Proklamasi Kemerdekaan Indonesia: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Erwin Mulialim (bicara | kontrib)
kTidak ada ringkasan suntingan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Add 1 book for Wikipedia:Pemastian (20231209)) #IABot (v2.0.9.5) (GreenC bot
 
(361 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{bedakan
[[Berkas:Indonesia declaration of independence 17 August 1945.jpg|thumb|400px|'''[[Soekarno|Ir. Soekarno]]''' membacakan teks '''Naskah "''Proklamasi Kemerdekaan [[Indonesia|Republik Indonesia]]''"''' yang sudah diketik oleh ''[[Sayuti Melik|Mohamad Ibnu Sayuti Melik]]'' dan telah ditandatangani oleh '''''[[Soekarno]]-[[Mohammad Hatta|Hatta]]'''''.]]


|Hari Kemerdekaan Republik Indonesia
'''Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia''' pada hari [[Jumat]], tanggal [[17 Agustus]] [[1945]] [[Masehi|tahun Masehi]], atau tanggal [[17 Agustus]] 2605 menurut [[Kalender Jepang|tahun Jepang]], yang dibacakan oleh [[Soekarno|Ir. Soekarno]] dengan didampingi oleh [[Mohammad Hatta|Drs. Mohammad Hatta]] bertempat di [[Jalan Pegangsaan Timur No. 56|Jalan Pegangsaan Timur 56]] – [[Jakarta Pusat]].
|Tujuhbelasan


}}


[[Berkas:Indonesia declaration of independence 17 August 1945.jpg|jmpl|260px|[[Soekarno]] membacakan [[naskah Proklamasi]] Kemerdekaan [[Indonesia|Republik Indonesia]] yang sudah diketik oleh [[Sayuti Melik]] dan telah ditandatangani oleh Soekarno-[[Mohammad Hatta|Hatta]]]]
== Latar belakang ==
[[Berkas:Collectie_NMvWereldculturen,_TM-33002401,_Prentbriefkaart-_Het_Proklamasi-monument_in_Pegangsaan_Timur,_Djakarta,_Kementerian_Penerangan_(KEMPEN),_1950-1960.jpg|jmpl|Rumah Proklamasi lengkap dengan Tugu Proklamasi sekitar tahun 1950-1960 di Jalan Pegangsaan Timur (sekarang Jalan Proklamasi). Kedua bangunan tersebut kini telah hancur.|260px]]
{{Sejarah Indonesia}}
Pada tanggal [[6 Agustus]] [[1945]] sebuah [[bom atom]] dijatuhkan di atas kota [[Hiroshima, Hiroshima|Hiroshima]] Jepang oleh [[Amerika Serikat]] yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia [[BPUPKI]], atau "Dokuritsu Junbi Cosakai", berganti nama menjadi PPKI ([[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]]) atau disebut juga ''Dokuritsu Junbi Inkai'' dalam bahasa Jepang, untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal [[9 Agustus]] [[1945]], bom atom kedua dijatuhkan di atas [[Nagasaki]] sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.


'''Proklamasi Kemerdekaan Indonesia''' dilaksanakan pada hari {{tanggal|1945|8|17}} [[Masehi|tahun Masehi]], atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut [[tahun Jepang]] (''kōki'') (17 Agustus [[Zaman Shōwa|Shōwa]] 20 dalam [[Nama zaman di Jepang|penanggalan Jepang]] itu sendiri), yang dibacakan oleh [[Soekarno]] dengan didampingi oleh [[Mohammad Hatta]] di sebuah rumah di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, [[Jakarta Pusat]].
[[Berkas:Indonesian flag raised 17 August 1945.jpg|300px|thumb]]
Soekarno, Hatta selaku pimpinan [[PPKI]] dan [[Radjiman Wedyodiningrat]] sebagai mantan ketua [[BPUPKI]] diterbangkan ke [[Dalat]], 250 km di sebelah timur laut [[Saigon]], [[Vietnam]] untuk bertemu [[Marsekal Terauchi]]. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sementara itu di [[Indonesia]], pada tanggal [[10 Agustus]] [[1945]], [[Sutan Syahrir]] telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.


Chairul Basri, yang bekerja pada kantor propaganda Jepang, disuruh mencari rumah yang berhalaman luas. Rumah Pegangsaan Timur 56 milik orang Belanda ditukar dengan rumah lain di Jalan Lembang. Jadi rumah itu memang disiapkan Jepang untuk Bung Karno. Chairul tidak menyebut nama pemilik rumah itu. Saat diambil alih pemerintah Jepang untuk Sukarno, rumah itu milik Mr. Jhr. P.R. Feith seperti disebut Kwee Kek Beng, pemimpin redaksi koran ''Sin Po'' dari 1925 sampai 1947, dalam ''Doea Poeloe Lima Tahon Sebagi Wartawan, 1922–1947'' (1948).
Pada tanggal [[12 Agustus]] [[1945]], [[Jepang]] melalui [[Marsekal Terauchi]] di [[Dalat]], Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI.<ref>[http://sejarahkita.blogspot.com/2006/07/sekitar-proklamasi-1.html Sekitar Proklamasi 1 oleh Rushdy Hoesein]</ref> Meskipun demikian Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.


Dari pemberitaan di koran ''Sin Po'' 5 Juli 1948 diketahui bahwa rumah tersebut merupakan rumah bersejarah bagi bangsa Indonesia karena menjadi tempat diproklamasikannya kemerdekaan. Rumah tersebut juga pernah dipakai sebagai rumah pertemuan. Belanda juga pernah memfungsikan rumah tersebut sebagai rumah tawanan juga. Rumah itu pun berubah lagi menjadi Gedung Republik. Hingga akhirnya pemiliknya yang orang Belanda menjualnya seharga 250 ribu gulden (ƒ). Rumah ini akhirnya dibeli oleh pemerintah Indonesia. Begini bunyi pemberitaan tersebut:
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, [[Sutan Syahrir]] mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat.
Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] (PPKI). Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang (sic).


"Eigenaar (pemilik rumah) itoe roemah jang baroe sadja kombali dari Nederland telah menetapken mendjoel miliknja dengen harga ƒ 250.000,- pada pemerentah repoeblik"
[[Berkas:Indonesia flag raising witnesses 17 August 1945.jpg|300px|thumb]]
[[Berkas:Koran-sin-po-soal-riwayat-pembelian-rumah-pegangsaan-56-dok-koleksi-kliping-oleh-ravando-lie.jpeg|jmpl]]
Pada tanggal [[14 Agustus]] [[1945]] Jepang menyerah kepada [[Sekutu]]. Tentara dan [[Angkatan Laut Jepang]] masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio [[BBC]]. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.
Dari sini belum ditemukan bukti keterkaitan antara pembelian rumah oleh pemerintah Republik Indonesia di tahun 1948 dengan informasi sumbangan rumah Pegangsaan Timur 56 oleh Faradj Martak sebagaimana tertera di dalam surat Ir. M. Sitompoel, Menteri Pekerjaan Umum dan Perhubungan, tanggal 14 Agustus 1950.


Proklamasi yang dibacakan dari rumah Pegangsaan Timur 56 tersebut menandai dimulainya perlawanan diplomatik dan bersenjata dari [[Revolusi Nasional Indonesia]], yang berperang melawan pasukan [[Belanda]] dan warga sipil pro-Belanda, hingga Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949.<ref>{{Cite book|title=American visions of the Netherlands East Indies/Indonesia: US foreign policy and Indonesian nationalism,1920-1949|url=https://archive.org/details/americanvisionsn00goud|last=Gouda|first=Frances|publisher=Amsterdam University Press|year=2002|isbn=|location=Amsterdam|pages=[https://archive.org/details/americanvisionsn00goud/page/n36 36]}}</ref>
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (''Gunsei'') untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di ''Koningsplein'' (Medan Merdeka). Tapi kantor tersebut kosong.


Pada tahun 2005, Belanda menyatakan bahwa mereka telah memutuskan untuk menerima secara ''[[de facto]]'' tanggal 17 Agustus 1945 sebagai tanggal kemerdekaan [[Indonesia]].<ref name=jp2>{{cite news|first=|last=|title=Dutch govt expresses regrets over killings in RI|url=http://www.thejakartapost.com/news/2005/08/18/dutch-govt-expresses-regrets-over-killings-ri.html|work=[[Jakarta Post]]|publisher=|date=18 Agustus 2005|accessdate=23 November 2008|deadurl=yes|archiveurl=https://web.archive.org/web/20110607140113/http://www.thejakartapost.com/news/2005/08/18/dutch-govt-expresses-regrets-over-killings-ri.html|archivedate=7 Juni 2011|df=dmy-all}}</ref> Namun, pada tanggal 14 September 2011, pengadilan Belanda memutuskan dalam kasus [[pembantaian Rawagede]] bahwa Belanda bertanggung jawab karena memiliki tugas untuk mempertahankan penduduknya, yang juga mengindikasikan bahwa daerah tersebut adalah bagian dari [[Hindia Timur Belanda]], bertentangan dengan klaim Indonesia atas 17 Agustus 1945 sebagai tanggal kemerdekaannya.<ref>{{Cite web | url=https://uitspraken.rechtspraak.nl/inziendocument?id=ECLI:NL:RBSGR:2011:BS8793 |title = ECLI:NL:RBSGR:2011:BS8793, voorheen LJN BS8793, BY9458, Rechtbank 's-Gravenhage, 354119 / HA ZA 09-4171|date = 14 September 2011}}</ref> Dalam sebuah wawancara tahun 2013, sejarawan Indonesia [[Sukotjo]], meminta pemerintah Belanda untuk secara resmi mengakui tanggal kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.<ref>{{cite web|author= |url=http://nos.nl/video/549112-indonesie-wil-erkenning-onafhankelijkheidsdag.html |title=Indonesië wil erkenning onafhankelijkheidsdag |language=nl |publisher=[[Nederlandse Omroep Stichting]] |date=8 September 2013 |accessdate=15 September 2013}}</ref> [[Perserikatan Bangsa-Bangsa]] mengakui tanggal 27 Desember 1949 sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia.<ref>{{cite web|url=http://www.un.org/en/decolonization/nonselfgov.shtml#n|title=The United Nations and Decolonization - Trust and Non-Self-Governing Territories (1945-1999)|publisher=United Nations}}</ref>
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor ''Bukanfu'', [[Maeda Tadashi|Laksamana Muda Maeda]], di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jl Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.


