Lompat ke isi

Orang Tionghoa-Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Orang Tionghoa Indonesia)
Orang Tionghoa-Indonesia
Chinese Indonesians
印度尼西亞華人
印度尼西亚华人
Melakukan ritual untuk malam Tahun Baru Imlek 2020 di Indonesia
Jumlah populasi
2,832,510 (2010) Perkiraan resmi[1]
6,000,000 (Perkiraan 2018) Perkiraan tidak resmi (Termasuk WNI Tionghoa Perantauan dan WNI Keturunan Tionghoa Campuran)[2]
Daerah dengan populasi signifikan
Indonesia Indonesia
Di seluruh Indonesia
Terutama di Jawa, Sumatera, Kepulauan Riau, Kepulauan Bangka Belitung dan Kalimantan, dengan populasi yang signifikan di Indonesia Timur, terutama di sebagian wilayah Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, dan Kepulauan Maluku
Populasi diaspora yang signifikan di:
 Australia[3][4]
 Kanada
 Tiongkok
 Hong Kong
 Malaysia[5]
 Belanda
 Singapura[5]
 Taiwan[6]
 Amerika Serikat
Bahasa
Utama
Indonesia (lingua franca)
Bahasa ibu
Indonesia, Betawi, Jawa, Sunda, Minangkabau, Batak, Aceh, Bali, Melayu dan variasinya dan Bahasa di Indonesia lainnya
Bahasa kedua
Hokkien, Hakka, Tiochiu, Kanton, Fuzhou, Henghua, Hainan, Taishan, Mandarin dan varietas bahasa Tionghoa lainnya.
Bahasa tersier
Inggris
Agama
Sebagian besar

Buddhisme, Kekristenan
Minoritas
Islam, Konfusianisme, Taoisme, Hindu, dan lainnya.

Kelompok etnik terkait
Orang Tionghoa-Indonesia
Hanzi tradisional: 印度尼西亞華人
Hanzi sederhana: 印度尼西亚华人
Makna harfiah: Orang Tionghoa Indonesia

Orang Tionghoa-Indonesia, atau hanya Orang Tionghoa atau Tionghoa,[7] adalah orang Indonesia yang nenek moyangnya datang dari Tiongkok pada suatu masa dalam delapan abad terakhir. Orang Tionghoa Indonesia adalah komunitas Tionghoa perantauan terbesar keempat di dunia setelah Thailand, Malaysia, dan Amerika Serikat.

Orang Tionghoa dan keturunannya yang berasal dari Indonesia telah tinggal di kepulauan Indonesia setidaknya sejak abad ke-13. Banyak dari mereka yang awalnya datang sebagai pendatang (penduduk sementara), yang berniat untuk kembali ke kampung halamannya di hari tua.[8] Namun, sebagian lagi tinggal di wilayah ini sebagai migran ekonomi. Populasi mereka berkembang pesat selama periode kolonial ketika para pekerja dikontrak dari provinsi asal mereka di Tiongkok Selatan.

Populasi di Indonesia

[sunting | sunting sumber]

Berdasarkan Volkstelling (sensus) pada masa Hindia Belanda, populasi Tionghoa-Indonesia mencapai 1.233.000 (2,03%) dari penduduk Indonesia pada tahun 1930.[9] Tidak ada data resmi mengenai jumlah populasi Tionghoa di Indonesia dikeluarkan pemerintah sejak Indonesia merdeka. Namun ahli antropologi Amerika, G.W. Skinner, dalam risetnya pernah memperkirakan populasi masyarakat Tionghoa di Indonesia mencapai 2.505.000 (2,5%) pada tahun 1961.[10]

Dalam sensus penduduk pada tahun 2000, ketika untuk pertama kalinya responden sensus ditanyai mengenai asal etnis mereka, hanya 1% atau 1.739.000 jiwa yang mengaku sebagai Tionghoa. Definisi "etnis" yang dipakai BPS didasarkan atas pengakuan orang yang disensus. Atas dasar ini, jumlah ini dapat dianggap sebagai batas bawah ("lowerbound") karena banyak warga Tionghoa yang enggan mengaku sebagai "Tionghoa" dalam sensus. Perkiraan kasar yang dipercaya mengenai jumlah suku Tionghoa-Indonesia saat ini ialah berada di antara kisaran 4% - 5% dari seluruh jumlah populasi Indonesia.[11]

