Lompat ke isi

Suku Aceh: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Jiyuukaminari (bicara | kontrib)
Tidak ada ringkasan suntingan
Baris 12: Baris 12:
}}
}}


'''Suku Aceh''' adalah nama sebuah suku yang mendiami wilayah pesisir dan sebagian pedalaman [[Aceh]]. Orang Aceh mayoritas beragama [[Islam]]. Bahasa yang dituturkan adalah [[bahasa Aceh]] yang merupakan bagian dari bahasa Melayu-Polinesia Barat, cabang dari keluarga bahasa Austronesia dan berkerabat dengan [[bahasa Cham]] di [[Vietnam]] dan [[Kamboja]].
'''Suku Aceh''' adalah nama sebuah suku yang mendiami wilayah pesisir dan sebagian pedalaman [[Aceh]]. Orang Aceh mayoritas beragama [[Islam]]. Bahasa yang dituturkan adalah [[bahasa Aceh]] yang merupakan bagian dari bahasa Melayu-Polinesia Barat, cabang dari keluarga bahasa Austronesia dan berkerabat dengan [[bahasa Cham]] di [[Vietnam]] dan [[Kamboja]]. Selain di wilayah provinsi Aceh sendiri, populasi suku Aceh juga terdapat di Kedah, Malaysia<ref>Haslinda binti Haji Hasan.Sejarah Migrasi Penduduk Acheh ke Kedah: Dalam konteks hubungan Kedah-Acheh</ref>.


Suku Aceh dikenal dengan kejayaan kerajaan Islam Aceh hingga perjuangan atas penaklukan kolonial [[Hindia Belanda]].
Suku Aceh dikenal dengan kejayaan kerajaan Islam Aceh hingga perjuangan atas penaklukan kolonial [[Hindia Belanda]].

Revisi per 27 Agustus 2013 17.58

Suku Aceh
(Ureuëng Acèh)
Daerah dengan populasi signifikan
Aceh: > 3,6 juta[1][2][3]
Bahasa
Aceh
Agama
Islam
Kelompok etnik terkait
Melayu, Champa, Minang dan semua suku minoritas yang menetap di aceh.

Suku Aceh adalah nama sebuah suku yang mendiami wilayah pesisir dan sebagian pedalaman Aceh. Orang Aceh mayoritas beragama Islam. Bahasa yang dituturkan adalah bahasa Aceh yang merupakan bagian dari bahasa Melayu-Polinesia Barat, cabang dari keluarga bahasa Austronesia dan berkerabat dengan bahasa Cham di Vietnam dan Kamboja. Selain di wilayah provinsi Aceh sendiri, populasi suku Aceh juga terdapat di Kedah, Malaysia[4].

Suku Aceh dikenal dengan kejayaan kerajaan Islam Aceh hingga perjuangan atas penaklukan kolonial Hindia Belanda.

Sejarah

Artikel utama: Sejarah Aceh

Penduduk Aceh merupakan keturunan berbagai suku, kaum, dan bangsa. Leluhur orang Aceh berasal dari Semenanjung Malaysia, Cham, Cochin, Kamboja.

Di samping itu banyak pula keturunan bangsa asing di tanah Aceh, bangsa Arab dan India dikenal erat hubungannya pasca penyebaran agama Islam di tanah Aceh. Bangsa Arab yang datang ke Aceh banyak yang berasal dari provinsi Hadramaut (Negeri Yaman), dibuktikan dengan marga-marga mereka al-Aydrus, al-Habsyi, al-Attas, al-Kathiri, Badjubier, Sungkar, Bawazier dan lain lain, yang semuanya merupakan marga marga bangsa Arab asal Yaman. Mereka datang sebagai ulama dan berdagang. Saat ini banyak dari mereka yang sudah kawin campur dengan penduduk asli Aceh, dan menghilangkan nama marganya.

