Lompat ke isi

Sahabat Nabi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Sahabat nabi)

Sahabat Nabi (bahasa Arab: أصحاب النبي, translit. aṣḥāb al-nabī) adalah sebutan bagi Muslim untuk orang-orang yang mengenal dan melihat langsung Nabi Islam Muhammad, membantu perjuangannya dan meninggal dalam keadaan beragama Islam. Para Sahabat yang utama mempunyai hubungan yang sangat erat dengan Muhammad, sebab mereka merupakan penolongnya dan juga merupakan murid dan penerusnya. Bagi dunia Islam saat ini, sahabat Nabi berperan amat penting, yaitu sebagai jembatan penyampaian hadis dan sunnah Muhammad yang mereka riwayatkan. Pada awalnya, para sahabat berkumpul dan tinggal di kota Madinah dan sebagian lainnya di Makkah yang kemudian mereka menyebar lagi ke berbagai daerah seperti Mesir, Yaman, Syam, dan Afrika Utara setelah wafatnya Nabi Muhammad pada tahun 11 Hijriyah.

Secara terminologi, kata ṣahabat (صحابة) merupakan bentuk jama'/plural dari kata ṣahabi (صحابي) yang bermakna membersamai, mendampingi, dan berinteraksi langsung. Kebanyakan ulama secara umum mendefinisikan sahabat Nabi sebagai orang-orang yang mengenal Nabi Muhammad, mempercayai ajarannya, dan meninggal dalam keadaan Islam. Dalam bukunya “al-Iṣābah fī Tamyīz al-Ṣaḥābah”, Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H/1449 M) menyampaikan bahwa:

"Sahabat (صحابي, ash-shahabi) adalah orang yang pernah berjumpa dengan Nabi dalam keadaan beriman kepadanya dan meninggal dalam keadaan Islam."[1][2][3]

Terdapat definisi yang lebih ketat yang menganggap bahwa hanya mereka yang berhubungan erat dengan Nabi Muhammad saja yang layak disebut sebagai sahabat Nabi. Dalam kitab “Muqadimmah” karya Ibnu ash-Shalah (w. 643 H/1245 M),

Dikatakan kepada Anas, “Engkau adalah sahabat Rasulullah dan yang paling terakhir yang masih hidup". Anas menjawab, “Kaum Arab (badui) masih tersisa, adapun dari sahabat beliau, maka saya adalah orang yang paling akhir yang masih hidup.”[4][5]

Demikian pula ulama tabi'in Said bin al-Musayyib (w. 94 H/715 M) berpendapat bahwa: “Sahabat Nabi adalah mereka yang pernah hidup bersama Nabi setidaknya selama setahun, dan turut serta dalam beberapa peperangan bersamanya.”[3][4]

Sementara Imam an-Nawawi (w. 676 H /1277 M) juga menyatakan bahwa: “Beberapa ahli hadis berpendapat kehormatan ini (sebagai Sahabat Nabi) terbatas bagi mereka yang hidup bersamanya (Nabi Muhammad) dalam waktu yang lama, telah menyumbang (harta untuk perjuangannya), dan mereka yang berhijrah (ke Madinah) dan aktif menolongnya; dan bukan mereka yang hanya menjumpainya sewaktu-waktu, misalnya para utusan Arab badui; serta bukan mereka yang bersama dengannya setelah Pembebasan Mekkah, ketika Islam telah menjadi kuat.”[4]

Jumlah sahabat Nabi

[sunting | sunting sumber]

Tidak mungkin bisa dipastikan mengenai jumlah sahabat Nabi secara tepat karena berbagai faktor seperti perbedaan definisi dan luasnya daerah persebaran mereka selama hidup. Jika merujuk hanya pada jumlah sahabat Nabi yang tercatat dalam berbagai buku biografi karangan ulama yang membahas mereka, seperti kitab Thabaqat Al-Kabir karya Ibnu Sa'ad, kitab Al-Isti'ab karya Ibnu Abdil Barr dan Mu'jam as-Shahabah karya Ibnu Qani', maka terdapat sekitar 2700-an sahabat laki laki dan 380-an sahabat perempuan.[6] Sedangkan Imam Al-Qasthalani dalam kitab Al-Mawahib menyatakan bahwa jumlah sahabat Nabi ketika peristiwa Fathu Makkan adalah sekitar 7.000 orang, lalu dalam peristiwa Perang Tabuk bertambah menjadi 70.000, dan terakhir pada peristiwa Haji Wada' jumlahnya mencapai sekitar 124.000 orang.[7]

Tingkatan dan status

[sunting | sunting sumber]

Identifikasi terhadap Sahabat Nabi, termasuk tingkatan dan statusnya, merupakan hal yang penting dalam Dunia Islam karena digunakan untuk mengevaluasi keabsahan suatu hadis maupun perbuatan Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh mereka.[8]

