Hadis: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Litha Bima (bicara | kontrib)
k kata Hadis jika ditelisik dari Transliterasi Bhasa Arab Indo itu salah penulisannya. makanya saya menyunting bagian kata Hadis menjadi Hadits sesuai dengan transliterasi arab Indo
Tag: Dikembalikan VisualEditor
RaFaDa20631 (bicara | kontrib)
k Suntingan Litha Bima (bicara) dibatalkan ke versi terakhir oleh Sir Hobler
Tag: Pengembalian pranala ke halaman disambiguasi
Baris 2: Baris 2:
{{Ensiklopedia Islam|Sumber hukum dan ajaran}}
{{Ensiklopedia Islam|Sumber hukum dan ajaran}}
{{Ushul fiqih|sumber}}
{{Ushul fiqih|sumber}}
'''Hadits''' ({{lang-ar|الحديث|lit=berbicara, perkataan, percakapan|translit=hadist}}, [[KBBI|ejaan KBBI]]: '''Hadits''', {{audio|Hadith Nabawi Arabic pronunciation.ogg|dengarkan}}), disebut juga '''sunnah''', adalah perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari [[Nabi Muhammad]] yang dijadikan landasan [[syariat Islam]]. Hadits dijadikan sumber hukum Islam selain [[al-Qur'an]], dalam hal ini kedudukan Hadits merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur'an.
'''Hadis''' ({{lang-ar|الحديث|lit=berbicara, perkataan, percakapan|translit=hadist}}, [[KBBI|ejaan KBBI]]: '''hadis''', {{audio|Hadith Nabawi Arabic pronunciation.ogg|dengarkan}}), disebut juga '''sunnah''', adalah perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari [[Nabi Muhammad]] yang dijadikan landasan [[syariat Islam]]. Hadis dijadikan sumber hukum Islam selain [[al-Qur'an]], dalam hal ini kedudukan hadis merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur'an.


== Etimologi ==
== Etimologi ==
Hadits secara [[harfiah]] berarti "berbicara", "perkataan" atau "percakapan". Dalam terminologi [[Islam]] istilah Hadits berarti melaporkan, mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari [[Nabi Muhammad]].
Hadis secara [[harfiah]] berarti "berbicara", "perkataan" atau "percakapan". Dalam terminologi [[Islam]] istilah hadis berarti melaporkan, mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari [[Nabi Muhammad]].
Menurut istilah ulama ahli Hadits,{{who}} Hadits yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya ({{lang-ar|تقرير|translit=taqrīr}}), sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat sebagai Nabi ({{lang-ar|بعثة|tranlit=bi'tsah}}) dan terkadang juga sebelumnya, sehingga arti Hadits di sini semakna dengan [[sunnah]].
Menurut istilah ulama ahli hadis,{{who}} hadis yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya ({{lang-ar|تقرير|translit=taqrīr}}), sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat sebagai Nabi ({{lang-ar|بعثة|tranlit=bi'tsah}}) dan terkadang juga sebelumnya, sehingga arti hadis di sini semakna dengan [[sunnah]].


Kata Hadits yang mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan [[Sunnah]], maka pada saat ini bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari [[Muhammad|Nabi Muhammad]] {{saw}} yang dijadikan ketetapan ataupun [[Hukum Islam|hukum]].<ref name="H-EoI">"Hadith," ''Encyclopedia of Islam.''</ref> Kata Hadits itu sendiri adalah bukan kata infinitif,<ref>Lisan al-Arab, by Ibn Manthour, vol. 2, pg. 350; Dar al-Hadith edition.</ref> maka kata tersebut adalah kata benda.<ref>''al-Kuliyat'' by Abu al-Baqa’ al-Kafawi, pg. 370; Al-Resalah Publishers. This last phrase is quoted by al-Qasimi in Qawaid al-Tahdith, pg. 61; Dar al-Nafais.</ref>
Kata hadis yang mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan [[Sunnah]], maka pada saat ini bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari [[Muhammad|Nabi Muhammad]] {{saw}} yang dijadikan ketetapan ataupun [[Hukum Islam|hukum]].<ref name="H-EoI">"Hadith," ''Encyclopedia of Islam.''</ref> Kata hadis itu sendiri adalah bukan kata infinitif,<ref>Lisan al-Arab, by Ibn Manthour, vol. 2, pg. 350; Dar al-Hadith edition.</ref> maka kata tersebut adalah kata benda.<ref>''al-Kuliyat'' by Abu al-Baqa’ al-Kafawi, pg. 370; Al-Resalah Publishers. This last phrase is quoted by al-Qasimi in Qawaid al-Tahdith, pg. 61; Dar al-Nafais.</ref>


== Struktur Hadits ==
== Struktur hadis ==
Secara struktur Hadits terdiri atas dua komponen utama yakni '''sanad/isnad''' (rantai penutur) dan '''matan''' (redaksi).
Secara struktur hadis terdiri atas dua komponen utama yakni '''sanad/isnad''' (rantai penutur) dan '''matan''' (redaksi).
:Contoh: ''Musaddad mengabari bahwa Yahya menyampaikan sebagaimana diberitakan oleh Syu'bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah {{saw}} bahwa dia bersabda: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri" (Hadits riwayat [[Bukhari]])''
:Contoh: ''Musaddad mengabari bahwa Yahya menyampaikan sebagaimana diberitakan oleh Syu'bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah {{saw}} bahwa dia bersabda: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri" (hadis riwayat [[Bukhari]])''


=== Sanad ===
=== Sanad ===
Sanad ialah rantai penutur/''rawi'' (periwayat) Hadits. Rawi adalah masing-masing orang yang menyampaikan Hadits tersebut (dalam contoh di atas: Bukhari, Musaddad, Yahya, Syu'bah, Qatadah dan Anas). Awal sanad ialah orang yang mencatat Hadits tersebut dalam bukunya (kitab Hadits); orang ini disebut ''mudawwin'' atau ''mukharrij''. Sanad merupakan rangkaian seluruh penutur itu mulai dari ''mudawwin'' hingga mencapai Rasulullah. Sanad memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad Hadits bersangkutan adalah
Sanad ialah rantai penutur/''rawi'' (periwayat) hadis. Rawi adalah masing-masing orang yang menyampaikan hadis tersebut (dalam contoh di atas: Bukhari, Musaddad, Yahya, Syu'bah, Qatadah dan Anas). Awal sanad ialah orang yang mencatat hadis tersebut dalam bukunya (kitab hadis); orang ini disebut ''mudawwin'' atau ''mukharrij''. Sanad merupakan rangkaian seluruh penutur itu mulai dari ''mudawwin'' hingga mencapai Rasulullah. Sanad memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadis bersangkutan adalah
:''Al-Bukhari --> Musaddad --> Yahya --> Syu’bah --> Qatadah --> Anas --> Nabi Muhammad {{saw}}''
:''Al-Bukhari --> Musaddad --> Yahya --> Syu’bah --> Qatadah --> Anas --> Nabi Muhammad {{saw}}''
Sebuah Hadits dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/rawi yang bervariasi dalam lapisan sanadnya; lapisan dalam sanad disebut dengan ''thabaqah''. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thabaqah sanad akan menentukan derajat Hadits tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi Hadits.
Sebuah hadis dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/rawi yang bervariasi dalam lapisan sanadnya; lapisan dalam sanad disebut dengan ''thabaqah''. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thabaqah sanad akan menentukan derajat hadis tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadis.


Jadi yang perlu dicermati dalam memahami Hadits terkait dengan sanadnya ialah:
Jadi yang perlu dicermati dalam memahami hadis terkait dengan sanadnya ialah:
* Keutuhan sanadnya
* Keutuhan sanadnya
* Jumlahnya
* Jumlahnya
* Perawi akhirnya
* Perawi akhirnya


Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam. Hal ini diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip Hadits-Hadits nabawi.
Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam. Hal ini diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadis-hadis nabawi.


:'''Rawi'''
:'''Rawi'''


:Rawi adalah orang-orang yang menyampaikan suatu Hadits. Sifat-sifat rawi yang ideal adalah:
:Rawi adalah orang-orang yang menyampaikan suatu hadis. Sifat-sifat rawi yang ideal adalah:
:* Bukan pendusta atau tidak dituduh sebagai pendusta
:* Bukan pendusta atau tidak dituduh sebagai pendusta
:* Tidak banyak salahnya
:* Tidak banyak salahnya
Baris 37: Baris 37:
:* Kuat ingatannya (hafalannya)
:* Kuat ingatannya (hafalannya)
:* Tidak sering bertentangan dengan rawi-rawi yang kuat
:* Tidak sering bertentangan dengan rawi-rawi yang kuat
:* Sekurangnya dikenal oleh dua orang ahli Hadits pada jamannya.
:* Sekurangnya dikenal oleh dua orang ahli hadis pada jamannya.


:Sifat-sifat para rawi ini telah dicatat dari zaman ke zaman oleh ahli-ahli Hadits yang semasa, dan disalin dan dipelajari oleh ahli-ahli Hadits pada masa-masa yang berikutnya hingga ke masa sekarang. Rawi yang tidak ada catatannya dinamakan ''maj'hul'', dan Hadits yang diriwayatkannya tidak boleh diterima.
:Sifat-sifat para rawi ini telah dicatat dari zaman ke zaman oleh ahli-ahli hadis yang semasa, dan disalin dan dipelajari oleh ahli-ahli hadis pada masa-masa yang berikutnya hingga ke masa sekarang. Rawi yang tidak ada catatannya dinamakan ''maj'hul'', dan hadis yang diriwayatkannya tidak boleh diterima.


Dalam buku terjemahan bahasa indonesia sering dijumpai singkatan HR yang merupakan kepanjangan dari Hadits Riwayat. Sehingga HR. Bukhari bermakna Hadits tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari.
Dalam buku terjemahan bahasa indonesia sering dijumpai singkatan HR yang merupakan kepanjangan dari Hadis Riwayat. Sehingga HR. Bukhari bermakna hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari.


=== Matan ===
=== Matan ===
Matan ialah redaksi dari Hadits, dari contoh sebelumnya maka matan Hadits bersangkutan ialah:
Matan ialah redaksi dari hadis, dari contoh sebelumnya maka matan hadis bersangkutan ialah:
:''"Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia [[cinta]] untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri"''
:''"Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia [[cinta]] untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri"''


Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami Hadits ialah:
Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadis ialah:
* Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,
* Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,
* Matan Hadits itu sendiri dalam hubungannya dengan Hadits lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).
* Matan hadis itu sendiri dalam hubungannya dengan hadis lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).


== Klasifikasi Hadits ==
== Klasifikasi hadis ==
Hadits dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (rawi) serta tingkat keaslian Hadits (dapat diterima atau tidaknya Hadits bersangkutan).
Hadis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (rawi) serta tingkat keaslian hadis (dapat diterima atau tidaknya hadis bersangkutan).


=== Berdasarkan ujung sanad ===
=== Berdasarkan ujung sanad ===
Berdasarkan klasifikasi ini Hadits dibagi menjadi 3 golongan yakni ''’[[Marfu]]'' (terangkat), ''mauquf'' (terhenti) dan ''maqthu’''(terputus):
Berdasarkan klasifikasi ini hadis dibagi menjadi 3 golongan yakni ''’[[Marfu]]'' (terangkat), ''mauquf'' (terhenti) dan ''maqthu’''(terputus):
* ''Hadits Marfu’'' adalah Hadits yang sanadnya berujung langsung pada Nabi [[Muhammad]] {{saw}} (contoh: Hadits di atas)
* ''Hadis Marfu’'' adalah hadis yang sanadnya berujung langsung pada Nabi [[Muhammad]] {{saw}} (contoh: hadis di atas)
* ''Hadits Mauquf'' adalah Hadits yang sanadnya terhenti pada para [[sahabat nabi]] tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu'. Contoh: [[Imam Bukhari|Al Bukhari]] dalam kitab ''Al-Fara'id'' (hukum waris) menyampaikan bahwa [[Abu Bakar]], Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah". Pernyataan dalam contoh itu tidak jelas, apakah berasal dari Nabi atau sekadar pendapat para sahabat. Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat adalah seperti "Kami diperintahkan..", "Kami dilarang untuk...", "Kami terbiasa... jika sedang bersama Rasulullah", maka derajat Hadits tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'.
* ''Hadis Mauquf'' adalah hadis yang sanadnya terhenti pada para [[sahabat nabi]] tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu'. Contoh: [[Imam Bukhari|Al Bukhari]] dalam kitab ''Al-Fara'id'' (hukum waris) menyampaikan bahwa [[Abu Bakar]], Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah". Pernyataan dalam contoh itu tidak jelas, apakah berasal dari Nabi atau sekadar pendapat para sahabat. Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat adalah seperti "Kami diperintahkan..", "Kami dilarang untuk...", "Kami terbiasa... jika sedang bersama Rasulullah", maka derajat hadis tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'.
* ''Hadits Maqthu’'' adalah Hadits yang sanadnya berujung pada para [[tabi'in]] (penerus) atau sebawahnya. Contoh Hadits ini adalah: [[Imam Muslim]] meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa [[Ibnu Sirin]] mengatakan: "Pengetahuan ini (Hadits) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu".
* ''Hadis Maqthu’'' adalah hadis yang sanadnya berujung pada para [[tabi'in]] (penerus) atau sebawahnya. Contoh hadis ini adalah: [[Imam Muslim]] meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa [[Ibnu Sirin]] mengatakan: "Pengetahuan ini (hadis) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu".
Keaslian Hadits yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah {{saw}} dari ucapan para sahabat maupun tabi'in di mana hal ini sangat membantu dalam area perkembangan dalam fikih (Suhaib Hasan, ''Science of Hadits'').
Keaslian hadis yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah {{saw}} dari ucapan para sahabat maupun tabi'in di mana hal ini sangat membantu dalam area perkembangan dalam fikih (Suhaib Hasan, ''Science of Hadis'').


=== Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanad ===
=== Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanad ===
Berdasarkan klasifikasi ini Hadits terbagi menjadi beberapa golongan yakni ''Musnad'', ''Mursal'', ''Munqathi’'', ''Mu’allaq'', ''Mu’dlal'' dan ''Mudallas''. Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur di atasnya.
Berdasarkan klasifikasi ini hadis terbagi menjadi beberapa golongan yakni ''Musnad'', ''Mursal'', ''Munqathi’'', ''Mu’allaq'', ''Mu’dlal'' dan ''Mudallas''. Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur di atasnya.
:Ilustrasi sanad: ''Pencatat Hadits > Penutur 5> Penutur 4> Penutur 3 ([[tabi'ut tabi'in]]) > Penutur 2 ([[tabi'in]]) > Penutur 1 (para [[sahabat nabi|shahabi]]) > [[Rasulullah]]''
:Ilustrasi sanad: ''Pencatat hadis > Penutur 5> Penutur 4> Penutur 3 ([[tabi'ut tabi'in]]) > Penutur 2 ([[tabi'in]]) > Penutur 1 (para [[sahabat nabi|shahabi]]) > [[Rasulullah]]''
* ''Hadits Musnad''. Sebuah Hadits tergolong musnad apabila urutan sanad yang dimiliki Hadits tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Urut-urutan penutur memungkinkan terjadinya penyampaian Hadits berdasarkan waktu dan kondisi, yakni rawi-rawi itu memang diyakini telah saling bertemu dan menyampaikan Hadits. Hadits ini juga dinamakan ''muttashilus sanad'' atau ''maushul''.
* ''Hadis Musnad''. Sebuah hadis tergolong musnad apabila urutan sanad yang dimiliki hadis tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Urut-urutan penutur memungkinkan terjadinya penyampaian hadis berdasarkan waktu dan kondisi, yakni rawi-rawi itu memang diyakini telah saling bertemu dan menyampaikan hadis. Hadis ini juga dinamakan ''muttashilus sanad'' atau ''maushul''.
* ''Hadits Mursal'', bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in menisbatkan langsung kepada Rasulullah {{saw}} (contoh: seorang tabi'in (penutur 2) mengatakan "Rasulullah berkata..." tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang menuturkan kepadanya).
* ''Hadis Mursal'', bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in menisbatkan langsung kepada Rasulullah {{saw}} (contoh: seorang tabi'in (penutur 2) mengatakan "Rasulullah berkata..." tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang menuturkan kepadanya).
* ''Hadits Munqathi’'', bila sanad putus pada salah satu penutur, atau pada dua penutur yang tidak berturutan, selain shahabi.
* ''Hadis Munqathi’'', bila sanad putus pada salah satu penutur, atau pada dua penutur yang tidak berturutan, selain shahabi.
* ''Hadits Mu’dlal'', bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.
* ''Hadis Mu’dlal'', bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.
* ''Hadits Mu’allaq'', bila sanad terputus pada penutur 5 hingga penutur 1, alias tidak ada sanadnya. Contoh: ''"Seorang pencatat Hadits mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan...."'' tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga Rasulullah.
* ''Hadis Mu’allaq'', bila sanad terputus pada penutur 5 hingga penutur 1, alias tidak ada sanadnya. Contoh: ''"Seorang pencatat hadis mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan...."'' tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga Rasulullah.
* ''Hadits Mudallas'', bila salah satu rawi mengatakan "..''si A berkata'' .." atau "''Hadits ini dari si A''.." tanpa ada kejelasan "..''kepada saya''.."; yakni tidak tegas menunjukkan bahwa Hadits itu disampaikan kepadanya secara langsung. Bisa jadi antara rawi tersebut dengan si A ada rawi lain yang tidak terkenal, yang tidak disebutkan dalam sanad. Hadits ini disebut juga Hadits yang disembunyikan cacatnya karena diriwayatkan melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, atau Hadits yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.
* ''Hadis Mudallas'', bila salah satu rawi mengatakan "..''si A berkata'' .." atau "''Hadis ini dari si A''.." tanpa ada kejelasan "..''kepada saya''.."; yakni tidak tegas menunjukkan bahwa hadis itu disampaikan kepadanya secara langsung. Bisa jadi antara rawi tersebut dengan si A ada rawi lain yang tidak terkenal, yang tidak disebutkan dalam sanad. Hadis ini disebut juga hadis yang disembunyikan cacatnya karena diriwayatkan melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, atau hadis yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.


