Protein

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Revisi sejak 14 Desember 2020 06.09 oleh RianHS (bicara | kontrib) (→‎Biokimia: Hasil terjemahan dari en.wp)
Representasi struktur 3D dari protein mioglobin yang berstruktur α-heliks (diberi warna toska). Mioglobin adalah protein pertama yang strukturnya berhasil diketahui melalui kristalografi sinar-X. Di bagian kanan-tengah, di antara berbagai lilitan, terdapat sebuah gugus prostetik yang disebut heme (diberi warna abu-abu) dan sebuah molekul oksigen (merah) yang diikatnya.

Protein adalah kelompok biomolekul berukuran besar yang terbentuk dari satu rantai panjang asam amino atau lebih. Protein memiliki banyak fungsi dalam makhluk hidup, di antaranya mempercepat reaksi-reaksi metabolisme, mereplikasi DNA, menanggapi rangsangan, memberi bentuk sel dan tubuh, dan memindahkan molekul dari satu lokasi ke lokasi lain. Perbedaan utama antara satu protein dan protein lainnya adalah urutan asam amino-asam aminonya, yang ditentukan oleh urutan nukleotida dari gen-gennya, dan biasanya menyebabkan lipatan protein menjadi struktur tiga dimensi khusus yang sesuai dengan fungsinya.

Sejumlah asam amino membentuk rantai lurus yang disebut polipeptida. Suatu protein terdiri dari minimum satu polipeptida panjang. Polipeptida pendek (dengan kurang dari 20–30 asam amino) biasanya tidak dianggap sebagai protein, tetapi disebut molekul peptida atau oligopeptida. Masing-masing asam amino dalam protein terikat ke asam amino di dekatnya oleh ikatan peptida. Urutan asam amino dalam protein ditentukan oleh urutan gen yang disandi dalam kode genetik. Secara umum, kode genetik menghasilkan 20 asam amino standar, meskipun beberapa organisme memiliki asam amino tambahan. Tak lama setelah atau bahkan selama sintesis, residu dalam protein sering dimodifikasi secara kimiawi melalui proses modifikasi pascatranslasi yang mengubah sifat fisik dan kimia, lipatan, stabilitas, aktivitas, dan fungsi protein. Beberapa protein memiliki gugus nonpeptida (bukan asam amino), yang dapat disebut kofaktor dan gugus prostetik. Beberapa protein juga dapat bekerja sama untuk menjalankan fungsi tertentu, dan kelompok seperti ini sering membentuk kompleks protein yang stabil.

Begitu terbentuk, protein hanya ada untuk jangka waktu tertentu lalu didegradasi dan didaur ulang dalam sel melalui proses pergantian protein. Umur protein diukur berdasarkan waktu paruhnya dan mencakup rentang yang panjang. Protein bisa berumur beberapa menit hingga beberapa tahun dengan umur rata-rata 1–2 hari dalam sel mamalia. Protein yang abnormal atau salah lipatan terdegradasi lebih cepat, baik karena ditargetkan untuk dihancurkan atau karena tidak stabil.

Bersama dengan biomolekul raksasa lainnya seperti polisakarida dan asam nukleat, protein merupakan bagian esensial dari organisme dan terlibat dalam hampir seluruh proses di dalam sel. Sebagian protein adalah enzim yang berfungsi sebagai katalis dalam reaksi-reaksi biokimia dan bersifat vital untuk metabolisme. Sebagian protein memiliki fungsi pembentuk atau penguat, misalnya protein aktin dan miosin dalam otot dan protein-protein dalam sitoskeleton. Protein-protein lainnya memiliki peran penting dalam persinyalan sel, respons imun, adhesi sel, dan siklus sel. Hewan memerlukan protein dalam makanannya untuk memperoleh asam amino esensial yang tidak bisa disintesis di dalam tubuh. Sistem pencernaan memecah protein dari makanan untuk dapat digunakan dalam metabolisme.

Protein dapat dimurnikan dari komponen seluler lainnya menggunakan berbagai teknik seperti ultrasentrifugasi, presipitasi, elektroforesis, dan kromatografi. Rekayasa genetika memungkinkan sejumlah metode untuk memfasilitasi pemurnian ini. Metode yang biasa digunakan untuk mempelajari struktur dan fungsi protein yaitu imunohistokimia, mutagenesis terarah-lokasi, kristalografi sinar-X, resonansi magnetik inti, dan spektrometri massa.

Sejarah dan etimologi

Protein dikenali sebagai kelompok biomolekul pada abad kedelapan belas oleh Antoine Fourcroy dan lain-lain, yang dicirikan oleh kemampuannya untuk melakukan koagulasi atau flokulasi di bawah perlakuan dengan panas atau asam.[1] Contoh yang tercatat pada saat itu adalah albumin dari putih telur, albumin dalam serum darah, fibrin, dan gluten gandum.

