Lompat ke isi

Republik Indonesia Serikat

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Republik Indonesia Serikat

Republic of the United States of Indonesia (Inggris)
Verenigde Staten van Indonesië (Belanda)
1949–1950
Peta Republik Indonesia Serikat
Peta Republik Indonesia Serikat
StatusRepublik otonom Belanda
Ibu kotaJakarta
Bahasa yang umum digunakanBahasa Indonesia
Negara bagian
(tidak berdaulat)
PemerintahanRepublik parlementer federal
Presiden 
• 1949 - 1950
Soekarno
Perdana Menteri 
• 1949 - 1950
Mohammad Hatta
LegislatifParlemen
Senat
Dewan Perwakilan Rakyat
Sejarah 
• Pengakuan oleh Belanda
27 Desember 1949
• Dibubarkan
17 Agustus 1950
Mata uangRupiah
(IDR)
Kode ISO 3166ID
Didahului oleh
Digantikan oleh
Republik Indonesia
Hindia Belanda
Republik Maluku Selatan
Republik Indonesia (NKRI)
Sekarang bagian dari Indonesia
Sunting kotak info
Sunting kotak info • Lihat • Bicara
Info templat
Bantuan penggunaan templat ini

Republik Indonesia Serikat (bahasa Inggris: Republic of the United States of Indonesia; bahasa Belanda: Verenigde Staten van Indonesië) disingkat RIS, adalah sebuah negara republik parlementer federal di Asia Tenggara yang pernah berdiri antara tanggal 27 Desember 1949 hingga 17 Agustus 1950. Republik Indonesia Serikat terbentuk setelah Belanda secara resmi menyerahkan kedaulatan Hindia Belanda (tanpa Nugini Belanda) pada tanggal 27 Desember 1949. Negara ini merupakan perserikatan antara Republik Indonesia dan negara-negara yang dibentuk Belanda di Nusantara dari tahun 1946 hingga 1949.

Federasi RIS lahir sebagai hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar, yakni Republik Indonesia; Majelis Permusyawaratan Federal (BFO); dan Belanda. Kesepakatan tersebut disaksikan juga oleh United Nations Commission for Indonesia (UNCI) sebagai perwakilan PBB.

Republik Indonesia Serikat resmi dibubarkan pada 17 Agustus 1950 dan digantikan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Sejarah

Pada Januari 1942, Jepang menduduki bekas wilayah Hindia Belanda, menggusur pemerintah kolonial Belanda.[1] Pada 17 Agustus 1945, dua hari setelah Jepang menyerah, pemimpin kalangan nasionalis Republik Indonesia, Ir. Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.[2] Pemerintah Belanda, melihat Soekn, Belanda mampu menegaskan kembali kendali atas sebagian besar wilayah yang sebelumnya ditempati oleh Angkatan Laut Jepang, termasuk Kalimantan dan Indonesia bagian timur.

Diskusi antara Inggris dan Belanda menghasilkan Penjabat Gubernur Jenderal Hindia Belanda Hubertus van Mook yang pada akhirnya mengusulkan penentuan nasib sendiri untuk persemakmuran Indonesia.[3][4] Pada Juli 1946, Belanda menyelenggarakan Konferensi Malino di Sulawesi di mana perwakilan dari Kalimantan dan Indonesia bagian timur mendukung proposal untuk berdirinya Republik Indonesia Serikat yang berbentuk federal, yang memiliki hubungan dengan Belanda. Republik ini akan terdiri dari tiga elemen, Republik Indonesia, negara bagian di Kalimantan dan sebuah negara bagian untuk Indonesia Timur.[5][6] Selanjutnya pada tanggal 15 November dengan Perjanjian Linggarjati, di mana Republik Indonesia menyatakan secara sepihak menyetujui prinsip Indonesia federal.[7][8] Belanda kemudian menyelenggarakan Konferensi Denpasar pada Desember 1946, yang mengarah pada pembentukan Negara Indonesia Timur, diikuti oleh sebuah negara di Kalimantan Barat pada tahun 1947.[9]