=== Berdasarkan jumlah penutur ===
=== Berdasarkan jumlah penutur ===
Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad Hadits tersebut. Berdasarkan klasifikasi ini Hadits dibagi atas ''Hadits mutawatir'' dan ''Hadits ahad''.
Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadis tersebut. Berdasarkan klasifikasi ini hadis dibagi atas ''hadis mutawatir'' dan ''hadis ahad''.
* ''Hadits Mutawatir'', adalah Hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Jadi Hadits mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan generasi (thaqabah) berimbang. Para [[ulama]] berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum Hadits mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadits mutawatir sendiri dapat dibedakan antara dua jenis yakni mutawatir ''lafzhy'' (lafaz redaksional sama pada tiap riwayat) dan ''ma’nawy'' (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat)
* ''Hadis Mutawatir'', adalah hadis yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadis mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan generasi (thaqabah) berimbang. Para [[ulama]] berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadis mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadis mutawatir sendiri dapat dibedakan antara dua jenis yakni mutawatir ''lafzhy'' (lafaz redaksional sama pada tiap riwayat) dan ''ma’nawy'' (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat)
* ''Hadits Ahad'', Hadits yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadits ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain:
* ''Hadis Ahad'', hadis yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadis ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain:
** ''Gharib'', bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan lain mungkin terdapat banyak penutur)
** ''Gharib'', bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan lain mungkin terdapat banyak penutur)
** ''Aziz'', bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan, pada lapisan lain lebih banyak)
** ''Aziz'', bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan, pada lapisan lain lebih banyak)
** ''Masyhur'', bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada salah satu lapisan, dan pada lapisan lain lebih banyak) namun tidak mencapai derajat mutawatir. Dinamai juga ''Hadits mustafidl''.
** ''Masyhur'', bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada salah satu lapisan, dan pada lapisan lain lebih banyak) namun tidak mencapai derajat mutawatir. Dinamai juga ''hadis mustafidl''.


=== Berdasarkan tingkat keaslian Hadits ===
=== Berdasarkan tingkat keaslian hadis ===
Kategorisasi tingkat keaslian Hadits adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap Hadits tersebut. Tingkatan Hadits pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, dla'if dan maudlu'.
Kategorisasi tingkat keaslian hadis adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadis tersebut. Tingkatan hadis pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, dla'if dan maudlu'.
* ''[[Hadis Shahih|Hadits Sahih]]'', yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu Hadits. Hadits shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
* ''[[Hadis Shahih|Hadis Sahih]]'', yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadis. Hadis shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
*# Sanadnya bersambung (lihat Hadits Musnad di atas);
*# Sanadnya bersambung (lihat Hadis Musnad di atas);
*# Diriwayatkan oleh para penutur/rawi yang adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga ''muruah''(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
*# Diriwayatkan oleh para penutur/rawi yang adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga ''muruah''(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
*# Pada saat menerima Hadits, masing-masing rawi telah cukup umur (''baligh'') dan beragama Islam.
*# Pada saat menerima hadis, masing-masing rawi telah cukup umur (''baligh'') dan beragama Islam.
*# Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (''syadz'') serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yang mencacatkan Hadits (''’illat'').
*# Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (''syadz'') serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yang mencacatkan hadis (''’illat'').
* ''[[Hadis Hasan|Hadits Hasan]]'', bila Hadits yang tersebut sanadnya bersambung, tetapi ada sedikit kelemahan pada rawi(-rawi)nya; misalnya diriwayatkan oleh rawi yang adil namun tidak sempurna ingatannya. Namun matannya tidak syadz atau cacat.
* ''[[Hadis Hasan]]'', bila hadis yang tersebut sanadnya bersambung, tetapi ada sedikit kelemahan pada rawi(-rawi)nya; misalnya diriwayatkan oleh rawi yang adil namun tidak sempurna ingatannya. Namun matannya tidak syadz atau cacat.
* ''[[Hadis Dhaif|Hadits Dhaif]]'' (lemah), ialah Hadits yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa Hadits mauquf, maqthu’, mursal, mu’allaq, mudallas, munqathi’ atau mu’dlal), atau diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, atau mengandung kejanggalan atau cacat.
* ''[[Hadis Dhaif]]'' (lemah), ialah hadis yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa hadis mauquf, maqthu’, mursal, mu’allaq, mudallas, munqathi’ atau mu’dlal), atau diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, atau mengandung kejanggalan atau cacat.
* ''[[Hadis Maudlu’|Hadits Maudlu’]]'', bila Hadits dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang dikenal sebagai pendusta.
* ''[[Hadis Maudlu’]]'', bila hadis dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang dikenal sebagai pendusta.


=== Jenis-jenis lain ===
=== Jenis-jenis lain ===
Adapun beberapa jenis Hadits lainnya yang tidak disebutkan dari klasifikasi di atas antara lain:
Adapun beberapa jenis hadis lainnya yang tidak disebutkan dari klasifikasi di atas antara lain:
* ''Hadits Matruk'', yang berarti Hadits yang ditinggalkan yaitu Hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi saja dan rawi itu dituduh berdusta.
* ''Hadis Matruk'', yang berarti hadis yang ditinggalkan yaitu hadis yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi saja dan rawi itu dituduh berdusta.
* ''Hadits Mungkar'', yaitu Hadits yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi yang lemah yang bertentangan dengan Hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang tepercaya/jujur.
* ''Hadis Mungkar'', yaitu hadis yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi yang lemah yang bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang tepercaya/jujur.
* ''Hadits Mu'allal'', artinya Hadits yang dinilai sakit atau cacat yaitu Hadits yang di dalamnya terdapat cacat yang tersembunyi (''’illat''). Menurut [[Ibnu Hajar Al Atsqalani]] bahwa Hadits Mu'allal ialah Hadits yang tampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadits ini biasa juga disebut Hadits Ma'lul (yang dicacati) dan disebut Hadits Mu'tal (Hadits sakit atau cacat).
* ''Hadis Mu'allal'', artinya hadis yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadis yang di dalamnya terdapat cacat yang tersembunyi (''’illat''). Menurut [[Ibnu Hajar Al Atsqalani]] bahwa hadis Mu'allal ialah hadis yang tampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadis ini biasa juga disebut hadis Ma'lul (yang dicacati) dan disebut hadis Mu'tal (hadis sakit atau cacat).
* ''Hadits Mudlthorib'', artinya Hadits yang kacau yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi melalui beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidak sama atau bahkan kontradiksi dengan yang dikompromikan
* ''Hadis Mudlthorib'', artinya hadis yang kacau yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi melalui beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidak sama atau bahkan kontradiksi dengan yang dikompromikan
* ''Hadits Maqlub'', yakni Hadits yang terbalik yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya, baik dalam hal matan (isi) atau sanad (silsilah)
* ''Hadis Maqlub'', yakni hadis yang terbalik yaitu hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya, baik dalam hal matan (isi) atau sanad (silsilah)
* ''Hadits Gholia'', yaitu Hadits yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah
* ''Hadis Gholia'', yaitu hadis yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah
* ''Hadits Mudraj'', yaitu Hadits yang mengalami penambahan isi oleh rawi, misalnya penjelasan-penjelasan yang bukan berasal dari Nabi {{saw}}
* ''Hadis Mudraj'', yaitu hadis yang mengalami penambahan isi oleh rawi, misalnya penjelasan-penjelasan yang bukan berasal dari Nabi {{saw}}
* ''Hadits Syadz'', Hadits yang jarang yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang tepercaya namun bertentangan dengan Hadits lain yang diriwayatkan dari rawi-rawi yang lain. Hadits syadz bisa jadi berderajat shahih, akan tetapi berlawanan isi dengan Hadits shahih yang lebih kuat sanadnya. Hadits yang lebih kuat sanadnya ini dinamakan ''Hadits Mahfuzh''.
* ''Hadis Syadz'', hadis yang jarang yaitu hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang tepercaya namun bertentangan dengan hadis lain yang diriwayatkan dari rawi-rawi yang lain. Hadis syadz bisa jadi berderajat shahih, akan tetapi berlawanan isi dengan hadis shahih yang lebih kuat sanadnya. Hadis yang lebih kuat sanadnya ini dinamakan ''Hadis Mahfuzh''.


== Sejarah Perkembangan Hadits ==
== Sejarah Perkembangan Hadis ==
Sejarah perkembangan Hadits merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh Hadits dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi. Dengan memerhatikan masa yang telah dilalui Hadits sejak masa timbulnya/lahirnya di zaman Nabi SAW. meneliti dan membina Hadits, serta segala hal yang memengaruhi Hadits tersebut. Para ulama Muhaditsin membagi sejarah Hadits dalam beberapa periode. Adapun para ulama penulis sejarah Hadits berbeda-beda dalam membagi periode sejarah Hadits. Ada yang membagi dalam tiga periode, lima periode, dan tujuh periode.<ref name=":0">{{Cite book|last=Agus Solahudin, Suyadi|first=M., Agus|date=2008|title=Ulumul Hadis|location=Bandung|publisher=Pustaka Setia|isbn=978-979-730-938-1|url-status=live}}</ref>
Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi. Dengan memerhatikan masa yang telah dilalui hadis sejak masa timbulnya/lahirnya di zaman Nabi SAW. meneliti dan membina hadis, serta segala hal yang memengaruhi hadis tersebut. Para ulama Muhaditsin membagi sejarah hadis dalam beberapa periode. Adapun para ulama penulis sejarah hadis berbeda-beda dalam membagi periode sejarah hadis. Ada yang membagi dalam tiga periode, lima periode, dan tujuh periode.<ref name=":0">{{Cite book|last=Agus Solahudin, Suyadi|first=M., Agus|date=2008|title=Ulumul Hadis|location=Bandung|publisher=Pustaka Setia|isbn=978-979-730-938-1|url-status=live}}</ref>


M. Hasbi Asy-Shidieqy membagi perkembangan Hadits menjadi tujuh periode, sejak periode Nabi SAW. hingga sekarang, yaitu sebagai berikut.
M. Hasbi Asy-Shidieqy membagi perkembangan hadis menjadi tujuh periode, sejak periode Nabi SAW. hingga sekarang, yaitu sebagai berikut.


=== Periode Pertama: Perkembangan Hadits pada Masa Rasulullah SAW. ===
=== Periode Pertama: Perkembangan Hadis pada Masa Rasulullah SAW. ===
Periode ini disebut 'Ashr Al-IWahyi wa At-Taqwin' (masa turunnya wahyu) dan pembentukan masyarakat Islam). Pada periode inilah, Hadits Iahir berupa sabda (aqteal), af'al, dan taqrir Nabi yang berfungsi menerangkan Al-Quran untuk menegakkan syariat Islam dan membentuk masyarakat Islam. Para sahabat menerima Hadits secara langsung dan tidak langsung. Penerimaan secara langsung misalnya saat Nabi SAW. memberi ceramah, pengajian, khotbah, atau penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak langsung adalah mendengar dari sahabat yang lain atau dari utusan-utusan, baik dari utusan yang dikirim oleh Nabi ke daerah-daerah atau utusan daerah yang datang kepada Nabi. Pada masa Nabi SAW., kepandaian baca tulis di kalangan para sahabat sudah bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis di kalangan sahabat masih kurang, Nabi menekankan untuk menghapal, memahami, memelihara, mematerikan, dan memantapkan Hadits dalam amalan sehari-hari, serta mentabligkannya kepada orang lain.<ref name=":0" />
Periode ini disebut 'Ashr Al-IWahyi wa At-Taqwin' (masa turunnya wahyu) dan pembentukan masyarakat Islam). Pada periode inilah, hadis Iahir berupa sabda (aqteal), af'al, dan taqrir Nabi yang berfungsi menerangkan Al-Quran untuk menegakkan syariat Islam dan membentuk masyarakat Islam. Para sahabat menerima hadis secara langsung dan tidak langsung. Penerimaan secara langsung misalnya saat Nabi SAW. memberi ceramah, pengajian, khotbah, atau penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak langsung adalah mendengar dari sahabat yang lain atau dari utusan-utusan, baik dari utusan yang dikirim oleh Nabi ke daerah-daerah atau utusan daerah yang datang kepada Nabi. Pada masa Nabi SAW., kepandaian baca tulis di kalangan para sahabat sudah bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis di kalangan sahabat masih kurang, Nabi menekankan untuk menghapal, memahami, memelihara, mematerikan, dan memantapkan hadis dalam amalan sehari-hari, serta mentabligkannya kepada orang lain.<ref name=":0" />


Tidak ditulisnya Hadits secara resmi pada masa Nabi bukan berarti tidak ada sahabat yang menulis Hadits. Dalam sejaah pcnulisan Hadits terdapat nama-nama sahabat yang menulis Hadits, di antaranya:
Tidak ditulisnya hadis secara resmi pada masa Nabi bukan berarti tidak ada sahabat yang menulis hadis. Dalam sejaah pcnulisan hadis terdapat nama-nama sahabat yang menulis hadis, di antaranya:


# 'Abdullah Ibn Amr Ibn 'Ash, shahifah-nya disebut AshShadiqah.
# 'Abdullah Ibn Amr Ibn 'Ash, shahifah-nya disebut AshShadiqah.
# Ali Ibn Abi Thalib, penulis Hadits tentang hukum diyat, hukum keluarga, dan lain-lain.
# Ali Ibn Abi Thalib, penulis hadis tentang hukum diyat, hukum keluarga, dan lain-lain.
# Anas Ibn Malik.
# Anas Ibn Malik.


Di samping itu, ketika Nabi SAV. menyelenggarakan dakwah dan pembinaan umat, beliau sering mengirimkan surat-surat seruan pemberitahuan, antara lain kepada para pejabat di daerah dan surat tentang seruan dakwah İslamiyah kepada para raja dan kabilah, baik di timur, utara, dan barat. Surat-surat tersebut merupakan koleksi Hadits juga. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa pada masa Nabi SAW. telah dilakukan penulisan Hadits di kalangan sahabat.
Di samping itu, ketika Nabi SAV. menyelenggarakan dakwah dan pembinaan umat, beliau sering mengirimkan surat-surat seruan pemberitahuan, antara lain kepada para pejabat di daerah dan surat tentang seruan dakwah İslamiyah kepada para raja dan kabilah, baik di timur, utara, dan barat. Surat-surat tersebut merupakan koleksi hadis juga. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa pada masa Nabi SAW. telah dilakukan penulisan hadis di kalangan sahabat.


=== Periode Kedua: Perkembangan Hadits pada Masa Khulafa' ArRasyidin (11 H - 40 H) ===
=== Periode Kedua: Perkembangan Hadis pada Masa Khulafa' ArRasyidin (11 H - 40 H) ===
Periode ini disebut 'Ashr-At-Tatsabbut wa Al-lqlal min AlRizvaya/ı (masa membatasi dan menyedikitkan riwayat). Nabi SAW. wafat pada tahun 1 1 H. Kepada umatnya, beliau meninggalkan dua pegangan sebagai dasar bagi pedoman hidup, yaitu Al-Quran dan Hadits (As-Sunnah) yang harus dipegangi dalam seluruh aspek kehidupan umat. Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan Hadits tersebar secara terbatas. Penulisan Hadits pun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi. Bahkan, pada masa itu, Umar melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan Hadits, dan sebaliknya, Umar menekankan agar para sahabat mengerahkan perhatiannya untuk menyebarluaskan Al-Quran.<ref name=":0" />
Periode ini disebut 'Ashr-At-Tatsabbut wa Al-lqlal min AlRizvaya/ı (masa membatasi dan menyedikitkan riwayat). Nabi SAW. wafat pada tahun 1 1 H. Kepada umatnya, beliau meninggalkan dua pegangan sebagai dasar bagi pedoman hidup, yaitu Al-Quran dan hadis (As-Sunnah) yang harus dipegangi dalam seluruh aspek kehidupan umat. Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadis tersebar secara terbatas. Penulisan hadis pun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi. Bahkan, pada masa itu, Umar melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan hadis, dan sebaliknya, Umar menekankan agar para sahabat mengerahkan perhatiannya untuk menyebarluaskan Al-Quran.<ref name=":0" />


Dalam praktiknya, ada dua sahabat yang meriwayatkan Hadits, yakni:
Dalam praktiknya, ada dua sahabat yang meriwayatkan hadis, yakni:


# Dengan lafazh asli, yakni menurut lafazh yang mereka terima dari Nabi SAV. yang mereka hapal benar lafazh dari Nabi.
# Dengan lafazh asli, yakni menurut lafazh yang mereka terima dari Nabi SAV. yang mereka hapal benar lafazh dari Nabi.
# Dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya karena tidak hapal lafazh asli dari Nabi SAW.
# Dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya karena tidak hapal lafazh asli dari Nabi SAW.
# Pada masa ini, Khalifah Umar mempunyai gagasan untuk membukukan Hadits, namun maksud tersebut diurungkan setelah beliau melakukan shalat istikharah.<ref name=":0" />
# Pada masa ini, Khalifah Umar mempunyai gagasan untuk membukukan hadis, namun maksud tersebut diurungkan setelah beliau melakukan shalat istikharah.<ref name=":0" />


=== Periode Ketiga: Perkembangan pada Masa Sahabat Kecil dan Tabi'in ===
=== Periode Ketiga: Perkembangan pada Masa Sahabat Kecil dan Tabi'in ===
Periode ini disebut 'Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-Amshar (masa berkembang dan meluasnya periwayatan Hadits). Pada masa ini, daerah Islam sudah meluas, yakni ke negeri Syatn, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke Spanyol. Hal ini bersamaan dengan berangkatnya para sahabat ke daerahdaerah tersebut, terutama dalam rangka tugas memangku jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu Hadits.
Periode ini disebut 'Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-Amshar (masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadis). Pada masa ini, daerah Islam sudah meluas, yakni ke negeri Syatn, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke Spanyol. Hal ini bersamaan dengan berangkatnya para sahabat ke daerahdaerah tersebut, terutama dalam rangka tugas memangku jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu hadis.


Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui Hadits-Hadits Nabi SAW. diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk menanyakan Hadits kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di wilayah tersebut. Dengan demikian, pada masa ini, di samping tersebarnya periwayatan Hadits ke pelosokpelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari Hadits pun menjadi ramai.<ref name=":0" />
Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadis-hadis Nabi SAW. diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk menanyakan hadis kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di wilayah tersebut. Dengan demikian, pada masa ini, di samping tersebarnya periwayatan hadis ke pelosokpelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadis pun menjadi ramai.<ref name=":0" />


Karena meningkatnya periwayatan Hadits, muncullah bendaharawan dan lembaga-lembaga (Centrum Perkembangan) Hadits di berbagai daerah di seluruh negeri. Di antara bendaharawan Hadits yang banyak menerima, menghapal, dan mengembangkan atau meriwayatkan Hadits adalah:
Karena meningkatnya periwayatan hadis, muncullah bendaharawan dan lembaga-lembaga (Centrum Perkembangan) hadis di berbagai daerah di seluruh negeri. Di antara bendaharawan hadis yang banyak menerima, menghapal, dan mengembangkan atau meriwayatkan hadis adalah:


# Abu Hurairah, menurut Ibn Al-Jauzi, beliau meriwayatkan 5.374Hadits, sedangkan menurut Al-Kirmany, beliau meriwayatkan 5.364 Hadits.
# Abu Hurairah, menurut Ibn Al-Jauzi, beliau meriwayatkan 5.374hadis, sedangkan menurut Al-Kirmany, beliau meriwayatkan 5.364 hadis.
# 'Abdullah Ibn Umar meriwayatkan 2.630 Hadits.
# 'Abdullah Ibn Umar meriwayatkan 2.630 hadis.
# 'Aisyah, istri Rasul SAW. meriwayatkan 2.276 Hadits.
# 'Aisyah, istri Rasul SAW. meriwayatkan 2.276 hadis.
# 'Abdullah Ibn 'Abbas meriwayatkan 1.660 Hadits.
# 'Abdullah Ibn 'Abbas meriwayatkan 1.660 hadis.
# Jabir Ibn 'Abdullah meriwayatkan 1.540 Hadits.
# Jabir Ibn 'Abdullah meriwayatkan 1.540 hadis.
# Abu Sa'id Al-Khudri meriwayatkan 1.170 Hadits.<ref name=":0" />
# Abu Sa'id Al-Khudri meriwayatkan 1.170 hadis.<ref name=":0" />


Adapun lembaga-lembaga Hadits yang menjadi pusat bagi usaha penggalian, pendidikan, dan pengembangan Hadits terdapat di:<ref name=":0" />
Adapun lembaga-lembaga hadis yang menjadi pusat bagi usaha penggalian, pendidikan, dan pengembangan hadis terdapat di:<ref name=":0" />


# Madinah, dengan tokoh-tokohnya: Abu Bakar, Umar, Ali, Abu Hurairah, 'Aisyah, Ibn Umar, Sa'id Al-Khudri, Zaid Ibn Tsabit (dari kalangan sahabat), 'Urwah, Sa'id Az-Zuhri, 'Abdullah Ibn Umar, Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakar, Nafi', Abu Bakar Ibn Abd Ar-Rahman Ibn Hisyam, dan Abu Zinad (dari kalangan tabiin).
# Madinah, dengan tokoh-tokohnya: Abu Bakar, Umar, Ali, Abu Hurairah, 'Aisyah, Ibn Umar, Sa'id Al-Khudri, Zaid Ibn Tsabit (dari kalangan sahabat), 'Urwah, Sa'id Az-Zuhri, 'Abdullah Ibn Umar, Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakar, Nafi', Abu Bakar Ibn Abd Ar-Rahman Ibn Hisyam, dan Abu Zinad (dari kalangan tabiin).
# Mekkah, dengan tokoh-tokohnya: Ali, 'Abdullah Ibn Mas'ud, Sa'ad Ibn Abi Waqas, Sa'id Ibn Zaid, Khabbah Ibn Al-Arat, Salman Al-Farisi, Abu Juhaifah (sahabat), Masruq, Ubaididah, Al-Aswad, Syuraih, Ibrahim, Sa'id Ibn Jubair, Amir Ibn Syurahil, Asy-Sya'bi (tabiin).
# Mekah, dengan tokoh-tokohnya: Ali, 'Abdullah Ibn Mas'ud, Sa'ad Ibn Abi Waqas, Sa'id Ibn Zaid, Khabbah Ibn Al-Arat, Salman Al-Farisi, Abu Juhaifah (sahabat), Masruq, Ubaididah, Al-Aswad, Syuraih, Ibrahim, Sa'id Ibn Jubair, Amir Ibn Syurahil, Asy-Sya'bi (tabiin).
# Bashrah, dengan tokoh-tokohnya: Anas Ibn Malik, 'Utbah, Imran Ibn Husain, Abu Barzah, Ma'qil Ibn Yasar, Abu Bakrah, Abd Ar-Rahman Ibn Sumirah, 'Abdullah Ibn Syikhkhir, Jariyah Ibn Qudamah (sahabat), Abu al-Aliyah, Rafi' Ibn Mihram Al-Riyahi, Al-Hasan Al-Bishri, Muhammad Ibn Sirin, Abu Sya'tsa, Jabir Ibn Zaid, Qatadah, Mutharraf Ibn 'Abdullah Ibn Syikhkhir, Abu Bardah Raja' Ibn Abi Musa (tabiin).
# Bashrah, dengan tokoh-tokohnya: Anas Ibn Malik, 'Utbah, Imran Ibn Husain, Abu Barzah, Ma'qil Ibn Yasar, Abu Bakrah, Abd Ar-Rahman Ibn Sumirah, 'Abdullah Ibn Syikhkhir, Jariyah Ibn Qudamah (sahabat), Abu al-Aliyah, Rafi' Ibn Mihram Al-Riyahi, Al-Hasan Al-Bishri, Muhammad Ibn Sirin, Abu Sya'tsa, Jabir Ibn Zaid, Qatadah, Mutharraf Ibn 'Abdullah Ibn Syikhkhir, Abu Bardah Raja' Ibn Abi Musa (tabiin).
# Syam, dengan tokoh-tokohnya: Mu'adz Ibn Jabbal, Ubaidah Ibn Tsamit, Abu Darda (sahabat), Abu Idris al-Khaulani, Qasibah Ibn Dzuaib, Makhul, Raja' Ibn Haiwah (tabiin).
# Syam, dengan tokoh-tokohnya: Mu'adz Ibn Jabbal, Ubaidah Ibn Tsamit, Abu Darda (sahabat), Abu Idris al-Khaulani, Qasibah Ibn Dzuaib, Makhul, Raja' Ibn Haiwah (tabiin).
# Mesir, dengan tokoh-tokohnya: 'Abdullah Ibn Amr, Uqbah Ibn Amir, Kharijah Ibn Hudzaifah, 'Abdullah Ibn Harits, Abu Basyrah, Abu Saad al-Khair, Martsad al-Yaziri, Yazid Ibn Abi Habib (tabi'in).<ref name=":0" />
# Mesir, dengan tokoh-tokohnya: 'Abdullah Ibn Amr, Uqbah Ibn Amir, Kharijah Ibn Hudzaifah, 'Abdullah Ibn Harits, Abu Basyrah, Abu Saad al-Khair, Martsad al-Yaziri, Yazid Ibn Abi Habib (tabi'in).<ref name=":0" />


Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali r.a. Pada masa ini, umat Islam mulai terpecah-pecah menjadi beberapa golongan: Pcrtcuna, golongan 'Ali Ibn Abi Thalib, yang kemudian dinamakan golongan Syi'ah. Kedua, golongan khawarij, yang menentang 'Ali, dan golongan Mu'awiyah, dan ketiga, golongan jumhur (golongan pemerintah pada masa itu). Terpecahnya umat Islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal dari Rasulullah SAW. untuk mendukung golongan mereka. Oleh sebab itulah, mereka membuat Hadits palsu dan menyebarkannya kepada masyarakat.<ref name=":0" />
Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali r.a. Pada masa ini, umat Islam mulai terpecah-pecah menjadi beberapa golongan: Pcrtcuna, golongan 'Ali Ibn Abi Thalib, yang kemudian dinamakan golongan Syi'ah. Kedua, golongan khawarij, yang menentang 'Ali, dan golongan Mu'awiyah, dan ketiga, golongan jumhur (golongan pemerintah pada masa itu). Terpecahnya umat Islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal dari Rasulullah SAW. untuk mendukung golongan mereka. Oleh sebab itulah, mereka membuat hadis palsu dan menyebarkannya kepada masyarakat.<ref name=":0" />


=== Periode Keempat: Perkembangan Hadits pada Abad II dan III Hijriah ===
=== Periode Keempat: Perkembangan Hadis pada Abad II dan III Hijriah ===
Periode ini disebut Ashr Al-Kitabah tva Al- Tadwin (masa penulisan dan pembukuan). Maksudnya, penulisan dan pembukuan secara resmi, yakni yang diselenggarakan oleh atau atas inisiatif pemerintah. Adapun kalau secara perseorangan, sebelum abad Il H Hadits sudah banyak ditulis, baik pada masa tabiin, sahabat kecil, sahabat besar, bahkan masa Nabi SAW. Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad ke-2 H, yakni pada masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Azis tahun 101 H. Sebagai khalifah, Umar Ibn Aziz sadar bahwa para perawi yang menghimpun Hadits dalam hapalannya semakin banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak membukukan dan mengumpulkan dalam buku-buku Hadits dari para perawinya, ada kemungkinan Hadits-Hadits tersebut akan lenyap dari permukaan burni bersamaan dengan kepergian para penghapalnya ke alam barzakh.<ref name=":0" />
Periode ini disebut Ashr Al-Kitabah tva Al- Tadwin (masa penulisan dan pembukuan). Maksudnya, penulisan dan pembukuan secara resmi, yakni yang diselenggarakan oleh atau atas inisiatif pemerintah. Adapun kalau secara perseorangan, sebelum abad Il H hadis sudah banyak ditulis, baik pada masa tabiin, sahabat kecil, sahabat besar, bahkan masa Nabi SAW. Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad ke-2 H, yakni pada masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Azis tahun 101 H. Sebagai khalifah, Umar Ibn Aziz sadar bahwa para perawi yang menghimpun hadis dalam hapalannya semakin banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak membukukan dan mengumpulkan dalam buku-buku hadis dari para perawinya, ada kemungkinan hadis-hadis tersebut akan lenyap dari permukaan burni bersamaan dengan kepergian para penghapalnya ke alam barzakh.<ref name=":0" />


Untuk mewujudkan maksud tersebut, pada tahun 100 H, Khalifah meminta kepada Gubernur Madinah, Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hazmin (120 H) yang menjadi guru Ma'mar Al-Laits, AlAuza'i, Malik, Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin untuk membukukan Hadits Rasul yang terdapat pada penghapal wanita yang terkenal, yaitu Amrah binti Abdir Rahman Ibn Sa'ad Ibn Zurarah Ibn 'Ades, seorang ahli fiqh, murid 'Aisyah r.a. (20 H/642 M - 98 H/716 M atau 106 H/ 724 M), dan Hadits-Hadits yang ada pada Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakr Ash-Shiddieq (107 H/725 M), seorang pemuka tabiin dan salah seorang fuqaha Madinah yang tujuh.<ref name=":0" />
Untuk mewujudkan maksud tersebut, pada tahun 100 H, Khalifah meminta kepada Gubernur Madinah, Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hazmin (120 H) yang menjadi guru Ma'mar Al-Laits, AlAuza'i, Malik, Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin untuk membukukan hadis Rasul yang terdapat pada penghapal wanita yang terkenal, yaitu Amrah binti Abdir Rahman Ibn Sa'ad Ibn Zurarah Ibn 'Ades, seorang ahli fiqh, murid 'Aisyah r.a. (20 H/642 M - 98 H/716 M atau 106 H/ 724 M), dan hadis-hadis yang ada pada Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakr Ash-Shiddieq (107 H/725 M), seorang pemuka tabiin dan salah seorang fuqaha Madinah yang tujuh.<ref name=":0" />


Di samping itu, Umar mengirimkan surat-surat kepada gubernur yang ada di bawah kekuasaannya untuk membukukan Hadits yang ada pada ulama yang tinggal di wilayah mereka masing-masing. Di antara ulama besar yang membukukan Hadits atas kemauan Khalifah adalah Abu Bakr Muhammad Ibn Muslim ibn Ubaidillah Ibn Syihab AzZuhri, seorang tabiin yang ahli dalam urusan fiqh dan Hadits. 16 Beliau adalah guru Malik, Al-Auza'i, Ma'mar, Al-Laits, Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin. Mereka inilah ulama yang mula-mula membukukan Hadits atas anjuran Khalifah.<ref name=":0" />
Di samping itu, Umar mengirimkan surat-surat kepada gubernur yang ada di bawah kekuasaannya untuk membukukan hadis yang ada pada ulama yang tinggal di wilayah mereka masing-masing. Di antara ulama besar yang membukukan hadis atas kemauan Khalifah adalah Abu Bakr Muhammad Ibn Muslim ibn Ubaidillah Ibn Syihab AzZuhri, seorang tabiin yang ahli dalam urusan fiqh dan hadis. 16 Beliau adalah guru Malik, Al-Auza'i, Ma'mar, Al-Laits, Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin. Mereka inilah ulama yang mula-mula membukukan hadis atas anjuran Khalifah.<ref name=":0" />


Kitab Hadits yang ditulis oleh Ibnu Hazm, yang merupakan kitab Hadits pertama yang ditulis atas perintah kepala negara, tidak sampai kepada kita, dan kitab itu tidak membukukan seluruh Hadits yang ada di Madinah. Pembukuan seluruh Hadits yang ada di Madinah dilakukan oleh Imam Muhammad Ibn Muslim Ibn Syihab Az-Zuhri, yang memang terkenal sebagai seorang ulama besar dari ulama-ulama Hadits pada masanya. Setelah itu, para ulama besar berlomba-lomba membukukan Hadits atas anjuran Abu 'Abbas As-Saffah dan anak-anaknya dari khalifah-khalifah 'Abbasiyah. Akan tetapi, tak dapat diketahui lagi siapakah ulama yang mula-mula membukukan Hadits sesudah AzZuhri karena ulama-ulama yang datang sesudah Az-Zuhri seluruhnya hidup pada satu zaman.<ref name=":0" />
Kitab hadis yang ditulis oleh Ibnu Hazm, yang merupakan kitab hadis pertama yang ditulis atas perintah kepala negara, tidak sampai kepada kita, dan kitab itu tidak membukukan seluruh hadis yang ada di Madinah. Pembukuan seluruh hadis yang ada di Madinah dilakukan oleh Imam Muhammad Ibn Muslim Ibn Syihab Az-Zuhri, yang memang terkenal sebagai seorang ulama besar dari ulama-ulama hadis pada masanya. Setelah itu, para ulama besar berlomba-lomba membukukan hadis atas anjuran Abu 'Abbas As-Saffah dan anak-anaknya dari khalifah-khalifah 'Abbasiyah. Akan tetapi, tak dapat diketahui lagi siapakah ulama yang mula-mula membukukan hadis sesudah AzZuhri karena ulama-ulama yang datang sesudah Az-Zuhri seluruhnya hidup pada satu zaman.<ref name=":0" />


Sekalipun demikian, yang dapat ditegaskan sejarah sebagai pengumpul Hadits adalah:<ref name=":0" />
Sekalipun demikian, yang dapat ditegaskan sejarah sebagai pengumpul hadis adalah:<ref name=":0" />


# Pengumpul pertama di kota Mekkah, Ibnu Juraij (80 - 150 H)
# Pengumpul pertama di kota Mekah, Ibnu Juraij (80 - 150 H)
# Pengumpul pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (w. 150 H)
# Pengumpul pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (w. 150 H)
# Pengumpul pertama di kota Bashrah, Al-Rabi' Ibn Shabih (w. 160 H)
# Pengumpul pertama di kota Bashrah, Al-Rabi' Ibn Shabih (w. 160 H)
Baris 172: Baris 172:
# Pengumpul pertama di Mesir, Al-Laits Ibn Sa'ad (w. 175 H).
# Pengumpul pertama di Mesir, Al-Laits Ibn Sa'ad (w. 175 H).


Semua ulama yang membukukan Hadits ini terdiri dari ahli-ahli pada abad kedua Hijriah.
Semua ulama yang membukukan hadis ini terdiri dari ahli-ahli pada abad kedua Hijriah.


Kitab Az-Zuhri dan Ibnu Juraij itu tidak diketahui rimbanya sekarang. Adapun kitab yang paling tua yang ada di tangan umat Islam dewasa ini adalah Al-Muwaththa' susunan Imam Malik. Kitab ini disusun atas permintaan Khalifah Al-Mansur ketika ia menunaikan ibadah haji pada tahun 144 H (141 H). Kemudian, Ibnu Ishaq menyusun kitab Al-Maghazi wa As-Siyar (Hadits-Hadits mengenai sirah Rasul SAW.). Kitab Al-Maghazi ini adalah dasar pokok bagi kitab-kitab sirah Nabi. Para ulama abad kedua membukukan Hadits tanpa menyaringnya, yakni mereka tidak hanya membukukan Hadits-Hadits saja, tetapi fatwafatwa sahabat pun dimasukkan ke dalam bukunya. Oleh karena itu, dalam kitab-kitab itu terdapat Hadits-Hadits marfu', Hadits-Hadits mauquf, dan Hadits-Hadits pnaqthu'. Kitab Hadits seperti itu dan mudah kita dapatkan qdalah Al-Muwaththa, susunan Imam Malik.<ref name=":0" />
Kitab Az-Zuhri dan Ibnu Juraij itu tidak diketahui rimbanya sekarang. Adapun kitab yang paling tua yang ada di tangan umat Islam dewasa ini adalah Al-Muwaththa' susunan Imam Malik. Kitab ini disusun atas permintaan Khalifah Al-Mansur ketika ia menunaikan ibadah haji pada tahun 144 H (141 H). Kemudian, Ibnu Ishaq menyusun kitab Al-Maghazi wa As-Siyar (Hadis-hadis mengenai sirah Rasul SAW.). Kitab Al-Maghazi ini adalah dasar pokok bagi kitab-kitab sirah Nabi. Para ulama abad kedua membukukan hadis tanpa menyaringnya, yakni mereka tidak hanya membukukan hadis-hadis saja, tetapi fatwafatwa sahabat pun dimasukkan ke dalam bukunya. Oleh karena itu, dalam kitab-kitab itu terdapat hadis-hadis marfu', hadis-hadis mauquf, dan hadis-hadis pnaqthu'. Kitab hadis seperti itu dan mudah kita dapatkan qdalah Al-Muwaththa, susunan Imam Malik.<ref name=":0" />


Kitab-kitab Hadits yang telah dibukukan dan dikumpulkan dalam abad kedua ini, jumlahnya cukup banyak. Akan tetapi, yang masyhur di kalangan ahli Hadits adalah:
Kitab-kitab hadis yang telah dibukukan dan dikumpulkan dalam abad kedua ini, jumlahnya cukup banyak. Akan tetapi, yang masyhur di kalangan ahli hadis adalah:


# Al-Muwaththa', susunan Imam Malik (95 H - 179 H)
# Al-Muwaththa', susunan Imam Malik (95 H - 179 H)
Baris 190: Baris 190:
# Al-Musnad, susunan Zaid Ibn Ali.
# Al-Musnad, susunan Zaid Ibn Ali.
# Al-Musnad, susunan Al-Imam Asy-Syaffi (204 H).
# Al-Musnad, susunan Al-Imam Asy-Syaffi (204 H).
# MukhtalifAl-Hadits, susunan Al-Imam Asy-Syafi'i.
# MukhtalifAl-Hadis, susunan Al-Imam Asy-Syafi'i.