Protein pertama kali dijelaskan oleh kimiawan Belanda Gerardus Johannes Mulder dan dinamai oleh ahli kimia Swedia Jöns Jacob Berzelius pada tahun 1838.[2][3] Mulder melakukan analisis unsur terhadap protein umum dan menemukan bahwa hampir semua protein memiliki rumus empiris yang sama, yaitu C400H620N100O120P1S1.[4] Ia sampai pada kesimpulan yang salah bahwa mereka mungkin terdiri dari satu jenis molekul (sangat besar). Istilah "protein" untuk menggambarkan molekul-molekul ini diajukan oleh rekan Mulder, Berzelius; protein berasal dari kata Yunani πρώτειος (proteios), yang berarti "primer",[5] "di depan", atau "berdiri di depan",[6] ditambah akhiran -in. Mulder selanjutnya mengidentifikasi produk degradasi protein seperti asam amino leusin yang ia temukan dengan berat molekul (hampir benar) 131 Da.[4] Sebelum "protein", nama lainnya telah digunakan, seperti "albumin" atau "bahan albumin" (Eiweisskörper, dalam bahasa Jerman).[7]

Ilmuwan nutrisi awal seperti Carl von Voit dari Jerman percaya bahwa protein adalah nutrisi terpenting untuk menjaga struktur tubuh karena secara umum diyakini bahwa "daging membuat daging."[8] Karl Heinrich Ritthausen memperluas bentuk protein yang diketahui dengan mengidentifikasi asam glutamat. Di Stasiun Percobaan Pertanian Connecticut, tinjauan terperinci tentang protein nabati dikumpulkan oleh Thomas Burr Osborne. Ia bekerja dengan Lafayette Mendel dan menerapkan hukum minimum Liebig dalam memberi makan tikus laboratorium, sehingga adanya asam amino esensial pun diketahui. Pekerjaan ini dilanjutkan dan dikomunikasikan oleh William Cumming Rose. Pemahaman tentang protein sebagai polipeptida muncul melalui karya Franz Hofmeister dan Hermann Emil Fischer pada tahun 1902.[9][10] Peran sentral protein sebagai enzim dalam organisme hidup tidak sepenuhnya diapresiasi sampai tahun 1926 ketika James B. Sumner menunjukkan bahwa enzim urease sebenarnya adalah protein.[11]

Biokimia

Struktur kimia ikatan peptida (bawah) dan struktur tiga dimensi ikatan peptida antara alanin dan asam amino yang berdekatan (atas/sisipan). Ikatan itu sendiri terbuat dari elemen CHON.
Struktur resonansi dari ikatan peptida yang menghubungkan asam amino individual untuk membentuk polimer protein

Protein merupakan biomolekul yang sangat besar atau makrobiopolimer yang tersusun dari monomer berupa asam amino. Ada 20 asam amino standar yang membentuk asam amino (disebut asam amino proteinogenik); masing-masing terdiri dari sebuah karbon alfa yang berikatan dengan sebuah gugus amino (–NH2), sebuah gugus karboksil (–COOH), sebuah atom hidrogen (H), dan rantai samping (disebut sebagai "R"). Gugus "R" inilah yang menjadikan setiap asam amino berbeda dan sifat rantai samping ini akan memengaruhi keseluruhan suatu protein. Hanya prolina yang berbeda dari struktur dasar ini karena mengandung cincin yang tidak biasa pada gugus amina ujung-N, yang memaksa gugus amida CO–NH menjadi konformasi tetap.[12] Rantai samping asam amino standar, yang dirinci dalam daftar asam amino standar, memiliki beragam struktur dan sifat kimiawi. Struktur tiga dimensi dan reaktivitas kimia suatu protein ditentukan oleh efek gabungan dari semua rantai samping asam amino dalam protein tersebut.[13] Semua asam amino dalam rantai polipeptida saling terhubung oleh ikatan peptida melalui sintesis dehidrasi. Setelah terhubung dalam rantai protein, asam amino individual disebut residu, sedangkan rangkaian atom karbon, nitrogen, dan oksigen yang terkait disebut rantai utama atau tulang punggung protein.[14]

Istilah protein, polipeptida, dan peptida agak ambigu dan dapat tumpang tindih artinya. Protein umumnya digunakan untuk merujuk pada molekul biologis lengkap dalam konformasi yang stabil, sedangkan peptida umumnya merujuk pada oligomer asam amino pendek yang sering kali tidak memiliki struktur tiga dimensi yang stabil. Namun, batas antara keduanya tidak ditentukan dengan baik dan biasanya berkisar antara 20–30 residu. Polipeptida dapat merujuk pada rantai linier tunggal asam amino, biasanya berapa pun panjangnya, tetapi sering kali menyiratkan tidak memiliki konformasi yang tetap.

Interaksi

Protein dapat berinteraksi dengan banyak jenis molekul, termasuk dengan protein lain, dengan lipid, dengan karbohidrat, dan dengan DNA.[15][16][17][18]

Kelimpahan dalam sel

Diperkirakan bahwa bakteri berukuran rata-rata mengandung sekitar dua juta protein per sel (misalnya Escherichia coli dan Staphylococcus aureus). Bakteri yang lebih kecil, seperti Mycoplasma atau spiroket mengandung lebih sedikit protein, sekitar 50.000 hingga 1 juta. Sel eukariota berukuran lebih besar sehingga mengandung lebih banyak protein. Misalnya, sel khamir Saccharomyces cerevisiae diperkirakan mengandung sekitar 50 juta protein dan sel manusia sekitar 1 hingga 3 miliar.[19] Konsentrasi salinan protein individual berkisar dari beberapa molekul per sel hingga 20 juta per sel.[20] Tidak semua gen yang menyandi protein diekspresikan di sebagian besar sel dan jumlahnya bergantung pada beberapa hal, seperti jenis sel dan rangsangan eksternal. Misalnya, dari sekitar 20.000 protein yang disandi oleh genom manusia, hanya 6.000 yang terdeteksi dalam sel limfoblastoid.[21]

