Lompat ke isi

Kunut: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
kTidak ada ringkasan suntingan
k →‎Hukum: membetulkan ejaan
 
(58 revisi perantara oleh 31 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{Islam}}
'''Kunut''' adalah [[doa]] yang diucapkan sambil berdiri tegak dalam ibadah [[Islam]], [[salat]] yang hukumnya [[sunnah]].

Menurut sunnah Nabi Islam, [[Muhammad]], kunut dibacakan pada saat [[salat Witir]] dan salat lima waktu hanya dalam hal terjadi musibah yang menimpa umat Islam, seperti serangan musuh, bencana alam, dan lain-lain.

== Pengertian ==
== Pengertian ==
''Qunut'' ({{lang-ar|القنوت}}) bermakna "diam dalam ketaatan" atau "berdiri lama" dalam [[bahasa Arab Klasik]]. Kata ''duʿā''' ({{lang-ar|دعاء}}) berarti "doa".


Secara etimologi kata Qunut (الْقُنُوْتُ) berasal dari bahasa arab yang meimiliki beberapa makna diantaranya berdiri lama, diam, selalu taat, tunduk, doa dan khusu. Sedangkan secara istilah qunut adalah doa yang di baca seorang muslim dalam sholat.
Kunut juga dapat berarti "[[berdiri]] lama", "diam", "taat", "tunduk", atau "khusyuk". Sedangkan secara istilah, kunut adalah doa yang dibaca seorang [[muslim]] dalam [[salat]].


== Hukum ==
== Hukum ==
Para ulama sepakat bahwa disunnahkan doa kunut sebelum [[rukuk]], atau setelah [[Berdiri dalam salat|iktidal]]. Dari Humaid: "Aku bertanya kepada Anas bin Malik: 'Apakah kunut itu sebelum atau sesudah rukuk?' Ia berkata: 'Kami boleh melakukannya sebelum maupun sesudahnya."<ref>{{Cite book|last=Ayyub|first=Hasan|date=2007|url=https://www.worldcat.org/oclc/956910316|title=Panduan beribadah khusus pria : menjalankan ibadah sesuai tuntunan al-Qur'an dan as-Sunnah|location=Jakarta Timur|publisher=Penerbit Almahira|isbn=978-979-25-8217-8|pages=257|others=Hasan Ayyub, M. Abdul Ghoffar|oclc=956910316|url-status=live}}</ref> [[Hadis]] ini diriwayatkan oleh [[Ibnu Majah]] dan Muhammad bin Nasr. Dalam [[Fath al-Bari|''Fath al-Bari'']], [[Ibnu Hajar al-'Asqalani]] menetapkan sanad riwayat ini ''shahih''.{{citation needed|date=December 2021}}


Kelompok [[Ibadi]] menolak penggunaan doa kunut.<ref>{{Cite book|last=Hoffman|first=Valerie J.|date=2012|url=https://www.worldcat.org/oclc/809317476|title=The essentials of Ibadi Islam|location=Syracuse, N.Y.|publisher=Syracuse University Press|isbn=978-0-8156-5084-3|pages=43|oclc=809317476|url-status=live}}</ref> Sementara itu, doa yang seperti itu dibaca pada setiap salat fardu penganut [[Syiah Dua Belas Imam]].<ref>{{Cite book|last=Shihab|first=Moh. Quraish|date=2014|url=https://www.worldcat.org/oclc/986240405|title=Sunnah-Syiah bergandengan tangan! mungkinkah? : kajian atas konsep ajaran dan pemikiran|location=Ciputat, Tangerang|isbn=978-602-7720-23-7|edition=Edisi revisi|pages=248|oclc=986240405|author-link=Muhammad Quraish Shihab|url-status=live}}</ref>
Terdapat 3 perbedaan pendapat para ulama

'''Pendapat pertama''': Qunut subuh di sunnahkan dibaca secara terus menerus<ref>مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا “Terus-menerus Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam qunut pada sholat Shubuh sampai beliau meninggalkan dunia”. Dikeluarkan oleh ‘Abdurrozzaq dalam Al Mushonnaf 3/110 no.4964, Ahmad 3/162, Ath-Thohawy dalam Syarah Ma’ani Al Atsar 1/244, Ibnu Syahin dalam Nasikhul Hadits Wamansukhih no.220, Al-Hakim dalam kitab Al-Arba’in sebagaimana dalam Nashbur Royah 2/132, Al-Baihaqy 2/201 dan dalam Ash-Shugro 1/273, Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah 3/123-124 no.639, Ad-Daruquthny dalam Sunannya 2/39, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtaroh 6/129-130 no.2127, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.689-690 dan dalam Al-‘Ilal Al-Mutanahiyah no.753 dan Al-Khatib Al-Baghdady dalam Mudhih Auwan Al Jama’ wat Tafriq 2/255 dan dalam kitab Al-Qunut sebagaimana dalam At-Tahqiq 1/463.</ref>. Ulama yang berpendapat demikian adalah Malik, Ibnu Abi Laila, Al-Hasan bin Sholih dan Imam Syafi’iy

