluarga, pernikahan, maupun dalam hubungan guru dan murid.

Bila ada seorang anggota majelis yang wafat, maka posisinya digantikan oleh tokoh lainnya.

Seperti yang tersebut dalam Kitab Kanzul Ulum Ibnul Bathuthah, yang penulisannya dilanjutkan oleh Syekh Maulana Al-Maghrobi. Walisongo pernah melakukan sidang tiga kali, yaitu :

  • Tahun 1404 M adalah sembilan wali.
  • Tahun 1463 M masuk tiga waIi mengganti yang wafat.
  • Tahun 1463 M masuk empat wali mengganti yang wafat dan pergi.

Kemudian, menurut KH. Dachlan Abd. Qohar. Pada tahun 1466 M, Walisongo melakukan sidang lagi membahas meninggalnya dua orang wali yaitu :

  • Maulana Muhammad Al-Maghrobi,
  • Maulana Ahmad Jumadil Qubro.

Jalur Raja Majapahit diturunkan oleh Sunan Kalijaga yang tidak lain adalah trah Brawijaya. Trah ini kemudian menurunkan raja-raja Mataram Islam.

Arti Wali Sanga

[sunting | sunting sumber]
Masjid Agung Demak, diyakini sebagai salah satu tempat berkumpulnya para wali yang paling awal.

Ada beberapa pendapat mengenai arti Wali Sanga. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang berjumlah sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata Sanga / sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat.

Pendapat lain yang mengatakan bahwa Wali Sanga adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).[1] Para Wali Sanga adalah pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka dapat ditemui dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga pemerintahan.

Konsep Wali Sanga atau Wali Sembilan dalam kosmologi Islam, sumber utamanya dapat dilacak pada konsep kewalian yang secara umum oleh kalangan penganut sufisme diyakini meliputi sembilan tingkat kewalian. Syaikh al-Akbar Muhyiddin Ibnu Araby atau Ibnu Arabi dalam kitab Futuhat al-Makkiyah memaparkan tentang sembilan tingkat kewalian dengan tugas masing-masing sesuai kewilayahan. Kesembilan tingkat kewalian itu:

1) Wali Aqthab atau Wali Quthub, yaitu pemimpin dan penguasa para wali di seluruh alam semesta.
2) Wali Aimmah, yaitu pembantu Wali Aqthab dan menggantikan kedudukannya jika wafat.
3) Wali Autad, yaitu wali penjaga empat penjuru mata angin.
4) Wali Abdal, yaitu wali penjaga tujuh musim.
5) Wali Nuqaba, yaitu wali penjaga hukum syariat.
6) Wali Nujaba, yang setiap masa berjumlah delapan orang.
7) Wali Hawariyyun, yaitu wali pembela kebenaran agama, baik pembelaan dalam bentuk argumentasi maupun senjata.
8) Wali Rajabiyyun, yaitu wali yang karomahnya muncul setiap bulan Rajab.
9) Wali Khatam, yaitu wali yang menguasai dan mengurus wilayah kekuasaan umat Islam.[2]

Nama para Wali Sanga

[sunting | sunting sumber]

Nama para Wali Sanga tersebut yaitu:

Tokoh pendahulu Wali Sanga

[sunting | sunting sumber]

Asal usul Wali Sanga

[sunting | sunting sumber]

Teori keturunan Hadramaut

[sunting | sunting sumber]

Walaupun masih ada pendapat yang menyebut Wali Sanga adalah keturunan Samarkand (Asia Tengah), Champa atau tempat lainnya, namun tampaknya tempat-tampat tersebut lebih merupakan jalur penyebaran para mubaligh daripada merupakan asal-muasal mereka yang sebagian besar adalah kaum Sayyid atau Syarif. Beberapa argumentasi yang diberikan oleh Muhammad Al Baqir, dalam bukunya Thariqah Menuju Kebahagiaan, mendukung bahwa Wali Sanga adalah keturunan Hadramaut (Yaman):