Sedangkan bangsa India kebanyakan dari Gujarat dan Tamil. Dapat dibuktikan dengan penampilan wajah bangsa Aceh, serta variasi makanan (kari), dan juga warisan kebudayaan Hindu Tua (nama-nama desa yang diambil dari bahasa Hindi, contoh: Indra Puri). Keturunan India dapat ditemukan tersebar di seluruh Aceh. Karena letak geografis yang berdekatan maka keturunan India cukup dominan di Aceh.

Pedagang pedagang Tiongkok juga pernah memiliki hubungan yang erat dengan bangsa Aceh, dibuktikan dengan kedatangan Laksamana Cheng Ho, yang pernah singgah dan menghadiahi Aceh dengan sebuah lonceng besar, yang sekarang dikenal dengan nama Lonceng Cakra Donya, tersimpan di Banda Aceh. Semenjak saat itu hubungan dagang antara Aceh dan Tiongkok cukup mesra, dan pelaut-pelaut Tiongkok pun menjadikan Aceh sebagai pelabuhan transit utama sebelum melanjutkan pelayarannya ke Eropa.

Selain itu juga banyak keturunan bangsa Persia (Iran/Afghan) dan Turki, mereka pernah datang atas undangan Kerajaan Aceh untuk menjadi ulama, pedagang senjata, pelatih prajurit dan serdadu perang kerajaan Aceh, dan saat ini keturunan keturunan mereka kebanyakan tersebar di wilayah Aceh Besar. Hingga saat ini bangsa Aceh sangat menyukai nama-nama warisan Persia dan Turki. Bahkan sebutan Banda, dalam nama kota Banda Aceh pun adalah warisan bangsa Persia (Bandar arti: pelabuhan).

Di samping itu ada pula keturunan bangsa Portugis, di wilayah Kuala Daya, Lam No (pesisir barat Aceh). Mereka adalah keturunan dari pelaut-pelaut Portugis di bawah pimpinan nakhoda Kapten Pinto, yang berlayar hendak menuju Malaka (Malaysia), dan sempat singgah dan berdagang di wilayah Lam No, dan sebagian besar di antara mereka tetap tinggal dan menetap di Lam No. Sejarah mencatat peristiwa ini terjadi antara tahun 1492-1511, pada saat itu Lam No di bawah kekuasaan kerajaan kecil Lam No, pimpinan Raja Meureuhom Daya. Hingga saat ini masih dapat dilihat keturunan mereka yang masih memiliki profil wajah Eropa yang masih kental.

Tarian

Bahasa

Artikel utama: Bahasa Aceh

Bahasa yang digunakan adalah Bahasa Aceh.

Makanan Khas

Artikel utama: Daftar makanan Aceh

Masakan

Kue/Penganan/Kudapan

  • Timphan
  • Keukarah
  • Meuseukat
  • Halua
  • Cingkhuy (kue khas Lam No)
  • Kuwéh Seupét
  • Kuwah Tuhe/Kuah Peungat
  • Kanji Rumbi
  • Boh Usen
  • Bhoi
  • Sagon
  • Dodoy (dodol)
  • Dughok/Lughok
  • Apam (serabi)
  • Pulot
  • Rujak Aceh
  • Adèe
  • Bada Reuteuek
  • Peunajoh Tho
  • Wajeb
  • Putroe Manoe
  • Ie Bu Peudah
  • Boh Gudok
  • Boh Rom-rom
  • Boh Usen
  • Nyap
  • Ruti Cane

Tokoh

Artikel utama: Daftar tokoh Aceh

Referensi

  1. ^ Making Noise: The Politics of Aceh and East Timor in the Diaspora
  2. ^ Making Noise: The Politics of Aceh and East Timor in the Diaspora
  3. ^ Acehnese in New York
  4. ^ Haslinda binti Haji Hasan.Sejarah Migrasi Penduduk Acheh ke Kedah: Dalam konteks hubungan Kedah-Acheh

Lihat pula