Menurut Al-Hakim an-Naisaburi dalam karyanya Al-Mustadrak, tingkatan Sahabat terbagi dalam dua belas tingkatan,[9][10] yaitu:

  1. Para Khulafa'ur Rasyidin dan selebihnya dari Sepuluh yang Dijanjikan Surga ketika masih hidup
  2. Para sahabat yang masuk Islam di Makkah sebelum Umar dan mengikuti majelis Daarul Arqam
  3. Para sahabat yang ikut serta berhijrah ke negeri Habasyah
  4. Para sahabat Kaum Anshar yang ikut serta dalam Bai'at Aqabah Pertama
  5. Para sahabat Kaum Anshar yang ikut serta dalam Bai'at Aqabah Kedua
  6. Para sahabat Kaum Muhajirin yang berhijrah sebelum sampainya Nabi Muhammad di Madinah dari Quba
  7. Para sahabat yang ikut serta dalam Perang Badar
  8. Para sahabat yang berhijrah antara Perang Badar dan Perjanjian Hudaibiyyah
  9. Para sahabat yang ikut serta dalam Baiat Ridwan pada saat ekspedisi Hudaibiyyah
  10. Para sahabat yang masuk Islam dan berhijrah ke Madinah setelah Perjanjian Hudaibiyyah
  11. Para sahabat yang masuk Islam setelah Fathu Makkah
  12. Para sahabat anak-anak yang melihat Nabi Muhammad di waktu atau tempat apapun setelah Fathu Makkah

Terdapat sekelompok Sahabat Nabi yang dipandang lebih tinggi statusnya di antara kalangan mereka sendiri, yaitu sebagai ulama yang dimintakan fatwanya untuk berbagai permasalahan yang mereka hadapi. Sahabat Nabi yang memberikan fatwa diperkirakan ada sekitar 130 orang, laki-laki dan perempuan.[11] Menurut Ibnu Qayyim, para ulama Sahabat Nabi terbagi sbb.:[11][12]

  1. Para sahabat yang banyak berfatwa, yaitu tujuh orang: Umar bin Khattab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas'ud, Aisyah Ummul Mukminin, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin Abbas
  2. Para sahabat yang pertengahan dalam berfatwa, antara lain: Abu Bakar, Ummu Salamah, Anas bin Malik, Abu Sa'id al-Khudri, Abu Hurairah, Utsman bin Affan, Abdullah bin Amr bin al-Ash, Abdullah bin Zubair, dll.
  3. Para sahabat yang sedikit berfatwa, hanya satu-dua masalah, yaitu: Abu Darda, Abu al-Yasar, Abu Salamah al-Makhzumi, Abu Ubaidah bin al-Jarrah, Hasan bin Ali, Husain bin Ali, Nu'man bin Basyir, Ubay bin Ka'ab, Abu Ayyub, Abu Thalhah, Abu Dzar, Ummu Athiyyah, Shafiyah Ummul Mukminin, Hafshah, dan Ummu Habibah.

Sahabat Nabi dalam Pandangan Islam

[sunting | sunting sumber]

Sahabat dalam Pandangan Ahlu Sunnah

[sunting | sunting sumber]

Banyak sekali ayat al-Qur'an dan hadist Nabi yang mencatat mengenai keutamaan para sahabat karena mereka merupakan orang-orang yang membela Nabi Muhammad baik dalam keadaan senang maupun susah, bahkan diantara mereka sudah ada yang dijaminkan surga melalui lisan Nabi sendiri sewaktu ia masih hidup yang dikenal sebagai "Asyarah al-Mubassyarin bi-l-jannah" (sepuluh orang yang dijanjikan surga), diantara ayat al-qur'an yang menjelaskan tentang keutamaan mereka yaitu:

"Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar". (Q.S. Al-Fath: 29).

kemudian ayat lainnya yang menjelaskan ridha Allah atas mereka:

"Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar". (Q.S. At-Taubah: 100).