Sintesis

Biosintesis

Biosintesis protein alami sama dengan ekspresi genetik. Kode genetik yang dibawa DNA ditranskripsi menjadi RNA, yang berperan sebagai cetakan bagi translasi yang dilakukan ribosom.[22] Sampai tahap ini, protein masih "mentah", hanya tersusun dari asam amino proteinogenik. Melalui mekanisme pascatranslasi, terbentuklah protein yang memiliki fungsi penuh secara biologi.[23][24] Dari makanan kita memperoleh protein. Di sistem pencernaan protein akan diuraikan menjadi peptid yang strukturnya lebih sederhana terdiri dari asam amino. Hal ini dilakukan dengan bantuan enzim. Tubuh manusia memerlukan 9 asam amino. Artinya kesembilan asam amino ini tidak dapat disintesis sendiri oleh tubuh esensial, sedangkan sebagian asam amino dapat disintesis sendiri atau tidak esensial oleh tubuh. Keseluruhan berjumlah 21 asam amino. Setelah penyerapan di usus maka akan diberikan ke darah. Darah membawa asam amino itu ke setiap sel tubuh. Kode untuk asam amino tidak esensial dapat disintesis oleh DNA. Ini disebut dengan transkripsi DNA. Kemudian karena hasil transkripsi di proses lebih lanjut di ribosom atau retikulum endoplasma, disebut sebagai translasi.

Sintesis kimia

Protein pendek dapat juga disintesis decara kimia dengan metode yang disebut sintesis peptida, mendasarkan pada teknis sintesis organik seperti ligasi kimia untuk menghasilkan peptida dalam jumlah tinggi.[25]

Struktur

Struktur tersier protein. Protein ini memiliki banyak struktur sekunder beta-sheet dan alpha-helix yang sangat pendek. Model dibuat dengan menggunakan koordinat dari Bank Data Protein (nomor 1EDH).

Struktur protein dapat dilihat sebagai hierarki, yaitu berupa struktur primer (tingkat satu), sekunder (tingkat dua), tersier (tingkat tiga), dan kuartener (tingkat empat):[26][27], pembentukan struktur ini merupakan implikasi dari proses pelipatan protein

  • struktur primer protein merupakan urutan asam amino penyusun protein yang dihubungkan melalui ikatan peptida (amida). Frederick Sanger merupakan ilmuwan yang berjasa dengan temuan metode penentuan deret asam amino pada protein, dengan penggunaan beberapa enzim protease yang mengiris ikatan antara asam amino tertentu, menjadi fragmen peptida yang lebih pendek untuk dipisahkan lebih lanjut dengan bantuan kertas kromatografik. Urutan asam amino menentukan fungsi protein, pada tahun 1957, Vernon Ingram menemukan bahwa translokasi asam amino akan mengubah fungsi protein, dan lebih lanjut memicu mutasi genetik.
  • struktur sekunder protein adalah struktur tiga dimensi lokal dari berbagai rangkaian asam amino pada protein yang distabilkan oleh ikatan hidrogen. Berbagai bentuk struktur sekunder misalnya ialah sebagai berikut:
    • alpha helix (α-helix, "puntiran-alfa"), berupa pilinan rantai asam-asam amino berbentuk seperti spiral;
    • beta-sheet (β-sheet, "lempeng-beta"), berupa lembaran-lembaran lebar yang tersusun dari sejumlah rantai asam amino yang saling terikat melalui ikatan hidrogen atau ikatan tiol (S-H);
    • beta-turn, (β-turn, "lekukan-beta"); dan
    • gamma-turn, (γ-turn, "lekukan-gamma").[26]
  • struktur tersier yang merupakan gabungan dari aneka ragam dari struktur sekunder. Struktur tersier biasanya berupa gumpalan. Beberapa molekul protein dapat berinteraksi secara fisik tanpa ikatan kovalen membentuk oligomer yang stabil (misalnya dimer, trimer, atau kuartomer) dan membentuk struktur kuartener.
  • contoh struktur kuartener yang terkenal adalah enzim Rubisco dan insulin.

Struktur primer protein bisa ditentukan dengan beberapa metode: (1) hidrolisis protein dengan asam kuat (misalnya, 6N HCl) dan kemudian komposisi asam amino ditentukan dengan instrumen amino acid analyzer, (2) analisis sekuens dari ujung-N dengan menggunakan degradasi Edman, (3) kombinasi dari digesti dengan tripsin dan spektrometri massa, dan (4) penentuan massa molekular dengan spektrometri massa.

Struktur sekunder bisa ditentukan dengan menggunakan spektroskopi circular dichroism (CD) dan Fourier Transform Infra Red (FTIR).[28] Spektrum CD dari puntiran-alfa menunjukkan dua absorbans negatif pada 208 dan 220 nm dan lempeng-beta menunjukkan satu puncak negatif sekitar 210-216 nm. Estimasi dari komposisi struktur sekunder dari protein bisa dikalkulasi dari spektrum CD. Pada spektrum FTIR, pita amida-I dari puntiran-alfa berbeda dibandingkan dengan pita amida-I dari lempeng-beta. Jadi, komposisi struktur sekunder dari protein juga bisa diestimasi dari spektrum inframerah.