Keadaan seperti ini menyebabkan sebagian ulama mempelajari keadaan rawi-rawi Hadits dan dalam masa ini telah banyak rawi-rawi yang lemah. Pada periode ini muncul tokoh-tokoh Jarh wa Ta'dil, di antaranya adalah Syu'bah Ibn Al-Hajjaj (160 H), Ma'mar, Hisyam Ad-Dastaway (154 H), Al-Auza'i (156 H), Sufyan Ats-Tsauri (161 H), dan masih banyak tokoh lainnya. Tokoh-tokoh yang masyhur pada abad kedua hijriah adalah Malik, Yahya ibn Sa'id Al-Qaththan, Waki Ibn AI-Jarrah, Sufyan AtsTsauri, Ibnu Uyainah, Syu'bah Ibnu Hajjaj, Abdul Ar-Rahman ibn Mahdi, Al-Auza'i, Al-Laits, Abu Hanifah, dan Asy-Syafi'i.<ref name=":0" />
Keadaan seperti ini menyebabkan sebagian ulama mempelajari keadaan rawi-rawi hadis dan dalam masa ini telah banyak rawi-rawi yang lemah. Pada periode ini muncul tokoh-tokoh Jarh wa Ta'dil, di antaranya adalah Syu'bah Ibn Al-Hajjaj (160 H), Ma'mar, Hisyam Ad-Dastaway (154 H), Al-Auza'i (156 H), Sufyan Ats-Tsauri (161 H), dan masih banyak tokoh lainnya. Tokoh-tokoh yang masyhur pada abad kedua hijriah adalah Malik, Yahya ibn Sa'id Al-Qaththan, Waki Ibn AI-Jarrah, Sufyan AtsTsauri, Ibnu Uyainah, Syu'bah Ibnu Hajjaj, Abdul Ar-Rahman ibn Mahdi, Al-Auza'i, Al-Laits, Abu Hanifah, dan Asy-Syafi'i.<ref name=":0" />


== Hadits Qudsi ==
== Hadis Qudsi ==
[[Hadis Qudsi|Hadits qudsi]] ialah Hadits yang berisi perkataan Rasulullah {{saw}} mengenai firman [[Allah]] yang diwahyukan secara langsung. Makna Hadits ini berasal dari Allah, akan tetapi—berbeda dengan [[Alquran]]--, kata-katanya adalah kata-kata Rasulullah. Hadits qudsi ini, sebagian, kemudian disampaikan kepada sahabat-sahabat Rasul yang tertentu. Karenanya, tingkat kesahihan Hadits qudsi ini serupa dengan Hadits yang lain-lain, dan diukur dengan cara yang serupa pula di atas.{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=25. : "Adapun "Qudsi" menurut bahasa dinisbatkan kepada "Qudus" yang artinya suci, yaitu sebuah penisbatan yang menunjukkan adanya pengangungan dan pemuliaan, atau penyandaran kepada dzat Allah yang Mahasuci."}}
[[Hadis Qudsi|Hadis qudsi]] ialah hadis yang berisi perkataan Rasulullah {{saw}} mengenai firman [[Allah]] yang diwahyukan secara langsung. Makna hadis ini berasal dari Allah, akan tetapi—berbeda dengan [[Alquran]]--, kata-katanya adalah kata-kata Rasulullah. Hadis qudsi ini, sebagian, kemudian disampaikan kepada sahabat-sahabat Rasul yang tertentu. Karenanya, tingkat kesahihan hadis qudsi ini serupa dengan hadis yang lain-lain, dan diukur dengan cara yang serupa pula di atas.{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=25. : "Adapun "Qudsi" menurut bahasa dinisbatkan kepada "Qudus" yang artinya suci, yaitu sebuah penisbatan yang menunjukkan adanya pengangungan dan pemuliaan, atau penyandaran kepada dzat Allah yang Mahasuci."}}


=== Bentuk Periwayatan ===
=== Bentuk Periwayatan ===
Ada dua bentuk periwayatan Hadits qudsi. Periwayatan yang pertama; [[Nabi Muhammad|Nabi Muhammad SAW]] bersabda, "Seperti yang diriwayatkannya dari Allah ''Azza wa Jalla''.". Contohnya: Diriwayatkan oleh [[Imam Muslim]] dalam ''shahih-''nya dari Abu Dzar ''Radliyallahu Anhu'' dari Nabi seperti yang diriwayatkan dari Allah, bahwasanya Allah berfirman,{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=26}}<blockquote>"Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan perbuatan zhalim pada diri-Ku dan Aku haramkan pula untuk kalian, maka janganlah saling menganiaya d iantara kalian."{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=26}}</blockquote>Kemudian periwayatan yang kedua; Nabi Muhammad SAW bersabda, "Allah berfirman...". Contohnya diriwayatkan oleh [[Imam Bukhari]] dari [[Abu Hurairah]] bahwa Rasulullah ''Shallallahu Alaihi wa Sallam'' bersabda,{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=26}}<blockquote>"Allah ''Ta'ala'' berfirman, 'Aku selalu dalam persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersamanya bila dia mengingat-Ku. Maka jika dia mengingat-Ku niscaya Aku akan mengingatnya'".{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=26}}</blockquote>
Ada dua bentuk periwayatan hadis qudsi. Periwayatan yang pertama; [[Nabi Muhammad|Nabi Muhammad SAW]] bersabda, "Seperti yang diriwayatkannya dari Allah ''Azza wa Jalla''.". Contohnya: Diriwayatkan oleh [[Imam Muslim]] dalam ''shahih-''nya dari Abu Dzar ''Radliyallahu Anhu'' dari Nabi seperti yang diriwayatkan dari Allah, bahwasanya Allah berfirman,{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=26}}<blockquote>"Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan perbuatan zhalim pada diri-Ku dan Aku haramkan pula untuk kalian, maka janganlah saling menganiaya d iantara kalian."{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=26}}</blockquote>Kemudian periwayatan yang kedua; Nabi Muhammad SAW bersabda, "Allah berfirman...". Contohnya diriwayatkan oleh [[Imam Bukhari]] dari [[Abu Hurairah]] bahwa Rasulullah ''Shallallahu Alaihi wa Sallam'' bersabda,{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=26}}<blockquote>"Allah ''Ta'ala'' berfirman, 'Aku selalu dalam persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersamanya bila dia mengingat-Ku. Maka jika dia mengingat-Ku niscaya Aku akan mengingatnya'".{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=26}}</blockquote>


=== Perbedaan antara Hadits Qudsi dengan Al-Qur'an dan Hadits Nabawi ===
=== Perbedaan antara Hadis Qudsi dengan Al-Qur'an dan Hadis Nabawi ===
Ada tiga hal yang membedakan antara Al-Qur'an dengan Hadits Qudsi, yaitu:{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=26}}
Ada tiga hal yang membedakan antara Al-Qur'an dengan Hadis Qudsi, yaitu:{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=26}}


# Al-Qur'an itu lafazh dan maknanya dari Allah, sedangkan Hadits Qudsi maknanya dari Allah dan lafazhnya dari Nabi Muhammad SAW.{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=26}}
# Al-Qur'an itu lafazh dan maknanya dari Allah, sedangkan hadis Qudsi maknanya dari Allah dan lafazhnya dari Nabi Muhammad SAW.{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=26}}
# Membaca Al-Qur'an termasuk ibadah dan mendapat pahala, sedangkan membaca Hadits Qudsi bukan termasuk ibadah dan tidak mendapat pahala.{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=26}}
# Membaca Al-Qur'an termasuk ibadah dan mendapat pahala, sedangkan membaca Hadis Qudsi bukan termasuk ibadah dan tidak mendapat pahala.{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=26}}
# Disyaratkan mutawatir dalam periwayatan Al-Qur'an, sedangkan dalam Hadits Qudsi tidak disyaratkan mutawatir.{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=26}}
# Disyaratkan mutawatir dalam periwayatan Al-Qur'an, sedangkan dalam Hadis Qudsi tidak disyaratkan mutawatir.{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=26}}
Sementara itu perbedaan antara Hadits Qudsi dengan Hadits Nabawi ialah, Hadits Nabawi disandarkan langsung kepada [[Nabi Muhammad|Nabi Muhammad SAW]] dan disampaikan secara lisan oleh beliau. Sedangkan Hadits Qudsi disandarkan kepada Allah SWT kemudian Nabi Muhammad SAW menyampaikan dan meriwayatkannya dari Allah, oleh karena itu dikaitkan dengan sebutan ''qudsi.''{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=26. : "Ada yang berpendapat bahwa dinamakan hadis qudsi karena penisbatannya kepada Allah yang Mahasuci, sementara hadis nabawi disebut demikian karena dinisbatkan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam."}}
Sementara itu perbedaan antara Hadis Qudsi dengan Hadis Nabawi ialah, Hadis Nabawi disandarkan langsung kepada [[Nabi Muhammad|Nabi Muhammad SAW]] dan disampaikan secara lisan oleh beliau. Sedangkan Hadis Qudsi disandarkan kepada Allah SWT kemudian Nabi Muhammad SAW menyampaikan dan meriwayatkannya dari Allah, oleh karena itu dikaitkan dengan sebutan ''qudsi.''{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=26. : "Ada yang berpendapat bahwa dinamakan hadis qudsi karena penisbatannya kepada Allah yang Mahasuci, sementara hadis nabawi disebut demikian karena dinisbatkan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam."}}


Secara kuantitas, Hadits Qudsi jumlahnya lebih sedikit. Buku-buku yang membahas tentang Hadits Qudsi antara lain; ''Al-Ittifahat As-Sunniyyah Bil Ahadits Al-Qudsiyyah,'' karya Abdur Rauf Al-Munawi (1031 H). Buku tersebut berisi 272 Hadits Qudsi.{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=26}}
Secara kuantitas, Hadis Qudsi jumlahnya lebih sedikit. Buku-buku yang membahas tentang Hadis Qudsi antara lain; ''Al-Ittifahat As-Sunniyyah Bil Ahadits Al-Qudsiyyah,'' karya Abdur Rauf Al-Munawi (1031 H). Buku tersebut berisi 272 Hadis Qudsi.{{Sfn|Al-Qaththan|2013|p=26}}


== Penulisan Hadits ==
== Penulisan hadis ==
Ahli-ahli Hadits yang mengumpulkan, mendaftar, menyeleksi dan menuliskan Hadits-Hadits dalam suatu kitab Hadits dikenal sebagai ''mudawwin'' atau ''mukharrij''.
Ahli-ahli hadis yang mengumpulkan, mendaftar, menyeleksi dan menuliskan hadis-hadis dalam suatu kitab hadis dikenal sebagai ''mudawwin'' atau ''mukharrij''.


[[Berkas:ArabicSahihBukhari.jpg|jmpl|139px|ka|Sampul kitab Hadits ''[[Sahih Bukhari]]'']]
[[Berkas:ArabicSahihBukhari.jpg|jmpl|139px|ka|Sampul kitab hadis ''[[Sahih Bukhari]]'']]
=== Kitab Hadits Sunni ===
=== Kitab hadis Sunni ===
* ''[[Shahih Bukhari]]'', disusun oleh [[Bukhari]] (194-256 H).
* ''[[Shahih Bukhari]]'', disusun oleh [[Bukhari]] (194-256 H).
* ''[[Shahih Muslim]]'', disusun oleh [[Imam Muslim|Muslim]] (204-262 H).
* ''[[Shahih Muslim]]'', disusun oleh [[Imam Muslim|Muslim]] (204-262 H).
Baris 225: Baris 225:
* ''[[Sunan Darimi]]'', disusun oleh [[Ad-Darimi]] (181-255 H).
* ''[[Sunan Darimi]]'', disusun oleh [[Ad-Darimi]] (181-255 H).


=== Kitab Hadits Syi'ah ===
=== Kitab hadis Syi'ah ===
[[Syi'ah]] hanya memercayai Hadits yang diriwayatkan oleh keturunan Muhammad {{saw}}, melalui [[Fatimah az-Zahra]], atau oleh pemeluk Islam awal yang memihak [[Ali bin Abi Thalib]]. [[Syi'ah]] tidak menggunakan Hadits yang berasal dari atau diriwayatkan oleh orang-orang yang diklaim memusuhi Ali, seperti [[Aisyah]], yang melawan Ali pada [[Perang Jamal]]. Beberapa sekte Syi'ah sebagian besar menggunakan:
[[Syi'ah]] hanya memercayai hadis yang diriwayatkan oleh keturunan Muhammad {{saw}}, melalui [[Fatimah az-Zahra]], atau oleh pemeluk Islam awal yang memihak [[Ali bin Abi Thalib]]. [[Syi'ah]] tidak menggunakan hadis yang berasal dari atau diriwayatkan oleh orang-orang yang diklaim memusuhi Ali, seperti [[Aisyah]], yang melawan Ali pada [[Perang Jamal]]. Beberapa sekte Syi'ah sebagian besar menggunakan:
* ''[[Ushul al-Kafi]]''
* ''[[Ushul al-Kafi]]''
* ''Al-Istibshar''
* ''Al-Istibshar''
Baris 234: Baris 234:
Kitab-kitab ini mengandung hujjah yang sangat lemah dan jelek, sampai-sampai ulama Syiah berkata bahwa tidak ada hadis di situ yang berperawi tsiqah. Ulama Syiah kadang bertaqiyah bahwa perawi itu tsiqah, tapi kalau dilihat di kitab-kitab rijal Syiah, didapati mereka itu majhul, dha'if, atau bahkan matruk. Seperti memakai sendal kuning (yang dikatakan orang sesat Syiah) sebagai pembawa kebaikan, dibolehkannya taqiyah yang haram, mut'ah, akidah thinah, dan hadis-hadis yang mereka tahrif.
Kitab-kitab ini mengandung hujjah yang sangat lemah dan jelek, sampai-sampai ulama Syiah berkata bahwa tidak ada hadis di situ yang berperawi tsiqah. Ulama Syiah kadang bertaqiyah bahwa perawi itu tsiqah, tapi kalau dilihat di kitab-kitab rijal Syiah, didapati mereka itu majhul, dha'if, atau bahkan matruk. Seperti memakai sendal kuning (yang dikatakan orang sesat Syiah) sebagai pembawa kebaikan, dibolehkannya taqiyah yang haram, mut'ah, akidah thinah, dan hadis-hadis yang mereka tahrif.
-->
-->
Kebanyakan Hadits-Hadits tersebut meriwayatkan perkataan [[Ja'far ash-Shadiq]] dengan pentahrifan sanad. Kitab-kitab Hadits Syiah tidak beredar secara umum di Indonesia.
Kebanyakan hadis-hadis tersebut meriwayatkan perkataan [[Ja'far ash-Shadiq]] dengan pentahrifan sanad. Kitab-kitab hadis Syiah tidak beredar secara umum di Indonesia.


=== Beberapa istilah dalam ilmu Hadits ===
=== Beberapa istilah dalam ilmu hadis ===
Berdasarkan siapa yang meriwayatkan, terdapat beberapa istilah yang dijumpai pada ilmu Hadits antara lain:
Berdasarkan siapa yang meriwayatkan, terdapat beberapa istilah yang dijumpai pada ilmu hadis antara lain:
* ''Muttafaq Alaih'' (disepakati atasnya) yaitu Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang sama, dikenal dengan ''Hadits Bukhari dan Muslim''
* ''Muttafaq Alaih'' (disepakati atasnya) yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang sama, dikenal dengan ''hadis Bukhari dan Muslim''
* ''As-Sab'ah'' berarti tujuh perawi yaitu: [[Imam Ahmad]], [[Imam Bukhari]], [[Imam Muslim]], [[Imam Abu Daud]], [[Imam Turmudzi]], [[Imam Nasa'i]] dan [[Imam Ibnu Majah]]
* ''As-Sab'ah'' berarti tujuh perawi yaitu: [[Imam Ahmad]], [[Imam Bukhari]], [[Imam Muslim]], [[Imam Abu Daud]], [[Imam Turmudzi]], [[Imam Nasa'i]] dan [[Imam Ibnu Majah]]
* ''As-Sittah'' maksudnya enam perawi yakni mereka yang tersebut di atas selain Ahmad bin Hambal ([[Imam Ibnu Majah]])
* ''As-Sittah'' maksudnya enam perawi yakni mereka yang tersebut di atas selain Ahmad bin Hambal ([[Imam Ibnu Majah]])
Baris 248: Baris 248:
{{Main|Sejarah hadis}}
{{Main|Sejarah hadis}}


Hadits sebagai kitab berisi berita tentang sabda, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad sebagai Rasul. Berita tersebut didapat dari para sahabat pada saat bergaul dengan Nabi. Berita itu selanjutnya disampaikan kepada sahabat lain yang tidak mengetahui berita itu, atau disampaikan kepada murid-muridnya dan diteruskan kepada murid-murid berikutnya lagi hingga sampai kepada pembuku Hadits. Itulah pembentukan Hadits.
Hadis sebagai kitab berisi berita tentang sabda, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad sebagai Rasul. Berita tersebut didapat dari para sahabat pada saat bergaul dengan Nabi. Berita itu selanjutnya disampaikan kepada sahabat lain yang tidak mengetahui berita itu, atau disampaikan kepada murid-muridnya dan diteruskan kepada murid-murid berikutnya lagi hingga sampai kepada pembuku hadis. Itulah pembentukan hadis.