Sedangkan Nabi Muhammad sendiri mewasiatkan kepada kaum muslimin untuk berhati-hati dalam berucap dan bersikap terhadap para Sahabat Ia yang tertuang dalam hadits-nya sebagai berikut:

"الله الله في أصحابي، لا تتخذوهم غرضا بعدي، فمن أحبهم فبحبي أحبهم، ومن أبغضهم فببغضي أبغضهم، ومن آذاهم فقد أذاني، ومن أذاني فقد أذى الله، ومن آذى الله فيوشك أن يأخذه". Ingatlah Allah! Ingatlah Allah dalam memperlakukan para sahabat-ku! Jangan menjadikan mereka sebagai sasaran (atas berbagai tuduhan) setelah-ku, maka barangsiapa yang mencintai mereka, niscaya aku juga mencintainya, dan barangsiapa yang membenci mereka, niscaya aku juga akan membencinya, dan barangsiapa menyakiti mereka, sungguh ia telah menyakitiku juga, dan barangsiapa menyakitiku maka ia telah menyakiti Allah, dan barangsiapa menyakiti Allah, maka ditakutkan jikalau ia akan mendapat siksa.[13]

Dan masih banyak dalil dalam al-Qur'an dan as-Sunnah yang menunjukkan keutamaan mereka baik secara umum maupun secara individu dan kelompok, atas dasar inilah kalangan Ahlu Sunnah menyimpulkan beberapa kesepakatan mengenai sahabat Nabi sebagai berikut:

  1. Seluruh sahabat Nabi adalah bersifat 'udul (adil dan jujur) di mana tidak boleh kita membenarkan sebagian perkataan mereka dan mengingkari perkataan sahabat lainnya, hal ini berimplikasi besar dalam ilmu al-jarh wa at-ta'dil dalam periwayatan hadits.
  2. Para sahabat Nabi tidak pernah disebutkan dalam ayat al-Qur'an, kecuali Allah telah memuji mereka atas perbuatan dan sikap mereka, atau mengampuni atas seluruh kesalahan dan kekhilafan mereka tanpa terkecuali.
  3. Orang yang didapati mencaci dan menghina salah satu sahabat Nabi, maka mereka dianggap sebagai seorang zindiq (bahasa arab: زنديق), karena mereka telah mengingkari apa yang termaktub dalam al-Qur'an dan hadits sebagaimana yang tertulis di atas, bahkan madzhab Hanabilah (Imam Hambali) menyatakan bahwa mereka yang "hanya" mengingkari sifat shuhbah (pelabelan sahabat) terhadap salah satu sahabat yang jelas termaktub dalam al-Qur'an seperti Abu Bakar (dalam kisah hijrah dan singgah dalam gua) sebagai kafir, karena secara tidak langsung telah mengingkari keabsahan ayat dalam al-Qur'an itu sendiri.

Imam Malik bin Anas juga berpendapat sama mengenai takfir atas orang yang mengingkari atau bahkan mencaci para sahabat Nabi, karena tertulis dalam surat al-Fath di atas : "tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir", sembari ia berkata : "Maka barangsiapa yang diresahkan hatinya oleh para Sahabat Nabi maka ia telah kafir".

Sahabat Nabi dalam Pandangan Kelompok Syi'ah

[sunting | sunting sumber]

Menurut kaum Syiah, para sahabat Nabi sama seperti manusia lainnya, dan keadilan dan kebaikan tidak dapat dibuktikan hanya dengan menjadi sahabat Nabi.[14] Mereka menganggap keutamaan orang sebagai kebenaran niat dan tindakan mereka di masa Muhammad dan setelahnya. Oleh karena itu, mereka percaya bahwa banyak sahabat tidak mengikuti perintah Islam setelah kematian Nabi.[15]

Hal lain yang dikemukakan oleh kaum Syiah dalam kritik mereka terhadap kebaikan dan keadilan semua sahabat adalah bahwa jika menjadi Sahabat mencegah dosa, lalu bagaimana beberapa sahabat, seperti Ubaidullah ibn Khattal, Rabia bin Umayyah, dan Asy'ats bin Qais, tinggalkan agama mereka.[16]

Menurut Syiah, tindakan beberapa sahabat tidak sesuai dengan keadilan; Mereka membunuh orang yang tidak bersalah, mencuri harta benda secara tidak adil dan menghina Ali. Beberapa sahabat mengobarkan perang terhadap kaum muslimin dan menipu kaum muslimin.[17] Sumber sejarah telah melaporkan banyak dari perilaku ini. Seperti perbuatan Khalid bin Walid yang bahkan menimbulkan protes keras dari khalifah kedua, perbuatan Marwan bin Hakam pada masa Utsman dan Mughirah bin Shu'bah, dll.[18][19]

Syiah menghargai status para sahabat, kebajikan, dan dukungan mereka untuk Nabi, kaum Syiah percaya bahwa para sahabat memang mematuhi manhaj (aturan) Al-Quran dalam evaluasi mereka terhadap status sahabat, namun disisi lain mereka menyoroti ayat Al-Quran yang dianggap diturunkan untuk untuk menyalahkan dan mencerca mereka di beberapa situasi dan kasus.[20] Kaum syiah juga menganggap bahwasanya tidak ada satu ayatpun yang menjamin kesucian para sahabat karena setiap ayat dan hadits tersebut harus dimaknai secara terbatas. Selain itu, para ahli ilmu al-Jarh wa at-Ta'dil syiah juga memperlakukan riwayat dari para sahabat sama dengan riwayat dari selain mereka, berbeda halnya dengan apa yang dipercaya dan dilakukan oleh kalangan ahlu sunnah.