'''Pendapat kedua''': Qunut subuh tidak di syariatkan karena sudah ''mansukh'' atau terhapus hukumnya<ref>Mereka berdalilkan dengan hadits Abu Hurairah riwayat Bukhary-Muslim : كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ حِيْنَ يَفْرَغُ مِنْ صَلاَةِ الفَجْرِ مِنَ الْقِرَاءَةِ وَيُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ رَأْسَهُ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ يَقُوْلُ وَهُوَ قَائِمٌ اَللَّهُمَّ أَنْجِ اَلْوَلِيْدَ بْنَ الْوَلِيْدِ وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِيْ رَبِيْعَةَ وَالْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الْمُُؤْمِنِيْنَ اَللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ كَسِنِيْ يُوْسُفَ اَللَّهُمَّ الْعَنْ لِحْيَانَ وَرِعْلاً وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ عَصَتِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ ثُمَّ بَلَغَنَا أَنَهُ تَرَكَ ذَلِكَ لَمَّا أَنْزَلَ : (( لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُوْنَ )) “Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam ketika selesai membaca (surat dari rakaat kedua) di shalat Fajr dan kemudian bertakbir dan mengangkat kepalanya (I’tidal) berkata : “Sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu, lalu beliau berdoa dalaam keadaan berdiri. “Ya Allah selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam, ‘Ayyasy bin Abi Rabi’ah dan orang-orang yang lemah dari kaum mu`minin. Ya Allah keraskanlah pijakan-Mu (adzab-Mu) atas kabilah Mudhar dan jadianlah atas mereka tahun-tahun (kelaparan) seperti tahun-tahun (kelaparan yang pernah terjadi pada masa) Nabi Yusuf. Wahai Allah, laknatlah kabilah Lihyan, Ri’lu, Dzakwan dan ‘Ashiyah yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian sampai kepada kami bahwa beliau meningalkannya tatkala telah turun ayat : “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim”. (HSR.Bukhary-Muslim)</ref>. Ulama yang berpendapat demikian adalah Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsaury dan lain-lainnya dari ulama Kufah

'''Pendapat ketiga''': Membaca qunut pada sholat subuh tidaklah di syariatkan kecuali membaca qunut nazilah maka boleh membaca qunut nazilah dalam sholat subuh dan sholat lainnya<ref>Hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja’i قُلْتُ لأَبِيْ : “يَا أَبَتِ إِنَّكَ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وآله وسلم وَأَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيَ رَضِيَ الله عَنْهُمْ هَهُنَا وَبِالْكُوْفَةِ خَمْسَ سِنِيْنَ فَكَانُوْا بَقْنُتُوْنَ فيِ الفَجْرِ” فَقَالَ : “أَيْ بَنِيْ مُحْدَثٌ”. “Saya bertanya kepada ayahku : “Wahai ayahku, engkau sholat di belakang Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan di belakang Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali radhiyallahu ‘anhum di sini dan di Kufah selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut pada sholat subuh ?”. Maka dia menjawab : “Wahai anakku hal tersebut (qunut subuh) adalah perkara baru (bid’ah)”. Dikeluarkan oleh Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i no.1080 dan dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242, Ahmad 3/472 dan 6/394, Ath-Thoyalisy no.1328, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/101 no.6961, Ath-Thohawy 1/249, Ath-Thobarany 8/no.8177-8179, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no.1989, Baihaqy 2/213, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 8/97-98, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.677-678 dan Al-Mizzy dalam Tahdzibul Kamal dan dishohihkan oleh syeikh Al-Albany dalam Irwa`ul Gholil no.435 dan syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad mimma laisa fi Ash-Shohihain.</ref>. Ulama yag berpendapat demikian adalah Imam Ahmad, Al-Laits bin Sa’d, Yahya bin Yahya Al-Laitsy.