=== Masa pembentukan Hadits ===
=== Masa pembentukan hadis ===
Masa pembentukan Hadits tiada lain masa kerasulan Nabi Muhammad itu sendiri, ialah lebih kurang 23 tahun. Pada masa ini Hadits belum ditulis, dan hanya berada dalam benak atau hafalan para [[Sahabat Nabi|sahabat]] saja.
Masa pembentukan hadis tiada lain masa kerasulan Nabi Muhammad itu sendiri, ialah lebih kurang 23 tahun. Pada masa ini hadis belum ditulis, dan hanya berada dalam benak atau hafalan para [[Sahabat Nabi|sahabat]] saja.
perode ini disebut al wahyu wa at takwin. Pada saat ini Nabi Muhammad sempat melarang penulisan Hadits agar tidak tercampur dengan periwayatan Al Qur'an, tetapi setelah beberapa waktu, Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassallam membolehkan penulisan Hadits dari beberapa orang sahabat yang mulia, seperti Abdullah bin Mas'ud, Abu Bakar, Umar, Abu Hurairah, Zaid bin Tsabit, dllnya. Periode ini dimulai sejak Muhammad diangkat sebagai nabi dan rasul hingga wafatnya (610M-632 M)
perode ini disebut al wahyu wa at takwin. Pada saat ini Nabi Muhammad sempat melarang penulisan hadis agar tidak tercampur dengan periwayatan Al Qur'an, tetapi setelah beberapa waktu, Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassallam membolehkan penulisan hadis dari beberapa orang sahabat yang mulia, seperti Abdullah bin Mas'ud, Abu Bakar, Umar, Abu Hurairah, Zaid bin Tsabit, dllnya. Periode ini dimulai sejak Muhammad diangkat sebagai nabi dan rasul hingga wafatnya (610M-632 M)


=== Masa Penggalian ===
=== Masa Penggalian ===
Masa ini adalah masa pada sahabat besar dan [[tabi'in]], dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 11 H atau [[632]] M. Pada masa ini Hadits belum ditulis ataupun dibukukan, kecuali yang dilakukan oleh beberapa sahabat seperti Abu Hurairah, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Abdullah bin Mas'ud, dllnya. Seiring dengan perkembangan dakwah, mulailah bermunculan persoalan baru umat Islam yang mendorong para sahabat saling bertukar Hadits dan menggali dari sumber-sumber utamanya.
Masa ini adalah masa pada sahabat besar dan [[tabi'in]], dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 11 H atau [[632]] M. Pada masa ini hadis belum ditulis ataupun dibukukan, kecuali yang dilakukan oleh beberapa sahabat seperti Abu Hurairah, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Abdullah bin Mas'ud, dllnya. Seiring dengan perkembangan dakwah, mulailah bermunculan persoalan baru umat Islam yang mendorong para sahabat saling bertukar hadis dan menggali dari sumber-sumber utamanya.


=== Masa penghimpunan ===
=== Masa penghimpunan ===
Masa ini ditandai dengan sikap para sahabat dan tabi'in yang mulai menolak menerima Hadits baru, seiring terjadinya tragedi perebutan kedudukan kekhalifahan yang bergeser ke bidang syari'at dan 'aqidah dengan munculnya Hadits palsu. Para sahabat dan tabi'in ini sangat mengenal betul pihak-pihak yang melibatkan diri dan yang terlibat dalam permusuhan tersebut, sehingga jika ada Hadits baru yang belum pernah dimiliki sebelumnya diteliti secermat-cermatnya siapa-siapa yang menjadi sumber dan pembawa Hadits itu.
Masa ini ditandai dengan sikap para sahabat dan tabi'in yang mulai menolak menerima hadis baru, seiring terjadinya tragedi perebutan kedudukan kekhalifahan yang bergeser ke bidang syari'at dan 'aqidah dengan munculnya hadis palsu. Para sahabat dan tabi'in ini sangat mengenal betul pihak-pihak yang melibatkan diri dan yang terlibat dalam permusuhan tersebut, sehingga jika ada hadis baru yang belum pernah dimiliki sebelumnya diteliti secermat-cermatnya siapa-siapa yang menjadi sumber dan pembawa hadis itu.
Maka pada masa pemerintahan Khalifah '[[Umar bin Abdul-Aziz|Umar bin 'Abdul 'Aziz]] sekaligus sebagai salah seorang tabi'in memerintahkan penghimpunan Hadits. Masa ini terjadi pada abad 2 H, dan Hadits yang terhimpun belum dipisahkan mana yang merupakan Hadits marfu' dan mana yang mauquf dan mana yang maqthu'.
Maka pada masa pemerintahan Khalifah '[[Umar bin Abdul-Aziz|Umar bin 'Abdul 'Aziz]] sekaligus sebagai salah seorang tabi'in memerintahkan penghimpunan hadis. Masa ini terjadi pada abad 2 H, dan hadis yang terhimpun belum dipisahkan mana yang merupakan hadis marfu' dan mana yang mauquf dan mana yang maqthu'.


=== Masa pendiwanan dan penyusunan ===
=== Masa pendiwanan dan penyusunan ===
Abad 3 H merupakan masa pendiwanan (pembukuan) dan penyusunan Hadits. Guna menghindari salah pengertian bagi umat Islam dalam memahami Hadits sebagai prilaku Nabi Muhammad, maka para ulama mulai mengelompokkan Hadits dan memisahkan kumpulan Hadits yang termasuk marfu' (yang berisi perilaku Nabi Muhammad), mana yang mauquf (berisi prilaku sahabat) dan mana yang maqthu' (berisi prilaku tabi'in).
Abad 3 H merupakan masa pendiwanan (pembukuan) dan penyusunan hadis. Guna menghindari salah pengertian bagi umat Islam dalam memahami hadis sebagai prilaku Nabi Muhammad, maka para ulama mulai mengelompokkan hadis dan memisahkan kumpulan hadis yang termasuk marfu' (yang berisi perilaku Nabi Muhammad), mana yang mauquf (berisi prilaku sahabat) dan mana yang maqthu' (berisi prilaku tabi'in).
Usaha pembukuan Hadits pada masa ini selain telah dikelompokkan (sebagaimana dimaksud di atas) juga dilakukan penelitian Sanad dan Rawi-rawi pembawa beritanya sebagai wujud tash-hih (koreksi/verifikasi) atas Hadits yang ada maupun yang dihafal.
Usaha pembukuan hadis pada masa ini selain telah dikelompokkan (sebagaimana dimaksud di atas) juga dilakukan penelitian Sanad dan Rawi-rawi pembawa beritanya sebagai wujud tash-hih (koreksi/verifikasi) atas hadis yang ada maupun yang dihafal.
Selanjutnya pada abad 4 H, usaha pembukuan Hadits terus dilanjutkan hingga dinyatakannya bahwa pada masa ini telah selesai melakukan pembinaan maghligai Hadits. Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab Hadits seperti menghimpun yang terserakan atau menghimpun untuk memudahkan mempelajarinya dengan sumber utamanya kitab-kitab Hadits abad ke-4 Hijriyah.
Selanjutnya pada abad 4 H, usaha pembukuan hadis terus dilanjutkan hingga dinyatakannya bahwa pada masa ini telah selesai melakukan pembinaan maghligai hadis. Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab hadis seperti menghimpun yang terserakan atau menghimpun untuk memudahkan mempelajarinya dengan sumber utamanya kitab-kitab hadis abad ke-4 Hijriyah.


== Kitab-kitab Hadits ==
== Kitab-kitab hadis ==
Berdasarkan [[Sejarah hadis|masa penghimpunan Hadits]]
Berdasarkan [[Sejarah hadis|masa penghimpunan hadis]]
=== Abad ke-2 Hijriyah ===
=== Abad ke-2 Hijriyah ===
Beberapa kitab yang terkenal:
Beberapa kitab yang terkenal:
# ''[[Al Muwaththa]]'' oleh [[Malik bin Anas]]
# ''[[Al Muwaththa]]'' oleh [[Malik bin Anas]]
# ''[[Al Musnad]]'' oleh [[Ahmad bin Hambal]] (tahun 150 - 204 H / 767 - 820 M)
# ''[[Al Musnad]]'' oleh [[Ahmad bin Hambal]] (tahun 150 - 204 H / 767 - 820 M)
# ''[[Mukhtaliful Hadis|Mukhtaliful Hadits]]'' oleh [[As Syafi'i]]
# ''[[Mukhtaliful Hadis]]'' oleh [[As Syafi'i]]
# ''Al Jami''' oleh [[Abdurrazzaq Ash-Shan'ani]]
# ''Al Jami''' oleh [[Abdurrazzaq Ash-Shan'ani]]
# ''Mushannaf Syu'bah'' oleh [[Syu'bah bin al-Hajjaj|Syu'bah bin Hajjaj]] (tahun 82 - 160 H / 701 - 776 M)
# ''Mushannaf Syu'bah'' oleh [[Syu'bah bin al-Hajjaj|Syu'bah bin Hajjaj]] (tahun 82 - 160 H / 701 - 776 M)
Baris 279: Baris 279:
# ''As Sunan'' oleh [[Al-Auza'i]] (tahun 88 - 157 / 707 - 773 M)
# ''As Sunan'' oleh [[Al-Auza'i]] (tahun 88 - 157 / 707 - 773 M)
# ''As Sunan'' oleh [[Al-Humaidi]] (wafat tahun 219 H / 834 M)
# ''As Sunan'' oleh [[Al-Humaidi]] (wafat tahun 219 H / 834 M)
:Dari kesembilan kitab tersebut yang sangat mendapat perhatian para 'lama hanya tiga, yaitu Al Muwaththa', Al Musnad dan Mukhtaliful Hadits. Sedangkan selebihnya kurang mendapat perhatian akhirnya hilang ditelan zaman.
:Dari kesembilan kitab tersebut yang sangat mendapat perhatian para 'lama hanya tiga, yaitu Al Muwaththa', Al Musnad dan Mukhtaliful Hadis. Sedangkan selebihnya kurang mendapat perhatian akhirnya hilang ditelan zaman.


=== Abad ke-3 H ===
=== Abad ke-3 H ===
Baris 313: Baris 313:


* '''Hasil pembidangan''' (mengelompokkan ke dalam bidang-bidang)
* '''Hasil pembidangan''' (mengelompokkan ke dalam bidang-bidang)
:* Kitab Al Hadits Hukum, diantaranya:
:* Kitab Al Hadis Hukum, diantaranya:
:# ''Sunan'' oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)
:# ''Sunan'' oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)
:# ''As Sunannul Kubra'' oleh [[Al-Baihaqi]] (384-458 H / 994-1066 M)
:# ''As Sunannul Kubra'' oleh [[Al-Baihaqi]] (384-458 H / 994-1066 M)
Baris 322: Baris 322:
:# ''Al Muharrar'' oleh [[Ibnu Qudamah Al-Maqdisi]] (675-744 H / 1276-1343 M)
:# ''Al Muharrar'' oleh [[Ibnu Qudamah Al-Maqdisi]] (675-744 H / 1276-1343 M)


:* Kitab Al Hadits Akhlaq
:* Kitab Al Hadis Akhlaq
:# ''At Targhib wat Tarhib'' oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)
:# ''At Targhib wat Tarhib'' oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)
:# ''[[Riyadhus Shalihin]]'' oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)
:# ''[[Riyadhus Shalihin]]'' oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)


* '''[[Syarh]]''' (semacam tafsir untuk Hadits)
* '''[[Syarh]]''' (semacam tafsir untuk hadis)
:# Untuk Shahih Bukhari terdapat ''[[Fathul Bari]]'' oleh [[Ibnu Hajar]] Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)
:# Untuk Shahih Bukhari terdapat ''[[Fathul Bari]]'' oleh [[Ibnu Hajar]] Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)
:# Untuk Shahih Muslim terdapat ''Minhajul Muhadditsin'' oleh Imam [[An-Nawawi]] (631-676 H / 1233-1277 M)
:# Untuk Shahih Muslim terdapat ''Minhajul Muhadditsin'' oleh Imam [[An-Nawawi]] (631-676 H / 1233-1277 M)
Baris 337: Baris 337:


* '''Lain-lain'''
* '''Lain-lain'''
:# ''Kitab Al Kalimuth Thayyib'' oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H / 1263-1328 M) berisi Hadits-Hadits tentang doa.
:# ''Kitab Al Kalimuth Thayyib'' oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H / 1263-1328 M) berisi hadis-hadis tentang doa.
:# ''Kitab Al Mustadrak'' oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M) berisi Hadits yang dipandang shahih menurut syarat Bukhari atau Muslim dan menurut dirinya sendiri.
:# ''Kitab Al Mustadrak'' oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M) berisi hadis yang dipandang shahih menurut syarat Bukhari atau Muslim dan menurut dirinya sendiri.


== Lihat juga ==
== Lihat juga ==
Baris 345: Baris 345:
== Bacaan lanjutan ==
== Bacaan lanjutan ==
* Pengetahuan Dasar tentang Pokok-pokok Ajaran Islam (A/B) oleh Mh. Amin Jaiz
* Pengetahuan Dasar tentang Pokok-pokok Ajaran Islam (A/B) oleh Mh. Amin Jaiz
* Metodologi Kritik Matan Hadits oleh Dr. Salahudin ibn Ahmad al-Adlabi, terjamahan, ISBN 979-578-047-6
* Metodologi Kritik Matan Hadis oleh Dr. Salahudin ibn Ahmad al-Adlabi, terjamahan, ISBN 979-578-047-6
* {{cite book|last=Berg|first=H.|title=The development of exegesis in early Islam: the authenticity of Muslim literature from the formative period|publisher= Routledge|year=2000|isbn=0-7007-1224-0}}
* {{cite book|last=Berg|first=H.|title=The development of exegesis in early Islam: the authenticity of Muslim literature from the formative period|publisher= Routledge|year=2000|isbn=0-7007-1224-0}}
* {{cite book|last=Lucas|first=S.|title=Constructive Critics, Hadith Literature, and the Articulation of Sunni Islam|publisher= Brill Academic Publishers|year=2004|isbn=90-04-13319-4}}
* {{cite book|last=Lucas|first=S.|title=Constructive Critics, Hadith Literature, and the Articulation of Sunni Islam|publisher= Brill Academic Publishers|year=2004|isbn=90-04-13319-4}}
* {{cite book|last=Robinson|first=C. F.|title=Islamic Historiography|url=https://archive.org/details/islamichistoriog0000robi|publisher= Cambridge University Press|year=2003|isbn=0-521-62936-5}}
* {{cite book|last=Robinson|first=C. F.|title=Islamic Historiography|url=https://archive.org/details/islamichistoriog0000robi|publisher= Cambridge University Press|year=2003|isbn=0-521-62936-5}}
* {{cite encyclopedia | author = Robson, J. | editor = P.J. Bearman, Th. Bianquis, [[Clifford Edmund Bosworth|C.E. Bosworth]], E. van Donzel and W.P. Heinrichs | encyclopedia =[[Encyclopaedia of Islam]] Online| title = Hadith| publisher = Brill Academic Publishers | issn = 1573-3912}}
* {{cite encyclopedia | author = Robson, J. | editor = P.J. Bearman, Th. Bianquis, [[Clifford Edmund Bosworth|C.E. Bosworth]], E. van Donzel and W.P. Heinrichs | encyclopedia =[[Encyclopaedia of Islam]] Online| title = Hadith| publisher = Brill Academic Publishers | issn = 1573-3912}}
* Swarup, Ram. [http://www.metalog.org/files/hadith.html ''Understanding Islam through Hadits''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110124214520/http://www.metalog.org/files/hadith.html |date=2011-01-24 }}. Exposition Press, Smithtown, New York USA (n/d).
* Swarup, Ram. [http://www.metalog.org/files/hadith.html ''Understanding Islam through Hadis''] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20110124214520/http://www.metalog.org/files/hadith.html |date=2011-01-24 }}. Exposition Press, Smithtown, New York USA (n/d).
* [[Jonathan A.C. Brown|Jonathan A. C. Brown]], "Criticism of the Proto-Hadith Canon: Al-daraqutni’s Adjustment of the Sahihayn," ''Journal of Islamic Studies'', 15,1 (2004), 1-37.
* [[Jonathan A.C. Brown|Jonathan A. C. Brown]], "Criticism of the Proto-Hadith Canon: Al-daraqutni’s Adjustment of the Sahihayn," ''Journal of Islamic Studies'', 15,1 (2004), 1-37.
* Recep Senturk, ''Narrative Social Structure: Anatomy of the Hadith Transmission Network, 610-1505'' (Stanford, Stanford UP, 2006).
* Recep Senturk, ''Narrative Social Structure: Anatomy of the Hadith Transmission Network, 610-1505'' (Stanford, Stanford UP, 2006).
Baris 368: Baris 368:
{{Wikiquote}}
{{Wikiquote}}
{{commons category}}
{{commons category}}
* {{id}} [http://lidwa.com/app Sunnah 9 Kitab Imam Hadits dalam bahasa Indonesia]
* {{id}} [http://lidwa.com/app Sunnah 9 Kitab Imam Hadis dalam bahasa Indonesia]
* {{id}} [http://media.isnet.org/v01/index.html Kumpulan Hadits shahih, dha'if (lemah) & maudhu' (palsu)]
* {{id}} [http://media.isnet.org/v01/index.html Kumpulan hadis shahih, dha'if (lemah) & maudhu' (palsu)]
* {{id}} [http://www.hadiths.eu Hadits-Hadits] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120412055302/http://www.hadiths.eu/ |date=2012-04-12 }}
* {{id}} [http://www.hadiths.eu Hadis-hadis] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20120412055302/http://www.hadiths.eu/ |date=2012-04-12 }}
* {{id}} [http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg02893.html Musthohalul Hadits, Istilah-istilah Hadits. Milis Assunnah]
* {{id}} [http://www.mail-archive.com/[email protected]/msg02893.html Musthohalul hadis, Istilah-istilah hadis. Milis Assunnah]
* {{id}} [http://pks-anz.org/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=791 Hadits Ahad, Ust. Ahmad Syarwat, Lc.] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070929001040/http://pks-anz.org/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=791 |date=2007-09-29 }}
* {{id}} [http://pks-anz.org/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=791 Hadis Ahad, Ust. Ahmad Syarwat, Lc.] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070929001040/http://pks-anz.org/modules.php?op=modload&name=News&file=article&sid=791 |date=2007-09-29 }}
* {{id}} [http://www.mediamuslim.info/index.php?option=com_content&task=category&sectionid=1&id=4&Itemid=12 Belajar Hadits di Media Muslim INFO] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070305161950/http://www.mediamuslim.info/index.php?option=com_content&task=category&sectionid=1&id=4&Itemid=12 |date=2007-03-05 }}
* {{id}} [http://www.mediamuslim.info/index.php?option=com_content&task=category&sectionid=1&id=4&Itemid=12 Belajar Hadis di Media Muslim INFO] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070305161950/http://www.mediamuslim.info/index.php?option=com_content&task=category&sectionid=1&id=4&Itemid=12 |date=2007-03-05 }}
* {{id}} [http://al-ilmu.com/books/category.php?catid=7 Buku Tema Hadits di Al-Ilmu.Com] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20071010035120/http://al-ilmu.com/books/category.php?catid=7 |date=2007-10-10 }}
* {{id}} [http://al-ilmu.com/books/category.php?catid=7 Buku Tema Hadis di Al-Ilmu.Com] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20071010035120/http://al-ilmu.com/books/category.php?catid=7 |date=2007-10-10 }}
* {{en}} [http://www.ahya.org/amm/modules.php?name=Sections&op=viewarticle&artid=7&page=1 The Classification of Hadeeth by Shaikh Suhaib Hassan] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070313075834/http://www.ahya.org/amm/modules.php?name=Sections&op=viewarticle&artid=7&page=1 |date=2007-03-13 }}
* {{en}} [http://www.ahya.org/amm/modules.php?name=Sections&op=viewarticle&artid=7&page=1 The Classification of Hadeeth by Shaikh Suhaib Hassan] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070313075834/http://www.ahya.org/amm/modules.php?name=Sections&op=viewarticle&artid=7&page=1 |date=2007-03-13 }}
* {{en}} [http://www.ahya.org/amm/modules.php?name=Sections&op=viewarticle&artid=7&page=1 Introduction to the Science of Hadith Classification by Shaikh (Dr.) Suhaib Hassan] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070313075834/http://www.ahya.org/amm/modules.php?name=Sections&op=viewarticle&artid=7&page=1 |date=2007-03-13 }}
* {{en}} [http://www.ahya.org/amm/modules.php?name=Sections&op=viewarticle&artid=7&page=1 Introduction to the Science of Hadith Classification by Shaikh (Dr.) Suhaib Hassan] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20070313075834/http://www.ahya.org/amm/modules.php?name=Sections&op=viewarticle&artid=7&page=1 |date=2007-03-13 }}

Revisi per 22 September 2022 08.44

Hadis (Arab: الحديث, translit. hadist, har. 'berbicara, perkataan, percakapan', ejaan KBBI: hadis, dengarkan), disebut juga sunnah, adalah perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan dan persetujuan dari Nabi Muhammad yang dijadikan landasan syariat Islam. Hadis dijadikan sumber hukum Islam selain al-Qur'an, dalam hal ini kedudukan hadis merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur'an.

