Lompat ke isi

Kabupaten Kuningan

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Kabupaten Kuningan
Transkripsi bahasa daerah
 • Aksara Sundaᮊᮥᮔᮤᮍᮔ᮪
Tari Buyung khas Kuningan
Bangunan tempat Perundingan Linggajati dilaksanakan.
Lambang resmi Kabupaten Kuningan
Julukan: 
Kota Kuda
Motto: 
Rapih winangun kerta raharja
(Sunda) Tertib, teratur, dan penuh semangat membangun demi terciptanya kemakmuran dan kesejahteraan lahir-batin
Peta
Peta
Kuningan di Jawa Barat
Kuningan
Kuningan
Peta
Kuningan di Jawa
Kuningan
Kuningan
Kuningan (Jawa)
Kuningan di Indonesia
Kuningan
Kuningan
Kuningan (Indonesia)
Koordinat: 6°58′36″S 108°29′06″E / 6.9766048°S 108.4849021°E / -6.9766048; 108.4849021
Negara Indonesia
ProvinsiJawa Barat
Hari jadi1 September 1498 (umur 526)
Ibu kotaKuningan
Jumlah satuan pemerintahan
Daftar
  • Kecamatan: 32
  • Kelurahan: 376
Pemerintahan
 • BupatiRaden Iip Hidajat (Pj.)
 • Wakil Bupatilowong
 • Sekretaris DaerahA. Taufik Rohman (Pj.)
 • Ketua DPRDNuzul Rachdy
Luas
 • Total1.178,58 km2 (455,05 sq mi)
Populasi
 (30 Juni 2024)[1]
 • Total1.235.854
 • Kepadatan1,000/km2 (2,700/sq mi)
Demografi
 • Agama
  • 99,29% Islam
  • 0,04% Kepercayaan
  • 0,01% Buddha[1]
 • BahasaSunda (Kuningan)
Indonesia
 • IPMKenaikan 69,71 (2021)
sedang[2]
Zona waktuUTC+07:00 (WIB)
Kode BPS
3208 Edit nilai pada Wikidata
Kode area telepon+62 232
Pelat kendaraanE xxxx Y*/Z*
Kode Kemendagri32.08 Edit nilai pada Wikidata
DAURp 100.586.961.000.-
Situs webkuningankab.go.id


Kabupaten Kuningan (aksara Sunda:ᮊᮥᮔᮤᮍᮔ᮪) adalah sebuah wilayah kabupaten yang terletak di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya adalah Kecamatan Kuningan. Berjarak 140 km dari Kota Bandung, 43 km dari Kota Cirebon, dan 230 km dari Kota Jakarta, kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Cirebon di utara, Kabupaten Brebes (Jawa Tengah) di timur, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Cilacap (Jawa Tengah) di Selatan, dan Kabupaten Majalengka di barat. Kabupaten ini dikenal karena merupakan merupakan tempat dilaksanakannya Perundingan Linggajati. Di kecamatan Cigugur, beberapa warga merupakan penganut penghayat kepercayaan Sunda Wiwitan.[1]

Kuningan juga merupakan salah satu pintu gerbang masuk Jawa Barat dari sebelah timur, bersama dengan Kabupaten Ciamis, Cirebon, Kota Banjar dan Pangandaran.

Kabupaten Kuningan dikenal dengan julukan sebagai "Kota Kuda". Kuda merupakan ikon dari kabupaten ini dan dianggap merupakan hewan perwujudan dari Si Windu. Kuda gesit tersebut milik keluarga Arya Kamuning, seorang pemimpin wilayah ini pada zaman Kesultanan Cirebon dan Pajang.[3]

Etimologi

[sunting | sunting sumber]

Terdapat beberapa hipotesis mengenai asal-usul nama Kuningan. Pertama, menurut sejarawan Edi Suhardi Ekajati, nama "Kuningan" berasal dari nama logam paduan dengan nama yang sama. Kuningan merupakan logam campuran antara tembaga, timah, dan perak, yang kemudian disepuh sehingga mengkilat seperti emas.[4]

Ekajati menyebut bahwa ditemukan patung dan alat keperluan rumah tangga terbuat dari kuningan di Jalaksana, tepatnya di Desa Sangkanherang. Patung itu berasal dari zaman Megalitikum. Patung ini menjadi incaran bagi kaum menak semenjak ditemukan pada tahun 1914 hingga 1950-an.[5]

Ekajati mencocokkan etimologi tersebut dengan dua cerita yang berkaitan dengan bokor kuning. Dalam kisah Ciung Wanara, ada sebuah bokor terbuat dari kuningan. Bokor itu digunakan oleh Raja Galuh untuk menguji seorang pendeta bernama Ajar Sukaresi yang bertapa di Gunung Padang. Ajar Sukaresi diminta Sang Raja untuk menaksir apakah Permaisurinya hamil atau tidak, dengan memasang bokor kuningan itu di perutnya. Pendeta yang sudah mengetahui rencana jahat sang Raja kemudian menaksir bahwa perut sang Permaisuri telah hamil. Raja pun berhasil mengelabui Pendeta dan sang Pendeta pun dijatuhi hukuman mati. Tak lama kemudian sang Permaisuri pun benar-benar hamil. Dengan gelap mata, Sang Raja ini marah dan menendang bokor kuningan, kuali, dan penjara besi yang berada di dekatnya. Bokor itu pun jatuh di daerah yang bernama Kuningan, sedangkan kuali di Kawali (Kabupaten Ciamis), dan penjara besi bernama Kandangwesi di Garut selatan.[5]

Dalam naskah Babad Cirebon dan juga tradisi lisan masyarakat Kuningan, bokor kuningan digunakan untuk menguji Sunan Gunung Jati, salah seorang wali. Hal yang membedakan adalah waktu dan tempatnya serta tujuan dan akibatnya, tanpa adanya penendangan bokor. Secara latar tempat dan waktunya, Ciung Wanara terjadi pada zaman Hindu-Buddha di wilayah Bojong Galuh, sedangkan Babad Cirebon dan tradisi lisan terjadi pada zaman Islam di wilayah Luragung, 19 km timur Kuningan. Naskah Babad Cirebon dan tradisi lisan menyebutkan bahwa tujuan penggunaan bokor adalah untuk menguji keluhuran ilmu yang dimiliki Sunan Gunung Jati. Putranya kelak dibesarkan oleh Ki Gedeng Luragung, penguasa daerah Luragung, dan kelak setelah dewasa diangkat oleh Sunan Gunung Jati sebagai Adipati Kuningan.[5]