== Pembagian qunut ==

Terdapat 2 macam qunut ditinjau dari bacaannya yaitu:

1. Qunut Subuh

Qunut yang di baca dalam sholat subuh pada i'tidal rakaat akhir.


2. Qunut Nazilah

Qunut yang di baca selain pada sholat subuh namun bisa juga di baca pada sholat subuh, makna dari doa qunut nazilah lebih kepada meminta perlindungan dari marabahaya.

== Lafadz Doa qunut ==
1. Qunut Subuh


اَللّٰهُمَّ اهْدِنِىْ فِيْمَنْ هَدَيْتَ وَعَافِنِي فِيْمَنْ عَافَيْتَ وَتَوَلَّنِىْ فِيْمَنْ تَوَلَّيْتَ وَبَارِكْ لِىْ فِيْمَا اَعْطَيْتَ وَقِنِيْ شَرَّمَا قََضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِىْ وَلاَ يُقْضَى عَلَيْكَ وَإِ نَّهُ لاَ يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ وَلاَ يَعِزُّ مَنْ عَادَيَْتَ تَبَارَكْت رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ فَلَكَ الْحَمْدُ عَلَى مَا قَضَيْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ وَصَلَّى اللّ عَلَى سَيِّدَنَا مُحَمَّدٍ النَّبِيِّ اْلاُمِّيِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّم

"Allaahumahdinii fiiman hadait, Wa aafinii fiiman aafait, Watawallani fiimantawallait, Wabaariklii fiimaaa toit, Waqini birahmatika syaramaa qadhait, Fainnakataqdhi walayuqdha alaik, Wainnahu layadzillu mawwalait, Walaya idzuman aadait, Tabarak tarabannaa wata aalait, Falakal hamdu alamaa qadhait, Astagfiruka wa atuubu ilaik, Washallalloohu ala sayyidinaa muhammadin nabiyyil ummiyyi wa ala aalihi washahbihi wabaarik wasallam"


Dalam [[Sunni]], doa kunut untuk [[Salat Subuh]] memiliki tiga perbedaan pendapat para ulama:
Artinya:
Ya Allah semoga Engkau memberikan petunjuk kepadaku dengan orang yang telah Engkau berikan petunjuk, Dan semoga Engkau memberikan keselamatan kepadaku dengan orang yang telah Engkau berikan keselamatan, Dan semoga Engkau memberikan pertolongan kepadaku dengan orang yang telah Engkau berikan pertolongan, Dan semoga Engkau memberikan berkah kepadaku dari hal yang telah Engkau tetapkan, Dan semoga Engkau memeriksa kami dari rahmat-Mu dari keburukan yang telah Engkau tetapkan, Dan sesungguhnya Engkaulah yang Maha Menghukumi dan tidak ada yang bisa menghukummu, Dan sesungguhnya Engkau tidak bisa hina, orang yang Engkau sayang, Dengan tidak memuliakan orang yang di musuhi oleh-Mu, Dan Mahatinggi Allah maka tetap segala puji bagi-Mu, Oleh hal yang sudah Engkau hukum, aku memohon pengampunan dan taubat kepada-Mu, Dan semoga Engkau menambahkan rahmatnya kepada gusti kita nabi muhammad yang menjadi nabi, Dan semua umat Nabi Muhammad dan para sahabatnya, Semoga Allah menambahkan keberkahan dan keselamatan.


