Lompat ke isi

Sunda Kelapa: Perbedaan antara revisi

Koordinat: 6°07′39″S 106°48′33″E / 6.127439°S 106.809034°E / -6.127439; 106.809034
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Serenity (bicara | kontrib)
Sunda Kelapa dewasa ini: ganti gambar GFDL
k Penambahan templat
 
(128 revisi perantara oleh 90 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Infobox Port
[[Gambar:Pelabuhan_Haven_Batavia_Tempo_Doeloe.jpg|right|thumb|Sunda Kelapa sekitar pertengahan abad ke-20]]
|name=Pelabuhan Sunda Kelapa
'''Sunda Kelapa''' adalah nama sebuah pelabuhan dan tempat sekitarnya di [[Jakarta]], [[Indonesia]]. Pelabuhan ini terletak di kelurahan Penjaringan, [[Penjaringan, Jakarta Utara|kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara]].
|sizewater=
|leader=
|leadershiptitle=
|arrivals=Per jam|employees=
|piers=
|wharfs=
|berths=
|size=
|sizeland=50.8 Ha
|type=Pelabuhan alami
|image=Pinisi Sunda Kelapa.jpg
|owner=
|operated=PT [[Pelabuhan Indonesia]] (Persero)
|opened=
|coordinates={{Coord|-6.127439|106.809034
|type:landmark_region:IDJK|display=inline,title}}
|location=[[Jakarta Utara]], [[Indonesia]]
|locode=
|pushpin_map=Yes
|country=[[Indonesia]]
|image_caption=Kapal [[Pinisi]] yang berlabuh di Sunda Kelapa
|image_size=
|website={{URL|http://www.indonesiaport.co.id/read/sunda-kelapa.html}}
}}
'''Sunda Kelapa''' ({{lang-su|ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮊᮜᮕ|Sunda Kalapa}}) adalah nama sebuah pelabuhan dan tempat sekitarnya di [[Jakarta]], [[Indonesia]]. Pelabuhan ini terletak di kelurahan Penjaringan, [[Penjaringan, Jakarta Utara|kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara]].
Meskipun sekarang Sunda Kelapa hanyalah nama salah satu pelabuhan di Jakarta, daerah ini sangat penting karena desa di sekitar pelabuhan Sunda Kelapa adalah cikal-bakal kota Jakarta yang hari jadinya ditetapkan pada tanggal [[22 Juni]] [[1527]]. Kala itu Kalapa, nama aslinya, merupakan pelabuhan [[Kerajaan Sunda]] atau yang lebih dikenal saat itu sebagai Kerajaan Pajajaran yang beribu kota di [[Pakuan Pajajaran]] (sekarang [[Kota Bogor]]) yang direbut oleh pasukan Demak dan Cirebon. Walaupun hari jadi kota Jakarta baru ditetapkan pada [[abad ke-16]], sejarah Sunda Kelapa sudah dimulai jauh lebih awal, yaitu pada zaman pendahulu Pajajaran, yaitu kerajaan [[Tarumanagara]]. Kerajaan [[Tarumanagara]] pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan [[Sriwijaya]] dari [[Pulau Sumatra]].{{fact}}


== Sejarah ==
Meskipun sekarang Sunda Kelapa hanyalah nama salah satu pelabuhan di Jakarta, daerah ini sangat penting karena desa di sekitar pelabuhan Sunda Kelapa adalah cikal-bakal kota Jakarta yang hari jadinya ditetapkan pada tanggal [[22 Juni]] [[1527]]. Kala itu Sunda Kelapa milik [[Kerajaan Pajajaran|Pajajaran]] yang beragama Hindu direbut oleh pasukan Islam Jawa dari Demak dan Cirebon. Walaupun hari jadi kota Jakarta baru ditetapkan pada [[abad ke-16]], sejarah Sunda Kelapa sudah dimulai jauh lebih awal, yaitu pada [[abad ke-12]].
Pelabuhan Kalapa telah dikenal semenjak [[abad ke-12]] dan kala itu merupakan pelabuhan terpenting Pajajaran. Kemudian pada masa masuknya Islam dan para penjajah Eropa, Kalapa diperebutkan antara kerajaan-kerajaan Nusantara dan Eropa. Akhirnya Belanda berhasil menguasainya cukup lama sampai lebih dari 300 tahun. Para penakluk ini mengganti nama pelabuhan Kalapa dan daerah sekitarnya. Namun pada awal tahun 1970-an, nama kuno Kalapa kembali digunakan sebagai nama resmi pelabuhan tua ini dalam bentuk "Sunda Kelapa".


=== Masa Hindu-Buddha ===
==Sejarah==
Menurut penulis Portugis [[Tomé Pires]], Kalapa adalah pelabuhan terbesar di Jawa Barat, selain [[Kerajaan Sunda|Sunda]] (Banten), [[Pontang]], [[Ci Sadane|Cigede]], [[Tamgara]] dan [[Ci Manuk|Cimanuk]] yang juga dimiliki Pajajaran.<ref>Supratikno Rahardjo et al (1996:21)</ref> Sunda Kelapa yang dalam teks ini disebut ''Kalapa'' dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama ''Dayo'' (dalam bahasa Sunda modern: dayeuh yang berarti kota) dalam tempo dua hari.<ref>(ibidem 1996:23)</ref>
Pelabuhan Sunda Kelapa telah dikenal semenjak [[abad ke-12]] dan kala itu merupakan pelabuhan terpenting kerajaan Pajajaran. Kemudian pada masa masuknya Islam dan para penjelajah Eropa, Sunda Kelapa diperebutkan antara kerajaan-kerajaan Nusantara dan Eropa. Akhirnya Belanda berhasil menguasainya cukup lama sampai lebih dari 300 tahun. Para penakluk ini mengganti nama-nama pelabuhan Sunda Kelapa dan daerah sekitarnya. Namun pada awal tahun 1970-an, nama kuna "Sunda Kelapa" kembali digunakan sebagai nama resmi pelabuhan tua ini.