Aksi militer yang dilancarkan Belanda pada tanggal 20 Juli 1947 terhadap wilayah yang dikuasai Republik Indonesia, yang disebut sebagai Agresi Militer Belanda I mengakibatkan Belanda memperoleh kembali kendali atas Jawa Barat dan Jawa Timur, juga wilayah sekitar Medan, Palembang dan Padang di Sumatra. PBB kemudian menyerukan gencatan senjata, dan negosiasi antara kedua belah pihak mengarah pada Perjanjian Renville bulan Januari 1948, dengan gencatan senjata di sepanjang Garis Van Mook yang menghubungkan antara titik-titik terdepan daerah yang diduduki Belanda. Belanda kemudian mendirikan negara-negara bagian di wilayah-wilayah yang mereka duduki, antara lain Sumatra Timur (Desember 1947); Madura dan Jawa Barat (Februari 1948); Sumatra Selatan (September 1948; dan Jawa Timur (November 1948). Para pemimpin di wilayah ini kemudian membentuk apa yang disebut sebagai Majelis Permusyawaratan Federal / Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO).[10]

J.H. van Maarseveen, Sultan Hamid II dan Mohammad Hatta menandatangani Perjanjian Meja Bundar, 2 November 1949.

Aksi Agresi Militer Belanda II, yang ditujukan untuk menghancurkan pihak Republik Indonesia, diluncurkan pada tanggal 18 Desember 1948. Meskipun Belanda berhasil merebut kembali kota-kota besar di Jawa, termasuk ibu kota Republik Indonesia di Yogyakarta, dan seluruh Sumatra kecuali Aceh, hal itu memicu protes pengunduran diri Kabinet Negara Indonesia Timur dan Pasundan (Jawa Barat), serta Sultan Yogyakarta dari jabatannya sebagai Kepala Daerah. Belanda juga mendapat tekanan dari Amerika Serikat dan Perserikatan Bangsa-Bangsa, khususnya dalam bentuk resolusi Dewan Keamanan. Belanda setuju untuk bernegosiasi dengan Republik Indonesia untuk mengatur pengalihan kedaulatan. Konferensi Meja Bundar antara Belanda dan Indonesia berlangsung di Den Haag dari Agustus hingga November 1949, dan menghasilkan kesepakatan yang menyatakan bahwa Belanda setuju untuk menyerahkan kedaulatan Hindia Belanda kepada Indonesia, kecuali Nugini Barat. Akan tetapi, banyak kaum nasionalis Indonesia yang percaya bahwa Belanda telah memaksakan sebuah negara federal dalam upayanya untuk melemahkan atau bahkan memecah bangsa Indonesia, sebagai bagian dari strateginya untuk kembali menaklukkan wilayah kepulauan Nusantara. Namun pada 27 Desember 1949, kedaulatan resmi dilimpahkan kepada Republik Indonesia Serikat.[11][12][13][14]

Politik

Pembagian administratif

Republik Indonesia Serikat
Republik Indonesia Serikat

Negara bagian

Republik Indonesia Serikat (RIS) terdiri dari tujuh negara bagian, yaitu:

Bendera Negara bagian Pusat pemerintahan Luas wilayah (km²) Presiden (Wali Negara) Didirikan Dibubarkan
Negara Republik Indonesia
Meliputi:
1. Aceh
2. Banten[a]
3. Jawa Tengah
4. Jawa Timur
5. Lampung
6. Sumatra Tengah
7. Tapanuli
8. Yogyakarta
Yogyakarta - Assaat 27 Desember 1949[b] 17 Agustus 1950[c]
Negara Indonesia Timur Makassar 349.088 Tjokorda Gde Raka Soekawati 24 Desember 1946[15] 17 Agustus 1950[16]
Negara Pasundan Bandung 35.900 Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema 25 Februari 1948[17] 11 Maret 1950[18]
Negara Jawa Timur[d] Surabaya 22.200 R.T.P. Achmad Kusumonegoro 27 November 1948[17] 9 Maret 1950[18]
Negara Madura Pamekasan 5.500 R.A.A. Tjakraningrat 20 Februari 1948[17] 9 Maret 1950[18]
Negara Sumatra Timur Medan 17.500 Tengku Mansur 25 Desember 1947[19][20] 17 Agustus 1950[19][20]
Negara Sumatra Selatan Palembang 74.000 Abdul Malik 2 September 1948[17] 24 Maret 1950[18]