Ada beberapa alternatif lain berkaitan dengan asal-usul nama Kuningan. Kedua, nama Kuningan berasal dari daerah bernama Kajéné yang berarti "sesuatu yang berwarna kuning". Ketiga, Kuningan berasal dari istilah dangiang kuning (sebuah ilmu gaib) yang didapatkan oleh Demunawan, penguasa awal Kuningan pada masa Galuh. Keempat, "Kuningan" berasal dari wuku dan hari raya dengan nama yang sama.[5]

Masa Pra sejarah

[sunting | sunting sumber]

Diperkirakan ± 3.500 tahun sebelum masehi sudah terdapat kehidupan manusia di daerah Kuningan, hal ini berdasarkan pada beberapa peninggalan kehidupan pada zaman prasejarah yang menunjukkan adanya kehidupan pada zaman Neolitikum dan batu-batu besar yang merupakan peninggalan dari kebudayaan Megalitikum. Bukti peninggalan tersebut dapat dijumpai di Kampung Cipari Kelurahan Cigugur yaitu dengan ditemukannya peninggalan pra-sejarah pada tahun 1972, berupa alat dari batu obsidian (batu kendan), pecahan-pecahan tembikar, kuburan batu, pekakas dari batu dan keramik. Sehingga diperkirakan pada masa itu terdapat pemukiman manusia yang telah memiliki kebudayaan tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Situs Cipari mengalami dua kali masa pemukiman, yaitu masa akhir Neoletikum dan awal pengenalan bahan perunggu berkisar antara tahun 1000 SM sampai dengan 500 M. Pada waktu itu masyarakat telah mengenal organisasi yang baik serta kepercayaan berupa pemujaan terhadap nenek moyang (animisme dan dinamisme). Selain itu ditemukannya pula peninggalan adat dari batu-batu besar dari zaman megalitikum.[butuh rujukan]

Masa Hindu

[sunting | sunting sumber]

Dalam pandangan Parahyangan disebutkan bahwa ada suatu pemukiman yang mempunyai kekuatan politik penuh seperti halnya sebuah negara, bernama Kuningan. Kerajaan Kuningan tersebut berdiri setelah Seuweukarma dinobatkan sebagai Raja yang kemudian bergelar Rahiyang Tangkuku atau Sang Kuku yang bersemayam di Arile atau Saunggalah. Seuweukarma menganut ajaran Dangiang Kuning dan berpegang kepada Sanghiyang Dharma (Ajaran Kitab Suci) serta Sanghiyang Riksa (sepuluh pedoman hidup). Ekspansi kekuasaan Kuningan pada zaman kekuasaan Seuweukarma menyeberang sampai ke negeri Melayu. Pada saat itu masyarakat Kuningan merasa hidup aman dan tenteram di bawah pimpinan Seuweukarma yang bertakhta sampai berusia lama.

Menurut Parahyangan, bahwa sebelum Sanjaya menguasai Kerajaan Galuh, dia harus mengalahkan dulu Sang WulanSang Tumanggal–dan Sang Pandawa tiga tokoh penguasa di Kuningan (= Triumvirat), yaitu tiga tokoh pemegang kendali pemerintahan di Kuningan sebagaimana konsep Tritangtu dalam konsep pemerintahan tradisional suku Sunda Buhun. Sang Wulan, Tumanggal, dan Pandawa ini menjalankan pemerintahan menurut adat tradisi waktu itu, yang bertindak sebagai Sang Rama, Sang Resi, dan Sang Ratu. Sang Rama bertindak selaku pemegang kepala adat, Sang Resi selaku pemegang kepala agama, dan Sang Ratu kepala pemerintahan. Makanya Kerajaan Kuningan waktu dikendalikan tokoh ‘Triumvirat’ ini berada dalam suasana yang gemah ripah loh jinawi, tata tentrem kerta raharja, karena masing-masing dijalankan oleh orang yang ahli di bidangnya. Tata aturan hukum/masalah adat selalu dijalankan dan ditaati, masalah kepercayaan / agama begitu juga pemerintahannya. Semuanya sejalan beriringan selangkah dan seirama.

Ketika Kuningan diperintah Resiguru Demunawan pun (menantu Sang Pandawa), Kerajaan Kuningan memiliki status sebagai Kerajaan Agama (Hindu). Hal ini tampak dari ajaran-ajaran Resiguru Demunawan yang mengajarkan ilmu Dangiang Kuning–keparamartaan, sehingga Kuningan waktu menjadi sangat terkenal. Dalam naskah carita Parahyangan disebutkan kejayaan Kuningan waktu diperintah Resiguru Demunawan atau dikenal dengan nama lain Sang Seuweukarma (penguasa/pemegang Hukum) atau Sang Ranghyangtang Kuku/Sang Kuku, kebesaran Kuningan melebihi atau sebanding dengan Kerajaan Galuh dan Sunda (Pakuan). Kekuasaannya meliputi Melayu, Tuntang, Balitar, dan sebagainya. Hanya ada 3 nama tokoh raja di Jawa Barat yang berpredikat Rajaresi, arti seorang pemimpin pemerintahan dan sekaligus ahli agama (resi). Mereka itu adalah:

  1. Resi Manikmaya dari Kerajaan Kendan (sekitar Cicalengka–Bandung)
  2. Resi Demunawan dari Saunggalah Kuningan
  3. Resi Niskala Wastu Kencana dari Galuh Kawali

Perkembangan kerajaan Kuningan selanjutnya seakan terputus, dan baru pada 1175 masehi muncul lagi. Kuningan pada waktu itu menganut agama Hindu di bawah pimpinan Rakean Darmariksa dan merupakan daerah otonom yang masuk wilayah kerajaan Sunda yang terkenal dengan nama Pajajaran. Cirebon juga pada tahun 1389 masehi masuk kekuasaan kerajaan Pajajaran, namun pada abad ke-15 Cirebon sebagai kerajaan Islam menyatakan kemerdekaannya dari Pakuan Pajajaran.