Pelabuhan ini telah dipakai sejak zaman Tarumanagara dan diperkirakan sudah ada sejak [[abad ke-5]] dan saat itu disebut Sundapura. Pada [[abad ke-12]], pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan [[lada]] yang sibuk milik [[Kerajaan Sunda]], yang memiliki ibu kota di Pakuan Pajajaran atau Pajajaran yang saat ini menjadi [[Kota Bogor]]. Kapal-kapal asing yang berasal dari [[Tiongkok]], [[Jepang]], [[India]] Selatan, dan Timur Tengah sudah berlabuh di pelabuhan ini membawa barang-barang seperti [[porselen]], [[kopi]], [[sutra]], [[kain]], wangi-wangian, [[kuda]], [[anggur]], dan zat warna untuk ditukar dengan [[rempah-rempah]] yang menjadi komoditas dagang saat itu.
===Masa Hindu-Buddha===
Menurut sumber Portugis, Sunda Kelapa merupakan salah satu pelabuhan yang dimiliki Kerajaan Pajajaran selain pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara dan Cimanuk.<ref>Supratikno Rahardjo et al (1996:21) </ref> Sunda Kelapa yang dalam teks ini disebut ''Kalapa'' dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama ''Dayo'' dalam tempo dua hari.<ref>(ibidem 1996:23)</ref>


=== Masa Islam dan awal kolonialisme Barat ===
Pelabuhan ini telah dipakai sejak zaman Hindu-Sunda dan diperkirakan sudah ada sejak [[abad ke-12]]. Kala itu pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan [[lada]] yang sibuk milik Pajajaran, yang lokasinya dekat dengan [[Kota Bogor]] sekarang. Kapal-kapal asing yang berasal dari [[Tiongkok]], [[Jepang]], [[India]] Selatan, dan Timur Tengah sudah berlabuh di pelabuhan ini membawa barang-barang seperti [[porselen]], [[kopi]], [[sutra]], [[kain]], wangi-wangian, [[kuda]], [[anggur]], dan zat warna untuk ditukar dengan [[rempah-rempah]] yang menjadi komoditas dagang saat itu.
Pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, para penjelajah Eropa mulai berlayar mengunjungi sudut-sudut dunia. Bangsa Portugis berlayar ke Asia dan pada tahun 1511, mereka bahkan bisa merebut kota pelabuhan Malaka, di [[Semenanjung Malaka]]. Malaka dijadikan basis untuk penjelajahan lebih lanjut di Asia Tenggara dan Asia Timur.


[[Tome Pires]], salah seorang penjelajah Portugis, mengunjungi pelabuhan-pelabuhan di pantai utara Pulau Jawa antara tahun 1512 dan 1515. Ia menggambarkan bahwa pelabuhan Sunda Kelapa ramai disinggahi pedagang-pedagang dan pelaut dari luar seperti dari [[Sumatra]], [[Kesultanan Malaka|Malaka]], Sulawesi Selatan, Jawa dan Madura. Menurut laporan tersebut, di Sunda Kelapa banyak diperdagangkan lada, beras, asam, hewan potong, emas, sayuran serta buah-buahan.
===Masa Islam dan awal kolonialisme Barat ===
Pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, para penjelajah Eropa mulai berlayar mengunjungi sudut-sudut dunia. Bangsa Portugis berlayar ke Asia dan pada tahun 1511, mereka bahkan bisa merebut kota pelabuhan Malaka, di Semenanjung Malaka. Malaka dijadikan basis untuk penjelajahan lebih lanjut di Asia Tenggara dan Asia Timur.


Laporan Portugis menjelaskan bahwa Sunda Kelapa terbujur sepanjang satu atau dua kilometer di atas potongan-potongan tanah sempit yang dibersihkan di kedua tepi sungai Ciliwung. Tempat ini ada di dekat muaranya yang terletak di teluk yang terlindung oleh beberapa buah pulau. Sungainya memungkinkan untuk dimasuki 10 kapal dagang yang masing-masing memiliki kapasitas sekitar 100 ton. Kapal-kapal tersebut umumnya dimiliki oleh orang-orang [[Suku Melayu|Melayu]], Jepang dan Tionghoa. Di samping itu ada pula kapal-kapal dari daerah yang sekarang disebut Indonesia Timur. Sementara itu kapal-kapal Portugis dari tipe kecil yang memiliki kapasitas muat antara 500 - 1.000 ton harus berlabuh di depan pantai. Tome Pires juga menyatakan bahwa barang-barang komoditas dagang Sunda diangkut dengan ''lanchara'', yaitu semacam kapal yang muatannya sampai kurang lebih 150 ton.<ref>Supratikno Rahardjo (1996:26).</ref>
[[Tome Pires]], salah seorang penjelajah Portugis, mengunjungi pelabuhan-pelabuhan di pantai utara Pulau Jawa antara tahun 1512 dan 1515. Ia menggambarkan bahwa pelabuhan Sunda Kelapa ramai disinggahi pedagang-pedagang dan pelaut dari luar seperti dari Sumatra, Malaka, Sulawesi Selatan, Jawa dan Madura. Menurut laporan tersebut, di Sunda Kelapa banyak diperdagangkan lada, beras, asam, hewan potong, emas, sayuran serta buah-buahan.


Lalu pada tahun 1522 Gubernur [[Alfonso d'Albuquerque]] yang berkedudukan di Malaka mengutus Henrique Leme untuk menghadiri undangan raja Sunda untuk membangun benteng keamanan di Sunda Kalapa untuk melawan orang-orang Cirebon yang bersifat ekspansif. Sementara itu kerajaan Demak sudah menjadi pusat kekuatan politik Islam. Orang-orang Muslim ini pada awalnya adalah pendatang dari [[Suku Jawa|Jawa]] dan diantaranya merupakan keturunan Arab.
Laporan Portugis juga menyatakan bahwa Sunda Kelapa pada awalnya bukan sebuah pelabuhan tepi pantai, tetapi agak menjorok masuk ke dalam sungai Ciliwung. Kemudian keterangan Portugis juga menjelaskan bahwa Sunda Kelapa terbujur sepanjang satu atau dua kilometer di atas potongan-potongan tanah sempit yang dibersihkan di kedua tepi sungai Ciliwung. Tempat ini ada di dekat muaranya yang terletak di teluk yang terlindung oleh beberapa buah pulau. Sungainya memungkinkan untuk dimasuki 10 kapal dagang yang masing-masing memiliki kapasitas sekitar 100 ton. Kapal-kapal tersebut umumnya dimiliki oleh orang-orang Melayu, Jepang dan Tionghoa. Di samping itu ada pula kapal-kapal dari daerah yang sekarang disebut Indonesia Timur. Sementara itu kapal-kapal Portugis dari tipe kecil yang memiliki kapasitas muat antara 500 - 1.000 ton harus berlabuh di depan pantai. Tome Pires juga menyatakan bahwa barang-barang komoditas dagang Sunda diangkut dengan ''lanchara'', yaitu semacam kapal yang muatannya sampai kurang lebih 150 ton.<ref>Supratikno Rahardjo (1996:26).</ref>


