Lompat ke isi

Sejarah Nusantara: Perbedaan antara revisi

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Konten dihapus Konten ditambahkan
Taylorbot (bicara | kontrib)
perbaikan panggilan templat salah: "Cat main" -> "Main" | t=555 su=49 in=63 at=49 -- only 24 edits left of totally 74 possible edits | edr=000-0000 ovr=010-1111 aft=000-0000
 
(207 revisi perantara oleh 94 pengguna tidak ditampilkan)
Baris 1: Baris 1:
{{more footnotes}}
Istilah Sejarah Nusantara dalam tulisan ini dimaknai sebagai catatan mengenai rangkaian peristiwa yang terjadi di [[Kepulauan Indonesia]] sebelum berdirinya [[Republik Indonesia]].
{{Sejarah_Indonesia}}
{{Sejarah_Indonesia}}
'''Sejarah Nusantara''' dalam tulisan ini dimaknai sebagai catatan mengenai rangkaian peristiwa yang terjadi di [[Nusantara|kepulauan antara Benua Asia dan Benua Australia]] sebelum berdirinya [[Republik Indonesia]].


== Zaman pra-sejarah ==
== Latar belakang ==
Wilayah utama daratan Nusantara terbentuk dari dua ujung Superbenua [[Pangaea]] di Era [[Mesozoikum]] (250 juta tahun yang lalu), namun bagian dari [[lempeng benua]] yang berbeda. Dua bagian ini bergerak mendekat akibat pergerakan lempengnya, sehingga pada saat [[Zaman Es]] terakhir telah terbentuk selat besar di antara [[Paparan Sunda]] di barat dan [[Paparan Sahul]] di timur. [[Pulau Sulawesi]] dan pulau-pulau di sekitarnya mengisi ruang di antara dua bagian benua yang berseberangan. Kepulauan antara ini oleh para ahli biologi sekarang disebut sebagai [[Wallacea]], suatu kawasan yang memiliki distribusi fauna yang unik. Situasi geologi dan geografi ini berimplikasi pada aspek [[topografi]], [[iklim]], [[kesuburan tanah]], sebaran [[makhluk hidup]] (khususnya tumbuhan dan hewan), serta migrasi manusia di wilayah ini.
Migrasi [[manusia purba]] masuk ke wilayah Nusantara terjadi para rentang waktu antara 100.000 sampai 160.000 tahun yang lalu sebagai bagian dari migrasi manusia purba "out of Africa". Selanjutnya kira-kira 2000 tahun sebelum Masehi, perpindahan besar-besaran masuk ke kepulauan Nusantara (imigrasi) dilakukan oleh ras Austronesia dari Yunan dan mereka menjadi nenek moyang suku-suku di wilayah Nusantara bagian barat. Mereka datang dalam 2 gelombang kedatangan yaitu sekitar tahun 2.500 SM dan 1.500 SM.


Bagian pertemuan [[Lempeng Eurasia]] di barat, [[Lempeng Indo-Australia]] di selatan, dan [[Lempeng Pasifik]] di timur laut menjadi daerah [[gunung api|vulkanik]] aktif yang memberi kekayaan [[mineral]] bagi tanah di sekitarnya sehingga sangat baik bagi [[pertanian]], namun juga rawan [[gempa bumi]]. Pertemuan lempeng benua ini juga mengangkat sebagian dasar laut ke atas mengakibatkan adanya formasi perbukitan karst yang kaya [[gua]] di sejumlah tempat. Fosil-fosil hewan laut ditemukan di kawasan ini.
Bangsa nenek moyang ini telah memiliki peradaban yang cukup baik, mereka paham cara bertani yang lebih baik, ilmu pelayaran bahkan astronomi. Mereka juga sudah memiliki sistem tata pemerintahan sederhana serta memiliki pemimpin (raja kecil). Kedatangan imigran dari India pada abad-abad akhir [[Sebelum Masehi]] memperkenalkan kepada mereka sistem tata pemerintahan yang lebih maju (kerajaan). Tokoh [[Dewawarman]] adalah orang pertama yang memperkenalkan model tata pemerintahan yang lebih maju itu. Dewawarman melanjutkan dan memajukan wilayah kekuasaan tokoh [[Aki Tirem]].