Etimologi

Hadis secara harfiah berarti "berbicara", "perkataan" atau "percakapan". Dalam terminologi Islam istilah hadis berarti melaporkan, mencatat sebuah pernyataan dan tingkah laku dari Nabi Muhammad.

Menurut istilah ulama ahli hadis,[siapa?] hadis yaitu apa yang diriwayatkan dari Nabi, baik berupa perkataan, perbuatan, ketetapannya (Arab: تقرير, translit. taqrīr), sifat jasmani atau sifat akhlak, perjalanan setelah diangkat sebagai Nabi (Arab: بعثة) dan terkadang juga sebelumnya, sehingga arti hadis di sini semakna dengan sunnah.

Kata hadis yang mengalami perluasan makna sehingga disinonimkan dengan Sunnah, maka pada saat ini bisa berarti segala perkataan (sabda), perbuatan, ketetapan maupun persetujuan dari Nabi Muhammad ﷺ yang dijadikan ketetapan ataupun hukum.[1] Kata hadis itu sendiri adalah bukan kata infinitif,[2] maka kata tersebut adalah kata benda.[3]

Struktur hadis

Secara struktur hadis terdiri atas dua komponen utama yakni sanad/isnad (rantai penutur) dan matan (redaksi).

Contoh: Musaddad mengabari bahwa Yahya menyampaikan sebagaimana diberitakan oleh Syu'bah, dari Qatadah dari Anas dari Rasulullah ﷺ bahwa dia bersabda: "Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri" (hadis riwayat Bukhari)

Sanad

Sanad ialah rantai penutur/rawi (periwayat) hadis. Rawi adalah masing-masing orang yang menyampaikan hadis tersebut (dalam contoh di atas: Bukhari, Musaddad, Yahya, Syu'bah, Qatadah dan Anas). Awal sanad ialah orang yang mencatat hadis tersebut dalam bukunya (kitab hadis); orang ini disebut mudawwin atau mukharrij. Sanad merupakan rangkaian seluruh penutur itu mulai dari mudawwin hingga mencapai Rasulullah. Sanad memberikan gambaran keaslian suatu riwayat. Jika diambil dari contoh sebelumnya maka sanad hadis bersangkutan adalah

Al-Bukhari --> Musaddad --> Yahya --> Syu’bah --> Qatadah --> Anas --> Nabi Muhammad ﷺ

Sebuah hadis dapat memiliki beberapa sanad dengan jumlah penutur/rawi yang bervariasi dalam lapisan sanadnya; lapisan dalam sanad disebut dengan thabaqah. Signifikansi jumlah sanad dan penutur dalam tiap thabaqah sanad akan menentukan derajat hadis tersebut, hal ini dijelaskan lebih jauh pada klasifikasi hadis.

Jadi yang perlu dicermati dalam memahami hadis terkait dengan sanadnya ialah:

  • Keutuhan sanadnya
  • Jumlahnya
  • Perawi akhirnya

Sebenarnya, penggunaan sanad sudah dikenal sejak sebelum datangnya Islam. Hal ini diterapkan di dalam mengutip berbagai buku dan ilmu pengetahuan lainnya. Akan tetapi mayoritas penerapan sanad digunakan dalam mengutip hadis-hadis nabawi.

Rawi
Rawi adalah orang-orang yang menyampaikan suatu hadis. Sifat-sifat rawi yang ideal adalah:
  • Bukan pendusta atau tidak dituduh sebagai pendusta
  • Tidak banyak salahnya
  • Teliti
  • Tidak fasik
  • Tidak dikenal sebagai orang yang ragu-ragu (peragu)
  • Kuat ingatannya (hafalannya)
  • Tidak sering bertentangan dengan rawi-rawi yang kuat
  • Sekurangnya dikenal oleh dua orang ahli hadis pada jamannya.
Sifat-sifat para rawi ini telah dicatat dari zaman ke zaman oleh ahli-ahli hadis yang semasa, dan disalin dan dipelajari oleh ahli-ahli hadis pada masa-masa yang berikutnya hingga ke masa sekarang. Rawi yang tidak ada catatannya dinamakan maj'hul, dan hadis yang diriwayatkannya tidak boleh diterima.

Dalam buku terjemahan bahasa indonesia sering dijumpai singkatan HR yang merupakan kepanjangan dari Hadis Riwayat. Sehingga HR. Bukhari bermakna hadis tersebut diriwayatkan oleh Imam Bukhari.

Matan

Matan ialah redaksi dari hadis, dari contoh sebelumnya maka matan hadis bersangkutan ialah:

"Tidak sempurna iman seseorang di antara kalian sehingga ia cinta untuk saudaranya apa yang ia cinta untuk dirinya sendiri"

Terkait dengan matan atau redaksi, maka yang perlu dicermati dalam mamahami hadis ialah:

  • Ujung sanad sebagai sumber redaksi, apakah berujung pada Nabi Muhammad atau bukan,
  • Matan hadis itu sendiri dalam hubungannya dengan hadis lain yang lebih kuat sanadnya (apakah ada yang melemahkan atau menguatkan) dan selanjutnya dengan ayat dalam Al Quran (apakah ada yang bertolak belakang).

Klasifikasi hadis

Hadis dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yakni bermulanya ujung sanad, keutuhan rantai sanad, jumlah penutur (rawi) serta tingkat keaslian hadis (dapat diterima atau tidaknya hadis bersangkutan).

Berdasarkan ujung sanad

Berdasarkan klasifikasi ini hadis dibagi menjadi 3 golongan yakni Marfu (terangkat), mauquf (terhenti) dan maqthu’(terputus):

  • Hadis Marfu’ adalah hadis yang sanadnya berujung langsung pada Nabi Muhammad ﷺ (contoh: hadis di atas)
  • Hadis Mauquf adalah hadis yang sanadnya terhenti pada para sahabat nabi tanpa ada tanda-tanda baik secara perkataan maupun perbuatan yang menunjukkan derajat marfu'. Contoh: Al Bukhari dalam kitab Al-Fara'id (hukum waris) menyampaikan bahwa Abu Bakar, Ibnu Abbas dan Ibnu Al-Zubair mengatakan: "Kakek adalah (diperlakukan seperti) ayah". Pernyataan dalam contoh itu tidak jelas, apakah berasal dari Nabi atau sekadar pendapat para sahabat. Namun jika ekspresi yang digunakan sahabat adalah seperti "Kami diperintahkan..", "Kami dilarang untuk...", "Kami terbiasa... jika sedang bersama Rasulullah", maka derajat hadis tersebut tidak lagi mauquf melainkan setara dengan marfu'.
  • Hadis Maqthu’ adalah hadis yang sanadnya berujung pada para tabi'in (penerus) atau sebawahnya. Contoh hadis ini adalah: Imam Muslim meriwayatkan dalam pembukaan sahihnya bahwa Ibnu Sirin mengatakan: "Pengetahuan ini (hadis) adalah agama, maka berhati-hatilah kamu darimana kamu mengambil agamamu".

Keaslian hadis yang terbagi atas golongan ini sangat bergantung pada beberapa faktor lain seperti keadaan rantai sanad maupun penuturnya. Namun klasifikasi ini tetap sangat penting mengingat klasifikasi ini membedakan ucapan dan tindakan Rasulullah ﷺ dari ucapan para sahabat maupun tabi'in di mana hal ini sangat membantu dalam area perkembangan dalam fikih (Suhaib Hasan, Science of Hadis).

Berdasarkan keutuhan rantai/lapisan sanad

Berdasarkan klasifikasi ini hadis terbagi menjadi beberapa golongan yakni Musnad, Mursal, Munqathi’, Mu’allaq, Mu’dlal dan Mudallas. Keutuhan rantai sanad maksudnya ialah setiap penutur pada tiap tingkatan dimungkinkan secara waktu dan kondisi untuk mendengar dari penutur di atasnya.

Ilustrasi sanad: Pencatat hadis > Penutur 5> Penutur 4> Penutur 3 (tabi'ut tabi'in) > Penutur 2 (tabi'in) > Penutur 1 (para shahabi) > Rasulullah
  • Hadis Musnad. Sebuah hadis tergolong musnad apabila urutan sanad yang dimiliki hadis tersebut tidak terpotong pada bagian tertentu. Urut-urutan penutur memungkinkan terjadinya penyampaian hadis berdasarkan waktu dan kondisi, yakni rawi-rawi itu memang diyakini telah saling bertemu dan menyampaikan hadis. Hadis ini juga dinamakan muttashilus sanad atau maushul.
  • Hadis Mursal, bila penutur 1 tidak dijumpai atau dengan kata lain seorang tabi'in menisbatkan langsung kepada Rasulullah ﷺ (contoh: seorang tabi'in (penutur 2) mengatakan "Rasulullah berkata..." tanpa ia menjelaskan adanya sahabat yang menuturkan kepadanya).
  • Hadis Munqathi’, bila sanad putus pada salah satu penutur, atau pada dua penutur yang tidak berturutan, selain shahabi.
  • Hadis Mu’dlal, bila sanad terputus pada dua generasi penutur berturut-turut.
  • Hadis Mu’allaq, bila sanad terputus pada penutur 5 hingga penutur 1, alias tidak ada sanadnya. Contoh: "Seorang pencatat hadis mengatakan, telah sampai kepadaku bahwa Rasulullah mengatakan...." tanpa ia menjelaskan sanad antara dirinya hingga Rasulullah.
  • Hadis Mudallas, bila salah satu rawi mengatakan "..si A berkata .." atau "Hadis ini dari si A.." tanpa ada kejelasan "..kepada saya.."; yakni tidak tegas menunjukkan bahwa hadis itu disampaikan kepadanya secara langsung. Bisa jadi antara rawi tersebut dengan si A ada rawi lain yang tidak terkenal, yang tidak disebutkan dalam sanad. Hadis ini disebut juga hadis yang disembunyikan cacatnya karena diriwayatkan melalui sanad yang memberikan kesan seolah-olah tidak ada cacatnya, padahal sebenarnya ada, atau hadis yang ditutup-tutupi kelemahan sanadnya.

Berdasarkan jumlah penutur

Jumlah penutur yang dimaksud adalah jumlah penutur dalam tiap tingkatan dari sanad, atau ketersediaan beberapa jalur berbeda yang menjadi sanad hadis tersebut. Berdasarkan klasifikasi ini hadis dibagi atas hadis mutawatir dan hadis ahad.

  • Hadis Mutawatir, adalah hadis yang diriwayatkan oleh sekelompok orang dari beberapa sanad dan tidak terdapat kemungkinan bahwa mereka semua sepakat untuk berdusta bersama akan hal itu. Jadi hadis mutawatir memiliki beberapa sanad dan jumlah penutur pada tiap lapisan generasi (thaqabah) berimbang. Para ulama berbeda pendapat mengenai jumlah sanad minimum hadis mutawatir (sebagian menetapkan 20 dan 40 orang pada tiap lapisan sanad). Hadis mutawatir sendiri dapat dibedakan antara dua jenis yakni mutawatir lafzhy (lafaz redaksional sama pada tiap riwayat) dan ma’nawy (pada redaksional terdapat perbedaan namun makna sama pada tiap riwayat)
  • Hadis Ahad, hadis yang diriwayatkan oleh sekelompok orang namun tidak mencapai tingkatan mutawatir. Hadis ahad kemudian dibedakan atas tiga jenis antara lain:
    • Gharib, bila hanya terdapat satu jalur sanad (pada salah satu lapisan terdapat hanya satu penutur, meski pada lapisan lain mungkin terdapat banyak penutur)
    • Aziz, bila terdapat dua jalur sanad (dua penutur pada salah satu lapisan, pada lapisan lain lebih banyak)
    • Masyhur, bila terdapat lebih dari dua jalur sanad (tiga atau lebih penutur pada salah satu lapisan, dan pada lapisan lain lebih banyak) namun tidak mencapai derajat mutawatir. Dinamai juga hadis mustafidl.

Berdasarkan tingkat keaslian hadis

Kategorisasi tingkat keaslian hadis adalah klasifikasi yang paling penting dan merupakan kesimpulan terhadap tingkat penerimaan atau penolakan terhadap hadis tersebut. Tingkatan hadis pada klasifikasi ini terbagi menjadi 4 tingkat yakni shahih, hasan, dla'if dan maudlu'.

  • Hadis Sahih, yakni tingkatan tertinggi penerimaan pada suatu hadis. Hadis shahih memenuhi persyaratan sebagai berikut:
    1. Sanadnya bersambung (lihat Hadis Musnad di atas);
    2. Diriwayatkan oleh para penutur/rawi yang adil, memiliki sifat istiqomah, berakhlak baik, tidak fasik, terjaga muruah(kehormatan)-nya, dan kuat ingatannya.
    3. Pada saat menerima hadis, masing-masing rawi telah cukup umur (baligh) dan beragama Islam.
    4. Matannya tidak mengandung kejanggalan/bertentangan (syadz) serta tidak ada sebab tersembunyi atau tidak nyata yang mencacatkan hadis (’illat).
  • Hadis Hasan, bila hadis yang tersebut sanadnya bersambung, tetapi ada sedikit kelemahan pada rawi(-rawi)nya; misalnya diriwayatkan oleh rawi yang adil namun tidak sempurna ingatannya. Namun matannya tidak syadz atau cacat.
  • Hadis Dhaif (lemah), ialah hadis yang sanadnya tidak bersambung (dapat berupa hadis mauquf, maqthu’, mursal, mu’allaq, mudallas, munqathi’ atau mu’dlal), atau diriwayatkan oleh orang yang tidak adil atau tidak kuat ingatannya, atau mengandung kejanggalan atau cacat.
  • Hadis Maudlu’, bila hadis dicurigai palsu atau buatan karena dalam rantai sanadnya dijumpai penutur yang dikenal sebagai pendusta.

Jenis-jenis lain

Adapun beberapa jenis hadis lainnya yang tidak disebutkan dari klasifikasi di atas antara lain:

  • Hadis Matruk, yang berarti hadis yang ditinggalkan yaitu hadis yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi saja dan rawi itu dituduh berdusta.
  • Hadis Mungkar, yaitu hadis yang hanya diriwayatkan oleh seorang rawi yang lemah yang bertentangan dengan hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang tepercaya/jujur.
  • Hadis Mu'allal, artinya hadis yang dinilai sakit atau cacat yaitu hadis yang di dalamnya terdapat cacat yang tersembunyi (’illat). Menurut Ibnu Hajar Al Atsqalani bahwa hadis Mu'allal ialah hadis yang tampaknya baik tetapi setelah diselidiki ternyata ada cacatnya. Hadis ini biasa juga disebut hadis Ma'lul (yang dicacati) dan disebut hadis Mu'tal (hadis sakit atau cacat).
  • Hadis Mudlthorib, artinya hadis yang kacau yaitu hadis yang diriwayatkan oleh seorang rawi melalui beberapa sanad dengan matan (isi) kacau atau tidak sama atau bahkan kontradiksi dengan yang dikompromikan
  • Hadis Maqlub, yakni hadis yang terbalik yaitu hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang dalamnya tertukar dengan mendahulukan yang belakang atau sebaliknya, baik dalam hal matan (isi) atau sanad (silsilah)
  • Hadis Gholia, yaitu hadis yang terbalik sebagian lafalnya hingga pengertiannya berubah
  • Hadis Mudraj, yaitu hadis yang mengalami penambahan isi oleh rawi, misalnya penjelasan-penjelasan yang bukan berasal dari Nabi ﷺ
  • Hadis Syadz, hadis yang jarang yaitu hadis yang diriwayatkan oleh rawi yang tepercaya namun bertentangan dengan hadis lain yang diriwayatkan dari rawi-rawi yang lain. Hadis syadz bisa jadi berderajat shahih, akan tetapi berlawanan isi dengan hadis shahih yang lebih kuat sanadnya. Hadis yang lebih kuat sanadnya ini dinamakan Hadis Mahfuzh.

