Lompat ke isi

Arkeologi: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
InternetArchiveBot (bicara | kontrib)
Rescuing 1 sources and tagging 0 as dead.) #IABot (v2.0.8
Baris 219: Baris 219:
== Pranala luar ==
== Pranala luar ==
* {{id}} [http://arkeologi.web.id Arkeologi Indonesia - situs arkeologi Indonesia]
* {{id}} [http://arkeologi.web.id Arkeologi Indonesia - situs arkeologi Indonesia]
* {{id}} [http://arkeologi.palembang.go.id Arkeologi Palembang - situs balai arkeologi Palembang]
* {{id}} [http://arkeologi.palembang.go.id Arkeologi Palembang - situs balai arkeologi Palembang] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20151223013428/http://arkeologi.palembang.go.id/ |date=2015-12-23 }}


[[Kategori:Arkeologi| ]]
[[Kategori:Arkeologi| ]]

Revisi per 2 Februari 2021 06.49

Situs arkeologi di Australia

Arkeologi atau ilmu kepurbakalaan[note 1] adalah ilmu yang mempelajari kebudayaan (manusia) masa lalu melalui kajian sistematis atas data bendawi yang ditinggalkan. Kajian sistematis meliputi penemuan, dokumentasi, analisis, dan interpretasi data berupa artefak (budaya bendawi, seperti kapak batu dan bangunan candi) dan ekofak (benda lingkungan, seperti batuan, rupa muka bumi, dan fosil) maupun fitur (artefaktual yang tidak dapat dilepaskan dari tempatnya (situs arkeologi). Teknik penelitian yang khas adalah penggalian (ekskavasi) arkeologis, meskipun teknik survei masih dilakukan. Arkeolog adalah sebutan untuk para sarjana, praktisi, atau ahli di bidang arkeologi.

Tujuan arkeologi beragam dan menjadi perdebatan yang panjang. Di antaranya adalah yang disebut dengan paradigma arkeologi, yaitu menyusun sejarah kebudayaan, memahami perilaku manusia, serta mengerti proses perubahan budaya. Karena bertujuan untuk memahami budaya manusia, maka ilmu ini termasuk ke dalam kelompok ilmu humaniora. Meskipun demikian, terdapat berbagai ilmu bantu yang digunakan, antara lain sejarah, antropologi, geologi (dengan ilmu tentang lapisan pembentuk bumi yang menjadi acuan relatif umur suatu temuan arkeologis), geografi, arsitektur, paleoantropologi dan bioantropologi, fisika (antara lain dengan karbon c-14 untuk mendapatkan pertanggalan mutlak), ilmu metalurgi (untuk mendapatkan unsur-unsur suatu benda logam), serta filologi (mempelajari naskah lama).

Arkeologi pada masa sekarang merangkumi berbagai bidang yang berkait. Sebagai contoh, penemuan mayat yang dikubur akan menarik minat pakar dari berbagai bidang untuk mengkaji tentang pakaian dan jenis bahan digunakan, bentuk keramik dan cara penyebaran, kepercayaan melalui apa yang dikebumikan bersama mayat tersebut, pakar kimia yang mampu menentukan usia galian melalui cara seperti metode pengukuran karbon 14. Sedangkan pakar genetik yang ingin mengetahui pergerakan perpindahan manusia purba, meneliti DNAnya.

Secara khusus, arkeologi mempelajari budaya masa silam, yang sudah berusia tua, baik pada masa prasejarah (sebelum dikenal tulisan), maupun pada masa sejarah (ketika terdapat bukti-bukti tertulis). Pada perkembangannya, arkeologi juga dapat mempelajari budaya masa kini, sebagaimana dipopulerkan dalam kajian budaya bendawi modern (modern material culture).

Karena bergantung pada benda-benda peninggalan masa lalu, maka arkeologi sangat membutuhkan kelestarian benda-benda tersebut sebagai sumber data. Oleh karena itu, kemudian dikembangkan disiplin lain, yaitu pengelolaan sumberdaya arkeologi (Archaeological Resources Management), atau lebih luas lagi adalah pengelolaan sumberdaya budaya (CRM, Culture Resources Management).