  • L.W.C van den Berg, Islamolog dan ahli hukum Belanda yang mengadakan riset pada 1884–1886, dalam bukunya Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien (1886)[3] mengatakan:
”Adapun hasil nyata dalam penyiaran agama Islam (ke Indonesia) adalah dari orang-orang Sayyid Syarif. Dengan perantaraan mereka agama Islam tersiar di antara raja-raja Hindu di Jawa dan lainnya. Selain dari mereka ini, walaupun ada juga suku-suku lain Hadramaut (yang bukan golongan Sayyid Syarif), tetapi mereka ini tidak meninggalkan pengaruh sebesar itu. Hal ini disebabkan mereka (kaum Sayyid Syarif) adalah keturunan dari tokoh pembawa Islam (Nabi Muhammad SAW).” Van den Berg juga menulis dalam buku yang sama (hal 192-204): ”Pada abad ke-15, di Jawa sudah terdapat penduduk bangsa Arab atau keturunannya, yaitu sesudah masa kerajaan Majapahit yang kuat itu. Orang-orang Arab bercampul-gaul dengan penduduk, dan sebagian mereka mempunyai jabatan-jabatan tinggi. Mereka terikat dengan pergaulan dan kekeluargaan tingkat atasan. Rupanya pembesar-pembesar Hindu di kepulauan Hindia telah terpengaruh oleh sifat-sifat keahlian Arab, oleh karena sebagian besar mereka berketurunan pendiri Islam (Nabi Muhammad SAW). Orang-orang Arab Hadramawt (Hadramaut) membawa kepada orang-orang Hindu pikiran baru yang diteruskan oleh peranakan-peranakan Arab, mengikuti jejak nenek moyangnya."
Pernyataan van den Berg spesifik menyebut abad ke-15, yang merupakan abad spesifik kedatangan atau kelahiran sebagian besar Wali Sanga di pulau Jawa. Abad ke-15 ini jauh lebih awal dari abad ke-18 yang merupakan saat kedatangan gelombang berikutnya, yaitu kaum Hadramaut yang bermarga Assegaf, Al Habsyi, Al Hadad, Alaydrus, Alatas, Al Jufri, Syihab, Syahab, dan banyak marga Hadramaut lainnya.
  • Hingga saat ini umat Islam di Hadramaut sebagian besar bermadzhab Syafi’i, sama seperti mayoritas di Sri Lanka, pesisir barat India (Gujarat dan Malabar), Malaysia dan Indonesia. Bandingkan dengan umat Islam di Uzbekistan dan seluruh Asia Tengah, Pakistan dan India pedalaman (non-pesisir) yang sebagian besar bermadzhab Hanafi.
  • Kesamaan dalam pengamalan madzhab Syafi'i bercorak tasawuf dan mengutamakan Ahlul Bait; seperti mengadakan Maulid, membaca Diba & Barzanji, beragam Shalawat Nabi, doa Nur Nubuwwah dan banyak amalan lainnya hanya terdapat di Hadramaut, Mesir, Gujarat, Malabar, Sri Lanka, Sulu & Mindanao (FIlipina), Malaysia dan Indonesia. Kitab fiqh Syafi’i Fathul Muin yang populer di Indonesia dikarang oleh Zainuddin Al Malabary dari Malabar, isinya memasukkan pendapat-pendapat baik kaum Fuqaha maupun kaum Sufi. Hal tersebut mengindikasikan kesamaan sumber yaitu Hadramaut karena Hadramaut adalah sumber pertama dalam sejarah Islam yang menggabungkan fiqh Syafi'i dengan pengamalan tasawuf dan pengutamaan Ahlul Bait.
  • Pada abad ke-15, raja-raja Jawa yang berkerabat dengan Wali Sanga seperti Raden Patah dan Pati Unus sama-sama menggunakan gelar Alam Akbar. Gelar tersebut juga merupakan gelar yang sering dikenakan oleh keluarga besar Jamaluddin Akbar di Gujarat pada abad ke-14, yaitu cucu keluarga besar Azhamat Khan (atau Abdullah Khan) bin Abdul Malik bin Alwi, seorang anak dari Muhammad Shahib Mirbath, ulama besar Hadramaut abad ke-13. Keluarga besar ini terkenal sebagai mubaligh musafir yang berdakwah jauh hingga pelosok Asia Tenggara, dan mempunyai putra-putra dan cucu-cucu yang banyak menggunakan nama Akbar, seperti Zainal Akbar, Ibrahim Akbar, Ali Akbar, Nuralam Akbar dan banyak lainnya.