Maka pada tanggal [[21 Agustus]] [[1522]] dibuatlah suatu perjanjian yang menyebutkan bahwa orang Portugis akan membuat loji (perkantoran dan perumahan yang dilengkapi benteng) di Sunda Kelapa, sedangkan Sunda Kelapa akan menerima barang-barang yang diperlukan. Raja Sunda akan memberikan kepada orang-orang Portugis 1.000 keranjang lada sebagai tanda persahabatan. Sebuah batu peringatan atau ''[[padraõ]]'' dibuat untuk memperingati peristiwa itu. [[Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal|Padrao dimaksud]] disebut sebagai layang salaka domas dalam cerita rakya Sunda [[Mundinglaya Dikusumah]]. Padraõ itu ditemukan kembali pada tahun 1918 di sudut Prinsenstraat (Jalan Cengkeh) dan Groenestraat (Jalan Nelayan Timur) di Jakarta.
Lalu pada tahun 1522 Gubernur [[Alfonso d'Albuquerque]] yang berkedudukan di Malaka mengutus Henrique Leme untuk mengadakan hubungan persahabatan dengan Pajajaran, guna mendapatkan izin mendirikan benteng di Sunda Kelapa. Maksud Portugal itu mendapat sambutan baik dari Kerajaan Pajajaran, karena kecuali alasan perdagangan, Raja Pajajaran juga mengharapkan bantuan orang Portugis untuk melawan orang-orang Muslim yang semakin banyak jumlahnya di Banten dan Cirebon. Sementara itu kerajaan Demak sudah menjadi pusat kekuatan politik Islam. Orang-orang Muslim ini pada awalnya adalah pendatang dari Jawa dan merupakan [[suku Jawa|orang-orang Jawa]].


Kerajaan Demak menganggap perjanjian persahabatan Sunda-Portugal tersebut sebagai sebuah provokasi dan suatu ancaman baginya. Lantas [[Demak]] menugaskan [[Fatahillah]] untuk mengusir [[Portugis]] sekaligus merebut kota ini. Maka pada tanggal [[22 Juni]] [[1527]], pasukan gabungan Demak-Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan) merebut Sunda Kelapa. Tragedi tanggal 22 Juni inilah yang hingga kini selalu dirayakan sebagai hari jadi kota Jakarta. Sejak saat itu nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta. Nama ini biasanya diterjemahkan sebagai kota kemenangan atau kota kejayaan, namun sejatinya artinya ialah "kemenangan yang diraih oleh sebuah perbuatan atau usaha" dari [[bahasa Sanskerta]], ''jayakṛta'' ([[aksara Dewanagari|Dewanagari]] जयकृत).<ref>Sesuai Gonda (1951:348) yang mengutip Hoessein Djajadiningrat.</ref>
Maka pada tanggal [[21 Agustus]] [[1522]] dibuatlah suatu perjanjian yang menyebutkan bahwa orang Portugis akan membuat loji (perkantoran dan perumahan yang dilengkapi benteng) di Sunda Kelapa, sedangkan Sunda Kelapa akan menerima barang-barang yang diperlukan. Raja Pajajaran akan memberikan kepada orang-orang Portugis 1.000 keranjang lada sebagai tanda persahabatan. Sebuah batu peringatan atau ''padraõ'' dibuat untuk memperingati peristiwa itu. Padraõ itu ditemukan kembali pada tahun 1918 di sudut Prinsenstraat (Jalan Cengkeh) dan Groenestraat (Jalan Nelayan Timur) di Jakarta.

Kerajaan Demak menganggap perjanjian persahabatan Pajajaran-Portugal tersebut sebagai sebuah provokasi dan suatu ancaman baginya. Lantas [[Demak]] menugaskan [[Fatahillah]] untuk mengusir [[Portugis]] sekaligus merebut kota ini. Maka pada tanggal [[22 Juni]] [[1527]], pasukan gabungan Demak-Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan) merebut Sunda Kelapa. Tanggal 22 Juni inilah yang hingga kini selalu dirayakan sebagai hari jadi kota Jakarta. Sejak saat itu nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta. Nama ini biasanya diterjemahkan sebagai kota kemenangan atau kota kejayaan, namun sejatinya artinya ialah "kemenangan yang diraih oleh sebuah perbuatan atau usaha" dari bahasa Sansekerta ''jayakṛta'' ([[aksara Dewanagari|Dewanagari]] जयकृत).<ref>Sesuai Gonda (1951:348) yang mengutip Hoessein Djajadiningrat.</ref>


=== Masa kolonialisme Belanda ===
=== Masa kolonialisme Belanda ===
Baris 30: Baris 55:
Menurut catatan sejarah, pelabuhan Sunda Kelapa pada masa awal ini dibangun dengan kanal sepanjang 810 meter. Pada tahun 1817, pemerintah Belanda memperbesarnya menjadi 1.825 meter. Setelah zaman kemerdekaan, dilakukan rehabilitasi sehingga pelabuhan ini memiliki kanal sepanjang 3.250 meter yang dapat menampung 70 perahu layar dengan sistem susun sirih.
Menurut catatan sejarah, pelabuhan Sunda Kelapa pada masa awal ini dibangun dengan kanal sepanjang 810 meter. Pada tahun 1817, pemerintah Belanda memperbesarnya menjadi 1.825 meter. Setelah zaman kemerdekaan, dilakukan rehabilitasi sehingga pelabuhan ini memiliki kanal sepanjang 3.250 meter yang dapat menampung 70 perahu layar dengan sistem susun sirih.


