Suku Simalungun
| |||||||||||||||||||||||||||||||||||
Daerah dengan populasi signifikan | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|---|
( Sumatra Utara, Kabupaten Simalungun, Kota Pematangsiantar 540,601 jiwa ) | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
Bahasa | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
Bahasa Simalungun (asli). Bahasa Indonesia | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
Agama | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
Kristen Protestan 54,9% Islam 39,3% Katolik 5% dan Animisme 0,8%.[1] | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
Kelompok etnik terkait | |||||||||||||||||||||||||||||||||||
suku Batak Toba, suku Karo |
Suku Simalungun (surat Simalungun: ᯙᯫᯕᯟᯮᯝᯮᯉ᯳) atau lazim juga disebut Batak Simalungun (Simalungun: ᯅᯖᯃ᯳ ᯙᯫᯕᯟᯮᯝᯮᯉ᯳) adalah salah satu suku bangsa atau kelompok etnik yang mendiami wilayah Sumatra Utara; meliputi Kabupaten Simalungun, sebagian Kabupaten Serdang Bedagai, sebagian Kabupaten Deli Serdang, dan sebagian Kabupaten Karo serta juga dapat ditemukan di Kota Pematangsiantar & Kota Tebing Tinggi. Nama suku ini dijadikan sebagai nama salah satu Kabupaten di Sumatera Utara yaitu Kabupaten Simalungun. Beberapa sumber menyatakan bahwa leluhur suku ini berasal dari daerah India Selatan tetapi ini hal yang sedang diperdebatkan. Sepanjang sejarah suku ini terbagi ke dalam beberapa kerajaan. Marga asli penduduk Simalungun adalah Damanik, dan 3 marga pendatang yaitu, Saragih, Sinaga, dan Purba. Kemudian marga marga (nama keluarga) tersebut menjadi 4 marga besar di Simalungun.
Orang Batak menyebut suku ini sebagai suku "Si Balungu" dari legenda hantu yang menimbulkan wabah penyakit di daerah tersebut, sedangkan orang Karo menyebutnya Timur karena bertempat di sebelah timur mereka.
Orang Simalungun tinggal di tanah 'Batak Timur' berbatasan dengan tanah Batak Toba di selatan dan barat, dan Batak Karo di utara. Simalungun dianggap memiliki lebih banyak kesamaan dengan Karo daripada tetangga Toba, kedua kelompok telah bermigrasi dari Toba dan Pakpak untuk berpartisipasi dalam perdagangan.
Bahasa Simalungun masih dituturkan oleh banyak orang Simalungun, selain bahasa Indonesia.
Kehidupan masyarakat Simalungun
Sistem mata pencaharian orang Simalungun yaitu bercocok tanam dengan padi dan jagung, karena padi adalah makanan pokok sehari-hari dan jagung adalah makanan tambahan jika hasil padi tidak mencukupi. Jual-beli diadakan dengan barter, bahasa yang dipakai adalah bahasa dialek. "Marga" memegang peranan penting dalam soal adat Simalungun. Jika dibandingkan dengan keadaan Simalungun dengan suku Batak yang lainnya sudah jauh berbeda.
Sistem Politik
Pada masa sebelum Belanda masuk ke Simalungun, suku ini terbagi ke dalam 7 daerah yang terdiri dari 4 Kerajaan dan 3 Partuanan.[4]
Kerajaan tersebut adalah:
- Siantar (menandatangani surat tunduk pada belanda tanggal 23 Oktober 1889, SK No.25)
- Panei (Januari 1904, SK No.6)
- Dolok Silou
- Tanoh Djawa (8 Juni 1891, SK No.21)
Sedangkan Partuanan (dipimpin oleh seseorang yang bergelar "tuan") tersebut terdiri atas:
- Raya (Januari 1904, SK No.6)
- Purba
- Silimakuta
Kerajaan-kerajaan tersebut memerintah secara swaparaja. Setelah Belanda datang maka ketiga Partuanan tersebut dijadikan sebagai Kerajaan yang berdiri sendiri secara sah dan dipersatukan dalam Onderafdeeling Simalungun.