Daerah otonom

Di samping itu, ada juga satuan kenegaraan yang tegak berdiri sendiri sebagai daerah otonom (bukan negara bagian) dari RIS, yaitu:

Bendera Daerah otonom Pusat pemerintahan Luas wilayah (km²) Presiden (Kepala Daerah) Didirikan Dibubarkan
Daerah Jawa Tengah[e] Semarang 14.000 Dr. R.V. Sudjito 2 Maret 1949[21] 9 Maret 1950[18]
Daerah Istimewa Kalimantan Barat Pontianak 146.800 Sultan Hamid II 12 Mei 1947[7][22] 22 April 1950[23]
Daerah Dayak Besar Banjarmasin 132.000 J. van Dyk 7 Desember 1946[24] 18 April 1950[18]
Daerah Banjar Banjarmasin 26.000 Mohammad Hanafiah 14 Januari 1948[25] 18 April 1950[18]
Federasi Kalimantan Tenggara Kotabaru 14.100 Abdul Gaffar Noor 8 Januari 1947[26] 18 April 1950[18]
Negara Kalimantan Timur[f] Samarinda 200.000 Aji Muhammad Parikesit 12 Mei 1947[24] 24 Maret 1950[18]
Daerah Bangka - 12.000 Mohammad Jusuf Rasidi 12 Juli 1947[27] 4 April 1950[18]
Daerah Belitung - 4.800 K.A. Mohammad Jusuf 12 Juli 1947[27] 4 April 1950[18]
Daerah Riau[g] - 10.800 Radja Mohammad 12 Juli 1947[27] 4 April 1950[18]

Distrik federal

Republik Indonesia Serikat memiliki satu distrik federal, yakni Distrik Federal Jakarta (sebelumnya bernama Distrik Federal Batavia). Pembentukan Daerah/Distrik Federal Batavia ditetapkan dengan dasar hukum Staatsblad No. 63 on June 1948. Distrik federal tersebut diberikan otonomi di dalam lingkup Negara Pasundan. Distrik Federal Batavia berubah nama menjadi Distrik Federal Jakarta pada tanggal 30 Desember 1949 dan dikelola langsung oleh pemerintah federal RIS.[28]

Bendera Distrik federal Pusat pemerintahan Luas wilayah (km²) Gubernur Didirikan Dibubarkan
Distrik Federal Jakarta[h] - 3.000 Hilman Djajadiningrat 11 Agustus 1948[29] 30 Maret 1950[i][18]

Daerah swapraja

Daerah swapraja adalah salah satu bentuk yang diakui di dalam RIS. Daerah-daerah ini diberikan status semacam "negara" dalam RIS dan diberikan otonomi khusus oleh pemerintah federal. Wilayahnya meliputi:

Bendera Daerah Pusat pemerintahan Luas wilayah (km²) Kepala Daerah Didirikan Dibubarkan
- Kotawaringin - 20.600 - 19 Januari 1948 4 April 1950[18]
- Padang dan sekitarnya - - - - 9 Maret 1950[18]
- Sabang - - - - 9 Maret 1950[18]

Sistem hukum dan pemerintahan

Legislatif

Republik Indonesia Serikat memiliki badan legislatif bikameral. Dewan Perwakilan Rakyat RIS terdiri dari 50 orang perwakilan dari Republik Indonesia dan 100 orang dari negara-negara bagian menurut jumlah penduduknya. Senat RIS memiliki dua anggota dari setiap negara bagian RIS, sehingga totalnya terdapat 32 anggota.

Pemerintahan

Republik Indonesia Serikat merupakan sebuah negara republik federal dengan sistem parlementer. Kepala negara RIS adalah seorang Presiden yang merupakan jabatan seremonial sebagai simbol negara dan memiliki kewenangan terbatas, sedangkan kepala pemerintahan RIS adalah seorang Perdana Menteri yang memegang kekuasaan pemerintahan federal beserta Kabinet RIS. Jabatan Presiden RIS diemban oleh Soekarno, sedangkan jabatan Perdana Menteri RIS diemban oleh Mohammad Hatta dengan Kabinet RIS yang beranggotakan 16 orang.