Sejarah Perkembangan Hadis

Sejarah perkembangan hadis merupakan masa atau periode yang telah dilalui oleh hadis dari masa lahirnya dan tumbuh dalam pengenalan, penghayatan, dan pengamalan umat dari generasi ke generasi. Dengan memerhatikan masa yang telah dilalui hadis sejak masa timbulnya/lahirnya di zaman Nabi SAW. meneliti dan membina hadis, serta segala hal yang memengaruhi hadis tersebut. Para ulama Muhaditsin membagi sejarah hadis dalam beberapa periode. Adapun para ulama penulis sejarah hadis berbeda-beda dalam membagi periode sejarah hadis. Ada yang membagi dalam tiga periode, lima periode, dan tujuh periode.[4]

M. Hasbi Asy-Shidieqy membagi perkembangan hadis menjadi tujuh periode, sejak periode Nabi SAW. hingga sekarang, yaitu sebagai berikut.

Periode Pertama: Perkembangan Hadis pada Masa Rasulullah SAW.

Periode ini disebut 'Ashr Al-IWahyi wa At-Taqwin' (masa turunnya wahyu) dan pembentukan masyarakat Islam). Pada periode inilah, hadis Iahir berupa sabda (aqteal), af'al, dan taqrir Nabi yang berfungsi menerangkan Al-Quran untuk menegakkan syariat Islam dan membentuk masyarakat Islam. Para sahabat menerima hadis secara langsung dan tidak langsung. Penerimaan secara langsung misalnya saat Nabi SAW. memberi ceramah, pengajian, khotbah, atau penjelasan terhadap pertanyaan para sahabat. Adapun penerimaan secara tidak langsung adalah mendengar dari sahabat yang lain atau dari utusan-utusan, baik dari utusan yang dikirim oleh Nabi ke daerah-daerah atau utusan daerah yang datang kepada Nabi. Pada masa Nabi SAW., kepandaian baca tulis di kalangan para sahabat sudah bermunculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis di kalangan sahabat masih kurang, Nabi menekankan untuk menghapal, memahami, memelihara, mematerikan, dan memantapkan hadis dalam amalan sehari-hari, serta mentabligkannya kepada orang lain.[4]

Tidak ditulisnya hadis secara resmi pada masa Nabi bukan berarti tidak ada sahabat yang menulis hadis. Dalam sejaah pcnulisan hadis terdapat nama-nama sahabat yang menulis hadis, di antaranya:

  1. 'Abdullah Ibn Amr Ibn 'Ash, shahifah-nya disebut AshShadiqah.
  2. Ali Ibn Abi Thalib, penulis hadis tentang hukum diyat, hukum keluarga, dan lain-lain.
  3. Anas Ibn Malik.

Di samping itu, ketika Nabi SAV. menyelenggarakan dakwah dan pembinaan umat, beliau sering mengirimkan surat-surat seruan pemberitahuan, antara lain kepada para pejabat di daerah dan surat tentang seruan dakwah İslamiyah kepada para raja dan kabilah, baik di timur, utara, dan barat. Surat-surat tersebut merupakan koleksi hadis juga. Hal ini sekaligus membuktikan bahwa pada masa Nabi SAW. telah dilakukan penulisan hadis di kalangan sahabat.

Periode Kedua: Perkembangan Hadis pada Masa Khulafa' ArRasyidin (11 H - 40 H)

Periode ini disebut 'Ashr-At-Tatsabbut wa Al-lqlal min AlRizvaya/ı (masa membatasi dan menyedikitkan riwayat). Nabi SAW. wafat pada tahun 1 1 H. Kepada umatnya, beliau meninggalkan dua pegangan sebagai dasar bagi pedoman hidup, yaitu Al-Quran dan hadis (As-Sunnah) yang harus dipegangi dalam seluruh aspek kehidupan umat. Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadis tersebar secara terbatas. Penulisan hadis pun masih terbatas dan belum dilakukan secara resmi. Bahkan, pada masa itu, Umar melarang para sahabat untuk memperbanyak meriwayatkan hadis, dan sebaliknya, Umar menekankan agar para sahabat mengerahkan perhatiannya untuk menyebarluaskan Al-Quran.[4]

Dalam praktiknya, ada dua sahabat yang meriwayatkan hadis, yakni:

  1. Dengan lafazh asli, yakni menurut lafazh yang mereka terima dari Nabi SAV. yang mereka hapal benar lafazh dari Nabi.
  2. Dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya karena tidak hapal lafazh asli dari Nabi SAW.
  3. Pada masa ini, Khalifah Umar mempunyai gagasan untuk membukukan hadis, namun maksud tersebut diurungkan setelah beliau melakukan shalat istikharah.[4]

Periode Ketiga: Perkembangan pada Masa Sahabat Kecil dan Tabi'in

Periode ini disebut 'Ashr Intisyar al-Riwayah ila Al-Amshar (masa berkembang dan meluasnya periwayatan hadis). Pada masa ini, daerah Islam sudah meluas, yakni ke negeri Syatn, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan pada tahun 93 H, meluas sampai ke Spanyol. Hal ini bersamaan dengan berangkatnya para sahabat ke daerahdaerah tersebut, terutama dalam rangka tugas memangku jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu hadis.

Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadis-hadis Nabi SAW. diharuskan berangkat ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk menanyakan hadis kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di wilayah tersebut. Dengan demikian, pada masa ini, di samping tersebarnya periwayatan hadis ke pelosokpelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadis pun menjadi ramai.[4]

Karena meningkatnya periwayatan hadis, muncullah bendaharawan dan lembaga-lembaga (Centrum Perkembangan) hadis di berbagai daerah di seluruh negeri. Di antara bendaharawan hadis yang banyak menerima, menghapal, dan mengembangkan atau meriwayatkan hadis adalah:

  1. Abu Hurairah, menurut Ibn Al-Jauzi, beliau meriwayatkan 5.374hadis, sedangkan menurut Al-Kirmany, beliau meriwayatkan 5.364 hadis.
  2. 'Abdullah Ibn Umar meriwayatkan 2.630 hadis.
  3. 'Aisyah, istri Rasul SAW. meriwayatkan 2.276 hadis.
  4. 'Abdullah Ibn 'Abbas meriwayatkan 1.660 hadis.
  5. Jabir Ibn 'Abdullah meriwayatkan 1.540 hadis.
  6. Abu Sa'id Al-Khudri meriwayatkan 1.170 hadis.[4]

Adapun lembaga-lembaga hadis yang menjadi pusat bagi usaha penggalian, pendidikan, dan pengembangan hadis terdapat di:[4]

  1. Madinah, dengan tokoh-tokohnya: Abu Bakar, Umar, Ali, Abu Hurairah, 'Aisyah, Ibn Umar, Sa'id Al-Khudri, Zaid Ibn Tsabit (dari kalangan sahabat), 'Urwah, Sa'id Az-Zuhri, 'Abdullah Ibn Umar, Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakar, Nafi', Abu Bakar Ibn Abd Ar-Rahman Ibn Hisyam, dan Abu Zinad (dari kalangan tabiin).
  2. Mekah, dengan tokoh-tokohnya: Ali, 'Abdullah Ibn Mas'ud, Sa'ad Ibn Abi Waqas, Sa'id Ibn Zaid, Khabbah Ibn Al-Arat, Salman Al-Farisi, Abu Juhaifah (sahabat), Masruq, Ubaididah, Al-Aswad, Syuraih, Ibrahim, Sa'id Ibn Jubair, Amir Ibn Syurahil, Asy-Sya'bi (tabiin).
  3. Bashrah, dengan tokoh-tokohnya: Anas Ibn Malik, 'Utbah, Imran Ibn Husain, Abu Barzah, Ma'qil Ibn Yasar, Abu Bakrah, Abd Ar-Rahman Ibn Sumirah, 'Abdullah Ibn Syikhkhir, Jariyah Ibn Qudamah (sahabat), Abu al-Aliyah, Rafi' Ibn Mihram Al-Riyahi, Al-Hasan Al-Bishri, Muhammad Ibn Sirin, Abu Sya'tsa, Jabir Ibn Zaid, Qatadah, Mutharraf Ibn 'Abdullah Ibn Syikhkhir, Abu Bardah Raja' Ibn Abi Musa (tabiin).
  4. Syam, dengan tokoh-tokohnya: Mu'adz Ibn Jabbal, Ubaidah Ibn Tsamit, Abu Darda (sahabat), Abu Idris al-Khaulani, Qasibah Ibn Dzuaib, Makhul, Raja' Ibn Haiwah (tabiin).
  5. Mesir, dengan tokoh-tokohnya: 'Abdullah Ibn Amr, Uqbah Ibn Amir, Kharijah Ibn Hudzaifah, 'Abdullah Ibn Harits, Abu Basyrah, Abu Saad al-Khair, Martsad al-Yaziri, Yazid Ibn Abi Habib (tabi'in).[4]

Pada periode ketiga ini mulai muncul usaha pemalsuan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Hal ini terjadi setelah wafatnya Ali r.a. Pada masa ini, umat Islam mulai terpecah-pecah menjadi beberapa golongan: Pcrtcuna, golongan 'Ali Ibn Abi Thalib, yang kemudian dinamakan golongan Syi'ah. Kedua, golongan khawarij, yang menentang 'Ali, dan golongan Mu'awiyah, dan ketiga, golongan jumhur (golongan pemerintah pada masa itu). Terpecahnya umat Islam tersebut, memacu orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk mendatangkan keterangan-keterangan yang berasal dari Rasulullah SAW. untuk mendukung golongan mereka. Oleh sebab itulah, mereka membuat hadis palsu dan menyebarkannya kepada masyarakat.[4]

Periode Keempat: Perkembangan Hadis pada Abad II dan III Hijriah

Periode ini disebut Ashr Al-Kitabah tva Al- Tadwin (masa penulisan dan pembukuan). Maksudnya, penulisan dan pembukuan secara resmi, yakni yang diselenggarakan oleh atau atas inisiatif pemerintah. Adapun kalau secara perseorangan, sebelum abad Il H hadis sudah banyak ditulis, baik pada masa tabiin, sahabat kecil, sahabat besar, bahkan masa Nabi SAW. Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad ke-2 H, yakni pada masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Azis tahun 101 H. Sebagai khalifah, Umar Ibn Aziz sadar bahwa para perawi yang menghimpun hadis dalam hapalannya semakin banyak yang meninggal. Beliau khawatir apabila tidak membukukan dan mengumpulkan dalam buku-buku hadis dari para perawinya, ada kemungkinan hadis-hadis tersebut akan lenyap dari permukaan burni bersamaan dengan kepergian para penghapalnya ke alam barzakh.[4]

Untuk mewujudkan maksud tersebut, pada tahun 100 H, Khalifah meminta kepada Gubernur Madinah, Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn Amr Ibn Hazmin (120 H) yang menjadi guru Ma'mar Al-Laits, AlAuza'i, Malik, Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin untuk membukukan hadis Rasul yang terdapat pada penghapal wanita yang terkenal, yaitu Amrah binti Abdir Rahman Ibn Sa'ad Ibn Zurarah Ibn 'Ades, seorang ahli fiqh, murid 'Aisyah r.a. (20 H/642 M - 98 H/716 M atau 106 H/ 724 M), dan hadis-hadis yang ada pada Al-Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakr Ash-Shiddieq (107 H/725 M), seorang pemuka tabiin dan salah seorang fuqaha Madinah yang tujuh.[4]

Di samping itu, Umar mengirimkan surat-surat kepada gubernur yang ada di bawah kekuasaannya untuk membukukan hadis yang ada pada ulama yang tinggal di wilayah mereka masing-masing. Di antara ulama besar yang membukukan hadis atas kemauan Khalifah adalah Abu Bakr Muhammad Ibn Muslim ibn Ubaidillah Ibn Syihab AzZuhri, seorang tabiin yang ahli dalam urusan fiqh dan hadis. 16 Beliau adalah guru Malik, Al-Auza'i, Ma'mar, Al-Laits, Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi Dzi'bin. Mereka inilah ulama yang mula-mula membukukan hadis atas anjuran Khalifah.[4]

Kitab hadis yang ditulis oleh Ibnu Hazm, yang merupakan kitab hadis pertama yang ditulis atas perintah kepala negara, tidak sampai kepada kita, dan kitab itu tidak membukukan seluruh hadis yang ada di Madinah. Pembukuan seluruh hadis yang ada di Madinah dilakukan oleh Imam Muhammad Ibn Muslim Ibn Syihab Az-Zuhri, yang memang terkenal sebagai seorang ulama besar dari ulama-ulama hadis pada masanya. Setelah itu, para ulama besar berlomba-lomba membukukan hadis atas anjuran Abu 'Abbas As-Saffah dan anak-anaknya dari khalifah-khalifah 'Abbasiyah. Akan tetapi, tak dapat diketahui lagi siapakah ulama yang mula-mula membukukan hadis sesudah AzZuhri karena ulama-ulama yang datang sesudah Az-Zuhri seluruhnya hidup pada satu zaman.[4]

Sekalipun demikian, yang dapat ditegaskan sejarah sebagai pengumpul hadis adalah:[4]

  1. Pengumpul pertama di kota Mekah, Ibnu Juraij (80 - 150 H)
  2. Pengumpul pertama di kota Madinah, Ibnu Ishaq (w. 150 H)
  3. Pengumpul pertama di kota Bashrah, Al-Rabi' Ibn Shabih (w. 160 H)
  4. Pengumpul pertama di Kuffah, Sufyan Ats-Tsaury (w. 161 H.)
  5. Pengumpul pertama di Syam, Al-Auza'i (w. 95 H)
  6. Pengumpul pertama di Wasith, Husyain Al-Wasithy (104 - 188 H)
  7. Pengumpul pertama di Yaman, Ma'mar al-Azdy (9 - 153 H)
  8. Pengumpul pertama di Rei, Jarir Adh-Dhabby (110 - 188 H)
  9. Pengumpul pertama di Khurasan, Ibn Mubarak (11 - 181 H)
  10. Pengumpul pertama di Mesir, Al-Laits Ibn Sa'ad (w. 175 H).

Semua ulama yang membukukan hadis ini terdiri dari ahli-ahli pada abad kedua Hijriah.

Kitab Az-Zuhri dan Ibnu Juraij itu tidak diketahui rimbanya sekarang. Adapun kitab yang paling tua yang ada di tangan umat Islam dewasa ini adalah Al-Muwaththa' susunan Imam Malik. Kitab ini disusun atas permintaan Khalifah Al-Mansur ketika ia menunaikan ibadah haji pada tahun 144 H (141 H). Kemudian, Ibnu Ishaq menyusun kitab Al-Maghazi wa As-Siyar (Hadis-hadis mengenai sirah Rasul SAW.). Kitab Al-Maghazi ini adalah dasar pokok bagi kitab-kitab sirah Nabi. Para ulama abad kedua membukukan hadis tanpa menyaringnya, yakni mereka tidak hanya membukukan hadis-hadis saja, tetapi fatwafatwa sahabat pun dimasukkan ke dalam bukunya. Oleh karena itu, dalam kitab-kitab itu terdapat hadis-hadis marfu', hadis-hadis mauquf, dan hadis-hadis pnaqthu'. Kitab hadis seperti itu dan mudah kita dapatkan qdalah Al-Muwaththa, susunan Imam Malik.[4]

Kitab-kitab hadis yang telah dibukukan dan dikumpulkan dalam abad kedua ini, jumlahnya cukup banyak. Akan tetapi, yang masyhur di kalangan ahli hadis adalah:

  1. Al-Muwaththa', susunan Imam Malik (95 H - 179 H)
  2. Al-Maghazi wal Siyar, susunan Muhammad ibn Ishaq (150 H)
  3. Al-Jami', susunan Abdul Razzaq As-San'any (211 H)
  4. Al-Mushannaf, susunan Sy'bah Ibn Hajjaj (160 H)
  5. Al-Mushannaf, susunan Sufyan ibn 'Uyainah (198 H)
  6. Al-Mushannaf, susunan Al-Laits Ibn Sa'ad (175 H)
  7. Al-Mushannaf, susunan Al-Auza'i (150 H)
  8. Al-Mushannaf, susunan Al-Humaidy (219 H)
  9. Al-Maghazin Nabawiyah, susunan Muhammad Ibn Waqid AlAslamy.
  10. Al-Musnad, susunan Abu Hanifah (150 H).
  11. Al-Musnad, susunan Zaid Ibn Ali.
  12. Al-Musnad, susunan Al-Imam Asy-Syaffi (204 H).
  13. MukhtalifAl-Hadis, susunan Al-Imam Asy-Syafi'i.

Keadaan seperti ini menyebabkan sebagian ulama mempelajari keadaan rawi-rawi hadis dan dalam masa ini telah banyak rawi-rawi yang lemah. Pada periode ini muncul tokoh-tokoh Jarh wa Ta'dil, di antaranya adalah Syu'bah Ibn Al-Hajjaj (160 H), Ma'mar, Hisyam Ad-Dastaway (154 H), Al-Auza'i (156 H), Sufyan Ats-Tsauri (161 H), dan masih banyak tokoh lainnya. Tokoh-tokoh yang masyhur pada abad kedua hijriah adalah Malik, Yahya ibn Sa'id Al-Qaththan, Waki Ibn AI-Jarrah, Sufyan AtsTsauri, Ibnu Uyainah, Syu'bah Ibnu Hajjaj, Abdul Ar-Rahman ibn Mahdi, Al-Auza'i, Al-Laits, Abu Hanifah, dan Asy-Syafi'i.[4]

Hadis Qudsi

Hadis qudsi ialah hadis yang berisi perkataan Rasulullah ﷺ mengenai firman Allah yang diwahyukan secara langsung. Makna hadis ini berasal dari Allah, akan tetapi—berbeda dengan Alquran--, kata-katanya adalah kata-kata Rasulullah. Hadis qudsi ini, sebagian, kemudian disampaikan kepada sahabat-sahabat Rasul yang tertentu. Karenanya, tingkat kesahihan hadis qudsi ini serupa dengan hadis yang lain-lain, dan diukur dengan cara yang serupa pula di atas.[5]

Bentuk Periwayatan

Ada dua bentuk periwayatan hadis qudsi. Periwayatan yang pertama; Nabi Muhammad SAW bersabda, "Seperti yang diriwayatkannya dari Allah Azza wa Jalla.". Contohnya: Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam shahih-nya dari Abu Dzar Radliyallahu Anhu dari Nabi seperti yang diriwayatkan dari Allah, bahwasanya Allah berfirman,[6]

"Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan perbuatan zhalim pada diri-Ku dan Aku haramkan pula untuk kalian, maka janganlah saling menganiaya d iantara kalian."[6]

Kemudian periwayatan yang kedua; Nabi Muhammad SAW bersabda, "Allah berfirman...". Contohnya diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,[6]

"Allah Ta'ala berfirman, 'Aku selalu dalam persangkaan hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersamanya bila dia mengingat-Ku. Maka jika dia mengingat-Ku niscaya Aku akan mengingatnya'".[6]

Perbedaan antara Hadis Qudsi dengan Al-Qur'an dan Hadis Nabawi

Ada tiga hal yang membedakan antara Al-Qur'an dengan Hadis Qudsi, yaitu:[6]

  1. Al-Qur'an itu lafazh dan maknanya dari Allah, sedangkan hadis Qudsi maknanya dari Allah dan lafazhnya dari Nabi Muhammad SAW.[6]
  2. Membaca Al-Qur'an termasuk ibadah dan mendapat pahala, sedangkan membaca Hadis Qudsi bukan termasuk ibadah dan tidak mendapat pahala.[6]
  3. Disyaratkan mutawatir dalam periwayatan Al-Qur'an, sedangkan dalam Hadis Qudsi tidak disyaratkan mutawatir.[6]

Sementara itu perbedaan antara Hadis Qudsi dengan Hadis Nabawi ialah, Hadis Nabawi disandarkan langsung kepada Nabi Muhammad SAW dan disampaikan secara lisan oleh beliau. Sedangkan Hadis Qudsi disandarkan kepada Allah SWT kemudian Nabi Muhammad SAW menyampaikan dan meriwayatkannya dari Allah, oleh karena itu dikaitkan dengan sebutan qudsi.[7]

Secara kuantitas, Hadis Qudsi jumlahnya lebih sedikit. Buku-buku yang membahas tentang Hadis Qudsi antara lain; Al-Ittifahat As-Sunniyyah Bil Ahadits Al-Qudsiyyah, karya Abdur Rauf Al-Munawi (1031 H). Buku tersebut berisi 272 Hadis Qudsi.[6]

Penulisan hadis

Ahli-ahli hadis yang mengumpulkan, mendaftar, menyeleksi dan menuliskan hadis-hadis dalam suatu kitab hadis dikenal sebagai mudawwin atau mukharrij.