* Pendapat pertama: Kunut subuh disunnahkan dibaca secara terus-menerus.<ref>مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا “Terus-menerus [[Rasulullah]] shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam qunut pada sholat Shubuh sampai beliau meninggalkan dunia”. Dikeluarkan oleh ‘Abdurrozzaq dalam Al Mushonnaf 3/110 no.4964, Ahmad 3/162, Ath-Thohawy dalam Syarah Ma’ani Al Atsar 1/244, Ibnu Syahin dalam Nasikhul Hadits Wamansukhih no.220, Al-Hakim dalam kitab Al-Arba’in sebagaimana dalam Nashbur Royah 2/132, Al-Baihaqy 2/201 dan dalam Ash-Shugro 1/273, Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah 3/123-124 no.639, Ad-Daruquthny dalam Sunannya 2/39, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtaroh 6/129-130 no.2127, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.689-690 dan dalam Al-‘Ilal Al-Mutanahiyah no.753 dan Al-Khatib Al-Baghdady dalam Mudhih Auwan Al Jama’ wat Tafriq 2/255 dan dalam kitab Al-Qunut sebagaimana dalam At-Tahqiq 1/463.</ref> Ulama yang berpendapat demikian adalah Malik, Ibnu Abi Laila, Al-Hasan bin Shalih, dan [[Imam Syafi’i]].
2.Qunut Nazilah
*Pendapat kedua: Kunut subuh tidak disyariatkan karena sudah ''mansukh'' atau terhapus hukumnya.<ref name=":0">Mereka berdalilkan dengan hadits [[Abu Hurairah]] riwayat [[Bukhari]]-[[Imam Muslim|Muslim]]: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ حِيْنَ يَفْرَغُ مِنْ صَلاَةِ الفَجْرِ مِنَ الْقِرَاءَةِ وَيُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ رَأْسَهُ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ يَقُوْلُ وَهُوَ قَائِمٌ اَللَّهُمَّ أَنْجِ اَلْوَلِيْدَ بْنَ الْوَلِيْدِ وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِيْ رَبِيْعَةَ وَالْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الْمُُؤْمِنِيْنَ اَللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ كَسِنِيْ يُوْسُفَ اَللَّهُمَّ الْعَنْ لِحْيَانَ وَرِعْلاً وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ عَصَتِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ ثُمَّ بَلَغَنَا أَنَهُ تَرَكَ ذَلِكَ لَمَّا أَنْزَلَ: (( لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُوْنَ )) “Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam ketika selesai membaca (surat dari rakaat kedua) di shalat Fajr dan kemudian bertakbir dan mengangkat kepalanya (I’tidal) berkata: “Sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu, lalu beliau berdoa dalaam keadaan berdiri. “Ya Allah selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam, ‘Ayyasy bin Abi Rabi’ah dan orang-orang yang lemah dari kaum mu`minin. Ya Allah keraskanlah pijakan-Mu (adzab-Mu) atas kabilah Mudhar dan jadianlah atas mereka tahun-tahun (kelaparan) seperti tahun-tahun (kelaparan yang pernah terjadi pada masa) [[Nabi]] [[Yusuf]]. Wahai Allah, laknatlah kabilah Lihyan, Ri’lu, Dzakwan dan ‘Ashiyah yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian sampai kepada kami bahwa beliau meninggalkannya tatkala telah turun ayat: “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim”. (HSR.Bukhary-Muslim)</ref> Ulama yang berpendapat demikian adalah [[Abu Hanifah]], [[Sufyan Ats-Tsauri]], dan lain-lainnya dari [[ulama]] [[Kufah]].
*Pendapat ketiga: Membaca kunut pada salat subuh tidaklah disyariatkan kecuali membaca kunut nazilah maka boleh membaca kunut nazilah dalam salat subuh dan salat lainnya.<ref>Hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja’i قُلْتُ لأَبِيْ: “يَا أَبَتِ إِنَّكَ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وآله وسلم وَأَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيَ رَضِيَ الله عَنْهُمْ هَهُنَا وَبِالْكُوْفَةِ خَمْسَ سِنِيْنَ فَكَانُوْا بَقْنُتُوْنَ فيِ الفَجْرِ” فَقَالَ: “أَيْ بَنِيْ مُحْدَثٌ”. “Saya bertanya kepada ayahku: “Wahai ayahku, engkau sholat di belakang Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan di belakang [[Abu Bakar]], ‘[[Umar]], ‘[[Utsman]] dan ‘[[Ali]] radhiyallahu ‘anhum di sini dan di Kufah selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut pada sholat subuh ?”. Maka dia menjawab: “Wahai anakku hal tersebut (qunut subuh) adalah perkara baru (bid’ah)”. Dikeluarkan oleh Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i no.1080 dan dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242, Ahmad 3/472 dan 6/394, Ath-Thoyalisy no.1328, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/101 no.6961, Ath-Thohawy 1/249, Ath-Thobarany 8/no.8177-8179, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no.1989, Baihaqy 2/213, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 8/97-98, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.677-678 dan Al-Mizzy dalam Tahdzibul Kamal dan dishohihkan oleh syeikh Al-Albany dalam Irwa`ul Gholil no.435 dan syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad mimma laisa fi Ash-Shohihain.</ref> Ulama yang berpendapat demikian adalah [[Imam Ahmad]], Al-Laits bin Sa’d, dan Yahya bin Yahya Al-Laitsy.