Menurut Perpustakaan Universitas Ohio, jumlah suku Tionghoa di Indonesia mencapai 7.310.000 jiwa. Jumlah ini merupakan yang terbesar di luar Tiongkok[12] Sedangkan pada tahun 2006 jumlah etnis Tionghoa di Indonesia mencapai 7.670.000.[13] Poston, Dudley; Wong, Juyin (2016) memperkirakan populasi Tionghoa Indonesia mencapai lebih dari 8.010.720 jiwa.[14]

Masa-masa awal

[sunting | sunting sumber]

Pada prasasti-prasasti dari Jawa orang Tionghoa disebut-sebut sebagai warga asing yang menetap di samping nama-nama sukubangsa dari Nusantara, daratan Asia Tenggara dan anakbenua India.

Kitab Sunda Tina Layang Parahyang menyebutkan kedatangan rombongan Tionghoa ke muara Ci Sadane (sekarang Teluknaga) pada tahun 1407, pada masa daerah itu masih di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda (Pajajaran). Pemimpinnya adalah Halung dan mereka terdampar sebelum mencapai tujuan di Kalapa.

Era kolonial

[sunting | sunting sumber]

Pada masa kolonial, Belanda pernah mengangkat beberapa pemimpin komunitas dengan gelar Kapiten Cina, yang diwajibkan setia dan menjadi penghubung antara pemerintah dengan komunitas Tionghoa. Beberapa di antara mereka ternyata juga telah berjasa bagi masyarakat umum, misalnya So Beng Kong dan Phoa Beng Gan yang membangun kanal di Batavia[butuh rujukan]. Di Batavia, Mohamad Djafar menjadi kapten Tionghoa muslim yang terakhir (ke-dua). Di Yogyakarta, Kapiten Tan Djin Sing sempat menjadi Bupati Yogyakarta.[15] Sebetulnya terdapat juga kelompok Tionghoa yang pernah berjuang melawan Belanda, baik sendiri maupun bersama etnis lain. Bersama Kesultanan Mataram, kelompok Tionghoa berperang melawan VOC tahun 1740-1743 yang disebut dengan peristiwa Perang Kuning.[16] Di Kalimantan Barat, komunitas Tionghoa yang tergabung dalam "Republik" Lanfong[butuh rujukan] berperang dengan pasukan Belanda pada abad XIX.

Dalam perjalanan sejarah pra kemerdekaan, beberapa kali etnis Tionghoa menjadi sasaran pembunuhan massal atau penjarahan, seperti pembantaian di Batavia 1740 dan pembantaian masa perang Jawa 1825–1830. Pembantaian di Batavia tersebut[17][18][1] Diarsipkan 2009-09-21 di Wayback Machine. melahirkan gerakan perlawanan dari etnis Tionghoa yang bergerak di beberapa kota di Jawa Tengah yang dibantu pula oleh etnis Jawa. Pada gilirannya ini mengakibatkan pecahnya kerajaan Mataram. Orang Tionghoa tidak lagi diperbolehkan bermukim di sembarang tempat. Aturan Wijkenstelsel ini menciptakan permukiman etnis Tionghoa atau pecinan di sejumlah kota besar di Hindia Belanda.

Daerah Pecinan di Banjarmasin.
Kelenteng Tua Pek Kong di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat
Tugu Naga di pusat Kota Singkawang.

Bahasa resmi Indonesia adalah Bahasa Indonesia.

Pasal 25: "Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi nasional yang digunakan sebagai bahasa negara."

Perlembagaan Indonesia (UUD 1945), Pasal 36: "Bahasa negara ialah Bahasa Indonesia."

Bahasa Indonesia digunakan secara rasmi dalam urusan pemerintahan, pendidikan, media, dan komunikasi umum di seluruh negara. Ia berasal daripada Bahasa Melayu dan telah dikembangkan serta disesuaikan menjadi simbol perpaduan bagi rakyat Indonesia yang memiliki ratusan bahasa daerah. Namun bahasa cina lain juga dituturkan tapi dalam ketegori yang kecil seperti - Hokkien, Mandarin, Hakka, dan Kantonis.