[[Naskah Proklamasi]] ditandatangani oleh Sukarno (yang menuliskan namanya sebagai "Soekarno" menggunakan ortografi Belanda) dan Mohammad Hatta,<ref name="auto2">{{Cite book|title=Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946|last=Anderson|first=Benedict|publisher=Equinox Publishing|year=2006|isbn=|location=Indonesia|pages=83}}</ref> yang kemudian ditunjuk sebagai presiden dan wakil presiden berturut-turut sehari setelah proklamasi dibacakan.<ref>{{cite web|url=https://ericwja.wordpress.com/2011/12/07/indonesia-proclamation-hero-mr-soekarno/|title=Indonesia Proclamation Hero : Mr.Soekarno.|date=7 Desember 2011|publisher=}}</ref><ref>{{Cite book|title=Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946|last=Anderson|first=Benedict|publisher=Equinox Publishing|year=2006|isbn=|location=Indonesia|pages=88}}</ref>
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi [[peristiwa Rengasdengklok]].


[[Hari Kemerdekaan Republik Indonesia|Hari Kemerdekaan]] dijadikan sebagai [[Hari libur nasional di Indonesia|hari libur nasional]] melalui keputusan pemerintah yang dikeluarkan pada 18 Juni 1946.{{sfn|Osman|1953|pp=621-622}}


== Peristiwa Rengasdengklok ==
== Latar belakang ==
{{Sejarah Indonesia}}
{{utama|peristiwa Rengasdengklok}}
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah [[Pengeboman atom Hiroshima dan Nagasaki|bom atom dijatuhkan]] di atas kota [[Hiroshima, Hiroshima|Hiroshima]] Jepang oleh [[Amerika Serikat]] yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian, [[Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan|Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan]] (disingkat BPUPK; {{lang-ja|独立準備調査会}}, ''Dokuritsu Junbi Chōsa-kai''), berganti nama menjadi [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] (disingkat PPKI; {{lang-ja|独立準備委員会}}, ''Dokuritsu Junbi Iin-kai''), untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas [[Nagasaki]], yang menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.{{sfn|Kahin|1952|p=127}}
Para pemuda pejuang, termasuk [[Chaerul Saleh]], [[Sukarni]], dan [[Wikana]] --yang konon kabarnya terbakar gelora heroismenya setelah berdiskusi dengan [[Tan Malaka|Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka]] --yang tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran, dan pada dini hari tanggal [[16 Agustus]] [[1945]]. Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka membawa Soekarno (bersama [[Fatmawati]] dan [[Guntur]] yang baru berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai [[peristiwa Rengasdengklok]]. Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.
Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu [[Ahmad Subardjo|Mr. Ahmad Soebardjo]] melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke [[Rengasdengklok]]. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu - buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang kerumah masing-masing. Mengingat bahwa hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.


Soekarno dan Hatta selaku pimpinan PPKI serta [[Radjiman Wedyodiningrat]] sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke [[Dalat]], 250&nbsp;km di sebelah timur laut [[Saigon]], [[Vietnam]], untuk bertemu Marsekal [[Hisaichi Terauchi]], pimpinan tertinggi Jepang di Asia Tenggara dan putra mantan [[Perdana Menteri Jepang|Perdana Menteri]] [[Terauchi Masatake]]. Mereka bertiga dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.<ref>{{Cite book|title=The blue-eyed enemy: Japan against the West in Java and Luzon, 1942-1945|last=Friend|first=Theodore|publisher=Princeton University Press|year=2014|isbn=|location=New Jersey|pages=84}}</ref> Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, [[Sutan Syahrir]] telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.<ref>{{Cite book|title=The blue-eyed enemy: Japan against the West in Java and Luzon, 1942-1945|last=Friend|first=Theodore|publisher=Princeton University Press|year=2014|isbn=|location=New Jersey|pages=81}}</ref>


Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta, dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, berdasarkan tim PPKI.{{sfn|Kahin|1952|p=127}}{{sfn|Ricklefs|2008|p=339-341}} Meskipun demikian, Terauchi menginginkan proklamasi diadakan pada 24 Agustus 1945.<ref>{{Cite journal|last=Sluimers|first=Laszlo|date=1996|title=The Japanese military and Indonesian independence|url=|journal=Journal of Southeast Asian Studies|volume=27|issue=1|pages=34|via=}}</ref> Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta, dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang telah menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang.{{sfn|Inomata|1952|p=108}} Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat.<ref>{{Cite book | last = Ricklefs| first = M.C. | author-link = M. C. Ricklefs | title = A History of Modern Indonesia Since c.1300 | publisher = MacMillan |location = London| edition = 4th | year = 2008 | origyear = 1981 | isbn = 978-0-230-54685-1|page=336}}</ref> Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak PPKI. Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang.{{sfn|Kahin|1952|p=127}}{{sfn|Ricklefs|2008|p=342}}
==== Pertemuan Soekarno/Hatta dengan Jenderal Mayor Nishimura dan Laksamana Muda Maeda ====
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal [[Moichiro Yamamoto]], Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (''Gunseikan'') di [[Hindia Belanda]] tidak mau menerima Sukarno-Hatta yang diantar oleh [[Tadashi Maeda]] dan memerintahkan agar Mayor Jenderal [[Otoshi Nishimura]], Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal [[16 Agustus]] [[1945]] telah diterima perintah dari [[Tokyo]] bahwa Jepang harus menjaga ''status quo'', tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di [[Dalat]], [[Vietnam]]. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokio dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.


[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM In de haven van Kupang (Timor) luisteren de Japanse bevelhebber kolonel Kaida Tatuichi en zijn stafcommandant majoor Muiosu Slioji aan dek van H TMnr 10001519.jpg|jmpl|kiri|Komandan Jepang mendengarkan ketentuan penyerahan diri]]
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah [[Maeda Tadashi|Laksamana Maeda]] (kini Jalan Imam Bonjol No.1) diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks [[Proklamasi]]. Setelah menyapa Sukarno-Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh [[Soekarni]], [[B.M. Diah]], Sudiro (Mbah) dan [[Sayuti Melik]]. Myoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif. Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of power". Bung Hatta, Subardjo, B.M Diah, Sukarni, Sudiro dan Sajuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.
Pada tanggal 2 September 1945 Jepang secara resmi menyerah kepada [[Blok Sekutu dalam Perang Dunia II|Sekutu]] di kapal [[USS Missouri (BB-63)|USS Missouri]].<ref>{{Cite book|title=The decline of constitutional democracy in Indonesia|url=https://archive.org/details/bub_gb_VAH0W9uxoqoC|last=Feith|first=Herbert|publisher=Equinox Publishing|year=2006|isbn=|location=Singapore|pages=[https://archive.org/details/bub_gb_VAH0W9uxoqoC/page/n30 7]–8}}</ref> Tentara dan [[Angkatan Laut Jepang]] masih berkuasa di Indonesia karena Jepang berjanji akan mengembalikan ''kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu''. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio [[BBC]]. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.


Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (''Gunsei'') untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di ''Koningsplein'' (Medan Merdeka). Namun, kantor tersebut kosong.
Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.<ref>Zahorka, H. [http://www.bogor.indo.net.id/indonesia.tuguperingatanjerman/#akhir Sejarah dari Tugu Peringatan Pahlawan Jerman di Arca Domas, Indonesia].</ref> Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di [[Lapangan Ikada]], namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, [[Jalan Pegangsaan Timur 56]]<ref>[http://sejarahkita.blogspot.com/2006/08/sekitar-proklamasi-5.html Sekitar Proklamasi 5 oleh Rushdy Hoesein]</ref> (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).


Soekarno dan Hatta bersama [[Achmad Soebardjo]] kemudian ke kantor ''Bukanfu'', [[Maeda Tadashi|Laksamana Muda Maeda]], di Jalan Medan Merdeka Utara (rumah Maeda di Jalan Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat dan menjawab bahwa ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari tempat Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan PPKI pada pukul 10.00 pagi tanggal 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No. 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.{{sfn|Inomata|1952|p=108}}


Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10.00 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul.{{sfn|Inomata|1952|p=108}}
== Detik-detik Pembacaan Naskah Proklamasi ==
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung pukul 02.00 - 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan di laksamana Tadashi Maeda Jln Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik, Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia. Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, [[Jalan Pegangsaan Timur 56]] telah hadir antara lain [[Soewirjo]], [[Wilopo]], [[Gafar Pringgodigdo]], [[Tabrani]] dan [[SK Trimurti|Trimurti]]. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh [[Soewirjo]], wakil walikota Jakarta saat itu dan [[dr. Moewardi|Moewardi]], pimpinan [[Barisan Pelopor]].


== Peristiwa Rengasdengklok ==
Pada awalnya [[SK Trimurti|Trimurti]] diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah [[Latief Hendraningrat]], seorang prajurit [[PETA]], dibantu oleh [[Soehoed]] untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih ([[Sang Saka Merah Putih]]), yang dijahit oleh [[Fatmawati]] beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu [[Indonesia Raya]].<ref>''ibid''</ref>. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.
{{utama|Peristiwa Rengasdengklok}}
[[Berkas:Altar ruang tamu 2.jpg|jmpl|Rumah [[Djiaw Kie Siong]] di Rengasdengklok, Karawang dijadikan sebagai lokasi "penculikan" Sukarno-Hatta.]]
Para pemuda pejuang, termasuk [[Chaerul Saleh]], [[Sukarni]], dan [[Wikana]] yang terbakar gelora kepahlawanannya setelah berdiskusi dengan [[Tan Malaka|Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka]]. Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, mereka bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, membawa Soekarno (bersama [[Fatmawati]] dan [[Guntur Soekarnoputra|Guntur]] yang baru berusia 9 bulan) serta Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai [[Peristiwa Rengasdengklok]]. Tujuannya adalah agar Soekarno dan Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.<ref>{{cite web |url=https://www.selasar.com/jurnal/37576/16-Agustus-Menelisik-Memori-Bersejarah-Peristiwa-Rengasdengklok |title=16 Agustus: Menelisik Memori Bersejarah Peristiwa Rengasdengklok |date=16 Agustus 2017 |accessdate=17 Agustus 2019 |website=Selasar.com |first=Muhammad Iman |last=Abdurrahman |archive-date=2019-08-17 |archive-url=https://web.archive.org/web/20190817151959/https://www.selasar.com/jurnal/37576/16-Agustus-Menelisik-Memori-Bersejarah-Peristiwa-Rengasdengklok |dead-url=yes }}</ref>


Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Achmad Soebardjo melakukan perundingan. Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta.<ref name="rengasdengklok">{{cite book |author=Her Suganda |authorlink= |title=Rengasdengklok - Revolusi dan Peristiwa |url=https://books.google.com/books?id=ft6UZaWOKU4C&pg=PA95 |accessdate=26 Mei 2013 |year=2009 |publisher=Kompas |location=Jakarta |isbn= 9787977094355 |pages=92–96}}</ref> Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang ke rumah masing-masing. Mengingat bahwa [[Hotel Des Indes]] (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10.00 malam, maka tawaran Laksamana Muda [[Maeda Tadashi]] untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan [[Naskah Proklamasi|teks proklamasi]]) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.<ref>{{cite news |last1=Isnaeni |first1=Hendri F. |title=Begini Naskah Proklamasi Dirumuskan |url=https://historia.id/modern/articles/begini-naskah-proklamasi-dirumuskan-P3eXj |accessdate=13 Januari 2019 |work=historia.id |date=16 Agustus 2015}}</ref><ref name="auto1">{{Cite book|last=Anderson|first=Benedict|year=2006|title=Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946|location=Indonesia|publisher=Equinox Publishing|isbn=|pages=82}}</ref>
Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota [[Barisan Pelopor]] yang dipimpin S.Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.<ref>''ibid''</ref>


== Penyusunan naskah Proklamasi ==
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai [[UUD 45]]. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.
Pada malam hari setelah Peristiwa Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal [[Moichiro Yamamoto]], Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (''Gunseikan'') di [[Hindia Belanda]] tidak mau menerima Sukarno–Hatta yang diantar oleh Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga ''status quo'', tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat "''bushido''", ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Sukarno–Hatta lantas meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.