Domain protein

Struktur protein lainnya yang juga dikenal adalah domain. Struktur ini terdiri dari 40-350 asam amino. Protein sederhana umumnya hanya memiliki satu domain. Pada protein yang lebih kompleks, ada beberapa domain yang terlibat di dalamnya. Hubungan rantai polipeptida yang berperan di dalamnya akan menimbulkan sebuah fungsi baru berbeda dengan komponen penyusunnya. Bila struktur domain pada struktur kompleks ini berpisah, maka fungsi biologis masing-masing komponen domain penyusunnya tidak hilang. Inilah yang membedakan struktur domain dengan struktur kuartener. Pada struktur kuartener, setelah struktur kompleksnya berpisah, protein tersebut tidak fungsional.

Fungsi seluler

Protein adalah aktor utama di dalam sel, yang menjalankan tugas yang ditentukan oleh informasi yang disandi dalam gen.[29] Dengan pengecualian jenis RNA tertentu, sebagian besar molekul biologis lainnya adalah elemen yang relatif lembam dan dijadikan tempat protein bekerja. Protein menyusun setengah dari berat kering sel Escherichia coli, sedangkan makromolekul lain seperti DNA dan RNA masing-masing hanya berkontribusi sebesar 3% dan 20%.[30] Kumpulan protein yang diekspresikan dalam sel atau jenis sel tertentu dikenal sebagai proteoma.

Enzim heksokinase ditampilkan sebagai model molekul bola-dan-tongkat konvensional. Skala di pojok kanan atas adalah dua substratnya, yaitu ATP dan glukosa.

Karakteristik utama protein yang juga memungkinkan beragam fungsi mereka adalah kemampuannya untuk mengikat molekul lain secara spesifik dan erat. Area protein yang bertanggung jawab untuk mengikat molekul lain dikenal sebagai situs pengikatan dan sering kali berupa cekungan atau "kantong" pada permukaan molekul. Kemampuan mengikat ini dimediasi oleh struktur tersier dari protein yang menentukan kantong situs pengikatan, dan oleh sifat kimiawi rantai samping asam amino di sekitarnya. Pengikatan protein bisa sangat ketat dan spesifik; sebagai contoh, protein penghambat ribonuklease berikatan dengan angiogenin manusia dengan konstanta disosiasi subfemtomolar (<10−15 M) tetapi tidak mengikat sama sekali dengan homolognya pada amfibi, yaitu onkonase (>1 M). Perubahan kimiawi yang sangat kecil seperti penambahan satu gugus metil ke pasangan-ikatan terkadang cukup untuk hampir menghilangkan pengikatan; misalnya enzim sintetase aminoasil-tRNA yang spesifik untuk asam amino valin, tidak mengikat rantai samping asam amino isoleusin yang sangat mirip.[31]

Protein dapat mengikat protein lain dan juga mengikat substrat molekul kecil. Ketika protein mengikat secara spesifik dengan salinan lain dari molekul yang sama, mereka dapat mengalami oligomerisasi untuk membentuk fibril; proses ini sering terjadi pada protein struktural yang terdiri dari monomer globular yang berikatan-sendiri untuk membentuk serat yang kaku. Interaksi protein-protein juga mengatur aktivitas enzimatik, mengendalikan perkembangan melalui siklus sel, dan memungkinkan perakitan kompleks protein besar yang melakukan banyak reaksi-terkait-serupa dengan fungsi biologis yang sama. Protein juga dapat mengikat atau bahkan diintegrasikan ke dalam membran sel. Kemampuan pasangan-ikatan untuk menginduksi perubahan konformasi protein memungkinkan pembangunan jaringan pensinyalan yang sangat kompleks.[32] Karena interaksi di antara protein bersifat reversibel dan sangat bergantung pada ketersediaan pasangan protein untuk membentuk agregat yang mampu melakukan rangkaian fungsi yang berbeda, studi tentang interaksi di antara protein tertentu adalah kunci untuk memahami aspek penting fungsi seluler, dan akhirnya sifat-sifat yang membedakan tipe sel tertentu.[33][34]

Enzim

Peran protein yang paling terkenal di dalam sel adalah sebagai enzim, yang mengkatalisasi reaksi kimia. Enzim biasanya sangat spesifik dan hanya mempercepat satu atau beberapa reaksi kimia. Enzim melakukan sebagian besar reaksi yang terlibat dalam metabolisme, serta memanipulasi DNA dalam berbagai proses seperti replikasi DNA, perbaikan DNA, dan transkripsi. Beberapa enzim bekerja pada protein lain untuk menambah atau menghilangkan gugus kimia dalam proses yang dikenal sebagai modifikasi pascatranslasi. Sekitar 4.000 reaksi dikatalisis oleh enzim.[35] Percepatan laju yang diberikan oleh katalisis enzimatis sering kali sangat besar, hingga peningkatan laju 1017 kali lipat dibandingkan reaksi tanpa katalisis dalam kasus orotat dekarboksilase (78 juta tahun tanpa enzim, 18 milidetik dengan enzim).[36]

Molekul yang terikat dan ditindaklanjuti oleh enzim disebut substrat. Meskipun enzim dapat terdiri dari ratusan asam amino, biasanya hanya sebagian kecil dari residu yang bersentuhan dengan substrat, dan fraksi yang lebih kecil lagi—rata-rata tiga hingga empat residu—yang terlibat langsung dalam katalisis. Area enzim yang mengikat substrat dan mengandung residu katalitik dikenal sebagai situs aktif.