Definisi menurut tokoh

  • Paul Bahn: Arkeologi adalah studi sistematis masa lalu berdasarkan budaya material dengan tujuan membongkar, menjelaskan dan mengklasifikasikan peninggalan budaya, mendeskripsikan bentuk dan perilaku masyarakat masa lalu serta memahami sejarah manusia.[1]
  • Grahame Clark: Arkeologi sebagai bentuk studi sistematis tentang material kuno untuk membentuk kembali sejarah.[2] Ini juga mengeksplorasi bagaimana kita bisa menjadi manusia dengan jiwa dan pikiran sebelum sistem tulisan ada.[3]
  • Brian Fagan: Arkeologi adalah ilmiah studi masa lalu tentang perilaku manusia purba dari masa lalu hingga saat ini [4]. Ini juga menempatkan semua manusia di awal yang sama. [5]
  • Cotrell Leonard: Arkeologi sebagai cerita tentang manusia dengan mengacu pada peninggalan seperti peralatan yang digunakan, monumen, kerangka manusia dan segala sesuatu yang dihasilkan dari inovasi yang diciptakannya.
  • Sigfried J. de Leat: Arkeologi sebagai disiplin ilmu dan merupakan cabang dari sejarah.
  • Nik Hassan Shuhaimi Nik Abd. Rahman: Awalnya suatu bentuk studi tentang material kuno melalui metode deskriptif sistematis sekitar abad ke-19 dan sekarang sebagai disiplin yang bertujuan untuk membentuk kembali sejarah budaya, cara hidup dan proses budaya masyarakat prasejarah, proto-historis dan sejarah dengan mempelajari artefak dan non-artefak serta melihatnya dalam konteks lingkungan.
  • Walter Taylor: Arkeologi bukanlah sejarah atau antropologi. Berdiri sebagai disiplin ilmu tersendiri dengan metode dan kelompok teknik tertentu untuk mengumpulkan atau memperoleh informasi tentang budaya.

Sejarah perkembangan

Zaman Purbawanisme (prasejarah–1820)

Purbawanisme merupakan kombinasi kata dari 'purbawan' dan imbuhan dari bahasa Inggris '-isme'. Menurut Kamus Dewan Bahasa dan Pustaka, purbawan memiliki maksud sebagai orang yang mengkaji, mengumpul dan menjual barang-barang antik[6] manakala '-isme' bermaksud sifat dan kelakuan[7]. Dapat disimpulkan bahwa 'purbawanisme' berarti sikap dan perilaku orang yang mempelajari, mengoleksi, dan menjual barang antik. Istilah yang lebih popular digunakan dalam bahasa Inggris adalah antiquity atau antiquarianism. Istilah tersebut pertama kali muncul pada abad ke-15 sebagai salah satu cabang sejarah Renaissance Humanism.[8]

Kegiatan purbawanisme yang pertama telah dilakukan oleh Nabonidus (555–538 SM), raja terakhir Babylon sebelum ditaklukan oleh Cyrus Agung. Beliau sangat meminati sejarah peradaban Babylon dan telah menemukan kuil Naram-Sin yang dibangun 2200 tahun sebelum masa pemerintahannya.

Pada zaman pemerintahan Julius Caesar, barang artifak seperti tempayan, senjata purba dan perunggu merupakan beberapa hasil penemuan tentara Romawi semasa mengeledah kuburan kuno di tanah-tanah jajahan mereka seperti di Yunani dan Italia. Suetonis mencatatkan bahwa kegiatan pengumpulan barangan purba oleh Maharaja Augustus Caesar. Sementara itu, Strabo mengatakan bahawa Julius Caesar telah mendirikan daerah jajahan Romawi untuk tentara-tentaranya di Corinth. Setelah itu, kekayaan yang terdapat di dalam kuburan lama telah dijual kepada kolektor Romawi yang menghargai barang bersejarah Yunani.[9]

Pada abad ke-14 hingga 17 Masehi, 'Cabinets of Curiosity' menjadi puncak minat publik terutama raja-raja monarki seperti Rudolf II, kaisar Romawi (memerintah dari tahun 1576–1612), Ferdinand II, Archduke of Austria sedangkan dua koleksi barang yang terkenal adalah –milik Ole Worm (15881654) dan Athanasius Kircher (1602–1680). Selama abad ke-15, minat yang tumbuh untuk mengumpulkan kekayaan dimulai di Italia dan berkembang di bawah pemerintahan para pendeta seperti Sixtus IV (1471–1484). Alexander VI, sebaliknya, mulai melakukan eksplorasi untuk menambah jumlah koleksinya. Itu telah menjadikan aktivitas sebagai budaya di antara orang kaya, pendeta dan orang-orang gereja dan ini menandai Zaman Reformasi atau 'Dilettanti' (kegembiraan dalam bahasa Italia).

Zaman arkeologi prasejarah (1820–1920)

Arkeologi Prasejarah berkembang di Eropa dan Amerika Serikat. Bidang kepurbakalaan dewasa ini lebih menitikberatkan pada penggambaran dan rekonstruksi kehidupan lampau serta memandang budaya secara normatif. Hal tersebut juga diperkuat dengan adanya banyak teori yang dapat digunakan di lapangan. Singkatnya, sejarah perkembangan arkeologi saat ini lebih pada konstruksi dan penguatan metode penelitian sebagai hasil dari teori-teori yang dikumpulkan dari berbagai cabang. Hal ini menunjukkan bahwa arkeologi merupakan bidang multidisiplin.

