Sebagian atau keseluruhan dari artikel ini dicurigai telah melanggar hak cipta dari tulisan pihak di luar Wikipedia, dan selanjutnya akan dimasukkan dalam daftar Wikipedia:Artikel bermasalah hak cipta:
Disarankan untuk tidak melakukan perubahan apapun sampai masalah pelanggaran hak cipta di artikel ini diteliti pengguna lain dan diputuskan melalui konsensus
Jika Anda ingin menulis ulang artikel ini sebagai tulisan yang sama sekali baru, untuk sementara tuliskan di sini.
Berikan komentar mengenai hal tersebut di halaman diskusi artikel ini.
Perhatikan bahwa hanya mengubah sedikit atau beberapa bagian dari tulisan asli tidak cukup untuk menghilangkan pelanggaran hak cipta dari tulisan ini. Lebih baik membangun kembali artikel ini dari awal sedikit demi sedikit daripada membajak tulisan orang lain demi sebuah artikel besar.
Jika Anda sebenarnya memang adalah pemilik sumber tulisan asli yang dimaksudkan (dan termasuk pula pemilik bukti tulisan yang menjadi dasar kecurigaan pelanggaran hak cipta), dan ingin membebaskan hak cipta tulisan tersebut sesuai GNU Free Documentation License:
berikan keterangan di halaman diskusi artikel ini, kemudian bisa menampilkan pesan izin tersebut di halaman aslinya, atau berikan izin tertulis ke Wikipedia melalui email yang alamatnya tersangkut langsung dengan sumber tersebut ke alamat permissions@wikimedia.org atau surat tertulis ke Wikimedia Foundation. Berikan izin secara eksplisit bahwa tulisan tersebut telah dibebaskan ke dalam lisensi CC BY-SA 3.0 dan lisensi GFDL.
Jika tulisan bukti memang berada di wilayah lisensi yang bisa untuk dipublikasikan di Wikipedia,:
Belanda cukup frustasi kehilangan banyak gulden, pasukan, dan stabilitas perdagangan di kawasan Kepulauan Maluku saat melakukan pengejaran terhadap Nuku. Untuk itu, dibutuhkan pasukan yang lebih besar dengan armada yang kuat. Pada tahun 1789, tiga buah kapal didatangkan dari Belanda ke Batavia untuk menyiapkan ekspedisi militer ke Maluku.[3]
Pertempuran
Ekspedisi VOC terhadap Nuku dipimpin oleh Laksamana A.H.C. Straringh yang saat itu sedang dalam peperangan dengan Sultan Palembang, ia dipanggil ke Batavia untuk kemudian menunggu kedatangan tiga kapal dari Belanda.
Pada Desember 1790, armada VOC dari Batavia berangkat menuju Ternate. Dengan total 4 kapal dan 700 pasukan Belanda. 4 kapal itu adalah Thetis, Bellona, Merkurius, dan Swalluw. Masing-masing dipimpin oleh Kapten Silvester, Kapten Hartman, Kapten Isaak Welter Gobius, dan Kapten Walterbeek yang semuanya berada di bawah komando Laksamana A.H.C. Straringh.
Armada tersebut tiba di Ternate pada Januari 1791 dengan terlebih dahulu singgah di Makassar. Kemudian sekitar 3.000 pasukan Ternate dan Makassar dikerahkan untuk bergabung menuju Ambon.[4] Residen Ambon dan Saparua juga menambah ratusan kora-kora lokal untuk bergabung dalam pasukan menuju Kepulauan Banda.[4]
Pada Mei 1791, armada VOC tersebut menuju ke Gorom, titik di mana Nuku dan pasukannya berada. Nuku yang sebelumnya berada di Negeri Rarakit-Kilbat harus memusatkan pasukannya di sana. Nuku didampingi oleh dua orang kepercayaannya, yaitu orang kaya Lukman dari Negeri Kelu dan Imam Sarasa dari Negeri Geser.[5] Setahun sebelumnya, kepala dua orang ini masing-masing dihargai 500 gulden bagi yang bisa membunuh mereka dan kepala Nuku sendiri berharga 1.000 gulden.[6]
Pada saat pengejaran, pasukan VOC pimpinan Straringh terlebih dahulu membakar beberapa negeri, yaitu Seran Rey, Geser, Urung, Guli-Guli, dan Kilmury. Setelah itu mereka menuju titik utama di Gorom.[7] Beberapa negeri seperti Ondor, Kataloka, dan sekitarnya menghadapi VOC tepat di pesisir pantai Ondor. VOC membakar beberapa desa dan merebut benteng lokal di Dullah, Ondor, dan Kilalir. Setelah itu mereka menuju ke Kataloka dimana konsentrasi Nuku dan sebagian besar pasukannya berada.[8]
Pada 23 Mei 1791, puncak pertempuran terjadi di pantai Kataloka. Dua kapal utama VOC dibakar oleh pasukan Nuku. Kapten Gobius terjebak di sungai kecil antara Ondor dan Kataloka. Pasukan Nuku dan Raja Bessy dari dua arah berlawanan menyerang pasukan Gobius. Gobius yang terkenal berpengalaman dalam perang di Eropa itu tewas dengan luka tembak di paha kiri dan ditombak pada perut kirinya. Ratusan pasukan Gobius tewas di pantai Gorom. Kapten Walterbeek menyusul untuk membantu, tetapi terlambat, Laksamana Straringh kemudian menarik mundur pasukannya yang tersisa dan kembali ke Banda.[9]
Sejak pertempuran itu, nyaris tidak ada perlawanan berarti dari pasukan VOC di Seram Timur sampai perebutan kembali tahta Nuku di Tidore.