Masa Islam

[sunting | sunting sumber]

Sejarah Kuningan pada masa Islam tidak lepas dari pengaruh kesultanan Cirebon. Pada tahun 1470 masehi datang ke Cirebon seorang ulama besar agama Islam yaitu Syeh Syarif Hidayatullah putra Syarif Abdullah dan ibunya Rara Santang atau Syarifah Modaim putra Prabu Siliwangi. Syarif Hidayatullah adalah murid Sayid Rahmat yang lebih dikenal dengan nama Sunan Ampel yang memimpin daerah ampeldenta di Surabaya. Kemudian Syeh Syarif Hidayatullah ditugaskan oleh Sunan Ampel untuk menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Barat, dan mula-mula tiba di Cirebon yang pada waktu Kepala Pemerintahan Cirebon dipegang oleh Haji Doel Iman. Pada waktu 1479 masehi Haji Doel Iman berkenan menyerahkan pimpinan pemerintahan kepada Syeh Syarif Hidayatullah setelah menikah dengan putrinya. Karena terdorong oleh hasrat ingin menyebarkan agama Islam, pada tahun 1481 Masehi Syeh Syarif Hidayatullah berangkat ke daerah Luragung, Kuningan yang masuk wilayah Cirebon Selatan yang pada waktu itu dipimpin oleh Ki Gedeng Luragung yang bersaudara dengan Ki Gedeng Kasmaya dari Cirebon, selanjutnya Ki Gedeng Luragung memeluk agama Islam.

Pada waktu Syeh Syarif Hidayatullah di Luragung, Kuningan, datanglah Ratu Ontin Nio istrinya dalam keadaan hamil dari negeri Tiongkok (bergelar: Ratu Rara Sumanding) ke Luragung, Kuningan, dari Ratu Ontin Nio alias Ratu Lara Sumanding lahir seorang putra yang tampan dan gagah yang diberi nama Pangeran Kuningan. setelah dari Luragung, Kuningan, Syeh Syarif Hidayatullah dengan rombongan menuju tempat tinggal Ki Gendeng Kuningan di Winduherang, dan menitipkan Pangeran Kuningan yang masih kecil kepada Ki Gendeng Kuningan agar disusui oleh istri Ki Gendeng Kuningan, karena waktu itu Ki Gendeng Kuningan mempunyai putra yang sebaya dengan Pangeran Kuningan namanya Amung Gegetuning Ati yang oleh Syeh Syarif Hidayatullah diganti namanya menjadi Pangeran Arya Kamuning serta dia memberikan amanat bahwa kelak di mana Pangeran Kuningan sudah dewasa akan dinobatkan menjadi Adipati Kuningan.

Setelah Pangeran Kuningandan Pangeran Arya Kamuning tumbuh dewasa, diperkirakan tepatnya pada bulan Muharram tanggal 1 September 1498 Masehi, Pangeran Kuningan dilantik menjadi kepala pemerintahan dengan gelar Pangeran Arya Adipati Kuningan (Adipati Kuningan) dan dibantu oleh Arya Kamuning. Maka sejak itulah dinyatakan sebagai titik tolak terbentuknya pemerintahan Kuningan yang selanjutnya ditetapkan menjadi tanggal hari jadi Kuningan

Masuknya Agama Islam ke Kuningan tampak dari munculnya tokoh-tokoh pemimpin Kuningan yang berasal atau mempunyai latar belakang agama. Sebut saja Syekh Maulana Akbar saudara kandung Syekh Datuk Kahfi, yang akhirnya menikahkan putranya, bernama Syekh Maulana Arifin saudara sepupu Pangeran Panjunan, dengan Nyai Ratu Selawati penguasa Kuningan waktu itu putri Pangeran Surawisesa cucu Prabu Siliwangi yang juga menantu Prabu Langlangbuana. Hal ini menandai peralihan kekuasaan dari Hindu ke Islam yang memang berjalan dengan damai melalui ikatan perkawinan. Waktu itu di Kuningan muncul pedukuhan-pedukuhan yang bermula dari pembukaan-pembukaan pondok pesantren, seperti Pesantren Sidapurna (menuju kesempurnaan), Syekh Rama Ireng (Balong Darma). Termasuk juga di antaranya pesantren Lengkong oleh Haji Hasan Maulani.

Pasca Kemerdekaan Indonesia

[sunting | sunting sumber]

Kuningan menjadi tempat dilaksanakannya Perundingan Linggarjati pada bulan November 1946. Karena tidak memungkinkan perundingan dilakukan di Jakarta maupun di Yogyakarta (ibu kota sementara RI), maka diambil jalan tengah jika perjanjian diadakan di Linggarjati, Kuningan. Hari Minggu pada tanggal 10 November 1946 Lord Killearn tiba di Cirebon. Ia berangkat dari Jakarta menumpang kapal fregat Inggris H.M.S. Veryan Bay. Ia tidak berkeberatan menginap di Hotel Linggarjati yang sekaligus menjadi tempat perundingan.

Delegasi Belanda berangkat dari Jakarta dengan menumpang kapal terbang “Catalina” yang mendarat dan berlabuh di luar Cirebon. Dari “Catalina” mereka pindah ke kapal perang “Banckert” yang kemudian menjadi hotel terapung selama perjanjian berlangsung. Delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Sjahrir menginap di desa Linggasama, sebuah desa dekat Linggarjati. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Muhammad Hatta sendiri menginap di kediaman Bupati Kuningan. Kedua delegasi mengadakan perundingan pada tanggal 11-12 November 1946 yang ditengahi oleh Lord Kilearn, penengah berkebangsaan Inggris.