Teori keturunan Cina (Hui)

[sunting | sunting sumber]

Sejarawan Slamet Muljana mengundang kontroversi dalam buku Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa (1968), dengan menyatakan bahwa Wali Sanga adalah keturunan Tionghoa Muslim.[4] Pendapat tersebut mengundang reaksi keras masyarakat yang berpendapat bahwa Wali Sanga adalah keturunan Arab-Indonesia. Pemerintah Orde Baru sempat melarang terbitnya buku tersebut.[butuh rujukan]

Referensi-referensi yang menyatakan dugaan bahwa Wali Sanga berasal dari atau keturunan Tionghoa sampai saat ini masih merupakan hal yang kontroversial. Referensi yang dimaksud hanya dapat diuji melalui sumber akademik yang berasal dari Slamet Muljana, yang merujuk kepada tulisan Mangaraja Onggang Parlindungan, yang kemudian merujuk kepada seseorang yang bernama Resident Poortman. Namun, Resident Poortman hingga sekarang belum bisa diketahui identitasnya serta kredibilitasnya sebagai sejarawan, misalnya bila dibandingkan dengan Snouck Hurgronje dan L.W.C van den Berg. Sejarawan Belanda masa kini yang banyak mengkaji sejarah Islam di Indonesia yaitu Martin van Bruinessen, bahkan tak pernah sekalipun menyebut nama Poortman dalam buku-bukunya yang diakui sangat detail dan banyak dijadikan referensi.

Salah satu ulasan atas tulisan H.J. de Graaf, Th.G.Th. Pigeaud, M.C. Ricklefs berjudul Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries adalah yang ditulis oleh Russell Jones. Di sana, ia meragukan pula tentang keberadaan seorang Poortman. Bila orang itu ada dan bukan bernama lain, seharusnya dapat dengan mudah dibuktikan mengingat ceritanya yang cukup lengkap dalam tulisan Parlindungan.[5]

Teori keturunan Dinasti Ayubiyah/Fatimiyah

[sunting | sunting sumber]

Teori lain adalah dinasti Ayubiyah/Fatimiyah. Teori ini khususnya bagi Walisongo di Jawa Timur. Hal ini diperkuat dengan keberadaan makam Fatimah binti Maimun yang kemungkinan merupakan nama seorang bangsawan dari dinasti Fatimiyah.

Teori Mekah

[sunting | sunting sumber]

Teori Mekah adalah teori yang dikemukakan oleh Buya Hamka. Teori ini sekaligus mengkritisi teori India / Gujarat yang dikembangkan oleh orientalis Belanda.

Sumber tertulis tentang Wali Sanga

[sunting | sunting sumber]
  1. Terdapat beberapa sumber tertulis masyarakat Jawa tentang Wali Sanga, antara lain Serat Walisanga karya Ranggawarsita pada abad ke-19, Kitab Wali Sanga karya Sunan Dalem (Sunan Giri II) yang merupakan anak dari Sunan Giri, dan juga diceritakan cukup banyak dalam Babad Tanah Jawi.
  2. Mantan Mufti Johor Sayyid `Alwî b. Tâhir b. `Abdallâh al-Haddâd (meninggal tahun 1962) juga meninggalkan tulisan yang berjudul Sejarah perkembangan Islam di Timur Jauh (Jakarta: Al-Maktab ad-Daimi, 1957). Ia menukil keterangan di antaranya dari Haji `Ali bin Khairuddin, dalam karyanya Ketrangan kedatangan bungsu (sic!) Arab ke tanah Jawi sangking Hadramaut.
  3. Dalam penulisan sejarah para keturunan Bani Alawi seperti al-Jawahir al-Saniyyah oleh Sayyid Ali bin Abu Bakar Sakran, 'Umdat al-Talib oleh al-Dawudi, dan Syams al-Zahirah oleh Sayyid Abdul Rahman Al-Masyhur; juga terdapat pembahasan mengenai leluhur Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Kudus, Sunan Bonang dan Sunan Gresik.

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Dahlan, KH. Mohammad. Haul Sunan Ampel Ke-555, Penerbit Yayasan Makam Sunan Ampel, hlm 1-2, Surabaya, 1979.
  2. ^ Agus Sunyoto, Atlas Walisongo, Depok: Pustaka Iman, 2016, 135.
  3. ^ van den Berg, Lodewijk Willem Christiaan, 1886. ''Le Hadhramout et les colonies arabes dans l'archipel Indien. Impr. du gouvernement, Batavia.
  4. ^ Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara Islam di Nusantara. LkiS. hlm. xxvi + 302 hlm. ISBN 9799798451163. 
  5. ^ Russell Jones, review on Chinese Muslims in Java in the 15th and 16th Centuries written by H. J. de Graaf; Th. G. Th. Pigeaud; M. C. Ricklefs, Bulletin of the School of Oriental and African Studies, University of London, Vol. 50, No. 2. (1987), hlm. 423-424.

Pusat Inspirasi

[sunting | sunting sumber]

Lihat Pula

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]