[[Berkas:ProclamationMuseum.jpg|jmpl|Kediaman Laksamana [[Tadashi Maeda]], lokasi perumusan naskah proklamasi. Sejak 1992, gedung ini dijadikan sebagai [[Museum Perumusan Naskah Proklamasi|museum]].<ref name="museumindonesia">{{cite web |url=http://www.museumindonesia.com/museum/39/1/Museum_Perumusan_Naskah_Proklamasi_Jakarta |title=Museum Perumusan Naskah Proklamasi Indonesia |year=2009 |website=www.museumindonesia.com |publisher=Museum Indonesia |accessdate=17 Agustus 2019}}</ref>]]
Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.
Setelah dari rumah Nishimura, mereka menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No. 1) diiringi oleh [[Shunkichiro Miyoshi]] guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi.<ref name="auto3">{{Cite book | last = Ricklefs| first = M.C. | author-link = M. C. Ricklefs | title = A History of Modern Indonesia Since c.1300 | publisher = MacMillan |location = London| edition = 4 | year = 2008 | origyear = 1981 | isbn = 978-0-230-54685-1|page=342}}</ref> Setelah menyapa Sukarno dan Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Teks proklamasi ditulis di ruang makan laksamana Tadashi Maeda. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Soekarno, Hatta, dan Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir [[B.M. Diah]], [[Sayuti Melik]], [[Soekarni]], dan Soediro.<ref>{{Cite book|last=Anderson|first=Benedict|year=2006|title=Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946|location=Indonesia|publisher=Equinox Publishing|isbn=|pages=71}}</ref><ref>{{Cite book|last=Gouda|first=Frances|year=2002|url=https://archive.org/details/americanvisionsn00goud|title=American visions of the Netherlands East Indies/Indonesia: US foreign policy and Indonesian nationalism,1920-1949|location=Amsterdam|publisher=Amsterdam University Press|isbn=|pages=[https://archive.org/details/americanvisionsn00goud/page/n45 45]}}</ref> Miyoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif.<ref>Nishijima, "The Nationalist in Java, 1943-1945," dalam Reid & Oki, eds. ''The Japanese Experience in Indonesia'' hlm. 262.</ref> Tentang hal ini, Soekarno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "''transfer of power''".<ref name="auto1"/><ref name="auto3"/> Hatta, Subardjo, B.M. Diah, Sukarni, Sudiro dan Sayuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima, tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.<ref>Touwen-Bouwsma, E. (1996). [http://www.jstor.org/stable/20071754 "The Indonesian Nationalists and the Japanese "Liberation" of Indonesia: Visions and Reactions"]. ''Journal of Southeast Asian Studies'', 27(1), hlm. 1-18.</ref>


Menurut sejarawan [[Ben Anderson|Benedict Anderson]], kata-kata dan deklarasi proklamasi tersebut harus menyeimbangkan kepentingan kepentingan internal Indonesia dan Jepang yang saling bertentangan pada saat itu.<ref name="auto1" /> Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung dari pukul dua hingga empat dini hari.<ref name="auto">{{Cite book|last=Gouda|first=Frances|year=2002|url=https://archive.org/details/americanvisionsn00goud|title=American visions of the Netherlands East Indies/Indonesia: US foreign policy and Indonesian nationalism,1920-1949|location=Amsterdam|publisher=Amsterdam University Press|isbn=|pages=[https://archive.org/details/americanvisionsn00goud/page/n119 119]}}</ref> Setelah konsep selesai disepakati, Soekarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia,<ref name="auto2" /> dan Sayuti menyalin dan mengetik naskah tersebut,<ref name=jp>{{cite news |first=|last=|title=Former governor Ali Sadikin, freedom fighter SK Trimurti die |url=http://www.thejakartapost.com/news/2008/05/21/former-governor-ali-sadikin-freedom-fighter-sk-trimurti-die.html |work= [[Jakarta Post]] |publisher= |date=21 Mei 2008 |accessdate=7 Juni 2008}}</ref><ref name=tempo>{{cite news|first=Dian|last=Yuliastuti|title=Freedom Fighter SK Trimurti Dies|url=http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/05/21/brk,20080521-123376,uk.html|work=Tempo Interactive|publisher=|date=21 Mei 2008|accessdate=7 Juni 2008|deadurl=yes|archiveurl=https://web.archive.org/web/20110927214543/http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/05/21/brk,20080521-123376,uk.html|archivedate=27 September 2011|df=dmy-all}}</ref> menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan Angkatan Laut Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.<ref>Zahorka, H. [http://www.bogor.indo.net.id/indonesia.tuguperingatanjerman/#akhir Sejarah dari Tugu Peringatan Pahlawan Jerman di Arca Domas, Indonesia]{{Pranala mati|date=April 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}.</ref> Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di [[Lapangan Ikada]], namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56<ref name=":0">{{Cite book|title=A history of modern Indonesia|last=Vickers|first=Adrian|publisher=Cambridge University Press|year=2013|isbn=|location=New York|pages=2}}</ref> (sekarang Jalan Proklamasi Nomor 1).


== Isi Teks Proklamasi ==
== Pembacaan naskah proklamasi ==
[[Berkas:Proclamation Monument Jakarta.JPG|jmpl|[[Tugu Proklamasi]] di Jalan Proklamasi (dulu Jalan Pegangsaan Timur) tempat dibacakannya Naskah Proklamasi Otentik pada tanggal [[17 Agustus]] [[1945]]]]
[[Berkas:Proklamasi Klad.jpg|thumb|right|300px|Teks '''Naskah "''Proklamasi Klad''"''' yang ditempatkan di ''[[Monumen Nasional]]'' (''[[Monumen Nasional|Monas]]'').]]
[[Berkas:SoekarnoDoaProKemRI.jpg|jmpl|kiri|[[Soekarno]] berdoa sebelum memproklamasikan kemerdekaan Indonesia]]
Pada pagi hari, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain [[Suwiryo|Soewirjo]], [[Wilopo]], [[Gafar Pringgodigdo]], [[Mohammad Tabrani]], dan [[S.K. Trimurti|Trimurti]]. Acara dimulai pada pukul 10.00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Setelah itu, [[Sang Saka Merah Putih]], yang telah dijahit oleh [[Fatmawati]], dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh [[Suwiryo|Soewirjo]], wakil wali kota Jakarta saat itu dan [[dr. Moewardi|Moewardi]], pimpinan [[Barisan Pelopor]].

[[Berkas:Indonesian flag raised 17 August 1945.jpg|jmpl|kiri|Pengibaran bendera pada 17 Agustus 1945.]]
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera, tetapi ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah [[Latief Hendraningrat]], seorang prajurit [[PETA]], dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu [[Indonesia Raya]].<ref name=":0" /> Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di [[Monumen Nasional]].<ref>{{Cite news|url=https://metro.tempo.co/read/894517/bendera-pusaka-disimpan-dalam-kaca-antipeluru-di-monas|title=Bendera Pusaka Disimpan dalam Kaca Antipeluru di Monas |work=[[Tempo.co]] |date=26 Juli 2017 |accessdate=17 Agustus 2019|editor-last=Anwar |editor-first=Ali }}</ref>

Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S. Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, tetapi ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.<ref name=":0" />

[[Berkas:Indonesia flag raising witnesses 17 August 1945.jpg|jmpl|Dikibarkannya bendera Indonesia pada 17 Agustus 1945.]]
Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai [[Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945|UUD 1945]]. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.

Setelah itu Soekarno dan Mohammad Hatta terpilih atas usul dari [[Otto Iskandardinata]] dan persetujuan dari PPKI sebagai [[Presiden Indonesia|presiden]] dan [[Wakil Presiden Indonesia|wakil presiden]] Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh [[KNIP|sebuah Komite Nasional]].{{sfn|Ricklefs|1991|p=213}}{{sfn|Taylor|2003|p=325}}{{sfn|Reid|1974|p=30}}

== Isi teks proklamasi ==
{{main|Naskah Proklamasi|Teks Proklamasi}}
[[Berkas:Proklamasi Klad.jpg|jmpl|[[Naskah Proklamasi|Teks Naskah Proklamasi]] atau ''Proklamasi Klad'' yang ditempatkan di [[Monumen Nasional]]]]


=== Naskah Proklamasi Klad ===
=== Naskah Proklamasi Klad ===
Teks naskah ''Proklamasi Klad'' adalah asli merupakan tulisan tangan sendiri oleh '''[[Soekarno|Ir. Soekarno]]''' sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh ''[[Mohammad Hatta|Drs. Mohammad Hatta]]'' dan ''[[Achmad Soebardjo|Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo]]'', yang isinya adalah sebagai berikut :
''Proklamasi Klad'' adalah [[Naskah Proklamasi|naskah asli proklamasi]] yang merupakan tulisan tangan sendiri oleh Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Hatta dan Achmad Soebardjo. Adapun perumus proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia terdiri dari Tadashi Maeda, [[Tomegoro Yoshizumi]], S. Nishijima, S. Miyoshi, Mohammad Hatta, Soekarno, dan Achmad Soebardjo.<ref name="ReferenceA">Basyral Hamidy Harahap, Harian KOMPAS edisi 16 Agustus 2001</ref>

Para pemuda yang berada di luar meminta supaya teks proklamasi bunyinya keras. Namun Jepang tak mengizinkan. Beberapa kata yang dituntut adalah "penyerahan", "dikasihkan", diserahkan", atau "merebut". Akhirnya yang dipilih adalah "pemindahan kekuasaan".<ref name="ReferenceA"/> Setelah dirumuskan dan dibacakan di rumah orang Jepang, isi proklamasi pun disiarkan di radio Jepang.