Dari disiplin geologi, gagasan lapisan tanah dipelopori oleh James Hutton[10] sedangkan Theory of Uniformity[11] oleh Charles Lyell digunakan untuk mempelajari perkembangan arkeologi manusia. Hal ini juga membuktikan bahwa pendapat Injil pada masa itu tidak akurat karena bagi mereka, keberadaan manusia adalah 4002 SM tetapi menurut studi geologi, umur bumi jauh lebih tua dari waktu yang dikemukakan oleh Injil. Sistem Tiga Zaman yang diperkenalkan oleh Christian Jurgensen Thompsen telah memfasilitasi pembagian waktu berdasarkan artefak yaitu Zaman Batu, Zaman Perunggu dan Zaman Besi.

Namun, Jacques Boucher de Perthes pada tahun 1841 sebelumnya menganjurkan gagasan bahwa arkeologi manusia jauh lebih awal dari 6004 tahun. Dia juga salah satu tokoh yang berpendapat bahwa arkeologi sejarah dapat dipetakan menurut periode geologi. Hasilnya, studi stratigrafi dikembangkan lebih lanjut oleh William Smith di Kents Cavern, Inggris.

Teori Evolusi Charles Darwin dicetuskan awalnya dari matlamat ingin mengkaji kepurbakalaan manusia. Teori beliau asasnya mengenai proses evolusi manusia daripada spesis primat primitf kepada manusia moden dan dibukukan pada tahun 1871,The Descent of Man, yang sehingga kini terkesan dalam kajian asal usul manusia. Idea beliau juga menyebabkan kajian terhadap kepurbakalaan manusia dilakukan berdasarkan tinggalan kebudayaan.

Selama ini pula, arkeologi tua berkontribusi banyak pada perkembangan bidang tersebut. Diantaranya adalah teknik untuk memahami hieroglif dari studi Batu Rosetta oleh Jean-Francois Champollion, penemuan patung besar Asiria dan perpustakaan tulisan paku di Kuyunjik oleh Paul Emile Botta, Austen Henry Layard dan Henry Rawlinson, penemuan dan studi tentang sisa-sisa budaya Maya di Yucatan, Meksiko oleh John Lloyd Stephen, penggalian situs Awamoa di [[Selandia Baru] ] oleh Walter Mantell pada tahun 1852 dan yang terpenting, teknik penggalian sistematis oleh Jenderal August Lane-Fox Pitt-Rivers di Wor Barrow, Cranborne Chase di selatan Inggris.

Perkembangan terkini juga telah menyaksikan munculnya banyak museum dan kelompok penelitian arkeologi, seperti British Archaeological Association (1844), Romisch-Germanisches Zentralmuseum (1852), Smithsonian Institution, Washington DC (1855), Peabody Museum, Harvard (1866), Egypt Exploration Society. (1882), Museum Naturhistorisches, Wina (1882), dan Museum fur Volkerkunde, Berlin (1886).

Zaman arkeologi kuno (1920–1960)

Arkeologi kuno atau yang dikenal dengan arkeologi tradisional merupakan era dimana lebih banyak perbaikan dari sudut pandang teoritis dan metodologis. Penggalian juga dilakukan dan temuan penting juga ditemukan dan dicatat, seperti penemuan makam Tutankhamun, penguburan Ur di Chalees dan gua prasejarah Lascaux.

Teknik survei seperti aplikasi fotografi dikembangkan oleh OGS Crawford sedangkan dalam hal teknik penggalian, mereka lebih teliti dan lebih baik dari sebelumnya dalam hal penggalian, pencatatan, ilustrasi dan interpretasi yang dipopulerkan oleh Mortimer Wheeler di situs penggalian di Inggris selatan dan utara Prancis antara 1934 hingga 1937.

Lebih banyak penelitian ilmiah mulai dilakukan dalam metodologi penelitian terutama dalam proyek penggalian di Inggris dan Prancis. Lennart Von Post telah mengembangkan teknik rekonstruksi tumbuhan purba berdasarkan studi serbuk sari pada tahun 1930-an. Teknik ini diperkenalkan lebih lanjut oleh Grahame Clark di Inggris, termasuk pendekatan aspek ekonomi yang digunakan dalam pemahaman masyarakat prasejarah pada tahun 1949 hingga 1951 di situs Star Carr, Yorkshire, Inggris bagian utara.