===Abad ke-19===
=== Abad ke-19 ===
Sekitar tahun [[1859]], Sunda Kalapa sudah tidak seramai masa-masa sebelumnya. Akibat pendangkalan, kapal-kapal tidak lagi dapat bersandar di dekat pelabuhan sehingga barang-barang dari tengah laut harus diangkut dengan perahu-perahu. Kota [[Batavia]] saat itu sebenarnya sedang mengalami percepatan dan sentuhan modern (modernisasi), apalagi sejak dibukanya Terusan [[Suez]] pada 1869 yang mempersingkat jarak tempuh berkat kemampuan kapal-kapal uap yang lebih laju meningkatkan arus pelayaran antar samudera. Selain itu [[Batavia]] juga bersaing dengan [[Singapura]] yang dibangun [[Raffles]] sekitar tahun [[1819]].
Sekitar tahun [[1859]], Sunda Kalapa sudah tidak seramai masa-masa sebelumnya. Akibat pendangkalan, kapal-kapal tidak lagi dapat bersandar di dekat pelabuhan sehingga barang-barang dari tengah laut harus diangkut dengan perahu-perahu. Kota [[Batavia]] saat itu sebenarnya sedang mengalami percepatan dan sentuhan modern (modernisasi), apalagi sejak dibukanya [[terusan Suez|Terusan]] [[Suez]] pada 1869 yang mempersingkat jarak tempuh berkat kemampuan kapal-kapal uap yang lebih laju meningkatkan arus pelayaran antar samudera. Selain itu [[Batavia]] juga bersaing dengan [[Singapura]] yang dibangun [[Raffles]] sekitar tahun [[1819]].


Maka dibangunlah pelabuhan samudera [[Tanjung Priok]], yang jaraknya sekitar 15 km ke timur dari Sunda Kelapa untuk menggantikannya. Hampir bersamaan dengan itu dibangun jalan [[kereta api]] pertama ([[1873]]) antara [[Batavia]] - Buitenzorg ([[Bogor]]). Empat tahun sebelumnya ([[1869]]) muncul trem berkuda yang ditarik empat ekor kuda, yang diberi besi dibagian mulutnya.
Maka dibangunlah [[Pelabuhan Tanjung Priok|pelabuhan samudra Tanjung Priok]], yang jaraknya sekitar 15&nbsp;km ke timur dari Sunda Kelapa untuk menggantikannya. Hampir bersamaan dengan itu dibangun jalan [[kereta api]] pertama ([[1873]]) antara [[Batavia]] - Buitenzorg ([[Bogor]]). Empat tahun sebelumnya ([[1869]]) muncul trem berkuda yang ditarik empat ekor kuda, yang diberi besi di bagian mulutnya.


Selain itu pada pertengahan abad ke-19 seluruh kawasan sekitar menara syahbandar yang ditinggali para elit [[Belanda]] dan [[Eropa]] menjadi tidak sehat. Dan segera sesudah wilayah sekeliling [[Batavia]] bebas dari ancaman binatang buas dan gerombolan budak pelarian, banyak orang berpindah ke wilayah selatan.
Selain itu pada pertengahan abad ke-19 seluruh kawasan sekitar [[Menara Syahbandar]] yang ditinggali para elit [[Belanda]] dan [[Eropa]] menjadi tidak sehat. Dan segera sesudah wilayah sekeliling [[Batavia]] bebas dari ancaman binatang buas dan gerombolan budak pelarian, banyak orang Sunda Kalapa berpindah ke wilayah selatan.


===Abad ke-20===
=== Abad ke-20 ===
Pada masa pendudukan oleh bala tentara [[Jepang|Dai Nippon]] yang mulai pada tahun [[1942]], Batavia diubah namanya menjadi Jakarta. Setelah bala tentara Dai Nippon keluar pada tahun 1945, nama ini tetap dipakai oleh Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia. Kemudian pada masa [[Orde Baru]], nama Sunda Kelapa dipakai kembali. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.D.IV a.4/3/74 tanggal [[6 Maret]] [[1974]], nama Sunda Kelapa dipakai lagi secara resmi sebagai nama pelabuhan. Pelabuhan ini juga biasa disebut Pasar Ikan karena di situ terdapat pasar ikan yang besar.
Pada masa pendudukan oleh bala tentara [[Jepang|Dai Nippon]] yang mulai pada tahun [[1942]], Batavia diubah namanya menjadi Jakarta. Setelah bala tentara Dai Nippon keluar pada tahun 1945, nama ini tetap dipakai oleh Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia. Kemudian pada masa [[Orde Baru]], nama Sunda Kelapa dipakai kembali. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.D.IV a.4/3/74 tanggal [[6 Maret]] [[1974]], nama Sunda Kelapa dipakai lagi secara resmi sebagai nama pelabuhan. Pelabuhan ini juga biasa disebut Pasar Ikan karena di situ terdapat pasar ikan yang besar.