Para Sahabat yang Terakhir Meninggal

[sunting | sunting sumber]

Daftar Sahabat Laki-Laki

[sunting | sunting sumber]
* Aban bin Sa'id

Daftar Sahabat Perempuan

[sunting | sunting sumber]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Kitab Al-Ishabah fi Tamyiz ash-Shahabah, karya Ibnu Hajar, hal. 101.
  2. ^ Akaha, Abduh Zulfidar (2006). Siapa Teroris? Siapa Khawarij?. Pustaka Al-Kautsar. hlm. 213. ISBN 979-592-358-7, 9789795923589. 
  3. ^ a b Gülen, Fethullah (2000). The Messenger of God Muhammad: An Analysis of the Prophet's Life (edisi ke-berilustrasi, cetak ulang, direvisi). Tughra Books. hlm. 369. ISBN 1-932099-83-2, 9781932099836. 
  4. ^ a b c Imam al-Bukhari (2013). Sahih al-Bukhari: The Early Years of Islam. Diterjemahkan oleh Muhammad Asad (edisi ke-Cetak ulang). The Other Press. hlm. 13-15. ISBN 967-5062-98-3, 9789675062988. 
  5. ^ Fazal, Mohammad Fazal (2003). Child Companions Around the Prophet. Diterjemahkan oleh Sameh Strauch. Riyadh: Darussalam. hlm. 287. ISBN 9960-897-58-3, 9789960897585. 
  6. ^ Al-Baghdadi, Ibnu Qani' (2004). Mu'jam as-Shahabah. Beirut: Daar el-Fikr. 
  7. ^ Al-Qasthallani, Ahmad bin Muhammad (2008). Al-Mawahib Ad-Daniyyah bi al-Munah al-Muhammadiyyah. Al-Maktab el-Islamiy. 
  8. ^ Al-Qaradhawi, DR. Yusuf (1995). Fatwa-Fatwa Kontemporer 2. 2. Gema Insani. hlm. 47. ISBN 979-561-332-4, 9789795613329. 
  9. ^ Gülen, Fethullah. The Messenger of God Muhammad: An Analysis of the Prophet's Life. hlm. 370. 
  10. ^ Ali Unal (2008). The Qur'an with Annotated Interpretation in Modern English (edisi ke-cetak ulang, beranotasi). Tughra Books. hlm. 413. ISBN 1-59784-144-7, 9781597841443. 
  11. ^ a b An-Nadawi, Sulaiman (2016). Aisyah. Diterjemahkan oleh Iman Firdaus, Lc.Q, Dpl. Qisthi Press. hlm. 265-266. ISBN 979-1303-07-X, 9789791303071. 
  12. ^ Al-Qaradhawi, DR. Yusuf (1995). Fatwa-Fatwa Kontemporer 3. 3. Gema Insani. hlm. 790. ISBN 979-561-780-X, 9789795617808. 
  13. ^ Imam At-Tirmidzi. Jami' at-Tirmidzi hadist no. 3826. 
  14. ^ Amin, Notables of the Shiites Diarsipkan 2021-10-18 di Wayback Machine., Dar al-Ta'rif, Volume 1, p.113.
  15. ^ Bahá'u'lláh (189x). The Kitáb-i-Íqán (1989 pocket-size ed.). US Baháʼí Publishing Trust. Archived from the original on 2015-01-08. Retrieved 2014-12-29 – via Bahá’í Reference Library.
  16. ^ Amin, Notables of the Shiites Diarsipkan 2021-10-18 di Wayback Machine., Dar al-Ta'rif, Volume 1, p.163.
  17. ^ "غدیر خم و سقیفه بنى ساعده". پرتال جامع علوم انسانی (dalam bahasa Persia). Diakses tanggal 2021-10-18. 
  18. ^ Amin, Notables of the Shiites Diarsipkan 2021-10-18 di Wayback Machine., Dar al-Ta'rif, Volume 1, p.114.
  19. ^ Baladhari, Ansab al-Ashraf, Volume 5, hal. 2434
  20. ^ As-Sayyid Murtadha al-'Askari. Ma'alim al-Madrasatain jilid I. hlm. 97–100. 
  21. ^ Al-Bidayah wan Nihayah/Juz 8/Sa'ad bin Abi Waqqas
  22. ^ Ad-Dzahabi. Siyar A'lam an-Nubala' jilid 3. Mu`assasah ar-Risalah. hlm. 194. 

Daftar pustaka

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]