Berikut isi proklamasi tersebut:


{{quotation|
::::::::::'''''<u>Proklamasi</u>'''''
::::::::::'''''<u>Proklamasi</u>'''''


:'''''Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.''''' <br />
:'''''Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.'''''
:'''''Hal<sup>2</sup> jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan''''' <br />
:'''''Hal<sup>2</sup> jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan'''''
:'''''dengan tjara seksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.'''''
:'''''dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.'''''


::::::::::::::'''''Djakarta, 17 - 8 - '05''''' <br />
::::::::::::::'''''Djakarta, 17 - 8 - '05'''''
::::::::::::::'''''Wakil<sup>2</sup> bangsa Indonesia.''''' <br />
::::::::::::::'''''Wakil<sup>2</sup> bangsa Indonesia.'''''
}}


Naskah Proklamasi Klad ini ditinggal begitu saja dan bahkan sempat masuk ke tempat sampah di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda. B.M. Diah menyelamatkan naskah bersejarah ini dari tempat sampah dan menyimpannya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari, hingga diserahkan kepada Presiden [[Soeharto]] di [[Bina Graha]] pada 29 Mei 1992.<ref>{{cite web|url=https://www.merahbirunews.com/fakta-tentang-naskah-proklamasi-republik-indonesia-1730.html|title=Fakta Tentang Naskah Proklamasi Republik Indonesia - Media Online Kaltara|first=Herry|last=Fitrian|date=16 Agustus 2014|publisher=}}</ref><ref>{{cite web|url=https://www.google.com/search?tbo=p&tbm=bks&q=isbn:9793210052|title=isbn:9793210052 - Google Search|website=www.google.com}}</ref>


=== Naskah baru setelah mengalami perubahan ===
=== Naskah baru setelah mengalami perubahan ===
[[Berkas:Proklamasi.png|thumb|right|300px|Teks '''Naskah "''Proklamasi Otentik''"''' yang ditempatkan di ''[[Monumen Nasional]]'' (''[[Monumen Nasional|Monas]]'').]]
[[Berkas:Proklamasi.png|jmpl|Teks Naskah Proklamasi Otentik yang ditempatkan di [[Monumen Nasional]]]]
Teks naskah ''Proklamasi'' yang telah mengalami perubahan, yang dikenal dengan sebutan naskah "''Proklamasi Otentik''", adalah merupakan hasil ketikan oleh '''[[Sayuti Melik|Mohamad Ibnu Sayuti Melik]]''' (seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan ''Proklamasi''), yang isinya adalah sebagai berikut :
[[Teks Proklamasi|Teks naskah Proklamasi]] yang telah mengalami perubahan, yang dikenal dengan sebutan naskah "''Proklamasi Otentik''", adalah merupakan hasil ketikan Sayuti Melik, seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan Proklamasi, yang isinya adalah sebagai berikut:
{{quotation|

:::::::::'''''<u>P R O K L A M A S I</u>'''''
:::::::::'''''<u>P R O K L A M A S I</u>'''''


:'''''Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.''''' <br />
:'''''Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.'''''
:'''''Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan''''' <br />
:'''''Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan'''''
:'''''dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.'''''
:'''''dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.'''''


:::::::::::'''''Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05''''' <br />
:::::::::::'''''Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05'''''
:::::::::::'''''Atas nama bangsa Indonesia.''''' <br />
:::::::::::'''''Atas nama bangsa Indonesia.'''''
:::::::::::'''''Soekarno/Hatta.'''''
:::::::::::'''''Soekarno/Hatta.'''''
}}


Tahun pada kedua teks naskah ''Proklamasi'' di atas (baik pada teks naskah ''Proklamasi Klad'' maupun pada teks naskah ''Proklamasi Otentik'') tertulis angka "''tahun 05''" yang merupakan kependekan dari angka "''tahun 2605''", karena tahun penanggalan yang dipergunakan pada zaman pemerintah pendudukan militer [[Jepang]] saat itu adalah sesuai dengan [[Kalender Jepang|tahun penanggalan yang berlaku di Jepang]], yang kala itu adalah "tahun 2605".

('''<u>Keterangan:</u>''' Tahun pada kedua teks naskah ''Proklamasi'' di atas (baik pada teks naskah ''Proklamasi Klad'' maupun pada teks naskah ''Proklamasi Otentik'') tertulis angka "'''''tahun 05'''''" yang merupakan kependekan dari angka "'''''tahun 2605'''''", karena tahun penanggalan yang dipergunakan pada zaman pemerintah pendudukan militer [[Jepang]] saat itu adalah sesuai dengan '''[[Kalender Jepang|tahun penanggalan yang berlaku di Jepang]]''', yang kala itu adalah "'''tahun 2605'''".)



=== Perbedaan teks naskah Proklamasi Klad dan Otentik ===
=== Perbedaan teks naskah Proklamasi Klad dan Otentik ===
[[Berkas:Indonesian Rupiah proclamation of independence 1945.png|jmpl|Teks Proklamasi yang tercantum pada uang pecahan 100,000 Rupiah.]]
Di dalam teks naskah ''Proklamasi Otentik'' sudah mengalami beberapa perubahan yaitu sebagai berikut :
Di dalam teks naskah ''Proklamasi Otentik'' sudah mengalami beberapa perubahan yaitu sebagai berikut:
* Kata "''Proklamasi''" diubah menjadi "''P R O K L A M A S I''",
* Kata "''Proklamasi''" diubah menjadi "''P R O K L A M A S I''",
* Kata "''Hal<sup>2</sup>''" diubah menjadi "''Hal-hal''",
* Kata "''Hal<sup>2</sup>''" diubah menjadi "''Hal-hal''",
Baris 93: Baris 123:
* Kata "''Djakarta, 17 - 8 - '05''" diubah menjadi "''Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05''",
* Kata "''Djakarta, 17 - 8 - '05''" diubah menjadi "''Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05''",
* Kata "''Wakil<sup>2</sup> bangsa Indonesia''" diubah menjadi "''Atas nama bangsa Indonesia''",
* Kata "''Wakil<sup>2</sup> bangsa Indonesia''" diubah menjadi "''Atas nama bangsa Indonesia''",
* Isi naskah ''Proklamasi Klad'' adalah asli merupakan tulisan tangan sendiri oleh [[Soekarno|Ir. Soekarno]] sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh [[Mohammad Hatta|Drs. Mohammad Hatta]] dan [[Achmad Soebardjo|Mr. Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo]]. Sedangkan isi naskah ''Proklamasi Otentik'' adalah merupakan hasil ketikan oleh [[Sayuti Melik|Mohamad Ibnu Sayuti Melik]] (seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan ''Proklamasi''),
* Isi naskah ''Proklamasi Klad'' adalah asli merupakan tulisan tangan sendiri oleh Ir. Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Drs. Mohammad Hatta dan Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Sedangkan isi naskah ''Proklamasi Otentik'' adalah merupakan hasil ketikan oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik (seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan ''Proklamasi''),
* Pada naskah ''Proklamasi Klad'' memang tidak ditandatangani, sedangkan pada naskah ''Proklamasi Otentik'' sudah ditandatangani oleh [[Soekarno|Ir. Soekarno]] dan [[Mohammad Hatta|Drs. Mohammad Hatta]].
* Pada naskah ''Proklamasi Klad'' memang tidak ditandatangani, sedangkan pada naskah ''Proklamasi Otentik'' sudah ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta.


=== Klip suara naskah yang dibacakan oleh Ir. Soekarno di studio RRI ===
Tempat Pembacaan teks naskah ''Proklamasi Otentik'' oleh '''[[Soekarno|Ir. Soekarno]]''' yang pertama kalinya adalah di [[Jalan Pegangsaan Timur No. 56|Jalan Pegangsaan Timur 56]] – [[Jakarta Pusat]], tepat pada tanggal [[17 Agustus]] [[1945]] (hari di mana diperingati sebagai "'''''Hari Kemerdekaan [[Indonesia|Republik Indonesia]]'''''"), pukul 11.30 waktu [[Jepang|Nippon]] (sebutan untuk negara [[Jepang]] pada saat itu). Waktu [[Jepang|Nippon]] adalah merupakan patokan zona waktu yang dipakai pada zaman pemerintah pendudukan militer [[Jepang]] kala itu. Namun perlu diketahui pula bahwa pada saat teks naskah ''Proklamasi'' itu dibacakan oleh [[Soekarno|Bung Karno]], waktu itu tidak ada yang merekam suara ataupun video, yang ada hanyalah dokumentasi foto-foto detik-detik ''Proklamasi''.

Jadi suara asli dari [[Soekarno|Ir. Soekarno]] saat membacakan teks naskah ''Proklamasi'' yang sering kita dengarkan saat ini adalah bukan merupakan suara yang direkam pada tanggal pada tanggal [[17 Agustus]] [[1945]] tetapi adalah suara asli beliau yang direkam pada tahun [[1951]] di studio ''[[Radio Republik Indonesia]]'' (''[[Radio Republik Indonesia|RRI]]''), yang sekarang berlokasi di Jalan Medan Merdeka Barat 4-5 – [[Jakarta Pusat]]. Dokumentasi berupa suara asli hasil rekaman atas pembacaan teks naskah ''Proklamasi'' oleh [[Soekarno|Bung Karno]] ini dapat terwujudkan adalah berkat prakarsa dari salah satu pendiri ''[[Radio Republik Indonesia|RRI]]'', ''[[Jusuf Ronodipuro]]''.