Protein dirigen adalah anggota kelompok protein yang menentukan stereokimia senyawa yang disintesis oleh enzim lain.[37]

Pensinyalan sel dan pengikatan ligan

Diagram pita dari sebuah antibodi tikus yang berikatan dengan antigen bakteri penyebab kolera berupa karbohidrat

Banyak protein terlibat dalam proses pensinyalan sel dan transduksi sinyal. Beberapa protein, seperti insulin, merupakan protein ekstraseluler yang mengirimkan sinyal dari sel tempat mereka disintesis (yaitu sel pankreas) ke sel lain di jaringan yang jauh. Jenis lainnya adalah protein membran yang bertindak sebagai reseptor yang fungsi utamanya adalah mengikat molekul pemberi sinyal dan menginduksi respons biokimia di dalam sel. Banyak reseptor memiliki situs pengikatan yang terekspos pada permukaan sel dan domain efektor di dalam sel, yang mungkin memiliki aktivitas enzimatik atau mungkin mengalami perubahan konformasi yang dideteksi oleh protein lain di dalam sel.[38]

Antibodi adalah protein yang menjadi komponen dari sistem imun adaptif yang fungsi utamanya adalah mengikat antigen (zat asing di dalam tubuh) dan menargetkannya untuk dimusnahkan. Antibodi dapat disekresikan ke dalam lingkungan ekstraseluler atau berlabuh di membran sel B khusus yang dikenal sebagai sel plasma. Ketika enzim dibatasi dalam afinitas pengikatan terhadap substratnya oleh kebutuhannya untuk melakukan reaksi, antibodi tidak memiliki batasan seperti itu. Afinitas pengikatan antibodi ke targetnya sangat tinggi.[39]

Banyak protein transpor ligan mengikat biomolekul kecil tertentu dan membawanya ke lokasi lain di tubuh organisme multiseluler. Protein ini harus memiliki afinitas pengikatan yang tinggi jika ligannya terdapat dalam konsentrasi tinggi, tetapi juga harus melepaskan ligan saat berada pada konsentrasi rendah di jaringan target. Contoh protein pengikat ligan adalah hemoglobin, yang mengangkut oksigen dari paru-paru ke organ dan jaringan lain di semua vertebrata dan memiliki homolog serupa di setiap kerajaan biologis.[40] Lektin adalah protein pengikat gula yang sangat spesifik untuk bagian gula mereka. Lektin biasanya berperan dalam fenomena pengenalan biologis yang melibatkan sel dan protein.[41] Reseptor dan hormon adalah protein pengikat yang sangat spesifik.

Protein transmembran juga dapat berfungsi sebagai protein transpor ligan yang mengubah permeabilitas membran sel menjadi molekul dan ion kecil. Membran sendiri memiliki pusat yang hidrofobik sehingga molekul polar atau bermuatan tidak dapat berdifusi. Protein membran mengandung saluran internal yang memungkinkan molekul tersebut untuk masuk dan keluar sel. Banyak protein saluran ion dikhususkan agar hanya memilih ion tertentu; misalnya, saluran kalium dan natrium sering kali hanya memfasilitasi ion yang spesifik.[42]

Protein struktural

Protein struktural memberikan kekerasan dan kekakuan pada komponen biologis yang cair. Sebagian besar protein struktural merupakan protein berserat; misalnya kolagen dan elastin adalah komponen penting dari jaringan ikat seperti tulang rawan, sementara keratin ditemukan pada struktur keras atau berfilamen seperti rambut, kuku, bulu, tapak, dan beberapa cangkang hewan.[43] Beberapa protein globular juga dapat memiliki fungsi struktural, misalnya aktin dan tubulin yang bersifat globular dan dapat larut sebagai monomer, tetapi berpolimerisasi untuk membentuk serat kaku dan panjang yang membentuk sitoskeleton, yang memungkinkan sel untuk mempertahankan bentuk dan ukurannya.

Protein lain yang berfungsi struktural adalah protein motorik seperti miosin, kinesin, dan dinein, yang mampu menghasilkan gaya mekanis. Protein-protein ini sangat penting untuk motilitas seluler pada organisme bersel tunggal dan sperma pada banyak organisme multisel yang bereproduksi secara seksual. Mereka juga menghasilkan kekuatan yang digunakan dalam kontraksi otot,[44] serta memainkan peran penting dalam transportasi intraseluler.

Metode studi

Aktivitas dan struktur protein dapat diperiksa secara in vitro, in vivo, dan in silico. Studi in vitro tentang protein yang dimurnikan dalam lingkungan terkontrol berguna untuk mempelajari bagaimana protein menjalankan fungsinya. Misalnya, studi kinetika enzim mengeksplorasi mekanisme kimiawi dari aktivitas katalitik enzim dan afinitas relatifnya terhadap berbagai kemungkinan molekul substrat. Sebaliknya, percobaan in vivo dapat memberikan informasi tentang peran fisiologis protein dalam konteks sel atau bahkan organisme secara keseluruhan. Studi in silico menggunakan metode komputasi untuk mempelajari protein.