Bahasa & Aksara
Bahasa Simalungun / Sahap Simalungun
Sahap Simalungun | |||||
---|---|---|---|---|---|
Dituturkan di | Kabupaten Simalungun, Kabupaten Serdang Bedagai, Kota Pematangsiantar, Kota Tebingtinggi | ||||
Wilayah | ( Sumatera Utara, Indonesia ) | ||||
Penutur | 1juta | ||||
Kode bahasa | |||||
ISO 639-3 | – | ||||
Portal Bahasa | |||||
Suku Simalungun menggunakan Bahasa Simalungun (bahasa simalungun: hata/sahap Simalungun) sebagai bahasa Ibu. Derasnya pengaruh dari suku-suku di sekitarnya mengakibatkan beberapa bagian Suku Simalungun menggunakan bahasa Melayu, Karo, Batak, dan sebagainya. Penggunaan Bahasa Batak Toba sebagian besar disebabkan penggunaan bahasa ini sebagai bahasa pengantar oleh penginjil RMG yang menyebarkan agama Kristen pada Suku ini.
Aksara yang digunakan Suku Simalungun disebut aksara Surat Sisapuluhsiah.[5][6][7]
Kepercayaan
Bila diselidiki lebih dalam suku Batak Simalungun memiliki berbagai kepercayaan yang berhubungan dengan pemakaian mantra-mantra dari "Datu" (dukun) disertai persembahan kepada roh-roh nenek moyang yang selalu didahului panggilan kepada Tiga Dewa yang disebut Naibata, yaitu Naibata di atas (dilambangkan dengan warna Putih), Naibata di tengah (dilambangkan dengan warna Merah), dan Naibata di bawah (dilambangkan dengan warna Hitam). 3 warna yang mewakili Dewa-Dewa tersebut (Putih, Merah dan Hitam) mendominasi berbagai ornamen ( Pinar ) suku Simalungun dari pakaian sampai hiasan rumahnya.
Orang Simalungun percaya bahwa manusia dikirim ke dunia oleh naibata dan dilengkapi dengan Sinumbah yang dapat juga menetap di dalam berbagai benda, seperti alat-alat dapur dan sebagainya, sehingga benda-benda tersebut harus disembah. Orang Simalungun menyebut roh orang mati sebagai Simagot. Baik Sinumbah maupun Simagot harus diberikan korban-korban pujaan sehingga mereka akan memperoleh berbagai keuntungan dari kedua sesembahan tersebut.[8]
Ajaran Hindu dan Budha juga pernah memengaruhi kehidupan di Simalungun, hal ini terbukti dengan peninggalan berbagai patung dan arca yang ditemukan di beberapa tempat di Simalungun yang menggambarkan makna Trimurti (Hindu) dan Sang Buddha yang menunggangi Gajah (Budha).
Saat ini, mayoritas suku Simalungun memeluk ajaran Kristen Protestan 54,9%, pemeluk agama Islam cukup signifikan dengan jumlah 39,3%, Katolik 5% dan Animisme 0,8%.
Wilayah Signifikan Simalungun
Kabupaten Simalungun
Kabupaten Simalungun terletak di dataran tinggi Simalungun Atas dan Dataran rendah Simalungun Bawah. Kota yang terkenal di wilayah ini adalah Saribudolog, Haranggaol, Tigaras, Tigarunggu, PamatangRaya dan Parapat. Parapat merupakan salah satu kawasan di Sumatera Utara yang sangat terkenal dengan wisata dengan panorama danau Toba yang indah serta rumah persinggahan presiden Soekarno saat masa penjajahan Belanda ada di Parapat. Mayoritas suku Simalungun bermukim di daerah Simalungun Atas, tepatnya di daerah DOLOG SINGGALANG dan DOLOK SIPISOPISO. Banyak keunikan-keunikan terdapat pada masyarakat Simalungun, baik dari geografis, alam, maupun bentuk masakan. Masakan Simalungun, salah satu yang unik adalah Dayok Nabinatur. Dayok Nabinatur ini disajikan pada saat pesta budaya, seperti pesta pernikahan, pesta memasuki rumah baru, dan pesta tahunan yang dinamakan rondang bittang. Dayok Nabinatur ini dibuat dari potongan Dayok ( Ayam ) yang disusun rapi dengan bahan bumbunya cabai,bawang merah,bawang putih, dsb. Masakan ini merupakan makanan istimewa yang di suguhkan kepada yang dihormati.