==Sunda Kelapa dewasa ini ==
== Sunda Kelapa masa kini ==
[[Berkas:Watchtower Sunda Kelapa.jpg|ka|jmpl|250px|Menara pengawas Sunda Kelapa]]Pada saat ini Pelabuhan Sunda Kelapa direncanakan menjadi kawasan [[wisata]] karena nilai sejarahnya yang tinggi. Saat ini Pelabuhan Sunda Kelapa adalah salah satu [[pelabuhan]] yang dikelola oleh [[PT Pelindo II]] yang tidak disertifikasi ''[[International Ship and Port Security]]'' karena sifat pelayanan jasanya hanya untuk kapal antar pulau.
[[Image:Old harbour2.JPG|right|thumb|250px|Sunda Kelapa masa kini]]
[[Image:Fort sunda kelapa.jpg|right|thumb|250px|Benteng Sunda Kelapa]]


Saat ini pelabuhan Sunda Kelapa memiliki luas daratan 760 hektare serta luas perairan kolam 16.470 hektare, terdiri atas dua pelabuhan utama dan pelabuhan Kalibaru. Pelabuhan utama memiliki panjang area 3.250 meter dan luas kolam lebih kurang 1.200 meter yang mampu menampung 70 perahu layar motor. Pelabuhan Kalibaru panjangnya 750 meter lebih dengan luas daratan 343.399 meter persegi, luas kolam 42.128,74 meter persegi, dan mampu menampung sekitar 65 kapal antar pulau dan memiliki lapangan penumpukan barang seluas 31.131 meter persegi.
Pada saat ini Pelabuhan Sunda Kelapa direncanakan menjadi kawasan [[wisata]] karena nilai sejarahnya yang tinggi. Saat ini Pelabuhan Sunda Kelapa adalah salah satu [[pelabuhan]] yang dikelola oleh [[PT Pelindo II]] yang tidak disertifikasi ''[[International Ship and Port Security]]'' karena sifat pelayanan jasanya hanya untuk kapal antar pulau.

Saat ini pelabuhan Sunda Kelapa memiliki luas daratan 760 hektar serta luas perairan kolam 16.470 hektar, terdiri atas dua pelabuhan utama dan pelabuhan Kalibaru. Pelabuhan utama memiliki panjang area 3.250 meter dan luas kolam lebih kurang 1.200 meter yang mampu menampung 70 perahu layar motor. Pelabuhan Kalibaru panjangnya 750 meter lebih dengan luas daratan 343.399 meter persegi, luas kolam 42.128,74 meter persegi, dan mampu menampung sekitar 65 kapal antar pulau dan memiliki lapangan penumpukan barang seluas 31.131 meter persegi.


Dari segi ekonomi, pelabuhan ini sangat strategis karena berdekatan dengan pusat-pusat perdagangan di Jakarta seperti Glodok, Pasar Pagi, Mangga Dua, dan lain-lainnya. Sebagai pelabuhan antar pulau Sunda Kelapa ramai dikunjungi kapal-kapal berukuran 175 BRT. Barang-barang yang diangkut di pelabuhan ini selain barang kelontong adalah sembako serta tekstil. Untuk pembangunan di luar pulau Jawa, dari Sunda Kelapa juga diangkut bahan bangunan seperti besi beton dan lain-lain. Pelabuhan ini juga merupakan tujuan pembongkaran bahan bangunan dari luar Jawa seperti kayu gergajian, rotan, kaoliang, kopra, dan lain sebagainya. Bongkar muat barang di pelabuhan ini masih menggunakan cara tradisional. Di pelabuhan ini juga tersedia fasilitas gudang penimbunan, baik gudang biasa maupun gudang api.
Dari segi ekonomi, pelabuhan ini sangat strategis karena berdekatan dengan pusat-pusat perdagangan di Jakarta seperti Glodok, Pasar Pagi, Mangga Dua, dan lain-lainnya. Sebagai pelabuhan antar pulau Sunda Kelapa ramai dikunjungi kapal-kapal berukuran 175 BRT. Barang-barang yang diangkut di pelabuhan ini selain barang kelontong adalah sembako serta tekstil. Untuk pembangunan di luar pulau Jawa, dari Sunda Kelapa juga diangkut bahan bangunan seperti besi beton dan lain-lain. Pelabuhan ini juga merupakan tujuan pembongkaran bahan bangunan dari luar Jawa seperti kayu gergajian, rotan, kaoliang, kopra, dan lain sebagainya. Bongkar muat barang di pelabuhan ini masih menggunakan cara tradisional. Di pelabuhan ini juga tersedia fasilitas gudang penimbunan, baik gudang biasa maupun gudang api.
Baris 52: Baris 74:
Dari segi sejarah, pelabuhan ini pun merupakan salah satu tujuan wisata bagi DKI. Tidak jauh dari pelabuhan ini terdapat Museum Bahari yang menampilkan dunia kemaritiman Indonesia masa silam serta peninggalan sejarah kolonial Belanda masa lalu.
Dari segi sejarah, pelabuhan ini pun merupakan salah satu tujuan wisata bagi DKI. Tidak jauh dari pelabuhan ini terdapat Museum Bahari yang menampilkan dunia kemaritiman Indonesia masa silam serta peninggalan sejarah kolonial Belanda masa lalu.


Di sebelah selatan pelabuhan ini terdapat pula Galangan Kapal VOC dan gedung-gedung VOC yang telah direnovasi. Selain itu pelabuhan ini direncanakan akan menjalani [[reklamasi]] pantai untuk pembangunan terminal multifungsi [[Ancol Timur]] sebesar 500 hektar.
Di sebelah selatan pelabuhan ini terdapat pula Galangan Kapal VOC dan gedung-gedung VOC yang telah direnovasi. Selain itu pelabuhan ini direncanakan akan menjalani [[reklamasi]] pantai untuk pembangunan terminal multifungsi [[Ancol Timur]] sebesar 500 hektare.

== Galeri ==
<gallery class="center" widths=200px>
Sunda Kelapa Februari 2020.jpg|Dua kapal sedang bersandar di Pelabuhan Sunda Kelapa Pada 22 Februari 2020.
Old harbour of Jakarta, 2005.jpg|Sunda Kelapa masa kini
Fort sunda kelapa.jpg|Gudang-gudang tua di dekat pelabuhan Sunda Kelapa, yang sekarang dikenal sebagai menjadi [[Museum Bahari]].
Padrao sunda kelapa.jpg|[[Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal]], sebuah tugu batu untuk memperingati perjanjian antara Kerajaan Portugal dan Sunda yang saat ini berada di [[Museum Nasional Indonesia]], [[Jakarta]].
</gallery>


