Lompat ke isi

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
RianHS (bicara | kontrib)
Copyedit
RianHS (bicara | kontrib)
Perbaikan tata bahasa, menghapus teks/penjelasan ganda
Baris 2: Baris 2:
[[Berkas:Collectie_NMvWereldculturen,_TM-33002401,_Prentbriefkaart-_Het_Proklamasi-monument_in_Pegangsaan_Timur,_Djakarta,_Kementerian_Penerangan_(KEMPEN),_1950-1960.jpg|jmpl|Rumah Proklamasi lengkap dengan Tugu Proklamasi sekitar tahun 1950-1960 di Jalan Pegangsaan Timur (sekarang Jalan Proklamasi). Kedua bangunan tersebut kini telah hancur.|260px]]
[[Berkas:Collectie_NMvWereldculturen,_TM-33002401,_Prentbriefkaart-_Het_Proklamasi-monument_in_Pegangsaan_Timur,_Djakarta,_Kementerian_Penerangan_(KEMPEN),_1950-1960.jpg|jmpl|Rumah Proklamasi lengkap dengan Tugu Proklamasi sekitar tahun 1950-1960 di Jalan Pegangsaan Timur (sekarang Jalan Proklamasi). Kedua bangunan tersebut kini telah hancur.|260px]]


'''Proklamasi Kemerdekaan Indonesia''' dilaksanakan pada hari {{tanggal|1945|8|17}} [[Masehi|tahun Masehi]], atau tanggal [[17 Agustus]] 2605 menurut [[Kalender Jepang|tahun Jepang]], yang dibacakan oleh [[Soekarno]] dengan didampingi oleh [[Mohammad Hatta]] bertempat di sebuah rumah hibah dari [[Faradj Martak]] di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, [[Jakarta Pusat]].<ref name="auto">{{Cite book|title=American visions of the Netherlands East Indies/Indonesia: US foreign policy and Indonesian nationalism,1920-1949|url=https://archive.org/details/americanvisionsn00goud|last=Gouda|first=Frances|publisher=Amsterdam University Press|year=2002|isbn=|location=Amsterdam|pages=[https://archive.org/details/americanvisionsn00goud/page/n119 119]}}</ref>
'''Proklamasi Kemerdekaan Indonesia''' dilaksanakan pada hari {{tanggal|1945|8|17}} [[Masehi|tahun Masehi]], atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut [[Kalender Jepang|tahun Jepang]], yang dibacakan oleh [[Soekarno]] dengan didampingi oleh [[Mohammad Hatta]] di sebuah rumah hibah dari [[Faradj Martak]] di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, [[Jakarta Pusat]].<ref name="auto">{{Cite book|title=American visions of the Netherlands East Indies/Indonesia: US foreign policy and Indonesian nationalism,1920-1949|url=https://archive.org/details/americanvisionsn00goud|last=Gouda|first=Frances|publisher=Amsterdam University Press|year=2002|isbn=|location=Amsterdam|pages=[https://archive.org/details/americanvisionsn00goud/page/n119 119]}}</ref> Proklamasi tersebut menandai dimulainya perlawanan diplomatik dan bersenjata dari [[Revolusi Nasional Indonesia]], yang berperang melawan pasukan [[Belanda]] dan warga sipil pro-Belanda, hingga Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949.<ref>{{Cite book|title=American visions of the Netherlands East Indies/Indonesia: US foreign policy and Indonesian nationalism,1920-1949|url=https://archive.org/details/americanvisionsn00goud|last=Gouda|first=Frances|publisher=Amsterdam University Press|year=2002|isbn=|location=Amsterdam|pages=[https://archive.org/details/americanvisionsn00goud/page/n36 36]}}</ref>


Kata-kata dan deklarasi proklamasi tersebut harus menyeimbangkan kepentingan kepentingan internal Indonesia dan Jepang yang saling bertentangan pada saat itu.<ref name="auto1">{{Cite book|title=Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946|last=Anderson|first=Benedict|publisher=Equinox Publishing|year=2006|isbn=|location=Indonesia|pages=82}}</ref> Proklamasi tersebut menandai dimulainya perlawanan diplomatik dan bersenjata dari [[Revolusi Nasional Indonesia]], yang berperang melawan pasukan [[Belanda]] dan warga sipil pro-Belanda, hingga Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949.<ref>{{Cite book|title=American visions of the Netherlands East Indies/Indonesia: US foreign policy and Indonesian nationalism,1920-1949|url=https://archive.org/details/americanvisionsn00goud|last=Gouda|first=Frances|publisher=Amsterdam University Press|year=2002|isbn=|location=Amsterdam|pages=[https://archive.org/details/americanvisionsn00goud/page/n36 36]}}</ref> Pada tahun 2005, Belanda menyatakan bahwa mereka telah memutuskan untuk menerima secara ''[[de facto]]'' tanggal 17 Agustus 1945 sebagai tanggal kemerdekaan [[Indonesia]].<ref name=jp2>{{cite news|first=|last=|title=Dutch govt expresses regrets over killings in RI|url=http://www.thejakartapost.com/news/2005/08/18/dutch-govt-expresses-regrets-over-killings-ri.html|work=[[Jakarta Post]]|publisher=|date=18 Agustus 2005|accessdate=23 November 2008|deadurl=yes|archiveurl=https://web.archive.org/web/20110607140113/http://www.thejakartapost.com/news/2005/08/18/dutch-govt-expresses-regrets-over-killings-ri.html|archivedate=7 Juni 2011|df=dmy-all}}</ref> Namun, pada tanggal 14 September 2011, pengadilan Belanda memutuskan dalam kasus [[pembantaian Rawagede]] bahwa Belanda bertanggung jawab karena memiliki tugas untuk mempertahankan penduduknya, yang juga mengindikasikan bahwa daerah tersebut adalah bagian dari [[Hindia Timur Belanda]], bertentangan dengan klaim Indonesia atas 17 Agustus 1945 sebagai tanggal kemerdekaannya.<ref>{{Cite web | url=https://uitspraken.rechtspraak.nl/inziendocument?id=ECLI:NL:RBSGR:2011:BS8793 |title = ECLI:NL:RBSGR:2011:BS8793, voorheen LJN BS8793, BY9458, Rechtbank 's-Gravenhage, 354119 / HA ZA 09-4171|date = 14 September 2011}}</ref> Dalam sebuah wawancara tahun 2013, sejarawan Indonesia [[Sukotjo]], antara lain, meminta pemerintah Belanda untuk secara resmi mengakui tanggal kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.<ref>{{cite web|author= |url=http://nos.nl/video/549112-indonesie-wil-erkenning-onafhankelijkheidsdag.html |title=Indonesië wil erkenning onafhankelijkheidsdag |language=nl |publisher=[[Nederlandse Omroep Stichting]] |date=8 September 2013 |accessdate=15 September 2013}}</ref> [[Perserikatan Bangsa-Bangsa]] mengakui tanggal 27 Desember 1949 sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia.<ref>{{cite web|url=http://www.un.org/en/decolonization/nonselfgov.shtml#n|title=The United Nations and Decolonization - Trust and Non-Self-Governing Territories (1945-1999)|publisher=United Nations}}</ref>
Pada tahun 2005, Belanda menyatakan bahwa mereka telah memutuskan untuk menerima secara ''[[de facto]]'' tanggal 17 Agustus 1945 sebagai tanggal kemerdekaan [[Indonesia]].<ref name=jp2>{{cite news|first=|last=|title=Dutch govt expresses regrets over killings in RI|url=http://www.thejakartapost.com/news/2005/08/18/dutch-govt-expresses-regrets-over-killings-ri.html|work=[[Jakarta Post]]|publisher=|date=18 Agustus 2005|accessdate=23 November 2008|deadurl=yes|archiveurl=https://web.archive.org/web/20110607140113/http://www.thejakartapost.com/news/2005/08/18/dutch-govt-expresses-regrets-over-killings-ri.html|archivedate=7 Juni 2011|df=dmy-all}}</ref> Namun, pada tanggal 14 September 2011, pengadilan Belanda memutuskan dalam kasus [[pembantaian Rawagede]] bahwa Belanda bertanggung jawab karena memiliki tugas untuk mempertahankan penduduknya, yang juga mengindikasikan bahwa daerah tersebut adalah bagian dari [[Hindia Timur Belanda]], bertentangan dengan klaim Indonesia atas 17 Agustus 1945 sebagai tanggal kemerdekaannya.<ref>{{Cite web | url=https://uitspraken.rechtspraak.nl/inziendocument?id=ECLI:NL:RBSGR:2011:BS8793 |title = ECLI:NL:RBSGR:2011:BS8793, voorheen LJN BS8793, BY9458, Rechtbank 's-Gravenhage, 354119 / HA ZA 09-4171|date = 14 September 2011}}</ref> Dalam sebuah wawancara tahun 2013, sejarawan Indonesia [[Sukotjo]], antara lain, meminta pemerintah Belanda untuk secara resmi mengakui tanggal kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.<ref>{{cite web|author= |url=http://nos.nl/video/549112-indonesie-wil-erkenning-onafhankelijkheidsdag.html |title=Indonesië wil erkenning onafhankelijkheidsdag |language=nl |publisher=[[Nederlandse Omroep Stichting]] |date=8 September 2013 |accessdate=15 September 2013}}</ref> [[Perserikatan Bangsa-Bangsa]] mengakui tanggal 27 Desember 1949 sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia.<ref>{{cite web|url=http://www.un.org/en/decolonization/nonselfgov.shtml#n|title=The United Nations and Decolonization - Trust and Non-Self-Governing Territories (1945-1999)|publisher=United Nations}}</ref>