Setelah Perang Dunia II, metode penanggalan radiokarbon pertama kali diperkenalkan oleh Willard Libby. Penanggalan menggunakan karbon-14 ini mengubah banyak informasi tentang masa lalu dan ini dapat dilihat di situs Perunggu Aegaen di Vinca, Beograd yang sebelumnya dianggap sebagai situs dari periode Neolitik Akhir dari tahun 1908 hingga 1912. Metode ini divalidasi dan diterima pada tahun 1970.

Zaman Arkeologi Baru (1960–2000)

Arkeologi Baru diperkenalkan oleh Lewis Binford, seorang arkeolog Amerika Serikat dan David Clarke dari Inggris pada pertengahan 1960-an.

Perkembangan di Indonesia

Di Indonesia, perkembangan arkeologi dimulai dari lembaga-lembaga yang bergerak di bidang kebudayaan, seperti Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang kemudian di Jakarta mendirikan museum tertua, sekarang menjadi Museum Nasional Indonesia. Lembaga pemerintah pada masa Kolonial yang bergerak di bidang arkeologi adalah Oudheidkundige Dienst yang banyak membuat survei dan pemugaran atas bangunan-bangunan purbakala terutama candi. Pada masa Kemerdekaan, lembaga tersebut menjadi Dinas Purbakala hingga berkembang sekarang menjadi berbagai lembaga seperti Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala dan Balai Arkeologi yang tersebar di daerah-daerah dan Direktorat Purbakala serta Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional di Jakarta. Di samping itu, terdapat 6 (enam) perguruan tinggi yang membuka jurusan arkeologi untuk mendidik tenaga sarjana di bidang arkeologi. Perguruan-perguruan tinggi tersebut adalah Universitas Indonesia (Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya), Universitas Gadjah Mada (Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya), Universitas Hasanuddin (Departemen Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya), Universitas Udayana (Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra dan Budaya), Universitas Jambi (Jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya), dan Universitas Haluoleo (Jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya).

Ahli arkeologi Indonesia terhimpun dalam Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia atau IAAI. Tokoh-tokoh arkeologi Indonesia yang terkenal antara lain adalah R. Soekmono yang mengepalai pemugaran Candi Borobudur, dan R.P. Soejono, yang merupakan pendiri dan ketua Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia pertama dan mantan kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional.

Disiplin Arkeologi Indonesia masih secara kuat diwarnai dengan pembagian kronologis, yaitu periode Prasejarah, periode Klasik (zaman Hindu-Buddha), periode Islam, serta periode Kolonial. Oleh karena itu, dalam arkeologi Indonesia dikenal spesialisasi menurut periode, yaitu Arkeologi Prasejarah, Arkeologi Klasik, Arkeologi Islam, serta Arkeologi Kolonial. Satu keistimewaan dari arkeologi Indonesia adalah masuknya disiplin Epigrafi, yang menekuni pembacaan prasasti kuno. Pada perkembangan sekarang telah berkembang minat-minat khusus seperti etnoarkeologi, arkeologi bawah air, dan arkeometri. Terdapat pula sub-disiplin yang berkembang karena persinggungan dengan ilmu lain, seperti Arkeologi Lingkungan atau Arkeologi Ekologi, Arkeologi Ekonomi, Arkeologi Seni, Arkeologi Demografi, dan Arkeologi Arsitektur.

Catatan

  1. ^ Kata ini berasal dari bahasa Yunani, archaeo yang berarti "kuno", logos, atau "ilmu". Nama alternatif arkeologi adalah ilmu sejarah kebudayaan material

Referensi

  1. ^ Baszley Bee. AJ10403 Pengantar Arkeologi: Pengertian Arkeologi.
  2. ^ ibid. hlm 1
  3. ^ Arkeologi, archaeology.com
  4. ^ ibid. hlm. 2
  5. ^ Tentang Arkeologi, archaelogi.com
  6. ^ Nama, Kamus Dewan Bahasa Edisi Keempat. Dewan Bahasa dan Pustaka. Kuala Lumpur. 2007. hlm. 1253
  7. ^ ibid. hlm. 590
  8. ^ Shaw, Ian. Jameson, Robert. A Dictionary of Archaelogy. Blackwell Publisher Ltd. USA. 1999. hlm. 65
  9. ^ Hole, Frank. Heizer, Robert F. Arkeologi Prasejarah: Satu Pengenalan Ringkas. 1990. Selangor: Dewan Bahasa dan Pustaka. hlm. 33
  10. ^ Hutton, James. 1785. Theory of the Earth
  11. ^ Lyell, Charles. 1833. Principles of Geology.

Lihat pula

Pranala luar