Berikut ini adalah klip hasil rekaman suara asli dari [[Soekarno|Presiden Soekarno]] saat membacakan teks naskah ''Proklamasi'' di studio ''[[Radio Republik Indonesia]]'' (''[[Radio Republik Indonesia|RRI]]''), pada tahun [[1951]] :


=== Klip suara naskah yang dibacakan oleh Soekarno di studio RRI ===
{{sound sample box align left|}}
{{Audio|Indonesia declaration of independence 1945.ogg|}}
{{Dengar|filename=Indonesia declaration of independence 1945.ogg|title=Deklarasi kemerdekaan Indonesia 1945|format=[[Ogg]]|type=speech}}
Tempat pembacaan teks naskah ''Proklamasi Otentik'' oleh Soekarno untuk pertama kali adalah di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 (hari yang diperingati sebagai "''Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia''"), pukul 11.30 waktu [[Jepang|Nippon]] (sebutan untuk negara Jepang pada saat itu). Waktu Nippon adalah merupakan patokan zona waktu yang dipakai pada zaman pemerintah pendudukan militer Jepang kala itu. Namun perlu diketahui pula bahwa pada saat teks naskah ''Proklamasi'' itu dibacakan oleh Bung Karno, waktu itu tidak ada yang merekam suara ataupun video, yang ada hanyalah dokumentasi foto.
[[Berkas:Indonesia declaration of independence 1945.ogg|Indonesia declaration of independence 1945.ogg]]
{{Multi-listen end}}
{{sample box end}}


Suara asli dari Soekarno saat membacakan teks naskah ''Proklamasi'' yang sering kita dengar saat ini adalah bukan suara yang direkam pada tanggal pada tanggal 17 Agustus 1945 tetapi adalah suara asli Soekarno yang direkam pada tahun 1951 di studio [[Radio Republik Indonesia]] (RRI), yang sekarang bertempat di Jalan Medan Merdeka Barat 4–5, Jakarta Pusat. Dokumentasi berupa suara asli hasil rekaman atas pembacaan teks naskah ''Proklamasi'' oleh Bung Karno ini dapat terwujudkan adalah berkat prakarsa dari salah satu pendiri RRI, [[Jusuf Ronodipuro]].<ref>{{Cite news|url=https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150817071818-20-72595/cerita-jusuf-dan-terbakarnya-jas-milik-soekarno |title=Cerita Jusuf dan Terbakarnya Jas Milik Soekarno |first=Sandy Indra |last=Pratama |work=[[CNN Indonesia]] |date=17 Agustus 2015 |accessdate=17 Agustus 2019}}</ref>


== Teks pidato proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia ==
== Teks pidato proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia ==
Berikut ini adalah teks pidato Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
[[Berkas:Proclamation Monument Jakarta.JPG|thumb|right|300px|'''''[[Tugu Proklamasi]]''''' di Jalan Proklamasi (dulu Jalan Pegangsaan Timur) tempat dibacakannya '''Naskah "''Proklamasi Otentik''"''' pada tanggal ''[[17 Agustus]] [[1945]]''.]]
: Saudara-saudara sekalian!


{{Cquote|Saudara-saudara sekalian,
: Saya telah meminta Anda untuk hadir di sini untuk menyaksikan peristiwa dalam sejarah kami yang paling penting.


:Saya telah minta saudara-saudara hadir disini untuk menyaksikan satu peristiwa mahapenting dalam sejarah kita.
: Selama beberapa dekade kita, Rakyat Indonesia, telah berjuang untuk kebebasan negara kita-bahkan selama ratusan tahun!


: Ada gelombang dalam tindakan kita untuk memenangkan kemerdekaan yang naik, dan ada yang jatuh, namun semangat kami masih ditetapkan dalam arah cita-cita kami.
:Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjoang, untuk kemerdekaan tanah air kita bahkan telah beratus-ratus tahun! Gelombang aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya dan ada turunnya, tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita.


: Juga selama zaman Jepang usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak pernah berhenti. Pada zaman Jepang itu hanya muncul bahwa kita membungkuk pada mereka. Tetapi pada dasarnya, kita masih terus membangun kekuatan kita sendiri, kita masih percaya pada kekuatan kita sendiri.
:Juga di dalam zaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti-hentinya. Di dalam zaman Jepang ini, tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka, tetapi pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga sendiri, tetapi kita percaya kepada kekuatan sendiri.


: Kini telah hadir saat ketika benar-benar kita mengambil nasib tindakan kita dan nasib negara kita ke tangan kita sendiri. Hanya suatu bangsa cukup berani untuk mengambil nasib ke dalam tangannya sendiri akan dapat berdiri dalam kekuatan.
:Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil sikap nasib bangsa dan nasib tanah air kita di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri akan dapat berdiri dengan kuatnya.


: Oleh karena semalam kami telah musyawarah dengan tokoh-tokoh Indonesia dari seluruh Indonesia. Bahwa pengumpulan deliberatif dengan suara bulat berpendapat bahwa sekarang telah datang waktu untuk mendeklarasikan kemerdekaan.
:Maka kami, tadi malam telah mengadakan musyawarat dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia. Permusyawaratan itu seia sekata berpendapat bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.


:Saudara-saudara! Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah proklamasi kami:
: Saudara-saudara:

: Bersama ini kami menyatakan solidaritas penentuan itu.

: Dengarkan Proklamasi kami :


:::::::::::'''''<u>P R O K L A M A S I</u>'''''
:::::::::::'''''<u>P R O K L A M A S I</u>'''''


:'''''KAMI BANGSA INDONESIA DENGAN INI MENYATAKAN KEMERDEKAAN INDONESIA.''''' <br />
:'''''Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.'''''
:'''''HAL-HAL YANG MENGENAI PEMINDAHAN KEKUASAAN DAN LAIN-LAIN DISELENGGARAKAN''''' <br />
:'''''Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan'''''
:'''''DENGAN CARA SAKSAMA DAN DALAM TEMPO YANG SESINGKAT-SINGKATNYA.'''''
:'''''dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.'''''


::::::::::::::::::'''''DJAKARTA, 17 AGUSTUS 1945''''' <br />
::::::::::::::::::'''''Djakarta, 17 Agustus 1945'''''
::::::::::::::::::'''''ATAS NAMA BANGSA INDONESIA.''''' <br />
::::::::::::::::::'''''Atas nama bangsa Indonesia.'''''
::::::::::::::::::'''''SUKARNO-HATTA.'''''
::::::::::::::::::'''''Soekarno/Hatta.'''''


:Demikianlah saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka! Tidak ada suatu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun negara kita!


:Negara merdeka, negara Republik Indonesia! Merdeka, kekal, abadi! Insya Allah Tuhan memberkati kemerdekaan kita ini.
: Jadi, Saudara-saudara!


<ref>Terjemahan bebas dari {{Cite journal|last=Kahin|first=George McT.|date=2000|title=Sukarno's Proclamation of Indonesian Independence|url=https://archive.org/details/sim_indonesia_2000-04_69/page/n4|journal=Indonesia|volume=69|issue=69|pages=1–3|doi=10.2307/3351273|issn=0019-7289|jstor=3351273|hdl=1813/54189}}</ref>
: Kita sekarang sudah bebas!
}}


== Penyebaran teks proklamasi ==
: Tidak ada lagi penjajahan yang mengikat negara kita dan bangsa kita!
Wilayah Indonesia yang sangat luas, sedangkan komunikasi dan transportasi sekitar tahun 1945 masih sangat terbatas, ditambah dengan hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di luar [[Jawa]]. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari [[Kantor Berita Domei]] (sekarang Kantor Berita [[ANTARA]]), Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara.<ref>{{Cite book|title=Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946|last=Anderson|first=Benedict|publisher=Equinox Publishing|year=2006|isbn=|location=Indonesia|pages=84}}</ref>


Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.
: Mulai saat ini kita membangun negara kita. Sebuah negara bebas, Negara Republik Indonesia-lamanya dan abadi independen. Semoga Tuhan memberkati dan membuat aman kemerdekaan kita ini! <ref>Terjemahan bebas dari [http://cip.cornell.edu/DPubS?service=Repository&version=1.0&verb=Disseminate&view=body&content-type=pdf_1&handle=seap.indo/1106943306 George McT. Kahin, ''Sukarno's Proclamation of Indonesian Independence'', Cornell University, Indonesia, Volume 69 (April 2000), hal. 1--4]</ref>


[[Berkas:Grafitti Freedom. Is for us Indenesians Liberty or Death. De Hollanders zijn…, Bestanddeelnr 495-4-6.jpg|jmpl|Tulisan [[grafiti]] bertuliskan "''Kemerdekaan adalah milik kita (bangsa) Indonesia, Merdeka atau Mati!!''".]]
Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media pers antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan slogan ''Respect Our Constitution, August 17!!!'' (''Hormatilah Konstitusi Kami, [[17 Agustus]]!!!''). Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan di luar negeri. Meskipun menggunakan banyak media dan alat penyebaran, sebelum tahun 2005, pihak Belanda sebagai penjajah Indonesia tak mengakui Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 (''de facto'') melainkan tahun [[Pengakuan tanggal kemerdekaan Indonesia oleh Belanda|1949 tanggal 27 Desember]] sebagaimana pengakuan PBB (''de jure'')<ref>[http://www.un.org/en/decolonization/nonselfgov.shtml pengakuan PBB (''de jure'')]</ref> sebab mereka berpendapat bahwa pada tahun 1945, kekuasaan di Indonesia ''diserahkan kepada Sekutu'', bukan ''dibebaskan oleh Jepang''. Di samping melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI. Berikut ini para utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita proklamasi:
* Teuku Mohammad Hassan dari [[Aceh]],
* Sam Ratulangi dari [[Sulawesi]],
* Ketut Pudja dari [[Sunda Kecil]] ([[Bali]]),
* A.A. Hamidan dari [[Kalimantan]].


== Cara Penyebaran Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ==
== Peringatan Hari Kemerdekaan ==
{{utama|Hari Kemerdekaan Republik Indonesia}}
Wilayah Indonesia sangatlah luas. Komunikasi dan transportasi sekitar tahun [[1945]] masih sangat terbatas. Di samping itu, hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di luar [[Jawa]]. Namun dengan penuh tekad dan semangat berjuang, pada akhirnya peristiwa proklamasi diketahui oleh segenap rakyat Indonesia. Lebih jelasnya ikuti pembahasan di bawah ini. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di daerah [[Jakarta]] dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Domei (sekarang Kantor Berita [[ANTARA]]), Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara.
[[Berkas:Peringatan-Detik-Detik-Proklamasi-170819-wpa-1 3.jpg|jmpl|Pengibaran Bendera [[Bendera Indonesia|Sang Saka Merah Putih]] pada setiap perayaan [[17 Agustus]] di [[Istana Merdeka]]]]
Setiap tahun pada tanggal 17 Agustus, rakyat Indonesia merayakan Hari Proklamasi Kemerdekaan ini dengan meriah. Upacara militer dilaksanakan di [[Istana Merdeka]]. Sementara itu, beragam perlombaan dihadirkan seperti lomba [[panjat pinang]] dan makan kerupuk. Seluruh masyarakat ikut berpartisipasi dengan caranya masing-masing.