==Catatan kaki==
== Catatan kaki ==
{{reflist}}
{{reflist}}


==Rujukan==
== Rujukan ==
*{{en}} Jan Gonda, 1951, ''Sanskrit in Indonesia''.
* {{en}} Jan Gonda, 1951, ''Sanskrit in Indonesia''.
*{{id}} Adolf Heuken SJ dan Grace Pamungkas, 2000, ''Galangan Kapal Batavia selama tiga ratus tahun''. Jakarta:Cipta Loka Caraka/Sunda Kelapa Lestari
* {{id}} Adolf Heuken SJ dan Grace Pamungkas, 2000, ''Galangan Kapal Batavia selama tiga ratus tahun''. Jakarta:Cipta Loka Caraka/Sunda Kelapa Lestari
*{{id}} Supratikno Rahardjo et al., 1996, ''Sunda Kelapa sebagai Bandar di Jalur Sutra. Laporan Penelitian''. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI
* {{id}} Supratikno Rahardjo et al., 1996, ''Sunda Kelapa sebagai Bandar di Jalur Sutra. Laporan Penelitian''. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI
*{{id}} Thomas B. Ataladjar dan Sudiyono, 1991, 'Sunda Kelapa' di ''Ensiklopedia Nasional Indonesia''. Jakarta: Cipta Adi Pustaka
* {{id}} Thomas B. Ataladjar dan Sudiyono, 1991, 'Sunda Kelapa' di ''Ensiklopedi Nasional Indonesia''. Jakarta: Cipta Adi Pustaka


==Pranala luar==
== Pranala luar ==
{{commons cat|Sunda Kelapa}}
* {{id}} [http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0404/25/0903.htm Menyusuri Kota Tua Jakarta, Pikiran Rakyat]
* {{id}} [http://www.jakartautara.com/ Portal Berita dan Informasi Jakarta Utara]
* {{id}} [http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0404/25/0903.htm Menyusuri Kota Tua Jakarta, Pikiran Rakyat] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20050508175402/http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0404/25/0903.htm |date=2005-05-08 }}
* {{id}} [http://www.kompas.com/kompas-cetak/0312/18/metro/754153.htm Pelabuhan Sunda Kelapa yang Terabaikan]
* {{id}} [http://www.kompas.com/kompas-cetak/0312/18/metro/754153.htm Pelabuhan Sunda Kelapa yang Terabaikan]
{{Pelabuhan Pelindo}}{{Batavia}}


[[Kategori:Jakarta]]
[[Kategori:Sejarah Jakarta]]
[[Kategori:Sejarah Jakarta]]
[[Kategori:Pelabuhan di Indonesia]]
[[Kategori:Pelabuhan di Indonesia]]
[[Kategori:Kerajaan Sunda]]

Revisi terkini sejak 15 September 2024 03.51

Pelabuhan Sunda Kelapa
Kapal Pinisi yang berlabuh di Sunda Kelapa
Peta
Lokasi
NegaraIndonesia
LokasiJakarta Utara, Indonesia
Koordinat6°07′39″S 106°48′33″E / 6.127439°S 106.809034°E / -6.127439; 106.809034
Detail
OperatorPT Pelabuhan Indonesia (Persero)
JenisPelabuhan alami
Luas lahan50.8 Ha
Statistik
Kedatangan kapalPer jam
Situs web
www.indonesiaport.co.id/read/sunda-kelapa.html

Sunda Kelapa (bahasa Sunda: ᮞᮥᮔ᮪ᮓ ᮊᮜᮕ, translit. Sunda Kalapa) adalah nama sebuah pelabuhan dan tempat sekitarnya di Jakarta, Indonesia. Pelabuhan ini terletak di kelurahan Penjaringan, kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara.

Meskipun sekarang Sunda Kelapa hanyalah nama salah satu pelabuhan di Jakarta, daerah ini sangat penting karena desa di sekitar pelabuhan Sunda Kelapa adalah cikal-bakal kota Jakarta yang hari jadinya ditetapkan pada tanggal 22 Juni 1527. Kala itu Kalapa, nama aslinya, merupakan pelabuhan Kerajaan Sunda atau yang lebih dikenal saat itu sebagai Kerajaan Pajajaran yang beribu kota di Pakuan Pajajaran (sekarang Kota Bogor) yang direbut oleh pasukan Demak dan Cirebon. Walaupun hari jadi kota Jakarta baru ditetapkan pada abad ke-16, sejarah Sunda Kelapa sudah dimulai jauh lebih awal, yaitu pada zaman pendahulu Pajajaran, yaitu kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Tarumanagara pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya dari Pulau Sumatra.[butuh rujukan]

Pelabuhan Kalapa telah dikenal semenjak abad ke-12 dan kala itu merupakan pelabuhan terpenting Pajajaran. Kemudian pada masa masuknya Islam dan para penjajah Eropa, Kalapa diperebutkan antara kerajaan-kerajaan Nusantara dan Eropa. Akhirnya Belanda berhasil menguasainya cukup lama sampai lebih dari 300 tahun. Para penakluk ini mengganti nama pelabuhan Kalapa dan daerah sekitarnya. Namun pada awal tahun 1970-an, nama kuno Kalapa kembali digunakan sebagai nama resmi pelabuhan tua ini dalam bentuk "Sunda Kelapa".

Masa Hindu-Buddha

[sunting | sunting sumber]

Menurut penulis Portugis Tomé Pires, Kalapa adalah pelabuhan terbesar di Jawa Barat, selain Sunda (Banten), Pontang, Cigede, Tamgara dan Cimanuk yang juga dimiliki Pajajaran.[1] Sunda Kelapa yang dalam teks ini disebut Kalapa dianggap pelabuhan yang terpenting karena dapat ditempuh dari ibu kota kerajaan yang disebut dengan nama Dayo (dalam bahasa Sunda modern: dayeuh yang berarti kota) dalam tempo dua hari.[2]

Pelabuhan ini telah dipakai sejak zaman Tarumanagara dan diperkirakan sudah ada sejak abad ke-5 dan saat itu disebut Sundapura. Pada abad ke-12, pelabuhan ini dikenal sebagai pelabuhan lada yang sibuk milik Kerajaan Sunda, yang memiliki ibu kota di Pakuan Pajajaran atau Pajajaran yang saat ini menjadi Kota Bogor. Kapal-kapal asing yang berasal dari Tiongkok, Jepang, India Selatan, dan Timur Tengah sudah berlabuh di pelabuhan ini membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutra, kain, wangi-wangian, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar dengan rempah-rempah yang menjadi komoditas dagang saat itu.