== Teks ==
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَأَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِهِمْ وَانْصُرْهُمْ عَلَى عَدُوِّكَ وَعَدُوِّهِمْ ,اَللَّهُمَّ الْعَنْ كَفَرَةَ أَهْلَ الْكِتَابِ الَّذِيْنَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيْلِكَ وَيُكَذِّبُونَ رُسُلَكَ وَيُقَاتِلُونَ أَوْلِيَائَكَ, اَللَّهُمَّ خَالِفْ بَيْنَ كَلِمِهِمْ وَزَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ وَأَنْزِلْ بِهِمْ بَأْسَكَ الَّذِيْ لاَ تَرُدُّهُ عَنِ الْقَوْمِ الْمُجْرِمِيْنَ


=== Kunut witir/subuh ===
“Allahummaghfir lanaa walilmu’miniina walmu’minaati walmuslimiina walmuslimaati walif baina quluubihim wa aslih dzata bainihim wanashurhum ‘alaa adzuwwika wa’adzuwihim”. “Allahummal’an kafarata ahlal kitaabi alladzina yashudduna ‘an sabiilika wayukadzibuuna rusulaka wayuqootiluuna auliyaaika”.
{{blockquote|{{lang|ar|اللهم اهدني فيمن هديت ، وعافني فيمن عافيت ، وتولني فيمن توليت ، وبارك لي فيما أعطيت ، وقني شر ما قضيت ، فإنك تقضي ولا يقضى عليك ، إنه لا يذل من واليت ، ولا يعز من عاديت ، تباركت ربنا وتعاليت}}
“Allahumma kholiif baina kalimihim wazalzil iqdaamahum wainzil bihim ba sakallladzii latarudduhuu ‘anilqaumil mujrimiin”
''{{transliteration|ar|Allāhumma-hdinī fīman hadait, wa ʻāfinī fīman ʻāfait, wa tawallanī fīman tawallait, wa bārik-lī fīmā aʻṭait, wa qinī syarra mā qaḍait, fa innaka taqḍi wa-lā yuqḍá ʻalaik{{sup|a}}, innahu lā yażillu man wālait, wa-lā yaʻizzu man ʻādait, tabārakta Rabbanā wa taʻālait.}}''
<br/>
“Ya Allah! Berilah petunjuk kepadaku dengan orang yang telah Engkau berikan petunjuk, berilah keselamatan kepadaku dengan orang yang telah Engkau berikan keselamatan, berilah pertolongan kepadaku dengan orang yang telah Engkau berikan pertolongan, berilah berkah kepadaku dari hal yang telah Engkau tetapkan, lindungilah kami dari keburukan yang telah Engkau tetapkan, dan sesungguhnya Engkaulah yang Maha Menghukumi dan tidak diputuskan kepadaku, dan sungguh Engkau tidak bisa menghina orang yang Engkau jaga dan Engkau tolong, dan tidaklah mulia orang yang Engkau musuhi. Engkau Maha Suci, Maha Tinggi."<ref>HR [[Ibnu Majah]], [[Abu Daud]], [[An-Nasa'i]], [[at-Tirmidzi]]: Diriwayatkan dari al-[[Hasan bin Ali]], dia berkata, Kakekku, Rasulullah ({{saw}}) mengajari kata-kata yang kuucapkan dalam kunut Witir. Shahih menurut [[Nashiruddin al-Albani]].</ref>|author=|title=|source=}}


=== Kunut nazilah ===
"Ya Allah! Ampunilah kami, kaum mukminin dan mukminat, muslimin dan muslimat. Persatukanlah hati mereka. Perbaikilah hubungan di antara mereka dan menangkanlah mereka atas musuh-Mu dan musuh mereka. Ya Allah! Laknatlah orang-orang kafir ahli kitab yang senantiasa menghalangi jalan-Mu, mendustakan rasul-rasul-Mu, dan memerangi wali-wali-Mu. Ya Allah! Cerai-beraikanlah persatuan dan kesatuan mereka. Goyahkanlah langkah-langkah mereka, dan turunkanlah atas mereka siksa-Mu yang tidak akan Engkau jauhkan dari kaum yang berbuat jahat”
Kunut nazilah tidak memiliki teks yang bersifat khusus. Hal ini hanya dapat dilakukan pada salat lima waktu yang dilakukan dalam kondisi terjadi musibah yang menimpa umat Islam, seperti peperangan, bencana alam, dan lain-lain. Sebagai contoh, Nabi Muhammad menyebut nama penjahat perang yang pantas dilaknat.<ref name=":0" />