=== Peringatan detik-detik proklamasi ===
Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.
{{lihat pula|Hormat bendera}}

Peringatan detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka dipimpin oleh [[Presiden RI]] selaku Inspektur Upacara. Upacara dimulai sekitar pukul 10.00 WIB untuk memperingati awal upacara Proklamasi tahun 1945. Seremoni peringatan biasanya disiarkan secara langsung oleh seluruh [[Daftar stasiun televisi di Indonesia|stasiun televisi nasional Indonesia]]. Acara-acara pada pagi hari termasuk: penembakan meriam dan sirene, pengibaran bendera [[Sang Saka Merah Putih]] (Bendera Indonesia), pembacaan naskah Proklamasi, dan lain sebagainya. Pada sore hari sekira pukul 17.00 terdapat acara penurunan bendera Sang Saka Merah Putih.
Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media pers antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan slogan ''Respect our Constitution, August 17!''(Hormatilah Konstitusi kami tanggal 17 Agustus!) Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan di luar negeri. Di samping melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI. Berikut ini para utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita proklamasi.
* Teuku Mohammad Hassan dari [[Aceh]].
* Sam Ratulangi dari [[Sulawesi]].
* Ktut Pudja dari [[Sunda Kecil]] ([[Bali]]).
* A. A. Hamidan dari [[Kalimantan]].


== Peringatan 17 Agustus 1945 ==
[[Berkas:Pengibaran Bendera Merah Putih, Peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.jpg|thumb|right|300px|Pengibaran '''Bendera ''[[Bendera Indonesia|Sang Saka Merah Putih]]''''' pada setiap perayaan ''[[17 Agustus]]''.]]
Setiap tahun pada tanggal 17 Agustus, rakyat Indonesia merayakan Hari Proklamasi Kemerdekaan ini dengan meriah. Mulai dari [[Panjat pinang|lomba panjat pinang]], [[makan kerupuk|lomba makan kerupuk]], sampai upacara militer di [[Istana Merdeka]], seluruh bagian dari masyarakat ikut berpartisipasi dengan cara masing-masing.


=== Lomba-lomba tradisional ===
Perlombaan yang seringkali menghiasi dan meramaikan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI diadakan di kampung-kampung/ pedesaan diikuti oleh warga setempat dan dikoordinir oleh pengurus kampung/ pemuda desa
* [[Panjat pinang]]
* [[Balap bakiak]]
* [[Tarik tambang]]
* [[Sepeda lambat]]
* [[Makan kerupuk]]
* [[Balap karung]]
* [[Perang bantal]]
* [[Pemecahan balon]]
* [[Pengambilan koin dalam terigu]]
* [[Lari Kelereng]]


=== Peringatan Detik-detik Proklamasi ===
Peringatan detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka dipimpin oleh [[Presiden RI]] selaku [[Inspektur Upacara]]. Peringatan ini biasanya disiarkan secara langsung oleh seluruh stasiun televisi. Acara-acara pada pagi hari termasuk: penembakan meriam dan sirene, pengibaran bendera [[Sang Saka Merah Putih]] (Bendera Pusaka), pembacaan naskah Proklamasi, dll. Pada sore hari terdapat acara penurunan bendera Sang Saka Merah Putih.


== Rujukan ==
{{reflist}}


=== Kewajiban mengibarkan bendera ===
{{utama|Bendera Indonesia #Peraturan tentang Bendera Merah Putih}}
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan Pasal 7 ayat (3) mengatur tentang kewajiban mengibarkan [[Bendera Indonesia|bendera Merah Putih]] bagi setiap warga negara yang memiliki hak penggunaan rumah, gedung kantor, satuan pendidikan, transportasi publik dan transportasi pribadi di wilayah Indonesia, serta kantor perwakilan diplomatik Indonesia di luar negeri pada tanggal 17 Agustus.<ref>{{cite web|url=https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt53ef22924868d/merah-putih-wajib-dikibarkan-di-setiap-rumah-pada-hari-kemerdekaan|title=Merah Putih Wajib Dikibarkan Di Setiap Rumah pada Hari Kemerdekaan|date=16 Agustus 2014|website=hukumonline.com}}</ref>


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==
* [[Hari Kemerdekaan Indonesia]]
* [[Indonesia: Era Jepang#Periode menjelang Kemerdekaan RI|Periode menjelang Kemerdekaan RI]]
* [[Indonesia: Era Jepang#Periode menjelang Kemerdekaan RI|Periode menjelang Kemerdekaan RI]]
* [[Pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda]]
* [[Pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda]]
* [[Pengakuan tanggal kemerdekaan Indonesia oleh Belanda]]
* [[Teks Proklamasi]]
* [[Naskah Proklamasi]]


== Referensi ==
{{reflist}}

== Bacaan lebih lanjut ==
* {{cite book|author=Anderson, Ben|title=Java in a Time of Revolution: Occupation and Resistance, 1944–1946|url=https://archive.org/details/javaintimeofrevo0000ande|year=1972|publisher=Cornell University Press|location=Ithaca, N.Y.|isbn=0-8014-0687-0|language=en}}
* {{cite book |last=Inomata |first=Aiko Kurasawa |editor-last=Abdullah |editor-first=Taufik |title=The Heartbeat of Indonesian Revolution |publisher=PT Gramedia Pustaka Utama |date=1997 |pages=97–113 |chapter=Indonesia Merdeka Selekas-lekasnya: Preparations for Independence in the Last Days of Japanese Occupation |isbn=979-605-723-9}}
* {{Cite book | last = Kahin | first = George McTurnan | author-link = George McTurnan Kahin | title = Nationalism and Revolution in Indonesia | publisher = Cornell University Press | year = 1961 | origyear = 1952 | location = Ithaca, New York}}
* {{Cite book |last=Raliby| first=Osman| year= 1953| title=Documenta Historica: Sedjarah Dokumenter Dari Pertumbuhan dan Perdjuangan Negara Republik Indonesia| publisher=Bulain-Bintag|language=Indonesia |location =Jakarta|volume=}}
* {{Cite book | last = Ricklefs| first = M.C. | author-link = M. C. Ricklefs | title = A History of Modern Indonesia Since c.1300 | publisher = MacMillan |location = London| edition = 4 | year = 2008 | origyear = 1981 | isbn = 978-0-230-54685-1|language=en}}
* Lembaga Soekarno-Hatta, 1984 ''Sejarah Lahirnya Undang Undang Dasar 1945 dan Pancasila'', Inti Idayu Press, Jakarta, hlm. 19
* Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1991:52–53.


== Pranala luar ==
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://www.sinarharapan.co.id/berita/0508/18/opi02.html Mitos dan Realitas Menjelang Proklamasi]
* {{en}} [http://www.youtube.com/watch?v=lcPL0uUV02Y Proklamasi @ YouTube.com]
{{wikisource|Sukarno's Proclamation of Indonesian Independence|Sukarno dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia}}
{{wikisource|Sukarno's Proclamation of Indonesian Independence|Sukarno dalam memproklamasikan kemerdekaan Indonesia}}
* {{id}} [https://web.archive.org/web/20051123032105/http://www.sinarharapan.co.id/berita/0508/18/opi02.html Mitos dan Realitas Menjelang Proklamasi]
* {{en}} [http://www.youtube.com/watch?v=lcPL0uUV02Y Proklamasi @ YouTube.com]
* {{en}} [http://www.un.org/en/decolonization/nonselfgov.shtml Pengakuan PBB terhadap kemerdekaan negara-negara berdaulat]


{{Topik Indonesia}}

{{Hari raya Indonesia}}
{{Hari raya Indonesia}}
{{Topik Indonesia|state=show}}
{{Sejarah Indonesia navbox|state=show}}


[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
[[Kategori:Sejarah Indonesia]]
[[Kategori:Indonesia dalam tahun 1945]]
[[Kategori:Indonesia dalam tahun 1945]]
[[Kategori:Proklamasi Kemerdekaan Indonesia| ]]

[[de:Indonesische Unabhängigkeitserklärung]]
[[en:Proclamation of Indonesian Independence]]
[[fr:Proclamation de l'indépendance de l'Indonésie]]
[[jv:Proklamasi kamardikan Indonésia]]
[[ms:Pengisytiharan Kemerdekaan Republik Indonesia]]
[[ro:Proclamarea independenței Indoneziei]]
[[ru:Декларация независимости Индонезии]]

Revisi terkini sejak 11 Desember 2023 23.59

Soekarno membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah diketik oleh Sayuti Melik dan telah ditandatangani oleh Soekarno-Hatta
Rumah Proklamasi lengkap dengan Tugu Proklamasi sekitar tahun 1950-1960 di Jalan Pegangsaan Timur (sekarang Jalan Proklamasi). Kedua bangunan tersebut kini telah hancur.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 tahun Masehi, atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang (kōki) (17 Agustus Shōwa 20 dalam penanggalan Jepang itu sendiri), yang dibacakan oleh Soekarno dengan didampingi oleh Mohammad Hatta di sebuah rumah di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat.

Chairul Basri, yang bekerja pada kantor propaganda Jepang, disuruh mencari rumah yang berhalaman luas. Rumah Pegangsaan Timur 56 milik orang Belanda ditukar dengan rumah lain di Jalan Lembang. Jadi rumah itu memang disiapkan Jepang untuk Bung Karno. Chairul tidak menyebut nama pemilik rumah itu. Saat diambil alih pemerintah Jepang untuk Sukarno, rumah itu milik Mr. Jhr. P.R. Feith seperti disebut Kwee Kek Beng, pemimpin redaksi koran Sin Po dari 1925 sampai 1947, dalam Doea Poeloe Lima Tahon Sebagi Wartawan, 1922–1947 (1948).

Dari pemberitaan di koran Sin Po 5 Juli 1948 diketahui bahwa rumah tersebut merupakan rumah bersejarah bagi bangsa Indonesia karena menjadi tempat diproklamasikannya kemerdekaan. Rumah tersebut juga pernah dipakai sebagai rumah pertemuan. Belanda juga pernah memfungsikan rumah tersebut sebagai rumah tawanan juga. Rumah itu pun berubah lagi menjadi Gedung Republik. Hingga akhirnya pemiliknya yang orang Belanda menjualnya seharga 250 ribu gulden (ƒ). Rumah ini akhirnya dibeli oleh pemerintah Indonesia. Begini bunyi pemberitaan tersebut:

"Eigenaar (pemilik rumah) itoe roemah jang baroe sadja kombali dari Nederland telah menetapken mendjoel miliknja dengen harga ƒ 250.000,- pada pemerentah repoeblik"

Dari sini belum ditemukan bukti keterkaitan antara pembelian rumah oleh pemerintah Republik Indonesia di tahun 1948 dengan informasi sumbangan rumah Pegangsaan Timur 56 oleh Faradj Martak sebagaimana tertera di dalam surat Ir. M. Sitompoel, Menteri Pekerjaan Umum dan Perhubungan, tanggal 14 Agustus 1950.