Pemurnian protein

Untuk melakukan analisis in vitro, protein harus dimurnikan dari komponen seluler lainnya. Proses ini biasanya dimulai dengan lisis sel, ketika membran sel terganggu dan isi internalnya dilepaskan ke dalam larutan yang dikenal sebagai lisat mentah. Campuran yang dihasilkan dapat dimurnikan menggunakan ultrasentrifugasi, yang memfraksinasi berbagai komponen seluler menjadi fraksi yang mengandung protein yang dapat larut; membran lipid dan protein; organel seluler, dan asam nukleat. Pengendapan dengan metode yang dikenal sebagai pengendapan terinduksi-garam dapat memusatkan protein dari lisat ini. Berbagai jenis kromatografi kemudian digunakan untuk mengisolasi protein yang diinginkan berdasarkan sifat-sifat seperti berat molekul, muatan bersih, dan afinitas pengikatan.[45] Tingkat pemurnian dapat dipantau dengan menggunakan berbagai jenis elektroforesis gel jika berat molekul dan titik isoelektrik protein yang diinginkan diketahui, dengan spektroskopi jika protein memiliki fitur spektroskopi yang dapat dibedakan, atau dengan uji enzim jika protein memiliki aktivitas enzimatik. Selain itu, protein dapat diisolasi sesuai dengan muatannya menggunakan pemfokusan listrik.[46]

Untuk protein alamiah, serangkaian langkah pemurnian mungkin diperlukan untuk mendapatkan protein yang cukup murni untuk aplikasi laboratorium. Untuk menyederhanakan proses ini, rekayasa genetika sering digunakan untuk menambahkan sifat kimiawi pada protein yang membuatnya lebih mudah untuk dimurnikan tanpa memengaruhi struktur atau aktivitasnya. Di sini, sebuah "penanda" yang terdiri dari urutan asam amino tertentu, biasanya serangkaian residu histidin (sebuah "penanda-His"), dilampirkan ke salah satu ujung protein. Akibatnya, ketika lisat dilewatkan ke kolom kromatografi yang mengandung nikel, residu histidin mengikat nikel dan menempel pada kolom, sementara komponen lisat yang tidak diberi tanda lewat tanpa hambatan. Sejumlah tag berbeda telah dikembangkan untuk membantu peneliti memurnikan protein tertentu dari campuran yang kompleks.[47]

Nutrisi

Kebanyakan mikroorganisme dan tumbuhan dapat melakukan biosintesis untuk menghasilkan semua 20 asam amino standar, sedangkan hewan (termasuk manusia) harus memperoleh beberapa asam amino dari makanan.[48] Asam amino-asam amino yang tidak dapat disintesis sendiri oleh organisme disebut sebagai asam amino esensial. Enzim kunci yang menyintesis asam amino tertentu tidak terdapat pada hewan—seperti aspartokinase, yang mengkatalisis langkah pertama dalam sintesis lisin, metionin, dan treonin dari aspartat. Jika asam amino ada di lingkungan, mikroorganisme dapat menghemat energi dengan mengambil asam amino dari lingkungannya dan menurunkan jalur biosintetiknya.

Pada hewan, asam amino diperoleh melalui konsumsi makanan yang mengandung protein. Protein yang tertelan kemudian dipecah menjadi asam amino melalui pencernaan, yang biasanya melibatkan denaturasi protein melalui paparan asam dan hidrolisis oleh enzim yang disebut protease. Beberapa asam amino yang dicerna digunakan untuk biosintesis protein, sementara yang lain diubah menjadi glukosa melalui glukoneogenesis, atau dimasukkan ke dalam siklus asam sitrat. Penggunaan protein sebagai bahan bakar sangat penting dalam kondisi kelaparan karena memungkinkan protein tubuh digunakan untuk menyokong kehidupan, terutama protein yang ditemukan di otot.[49]

Pada hewan seperti anjing dan kucing, protein menjaga kesehatan dan kualitas kulit dengan mendorong pertumbuhan folikel rambut dan keratinisasi sehingga mengurangi kemungkinan munculnya bau busuk pada kulit.[50] Protein berkualitas buruk juga berperan dalam kesehatan saluran cerna dengan meningkatkan potensi perut kembung dan senyawa berbau pada anjing karena ketika protein mencapai usus besar dalam keadaan tidak tercerna, mereka difermentasi menghasilkan gas hidrogen sulfida, indol, dan skatol.[51] Anjing dan kucing mencerna protein hewani lebih baik dibandingkan protein nabati, tetapi produk hewani berkualitas rendah dicerna dengan buruk, termasuk kulit, bulu, dan jaringan ikat.[51]

Kekurangan protein bisa mengakibatkan kerontokan rambut (rambut terdiri dari 97-100% dari keratin) hingga busung lapar, penyakit kekurangan protein.[52] Kekurangan protein yang terus menerus menyebabkan marasmus dan berkibat kematian.