Masa Islam dan awal kolonialisme Barat

[sunting | sunting sumber]

Pada akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16, para penjelajah Eropa mulai berlayar mengunjungi sudut-sudut dunia. Bangsa Portugis berlayar ke Asia dan pada tahun 1511, mereka bahkan bisa merebut kota pelabuhan Malaka, di Semenanjung Malaka. Malaka dijadikan basis untuk penjelajahan lebih lanjut di Asia Tenggara dan Asia Timur.

Tome Pires, salah seorang penjelajah Portugis, mengunjungi pelabuhan-pelabuhan di pantai utara Pulau Jawa antara tahun 1512 dan 1515. Ia menggambarkan bahwa pelabuhan Sunda Kelapa ramai disinggahi pedagang-pedagang dan pelaut dari luar seperti dari Sumatra, Malaka, Sulawesi Selatan, Jawa dan Madura. Menurut laporan tersebut, di Sunda Kelapa banyak diperdagangkan lada, beras, asam, hewan potong, emas, sayuran serta buah-buahan.

Laporan Portugis menjelaskan bahwa Sunda Kelapa terbujur sepanjang satu atau dua kilometer di atas potongan-potongan tanah sempit yang dibersihkan di kedua tepi sungai Ciliwung. Tempat ini ada di dekat muaranya yang terletak di teluk yang terlindung oleh beberapa buah pulau. Sungainya memungkinkan untuk dimasuki 10 kapal dagang yang masing-masing memiliki kapasitas sekitar 100 ton. Kapal-kapal tersebut umumnya dimiliki oleh orang-orang Melayu, Jepang dan Tionghoa. Di samping itu ada pula kapal-kapal dari daerah yang sekarang disebut Indonesia Timur. Sementara itu kapal-kapal Portugis dari tipe kecil yang memiliki kapasitas muat antara 500 - 1.000 ton harus berlabuh di depan pantai. Tome Pires juga menyatakan bahwa barang-barang komoditas dagang Sunda diangkut dengan lanchara, yaitu semacam kapal yang muatannya sampai kurang lebih 150 ton.[3]

Lalu pada tahun 1522 Gubernur Alfonso d'Albuquerque yang berkedudukan di Malaka mengutus Henrique Leme untuk menghadiri undangan raja Sunda untuk membangun benteng keamanan di Sunda Kalapa untuk melawan orang-orang Cirebon yang bersifat ekspansif. Sementara itu kerajaan Demak sudah menjadi pusat kekuatan politik Islam. Orang-orang Muslim ini pada awalnya adalah pendatang dari Jawa dan diantaranya merupakan keturunan Arab.

Maka pada tanggal 21 Agustus 1522 dibuatlah suatu perjanjian yang menyebutkan bahwa orang Portugis akan membuat loji (perkantoran dan perumahan yang dilengkapi benteng) di Sunda Kelapa, sedangkan Sunda Kelapa akan menerima barang-barang yang diperlukan. Raja Sunda akan memberikan kepada orang-orang Portugis 1.000 keranjang lada sebagai tanda persahabatan. Sebuah batu peringatan atau padraõ dibuat untuk memperingati peristiwa itu. Padrao dimaksud disebut sebagai layang salaka domas dalam cerita rakya Sunda Mundinglaya Dikusumah. Padraõ itu ditemukan kembali pada tahun 1918 di sudut Prinsenstraat (Jalan Cengkeh) dan Groenestraat (Jalan Nelayan Timur) di Jakarta.

Kerajaan Demak menganggap perjanjian persahabatan Sunda-Portugal tersebut sebagai sebuah provokasi dan suatu ancaman baginya. Lantas Demak menugaskan Fatahillah untuk mengusir Portugis sekaligus merebut kota ini. Maka pada tanggal 22 Juni 1527, pasukan gabungan Demak-Cirebon di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan) merebut Sunda Kelapa. Tragedi tanggal 22 Juni inilah yang hingga kini selalu dirayakan sebagai hari jadi kota Jakarta. Sejak saat itu nama Sunda Kelapa diganti menjadi Jayakarta. Nama ini biasanya diterjemahkan sebagai kota kemenangan atau kota kejayaan, namun sejatinya artinya ialah "kemenangan yang diraih oleh sebuah perbuatan atau usaha" dari bahasa Sanskerta, jayakṛta (Dewanagari जयकृत).[4]

Masa kolonialisme Belanda

[sunting | sunting sumber]

Kekuasaan Demak di Jayakarta tidak berlangsung lama. Pada akhir abad ke-16, bangsa Belanda mulai menjelajahi dunia dan mencari jalan ke timur. Mereka menugaskan Cornelis de Houtman untuk berlayar ke daerah yang sekarang disebut Indonesia. Eskspedisinya walaupun biayanya tinggi dianggap berhasil dan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) didirikan. Dalam mencari rempah-rempah di Asia Tenggara, mereka memerlukan basis pula. Maka dalam perkembangan selanjutnya pada tanggal 30 Mei 1619, Jayakarta direbut Belanda di bawah pimpinan Jan Pieterszoon Coen yang sekaligus memusnahkannya. Di atas puing-puing Jayakarta didirikan sebuah kota baru. J.P. Coen pada awalnya ingin menamai kota ini Nieuw Hoorn (Hoorn Baru), sesuai kota asalnya Hoorn di Belanda, tetapi akhirnya dipilih nama Batavia. Nama ini adalah nama sebuah suku Keltik yang pernah tinggal di wilayah negeri Belanda dewasa ini pada zaman Romawi.

Menurut catatan sejarah, pelabuhan Sunda Kelapa pada masa awal ini dibangun dengan kanal sepanjang 810 meter. Pada tahun 1817, pemerintah Belanda memperbesarnya menjadi 1.825 meter. Setelah zaman kemerdekaan, dilakukan rehabilitasi sehingga pelabuhan ini memiliki kanal sepanjang 3.250 meter yang dapat menampung 70 perahu layar dengan sistem susun sirih.