Kota Pamatangsiantar
Pendiri kota Pamatangsiantar adalah seorang putra Simalungun yaitu Tuan Sangnawaluh Damanik . Motto kota Pamatangsiantar 'Sapangambei Manoktok Hitei' diambil dari Bahasa Simalungun yang memiliki arti "bergotong royong demi tujuan mulia".
Kabupaten Serdang Bedagai
Suku Simalungun di Serdang Bedagai atau disebut juga Batak Timur, Akar budaya suku Batak Timur ini adalah budaya Simalungun yang banyak dipengaruhi oleh budaya Melayu Serdang yang Islami. Kekerabatan penduduk suku Batak Timur ini masih dapat dimanfaatkan dengan suku Simalungun di Kabupaten Simalungun. Di wilayah Kabupaten Serdang Bedagai dulu berdiri dua kerajaan besar yaitu Kesultanan Serdang dan Kerajaan Padang Bedagai. Kedua Kerajaan ini didirikan oleh keturunan Batak Simalungun. Namun, corak budaya kedua kerajaan ini adalah budaya Melayu yang disebabkan raja yang memerintah sudah memeluk agama Islam dan menghapus budaya Simalungun dalam pemerintahannya. Jadi dapat disimpulkan bahwa sebenarnya penduduk di Kabupaten Serdang Bedagai adalah berdarah Batak Simalungun yang berbudaya Melayu dan mayoritas Islam. Suku Batak Simalungun Jahei ini banyak mendiami daerah hulu, seperti:
- Kecamatan Bintang Bayu
- Kecamatan Dolok Merawan
- Kecamatan Kotarih
- Kecamatan Silinda
- Kecamatan Serbajadi
- Kecamatan Tebing Syahbandar
- Kecamatan Sipispis
- Kecamatan Dolok Masihul
- Kecamatan Tebingtinggi
- Kecamatan Sei Bamban.
Pendirian Kerajaan Padang oleh Tuanku Dasalak Saragih.
Kabupaten Dairi
Wilayah Kabupaten Dairi pada umumnya subur dengan kemakmuran masyarakatnya melalui perkebunan kopinya yang berkualitas. Sebagian Kabupaten Dairi yang banyak dihuni etnis Simalungun:
- Kecamatan Sumbul
- Kecamatan Pegagan hilir
Kabupaten Karo
- Kecamatan Merek dihuni oleh etnis Simalungun karena berbatasan langsung dengan Kabupaten Simalungun
Kabupaten Deli Serdang
- Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hulu
- Kecamatan Gunung Meriah
- Kecamatan Galang
- Kecamatan Lubuk Pakam
- Kecamatan Bangun Purba
Kota Tebing Tinggi
Marga
Harungguan Bolon
.80
Terdapat empat marga asli suku Simalungun yang populer dengan akronim SISADAPUR,[9] yaitu:
Keempat marga ini merupakan hasil dari “Harungguan Bolon” (permusyawaratan besar) antara 4 raja besar untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan (marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang munssuh).
Keempat raja itu adalah:[10]
Raja Nagur bermarga Damanik
Damanik berarti Simada Manik (pemilik manik), dalam bahasa Simalungun, Manik berarti Tonduy, Sumangat, Tunggung, Halanigan (bersemangat, berkharisma, agung/terhormat, paling cerdas).
Raja Banua Sobou bermarga Saragih
Saragih dalam bahasa Simalungun berarti Simada Ragih, yang mana Ragih berarti atur, susun, tata, sehingga simada ragih berarti Pemilik aturan atau pengatur, penyusun atau pemegang undang-undang.
Raja Banua Purba bermarga Purba
Purba menurut bahasa berasal dari bahasa Sanskerta yaitu Purwa yang berarti timur, gelagat masa datang, pegatur, pemegang Undang-undang, tenungan pengetahuan, cendekiawan/sarjana.
Raja Saniang Naga bermarga Sinaga
Sinaga berarti Simada Naga, dimana Naga dalam mitologi dewa dikenal sebagai penyebab Gempa dan Tanah Longsor.
Marga-marga perbauran
Perbauran suku asli Simalungun dengan suku-suku di sekitarnya di Pulau Samosir, Silalahi, Karo, dan Pakpak menimbulkan marga-marga baru.
Selain itu ada juga marga-marga lain yang bukan marga Asli Simalungun tetapi kadang merasakan dirinya sebagai bagian dari suku Simalungun, seperti Lingga, Manurung, Silalahi dan Sitanggang.