[[Ibnu Taimiyyah]] berkata:
== Referensi ==
{{blockquote|Kunut nazilah disyariatkan ketika terjadi musibah atau bencana. Mendoakan keselamatan orang-orang beriman dan memohon kehancuran atas orang-orang kafir ketika salat Subuh atau salat fardu lainnya. Seperti ini pula [[Umar bin Khattab]] melakukan kunut nazilah ketika memerangi orang-orang Nasrani yang dalam doanya itu ada kalimat, “Ya Allah, laknatlah keingkaran Ahli Kitab!”|author=Ibnu Taimiyyah|title=|source=''Majmu’ al-Fatawa,'' 22/270}}
{{reflist}}


== Pranala luar ==
== Catatan kaki ==
<nowiki/>{{reflist}}{{Salat}}
* [http://hafaldoa.blogspot.co.id/2017/04/doa-qunut-subuh.html doa qunut subuh]


[[Kategori:Bacaan salat]]
* [http://an-nashihah.com/?p=364 Hukum dan kedudukan qunut]

Revisi terkini sejak 17 April 2023 13.56

Kunut adalah doa yang diucapkan sambil berdiri tegak dalam ibadah Islam, salat yang hukumnya sunnah.

Menurut sunnah Nabi Islam, Muhammad, kunut dibacakan pada saat salat Witir dan salat lima waktu hanya dalam hal terjadi musibah yang menimpa umat Islam, seperti serangan musuh, bencana alam, dan lain-lain.

Pengertian

[sunting | sunting sumber]

Qunut (bahasa Arab: القنوت) bermakna "diam dalam ketaatan" atau "berdiri lama" dalam bahasa Arab Klasik. Kata duʿā' (bahasa Arab: دعاء) berarti "doa".

Kunut juga dapat berarti "berdiri lama", "diam", "taat", "tunduk", atau "khusyuk". Sedangkan secara istilah, kunut adalah doa yang dibaca seorang muslim dalam salat.

Para ulama sepakat bahwa disunnahkan doa kunut sebelum rukuk, atau setelah iktidal. Dari Humaid: "Aku bertanya kepada Anas bin Malik: 'Apakah kunut itu sebelum atau sesudah rukuk?' Ia berkata: 'Kami boleh melakukannya sebelum maupun sesudahnya."[1] Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Muhammad bin Nasr. Dalam Fath al-Bari, Ibnu Hajar al-'Asqalani menetapkan sanad riwayat ini shahih.[butuh rujukan]

Kelompok Ibadi menolak penggunaan doa kunut.[2] Sementara itu, doa yang seperti itu dibaca pada setiap salat fardu penganut Syiah Dua Belas Imam.[3]

Dalam Sunni, doa kunut untuk Salat Subuh memiliki tiga perbedaan pendapat para ulama:

  • Pendapat pertama: Kunut subuh disunnahkan dibaca secara terus-menerus.[4] Ulama yang berpendapat demikian adalah Malik, Ibnu Abi Laila, Al-Hasan bin Shalih, dan Imam Syafi’i.
  • Pendapat kedua: Kunut subuh tidak disyariatkan karena sudah mansukh atau terhapus hukumnya.[5] Ulama yang berpendapat demikian adalah Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsauri, dan lain-lainnya dari ulama Kufah.
  • Pendapat ketiga: Membaca kunut pada salat subuh tidaklah disyariatkan kecuali membaca kunut nazilah maka boleh membaca kunut nazilah dalam salat subuh dan salat lainnya.[6] Ulama yang berpendapat demikian adalah Imam Ahmad, Al-Laits bin Sa’d, dan Yahya bin Yahya Al-Laitsy.

Kunut witir/subuh

[sunting | sunting sumber]

اللهم اهدني فيمن هديت ، وعافني فيمن عافيت ، وتولني فيمن توليت ، وبارك لي فيما أعطيت ، وقني شر ما قضيت ، فإنك تقضي ولا يقضى عليك ، إنه لا يذل من واليت ، ولا يعز من عاديت ، تباركت ربنا وتعاليت

Allāhumma-hdinī fīman hadait, wa ʻāfinī fīman ʻāfait, wa tawallanī fīman tawallait, wa bārik-lī fīmā aʻṭait, wa qinī syarra mā qaḍait, fa innaka taqḍi wa-lā yuqḍá ʻalaika, innahu lā yażillu man wālait, wa-lā yaʻizzu man ʻādait, tabārakta Rabbanā wa taʻālait.