Abad ke-19

[sunting | sunting sumber]

Sekitar tahun 1859, Sunda Kalapa sudah tidak seramai masa-masa sebelumnya. Akibat pendangkalan, kapal-kapal tidak lagi dapat bersandar di dekat pelabuhan sehingga barang-barang dari tengah laut harus diangkut dengan perahu-perahu. Kota Batavia saat itu sebenarnya sedang mengalami percepatan dan sentuhan modern (modernisasi), apalagi sejak dibukanya Terusan Suez pada 1869 yang mempersingkat jarak tempuh berkat kemampuan kapal-kapal uap yang lebih laju meningkatkan arus pelayaran antar samudera. Selain itu Batavia juga bersaing dengan Singapura yang dibangun Raffles sekitar tahun 1819.

Maka dibangunlah pelabuhan samudra Tanjung Priok, yang jaraknya sekitar 15 km ke timur dari Sunda Kelapa untuk menggantikannya. Hampir bersamaan dengan itu dibangun jalan kereta api pertama (1873) antara Batavia - Buitenzorg (Bogor). Empat tahun sebelumnya (1869) muncul trem berkuda yang ditarik empat ekor kuda, yang diberi besi di bagian mulutnya.

Selain itu pada pertengahan abad ke-19 seluruh kawasan sekitar Menara Syahbandar yang ditinggali para elit Belanda dan Eropa menjadi tidak sehat. Dan segera sesudah wilayah sekeliling Batavia bebas dari ancaman binatang buas dan gerombolan budak pelarian, banyak orang Sunda Kalapa berpindah ke wilayah selatan.

Abad ke-20

[sunting | sunting sumber]

Pada masa pendudukan oleh bala tentara Dai Nippon yang mulai pada tahun 1942, Batavia diubah namanya menjadi Jakarta. Setelah bala tentara Dai Nippon keluar pada tahun 1945, nama ini tetap dipakai oleh Belanda yang ingin menguasai kembali Indonesia. Kemudian pada masa Orde Baru, nama Sunda Kelapa dipakai kembali. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.D.IV a.4/3/74 tanggal 6 Maret 1974, nama Sunda Kelapa dipakai lagi secara resmi sebagai nama pelabuhan. Pelabuhan ini juga biasa disebut Pasar Ikan karena di situ terdapat pasar ikan yang besar.

Sunda Kelapa masa kini

[sunting | sunting sumber]
Menara pengawas Sunda Kelapa

Pada saat ini Pelabuhan Sunda Kelapa direncanakan menjadi kawasan wisata karena nilai sejarahnya yang tinggi. Saat ini Pelabuhan Sunda Kelapa adalah salah satu pelabuhan yang dikelola oleh PT Pelindo II yang tidak disertifikasi International Ship and Port Security karena sifat pelayanan jasanya hanya untuk kapal antar pulau.

Saat ini pelabuhan Sunda Kelapa memiliki luas daratan 760 hektare serta luas perairan kolam 16.470 hektare, terdiri atas dua pelabuhan utama dan pelabuhan Kalibaru. Pelabuhan utama memiliki panjang area 3.250 meter dan luas kolam lebih kurang 1.200 meter yang mampu menampung 70 perahu layar motor. Pelabuhan Kalibaru panjangnya 750 meter lebih dengan luas daratan 343.399 meter persegi, luas kolam 42.128,74 meter persegi, dan mampu menampung sekitar 65 kapal antar pulau dan memiliki lapangan penumpukan barang seluas 31.131 meter persegi.

Dari segi ekonomi, pelabuhan ini sangat strategis karena berdekatan dengan pusat-pusat perdagangan di Jakarta seperti Glodok, Pasar Pagi, Mangga Dua, dan lain-lainnya. Sebagai pelabuhan antar pulau Sunda Kelapa ramai dikunjungi kapal-kapal berukuran 175 BRT. Barang-barang yang diangkut di pelabuhan ini selain barang kelontong adalah sembako serta tekstil. Untuk pembangunan di luar pulau Jawa, dari Sunda Kelapa juga diangkut bahan bangunan seperti besi beton dan lain-lain. Pelabuhan ini juga merupakan tujuan pembongkaran bahan bangunan dari luar Jawa seperti kayu gergajian, rotan, kaoliang, kopra, dan lain sebagainya. Bongkar muat barang di pelabuhan ini masih menggunakan cara tradisional. Di pelabuhan ini juga tersedia fasilitas gudang penimbunan, baik gudang biasa maupun gudang api.

Dari segi sejarah, pelabuhan ini pun merupakan salah satu tujuan wisata bagi DKI. Tidak jauh dari pelabuhan ini terdapat Museum Bahari yang menampilkan dunia kemaritiman Indonesia masa silam serta peninggalan sejarah kolonial Belanda masa lalu.

Di sebelah selatan pelabuhan ini terdapat pula Galangan Kapal VOC dan gedung-gedung VOC yang telah direnovasi. Selain itu pelabuhan ini direncanakan akan menjalani reklamasi pantai untuk pembangunan terminal multifungsi Ancol Timur sebesar 500 hektare.

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Supratikno Rahardjo et al (1996:21)
  2. ^ (ibidem 1996:23)
  3. ^ Supratikno Rahardjo (1996:26).
  4. ^ Sesuai Gonda (1951:348) yang mengutip Hoessein Djajadiningrat.
  • (Inggris) Jan Gonda, 1951, Sanskrit in Indonesia.
  • (Indonesia) Adolf Heuken SJ dan Grace Pamungkas, 2000, Galangan Kapal Batavia selama tiga ratus tahun. Jakarta:Cipta Loka Caraka/Sunda Kelapa Lestari
  • (Indonesia) Supratikno Rahardjo et al., 1996, Sunda Kelapa sebagai Bandar di Jalur Sutra. Laporan Penelitian. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI
  • (Indonesia) Thomas B. Ataladjar dan Sudiyono, 1991, 'Sunda Kelapa' di Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: Cipta Adi Pustaka

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]