[[Naskah Proklamasi]] ditandatangani oleh Sukarno (yang menuliskan namanya sebagai "Soekarno" menggunakan ortografi Belanda) dan Mohammad Hatta,<ref name="auto2">{{Cite book|title=Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946|last=Anderson|first=Benedict|publisher=Equinox Publishing|year=2006|isbn=|location=Indonesia|pages=83}}</ref> yang kemudian ditunjuk sebagai presiden dan wakil presiden berturut-turut sehari setelah proklamasi dibacakan.<ref>{{cite web|url=https://ericwja.wordpress.com/2011/12/07/indonesia-proclamation-hero-mr-soekarno/|title=Indonesia Proclamation Hero : Mr.Soekarno.|date=7 Desember 2011|publisher=}}</ref><ref>{{Cite book|title=Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946|last=Anderson|first=Benedict|publisher=Equinox Publishing|year=2006|isbn=|location=Indonesia|pages=88}}</ref>
[[Naskah Proklamasi]] ditandatangani oleh Sukarno (yang menuliskan namanya sebagai "Soekarno" menggunakan ortografi Belanda) dan Mohammad Hatta,<ref name="auto2">{{Cite book|title=Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946|last=Anderson|first=Benedict|publisher=Equinox Publishing|year=2006|isbn=|location=Indonesia|pages=83}}</ref> yang kemudian ditunjuk sebagai presiden dan wakil presiden berturut-turut sehari setelah proklamasi dibacakan.<ref>{{cite web|url=https://ericwja.wordpress.com/2011/12/07/indonesia-proclamation-hero-mr-soekarno/|title=Indonesia Proclamation Hero : Mr.Soekarno.|date=7 Desember 2011|publisher=}}</ref><ref>{{Cite book|title=Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946|last=Anderson|first=Benedict|publisher=Equinox Publishing|year=2006|isbn=|location=Indonesia|pages=88}}</ref>
Baris 12: Baris 12:
== Latar belakang ==
== Latar belakang ==
{{Sejarah Indonesia}}
{{Sejarah Indonesia}}
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah [[Pengeboman atom Hiroshima dan Nagasaki|bom atom dijatuhkan]] di atas kota [[Hiroshima, Hiroshima|Hiroshima]] Jepang oleh [[Amerika Serikat]] yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian, [[Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan|Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan]] (disingkat BPUPK; {{lang-ja|独立準備調査会}}, ''Dokuritsu Junbi Chōsa-kai''), berganti nama menjadi [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] (disingkat PPKI; {{lang-ja|独立準備委員会}}, ''Dokuritsu Junbi Iin-kai''), untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas [[Nagasaki]] sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.{{sfn|Kahin|1952|p=127}}
Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah [[Pengeboman atom Hiroshima dan Nagasaki|bom atom dijatuhkan]] di atas kota [[Hiroshima, Hiroshima|Hiroshima]] Jepang oleh [[Amerika Serikat]] yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian, [[Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan|Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan]] (disingkat BPUPK; {{lang-ja|独立準備調査会}}, ''Dokuritsu Junbi Chōsa-kai''), berganti nama menjadi [[Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia]] (disingkat PPKI; {{lang-ja|独立準備委員会}}, ''Dokuritsu Junbi Iin-kai''), untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas [[Nagasaki]], yang menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.{{sfn|Kahin|1952|p=127}}


Soekarno dan Hatta selaku pimpinan PPKI serta [[Radjiman Wedyodiningrat]] sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke [[Dalat]], 250&nbsp;km di sebelah timur laut [[Saigon]], [[Vietnam]] untuk bertemu [[Hisaichi Terauchi|Marsekal Terauchi]]. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.<ref>{{Cite book|title=The blue-eyed enemy: Japan against the West in Java and Luzon, 1942-1945|last=Friend|first=Theodore|publisher=Princeton University Press|year=2014|isbn=|location=New Jersey|pages=84}}</ref> Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, [[Sutan Syahrir]] telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.<ref>{{Cite book|title=The blue-eyed enemy: Japan against the West in Java and Luzon, 1942-1945|last=Friend|first=Theodore|publisher=Princeton University Press|year=2014|isbn=|location=New Jersey|pages=81}}</ref>
Soekarno dan Hatta selaku pimpinan PPKI serta [[Radjiman Wedyodiningrat]] sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke [[Dalat]], 250 km di sebelah timur laut [[Saigon]], [[Vietnam]], untuk bertemu Marsekal [[Hisaichi Terauchi]], pimpinan tertinggi Jepang di Asia Tenggara dan putra mantan [[Perdana Menteri Jepang|Perdana Menteri]] [[Terauchi Masatake]]. Mereka bertiga dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.<ref>{{Cite book|title=The blue-eyed enemy: Japan against the West in Java and Luzon, 1942-1945|last=Friend|first=Theodore|publisher=Princeton University Press|year=2014|isbn=|location=New Jersey|pages=84}}</ref> Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, [[Sutan Syahrir]] telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.<ref>{{Cite book|title=The blue-eyed enemy: Japan against the West in Java and Luzon, 1942-1945|last=Friend|first=Theodore|publisher=Princeton University Press|year=2014|isbn=|location=New Jersey|pages=81}}</ref>


Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta, dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, berdasarkan tim PPKI.{{sfn|Kahin|1952|p=127}}{{sfn|Ricklefs|2008|p=339-341}} Meskipun demikian, Terauchi, pimpinan tertinggi Jepang di Asia Tenggara dan putra mantan [[Perdana Menteri Jepang|Perdana Menteri]] [[Terauchi Masatake]], menginginkan proklamasi diadakan pada 24 Agustus 1945.<ref>{{Cite journal|last=Sluimers|first=Laszlo|date=1996|title=The Japanese military and Indonesian independence|url=|journal=Journal of Southeast Asian Studies|volume=27|issue=1|pages=34|via=}}</ref>
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta, dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, berdasarkan tim PPKI.{{sfn|Kahin|1952|p=127}}{{sfn|Ricklefs|2008|p=339-341}} Meskipun demikian, Terauchi menginginkan proklamasi diadakan pada 24 Agustus 1945.<ref>{{Cite journal|last=Sluimers|first=Laszlo|date=1996|title=The Japanese military and Indonesian independence|url=|journal=Journal of Southeast Asian Studies|volume=27|issue=1|pages=34|via=}}</ref> Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta, dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang telah menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang.{{sfn|Inomata|1952|p=108}} Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat.<ref>{{Cite book | last = Ricklefs| first = M.C. | author-link = M. C. Ricklefs | title = A History of Modern Indonesia Since c.1300 | publisher = MacMillan |location = London| edition = 4th | year = 2008 | origyear = 1981 | isbn = 978-0-230-54685-1|page=336}}</ref> Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak PPKI. Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang.{{sfn|Kahin|1952|p=127}}{{sfn|Ricklefs|2008|p=342}}

Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta, dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang telah menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang.{{sfn|Inomata|1952|p=108}} Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat.<ref>{{Cite book | last = Ricklefs| first = M.C. | author-link = M. C. Ricklefs | title = A History of Modern Indonesia Since c.1300 | publisher = MacMillan |location = London| edition = 4th | year = 2008 | origyear = 1981 | isbn = 978-0-230-54685-1|page=336}}</ref> Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak PPKI. Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang.{{sfn|Kahin|1952|p=127}}{{sfn|Ricklefs|2008|p=342}}


[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM In de haven van Kupang (Timor) luisteren de Japanse bevelhebber kolonel Kaida Tatuichi en zijn stafcommandant majoor Muiosu Slioji aan dek van H TMnr 10001519.jpg|jmpl|kiri|Komandan Jepang mendengarkan ketentuan penyerahan diri]]
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM In de haven van Kupang (Timor) luisteren de Japanse bevelhebber kolonel Kaida Tatuichi en zijn stafcommandant majoor Muiosu Slioji aan dek van H TMnr 10001519.jpg|jmpl|kiri|Komandan Jepang mendengarkan ketentuan penyerahan diri]]
Baris 25: Baris 23:
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (''Gunsei'') untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di ''Koningsplein'' (Medan Merdeka). Namun, kantor tersebut kosong.
Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (''Gunsei'') untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di ''Koningsplein'' (Medan Merdeka). Namun, kantor tersebut kosong.


Soekarno dan Hatta bersama [[Achmad Soebardjo]] kemudian ke kantor ''Bukanfu'', [[Maeda Tadashi|Laksamana Muda Maeda]], di Jalan Medan Merdeka Utara (Rumah Maeda di Jalan Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan PPKI pada pukul 10:00 pagi tanggal 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No. 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.{{sfn|Inomata|1952|p=108}}
Soekarno dan Hatta bersama [[Achmad Soebardjo]] kemudian ke kantor ''Bukanfu'', [[Maeda Tadashi|Laksamana Muda Maeda]], di Jalan Medan Merdeka Utara (rumah Maeda di Jalan Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat dan menjawab bahwa ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari tempat Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan PPKI pada pukul 10:00 pagi tanggal 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No. 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.{{sfn|Inomata|1952|p=108}}


Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10:00 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul.{{sfn|Inomata|1952|p=108}}
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10:00 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul.{{sfn|Inomata|1952|p=108}}
Baris 32: Baris 30:
{{utama|Peristiwa Rengasdengklok}}
{{utama|Peristiwa Rengasdengklok}}
[[Berkas:Altar ruang tamu 2.jpg|jmpl|Rumah [[Djiaw Kie Siong]] di Rengasdengklok, Karawang dijadikan sebagai lokasi "penculikan" Sukarno-Hatta.]]
[[Berkas:Altar ruang tamu 2.jpg|jmpl|Rumah [[Djiaw Kie Siong]] di Rengasdengklok, Karawang dijadikan sebagai lokasi "penculikan" Sukarno-Hatta.]]
Para pemuda pejuang, termasuk [[Chaerul Saleh]], [[Sukarni]], dan [[Wikana]] terbakar gelora kepahlawanannya setelah berdiskusi dengan [[Tan Malaka|Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka]] tergabung dalam gerakan bawah tanah kehilangan kesabaran. Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, mereka bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, membawa Soekarno (bersama [[Fatmawati]] dan [[Guntur Soekarnoputra|Guntur]] yang baru berusia 9 bulan) serta Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai [[peristiwa Rengasdengklok]]. Tujuannya adalah agar Soekarno dan Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.<ref>{{cite web |url=https://www.selasar.com/jurnal/37576/16-Agustus-Menelisik-Memori-Bersejarah-Peristiwa-Rengasdengklok |title=16 Agustus: Menelisik Memori Bersejarah Peristiwa Rengasdengklok |date=16 Agustus 2017 |accessdate=17 Agustus 2019 |website=Selasar.com |first=Muhammad Iman |last=Abdurrahman |archive-date=2019-08-17 |archive-url=https://web.archive.org/web/20190817151959/https://www.selasar.com/jurnal/37576/16-Agustus-Menelisik-Memori-Bersejarah-Peristiwa-Rengasdengklok |dead-url=yes }}</ref>
Para pemuda pejuang, termasuk [[Chaerul Saleh]], [[Sukarni]], dan [[Wikana]] yang terbakar gelora kepahlawanannya setelah berdiskusi dengan [[Tan Malaka|Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka]]. Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, mereka bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, membawa Soekarno (bersama [[Fatmawati]] dan [[Guntur Soekarnoputra|Guntur]] yang baru berusia 9 bulan) serta Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai [[Peristiwa Rengasdengklok]]. Tujuannya adalah agar Soekarno dan Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.<ref>{{cite web |url=https://www.selasar.com/jurnal/37576/16-Agustus-Menelisik-Memori-Bersejarah-Peristiwa-Rengasdengklok |title=16 Agustus: Menelisik Memori Bersejarah Peristiwa Rengasdengklok |date=16 Agustus 2017 |accessdate=17 Agustus 2019 |website=Selasar.com |first=Muhammad Iman |last=Abdurrahman |archive-date=2019-08-17 |archive-url=https://web.archive.org/web/20190817151959/https://www.selasar.com/jurnal/37576/16-Agustus-Menelisik-Memori-Bersejarah-Peristiwa-Rengasdengklok |dead-url=yes }}</ref>


Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Achmad Soebardjo melakukan perundingan. Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar ke [[Rengasdengklok]]. Mereka menjemput Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta.<ref name="rengasdengklok">{{cite book |author=Her Suganda |authorlink= |title=Rengasdengklok - Revolusi dan Peristiwa |url=https://books.google.com/books?id=ft6UZaWOKU4C&pg=PA95 |accessdate=26 Mei 2013 |year=2009 |publisher=Kompas |location=Jakarta |isbn= 9787977094355 |pages=92–96}}</ref> Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang ke rumah masing-masing. Mengingat bahwa [[Hotel Des Indes]] (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10:00 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan [[Naskah Proklamasi|teks proklamasi]]) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.<ref>{{cite news |last1=Isnaeni |first1=Hendri F. |title=Begini Naskah Proklamasi Dirumuskan |url=https://historia.id/modern/articles/begini-naskah-proklamasi-dirumuskan-P3eXj |accessdate=13 Januari 2019 |work=historia.id |date=16 Agustus 2015}}</ref><ref name="auto1"/>
Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Achmad Soebardjo melakukan perundingan. Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta.<ref name="rengasdengklok">{{cite book |author=Her Suganda |authorlink= |title=Rengasdengklok - Revolusi dan Peristiwa |url=https://books.google.com/books?id=ft6UZaWOKU4C&pg=PA95 |accessdate=26 Mei 2013 |year=2009 |publisher=Kompas |location=Jakarta |isbn= 9787977094355 |pages=92–96}}</ref> Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang ke rumah masing-masing. Mengingat bahwa [[Hotel Des Indes]] (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10:00 malam, maka tawaran Laksamana Muda [[Maeda Tadashi]] untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan [[Naskah Proklamasi|teks proklamasi]]) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.<ref>{{cite news |last1=Isnaeni |first1=Hendri F. |title=Begini Naskah Proklamasi Dirumuskan |url=https://historia.id/modern/articles/begini-naskah-proklamasi-dirumuskan-P3eXj |accessdate=13 Januari 2019 |work=historia.id |date=16 Agustus 2015}}</ref><ref name="auto1">{{Cite book|last=Anderson|first=Benedict|year=2006|title=Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946|location=Indonesia|publisher=Equinox Publishing|isbn=|pages=82}}</ref>


== Penyusunan naskah Proklamasi ==
=== Pertemuan Soekarno–Hatta dengan Nishimura dan Maeda ===
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal [[Moichiro Yamamoto]], Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (''Gunseikan'') di [[Hindia Belanda]] tidak mau menerima Sukarno–Hatta yang diantar oleh [[Maeda Tadashi|Tadashi Maeda]] dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari [[Tokyo]] bahwa Jepang harus menjaga ''status quo'', tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Akhirnya Sukarno-Hatta meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.
Pada malam hari setelah Peristiwa Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal [[Moichiro Yamamoto]], Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (''Gunseikan'') di [[Hindia Belanda]] tidak mau menerima Sukarno–Hatta yang diantar oleh Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga ''status quo'', tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat "''bushido''", ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Sukarno–Hatta lantas meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.


[[Berkas:ProclamationMuseum.jpg|jmpl|Kediaman Laksamana [[Tadashi Maeda]], lokasi perumusan naskah proklamasi. Sejak 1992, gedung ini dijadikan sebagai [[Museum Perumusan Naskah Proklamasi|museum]].<ref name="museumindonesia">{{cite web |url=http://www.museumindonesia.com/museum/39/1/Museum_Perumusan_Naskah_Proklamasi_Jakarta |title=Museum Perumusan Naskah Proklamasi Indonesia |year=2009 |website=www.museumindonesia.com |publisher=Museum Indonesia |accessdate=17 Agustus 2019}}</ref>]]
[[Berkas:ProclamationMuseum.jpg|jmpl|Kediaman Laksamana [[Tadashi Maeda]], lokasi perumusan naskah proklamasi. Sejak 1992, gedung ini dijadikan sebagai [[Museum Perumusan Naskah Proklamasi|museum]].<ref name="museumindonesia">{{cite web |url=http://www.museumindonesia.com/museum/39/1/Museum_Perumusan_Naskah_Proklamasi_Jakarta |title=Museum Perumusan Naskah Proklamasi Indonesia |year=2009 |website=www.museumindonesia.com |publisher=Museum Indonesia |accessdate=17 Agustus 2019}}</ref>]]
Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno–Hatta menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No. 1) diiringi oleh [[Shunkichiro Miyoshi]] guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi.<ref name="auto3">{{Cite book | last = Ricklefs| first = M.C. | author-link = M. C. Ricklefs | title = A History of Modern Indonesia Since c.1300 | publisher = MacMillan |location = London| edition = 4 | year = 2008 | origyear = 1981 | isbn = 978-0-230-54685-1|page=342}}</ref> Setelah menyapa Sukarno–Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, Hatta, dan Soebardjo, serta disaksikan oleh [[Soekarni]], [[B.M. Diah]], Sudiro (Mbah) dan [[Sayuti Melik]].<ref>{{Cite book|title=American visions of the Netherlands East Indies/Indonesia: US foreign policy and Indonesian nationalism,1920-1949|url=https://archive.org/details/americanvisionsn00goud|last=Gouda|first=Frances|publisher=Amsterdam University Press|year=2002|isbn=|location=Amsterdam|pages=[https://archive.org/details/americanvisionsn00goud/page/n45 45]}}</ref> Miyoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif.<ref>Nishijima, "The Nationalist in Java, 1943-1945," dalam Reid & Oki, eds. ''The Japanese Experience in Indonesia'' hlm. 262.</ref> Tentang hal ini Bung Karno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "''transfer of power''".<ref name="auto3"/><ref name="auto1"/> Hatta, Subardjo, B.M. Diah, Sukarni, Sudiro dan Sayuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima, tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.<ref>Touwen-Bouwsma, E. (1996). [http://www.jstor.org/stable/20071754 "The Indonesian Nationalists and the Japanese "Liberation" of Indonesia: Visions and Reactions"]. ''Journal of Southeast Asian Studies'', 27(1), hlm. 1-18.</ref>
Setelah dari rumah Nishimura, mereka menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No. 1) diiringi oleh [[Shunkichiro Miyoshi]] guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi.<ref name="auto3">{{Cite book | last = Ricklefs| first = M.C. | author-link = M. C. Ricklefs | title = A History of Modern Indonesia Since c.1300 | publisher = MacMillan |location = London| edition = 4 | year = 2008 | origyear = 1981 | isbn = 978-0-230-54685-1|page=342}}</ref> Setelah menyapa Sukarno dan Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Teks proklamasi ditulis di ruang makan laksamana Tadashi Maeda. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Soekarno, Hatta, dan Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir [[B.M. Diah]], [[Sayuti Melik]], [[Soekarni]], dan Soediro.<ref>{{Cite book|last=Anderson|first=Benedict|year=2006|title=Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946|location=Indonesia|publisher=Equinox Publishing|isbn=|pages=71}}</ref><ref>{{Cite book|last=Gouda|first=Frances|year=2002|url=https://archive.org/details/americanvisionsn00goud|title=American visions of the Netherlands East Indies/Indonesia: US foreign policy and Indonesian nationalism,1920-1949|location=Amsterdam|publisher=Amsterdam University Press|isbn=|pages=[https://archive.org/details/americanvisionsn00goud/page/n45 45]}}</ref> Miyoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif.<ref>Nishijima, "The Nationalist in Java, 1943-1945," dalam Reid & Oki, eds. ''The Japanese Experience in Indonesia'' hlm. 262.</ref> Tentang hal ini, Soekarno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "''transfer of power''".<ref name="auto3"/><ref name="auto1"/> Hatta, Subardjo, B.M. Diah, Sukarni, Sudiro dan Sayuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima, tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.<ref>Touwen-Bouwsma, E. (1996). [http://www.jstor.org/stable/20071754 "The Indonesian Nationalists and the Japanese "Liberation" of Indonesia: Visions and Reactions"]. ''Journal of Southeast Asian Studies'', 27(1), hlm. 1-18.</ref>