“Ya Allah! Berilah petunjuk kepadaku dengan orang yang telah Engkau berikan petunjuk, berilah keselamatan kepadaku dengan orang yang telah Engkau berikan keselamatan, berilah pertolongan kepadaku dengan orang yang telah Engkau berikan pertolongan, berilah berkah kepadaku dari hal yang telah Engkau tetapkan, lindungilah kami dari keburukan yang telah Engkau tetapkan, dan sesungguhnya Engkaulah yang Maha Menghukumi dan tidak diputuskan kepadaku, dan sungguh Engkau tidak bisa menghina orang yang Engkau jaga dan Engkau tolong, dan tidaklah mulia orang yang Engkau musuhi. Engkau Maha Suci, Maha Tinggi."[7]

Kunut nazilah

[sunting | sunting sumber]

Kunut nazilah tidak memiliki teks yang bersifat khusus. Hal ini hanya dapat dilakukan pada salat lima waktu yang dilakukan dalam kondisi terjadi musibah yang menimpa umat Islam, seperti peperangan, bencana alam, dan lain-lain. Sebagai contoh, Nabi Muhammad menyebut nama penjahat perang yang pantas dilaknat.[5]

Ibnu Taimiyyah berkata:

Kunut nazilah disyariatkan ketika terjadi musibah atau bencana. Mendoakan keselamatan orang-orang beriman dan memohon kehancuran atas orang-orang kafir ketika salat Subuh atau salat fardu lainnya. Seperti ini pula Umar bin Khattab melakukan kunut nazilah ketika memerangi orang-orang Nasrani yang dalam doanya itu ada kalimat, “Ya Allah, laknatlah keingkaran Ahli Kitab!”