Geografis

[sunting | sunting sumber]

Kabupaten Kuningan terletak pada titik koordinat 108°23'–108°47' Bujur Timur dan 6°47'–7°12' Lintang Selatan. Sedangkan ibu kotanya terletak pada titik koordinat 6°45'–7°50' Lintang Selatan dan 105°20'–108°40' Bujur Timur. Bagian timur wilayah kabupaten ini adalah dataran rendah, sedang di bagian barat berupa pegunungan, dengan puncaknya Gunung Ceremai (3.078 m) di perbatasan dengan Kabupaten Majalengka. Gunung Ceremai adalah gunung tertinggi di Jawa Barat.

Dilihat dari posisi geografisnya terletak di bagian timur Jawa Barat berada pada lintasan jalan regional yang menghubungkan Kota Cirebon dengan wilayah Priangan Timur dan sebagai jalan alternatif jalur tengah yang menghubungkan Bandung-Majalengka dengan Jawa Tengah.

Batas Wilayah

[sunting | sunting sumber]

Secara administratif berbatasan dengan;

Topografi

[sunting | sunting sumber]

Permukaan tanah Kabupaten Kuningan relatif datar dengan variasi berbukit-bukit terutama Kuningan bagian Barat dan bagian Selatan yang mempunyai ketinggian berkisar 700 meter di atas permukaan laut, sampai ke dataran yang agak rendah seperti wilayah Kuningan bagian Timur dengan ketinggian antara 120 meter sampai dengan 222 meter di atas permukaan laut.

Tabel Elevasi ketinggian tanah wilayah Kabupaten Kuningan
No Ketinggian (dpl) Luas (Ha) Luas (%)
1 < 150 25.394,677 21,24
2 150-1.500 91.297,631 76,35
3 > 1.500 2.878,812 2,41

Ketinggian di suatu tempat mempunyai pengaruh terhadap suhu udara, oleh sebab itu ketinggian merupakan salah satu faktor yang menentukan dalam pola penggunaan lahan untuk pertanian, karena setiap jenis tanaman menghendaki suhu tertentu sesuai dengan karakteristik tanaman yang bersangkutan.

Kemiringan tanah yang dimiliki Kabupaten Kuningan terdiri dari : dataran rendah, dataran tinggi, perbukitan, lereng, lembah dan pegunungan. Karakter tersebut memiliki bentang alam yang cukup indah dan udara yang sejuk, sangat potensial bagi pengembangan pariwisata.

Tabel Luas kemiringan tanah Kabupaten Kuningan
No Kemiringan (%) Luas (Ha) Luas (%)
1 0–8 61.803,849 51,69
2 8–15 24.924,035 20,84
3 15–25 18.437,778 15,42
4 25–40 10.583,776 8,85
5 > 40 3.821,682 3,20

Sebagian besar tekstur tanah termasuk kedalaman tekstur sedang dan sebagian kecil termasuk tekstur halus. Kondisi tersebut berpengaruh terhadap tingkat kepekaan yang rendah dan sebagian kecil sangat tinggi terhadap erosi.

Tingkat kepekaan terhadap erosi disebabkan ketidaksesuaian antara penggunaan tanah dengan kemampuannya sehingga berakibat rusaknya proses fisika, kimia dan biologi tanah tersebut. Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap besar kecilnya intensitas tingkat kepekatan terhadap terhadap erosi adalah faktor : lereng, sistem penggarapan, pengolahan tanah, jenis tanah dan persentase penutup tanah.

Tingkat kepekaan erosi di Kabupaten Kuningan diklasifikasikan menjadi lima kelas, yaitu :

  • Sangat Peka : 14.258,42 Ha
  • Peka : 17.568,96 Ha
  • Agak Peka : 20.473,43 Ha
  • Kurang Peka : 21.845,69 Ha
  • Tidak Peka : 36.307,00 Ha

Jenis Tanah

[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan penelitian tanah tinjau Kabupaten Kuningan memiliki 7 (tujuh) golongan tanah yaitu : Andosol, Alluvial, Podzolik, Gromosol, Mediteran, Latosol dan Regosol.

  • Golongan tanah Andosol terdapat di bagian barat kecamatan Kuningan yang cocok untuk ditanami tembakau, bunga-bungaan, sayuran, buah-buahan, kopi, kina, teh, pinus dan apel.
  • Golongan tanah Alluvial terdapat di bagian timur Kecamatan Kuningan, Kecamatan Kadugede bagian utara, Kecamatan Lebakwangi bagian utara, Kecamatan Garawangi dan Kecamatan Cilimus cocok untuk tanaman sawah, palawija dan perikanan.
  • Golongan tanah Podzolik terdapat di bagian selatan kecamatan Kadugede, bagian timur kecamatan Ciniru, bagian timur kecamatan Luragung, bagian selatan kecamatan Lebakwangi dan kecamatan Ciwaru cocok untuk ladang dan tanaman keras.
Tabel Luas jenis tanah di Kabupaten Kuningan
No Jenis tanah Luas (Ha) Luas (%)
1 Alluvial kelabu 4.080,00 3,46
2 Regosol cokelat kelabu 700,00 0,59
3 Asosiasi Regosol kelabu + cokelat kelabu + latosol 4.072,98 3,46
4 Asosiasi andosol cokelat + regosol cokelat 4.560,00 3,87
5 Gromosol kelabu tua 1.840,00 1,56
6 Asosiasi Gromosol kelabu kekuningan + Gromosol cokelat kelabu + regosol kelabu 13.204,31 11,20
7 Asosiasi mediteran cokelat + latosol 11.569,31 9,82
8 Latosol cokelat 890,00 0,76
9 Latosol cokelat kemerahan 13.803,69 11,71
10 Asosiasi Latosol cokelat + regosol 19.232,47 16,32
11 Asosiasi podzolik kuning + hidromorf 11.765,55 9,98
12 Asosiasi podzolik merah kekuningan + latosol merah kekuningan 13.825,82 11,73
13 Kompleks podzolik merah kekuningan + podzolik kekuningan + regosol 18.313,42 15,54

Pemerintahan

[sunting | sunting sumber]

Daftar Bupati

[sunting | sunting sumber]

Dalam sejarah, Bupati Kuningan sudah ada sejak dibentuknya Kabupaten Kuningan pada 1 September 1498 pada saat masuknya Islam ke Kuningan. Pada zaman hindu, pemegang jabatan pertama Raja Kuningan adalah Seuweukarma, dan pada zaman islam pemegang pertama jabatan kepala pemerintahan adalah Sang Adipati Kuningan. Namun di sini hanya dicantumkan sebagian dari Daftar Bupati Kuningan, terhitung sejak zaman penjajahan Belanda.