Studi dari Biokimiawan USA Thomas Osborne Lafayete Mendel, Profesor untuk biokimia di Yale, 1914, mengujicobakan protein konsumsi dari daging dan tumbuhan kepada kelinci. Satu grup kelinci-kelinci tersebut diberikan makanan protein hewani, sedangkan grup yang lain diberikan protein nabati. Dari eksperimennya didapati bahwa kelinci yang memperoleh protein hewani lebih cepat bertambah beratnya dari kelinci yang memperoleh protein nabati. Kemudian studi selanjutnya, oleh McCay dari Universitas Berkeley menunjukkan bahwa kelinci yang memperoleh protein nabati, lebih sehat dan hidup dua kali lebih lama.[butuh rujukan]

Referensi

  1. ^ Thomas Burr Osborne (1909): The Vegetable Proteins , History pp 1 to 6, dari archive.org
  2. ^ Mulder GJ (1838). "Sur la composition de quelques substances animales". Bulletin des Sciences Physiques et Naturelles en Néerlande: 104. 
  3. ^ Harold, Hartley (1951). "Origin of the Word 'Protein.'". Nature. 168 (4267): 244. Bibcode:1951Natur.168..244H. doi:10.1038/168244a0. PMID 14875059. 
  4. ^ a b Perrett D (August 2007). "From 'protein' to the beginnings of clinical proteomics". Proteomics: Clinical Applications. 1 (8): 720–38. doi:10.1002/prca.200700525. PMID 21136729. 
  5. ^ New Oxford Dictionary of English
  6. ^ Reynolds JA, Tanford C (2003). Nature's Robots: A History of Proteins (Oxford Paperbacks). New York, New York: Oxford University Press. hlm. 15. ISBN 978-0-19-860694-9. 
  7. ^ Reynolds and Tanford (2003).
  8. ^ Bischoff TL, Voit C (1860). Die Gesetze der Ernaehrung des Pflanzenfressers durch neue Untersuchungen festgestellt (dalam bahasa Jerman). Leipzig, Heidelberg. 
  9. ^ "Hofmeister, Franz". encyclopedia.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 5 April 2017. Diakses tanggal 4 April 2017. 
  10. ^ "Protein, section: Classification of protein". britannica.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 4 April 2017. Diakses tanggal 4 April 2017. 
  11. ^ Sumner JB (1926). "The isolation and crystallization of the enzyme urease. Preliminary paper". Journal of Biological Chemistry. 69 (2): 435–41. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 2011-03-25. Diakses tanggal 2011-01-16. 
  12. ^ Nelson DL, Cox MM (2005). Lehninger's Principles of Biochemistry (edisi ke-4). New York, New York: W. H. Freeman and Company. 
  13. ^ Gutteridge A, Thornton JM (November 2005). "Understanding nature's catalytic toolkit". Trends in Biochemical Sciences. 30 (11): 622–29. doi:10.1016/j.tibs.2005.09.006. PMID 16214343. 
  14. ^ Murray et al., p. 19.
  15. ^ Ardejani, Maziar S.; Powers, Evan T.; Kelly, Jeffery W. (2017). "Using Cooperatively Folded Peptides To Measure Interaction Energies and Conformational Propensities". Accounts of Chemical Research. 50 (8): 1875–82. doi:10.1021/acs.accounts.7b00195. ISSN 0001-4842. PMC 5584629alt=Dapat diakses gratis. PMID 28723063. 
  16. ^ Branden C, Tooze J (1999). Introduction to Protein Structure. New York: Garland Pub. ISBN 978-0-8153-2305-1. 
  17. ^ Murray RF, Harper HW, Granner DK, Mayes PA, Rodwell VW (2006). Harper's Illustrated Biochemistry. New York: Lange Medical Books/McGraw-Hill. ISBN 978-0-07-146197-9. 
  18. ^ Van Holde KE, Mathews CK (1996). Biochemistry. Menlo Park, California: Benjamin/Cummings Pub. Co., Inc. ISBN 978-0-8053-3931-4. 
  19. ^ Milo R (December 2013). "What is the total number of protein molecules per cell volume? A call to rethink some published values". BioEssays. 35 (12): 1050–55. doi:10.1002/bies.201300066. PMC 3910158alt=Dapat diakses gratis. PMID 24114984. 
  20. ^ Beck M, Schmidt A, Malmstroem J, Claassen M, Ori A, Szymborska A, Herzog F, Rinner O, Ellenberg J, Aebersold R (November 2011). "The quantitative proteome of a human cell line". Molecular Systems Biology. 7: 549. doi:10.1038/msb.2011.82. PMC 3261713alt=Dapat diakses gratis. PMID 22068332. 
  21. ^ Wu L, Candille SI, Choi Y, Xie D, Jiang L, Li-Pook-Than J, Tang H, Snyder M (July 2013). "Variation and genetic control of protein abundance in humans". Nature. 499 (7456): 79–82. Bibcode:2013Natur.499...79W. doi:10.1038/nature12223. PMC 3789121alt=Dapat diakses gratis. PMID 23676674. 
  22. ^ Ussery D. 1998. Gene Expression & Regulation. http://www.cbs.dtu.dk/staff/dave/DNA_CenDog.html. Diakses pada 5 Mei 2010
  23. ^ Jolane Abrams. 2010. DNA, RNA, and Protein: Life at its simplest. http://www.postmodern.com/~jka/rnaworld/nfrna/nf-rnadefed.html. Diakses pada 5 Mei 2010.
  24. ^ Crick F. 1970. Central dogma of molecular biology. Nature 227:561-563.