— Ibnu Taimiyyah, Majmu’ al-Fatawa, 22/270

Catatan kaki

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Ayyub, Hasan (2007). Panduan beribadah khusus pria : menjalankan ibadah sesuai tuntunan al-Qur'an dan as-Sunnah. Hasan Ayyub, M. Abdul Ghoffar. Jakarta Timur: Penerbit Almahira. hlm. 257. ISBN 978-979-25-8217-8. OCLC 956910316. 
  2. ^ Hoffman, Valerie J. (2012). The essentials of Ibadi Islam. Syracuse, N.Y.: Syracuse University Press. hlm. 43. ISBN 978-0-8156-5084-3. OCLC 809317476. 
  3. ^ Shihab, Moh. Quraish (2014). Sunnah-Syiah bergandengan tangan! mungkinkah? : kajian atas konsep ajaran dan pemikiran (edisi ke-Edisi revisi). Ciputat, Tangerang. hlm. 248. ISBN 978-602-7720-23-7. OCLC 986240405. 
  4. ^ مَا زَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْنُتُ فِيْ صَلاَةِ الْغَدَاةِ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا “Terus-menerus Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam qunut pada sholat Shubuh sampai beliau meninggalkan dunia”. Dikeluarkan oleh ‘Abdurrozzaq dalam Al Mushonnaf 3/110 no.4964, Ahmad 3/162, Ath-Thohawy dalam Syarah Ma’ani Al Atsar 1/244, Ibnu Syahin dalam Nasikhul Hadits Wamansukhih no.220, Al-Hakim dalam kitab Al-Arba’in sebagaimana dalam Nashbur Royah 2/132, Al-Baihaqy 2/201 dan dalam Ash-Shugro 1/273, Al-Baghawy dalam Syarhus Sunnah 3/123-124 no.639, Ad-Daruquthny dalam Sunannya 2/39, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtaroh 6/129-130 no.2127, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.689-690 dan dalam Al-‘Ilal Al-Mutanahiyah no.753 dan Al-Khatib Al-Baghdady dalam Mudhih Auwan Al Jama’ wat Tafriq 2/255 dan dalam kitab Al-Qunut sebagaimana dalam At-Tahqiq 1/463.
  5. ^ a b Mereka berdalilkan dengan hadits Abu Hurairah riwayat Bukhari-Muslim: كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقُوْلُ حِيْنَ يَفْرَغُ مِنْ صَلاَةِ الفَجْرِ مِنَ الْقِرَاءَةِ وَيُكَبِّرُ وَيَرْفَعُ رَأْسَهُ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ثُمَّ يَقُوْلُ وَهُوَ قَائِمٌ اَللَّهُمَّ أَنْجِ اَلْوَلِيْدَ بْنَ الْوَلِيْدِ وَسَلَمَةَ بْنَ هِشَامٍ وَعَيَّاشَ بْنَ أَبِيْ رَبِيْعَةَ وَالْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الْمُُؤْمِنِيْنَ اَللَّهُمَّ اشْدُدْ وَطْأَتَكَ عَلَى مُضَرَ وَاجْعَلْهَا عَلَيْهِمْ كَسِنِيْ يُوْسُفَ اَللَّهُمَّ الْعَنْ لِحْيَانَ وَرِعْلاً وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ عَصَتِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ ثُمَّ بَلَغَنَا أَنَهُ تَرَكَ ذَلِكَ لَمَّا أَنْزَلَ: (( لَيْسَ لَكَ مِنَ الأَمْرِ شَيْءٌ أَوْ يَتُوْبَ عَلَيْهِمْ أَوْ يُعَذِّبَهُمْ فَإِنَّهُمْ ظَالِمُوْنَ )) “Adalah Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam ketika selesai membaca (surat dari rakaat kedua) di shalat Fajr dan kemudian bertakbir dan mengangkat kepalanya (I’tidal) berkata: “Sami’allahu liman hamidah rabbana walakal hamdu, lalu beliau berdoa dalaam keadaan berdiri. “Ya Allah selamatkanlah Al-Walid bin Al-Walid, Salamah bin Hisyam, ‘Ayyasy bin Abi Rabi’ah dan orang-orang yang lemah dari kaum mu`minin. Ya Allah keraskanlah pijakan-Mu (adzab-Mu) atas kabilah Mudhar dan jadianlah atas mereka tahun-tahun (kelaparan) seperti tahun-tahun (kelaparan yang pernah terjadi pada masa) Nabi Yusuf. Wahai Allah, laknatlah kabilah Lihyan, Ri’lu, Dzakwan dan ‘Ashiyah yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian sampai kepada kami bahwa beliau meninggalkannya tatkala telah turun ayat: “Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka, karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim”. (HSR.Bukhary-Muslim)
  6. ^ Hadits Sa’ad bin Thoriq bin Asyam Al-Asyja’i قُلْتُ لأَبِيْ: “يَا أَبَتِ إِنَّكَ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وآله وسلم وَأَبِيْ بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيَ رَضِيَ الله عَنْهُمْ هَهُنَا وَبِالْكُوْفَةِ خَمْسَ سِنِيْنَ فَكَانُوْا بَقْنُتُوْنَ فيِ الفَجْرِ” فَقَالَ: “أَيْ بَنِيْ مُحْدَثٌ”. “Saya bertanya kepada ayahku: “Wahai ayahku, engkau sholat di belakang Rasulullah shallallahu `alaihi wa alihi wa sallam dan di belakang Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman dan ‘Ali radhiyallahu ‘anhum di sini dan di Kufah selama 5 tahun, apakah mereka melakukan qunut pada sholat subuh ?”. Maka dia menjawab: “Wahai anakku hal tersebut (qunut subuh) adalah perkara baru (bid’ah)”. Dikeluarkan oleh Tirmidzy no. 402, An-Nasa`i no.1080 dan dalam Al-Kubro no.667, Ibnu Majah no.1242, Ahmad 3/472 dan 6/394, Ath-Thoyalisy no.1328, Ibnu Abi Syaibah dalam Al Mushonnaf 2/101 no.6961, Ath-Thohawy 1/249, Ath-Thobarany 8/no.8177-8179, Ibnu Hibban sebagaimana dalam Al-Ihsan no.1989, Baihaqy 2/213, Al-Maqdasy dalam Al-Mukhtarah 8/97-98, Ibnul Jauzy dalam At-Tahqiq no.677-678 dan Al-Mizzy dalam Tahdzibul Kamal dan dishohihkan oleh syeikh Al-Albany dalam Irwa`ul Gholil no.435 dan syeikh Muqbil dalam Ash-Shohih Al-Musnad mimma laisa fi Ash-Shohihain.
  7. ^ HR Ibnu Majah, Abu Daud, An-Nasa'i, at-Tirmidzi: Diriwayatkan dari al-Hasan bin Ali, dia berkata, Kakekku, Rasulullah (ﷺ) mengajari kata-kata yang kuucapkan dalam kunut Witir. Shahih menurut Nashiruddin al-Albani.