Setelah konsep selesai disepakati, Sayuti menyalin dan mengetik naskah tersebut<ref name=jp>{{cite news |first=|last=|title=Former governor Ali Sadikin, freedom fighter SK Trimurti die |url=http://www.thejakartapost.com/news/2008/05/21/former-governor-ali-sadikin-freedom-fighter-sk-trimurti-die.html |work= [[Jakarta Post]] |publisher= |date=21 Mei 2008 |accessdate=7 Juni 2008}}</ref><ref name=tempo>{{cite news|first=Dian|last=Yuliastuti|title=Freedom Fighter SK Trimurti Dies|url=http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/05/21/brk,20080521-123376,uk.html|work=Tempo Interactive|publisher=|date=21 Mei 2008|accessdate=7 Juni 2008|deadurl=yes|archiveurl=https://web.archive.org/web/20110927214543/http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/05/21/brk,20080521-123376,uk.html|archivedate=27 September 2011|df=dmy-all}}</ref> menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan Angkatan Laut Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.<ref>Zahorka, H. [http://www.bogor.indo.net.id/indonesia.tuguperingatanjerman/#akhir Sejarah dari Tugu Peringatan Pahlawan Jerman di Arca Domas, Indonesia]{{Pranala mati|date=April 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}.</ref> Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di [[Lapangan Ikada]], namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56<ref name=":0">{{Cite book|title=A history of modern Indonesia|last=Vickers|first=Adrian|publisher=Cambridge University Press|year=2013|isbn=|location=New York|pages=2}}</ref> (sekarang Jalan Proklamasi No. 1).
Menurut sejarawan [[Ben Anderson|Benedict Anderson]], kata-kata dan deklarasi proklamasi tersebut harus menyeimbangkan kepentingan kepentingan internal Indonesia dan Jepang yang saling bertentangan pada saat itu.<ref name="auto1" /> Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung dari pukul dua hingga empat dini hari.<ref name="auto" /> Setelah konsep selesai disepakati, Soekarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia,<ref name="auto2" /> dan Sayuti menyalin dan mengetik naskah tersebut,<ref name=jp>{{cite news |first=|last=|title=Former governor Ali Sadikin, freedom fighter SK Trimurti die |url=http://www.thejakartapost.com/news/2008/05/21/former-governor-ali-sadikin-freedom-fighter-sk-trimurti-die.html |work= [[Jakarta Post]] |publisher= |date=21 Mei 2008 |accessdate=7 Juni 2008}}</ref><ref name=tempo>{{cite news|first=Dian|last=Yuliastuti|title=Freedom Fighter SK Trimurti Dies|url=http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/05/21/brk,20080521-123376,uk.html|work=Tempo Interactive|publisher=|date=21 Mei 2008|accessdate=7 Juni 2008|deadurl=yes|archiveurl=https://web.archive.org/web/20110927214543/http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/05/21/brk,20080521-123376,uk.html|archivedate=27 September 2011|df=dmy-all}}</ref> menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan Angkatan Laut Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.<ref>Zahorka, H. [http://www.bogor.indo.net.id/indonesia.tuguperingatanjerman/#akhir Sejarah dari Tugu Peringatan Pahlawan Jerman di Arca Domas, Indonesia]{{Pranala mati|date=April 2021 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}.</ref> Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di [[Lapangan Ikada]], namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56<ref name=":0">{{Cite book|title=A history of modern Indonesia|last=Vickers|first=Adrian|publisher=Cambridge University Press|year=2013|isbn=|location=New York|pages=2}}</ref> (sekarang Jalan Proklamasi Nomor 1).


== Pembacaan naskah proklamasi ==
== Pembacaan naskah proklamasi ==
[[Berkas:Proclamation Monument Jakarta.JPG|jmpl|[[Tugu Proklamasi]] di Jalan Proklamasi (dulu Jalan Pegangsaan Timur) tempat dibacakannya Naskah Proklamasi Otentik pada tanggal [[17 Agustus]] [[1945]]]]
[[Berkas:Proclamation Monument Jakarta.JPG|jmpl|[[Tugu Proklamasi]] di Jalan Proklamasi (dulu Jalan Pegangsaan Timur) tempat dibacakannya Naskah Proklamasi Otentik pada tanggal [[17 Agustus]] [[1945]]]]
[[Berkas:SoekarnoDoaProKemRI.jpg|jmpl|kiri|[[Soekarno]] berdoa sebelum memproklamasikan kemerdekaan Indonesia]]
[[Berkas:SoekarnoDoaProKemRI.jpg|jmpl|kiri|[[Soekarno]] berdoa sebelum memproklamasikan kemerdekaan Indonesia]]
Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung dari pukul dua hingga empat dini hari.<ref name="auto"/> Teks proklamasi ditulis di ruang makan laksamana Tadashi Maeda Jalan Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Soekarno, Hatta, dan Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M. Diah, Sayuti Melik, Sukarni, dan Soediro.<ref>{{Cite book|title=Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946|last=Anderson|first=Benedict|publisher=Equinox Publishing|year=2006|isbn=|location=Indonesia|pages=71}}</ref> Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia.<ref name="auto2"/> Teks Proklamasi Indonesia itu diketik oleh Sayuti Melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain [[Suwiryo|Soewirjo]], [[Wilopo]], [[Gafar Pringgodigdo]], Tabrani, dan [[S.K. Trimurti|Trimurti]]. Acara dimulai pada pukul 10.00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh Ibu Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh [[Suwiryo|Soewirjo]], wakil wali kota Jakarta saat itu dan [[dr. Moewardi|Moewardi]], pimpinan [[Barisan Pelopor]].
Pada pagi hari, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain [[Suwiryo|Soewirjo]], [[Wilopo]], [[Gafar Pringgodigdo]], Tabrani, dan [[S.K. Trimurti|Trimurti]]. Acara dimulai pada pukul 10.00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Setelah itu, [[Sang Saka Merah Putih]], yang telah dijahit oleh [[Fatmawati]], dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh [[Suwiryo|Soewirjo]], wakil wali kota Jakarta saat itu dan [[dr. Moewardi|Moewardi]], pimpinan [[Barisan Pelopor]].


[[Berkas:Indonesian flag raised 17 August 1945.jpg|jmpl|kiri|Pengibaran bendera pada 17 Agustus 1945.]]
[[Berkas:Indonesian flag raised 17 August 1945.jpg|jmpl|kiri|Pengibaran bendera pada 17 Agustus 1945.]]
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah [[Latief Hendraningrat]], seorang prajurit [[PETA]], dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih ([[Sang Saka Merah Putih]]), yang dijahit oleh [[Fatmawati]] beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu [[Indonesia Raya]].<ref name=":0" /> Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di [[Monumen Nasional]].<ref>{{cite web|url=https://metro.tempo.co/read/894517/bendera-pusaka-disimpan-dalam-kaca-antipeluru-di-monas|title=Bendera Pusaka Disimpan dalam Kaca Antipeluru di Monas |website=[[Tempo.co]] |date=26 Juli 2017 |accessdate=17 Agustus 2019}}</ref>
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera, tetapi ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah [[Latief Hendraningrat]], seorang prajurit [[PETA]], dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu [[Indonesia Raya]].<ref name=":0" /> Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di [[Monumen Nasional]].<ref>{{cite web|url=https://metro.tempo.co/read/894517/bendera-pusaka-disimpan-dalam-kaca-antipeluru-di-monas|title=Bendera Pusaka Disimpan dalam Kaca Antipeluru di Monas |website=[[Tempo.co]] |date=26 Juli 2017 |accessdate=17 Agustus 2019}}</ref>


Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S. Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, namun ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.<ref name=":0" />
Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S. Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, tetapi ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.<ref name=":0" />


[[Berkas:Indonesia flag raising witnesses 17 August 1945.jpg|jmpl|Dikibarkannya bendera Indonesia pada 17 Agustus 1945.]]
[[Berkas:Indonesia flag raising witnesses 17 August 1945.jpg|jmpl|Dikibarkannya bendera Indonesia pada 17 Agustus 1945.]]
Baris 60: Baris 58:


== Isi teks proklamasi ==
== Isi teks proklamasi ==
{{main|Naskah Proklamasi}}
{{main|Naskah Proklamasi|Teks Proklamasi}}
[[Berkas:Proklamasi Klad.jpg|jmpl|[[Naskah Proklamasi|Teks Naskah Proklamasi]] atau ''Proklamasi Klad'' yang ditempatkan di [[Monumen Nasional]]]]
[[Berkas:Proklamasi Klad.jpg|jmpl|[[Naskah Proklamasi|Teks Naskah Proklamasi]] atau ''Proklamasi Klad'' yang ditempatkan di [[Monumen Nasional]]]]


=== Naskah Proklamasi Klad ===
=== Naskah Proklamasi Klad ===
[[Naskah Proklamasi|Teks naskah proklamasi]] atau ''Proklamasi Klad'' adalah naskah asli yang merupakan tulisan tangan sendiri oleh Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Hatta dan Achmad Soebardjo. Adapun perumus proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia terdiri dari Tadashi Maeda, [[Tomegoro Yoshizumi]], S. Nishijima, S. Miyoshi, Mohammad Hatta, Soekarno, dan Achmad Soebardjo.<ref name="ReferenceA">Basyral Hamidy Harahap, Harian KOMPAS edisi 16 Agustus 2001</ref>
''Proklamasi Klad'' adalah [[Naskah Proklamasi|naskah asli proklamasi]] yang merupakan tulisan tangan sendiri oleh Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Hatta dan Achmad Soebardjo. Adapun perumus proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia terdiri dari Tadashi Maeda, [[Tomegoro Yoshizumi]], S. Nishijima, S. Miyoshi, Mohammad Hatta, Soekarno, dan Achmad Soebardjo.<ref name="ReferenceA">Basyral Hamidy Harahap, Harian KOMPAS edisi 16 Agustus 2001</ref>


Para pemuda yang berada di luar meminta supaya teks proklamasi bunyinya keras. Namun Jepang tak mengizinkan. Beberapa kata yang dituntut adalah "penyerahan", "dikasihkan", diserahkan", atau "merebut". Akhirnya yang dipilih adalah "pemindahan kekuasaan".<ref name="ReferenceA"/> Setelah dirumuskan dan dibacakan di rumah orang Jepang, isi proklamasi pun disiarkan di radio Jepang.
Para pemuda yang berada di luar meminta supaya teks proklamasi bunyinya keras. Namun Jepang tak mengizinkan. Beberapa kata yang dituntut adalah "penyerahan", "dikasihkan", diserahkan", atau "merebut". Akhirnya yang dipilih adalah "pemindahan kekuasaan".<ref name="ReferenceA"/> Setelah dirumuskan dan dibacakan di rumah orang Jepang, isi proklamasi pun disiarkan di radio Jepang.
Baris 85: Baris 83:
=== Naskah baru setelah mengalami perubahan ===
=== Naskah baru setelah mengalami perubahan ===
[[Berkas:Proklamasi.png|jmpl|Teks Naskah Proklamasi Otentik yang ditempatkan di [[Monumen Nasional]]]]
[[Berkas:Proklamasi.png|jmpl|Teks Naskah Proklamasi Otentik yang ditempatkan di [[Monumen Nasional]]]]
Teks naskah ''Proklamasi'' yang telah mengalami perubahan, yang dikenal dengan sebutan naskah "''Proklamasi Otentik''", adalah merupakan hasil ketikan oleh [[Sayuti Melik|Mohamad Ibnu Sayuti Melik]] (seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan ''Proklamasi''), yang isinya adalah sebagai berikut:
[[Teks Proklamasi|Teks naskah Proklamasi]] yang telah mengalami perubahan, yang dikenal dengan sebutan naskah "''Proklamasi Otentik''", adalah merupakan hasil ketikan Sayuti Melik, seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan Proklamasi, yang isinya adalah sebagai berikut:
{{quotation|
{{quotation|
:::::::::'''''<u>P R O K L A M A S I</u>'''''
:::::::::'''''<u>P R O K L A M A S I</u>'''''
Baris 98: Baris 96:
}}
}}


(<u>Keterangan:</u> Tahun pada kedua teks naskah ''Proklamasi'' di atas (baik pada teks naskah ''Proklamasi Klad'' maupun pada teks naskah ''Proklamasi Otentik'') tertulis angka "''tahun 05''" yang merupakan kependekan dari angka "''tahun 2605''", karena tahun penanggalan yang dipergunakan pada zaman pemerintah pendudukan militer [[Jepang]] saat itu adalah sesuai dengan [[Kalender Jepang|tahun penanggalan yang berlaku di Jepang]], yang kala itu adalah "tahun 2605".)
Tahun pada kedua teks naskah ''Proklamasi'' di atas (baik pada teks naskah ''Proklamasi Klad'' maupun pada teks naskah ''Proklamasi Otentik'') tertulis angka "''tahun 05''" yang merupakan kependekan dari angka "''tahun 2605''", karena tahun penanggalan yang dipergunakan pada zaman pemerintah pendudukan militer [[Jepang]] saat itu adalah sesuai dengan [[Kalender Jepang|tahun penanggalan yang berlaku di Jepang]], yang kala itu adalah "tahun 2605".


