Lompat ke isi

Sidratul Muntaha

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Sidratulmuntaha atau Sidrat al-Muntahā (bahasa Arab: سدرة المنتهى‎) adalah sebuah pohon bidara yang menandai akhir dari langit/Surga ke tujuh, sebuah batas di mana makhluk tidak dapat melewatinya, menurut kepercayaan Islam. Dalam kepercayaan ajaran lain ada pula semacam kisah tentang Sidrat al-Muntahā, yang disebut sebagai "Pohon Kehidupan".

Pada tanggal 27 Rajab selama Isra Mikraj, hanya Muhammad yang bisa memasuki Sidrat al-Muntaha dan dalam perjalanan tersebut, Muhammad ditemani oleh Malaikat Jibril, di mana Allah memberikan perintah untuk Salat 5 waktu. Dalam Agama Baha'i Sidrat al-Muntahā biasa disebut dengan "Sadratu'l-Muntahá" adalah sebuah kiasan untuk penjelmaan Tuhan.

Muntaha salah artinya adalah puncak/pucuk. Sidratul adalah nama Pohon Bidara. Jadi, Sidratul Muntaha berartikan pucuk tertinggi dari pohon bidara. Sidratul Muntaha adalah arti sebenarnya bukan penjelmaan atau kiasan sesuatu.

Etimologi

Sidrat al-Muntahā berasal dari kata sidrah dan muntaha. Sidrah adalah pohon Bidara, sedangkan muntaha berarti tempat berkesudahan, sebagaimana kata ini dipakai dalam ayat berikut:

Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna, dan bahwasanya kepada Tuhanmulah kesudahan (segala sesuatu). (An-Najm, 53:41-42)

Dengan demikian, secara bahasa Sidratulmuntaha berarti pohon Bidara tempat berkesudahan. Disebut demikian karena tempat ini tidak bisa dilewati lebih jauh lagi oleh manusia dan merupakan tempat diputuskannya segala urusan yang naik dari dunia di bawahnya maupun segala perkara yang turun dari atasnya. Istilah ini disebutkan sekali dalam Al-Qur'an, yaitu pada ayat:

...(yaitu) di Sidratil Muntaha. (An-Najm, 53:14)

Menurut cendekiawan Muslim dinamakan Sidratulmuntaha (secara harfiah Pohon Puncak) karena ilmu malaikat hanya sampai di sini, dan tidak ada yang mampu melewati pohon tersebut. Kemudian semua ketetapan Allah yang turun, pangkalnya dari pohon tersebut, dan semua yang naik ujungnya ada di pohon itu pula.[1]

Wujud Sidratulmuntaha

Sidratulmuntaha digambarkan sebagai Pohon Bidara yang sangat besar, tumbuh mulai Langit Keenam hingga Langit Ketujuh. Dedaunannya sebesar telinga gajah dan buah-buahannya seperti bejana atau kendi dari daerah Hajar.[2][3]

Menurut Kitab As-Suluk, Sidrat al-Muntahā adalah sebuah pohon yang terdapat di bawah arasy, pohon tersebut memiliki daun yang sama banyaknya dengan sejumlah makhluk ciptaan Allah.[4]

Allah berfirman dalam surah An-Najm 16,

Ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya (an-Najm, 53: 16)

Dikatakan bahwa yang menyelimutinya adalah permadani yang terbuat dari emas.

Jika Allah memutuskan sesuatu, maka "bersemilah" Sidratulmuntaha sehingga diliputi oleh sesuatu, yang menurut penafsiran Ibnu Mas'ud adalah "permadani emas". Deskripsi tentang Sidratulmuntaha dalam hadis-hadis tentang Isra Mikraj tersebut menurut sebagian ulama hanyalah berupa gambaran (metafora) sebatas yang dapat diungkapkan kata-kata.

Peristiwa di Sidratulmuntaha

Ketika Mikraj, di sini Muhammad melihat banyak hal, seperti:

Melihat Bentuk Asli Jibril

Dikatakan bahwa Muhammad telah melihat wujud asli dari Malaikat Jibril yang memiliki sayap sebanyak 600 sayap.[5]

...dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (An-Najm 53:13)

Melihat Cahaya Tuhan

Dikatakan pula bahwa Muhammad telah melihat Allah yang berupa cahaya atau hanya tertutup dengan cahaya.[6][7][8]

Untuk hal ini terdapat beda pendapat di kalangan ulama, apakah Nabi Muhammad pernah melihat Tuhannya? Jika pernah apakah dia melihat-Nya dengan mata kepala atau mata hati? Masing-masing memiliki argumennya sendiri-sendiri. Di antara yang berpendapat bahwa dia pernah melihat-Nya dengan mata hati antara lain al-Baihaqi, al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, dan Syekh al-Albani dalam tahkiknya terhadap Syarah Aqidah ath-Thahawiyah. Salah satu argumentasi mereka adalah hadits yang telah dikutip di atas. Jadi, menurut riwayat yang sahih, yang Nabi Muhammad lihat hanyalah cahaya yang menghalangi antara dirinya dengan Allah.