Perkerabatan Simalungun
Orang Simalungun tidak terlalu mementingkan soal silsilah karena penentu partuturan (perkerabatan) di Simalungun adalah hasusuran (tempat asal nenek moyang) dan tibalni parhundul (kedudukan/peran) dalam horja-horja adat (acara-acara adat). Hal ini bisa dilihat saat orang Simalungun bertemu, bukan langsung bertanya “aha marga ni ham?” (apa marga anda) tetapi “hunja do hasusuran ni ham (dari mana asal usul anda)?"
Hal ini dipertegas oleh pepatah Simalungun “Sin Raya, sini Purba, sin Dolog, sini Panei. Na ija pe lang na mubah, asal ma marholong ni atei” (dari Raya, Purba, Dolog, Panei. Yang manapun tak berarti, asal penuh kasih).
Sebagian sumber menuliskan bahwa hal tersebut disebabkan karena seluruh marga raja-raja Simalungun itu diikat oleh persekutuan adat yang erat oleh karena konsep perkawinan antara raja dengan “puang bolon” (permaisuri) yang adalah puteri raja tetangganya. Seperti raja Tanoh Djawa dengan puang bolon dari Kerajaan Siantar (Damanik), raja Siantar yang puang bolonnya dari Partuanan Silappuyang, Raja Panei dari Putri Raja Siantar, Raja Silau dari Putri Raja Raya, Raja Purba dari Putri Raja Siantar dan Silimakuta dari Putri Raja Raya atau Tongging.
Adapun Perkerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai partuturan. Partuturan ini menetukan dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan (pardihadihaon), dan dibagi kedalam beberapa kategori sebagai berikut:[11]
- Tutur Manorus / Langsung
- Perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri.
- Tutur Holmouan / Kelompok
- Melalui tutur Holmouan ini bisa terlihat bagaimana berjalannya adat Simalungun
- Tutur Natipak / Kehormatan
- Tutur Natipak digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat.
Pakaian Adat
Sama seperti suku-suku lain di sekitarnya, pakaian adat Suku Simalungun tidak terlepas dari penggunaan kain Hiou (disebut Uis di Suku Karo dan disebut Ulos di Suku Batak Toba). kain khas pada suku simalungun yang disebut Hiou dengan berbagai ornamennya.
Lihat pula
Catatan kaki
- ^ Kesalahan pengutipan: Tag
<ref>
tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernamaSimalungun
- ^ Laporan Daerah Tingkat II Simalungun, tahun 1963, P. Siantar, 1963, hlm. 2. Dimuat dalam: R.W. Liddle, Suku Simalungun: An Ethnic Group in Search of Representation, dalam Indonesia, Vol. 3, (Apr., 1967), hlm. 1-28.
- ^ Cornell South East Asia Program: William R. Liddle, Suku Simalungun: An Ethnic Group in Search of Representation.
- ^ J.P. Siboro (ed), 60 tahun Indjil Kristus di Simalungun, Pimpinan Pusat GKPS, P. Siantar, 1963, hlm. 7.
- ^ 80 Tahun Djariaman Damanik, Gaya Media Pratama, Jakarta, 2000, hlm. 335-336.
- ^ J.R. Hutauruk, Kemandirian Gereja, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1993, hlm.164.
- ^ F. Marodjahan Purba, Undang-undang ni Surat Simalungun, Kalangan Sendiri, Pamatang Raya, 1974, hlm.1-58.
- ^ De Resident der Oostkust op Sumatra, Nota van toelichting betreffende de Simeloengoensche landschappen Siantar, Panei, Tanah Djawa en Raja, Medan, 13 Mei 1909, hal.3-4 dalam Apulman Saragih, Gema Sinalsal, Skripsi STT Jakarta, 1979, hlm.12.
- ^ The Simalungun Protestant Church in Indonesia, a brief history, Kolportase GKPS, Pematang Siantar, 1983, hlm. 6
- ^ Pdt Juandaha Raya P Dasuha, STh, SIB(Perekat Identitas Sosial Budaya Simalungun) 22 Oktober 2006
- ^ Jaumbang Garingging, Palar Girsang, Adat Simalungun, Medan, 1975
- ^ Biranul Anas / Jonny Purba, Busana Tradisional Batak, Taman Mini Indonesia Indah