=== Perbedaan teks naskah Proklamasi Klad dan Otentik ===
=== Perbedaan teks naskah Proklamasi Klad dan Otentik ===
Baris 113: Baris 111:
=== Klip suara naskah yang dibacakan oleh Soekarno di studio RRI ===
=== Klip suara naskah yang dibacakan oleh Soekarno di studio RRI ===
{{Dengar|filename=Indonesia declaration of independence 1945.ogg|title=Deklarasi kemerdekaan Indonesia 1945|format=[[Ogg]]|type=speech}}
{{Dengar|filename=Indonesia declaration of independence 1945.ogg|title=Deklarasi kemerdekaan Indonesia 1945|format=[[Ogg]]|type=speech}}
Tempat pembacaan teks naskah ''Proklamasi Otentik'' oleh Soekarno untuk pertama kali adalah di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 – [[Jakarta Pusat]], tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 (hari yang diperingati sebagai "''Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia''"), pukul 11.30 waktu [[Jepang|Nippon]] (sebutan untuk negara Jepang pada saat itu). Waktu Nippon adalah merupakan patokan zona waktu yang dipakai pada zaman pemerintah pendudukan militer Jepang kala itu. Namun perlu diketahui pula bahwa pada saat teks naskah ''Proklamasi'' itu dibacakan oleh Bung Karno, waktu itu tidak ada yang merekam suara ataupun video, yang ada hanyalah dokumentasi foto.
Tempat pembacaan teks naskah ''Proklamasi Otentik'' oleh Soekarno untuk pertama kali adalah di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 (hari yang diperingati sebagai "''Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia''"), pukul 11.30 waktu [[Jepang|Nippon]] (sebutan untuk negara Jepang pada saat itu). Waktu Nippon adalah merupakan patokan zona waktu yang dipakai pada zaman pemerintah pendudukan militer Jepang kala itu. Namun perlu diketahui pula bahwa pada saat teks naskah ''Proklamasi'' itu dibacakan oleh Bung Karno, waktu itu tidak ada yang merekam suara ataupun video, yang ada hanyalah dokumentasi foto.


Suara asli dari Soekarno saat membacakan teks naskah ''Proklamasi'' yang sering kita dengar saat ini adalah bukan suara yang direkam pada tanggal pada tanggal 17 Agustus 1945 tetapi adalah suara asli Soekarno yang direkam pada tahun 1951 di studio [[Radio Republik Indonesia]] (RRI), yang sekarang bertempat di Jalan Medan Merdeka Barat 4–5, Jakarta Pusat. Dokumentasi berupa suara asli hasil rekaman atas pembacaan teks naskah ''Proklamasi'' oleh Bung Karno ini dapat terwujudkan adalah berkat prakarsa dari salah satu pendiri RRI, [[Jusuf Ronodipuro]].<ref>{{cite web |url=https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150817071818-20-72595/cerita-jusuf-dan-terbakarnya-jas-milik-soekarno |title=Cerita Jusuf dan Terbakarnya Jas Milik Soekarno |first=Sandy Indra |last=Pratama |website=[[CNN Indonesia]] |date=17 Agustus 2015 |accessdate=17 Agustus 2019}}</ref>
Suara asli dari Soekarno saat membacakan teks naskah ''Proklamasi'' yang sering kita dengar saat ini adalah bukan suara yang direkam pada tanggal pada tanggal 17 Agustus 1945 tetapi adalah suara asli Soekarno yang direkam pada tahun 1951 di studio [[Radio Republik Indonesia]] (RRI), yang sekarang bertempat di Jalan Medan Merdeka Barat 4–5, Jakarta Pusat. Dokumentasi berupa suara asli hasil rekaman atas pembacaan teks naskah ''Proklamasi'' oleh Bung Karno ini dapat terwujudkan adalah berkat prakarsa dari salah satu pendiri RRI, [[Jusuf Ronodipuro]].<ref>{{cite web |url=https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150817071818-20-72595/cerita-jusuf-dan-terbakarnya-jas-milik-soekarno |title=Cerita Jusuf dan Terbakarnya Jas Milik Soekarno |first=Sandy Indra |last=Pratama |website=[[CNN Indonesia]] |date=17 Agustus 2015 |accessdate=17 Agustus 2019}}</ref>
Baris 152: Baris 150:


== Penyebaran teks proklamasi ==
== Penyebaran teks proklamasi ==
Wilayah Indonesia sangatlah luas. Komunikasi dan transportasi sekitar tahun 1945 masih sangat terbatas. Di samping itu, hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di luar [[Jawa]]. Namun dengan penuh tekad dan semangat berjuang, pada akhirnya peristiwa proklamasi diketahui oleh segenap rakyat Indonesia. Lebih jelasnya ikuti pembahasan di bawah ini. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Domei (sekarang Kantor Berita [[ANTARA]]), Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara.<ref>{{Cite book|title=Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946|last=Anderson|first=Benedict|publisher=Equinox Publishing|year=2006|isbn=|location=Indonesia|pages=84}}</ref>
Wilayah Indonesia yang sangat luas, sedangkan komunikasi dan transportasi sekitar tahun 1945 masih sangat terbatas, ditambah dengan hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di luar [[Jawa]]. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Domei (sekarang Kantor Berita [[ANTARA]]), Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara.<ref>{{Cite book|title=Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946|last=Anderson|first=Benedict|publisher=Equinox Publishing|year=2006|isbn=|location=Indonesia|pages=84}}</ref>


Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.
Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.


[[Berkas:Grafitti Freedom. Is for us Indenesians Liberty or Death. De Hollanders zijn…, Bestanddeelnr 495-4-6.jpg|jmpl|Tulisan [[grafiti]] bertuliskan "''Kemerdekaan adalah milik kita (bangsa) Indonesia, Merdeka atau Mati!!''".]]
[[Berkas:Grafitti Freedom. Is for us Indenesians Liberty or Death. De Hollanders zijn…, Bestanddeelnr 495-4-6.jpg|jmpl|Tulisan [[grafiti]] bertuliskan "''Kemerdekaan adalah milik kita (bangsa) Indonesia, Merdeka atau Mati!!''".]]
Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di [[Jawa]] dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media pers antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan slogan ''Respect Our Constitution, August 17!!!'' (''Hormatilah Konstitusi Kami, [[17 Agustus]]!!!''). Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan di luar negeri. Meskipun menggunakan banyak media dan alat penyebaran, sebelum tahun 2005, pihak Belanda sebagai penjajah Indonesia tak mengakui Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 (''de facto'') melainkan tahun [[Pengakuan tanggal kemerdekaan Indonesia oleh Belanda|1949 tanggal 27 Desember]] sebagaimana pengakuan PBB (''de jure'')<ref>[http://www.un.org/en/decolonization/nonselfgov.shtml pengakuan PBB (''de jure'')]</ref> sebab mereka berpendapat bahwa pada tahun 1945, kekuasaan di Indonesia ''diserahkan kepada Sekutu'', bukan ''dibebaskan oleh Jepang''. Di samping melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI. Berikut ini para utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita proklamasi:
Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media pers antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan slogan ''Respect Our Constitution, August 17!!!'' (''Hormatilah Konstitusi Kami, [[17 Agustus]]!!!''). Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan di luar negeri. Meskipun menggunakan banyak media dan alat penyebaran, sebelum tahun 2005, pihak Belanda sebagai penjajah Indonesia tak mengakui Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 (''de facto'') melainkan tahun [[Pengakuan tanggal kemerdekaan Indonesia oleh Belanda|1949 tanggal 27 Desember]] sebagaimana pengakuan PBB (''de jure'')<ref>[http://www.un.org/en/decolonization/nonselfgov.shtml pengakuan PBB (''de jure'')]</ref> sebab mereka berpendapat bahwa pada tahun 1945, kekuasaan di Indonesia ''diserahkan kepada Sekutu'', bukan ''dibebaskan oleh Jepang''. Di samping melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI. Berikut ini para utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita proklamasi:
* Teuku Mohammad Hassan dari [[Aceh]],
* Teuku Mohammad Hassan dari [[Aceh]],
* Sam Ratulangi dari [[Sulawesi]],
* Sam Ratulangi dari [[Sulawesi]],
Baris 174: Baris 172:
=== Kewajiban mengibarkan bendera ===
=== Kewajiban mengibarkan bendera ===
{{utama|Bendera Indonesia #Peraturan tentang Bendera Merah Putih}}
{{utama|Bendera Indonesia #Peraturan tentang Bendera Merah Putih}}
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan pasal 7 ayat 3 mengatur tentang kewajiban mengibarkan [[Bendera Indonesia|bendera Merah Putih]] bagi setiap warga negara yang memiliki hak penggunaan rumah, gedung kantor, satuan pendidikan, transportasi publik dan transportasi pribadi di wilayah NKRI, serta kantor perwakilan diplomatik Indonesia di luar negeri pada tanggal 17 Agustus.<ref>{{cite web|url=https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt53ef22924868d/merah-putih-wajib-dikibarkan-di-setiap-rumah-pada-hari-kemerdekaan|title=Merah Putih Wajib Dikibarkan Di Setiap Rumah pada Hari Kemerdekaan|date=16 Agustus 2014|website=hukumonline.com}}</ref>
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan Pasal 7 ayat (3) mengatur tentang kewajiban mengibarkan [[Bendera Indonesia|bendera Merah Putih]] bagi setiap warga negara yang memiliki hak penggunaan rumah, gedung kantor, satuan pendidikan, transportasi publik dan transportasi pribadi di wilayah Indonesia, serta kantor perwakilan diplomatik Indonesia di luar negeri pada tanggal 17 Agustus.<ref>{{cite web|url=https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt53ef22924868d/merah-putih-wajib-dikibarkan-di-setiap-rumah-pada-hari-kemerdekaan|title=Merah Putih Wajib Dikibarkan Di Setiap Rumah pada Hari Kemerdekaan|date=16 Agustus 2014|website=hukumonline.com}}</ref>


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==

Revisi per 16 Agustus 2021 04.55

Soekarno membacakan naskah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang sudah diketik oleh Sayuti Melik dan telah ditandatangani oleh Soekarno-Hatta
Rumah Proklamasi lengkap dengan Tugu Proklamasi sekitar tahun 1950-1960 di Jalan Pegangsaan Timur (sekarang Jalan Proklamasi). Kedua bangunan tersebut kini telah hancur.