Mendapatkan Perintah Salat

Di Sidratulmuntaha ini Nabi Muhammad mendapatkan perintah salat lima waktu. Perintah melaksanakan salat tersebut pada awalnya adalah 50 kali setiap harinya. Akan tetapi, karena pertimbangan dan saran Nabi Musa serta permohonan Nabi Muhammad sendiri, serta kasih dan sayang Allah, jumlahnya menjadi hanya 5 kali saja. Di antara hadis mengenai hal ini diriwayatkan oleh Ibnu Abbas dan Ibnu Mas'ud.[9]

Dari Abdullah (bin Mas'ud), ia telah berkata: "Ketika Rasulullah diisrakan, dia berakhir di Sidratulmuntaha (yang bermula) di langit keenam. Ke sanalah berakhir apa-apa yang naik dari bumi, lalu diputuskan di sana. Dan ke sana berakhir apa-apa yang turun dari atasnya, lalu diputuskan di sana."

Ia berkata: "Kemudian Rasulullah diberi tiga hal: Diberi salat lima waktu dan diberi penutup Surah Al-Baqarah serta diampuni dosa-dosa besar bagi siapapun dari umatnya yang tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun".[10]

Lihat Pula

Rujukan

  1. ^ Ibnu Abbas dan para ahli tafsir mengatakan: "Dinamakan sidratul muntaha (pohon puncak), karena ilmu malaikat puncaknya sampai disini. Tidak ada yang bisa melewatinya, kecuali rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, bahwa dinamakan sidratul muntaha karena semua ketetapan Allah yang turun, pangkalnya dari sana dan semua yang naik, ujungnya ada di sana." (Ta’liqat ‘ala Shahih Muslim, Muhamad Fuad Abdul Baqi, 1/145).
  2. ^ Hadis dari Anas radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Aku melihat Shidratul-Muntaha di langit ke tujuh. Buahnya seperti kendi daerah Hajar, dan daunnya seperti telinga gajah. Dari akarnya keluar dua sungai luar dan dua sungai dalam. Kemudian aku bertanya, “Wahai Jibril, apakah keduanya ini?” Dia menjawab, “Adapun dua yang dalam itu ada di surga sedangkan dua yang di luar itu adalah Nil dan Eufrat. (HR. Bukhari 3207)
  3. ^ Dari Anas bin Malik, dari Malik bin Sha'sha'ah, dari Nabi ﷺ. Diapun menyebutkan hadits Mi'raj, dan di dalamnya: "Kemudian aku dinaikkan ke Sidratul Muntaha". Lalu Nabi ﷺ mengisahkan: "Bahwasanya daunnya seperti telinga gajah dan bahwa buahnya seperti bejana batu". Hadits telah dikeluarkan dalam ash-Shahihain dari hadits Ibnu Abi Arubah. Hadits riwayat al-Baihaqi (1304). Asal hadits ini ada pada riwayat al-Bukhari (3207) dan Muslim (164).
  4. ^ Kabil Akbar katanya: “Allah SWT telah menciptakan sebuah pohon di bawah Arsy yang mana daunnya sama banyak dengan bilangan makhluk yang Allah ciptakan. Jika seseorang itu telah diputuskan ajalnya, maka umurnya tinggal 40 hari dari hari yang diputuskan. Maka jatuhlah daun itu kepada Malaikat Maut, tahulah bahwa dia telah diperintahkan untuk mencabut nyawa orang yang tertulis pada daun tersebut.
  5. ^ Asy-Syaibani berkata: Aku menanyai Zirr bin Hubaisy tentang firman Allah {maka jadilah dia dekat dua ujung busur panah atau lebih dekat (an-Najm, 53: 9)}. Dia menjawab: "Telah mengabariku Ibnu Mas'ud bahwasanya Nabi telah melihat (bentuk asli) Jibril. Ia memiliki enam ratus sayap." Hadits riwayat Muslim (174), Kitab Iman, Bab tentang Penyebutan Sidratul Muntaha.
  6. ^ Dari Abu Dzar, ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah: "Apakah paduka melihat Tuhan paduka?". Ia menjawab: "Hanya cahaya. Bagaimana mungkin aku dapat melihat Allah?" Hadits riwayat Muslim (178.1), Kitab al-Iman, Bab Tentang Sabdanya "Bahwasanya aku melihat-Nya sebagai cahaya" dan Tentang Sabdanya "Aku telah melihat cahaya".
  7. ^ Dari Abdullah bin Syaqiq, ia telah bersabda: Aku bertanya kepada Abu Dzar: "Seandainya aku melihat Rasulullah, pasti aku akan menanyainya." Lantas dia berkata: "Tentang sesuatu apa?" Aku akan menanyainya: "Apakah baginda melihat Tuhan baginda?" Abu Dzar berkata: "Aku telah menanyainya, kemudian dia jawab: 'Aku telah melihat cahaya'." Hadits riwayat Muslim (178.2), Kitab al-Iman, Bab Tentang Sabdanya "Bahwasanya aku melihat-Nya sebagai cahaya" dan Tentang Sabdanya "Aku telah melihat cahaya".
  8. ^ Syarh Nawawi tahqiq Khalil Ma'mun Syiha III/15 no.442 dan juga no. 443
  9. ^ Dari Ibnu Abbas, ia telah berkata: "Nabi kalian diperintah lima puluh kali salat (sehari semalam), kemudian dia meminta keringanan Tuhan kalian agar menjadikannya lima kali salat." Hadits riwayat Ibnu Majah (1400) dengan redaksi di atas, dan Ahmad (2884). Menurut al-Albani, hadits ini hasan lighairih.
  10. ^ HR Muslim (173) dengan redaksi di atas, at-Tirmidzi (3276), an-Nasai (451), dan Ahmad (3656 & 4001).

Pranala luar