No Bupati[6] Mulai Jabatan Akhir Jabatan Prd. Ket. Wakil Bupati
1
R.T. Brataningrat
3 April 1866
[7]
10 Oktober 1887
[8]
1
2
R.T. Brataningrat II
Sebelum 1891 dikenal sebagai R.T. Bratamadenda
12 November 1887 [9]
10 April 1903
2
3
R.A.A. Brata-amidjaja
10 April 1903 [10]
1 Oktober 1919 [11]
3
4
R.T. Soeriatanoedibrata
24 Februari 1921 [12]
3 Agustus 1922 [13]
4

[Ket. 1]

5
R.A.A. Mohamad Ahmad
24 Juni 1923 [14]
31 Agustus 1939 [15]
5
6
R.T. Oemar Said
2 Desember 1939 [16]
1 Desember 1944 [5]
6
[Ket. 2]
7
R. Asikin Nitiatmadja
1 Desember 1944 [5]
1945
7
8
R. Noer Armadibrata
1945
1951
8
9
R. Asikin Joedadibrata
1947
1948
9
10
R. Hollan Soekmadiningrat
15 Oktober 1947 [17]
1949
10
11
R. Abdoel Rifai
1949
1950
11
12
R. Moch. Hafil
1950
1951
12
13
R. Tikol Moch. Ichlas Abdurrahman
1951
1952
13
14
R. Soemitra
1952
1954
14
15
Tb. Amin Abdulah
1954
1957
15
Yusuf
(Penjabat)
1957
1958
16
Saleh Alibasah
1958
1961
16
17
Usman Djatikusumah
1961
1966
17
Rd. Komar Suryaatmadja
(Pejabat Sementara)
1966
1966
S. Soemintaatmadja
(Penjabat)
1966
1967
18
R. Aruman Wirananggapathi
1967
1973
18
19
Karli Akbar
1973
1978
19
20
R.H. Unang Sunardjo
S.H.
1978
1983
20
21
Drs. H.
M. Djufri Pringadi
1983
1988
22
22
Drs. H.
Subandi
1988
1993
22
23
H.
Yeng D.S. Partawinata
S.H.
1993
1998
23
24
Drs. H.
Arifin Setiamihardja
M.M.
1998
2003
24
25
H.
Aang Hamid Suganda
S.Sos
4 Desember 2003
15 September 2008
25
[Ket. 3]
Aan Suharso
Drs. H.
Ano Sutrisno
M.M
(Penjabat)
15 September 2008
4 Desember 2008
[Ket. 4]
(25) H.
Aang Hamid Suganda
S.Sos
4 Desember 2008
4 Desember 2013
26
Momon Rochmana
26
Hj.
Utje Hamid Suganda
S.Sos. M.AP.
4 Desember 2013
7 April 2016
27
[Ket. 5]
Acep Purnama
H.
Acep Purnama
S.H, M.H
7 April 2016
14 Juni 2016
[Ket. 6]
27
14 Juni 2016
4 Desember 2018
[Ket. 7]
Dede Sembada[19]
4 Desember 2018
4 Desember 2023
28
M. Ridho Suganda
Dr. Drs. H.
Raden Iip Hidajat
M.Pd.
(Penjabat)
4 Desember 2023
Petahana
[Ket. 8]
Catatan
  1. ^ Kemudian ditunjuk jadi Bupati Majalengka
  2. ^ Kemudian ditunjuk jadi Bupati Majalengka
  3. ^ Mengundurkan diri karena mencalonkan kembali pada Pilkada Kuningan 2008
  4. ^ Merupakan Penjabat Bupati yang ditunjuk oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan karena Bupati mengundurkan diri untuk mengikuti Pilkada Kuningan 2008
  5. ^ Wafat saat menjabat
  6. ^ Menjadi Pelaksana Tugas (Plt.) Bupati karena Bupati meninggal dunia
  7. ^ Dilantik menjadi Bupati Definitif oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan[18]
  8. ^ Merupakan Penjabat Bupati yang dilantik oleh Pj. Gubernur Jawa Barat Bey Machmudin hingga masa Pilkada Serentak 2024[20]

Dewan Perwakilan

[sunting | sunting sumber]

Berikut ini adalah komposisi anggota DPRD Kabupaten Kuningan dalam tiga periode terakhir.[21][22][23]

Partai Politik Jumlah Kursi dalam Periode
2014-2019 2019-2024 2024-2029
PKB 5 Kenaikan 6 Kenaikan 8
Gerindra 4 Kenaikan 7 Penurunan 6
PDI-P 10 Penurunan 9 Steady 9
Golkar 7 Penurunan 5 Kenaikan 7
NasDem 3 Penurunan 1 Kenaikan 3
PKS 5 Kenaikan 7 Steady 7
PPP 3 Kenaikan 4 Steady 4
PAN 8 Penurunan 5 Penurunan 3
Demokrat 5 Steady 5 Penurunan 3
PBB 0 Kenaikan 1 Penurunan 0
Jumlah Anggota 50 Steady 50 Steady 50
Jumlah Partai 9 Kenaikan 10 Penurunan 9


Kecamatan

[sunting | sunting sumber]

Kabupaten Kuningan memiliki 32 kecamatan, 15 kelurahan, dan 361 desa. Pada tahun 2017, jumlah penduduk mencapai 1.132.610 jiwa dengan luas wilayah 1.110,56 km² dan sebaran penduduk 1.020 jiwa/km².[24][25]

Daftar kecamatan dan kelurahan di Kabupaten Kuningan, adalah sebagai berikut:

Kode
Kemendagri
Kecamatan Kelurahan Desa Kodepos[26] Status Daftar
Desa/Kelurahan
32.08.10 Ciawigebang 24 45591 Desa
32.08.28 Cibeureum 8 45588 Desa
32.08.05 Cibingbin 10 45587 Desa
32.08.11 Cidahu 12 45595 Desa
32.08.32 Cigandamekar 11 45596 Desa
32.08.18 Cigugur 5 5 45552 Desa
Kelurahan
32.08.25 Cilebak 7 45585 Desa
32.08.13 Cilimus 13 45556 Desa
32.08.24 Cimahi 10 45582 Desa
32.08.02 Ciniru 9 45565 Desa
32.08.21 Cipicung 10 45592 Desa
32.08.04 Ciwaru 12 45583 Desa
32.08.17 Darma 19 45562 Desa
32.08.08 Garawangi 17 45571 Desa
32.08.26 Hantara 8 45564 Desa
32.08.12 Jalaksana 15 45553 (Nanggerang)
45554
Desa
32.08.23 Japara 10 45555 Desa
32.08.01 Kadugede 12 45561 Desa
32.08.27 Kalimanggis 6 45594 Desa
32.08.29 Karangkancana 9 45584 Desa
32.08.16 Kramatmulya 14 45553 Desa
32.08.09 Kuningan 10 6 45511-45518
45553 (Kasturi dan Padarek)
Desa
Kelurahan
32.08.07 Lebakwangi 13 45574 Desa
32.08.06 Luragung 16 45581
45582 (Benda dan Cikaduwetan)
Desa
32.08.30 Maleber 16 45575 Desa
32.08.14 Mandirancan 12 45558 Desa
32.08.20 Nusaherang 8 45563 Desa
32.08.22 Pancalang 13 45557 Desa
32.08.19 Pasawahan 10 45559 Desa
32.08.15 Selajambe 7 45566 Desa
32.08.31 Sindangagung 12 45573 Desa
32.08.03 Subang 7 45586 Desa
TOTAL 15 361

Demografi

[sunting | sunting sumber]

Penduduk Kabupaten Kuningan Tahun 2010 Menurut Hasil Suseda sebanyak 1.122.376 orang dengan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) sebesar 0,48% per tahun dan Angka Harapan Hidup (AHH) 70,76 tahun. Penduduk perempuan sebanyak 580.796 orang dan penduduk laki-laki sebanyak 564.801 orang dengan rasio jenis kelamin sebesar 99,3 % artinya jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibanding penduduk laki-laki. Diperkirakan hampir 25% penduduk Kuningan bersifat komuter, mereka banyak yang bermigrasi ke kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta dan sebagainya.

Penduduk Kuningan umumnya menggunakan bahasa Sunda dialek Kuningan. Mayoritas Penduduk Kuningan beragama Islam sekitar 98% (di daerah desa Manislor terdapat komunitas penduduk yang menganut aliran Ahmadiyah), lainnnya beragama Kristen Katolik yang tersebar di wilayah Cigugur, Cisantana, Citangtu, Cibunut, sedangkan sisanya beragama Protestan dan Buddha yang kebanyakan terdapat di kota Kuningan. Di wilayah Cigugur juga terdapat penduduk yang menganut aliran kepercayaan yang disebut Aliran Jawa Sunda.

Sebagain besar penduduk kabupaten Kuningan bermatapencaharian sebagai petani (petani penggarap dan buruh tani), dan lainnya bekerja sebagai Pedagang, Pegawai negeri Sipil, TNI, Polisi, Wiraswasta dan sebagainya.

Angka beban tanggungan (Dependency Ratio) Kabupaten Kuningan tahun 2007 kondisinya tidak jauh berbeda dengan tahun sebelumnya yaitu mencapai angka 50,00. Angka beban tanggungan (ABT) merupakan perbandingan antara penduduk yang belum/tidak produktif (usia 0–14 tahun dan usia 65 tahun ke atas) dibanding dengan penduduk usia produktif (usia 15–64 tahun), berarti pada tahun 2007 setiap 100 penduduk usia produktif di Kabupaten Kuningan menanggung sebanyak 50 penduduk usia belum/tidak produktif. Untuk lebih lengkapnya data penduduk serta beberapa informasi demografi kami sajikan dalam tabel di bawah ini.

Suku bangsa

[sunting | sunting sumber]

Kabupaten Kuningan didominasi oleh penduduk dari suku Sunda. Pada Sensus Penduduk Indonesia 2000, orang Sunda di kabupaten Kuningan sebanyak 950.162 jiwa atau 96,50 % dari total penduduk 984.598 jiwa. Sebagian kecil lagi adalah orang Jawa, Cirebon, Minangkabau, Batak, Betawi, dan suku lainnya. Berikut adalah besaran penduduk Kabupaten Kuningan berdasarkan suku bangsa sesuai data Sensus Penduduk tahun 2000;[27]

No Suku Jumlah
(2000)
%
1 Sunda 950.162 96,50%
2 Jawa 8.795 0,89%
3 Cirebon 3.039 0,31%
4 Minangkabau 2.463 0,25%
5 Batak 1.314 0,13%
6 Betawi 1.220 0,13%
7 Suku lainnya 17.605 1,79%
Kabupaten Kuningan 984.598 100%

Pendidikan

[sunting | sunting sumber]

Menurut data Suseda tahun 2009, persentase penduduk dewasa yang melek huruf di Kabupaten Kuningan mencapai 98,03 % sedangkan hasil Suseda 2010 menunjukkan adanya perbaikan menjadi 98,27%. Begitu pula rata-rata lama sekolah, pada tahun 2009, rata-rata lama sekolah penduduk Kabupaten Kuningan sekitar 8,33 tahun meningkat menjadi 8,68 tahun pada tahun 2010.