Proklamasi yang dibacakan dari rumah Pegangsaan Timur 56 tersebut menandai dimulainya perlawanan diplomatik dan bersenjata dari Revolusi Nasional Indonesia, yang berperang melawan pasukan Belanda dan warga sipil pro-Belanda, hingga Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949.[1]

Pada tahun 2005, Belanda menyatakan bahwa mereka telah memutuskan untuk menerima secara de facto tanggal 17 Agustus 1945 sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia.[2] Namun, pada tanggal 14 September 2011, pengadilan Belanda memutuskan dalam kasus pembantaian Rawagede bahwa Belanda bertanggung jawab karena memiliki tugas untuk mempertahankan penduduknya, yang juga mengindikasikan bahwa daerah tersebut adalah bagian dari Hindia Timur Belanda, bertentangan dengan klaim Indonesia atas 17 Agustus 1945 sebagai tanggal kemerdekaannya.[3] Dalam sebuah wawancara tahun 2013, sejarawan Indonesia Sukotjo, meminta pemerintah Belanda untuk secara resmi mengakui tanggal kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.[4] Perserikatan Bangsa-Bangsa mengakui tanggal 27 Desember 1949 sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia.[5]

Naskah Proklamasi ditandatangani oleh Sukarno (yang menuliskan namanya sebagai "Soekarno" menggunakan ortografi Belanda) dan Mohammad Hatta,[6] yang kemudian ditunjuk sebagai presiden dan wakil presiden berturut-turut sehari setelah proklamasi dibacakan.[7][8]

Hari Kemerdekaan dijadikan sebagai hari libur nasional melalui keputusan pemerintah yang dikeluarkan pada 18 Juni 1946.[9]

Latar belakang

Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian, Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (disingkat BPUPK; Jepang: 独立準備調査会, Dokuritsu Junbi Chōsa-kai), berganti nama menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (disingkat PPKI; Jepang: 独立準備委員会, Dokuritsu Junbi Iin-kai), untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki, yang menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.[10]

Soekarno dan Hatta selaku pimpinan PPKI serta Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam, untuk bertemu Marsekal Hisaichi Terauchi, pimpinan tertinggi Jepang di Asia Tenggara dan putra mantan Perdana Menteri Terauchi Masatake. Mereka bertiga dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.[11] Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.[12]

Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta, dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, berdasarkan tim PPKI.[10][13] Meskipun demikian, Terauchi menginginkan proklamasi diadakan pada 24 Agustus 1945.[14] Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta, dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang telah menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang.[15] Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat.[16] Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak PPKI. Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang.[10][17]

Komandan Jepang mendengarkan ketentuan penyerahan diri

Pada tanggal 2 September 1945 Jepang secara resmi menyerah kepada Sekutu di kapal USS Missouri.[18] Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.

Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Namun, kantor tersebut kosong.

Soekarno dan Hatta bersama Achmad Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (rumah Maeda di Jalan Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat dan menjawab bahwa ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari tempat Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan PPKI pada pukul 10.00 pagi tanggal 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No. 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.[15]

Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10.00 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul.[15]

Peristiwa Rengasdengklok

Rumah Djiaw Kie Siong di Rengasdengklok, Karawang dijadikan sebagai lokasi "penculikan" Sukarno-Hatta.

Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana yang terbakar gelora kepahlawanannya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka. Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, mereka bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) serta Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai Peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Soekarno dan Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.[19]

Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Achmad Soebardjo melakukan perundingan. Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta.[20] Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang ke rumah masing-masing. Mengingat bahwa Hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10.00 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda Tadashi untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.[21][22]

Penyusunan naskah Proklamasi

Pada malam hari setelah Peristiwa Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno–Hatta yang diantar oleh Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat "bushido", ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Sukarno–Hatta lantas meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.

Kediaman Laksamana Tadashi Maeda, lokasi perumusan naskah proklamasi. Sejak 1992, gedung ini dijadikan sebagai museum.[23]

Setelah dari rumah Nishimura, mereka menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No. 1) diiringi oleh Shunkichiro Miyoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi.[24] Setelah menyapa Sukarno dan Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Teks proklamasi ditulis di ruang makan laksamana Tadashi Maeda. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Soekarno, Hatta, dan Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M. Diah, Sayuti Melik, Soekarni, dan Soediro.[25][26] Miyoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif.[27] Tentang hal ini, Soekarno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of power".[22][24] Hatta, Subardjo, B.M. Diah, Sukarni, Sudiro dan Sayuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima, tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.[28]

Menurut sejarawan Benedict Anderson, kata-kata dan deklarasi proklamasi tersebut harus menyeimbangkan kepentingan kepentingan internal Indonesia dan Jepang yang saling bertentangan pada saat itu.[22] Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung dari pukul dua hingga empat dini hari.[29] Setelah konsep selesai disepakati, Soekarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia,[6] dan Sayuti menyalin dan mengetik naskah tersebut,[30][31] menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan Angkatan Laut Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.[32] Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56[33] (sekarang Jalan Proklamasi Nomor 1).

Pembacaan naskah proklamasi

Tugu Proklamasi di Jalan Proklamasi (dulu Jalan Pegangsaan Timur) tempat dibacakannya Naskah Proklamasi Otentik pada tanggal 17 Agustus 1945
Soekarno berdoa sebelum memproklamasikan kemerdekaan Indonesia

Pada pagi hari, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Mohammad Tabrani, dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10.00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Setelah itu, Sang Saka Merah Putih, yang telah dijahit oleh Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil wali kota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.

Pengibaran bendera pada 17 Agustus 1945.

Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera, tetapi ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya.[33] Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Monumen Nasional.[34]

Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S. Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, tetapi ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.[33]

Dikibarkannya bendera Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 1945. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.

Setelah itu Soekarno dan Mohammad Hatta terpilih atas usul dari Otto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.[35][36][37]

Isi teks proklamasi

Teks Naskah Proklamasi atau Proklamasi Klad yang ditempatkan di Monumen Nasional

Naskah Proklamasi Klad

Proklamasi Klad adalah naskah asli proklamasi yang merupakan tulisan tangan sendiri oleh Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Hatta dan Achmad Soebardjo. Adapun perumus proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia terdiri dari Tadashi Maeda, Tomegoro Yoshizumi, S. Nishijima, S. Miyoshi, Mohammad Hatta, Soekarno, dan Achmad Soebardjo.[38]

Para pemuda yang berada di luar meminta supaya teks proklamasi bunyinya keras. Namun Jepang tak mengizinkan. Beberapa kata yang dituntut adalah "penyerahan", "dikasihkan", diserahkan", atau "merebut". Akhirnya yang dipilih adalah "pemindahan kekuasaan".[38] Setelah dirumuskan dan dibacakan di rumah orang Jepang, isi proklamasi pun disiarkan di radio Jepang.

Berikut isi proklamasi tersebut:

Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17 - 8 - '05
Wakil2 bangsa Indonesia.

Naskah Proklamasi Klad ini ditinggal begitu saja dan bahkan sempat masuk ke tempat sampah di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda. B.M. Diah menyelamatkan naskah bersejarah ini dari tempat sampah dan menyimpannya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari, hingga diserahkan kepada Presiden Soeharto di Bina Graha pada 29 Mei 1992.[39][40]

Naskah baru setelah mengalami perubahan

Teks Naskah Proklamasi Otentik yang ditempatkan di Monumen Nasional

Teks naskah Proklamasi yang telah mengalami perubahan, yang dikenal dengan sebutan naskah "Proklamasi Otentik", adalah merupakan hasil ketikan Sayuti Melik, seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan Proklamasi, yang isinya adalah sebagai berikut:

P R O K L A M A S I
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta.

Tahun pada kedua teks naskah Proklamasi di atas (baik pada teks naskah Proklamasi Klad maupun pada teks naskah Proklamasi Otentik) tertulis angka "tahun 05" yang merupakan kependekan dari angka "tahun 2605", karena tahun penanggalan yang dipergunakan pada zaman pemerintah pendudukan militer Jepang saat itu adalah sesuai dengan tahun penanggalan yang berlaku di Jepang, yang kala itu adalah "tahun 2605".

Perbedaan teks naskah Proklamasi Klad dan Otentik

Teks Proklamasi yang tercantum pada uang pecahan 100,000 Rupiah.

Di dalam teks naskah Proklamasi Otentik sudah mengalami beberapa perubahan yaitu sebagai berikut:

  • Kata "Proklamasi" diubah menjadi "P R O K L A M A S I",
  • Kata "Hal2" diubah menjadi "Hal-hal",
  • Kata "tempoh" diubah menjadi "tempo",
  • Kata "Djakarta, 17 - 8 - '05" diubah menjadi "Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05",
  • Kata "Wakil2 bangsa Indonesia" diubah menjadi "Atas nama bangsa Indonesia",
  • Isi naskah Proklamasi Klad adalah asli merupakan tulisan tangan sendiri oleh Ir. Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Drs. Mohammad Hatta dan Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Sedangkan isi naskah Proklamasi Otentik adalah merupakan hasil ketikan oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik (seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan Proklamasi),
  • Pada naskah Proklamasi Klad memang tidak ditandatangani, sedangkan pada naskah Proklamasi Otentik sudah ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta.

Klip suara naskah yang dibacakan oleh Soekarno di studio RRI

Tempat pembacaan teks naskah Proklamasi Otentik oleh Soekarno untuk pertama kali adalah di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 (hari yang diperingati sebagai "Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia"), pukul 11.30 waktu Nippon (sebutan untuk negara Jepang pada saat itu). Waktu Nippon adalah merupakan patokan zona waktu yang dipakai pada zaman pemerintah pendudukan militer Jepang kala itu. Namun perlu diketahui pula bahwa pada saat teks naskah Proklamasi itu dibacakan oleh Bung Karno, waktu itu tidak ada yang merekam suara ataupun video, yang ada hanyalah dokumentasi foto.

Suara asli dari Soekarno saat membacakan teks naskah Proklamasi yang sering kita dengar saat ini adalah bukan suara yang direkam pada tanggal pada tanggal 17 Agustus 1945 tetapi adalah suara asli Soekarno yang direkam pada tahun 1951 di studio Radio Republik Indonesia (RRI), yang sekarang bertempat di Jalan Medan Merdeka Barat 4–5, Jakarta Pusat. Dokumentasi berupa suara asli hasil rekaman atas pembacaan teks naskah Proklamasi oleh Bung Karno ini dapat terwujudkan adalah berkat prakarsa dari salah satu pendiri RRI, Jusuf Ronodipuro.[41]

Teks pidato proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia

Berikut ini adalah teks pidato Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Penyebaran teks proklamasi

Wilayah Indonesia yang sangat luas, sedangkan komunikasi dan transportasi sekitar tahun 1945 masih sangat terbatas, ditambah dengan hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di luar Jawa. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Berita Domei (sekarang Kantor Berita ANTARA), Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara.[43]

Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.