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dilaksanakan pada hari Jumat, 17 Agustus 1945 tahun Masehi, atau tanggal 17 Agustus 2605 menurut tahun Jepang, yang dibacakan oleh Soekarno dengan didampingi oleh Mohammad Hatta di sebuah rumah hibah dari Faradj Martak di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta Pusat.[1] Proklamasi tersebut menandai dimulainya perlawanan diplomatik dan bersenjata dari Revolusi Nasional Indonesia, yang berperang melawan pasukan Belanda dan warga sipil pro-Belanda, hingga Belanda secara resmi mengakui kemerdekaan Indonesia pada tahun 1949.[2]

Pada tahun 2005, Belanda menyatakan bahwa mereka telah memutuskan untuk menerima secara de facto tanggal 17 Agustus 1945 sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia.[3] Namun, pada tanggal 14 September 2011, pengadilan Belanda memutuskan dalam kasus pembantaian Rawagede bahwa Belanda bertanggung jawab karena memiliki tugas untuk mempertahankan penduduknya, yang juga mengindikasikan bahwa daerah tersebut adalah bagian dari Hindia Timur Belanda, bertentangan dengan klaim Indonesia atas 17 Agustus 1945 sebagai tanggal kemerdekaannya.[4] Dalam sebuah wawancara tahun 2013, sejarawan Indonesia Sukotjo, antara lain, meminta pemerintah Belanda untuk secara resmi mengakui tanggal kemerdekaan pada 17 Agustus 1945.[5] Perserikatan Bangsa-Bangsa mengakui tanggal 27 Desember 1949 sebagai tanggal kemerdekaan Indonesia.[6]

Naskah Proklamasi ditandatangani oleh Sukarno (yang menuliskan namanya sebagai "Soekarno" menggunakan ortografi Belanda) dan Mohammad Hatta,[7] yang kemudian ditunjuk sebagai presiden dan wakil presiden berturut-turut sehari setelah proklamasi dibacakan.[8][9]

Hari Kemerdekaan dijadikan sebagai hari libur nasional melalui keputusan pemerintah yang dikeluarkan pada 18 Juni 1946.[10]

Latar belakang

Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia. Sehari kemudian, Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (disingkat BPUPK; Jepang: 独立準備調査会, Dokuritsu Junbi Chōsa-kai), berganti nama menjadi Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (disingkat PPKI; Jepang: 独立準備委員会, Dokuritsu Junbi Iin-kai), untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki, yang menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.[11]

Soekarno dan Hatta selaku pimpinan PPKI serta Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon, Vietnam, untuk bertemu Marsekal Hisaichi Terauchi, pimpinan tertinggi Jepang di Asia Tenggara dan putra mantan Perdana Menteri Terauchi Masatake. Mereka bertiga dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.[12] Sementara itu di Indonesia, pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, dan menolak bentuk kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.[13]

Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta, dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, berdasarkan tim PPKI.[11][14] Meskipun demikian, Terauchi menginginkan proklamasi diadakan pada 24 Agustus 1945.[15] Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta, dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu muslihat Jepang, karena Jepang telah menyerah kepada Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti dan pro Jepang.[16] Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di Dalat.[17] Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan karena itu adalah hak PPKI. Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan 'hadiah' dari Jepang.[11][18]

Komandan Jepang mendengarkan ketentuan penyerahan diri

Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang secara resmi menyerah kepada Sekutu di kapal USS Missouri.[19] Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Sutan Sjahrir, Wikana, Darwis, dan Chaerul Saleh mendengar kabar ini melalui radio BBC. Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.

Soekarno dan Hatta mendatangi penguasa militer Jepang (Gunsei) untuk memperoleh konfirmasi di kantornya di Koningsplein (Medan Merdeka). Namun, kantor tersebut kosong.

Soekarno dan Hatta bersama Achmad Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara (rumah Maeda di Jalan Imam Bonjol 1). Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat dan menjawab bahwa ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Sepulang dari tempat Maeda, Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan PPKI pada pukul 10:00 pagi tanggal 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon No. 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.[16]

Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10:00 pagi tidak dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul.[16]

Peristiwa Rengasdengklok

Rumah Djiaw Kie Siong di Rengasdengklok, Karawang dijadikan sebagai lokasi "penculikan" Sukarno-Hatta.

Para pemuda pejuang, termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana yang terbakar gelora kepahlawanannya setelah berdiskusi dengan Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka. Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, mereka bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan) serta Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal sebagai Peristiwa Rengasdengklok. Tujuannya adalah agar Soekarno dan Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun risikonya.[20]

Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Achmad Soebardjo melakukan perundingan. Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf Kunto untuk mengantar ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta.[21] Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu-buru memproklamasikan kemerdekaan. Setelah tiba di Jakarta, mereka pulang ke rumah masing-masing. Mengingat bahwa Hotel Des Indes (sekarang kompleks pertokoan di Harmoni) tidak dapat digunakan untuk pertemuan setelah pukul 10:00 malam, maka tawaran Laksamana Muda Maeda Tadashi untuk menggunakan rumahnya (sekarang gedung museum perumusan teks proklamasi) sebagai tempat rapat PPKI diterima oleh para tokoh Indonesia.[22][23]

Penyusunan naskah Proklamasi

Pada malam hari setelah Peristiwa Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta. Mayor Jenderal Moichiro Yamamoto, Kepala Staf Tentara ke XVI (Angkatan Darat) yang menjadi Kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan) di Hindia Belanda tidak mau menerima Sukarno–Hatta yang diantar oleh Maeda dan memerintahkan agar Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang, untuk menerima kedatangan rombongan tersebut. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokyo bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi izin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang perwira yang bersemangat "bushido", ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Sukarno–Hatta lantas meminta agar Nishimura jangan menghalangi kerja PPKI, mungkin dengan cara pura-pura tidak tau. Melihat perdebatan yang panas itu Maeda dengan diam-diam meninggalkan ruangan karena diperingatkan oleh Nishimura agar Maeda mematuhi perintah Tokyo dan dia mengetahui sebagai perwira penghubung Angkatan Laut (Kaigun) di daerah Angkatan Darat (Rikugun) dia tidak punya wewenang memutuskan.

Kediaman Laksamana Tadashi Maeda, lokasi perumusan naskah proklamasi. Sejak 1992, gedung ini dijadikan sebagai museum.[24]

Setelah dari rumah Nishimura, mereka menuju rumah Laksamana Maeda (kini Jalan Imam Bonjol No. 1) diiringi oleh Shunkichiro Miyoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks Proklamasi.[25] Setelah menyapa Sukarno dan Hatta yang ditinggalkan berdebat dengan Nishimura, Maeda mengundurkan diri menuju kamar tidurnya. Teks proklamasi ditulis di ruang makan laksamana Tadashi Maeda. Para penyusun teks proklamasi itu adalah Soekarno, Hatta, dan Soebarjo. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M. Diah, Sayuti Melik, Soekarni, dan Soediro.[26][27] Miyoshi yang setengah mabuk duduk di kursi belakang mendengarkan penyusunan teks tersebut tetapi kemudian ada kalimat dari Shigetada Nishijima seolah-olah dia ikut mencampuri penyusunan teks proklamasi dan menyarankan agar pemindahan kekuasaan itu hanya berarti kekuasaan administratif.[28] Tentang hal ini, Soekarno menegaskan bahwa pemindahan kekuasaan itu berarti "transfer of power".[25][23] Hatta, Subardjo, B.M. Diah, Sukarni, Sudiro dan Sayuti Malik tidak ada yang membenarkan klaim Nishijima, tetapi di beberapa kalangan klaim Nishijima masih didengungkan.[29]

Menurut sejarawan Benedict Anderson, kata-kata dan deklarasi proklamasi tersebut harus menyeimbangkan kepentingan kepentingan internal Indonesia dan Jepang yang saling bertentangan pada saat itu.[23] Perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung dari pukul dua hingga empat dini hari.[1] Setelah konsep selesai disepakati, Soekarni mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Soekarno dan Hatta atas nama bangsa Indonesia,[7] dan Sayuti menyalin dan mengetik naskah tersebut,[30][31] menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan Angkatan Laut Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.[32] Pada awalnya pembacaan proklamasi akan dilakukan di Lapangan Ikada, namun berhubung alasan keamanan dipindahkan ke kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56[33] (sekarang Jalan Proklamasi Nomor 1).

Pembacaan naskah proklamasi

Tugu Proklamasi di Jalan Proklamasi (dulu Jalan Pegangsaan Timur) tempat dibacakannya Naskah Proklamasi Otentik pada tanggal 17 Agustus 1945
Soekarno berdoa sebelum memproklamasikan kemerdekaan Indonesia

Pada pagi hari, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani, dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10.00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Setelah itu, Sang Saka Merah Putih, yang telah dijahit oleh Fatmawati, dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil wali kota Jakarta saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.

Pengibaran bendera pada 17 Agustus 1945.

Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera, tetapi ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya. Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya.[33] Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Monumen Nasional.[34]

Setelah upacara selesai berlangsung, kurang lebih 100 orang anggota Barisan Pelopor yang dipimpin S. Brata datang terburu-buru karena mereka tidak mengetahui perubahan tempat mendadak dari Ikada ke Pegangsaan. Mereka menuntut Soekarno mengulang pembacaan Proklamasi, tetapi ditolak. Akhirnya Hatta memberikan amanat singkat kepada mereka.[33]

Dikibarkannya bendera Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal sebagai UUD 1945. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.