Persentase penduduk Kabupaten Kuningan usia 10 tahun ke atas yang berpendidikan SD ke bawah sebesar 72,66 persen; tamat SMP sebesar 13,73 persen; tamat SMU/SMK sebesar 10,88 persen; dan sebanyak 2,72 persen yang tamat pendidikan tinggi (Akademi/Perguruan Tinggi). Berarti dari 1.000 orang penduduk 10 tahun ke atas hanya 27 orang yang berkesempatan menyelesaikan pendidikan tinggi (Diploma, Akademi, Perguruan tinggi).

Adapun Pendidikan Luar Biasa untuk siswa berkebutuhan khusus kini telah banyak ditampung di sebuah lembaga pendidikan siswa berkebutuhan khusus, di antaranya SLBN Kuningan.

Perguruan Tinggi

[sunting | sunting sumber]

Universitas Kuningan

• Universitas Islam Al-Ihya Kuningan

• Universitas Muhammadiyah Kuningan

• Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kuningan

Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kabupaten Kuningan pada tahun 2011 mencapai 5,43% lebih tinggi dibanding dengan dua tahun sebelumnya yaitu tahun 2009 sebesar 4,39% dan tahun 2010 sebesar 4,99%. Sedangkan Inflasi di Kabupaten Kuningan pada tahun 2010 berdasarkan perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) tercatat sebesar 6,70%. Sementara Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Kuningan sendiri berdasarkan harga konstan tahun 2000 untuk tahun 2011 sebesar Rp. 4,2 triliun dan PDRB per kapita berdasarkan harga konstan tahun 2000 pada tahun 2011 mencapai Rp. 3,9 juta.

Tingkat daya beli masyarakat Kuningan tahun 2010 menurut data Suseda tercatat sebesar Rp. 549 ribu. Dan tingkat pengangguran di Kabupaten Kuningan angkanya cukup besar yaitu mencapai 7,6% dari total angkatan kerja. Lapangan pekerjaan penduduk Kabupaten Kuningan masih didominasi oleh dua sektor ekonomi yaitu sektor pertanian dan perdagangan. Sektor pertanian masih merupakan lapangan usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Pada tahun 2010 dari total penduduk Kabupaten Kuningan yang bekerja, 39% bekerja di sektor pertanian dan 30% di sektor perdagangan.

Seni dan Budaya

[sunting | sunting sumber]

Sebagai wilayah yang berada di daerah Priangan timur, kabupaten Kuningan kaya akan seni budaya Sunda yang khas, berbeda dari wilayah Sunda bagian barat. Berikut adalah seni budaya yang berkembang di tengah-tengah masyarakat Kabupaten Kuningan:

Tabel Seni dan Budaya di wilayah Kabupaten Kuningan
No Jenis Seni Budaya Tradisional Lokasi
1 Cingcowong Kecamatan Luragung
2 Sintren Desa Dukuhbadag
3 Goong Renteng Kelurahan Sukamulya
4 Tayuban Kecamatan Ciniru
5 Pesta dadung Kecamatan Subang
6 Gembyung Terbangan Desa Cilaja
7 Sandiwara Rakyat
8 Wayang golek
9 Kuda lumping Kelurahan Citangtu
10 Reog (Sunda) Desa Cengal
11 Calung Desa Cilaja
12 Tradisi Kawin Cai Kecamatan Jalaksana
13 Tari buyung Kecamatan Cigugur
14 Balap Kuda Saptonan Kecamatan Kuningan

Sarana Prasarana

[sunting | sunting sumber]
  • Jalan Darat

Total jalan darat di Kabupaten Kuningan adalah sepanjang 446,10 Km

  • Listrik

Jumlah pelanggan yang telah terdaftar hingga tahun 2002 adalah sebanyak 773.747 pelanggan (Unit Pelayanan Cirebon)

  • Telekomunikasi

Pelanggan PT Telkom untuk daerah Kabupaten Kuningan masuk ke dalam Kandatel Cirebon yakni sebanyak 1.202 pelanggan (Tahun 2002)

  • Sarana Kesehatan
  1. Rumah sakit terdapat 6 buah, 1 milik Pemda dan 5 milik swasta
  2. Puskesmas Pembantu = 70 buah
  1. Puskesmas = 28 buah
  2. Puskesmas dengan fasilitas tempat perawatan = 6 buah
  3. Balai pengobatan swasta = 33 buah
  • Pos Pelayanan Terpadu
  1. 762 Pos Pelayanan Terpadu pratama
  2. 467 Pos Pelayanan Terpadu madya
  3. 89 Pos Pelayanan Terpadu purnama
  4. 7 Pos Pelayanan Terpadu mandiri
  • Tenaga Kesehatan
  1. Dokter umum 54 orang dan dokter spesialis 43 orang
  2. Dokter gigi 19 orang
  3. Bidan yang ada terdapat 321 orang bidan
  • Sarana dan Prasarana Pendidikan
  1. Taman Kanak-Kanak : 211 buah
  2. Sekolah Dasar : 685 buah
  3. Sekolah Menengah Pertama : 88 buah
  4. Sekolah Menengah Umum 27 buah
  5. Sekolah Menengah Kejuruan : 31 buah
  • Hotel
  1. Hotel Berbintang : 3 buah
  2. Hotel Non Berbintang : 35 buah
  • Bank
  1. Bank Pemerintah : 5 buah
  2. Bank Swasta : 7 buah
  3. Bank Pembangunan Daerah : 1 buah
  4. Bank Perkreditan Rakyat : 8 buah
  • Sekretariat Organisasi
  1. Karang Taruna Kabupaten Kuningan ada di Windusengkahan
  2. Gerakan Pemuda Banser ada di Pendopo Bupati
  3. Kader Inti Pemuda Anti Narkoba (KIPAN) Kabupaten Kuningan ada di Bekas Gedung Dinas Sosial Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Sebelahan dengan Kantor Sekretariat DPRD dan Polres Kuningan
  4. Sekretariat Pramuka ada di Jalaksana bernama Sekretariat Kwarcab Pramuka Kuningan

Fasilitas Olahraga

[sunting | sunting sumber]

Kuningan mempunyai salah satu stadion yaitu Stadion Mashud Wisnusaputra yang merupakan markas dari Pesik Kuningan. Terletak persis di pusat kota Kuningan, stadion Mashud Wisnusaputra mempunyai kapasitas sebesar 10.000 penonton, termasuk ke dalam stadion kategori D+ untuk tingkat nasional. Di dalam kompleks stadion Mashud Wisnusaputra terdapat gelanggang basket, tenis lapangan, lapangan voli dan lintasan atletik, juga terdapat wisma yang representatif. Selain itu di Luragung terdapat kolam renang Tirta Agung Mas salah satu kolam renang ukuran olimpiade di Jawa Barat.