Berkas:ArabicSahihBukhari.jpg
Sampul kitab hadis Sahih Bukhari

Kitab hadis Sunni

Kitab hadis Syi'ah

Syi'ah hanya memercayai hadis yang diriwayatkan oleh keturunan Muhammad ﷺ, melalui Fatimah az-Zahra, atau oleh pemeluk Islam awal yang memihak Ali bin Abi Thalib. Syi'ah tidak menggunakan hadis yang berasal dari atau diriwayatkan oleh orang-orang yang diklaim memusuhi Ali, seperti Aisyah, yang melawan Ali pada Perang Jamal. Beberapa sekte Syi'ah sebagian besar menggunakan:

Kebanyakan hadis-hadis tersebut meriwayatkan perkataan Ja'far ash-Shadiq dengan pentahrifan sanad. Kitab-kitab hadis Syiah tidak beredar secara umum di Indonesia.

Beberapa istilah dalam ilmu hadis

Berdasarkan siapa yang meriwayatkan, terdapat beberapa istilah yang dijumpai pada ilmu hadis antara lain:

  • Muttafaq Alaih (disepakati atasnya) yaitu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim dari sumber sahabat yang sama, dikenal dengan hadis Bukhari dan Muslim
  • As-Sab'ah berarti tujuh perawi yaitu: Imam Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, Imam Turmudzi, Imam Nasa'i dan Imam Ibnu Majah
  • As-Sittah maksudnya enam perawi yakni mereka yang tersebut di atas selain Ahmad bin Hambal (Imam Ibnu Majah)
  • Al-Khamsah maksudnya lima perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Imam Bukhari dan Imam Muslim
  • Al-Arba'ah maksudnya empat perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari dan Imam Muslim
  • Ats-Tsalatsah maksudnya tiga perawi yaitu mereka yang tersebut di atas selain Ahmad, Imam Bukhari, Imam Muslim dan Ibnu Majah.

Pembentukan dan Sejarahnya

Hadis sebagai kitab berisi berita tentang sabda, perbuatan dan sikap Nabi Muhammad sebagai Rasul. Berita tersebut didapat dari para sahabat pada saat bergaul dengan Nabi. Berita itu selanjutnya disampaikan kepada sahabat lain yang tidak mengetahui berita itu, atau disampaikan kepada murid-muridnya dan diteruskan kepada murid-murid berikutnya lagi hingga sampai kepada pembuku hadis. Itulah pembentukan hadis.

Masa pembentukan hadis

Masa pembentukan hadis tiada lain masa kerasulan Nabi Muhammad itu sendiri, ialah lebih kurang 23 tahun. Pada masa ini hadis belum ditulis, dan hanya berada dalam benak atau hafalan para sahabat saja. perode ini disebut al wahyu wa at takwin. Pada saat ini Nabi Muhammad sempat melarang penulisan hadis agar tidak tercampur dengan periwayatan Al Qur'an, tetapi setelah beberapa waktu, Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wassallam membolehkan penulisan hadis dari beberapa orang sahabat yang mulia, seperti Abdullah bin Mas'ud, Abu Bakar, Umar, Abu Hurairah, Zaid bin Tsabit, dllnya. Periode ini dimulai sejak Muhammad diangkat sebagai nabi dan rasul hingga wafatnya (610M-632 M)

Masa Penggalian

Masa ini adalah masa pada sahabat besar dan tabi'in, dimulai sejak wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 11 H atau 632 M. Pada masa ini hadis belum ditulis ataupun dibukukan, kecuali yang dilakukan oleh beberapa sahabat seperti Abu Hurairah, Abu Bakar, Umar bin Khattab, Abdullah bin Mas'ud, dllnya. Seiring dengan perkembangan dakwah, mulailah bermunculan persoalan baru umat Islam yang mendorong para sahabat saling bertukar hadis dan menggali dari sumber-sumber utamanya.

Masa penghimpunan

Masa ini ditandai dengan sikap para sahabat dan tabi'in yang mulai menolak menerima hadis baru, seiring terjadinya tragedi perebutan kedudukan kekhalifahan yang bergeser ke bidang syari'at dan 'aqidah dengan munculnya hadis palsu. Para sahabat dan tabi'in ini sangat mengenal betul pihak-pihak yang melibatkan diri dan yang terlibat dalam permusuhan tersebut, sehingga jika ada hadis baru yang belum pernah dimiliki sebelumnya diteliti secermat-cermatnya siapa-siapa yang menjadi sumber dan pembawa hadis itu. Maka pada masa pemerintahan Khalifah 'Umar bin 'Abdul 'Aziz sekaligus sebagai salah seorang tabi'in memerintahkan penghimpunan hadis. Masa ini terjadi pada abad 2 H, dan hadis yang terhimpun belum dipisahkan mana yang merupakan hadis marfu' dan mana yang mauquf dan mana yang maqthu'.

Masa pendiwanan dan penyusunan

Abad 3 H merupakan masa pendiwanan (pembukuan) dan penyusunan hadis. Guna menghindari salah pengertian bagi umat Islam dalam memahami hadis sebagai prilaku Nabi Muhammad, maka para ulama mulai mengelompokkan hadis dan memisahkan kumpulan hadis yang termasuk marfu' (yang berisi perilaku Nabi Muhammad), mana yang mauquf (berisi prilaku sahabat) dan mana yang maqthu' (berisi prilaku tabi'in). Usaha pembukuan hadis pada masa ini selain telah dikelompokkan (sebagaimana dimaksud di atas) juga dilakukan penelitian Sanad dan Rawi-rawi pembawa beritanya sebagai wujud tash-hih (koreksi/verifikasi) atas hadis yang ada maupun yang dihafal. Selanjutnya pada abad 4 H, usaha pembukuan hadis terus dilanjutkan hingga dinyatakannya bahwa pada masa ini telah selesai melakukan pembinaan maghligai hadis. Sedangkan abad 5 hijriyah dan seterusnya adalah masa memperbaiki susunan kitab hadis seperti menghimpun yang terserakan atau menghimpun untuk memudahkan mempelajarinya dengan sumber utamanya kitab-kitab hadis abad ke-4 Hijriyah.

Kitab-kitab hadis

Berdasarkan masa penghimpunan hadis

Abad ke-2 Hijriyah

Beberapa kitab yang terkenal:

  1. Al Muwaththa oleh Malik bin Anas
  2. Al Musnad oleh Ahmad bin Hambal (tahun 150 - 204 H / 767 - 820 M)
  3. Mukhtaliful Hadis oleh As Syafi'i
  4. Al Jami' oleh Abdurrazzaq Ash-Shan'ani
  5. Mushannaf Syu'bah oleh Syu'bah bin Hajjaj (tahun 82 - 160 H / 701 - 776 M)
  6. Mushannaf Sufyan oleh Sufyan bin Uyainah (tahun 107 - 190 H / 725 - 814 M)
  7. Mushannaf Al Laist oleh Al-Laist bin Sa'ad (tahun 94 - 175 / 713 - 792 M)
  8. As Sunan oleh Al-Auza'i (tahun 88 - 157 / 707 - 773 M)
  9. As Sunan oleh Al-Humaidi (wafat tahun 219 H / 834 M)
Dari kesembilan kitab tersebut yang sangat mendapat perhatian para 'lama hanya tiga, yaitu Al Muwaththa', Al Musnad dan Mukhtaliful Hadis. Sedangkan selebihnya kurang mendapat perhatian akhirnya hilang ditelan zaman.

Abad ke-3 H

  • Musnadul Kabir oleh Ahmad bin Hambal dan 3 macam lainnya yaitu Kitab Shahih, Kitab Sunan dan Kitab Musnad yang selengkapnya:
  1. Al Jami'ush Shahih Bukhari oleh Bukhari (194-256 H / 810-870 M)
  2. Al Jami'ush Shahih Muslim oleh Muslim (204-261 H / 820-875 M)
  3. As Sunan Ibnu Majah oleh Ibnu Majah (207-273 H / 824-887 M)
  4. As Sunan Abu Dawud oleh Abu Dawud (202-275 H / 817-889 M)
  5. As Sunan At Tirmidzi oleh At Tirmidzi (209-279 H / 825-892 M)
  6. As Sunan Nasai oleh An Nasai (225-303 H / 839-915 M)
  7. As Sunan Darimi oleh Darimi (181-255 H / 797-869 M)

Abad ke-4 H

  1. Al Mu'jamul Kabir oleh Ath-Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
  2. Al Mu'jamul Ausath oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
  3. Al Mu'jamush Shaghir oleh Ath Thabarani (260-340 H / 873-952 M)
  4. Al Mustadrak oleh Al-Hakim (321-405 H / 933-1014 M)
  5. Ash Shahih oleh Ibnu Khuzaimah (233-311 H / 838-924 M)
  6. At Taqasim wal Anwa' oleh Abu Awwanah (wafat 316 H / 928 M)
  7. As Shahih oleh Abu Hatim bin Hibban (wafat 354 H/ 965 M)
  8. Al Muntaqa oleh Ibnu Sakan (wafat 353 H / 964 M)
  9. As Sunan oleh Ad-Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)
  10. Al Mushannaf oleh Ath-Thahawi (239-321 H / 853-933 M)
  11. Al Musnad oleh Ibnu Nashar Ar Razi (wafat 301 H / 913 M)

Abad ke-5 H dan selanjutnya

  • Hasil penghimpunan
  1. Jami'ul Ushul oleh Ibnu Atsir Al Jazari (556-630 H / 1160-1233 M)
  2. Tashiful Wushul oleh Al-Fairuz Abadi (? - ? H / ? - 1084 M)
  • Bersumber dari kutubus sittah dan kitab lainnya, yaitu Jami'ul Masanid oleh Ibnu Katsir (706-774 H / 1302-1373 M)
  • Bersumber dari selain kutubus sittah, yaitu Jami'ush Shaghir oleh As Sayuthi (849-911 H / 1445-1505 M)
  • Hasil pembidangan (mengelompokkan ke dalam bidang-bidang)
  • Kitab Al Hadis Hukum, diantaranya:
  1. Sunan oleh Ad Daruquthni (306-385 H / 919-995 M)
  2. As Sunannul Kubra oleh Al-Baihaqi (384-458 H / 994-1066 M)
  3. Al Imam oleh Ibnul Daqiqil 'Id (625-702 H / 1228-1302 M)
  4. Muntaqal Akhbar oleh Majduddin Al-Harrani (? - 652 H / ? - 1254 M)
  5. Bulughul Maram oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)
  6. 'Umdatul Ahkam oleh 'Abdul Ghani Al-Maqdisi (541-600 H / 1146-1203 M)
  7. Al Muharrar oleh Ibnu Qudamah Al-Maqdisi (675-744 H / 1276-1343 M)
  • Kitab Al Hadis Akhlaq
  1. At Targhib wat Tarhib oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)
  2. Riyadhus Shalihin oleh Imam Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)
  • Syarh (semacam tafsir untuk hadis)
  1. Untuk Shahih Bukhari terdapat Fathul Bari oleh Ibnu Hajar Asqalani (773-852 H / 1371-1448 M)
  2. Untuk Shahih Muslim terdapat Minhajul Muhadditsin oleh Imam An-Nawawi (631-676 H / 1233-1277 M)
  3. Untuk Shahih Muslim terdapat Al Mu'allim oleh Al Maziri (wafat 536 H / 1142 M)
  4. Untuk Muntaqal Akhbar terdapat Nailul Authar oleh Asy-Syaukani (wafat 1250 H / 1834 M)
  5. Untuk Bulughul Maram terdapat Subulussalam oleh Ash-Shan'ani (wafat 1099 H / 1687 M)
  • Mukhtashar (ringkasan)
  1. Untuk Shahih Bukhari diantaranya Tajridush Shahih oleh Al Husain bin Mubarrak (546-631 H / 1152-1233 M)
  2. Untuk Shahih Muslim diantaranya Mukhtashar oleh Al Mundziri (581-656 H / 1185-1258 M)
  • Lain-lain
  1. Kitab Al Kalimuth Thayyib oleh Ibnu Taimiyah (661-728 H / 1263-1328 M) berisi hadis-hadis tentang doa.
  2. Kitab Al Mustadrak oleh Al Hakim (321-405 H / 933-1014 M) berisi hadis yang dipandang shahih menurut syarat Bukhari atau Muslim dan menurut dirinya sendiri.

Lihat juga

Bacaan lanjutan

  • Pengetahuan Dasar tentang Pokok-pokok Ajaran Islam (A/B) oleh Mh. Amin Jaiz
  • Metodologi Kritik Matan Hadis oleh Dr. Salahudin ibn Ahmad al-Adlabi, terjamahan, ISBN 979-578-047-6
  • Berg, H. (2000). The development of exegesis in early Islam: the authenticity of Muslim literature from the formative period. Routledge. ISBN 0-7007-1224-0. 
  • Lucas, S. (2004). Constructive Critics, Hadith Literature, and the Articulation of Sunni Islam. Brill Academic Publishers. ISBN 90-04-13319-4. 
  • Robinson, C. F. (2003). Islamic Historiography. Cambridge University Press. ISBN 0-521-62936-5. 
  • Robson, J. "Hadith". Dalam P.J. Bearman, Th. Bianquis, C.E. Bosworth, E. van Donzel and W.P. Heinrichs. Encyclopaedia of Islam Online. Brill Academic Publishers. ISSN 1573-3912. 
  • Swarup, Ram. Understanding Islam through Hadis Diarsipkan 2011-01-24 di Wayback Machine.. Exposition Press, Smithtown, New York USA (n/d).
  • Jonathan A. C. Brown, "Criticism of the Proto-Hadith Canon: Al-daraqutni’s Adjustment of the Sahihayn," Journal of Islamic Studies, 15,1 (2004), 1-37.
  • Recep Senturk, Narrative Social Structure: Anatomy of the Hadith Transmission Network, 610-1505 (Stanford, Stanford UP, 2006).
  • Jonathan Brown, The Canonization of al-Bukhārī and Muslim. The Formation and Function of the Sunnī Ḥadīth (Leiden, Brill, 2007) (Islamic History and Civilization. Studies and Texts, 69).
  • 1000 Qudsi Hadiths: An Encyclopedia of Divine Sayings; New York: Arabic Virtual Translation Center; (2012) ISBN 978-1-4700-2994-4
  • Hallaq, Wael B. (1999). "The Authenticity of Prophetic Ḥadîth: A Pseudo-Problem". Studia Islamica (89): 75–90. doi:10.2307/1596086. ISSN 0585-5292. JSTOR 1596086. 
  • Brown, J. (2007). The Canonization of al-Bukhari and Muslim: The Formation and Function of the Sunni Hadith Canon. Leiden: Brill, 2007.
  • Juynboll, G. H. A. (2007). Encyclopedia of Canonical Hadith. Leiden: Brill, 2007.
  • Lucas, S. (2002). The Arts of Hadith Compilation and Criticism. University of Chicago. OCLC 62284281. 
  • Musa, A. Y. Hadith as Scripture: Discussions on The Authority Of Prophetic Traditions in Islam, New York: Palgrave, 2008. ISBN 0-230-60535-4
  • Fred M. Donner, Narratives of Islamic Origins (1998)
  • Warner, Bill. The Political Traditions of Mohammed: The Hadith for the Unbelievers, CSPI (2006). ISBN 0-9785528-7-3
  • 'Al-Qaththan, Syaikh Manna'. Pengantar Studi Ilmu Hadits. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2013. ISBN 9795923188

Pranala luar

Referensi

  1. ^ "Hadith," Encyclopedia of Islam.
  2. ^ Lisan al-Arab, by Ibn Manthour, vol. 2, pg. 350; Dar al-Hadith edition.
  3. ^ al-Kuliyat by Abu al-Baqa’ al-Kafawi, pg. 370; Al-Resalah Publishers. This last phrase is quoted by al-Qasimi in Qawaid al-Tahdith, pg. 61; Dar al-Nafais.
  4. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p Agus Solahudin, Suyadi, M., Agus (2008). Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia. ISBN 978-979-730-938-1. 
  5. ^ Al-Qaththan 2013, hlm. 25. : "Adapun "Qudsi" menurut bahasa dinisbatkan kepada "Qudus" yang artinya suci, yaitu sebuah penisbatan yang menunjukkan adanya pengangungan dan pemuliaan, atau penyandaran kepada dzat Allah yang Mahasuci.".
  6. ^ a b c d e f g h i Al-Qaththan 2013, hlm. 26.
  7. ^ Al-Qaththan 2013, hlm. 26. : "Ada yang berpendapat bahwa dinamakan hadis qudsi karena penisbatannya kepada Allah yang Mahasuci, sementara hadis nabawi disebut demikian karena dinisbatkan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam.".