Setelah itu Soekarno dan Mohammad Hatta terpilih atas usul dari Otto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh sebuah Komite Nasional.[35][36][37]

Isi teks proklamasi

Teks Naskah Proklamasi atau Proklamasi Klad yang ditempatkan di Monumen Nasional

Naskah Proklamasi Klad

Proklamasi Klad adalah naskah asli proklamasi yang merupakan tulisan tangan sendiri oleh Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Hatta dan Achmad Soebardjo. Adapun perumus proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia terdiri dari Tadashi Maeda, Tomegoro Yoshizumi, S. Nishijima, S. Miyoshi, Mohammad Hatta, Soekarno, dan Achmad Soebardjo.[38]

Para pemuda yang berada di luar meminta supaya teks proklamasi bunyinya keras. Namun Jepang tak mengizinkan. Beberapa kata yang dituntut adalah "penyerahan", "dikasihkan", diserahkan", atau "merebut". Akhirnya yang dipilih adalah "pemindahan kekuasaan".[38] Setelah dirumuskan dan dibacakan di rumah orang Jepang, isi proklamasi pun disiarkan di radio Jepang.

Berikut isi proklamasi tersebut:

Proklamasi
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal2 jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara saksama dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17 - 8 - '05
Wakil2 bangsa Indonesia.

Naskah Proklamasi Klad ini ditinggal begitu saja dan bahkan sempat masuk ke tempat sampah di rumah Laksamana Muda Tadashi Maeda. B.M. Diah menyelamatkan naskah bersejarah ini dari tempat sampah dan menyimpannya selama 46 tahun 9 bulan 19 hari, hingga diserahkan kepada Presiden Soeharto di Bina Graha pada 29 Mei 1992.[39][40]

Naskah baru setelah mengalami perubahan

Teks Naskah Proklamasi Otentik yang ditempatkan di Monumen Nasional

Teks naskah Proklamasi yang telah mengalami perubahan, yang dikenal dengan sebutan naskah "Proklamasi Otentik", adalah merupakan hasil ketikan Sayuti Melik, seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan Proklamasi, yang isinya adalah sebagai berikut:

P R O K L A M A S I
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan
dengan tjara saksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta.

Tahun pada kedua teks naskah Proklamasi di atas (baik pada teks naskah Proklamasi Klad maupun pada teks naskah Proklamasi Otentik) tertulis angka "tahun 05" yang merupakan kependekan dari angka "tahun 2605", karena tahun penanggalan yang dipergunakan pada zaman pemerintah pendudukan militer Jepang saat itu adalah sesuai dengan tahun penanggalan yang berlaku di Jepang, yang kala itu adalah "tahun 2605".

Perbedaan teks naskah Proklamasi Klad dan Otentik

Teks Proklamasi yang tercantum pada uang pecahan 100,000 Rupiah.

Di dalam teks naskah Proklamasi Otentik sudah mengalami beberapa perubahan yaitu sebagai berikut:

  • Kata "Proklamasi" diubah menjadi "P R O K L A M A S I",
  • Kata "Hal2" diubah menjadi "Hal-hal",
  • Kata "tempoh" diubah menjadi "tempo",
  • Kata "Djakarta, 17 - 8 - '05" diubah menjadi "Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05",
  • Kata "Wakil2 bangsa Indonesia" diubah menjadi "Atas nama bangsa Indonesia",
  • Isi naskah Proklamasi Klad adalah asli merupakan tulisan tangan sendiri oleh Ir. Soekarno sebagai pencatat, dan adalah merupakan hasil gubahan (karangan) oleh Drs. Mohammad Hatta dan Raden Achmad Soebardjo Djojoadisoerjo. Sedangkan isi naskah Proklamasi Otentik adalah merupakan hasil ketikan oleh Mohamad Ibnu Sayuti Melik (seorang tokoh pemuda yang ikut andil dalam persiapan Proklamasi),
  • Pada naskah Proklamasi Klad memang tidak ditandatangani, sedangkan pada naskah Proklamasi Otentik sudah ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan Drs. Mohammad Hatta.

Klip suara naskah yang dibacakan oleh Soekarno di studio RRI

Tempat pembacaan teks naskah Proklamasi Otentik oleh Soekarno untuk pertama kali adalah di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, tepat pada tanggal 17 Agustus 1945 (hari yang diperingati sebagai "Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia"), pukul 11.30 waktu Nippon (sebutan untuk negara Jepang pada saat itu). Waktu Nippon adalah merupakan patokan zona waktu yang dipakai pada zaman pemerintah pendudukan militer Jepang kala itu. Namun perlu diketahui pula bahwa pada saat teks naskah Proklamasi itu dibacakan oleh Bung Karno, waktu itu tidak ada yang merekam suara ataupun video, yang ada hanyalah dokumentasi foto.

Suara asli dari Soekarno saat membacakan teks naskah Proklamasi yang sering kita dengar saat ini adalah bukan suara yang direkam pada tanggal pada tanggal 17 Agustus 1945 tetapi adalah suara asli Soekarno yang direkam pada tahun 1951 di studio Radio Republik Indonesia (RRI), yang sekarang bertempat di Jalan Medan Merdeka Barat 4–5, Jakarta Pusat. Dokumentasi berupa suara asli hasil rekaman atas pembacaan teks naskah Proklamasi oleh Bung Karno ini dapat terwujudkan adalah berkat prakarsa dari salah satu pendiri RRI, Jusuf Ronodipuro.[41]

Teks pidato proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia

Berikut ini adalah teks pidato Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

Saudara-saudara sekalian,

Saya telah minta saudara-saudara hadir disini untuk menyaksikan satu peristiwa mahapenting dalam sejarah kita.
Berpuluh-puluh tahun kita bangsa Indonesia telah berjoang, untuk kemerdekaan tanah air kita bahkan telah beratus-ratus tahun! Gelombang aksi kita untuk mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya dan ada turunnya, tetapi jiwa kita tetap menuju ke arah cita-cita.
Juga di dalam zaman Jepang, usaha kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti-hentinya. Di dalam zaman Jepang ini, tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka, tetapi pada hakekatnya, tetap kita menyusun tenaga sendiri, tetapi kita percaya kepada kekuatan sendiri.
Sekarang tibalah saatnya kita benar-benar mengambil sikap nasib bangsa dan nasib tanah air kita di dalam tangan kita sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib dalam tangan sendiri akan dapat berdiri dengan kuatnya.
Maka kami, tadi malam telah mengadakan musyawarat dengan pemuka-pemuka rakyat Indonesia dari seluruh Indonesia. Permusyawaratan itu seia sekata berpendapat bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan kemerdekaan kita.
Saudara-saudara! Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu. Dengarkanlah proklamasi kami:
P R O K L A M A S I
Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan
dengan cara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.
Djakarta, 17 Agustus 1945
Atas nama bangsa Indonesia.
Soekarno/Hatta.
Demikianlah saudara-saudara! Kita sekarang telah merdeka! Tidak ada suatu ikatan lagi yang mengikat tanah air kita dan bangsa kita! Mulai saat ini kita menyusun negara kita!
Negara merdeka, negara Republik Indonesia! Merdeka, kekal, abadi! Insya Allah Tuhan memberkati kemerdekaan kita ini.

[42]

Penyebaran teks proklamasi

Wilayah Indonesia yang sangat luas, sedangkan komunikasi dan transportasi sekitar tahun 1945 masih sangat terbatas, ditambah dengan hambatan dan larangan untuk menyebarkan berita proklamasi oleh pasukan Jepang di Indonesia, merupakan sejumlah faktor yang menyebabkan berita proklamasi mengalami keterlambatan di sejumlah daerah, terutama di luar Jawa. Penyebaran proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 di daerah Jakarta dapat dilakukan secara cepat dan segera menyebar secara luas. Pada hari itu juga, teks proklamasi telah sampai di tangan Kepala Bagian Radio dari Kantor Domei (sekarang Kantor Berita ANTARA), Waidan B. Palenewen. Ia menerima teks proklamasi dari seorang wartawan Domei yang bernama Syahruddin. Kemudian ia memerintahkan F. Wuz (seorang markonis), supaya berita proklamasi disiarkan tiga kali berturut-turut. Baru dua kali F. Wuz melaksanakan tugasnya, masuklah orang Jepang ke ruangan radio sambil marah-marah, sebab mengetahui berita proklamasi telah tersiar ke luar melalui udara.[43]

Meskipun orang Jepang tersebut memerintahkan penghentian siaran berita proklamasi, tetapi Waidan Palenewen tetap meminta F. Wuz untuk terus menyiarkan. Berita proklamasi kemerdekaan diulangi setiap setengah jam sampai pukul 16.00 saat siaran berhenti. Akibat dari penyiaran tersebut, pimpinan tentara Jepang di Jawa memerintahkan untuk meralat berita dan menyatakan sebagai kekeliruan. Pada tanggal 20 Agustus 1945 pemancar tersebut disegel oleh Jepang dan para pegawainya dilarang masuk. Sekalipun pemancar pada kantor Domei disegel, para pemuda bersama Jusuf Ronodipuro (seorang pembaca berita di Radio Domei) ternyata membuat pemancar baru dengan bantuan teknisi radio, di antaranya Sukarman, Sutamto, Susilahardja, dan Suhandar. Mereka mendirikan pemancar baru di Menteng 31, dengan kode panggilan DJK 1. Dari sinilah selanjutnya berita proklamasi kemerdekaan disiarkan.

Tulisan grafiti bertuliskan "Kemerdekaan adalah milik kita (bangsa) Indonesia, Merdeka atau Mati!!".

Usaha dan perjuangan para pemuda dalam penyebarluasan berita proklamasi juga dilakukan melalui media pers dan surat selebaran. Hampir seluruh harian di Jawa dalam penerbitannya tanggal 20 Agustus 1945 memuat berita proklamasi kemerdekaan dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Harian Suara Asia di Surabaya merupakan koran pertama yang memuat berita proklamasi. Beberapa tokoh pemuda yang berjuang melalui media pers antara lain B.M. Diah, Sayuti Melik, dan Sumanang. Proklamasi kemerdekaan juga disebarluaskan kepada rakyat Indonesia melalui pemasangan plakat, poster, maupun coretan pada dinding tembok dan gerbong kereta api, misalnya dengan slogan Respect Our Constitution, August 17!!! (Hormatilah Konstitusi Kami, 17 Agustus!!!). Melalui berbagai cara dan media tersebut, akhirnya berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dapat tersebar luas di wilayah Indonesia dan di luar negeri. Meskipun menggunakan banyak media dan alat penyebaran, sebelum tahun 2005, pihak Belanda sebagai penjajah Indonesia tak mengakui Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 (de facto) melainkan tahun 1949 tanggal 27 Desember sebagaimana pengakuan PBB (de jure)[44] sebab mereka berpendapat bahwa pada tahun 1945, kekuasaan di Indonesia diserahkan kepada Sekutu, bukan dibebaskan oleh Jepang. Di samping melalui media massa, berita proklamasi juga disebarkan secara langsung oleh para utusan daerah yang menghadiri sidang PPKI. Berikut ini para utusan PPKI yang ikut menyebarkan berita proklamasi:

Peringatan Hari Kemerdekaan

Pengibaran Bendera Sang Saka Merah Putih pada setiap perayaan 17 Agustus di Istana Merdeka

Setiap tahun pada tanggal 17 Agustus, rakyat Indonesia merayakan Hari Proklamasi Kemerdekaan ini dengan meriah. Upacara militer dilaksanakan di Istana Merdeka. Sementara itu, beragam perlombaan dihadirkan seperti lomba panjat pinang dan makan kerupuk. Seluruh masyarakat ikut berpartisipasi dengan caranya masing-masing.