Hukum

Negara bagian diperintah menurut Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS) yang dibentuk tahun 1949. Piagam Konstitusi RIS ditandatangani oleh para Pimpinan Negara/Daerah dari 16 Negara/Daerah Bagian RIS, yaitu:

  1. Mr. Susanto Tirtoprodjo dari Negara Republik Indonesia menurut perjanjian Renville.
  2. Sultan Hamid II dari Daerah Istimewa Kalimantan Barat.
  3. Ide Anak Agoeng Gde Agoeng dari Negara Indonesia Timur.
  4. R. A. A. Tjakraningrat dari Negara Madura.
  5. Mohammad Hanafiah dari Daerah Banjar.
  6. Mohammad Jusuf Rasidi dari Bangka.
  7. K.A. Mohammad Jusuf dari Belitung.
  8. Muhran bin Haji Ali dari Dayak Besar.
  9. Dr. R.V. Sudjito dari Jawa Tengah.
  10. Raden Soedarmo dari Negara Jawa Timur.
  11. Jamani dari Kalimantan Tenggara.
  12. A.P. Sosronegoro dari Kalimantan Timur.
  13. Mr. Djoemhana Wiriatmadja dari Negara Pasundan.
  14. Radja Mohammad dari Riau.
  15. Abdul Malik dari Negara Sumatra Selatan.
  16. Radja Kaliamsyah Sinaga dari Negara Sumatra Timur.

Persemakmuran dengan Kerajaan Belanda

Sebagai salah satu hasil kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar, Republik Indonesia Serikat bersama dengan Kerajaan Belanda tergabung dalam konfederasi Uni Belanda-Indonesia yang diketuai oleh Ratu Belanda. Masing-masing anggota Uni mengirimkan seorang Komisaris Tinggi yang berkedudukan di ibu kota negara anggota. Jabatan Komisaris Tinggi Republik Indonesia Serikat untuk Kerajaan Belanda diemban oleh Mohammad Roem yang ditunjuk oleh Presiden Soekarno pada tanggal 19 Januari 1950.[30]

Pembubaran

Sejak awal, mayoritas orang Indonesia menentang sistem federal yang dihasilkan dari Konferensi Meja Bundar. Alasan utamanya adalah bahwa sistem ini dikaitkan dengan warisan kolonialisme. Alasan lain adalah termasuk perasaan bahwa negara federal tidak memiliki kohesi dan berpotensi menyebabkan pemisahan negara, serta pihak Indonesia yang menerimanya sebagai taktik jangka pendek. Selain itu, sebagian besar wilayah negara-negara bagian dikuasai oleh penguasa tradisional, yang dianggap terlalu pro-Belanda. Akhirnya, ada ikatan etnis atau budaya yang tidak memadai antara orang-orang di masing-masing negara untuk mengatasi dominasi Jawa. Misalnya, walaupun penduduk Negara Madura seluruhnya adalah etnis Madura, mereka dipisahkan dari jutaan orang Madura yang tinggal di Negara Jawa Timur, yang mengartikan bahwa negara tidak homogen.[31][32][33]

Bahkan pihak yang mendukung gagasan negara federal menginginkan bentuknya diputuskan oleh rakyat Indonesia sendiri melalui suatu Majelis Konstitusi terpilih, bukan oleh bekas kekuasaan kolonial. Belanda juga mencoba meyakinkan orang Indonesia bahwa negara kesatuan berarti merupakan dominasi Jawa, meskipun hal ini tidak berhasil.[31] Adanya berbagai perbedaan pandangan di dalam negeri RIS, termasuk yang dikemukakan oleh Mohammad Natsir dengan mosi integralnya, semakin membuka jalan kembalinya Republik Indonesia Serikat menjadi negara kesatuan.

Pada bulan Maret dan April 1950, semua negara bagian dan daerah otonom RIS (kecuali Negara Sumatra Timur dan Negara Indonesia Timur) membubarkan diri untuk bergabung dengan Negara Republik Indonesia di Yogyakarta.[18] Dari tanggal 3–5 Mei, konferensi antara Negara Indonesia Timur; Negara Sumatra Timur; dan Negara Republik Indonesia berakhir dengan keputusan untuk menggabungkan ketiga negara tersebut menjadi satu kesatuan.[34] Pada tanggal 19 Mei, sebuah pengumuman telah dikeluarkan oleh pemerintah federal Republik Indonesia Serikat (mewakili dua negara bagian yang tersisa dan Negara Republik Indonesia), yang menyatakan bahwa semua pihak, "... telah mencapai kesepakatan untuk bersama-sama membentuk kesatuan negara sebagai Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 ”.[35] Pengumuman itu juga menandai dibubarkannya Negara Republik Indonesia sebagai negara bagian RIS. Republik Indonesia Serikat secara resmi dibubarkan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1950 – bertepatan dengan peringatan hari Proklamasi Kemerdekaan Indonesia ke-5 – dan digantikan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia.[36]