  25. ^ Bruckdorfer, Thomas; Marder, Oleg; Albericio, Fernando (2004-2). "From production of peptides in milligram amounts for research to multi-tons quantities for drugs of the future". Current Pharmaceutical Biotechnology. 5 (1): 29–43. ISSN 1389-2010. PMID 14965208. 
  26. ^ a b Paustian T. 2001. Protein Structure. University of Wisconsin-Madison. http://lecturer.ukdw.ac.id/dhira/BacterialStructure/Proteins.html. Diakses pada 5 Mei 2010.
  27. ^ (Inggris) Anthony JF Griffiths, Jeffrey H Miller, David T Suzuki, Richard C Lewontin, and William M Gelbart (2000). An Introduction to Genetic Analysis. University of British Columbia, University of California, Harvard University (edisi ke-7). W. H. Freeman. hlm. Gene-protein relations. ISBN 0-7167-3520-2. Diakses tanggal 2010-08-15. 
  28. ^ Pribic R, Stokkum van IH, Chapman D, Haris PI, Bloemendal M. 1993. Protein secondary structure from Fourier transform infrared and/or circular dichroism spectra. Anal Biochem 214(2):366-78.
  29. ^ Lodish H, Berk A, Matsudaira P, Kaiser CA, Krieger M, Scott MP, Zipurksy SL, Darnell J (2004). Molecular Cell Biology (edisi ke-5th). New York, New York: WH Freeman and Company. 
  30. ^ Voet D, Voet JG. (2004). Biochemistry Vol 1 3rd ed. Wiley: Hoboken, NJ.
  31. ^ Sankaranarayanan R, Moras D (2001). "The fidelity of the translation of the genetic code". Acta Biochimica Polonica. 48 (2): 323–35. doi:10.18388/abp.2001_3918alt=Dapat diakses gratis. PMID 11732604. 
  32. ^ van Holde dan Mathews, pp. 830–49.
  33. ^ Copland JA, Sheffield-Moore M, Koldzic-Zivanovic N, Gentry S, Lamprou G, Tzortzatou-Stathopoulou F, Zoumpourlis V, Urban RJ, Vlahopoulos SA (June 2009). "Sex steroid receptors in skeletal differentiation and epithelial neoplasia: is tissue-specific intervention possible?". BioEssays. 31 (6): 629–41. doi:10.1002/bies.200800138. PMID 19382224. 
  34. ^ Samarin S, Nusrat A (January 2009). "Regulation of epithelial apical junctional complex by Rho family GTPases". Frontiers in Bioscience. 14 (14): 1129–42. doi:10.2741/3298. PMID 19273120. 
  35. ^ Bairoch A (January 2000). "The ENZYME database in 2000" (PDF). Nucleic Acids Research. 28 (1): 304–05. doi:10.1093/nar/28.1.304. PMC 102465alt=Dapat diakses gratis. PMID 10592255. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal June 1, 2011. 
  36. ^ Radzicka A, Wolfenden R (January 1995). "A proficient enzyme". Science. 267 (5194): 90–3. Bibcode:1995Sci...267...90R. doi:10.1126/science.7809611. PMID 7809611. 
  37. ^ Pickel B, Schaller A (October 2013). "Dirigent proteins: molecular characteristics and potential biotechnological applications". Applied Microbiology and Biotechnology. 97 (19): 8427–38. doi:10.1007/s00253-013-5167-4. PMID 23989917. 
  38. ^ Branden dan Tooze, pp. 251–281.
  39. ^ van Holde and Mathews, pp. 247–50.
  40. ^ van Holde and Mathews, pp. 220–29.
  41. ^ Rüdiger H, Siebert HC, Solís D, Jiménez-Barbero J, Romero A, von der Lieth CW, Diaz-Mariño T, Gabius HJ (April 2000). "Medicinal chemistry based on the sugar code: fundamentals of lectinology and experimental strategies with lectins as targets". Current Medicinal Chemistry. 7 (4): 389–416. doi:10.2174/0929867003375164. PMID 10702616. 
  42. ^ Branden and Tooze, pp. 232–34.
  43. ^ van Holde and Mathews, pp. 178–81.
  44. ^ van Holde and Mathews, pp. 258–64, 272.
  45. ^ Murray et al., pp. 21–24.
  46. ^ Hey J, Posch A, Cohen A, Liu N, Harbers A (2008). "Fractionation of complex protein mixtures by liquid-phase isoelectric focusing". 2D PAGE: Sample Preparation and Fractionation. Methods in Molecular Biology. Methods in Molecular Biology™. 424. hlm. 225–39. doi:10.1007/978-1-60327-064-9_19. ISBN 978-1-58829-722-8. PMID 18369866. 
  47. ^ Terpe K (January 2003). "Overview of tag protein fusions: from molecular and biochemical fundamentals to commercial systems". Applied Microbiology and Biotechnology. 60 (5): 523–33. doi:10.1007/s00253-002-1158-6. PMID 12536251. 
  48. ^ Voet D, Voet JG. (2004). Biochemistry Vol 1 3rd ed. Wiley: Hoboken, NJ.
  49. ^ Brosnan JT (June 2003). "Interorgan amino acid transport and its regulation". The Journal of Nutrition. 133 (6 Suppl 1): 2068S–72S. doi:10.1093/jn/133.6.2068Salt=Dapat diakses gratis. PMID 12771367. 
  50. ^ Watson TD (1998). "Diet and skin disease in dogs and cats". The Journal of Nutrition. 128 (12 Suppl): 2783S–89S. doi:10.1093/jn/128.12.2783S. PMID 9868266. 
  51. ^ a b Case LP, Daristotle L, Hayek MG, Raasch MF (2010). Canine and Feline Nutrition-E-Book: A Resource for Companion Animal Professionals. Elsevier Health Sciences. 
  52. ^ Prasanna HA, Desai BLM, Rao MN. 1971. Detection of early protein-calorie malnutrition (pre-kwashiorkor) in population groups. British J Nutr 26:71-74.