Cheongsam

[sunting | sunting sumber]

Cheongsam merupakan busana tradisional (perempuan) Tionghoa. Pakaian dicirikan oleh kerah berdiri, membuka sisi kanan, pas pinggang, dan tergelincir bawah, yang sepenuhnya dapat memicu keindahan bentuk tubuh perempuan. Cheongsam berasal dari chèuhngsāam . [19]

Seni Pertunjukan

[sunting | sunting sumber]

Barongsai

[sunting | sunting sumber]

Barongsai adalah tari tradisional Tionghoa dengan menggunakan sarung dan kostum yang menyerupai singa. Kesenian barongsai diperkirakan masuk di Indonesia pada abad-17, ketika terjadi migrasi besar dari Tiongkok Selatan. Pada 1965 kesenian barongsai di Indonesia sempat terhenti akibat situasi politik dan adanya pelarangan kebudayaan Tionghoa di Indonesia. Meski saat itu barongsai tidak diizinkan dimainkan, namun ada satu tempat yang bisa menampilkan kesenian budaya barongsai secara besar-besaran, yakni di Kota Semarang, tepatnya di panggung besar Kelenteng Sam Poo Kong atau dikenal juga dengan Kelenteng Gedong Batu. Barongsai di Indonesia kemudian mengalami masa marak ketika masih adanya perkumpulan Tiong Hoa Hwee Koan (THHK) yang mempopulerkan seni barongsai. Pada 9 Agustus 2012 di Jakarta, telah berdiri FOBI (Federasi Olahraga Barongsai Indonesia) yang menjadi wadah dari olahraga barongsai di Indonesia. FOBI akhirnya resmi masuk KONI pada 11 Juni 2013. Barongsai pun kini tidak hanya dimainkan oleh etnis Tionghoa saja, namun juga dimainkan oleh para kaum muda non-Tionghoa.[20]

Liang Liong

[sunting | sunting sumber]

Tari Naga atau disebut juga Liang Liong di Indonesia. Tarian ini sering tampil pada waktu perayaan-perayaan tertentu. Orang Tionghoa sering menggunakan istilah 'Keturunan Naga'(龍的傳人 atau 龙的传人, lóng de chuán rén) sebagai suatu simbol identitas etnis. Dalam tarian ini, satu regu orang Tionghoa memainkan naga-nagaan yang diusung dengan belasan tongkat atau lebih. Penari terdepan mengangkat, menganggukkan, menyorongkan dan mengibas-kibaskan kepala naga-nagaan tersebut yang merupakan bagian dari gerakan tarian yang diarahkan oleh salah seorang penari.

Wayang Potehi

[sunting | sunting sumber]

Wayang Potehi merupakan salah satu jenis wayang khas Tionghoa yang berasal dari Tiongkok bagian selatan. Kesenian ini dibawa oleh perantau etnis Tionghoa ke berbagai wilayah Nusantara pada masa lampau dan telah menjadi salah satu jenis kesenian tradisional Indonesia. . Wayang Potehi adalah wayang boneka yang terbuat dari kain. Sang dalang akan memasukkan tangan mereka ke dalam kain tersebut dan memainkannya layaknya wayang jenis lain. Kesenian ini sudah berumur sekitar 3.000 tahun dan berasal dari Tiongkok.

Festival Qingming

[sunting | sunting sumber]

Festival Qingming merupakan ritual tahunan etnis Tionghoa untuk bersembahyang dan ziarah kubur sesuai dengan ajaran Khong Hu Cu. Festival tradisional Tionghoa ini dilaksanakan pada hari ke-104 setelah titik balik Matahari di musim dingin (atau hari ke-15 pada hari persamaan panjang siang dan malam di musim semi), pada umumnya dirayakan pada tanggal 5 April atau 4 April pada tahun kabisat.

Imlek merupakan perayaan terpenting orang Tionghoa. Perayaan Tahun Baru Imlek dimulai pada hari pertama bulan pertama di tarikh Tionghoa dan berakhir dengan Cap Go Meh pada tanggal kelima belas (pada saat bulan purnama). Malam tahun baru Imlek dikenal sebagai Chúxī yang berarti "malam pergantian tahun". Perayaan ini dirayakan dengan kumpul keluarga, jamuan besar, berdoa, penyalaan lampion dan penyulutan kembang api.