Galeri

Catatan

  1. ^ Diklaim oleh Negara Pasundan.
  2. ^ Didirikan sebagai negara bagian dari Republik Indonesia Serikat.
  3. ^ Dibubarkan sebagai negara bagian dari Republik Indonesia Serikat.
  4. ^ Meliputi wilayah Jawa Timur yang tidak dikuasai RI sesuai Perjanjian Renville.
  5. ^ Meliputi wilayah Jawa Tengah yang tidak dikuasai RI sesuai Perjanjian Renville.
  6. ^ Wilayah Negara Kalimantan Timur tidak termasuk bekas wilayah Kesultanan Paser.
  7. ^ Meliputi wilayah Kepulauan Riau.
  8. ^ Dikelola pemerintah federal RIS tetapi masuk dalam lingkup Negara Pasundan.
  9. ^ Meskipun Negara Pasundan dibubarkan pada tanggal 11 Maret 1950, Distrik Federal Jakarta tetap bertahan hingga pelantikan Suwiryo sebagai Wali Kota Jakarta pada 30 Maret 1950.

Referensi

  1. ^ Ricklefs 2008, hlm. 322.
  2. ^ Ricklefs 2008, hlm. 341-342.
  3. ^ Ricklefs 2008, hlm. 349.
  4. ^ Reid 1974, hlm. 104-105.
  5. ^ Ricklefs 2008, hlm. 358-360.
  6. ^ Anak Agung 1995, hlm. 107.
  7. ^ a b Reid 1974, hlm. 100.
  8. ^ Anak Agung 1995, hlm. 112.
  9. ^ Ricklefs 2008, hlm. 361-362.
  10. ^ Ricklefs 2008, hlm. 362-364.
  11. ^ Ricklefs 2008, hlm. 373.
  12. ^ Legge 1964, hlm. 160.
  13. ^ Indrayana 2008, hlm. 8.
  14. ^ Kahin 1961, hlm. 443–445.
  15. ^ Kahin 1952, hlm. 355.
  16. ^ Reid 1974, hlm. 165.
  17. ^ a b c d Cribb 2000, hlm. 160.
  18. ^ a b c d e f g h i j k l m n o p q Simanjuntak 2003, hlm. 99-100.
  19. ^ a b Kahin 1952, hlm. 225.
  20. ^ a b Reid 1974, hlm. 117.
  21. ^ Schiller 1955, hlm. 192.
  22. ^ Schiller 1955, hlm. 183.
  23. ^ Kahin 1952, hlm. 456.
  24. ^ a b Wehl 1948, hlm. 165.
  25. ^ Schiller 1955, hlm. 103.
  26. ^ Schiller 1955, hlm. 121.
  27. ^ a b c Schiller 1955, hlm. 111.
  28. ^ Mukaromah, Vina Fadrotul. "30 Desember 1949, Kisah Batavia Berganti Nama Jadi Jakarta Halaman all". Kompas.com. Diakses tanggal 2020-04-22. 
  29. ^ Schiller 1955, hlm. 194.
  30. ^ Item 4578 - Keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat Nomor 27 Tahun 1950 tentang Pengangkatan Mr. Mohammad Roem sebagai Komisaris Tinggi dan Berkuasa Penuh pada Istana Seri Baginda Ratu Juliana.
  31. ^ a b Kahin 1970, hlm. 450.
  32. ^ Antlöv 2001, hlm. 268.
  33. ^ Cribb 1996, hlm. 10.
  34. ^ Anak Agung 1995, hlm. 773.
  35. ^ Anak Agung 1995, hlm. 786.
  36. ^ Ricklefs 2008, hlm. 373-374.

Lihat pula

Pustaka

  • 30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.243-244.