Tulisan grafiti bertuliskan "Kemerdekaan adalah milik kita (bangsa) Indonesia, Merdeka atau Mati!!".

Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media pers antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan slogan Respect Our Constitution, August 17!!! (Hormatilah Konstitusi Kami, 17 Agustus!!!). Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan di luar negeri. Meskipun menggunakan banyak media dan alat penyebaran, sebelum tahun 2005, pihak Belanda sebagai penjajah Indonesia tak mengakui Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 (de facto) melainkan tahun 1949 tanggal 27 Desember sebagaimana pengakuan PBB (de jure)[44] sebab mereka berpendapat bahwa pada tahun 1945, kekuasaan di Indonesia diserahkan kepada Sekutu, bukan dibebaskan oleh Jepang. Di samping melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI. Berikut ini para utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita proklamasi:

Peringatan Hari Kemerdekaan

Pengibaran Bendera Sang Saka Merah Putih pada setiap perayaan 17 Agustus di Istana Merdeka

Setiap tahun pada tanggal 17 Agustus, rakyat Indonesia merayakan Hari Proklamasi Kemerdekaan ini dengan meriah. Upacara militer dilaksanakan di Istana Merdeka. Sementara itu, beragam perlombaan dihadirkan seperti lomba panjat pinang dan makan kerupuk. Seluruh masyarakat ikut berpartisipasi dengan caranya masing-masing.

Peringatan detik-detik proklamasi

Peringatan detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka dipimpin oleh Presiden RI selaku Inspektur Upacara. Upacara dimulai sekitar pukul 10.00 WIB untuk memperingati awal upacara Proklamasi tahun 1945. Seremoni peringatan biasanya disiarkan secara langsung oleh seluruh stasiun televisi nasional Indonesia. Acara-acara pada pagi hari termasuk: penembakan meriam dan sirene, pengibaran bendera Sang Saka Merah Putih (Bendera Indonesia), pembacaan naskah Proklamasi, dan lain sebagainya. Pada sore hari sekira pukul 17.00 terdapat acara penurunan bendera Sang Saka Merah Putih.

Kewajiban mengibarkan bendera

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan Pasal 7 ayat (3) mengatur tentang kewajiban mengibarkan bendera Merah Putih bagi setiap warga negara yang memiliki hak penggunaan rumah, gedung kantor, satuan pendidikan, transportasi publik dan transportasi pribadi di wilayah Indonesia, serta kantor perwakilan diplomatik Indonesia di luar negeri pada tanggal 17 Agustus.[45]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ Gouda, Frances (2002). American visions of the Netherlands East Indies/Indonesia: US foreign policy and Indonesian nationalism,1920-1949. Amsterdam: Amsterdam University Press. hlm. 36. 
  2. ^ "Dutch govt expresses regrets over killings in RI". Jakarta Post. 18 August 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 June 2011. Diakses tanggal 23 November 2008. 
  3. ^ "ECLI:NL:RBSGR:2011:BS8793, voorheen LJN BS8793, BY9458, Rechtbank 's-Gravenhage, 354119 / HA ZA 09-4171". 14 September 2011. 
  4. ^ "Indonesië wil erkenning onafhankelijkheidsdag" (dalam bahasa Belanda). Nederlandse Omroep Stichting. 8 September 2013. Diakses tanggal 15 September 2013. 
  5. ^ "The United Nations and Decolonization - Trust and Non-Self-Governing Territories (1945-1999)". United Nations. 
  6. ^ a b Anderson, Benedict (2006). Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946. Indonesia: Equinox Publishing. hlm. 83. 
  7. ^ "Indonesia Proclamation Hero : Mr.Soekarno". 7 Desember 2011. 
  8. ^ Anderson, Benedict (2006). Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946. Indonesia: Equinox Publishing. hlm. 88. 
  9. ^ Osman 1953, hlm. 621-622.
  10. ^ a b c Kahin 1952, hlm. 127.
  11. ^ Friend, Theodore (2014). The blue-eyed enemy: Japan against the West in Java and Luzon, 1942-1945. New Jersey: Princeton University Press. hlm. 84. 
  12. ^ Friend, Theodore (2014). The blue-eyed enemy: Japan against the West in Java and Luzon, 1942-1945. New Jersey: Princeton University Press. hlm. 81. 
  13. ^ Ricklefs 2008, hlm. 339-341.
  14. ^ Sluimers, Laszlo (1996). "The Japanese military and Indonesian independence". Journal of Southeast Asian Studies. 27 (1): 34. 
  15. ^ a b c Inomata 1952, hlm. 108.
  16. ^ Ricklefs, M.C. (2008) [1981]. A History of Modern Indonesia Since c.1300 (edisi ke-4th). London: MacMillan. hlm. 336. ISBN 978-0-230-54685-1. 
  17. ^ Ricklefs 2008, hlm. 342.
  18. ^ Feith, Herbert (2006). The decline of constitutional democracy in Indonesia. Singapore: Equinox Publishing. hlm. 7–8. 
  19. ^ Abdurrahman, Muhammad Iman (16 Agustus 2017). "16 Agustus: Menelisik Memori Bersejarah Peristiwa Rengasdengklok". Selasar.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-08-17. Diakses tanggal 17 Agustus 2019. 
  20. ^ Her Suganda (2009). Rengasdengklok - Revolusi dan Peristiwa. Jakarta: Kompas. hlm. 92–96. ISBN 9787977094355. Diakses tanggal 26 Mei 2013. 
  21. ^ Isnaeni, Hendri F. (16 Agustus 2015). "Begini Naskah Proklamasi Dirumuskan". historia.id. Diakses tanggal 13 Januari 2019. 
  22. ^ a b c Anderson, Benedict (2006). Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946. Indonesia: Equinox Publishing. hlm. 82. 
  23. ^ "Museum Perumusan Naskah Proklamasi Indonesia". www.museumindonesia.com. Museum Indonesia. 2009. Diakses tanggal 17 Agustus 2019. 
  24. ^ a b Ricklefs, M.C. (2008) [1981]. A History of Modern Indonesia Since c.1300 (edisi ke-4). London: MacMillan. hlm. 342. ISBN 978-0-230-54685-1. 
  25. ^ Anderson, Benedict (2006). Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946. Indonesia: Equinox Publishing. hlm. 71. 
  26. ^ Gouda, Frances (2002). American visions of the Netherlands East Indies/Indonesia: US foreign policy and Indonesian nationalism,1920-1949. Amsterdam: Amsterdam University Press. hlm. 45. 
  27. ^ Nishijima, "The Nationalist in Java, 1943-1945," dalam Reid & Oki, eds. The Japanese Experience in Indonesia hlm. 262.
  28. ^ Touwen-Bouwsma, E. (1996). "The Indonesian Nationalists and the Japanese "Liberation" of Indonesia: Visions and Reactions". Journal of Southeast Asian Studies, 27(1), hlm. 1-18.
  29. ^ Gouda, Frances (2002). American visions of the Netherlands East Indies/Indonesia: US foreign policy and Indonesian nationalism,1920-1949. Amsterdam: Amsterdam University Press. hlm. 119. 
  30. ^ "Former governor Ali Sadikin, freedom fighter SK Trimurti die". Jakarta Post. 21 Mei 2008. Diakses tanggal 7 Juni 2008. 
  31. ^ Yuliastuti, Dian (21 May 2008). "Freedom Fighter SK Trimurti Dies". Tempo Interactive. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 September 2011. Diakses tanggal 7 June 2008. 
  32. ^ Zahorka, H. Sejarah dari Tugu Peringatan Pahlawan Jerman di Arca Domas, Indonesia[pranala nonaktif permanen].
  33. ^ a b c Vickers, Adrian (2013). A history of modern Indonesia. New York: Cambridge University Press. hlm. 2. 
  34. ^ Anwar, Ali, ed. (26 Juli 2017). "Bendera Pusaka Disimpan dalam Kaca Antipeluru di Monas". Tempo.co. Diakses tanggal 17 Agustus 2019. 
  35. ^ Ricklefs 1991, hlm. 213.
  36. ^ Taylor 2003, hlm. 325.
  37. ^ Reid 1974, hlm. 30.
  38. ^ a b Basyral Hamidy Harahap, Harian KOMPAS edisi 16 Agustus 2001
  39. ^ Fitrian, Herry (16 Agustus 2014). "Fakta Tentang Naskah Proklamasi Republik Indonesia - Media Online Kaltara". 
  40. ^ "isbn:9793210052 - Google Search". www.google.com. 
  41. ^ Pratama, Sandy Indra (17 Agustus 2015). "Cerita Jusuf dan Terbakarnya Jas Milik Soekarno". CNN Indonesia. Diakses tanggal 17 Agustus 2019. 
  42. ^ Terjemahan bebas dari Kahin, George McT. (2000). "Sukarno's Proclamation of Indonesian Independence". Indonesia. 69 (69): 1–3. doi:10.2307/3351273. hdl:1813/54189. ISSN 0019-7289. JSTOR 3351273. 
  43. ^ Anderson, Benedict (2006). Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946. Indonesia: Equinox Publishing. hlm. 84. 
  44. ^ pengakuan PBB (de jure)
  45. ^ "Merah Putih Wajib Dikibarkan Di Setiap Rumah pada Hari Kemerdekaan". hukumonline.com. 16 Agustus 2014. 

Bacaan lebih lanjut

  • Anderson, Ben (1972). Java in a Time of Revolution: Occupation and Resistance, 1944–1946 (dalam bahasa Inggris). Ithaca, N.Y.: Cornell University Press. ISBN 0-8014-0687-0. 
  • Inomata, Aiko Kurasawa (1997). "Indonesia Merdeka Selekas-lekasnya: Preparations for Independence in the Last Days of Japanese Occupation". Dalam Abdullah, Taufik. The Heartbeat of Indonesian Revolution. PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 97–113. ISBN 979-605-723-9. 
  • Kahin, George McTurnan (1961) [1952]. Nationalism and Revolution in Indonesia. Ithaca, New York: Cornell University Press. 
  • Raliby, Osman (1953). Documenta Historica: Sedjarah Dokumenter Dari Pertumbuhan dan Perdjuangan Negara Republik Indonesia (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Bulain-Bintag. 
  • Ricklefs, M.C. (2008) [1981]. A History of Modern Indonesia Since c.1300 (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-4). London: MacMillan. ISBN 978-0-230-54685-1. 
  • Lembaga Soekarno-Hatta, 1984 Sejarah Lahirnya Undang Undang Dasar 1945 dan Pancasila, Inti Idayu Press, Jakarta, hlm. 19
  • Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1991:52–53.

Pranala luar