Peringatan detik-detik proklamasi

Peringatan detik-detik Proklamasi di Istana Merdeka dipimpin oleh Presiden RI selaku Inspektur Upacara. Upacara dimulai sekitar pukul 10:00 WIB untuk memperingati awal upacara Proklamasi tahun 1945. Seremoni peringatan biasanya disiarkan secara langsung oleh seluruh stasiun televisi nasional Indonesia. Acara-acara pada pagi hari termasuk: penembakan meriam dan sirene, pengibaran bendera Sang Saka Merah Putih (Bendera Indonesia), pembacaan naskah Proklamasi, dan lain sebagainya. Pada sore hari sekira pukul 17:00 terdapat acara penurunan bendera Sang Saka Merah Putih.

Kewajiban mengibarkan bendera

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan Pasal 7 ayat (3) mengatur tentang kewajiban mengibarkan bendera Merah Putih bagi setiap warga negara yang memiliki hak penggunaan rumah, gedung kantor, satuan pendidikan, transportasi publik dan transportasi pribadi di wilayah Indonesia, serta kantor perwakilan diplomatik Indonesia di luar negeri pada tanggal 17 Agustus.[45]

Lihat pula

Referensi

  1. ^ a b Gouda, Frances (2002). American visions of the Netherlands East Indies/Indonesia: US foreign policy and Indonesian nationalism,1920-1949. Amsterdam: Amsterdam University Press. hlm. 119. 
  2. ^ Gouda, Frances (2002). American visions of the Netherlands East Indies/Indonesia: US foreign policy and Indonesian nationalism,1920-1949. Amsterdam: Amsterdam University Press. hlm. 36. 
  3. ^ "Dutch govt expresses regrets over killings in RI". Jakarta Post. 18 August 2005. Diarsipkan dari versi asli tanggal 7 June 2011. Diakses tanggal 23 November 2008. 
  4. ^ "ECLI:NL:RBSGR:2011:BS8793, voorheen LJN BS8793, BY9458, Rechtbank 's-Gravenhage, 354119 / HA ZA 09-4171". 14 September 2011. 
  5. ^ "Indonesië wil erkenning onafhankelijkheidsdag" (dalam bahasa Belanda). Nederlandse Omroep Stichting. 8 September 2013. Diakses tanggal 15 September 2013. 
  6. ^ "The United Nations and Decolonization - Trust and Non-Self-Governing Territories (1945-1999)". United Nations. 
  7. ^ a b Anderson, Benedict (2006). Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946. Indonesia: Equinox Publishing. hlm. 83. 
  8. ^ "Indonesia Proclamation Hero : Mr.Soekarno". 7 Desember 2011. 
  9. ^ Anderson, Benedict (2006). Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946. Indonesia: Equinox Publishing. hlm. 88. 
  10. ^ Osman 1953, hlm. 621-622.
  11. ^ a b c Kahin 1952, hlm. 127.
  12. ^ Friend, Theodore (2014). The blue-eyed enemy: Japan against the West in Java and Luzon, 1942-1945. New Jersey: Princeton University Press. hlm. 84. 
  13. ^ Friend, Theodore (2014). The blue-eyed enemy: Japan against the West in Java and Luzon, 1942-1945. New Jersey: Princeton University Press. hlm. 81. 
  14. ^ Ricklefs 2008, hlm. 339-341.
  15. ^ Sluimers, Laszlo (1996). "The Japanese military and Indonesian independence". Journal of Southeast Asian Studies. 27 (1): 34. 
  16. ^ a b c Inomata 1952, hlm. 108.
  17. ^ Ricklefs, M.C. (2008) [1981]. A History of Modern Indonesia Since c.1300 (edisi ke-4th). London: MacMillan. hlm. 336. ISBN 978-0-230-54685-1. 
  18. ^ Ricklefs 2008, hlm. 342.
  19. ^ Feith, Herbert (2006). The decline of constitutional democracy in Indonesia. Singapore: Equinox Publishing. hlm. 7–8. 
  20. ^ Abdurrahman, Muhammad Iman (16 Agustus 2017). "16 Agustus: Menelisik Memori Bersejarah Peristiwa Rengasdengklok". Selasar.com. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-08-17. Diakses tanggal 17 Agustus 2019. 
  21. ^ Her Suganda (2009). Rengasdengklok - Revolusi dan Peristiwa. Jakarta: Kompas. hlm. 92–96. ISBN 9787977094355. Diakses tanggal 26 Mei 2013. 
  22. ^ Isnaeni, Hendri F. (16 Agustus 2015). "Begini Naskah Proklamasi Dirumuskan". historia.id. Diakses tanggal 13 Januari 2019. 
  23. ^ a b c Anderson, Benedict (2006). Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946. Indonesia: Equinox Publishing. hlm. 82. 
  24. ^ "Museum Perumusan Naskah Proklamasi Indonesia". www.museumindonesia.com. Museum Indonesia. 2009. Diakses tanggal 17 Agustus 2019. 
  25. ^ a b Ricklefs, M.C. (2008) [1981]. A History of Modern Indonesia Since c.1300 (edisi ke-4). London: MacMillan. hlm. 342. ISBN 978-0-230-54685-1. 
  26. ^ Anderson, Benedict (2006). Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946. Indonesia: Equinox Publishing. hlm. 71. 
  27. ^ Gouda, Frances (2002). American visions of the Netherlands East Indies/Indonesia: US foreign policy and Indonesian nationalism,1920-1949. Amsterdam: Amsterdam University Press. hlm. 45. 
  28. ^ Nishijima, "The Nationalist in Java, 1943-1945," dalam Reid & Oki, eds. The Japanese Experience in Indonesia hlm. 262.
  29. ^ Touwen-Bouwsma, E. (1996). "The Indonesian Nationalists and the Japanese "Liberation" of Indonesia: Visions and Reactions". Journal of Southeast Asian Studies, 27(1), hlm. 1-18.
  30. ^ "Former governor Ali Sadikin, freedom fighter SK Trimurti die". Jakarta Post. 21 Mei 2008. Diakses tanggal 7 Juni 2008. 
  31. ^ Yuliastuti, Dian (21 May 2008). "Freedom Fighter SK Trimurti Dies". Tempo Interactive. Diarsipkan dari versi asli tanggal 27 September 2011. Diakses tanggal 7 June 2008. 
  32. ^ Zahorka, H. Sejarah dari Tugu Peringatan Pahlawan Jerman di Arca Domas, Indonesia[pranala nonaktif permanen].
  33. ^ a b c Vickers, Adrian (2013). A history of modern Indonesia. New York: Cambridge University Press. hlm. 2. 
  34. ^ "Bendera Pusaka Disimpan dalam Kaca Antipeluru di Monas". Tempo.co. 26 Juli 2017. Diakses tanggal 17 Agustus 2019. 
  35. ^ Ricklefs 1991, hlm. 213.
  36. ^ Taylor 2003, hlm. 325.
  37. ^ Reid 1974, hlm. 30.
  38. ^ a b Basyral Hamidy Harahap, Harian KOMPAS edisi 16 Agustus 2001
  39. ^ Fitrian, Herry (16 Agustus 2014). "Fakta Tentang Naskah Proklamasi Republik Indonesia - Media Online Kaltara". 
  40. ^ "isbn:9793210052 - Google Search". www.google.com. 
  41. ^ Pratama, Sandy Indra (17 Agustus 2015). "Cerita Jusuf dan Terbakarnya Jas Milik Soekarno". CNN Indonesia. Diakses tanggal 17 Agustus 2019. 
  42. ^ Terjemahan bebas dari Kahin, George McT. (2000). "Sukarno's Proclamation of Indonesian Independence". Indonesia. 69 (69): 1–3. doi:10.2307/3351273. hdl:1813/54189. ISSN 0019-7289. JSTOR 3351273. 
  43. ^ Anderson, Benedict (2006). Java in a time of revolution: occupation and resistance,1944-1946. Indonesia: Equinox Publishing. hlm. 84. 
  44. ^ pengakuan PBB (de jure)
  45. ^ "Merah Putih Wajib Dikibarkan Di Setiap Rumah pada Hari Kemerdekaan". hukumonline.com. 16 Agustus 2014. 

Bacaan lebih lanjut

  • Anderson, Ben (1972). Java in a Time of Revolution: Occupation and Resistance, 1944–1946 (dalam bahasa Inggris). Ithaca, N.Y.: Cornell University Press. ISBN 0-8014-0687-0. 
  • Inomata, Aiko Kurasawa (1997). "Indonesia Merdeka Selekas-lekasnya: Preparations for Independence in the Last Days of Japanese Occupation". Dalam Abdullah, Taufik. The Heartbeat of Indonesian Revolution. PT Gramedia Pustaka Utama. hlm. 97–113. ISBN 979-605-723-9. 
  • Kahin, George McTurnan (1961) [1952]. Nationalism and Revolution in Indonesia. Ithaca, New York: Cornell University Press. 
  • Raliby, Osman (1953). Documenta Historica: Sedjarah Dokumenter Dari Pertumbuhan dan Perdjuangan Negara Republik Indonesia (dalam bahasa Indonesia). Jakarta: Bulain-Bintag. 
  • Ricklefs, M.C. (2008) [1981]. A History of Modern Indonesia Since c.1300 (dalam bahasa Inggris) (edisi ke-4). London: MacMillan. ISBN 978-0-230-54685-1. 
  • Lembaga Soekarno-Hatta, 1984 Sejarah Lahirnya Undang Undang Dasar 1945 dan Pancasila, Inti Idayu Press, Jakarta, hlm. 19
  • Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,1991:52–53.

Pranala luar