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]


Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ "Chinese Diaspora".
  2. ^ "World Directory of Minorities and Indigenous Peoples - Indonesia : Chinese".
  3. ^ Stephen Gapps. "A Complicated Journey: Chinese, Indonesian, and Australian Family Histories". Australian National Maritime Museum. Diarsipkan dari asli tanggal 6 May 2018. Diakses tanggal 22 April 2018.
  4. ^ Terri McCormack (2008). "Indonesians". Dictionary of Sydney. Diakses tanggal 22 April 2018.
  5. ^ a b Thomas Fuller (12 December 1998). "Indonesia's Ethnic Chinese Find a Haven For Now, But Their Future Is Uncertain: Malaysia's Wary Welcome". The New York Times. Diakses tanggal 22 April 2018.
  6. ^ "Statistics" (dalam bahasa Tionghoa). National Immigration Agency, ROC. Diakses tanggal 2011-02-13.
  7. ^ Kenneth Utama (30 August 2016). "Why it's important to talk about Chinese-Indonesians or Cindo". The Jakarta Post. Diakses tanggal 9 March 2021.
  8. ^ Wang Gungwu (1996). "Sojourning: the Chinese experience in Southeast Asia". Dalam Anthony Reid (ed.). Sojourners and settlers: histories of Southeast Asia and the Chinese. Honolulu: University of Hawai'i Press. hlm. 1–9.
  9. ^ Vasanty, Puspa (2004). Prof. Dr. Koentjaraningrat (ed.). "Kebudayaan Orang Tionghoa Di Indonesia", Manusia Dan Kebudayaan Di Indonesia. Penerbit Djambatan. hlm. hal. 359. ISBN 979-428-510-2.
  10. ^ Skinner, G.W. (1963). R.T. McVey (ed.). "The Chinese Minority", Indonesia. New Haven, HRAF. hlm. hal. 99. Pemeliharaan CS1: Tahun (link)
  11. ^ Kusno, Malikul (Sabtu, 9 Desember 2006), "UU Kewarganegaraan dan Etnis Tionghoa", Harian Umum Sinar Harapan, diarsipkan dari asli tanggal 2008-06-16, diakses tanggal 18 Agustus 2008 ; Pemeliharaan CS1: Tanggal dan tahun (link)
  12. ^ "Ohio University". Diarsipkan dari asli tanggal 2007-03-10. Diakses tanggal 2007-02-28.
  13. ^ "印尼2006 年華人人口統計推估 (Perkiraan Statistik Jumlah Penduduk Tionghoa-Indonesia Tahun 2006)" (PDF). Overseas Compatriot Affairs Commission, R.O.C (Taiwan). Diakses tanggal 2010-05-10. 本會以人口增加率1.38%估計,2006 年印尼華人人口約有767 萬人,約占印尼總人口的3.4%,尚屬合理。
  14. ^ Kesalahan pengutipan: Tag <ref> tidak sah; tidak ditemukan teks untuk ref bernama Poston and Wong
  15. ^ Setiono, Benny G. "Tionghoa Dalam Pusaran Politik", hal. 167, Transmedia
  16. ^ Fadillah, Arie Sunaryo,Danny Adriadhi Utama ,Ramadhian; Fadillah, Ramadhian; Sunaryo, Arie (24 Januarin 2020). Pratomo, Angga Yudha (ed.). "Geger Pecinan, Saat Laskar Tionghoa-Jawa Bersatu Melawan VOC". Merdeka.com. Diakses tanggal 15 Januari 2022. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
  17. ^ http://home.iae.nl/users/arcengel/NedIndie/chinezenengels.htm
  18. ^ "Salinan arsip". Diarsipkan dari asli tanggal 2007-09-28. Diakses tanggal 2006-11-13.
  19. ^ Teniwut, Meilani (2023-01-13). "Model Baju Changsan untuk Perayaan Imlek Tahun 2023". mediaindonesia.com. Diakses tanggal 2023-01-15.
  20. ^ Indonesia, INI BARU (ALE/SA) (2018-02-16). "Barongsai di Indonesia, Dulu dan Kini". INI BARU Indonesia. Inibaru.id. Diarsipkan dari asli tanggal 2020-11-20.

Bibliografi

[sunting | sunting sumber]

Sumber tersier

[sunting | sunting sumber]

Sumber sekunder

[sunting | sunting sumber]

Sumber primer

[sunting | sunting sumber]

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]