Pariwisata

[sunting | sunting sumber]

Makanan Khas

[sunting | sunting sumber]
Peuyeum Kuningan

Makanan dan Minuman: Opak Bakar KARTIKA, Peuyeum, Jeruk Nipis Peras, Angling, Nasi Kasreng (Nasi Bungkus ciri Khas Luragung), Golono (Gorengan Khas Dari Luragung), Keripik Becak, Gaplek Luragung dan Raragudig, ketempling, rengginang.

Cendera mata

[sunting | sunting sumber]
  • Batu Ony
  • Batu Granit
  • Suiseki
  • Bonsai
  • Cincin
  • Peti Antik
  • Calung

Transportasi

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ a b c "Visualisasi Data Kependudukan - Kementerian Dalam Negeri 2024" (Visual). www.dukcapil.kemendagri.go.id. Diakses tanggal 31 Agustus 2024. 
  2. ^ "Indeks Pembangunan Manusia 2020-2021". www.bps.go.id. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2021-12-01. Diakses tanggal 4 Maret 2022. 
  3. ^ Kautsar, Nurul Diva (2020-10-16). Diva, Nurul, ed. "Mengenal Si Windu, Kuda Putih Perkasa yang Jadi Ikon Kabupaten Kuningan". Merdeka.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2022-02-13. Diakses tanggal 2022-02-13. 
  4. ^ Ekajati, E.S. (2003). Sejarah Kuningan dari masa Prasejarah hingga Terbentuknya Kabupaten. Bandung: Kiblat Buku Utama. hlm. 22–24. 
  5. ^ a b c d e f Kurasawa, Aiko (1993). Mobilisasi dan kontrol : studi tentang perubahan sosial di pedesaan Jawa, 1942-1945. Jakarta: Diterbitkan atas kerja sama Yayasan Karti Sarana dengan Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia. ISBN 979-553-261-8. OCLC 30065825. 
  6. ^ "Kilas Sejarah Kuningan". Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Kuningan. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-08-25. Diakses tanggal 25 Agustus 2019. 
  7. ^ Regeerings-almanak voor Nederlandsch-Indie 1882 (dalam bahasa Belanda). Batavia: Landsdrukkerij. 1881. hlm. 170. 
  8. ^ "Boepatie van Koeningan Overleden". www.delpher.nl (dalam bahasa Belanda). Diakses tanggal 2021-03-13. 
  9. ^ Regeerings-almanak voor Nederlandsch-Indie 1898 (dalam bahasa Belanda). Batavia: Landsdrukkerij. 1898. hlm. 170. 
  10. ^ Regeerings-almanak voor Nederlandsch-Indie 1919 (dalam bahasa Belanda). Batavia: Landsdrukkerij. 1919. hlm. 172. 
  11. ^ "Gevonden in Delpher - Het nieuws van den dag voor Nederlandsch-Indië". www.delpher.nl (dalam bahasa Belanda). Diakses tanggal 2021-03-13. 
  12. ^ "Gevonden in Delpher - Bataviaasch nieuwsblad". www.delpher.nl (dalam bahasa Belanda). Diakses tanggal 2021-03-13. 
  13. ^ "Gevonden in Delpher - Bataviaasch nieuwsblad". www.delpher.nl (dalam bahasa Belanda). Diakses tanggal 2021-03-13. 
  14. ^ "Gevonden in Delpher - De Preanger-bode". www.delpher.nl (dalam bahasa Belanda). Diakses tanggal 2021-03-13. 
  15. ^ "Gevonden in Delpher - De locomotief". www.delpher.nl (dalam bahasa Belanda). Diakses tanggal 2021-03-13. 
  16. ^ Regeerings-Almanak voor Nederlandsch-Indie 1941 (dalam bahasa Belanda). Batavia: Landsdrukkerij. 1941. hlm. 296. 
  17. ^ "Personalia - Het dagblad : uitgave van de Nederlandsche Dagbladpers te Batavia". www.delpher.nl (dalam bahasa Belanda). Diakses tanggal 2021-03-13. 
  18. ^ Acep Purnama Resmi Dilantik Jadi Bupati Kuningan Website Resmi Pemda Kab. Kuningan
  19. ^ Gubernur Lantik Dede Sembada Jadi Wabup Kuningan Diarsipkan 2021-06-21 di Wayback Machine. Website Resmi Pemprov Jawa Barat
  20. ^ Raden Iip Hidajat Resmi di Lantik Sebagai Pj. Bupati Kuningan Official Website Kabupaten Kuningan
  21. ^ "PEROLEHAN KURSI DPRD KAB. KUNINGAN 2014-2019". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2020-08-09. Diakses tanggal 2020-05-15. 
  22. ^ Perolehan Kursi DPRD Kab. Kuningan 2019-2024
  23. ^ KPU Kuningan Tetapkan 50 Anggota DPRD Pemenang Pemilu Legislatif 2024, Iip Hidajat : Bayar Kepercayaan Rakyat Dengan Mewakili Kepentingan Rakyat
  24. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli tanggal 29 Desember 2018. Diakses tanggal 3 Oktober 2019. 
  25. ^ "Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 72 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Permendagri nomor 137 Tahun 2017 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan". Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. Diarsipkan dari versi asli (PDF) tanggal 25 Oktober 2019. Diakses tanggal 15 Januari 2020. 
  26. ^ Kode Pos Kabupaten Kuningan
  27. ^ "Karakteristik Penduduk Jawa Barat Hasil Sensus Penduduk 2000" (pdf). www.jabar.bps.go.id. 1 November 2001. hlm. 72. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2023-01-19. Diakses tanggal 17 September 2022. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]