Nusantara terletak di daerah [[tropika]], yang berarti memiliki laut hangat dan mendapat penyinaran cahaya matahari terus-menerus sepanjang tahun dengan intensitas tinggi. Situasi ini mendorong terbentuknya ekosistem yang kaya keanekaragaman makhluk hidup, baik tumbuhan maupun hewan. Lautnya hangat dan menjadi titik pertemuan dua samudera besar. Selat di antara dua bagian benua (Wallacea) merupakan bagian dari arus laut dari [[Samudra Hindia]] ke [[Samudera Pasifik]] yang kaya sumberdaya laut. [[Terumbu karang]] di wilayah ini merupakan tempat dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi. Kekayaan alam di darat dan laut mewarnai kultur awal masyarakat penghuninya. Banyak di antara penduduk asli yang hidup mengandalkan pada kekayaan laut dan membuat mereka memahami navigasi pelayaran dasar, dan kelak membantu dalam penghunian wilayah Pasifik ([[Oseania]]).
== Zaman pra-kolonial ==

Benua Australia dan perairan Samudera Hindia dan Pasifik di sisi lain memberikan faktor variasi iklim tahunan yang penting. Nusantara dipengaruhi oleh sistem muson dengan akibat banyak tempat yang mengalami perbedaan ketersediaan air dalam setahun. Sebagian besar wilayah mengenal musim kemarau dan musim penghujan. Bagi pelaut dikenal angin barat (terjadi pada musim penghujan) dan angin timur. Pada era perdagangan antarpulau yang mengandalkan kapal ber[[layar]], pola angin ini sangat penting dalam penjadwalan perdagangan.

Dari sudut persebaran makhluk hidup, wilayah ini merupakan titik pertemuan dua provinsi flora dan tipe fauna yang berbeda, sebagai akibat proses evolusi yang berjalan terpisah, namun kemudian bertemu. Wilayah bagian Paparan Sunda, yang selalu tidak jauh dari ekuator, memiliki fauna tipe Eurasia, sedangkan wilayah bagian Paparan Sahul di timur memiliki fauna tipe Australia. Kawasan Wallacea membentuk "jembatan" bagi percampuran dua tipe ini, namun karena agak terisolasi ia memiliki tipe yang khas. Hal ini disadari oleh sejumlah sarjana dari abad ke-19, seperti [[Alfred Wallace]], [[Max Carl Wilhelm Weber]], dan [[Richard Lydecker]]. Berbeda dengan fauna, sebaran flora (tumbuhan) di wilayah ini lebih tercampur, bahkan membentuk suatu provinsi flora yang khas, berbeda dari tipe di India dan Asia Timur maupun kawasan kering Australia, yang dinamakan oleh botaniwan sebagai [[Malesia]]. Migrasi manusia kemudian mendorong persebaran flora di daerah ini lebih jauh dan juga masuknya tumbuhan dan hewan asing dari daratan Eurasia, Amerika, dan Afrika pada masa sejarah.

== Zaman prasejarah ==
{{utama|Prasejarah Indonesia}}
Fosil-fosil ''[[Homo erectus]]'' yang ditemukan di beberapa tapak di Jawa menunjukkan kemungkinan kontinuitas populasi mulai dari 1,7 juta tahun ([[Sangiran]]) hingga 50.000 tahun yang lalu (Ngandong). Rentang waktu yang panjang menunjukkan perubahan fitur yang berakibat pada dua subspesies berbeda (''H. erectus paleojavanicus'' yang lebih tua daripada ''H. erectus soloensis''). Swisher (1996) mengajukan tesis bahwa hingga 50.000 tahun yang lalu mereka telah hidup sezaman dengan manusia modern ''[[Homo sapiens|H. sapiens]]''.<ref>Swisher, C.C., W.J. Rink, S.C. Anton, H.P. Schwarcz, G.H. Curtis, A. Suprijo, Widiasmoro. 1996. Latest Homo erectus of Java: Potential Contemporaneity with Homo sapiens in Southeast Asia. ''Science'' 274: 1870-1874
</ref>

Migrasi ''H. sapiens'' (manusia modern) masuk ke wilayah Nusantara diperkirakan terjadi pada rentang waktu antara 70 000 dan 60 000 tahun yang lalu. Masyarakat ber[[fenotipe]] Austrolomelanesoid, yang kelak menjadi moyang beberapa suku pribumi di [[Semenanjung Malaya]] ([[Semang]]), [[Filipina]] (Negrito), [[Aborigin]] [[Australia]], [[Papua]], dan [[Melanesia]], memasuki kawasan Paparan Sunda. Mereka kemudian bergerak ke timur. Gua Niah di [[Sarawak]] memiliki sisa kerangka tertua yang mewakili masyarakat ini (berumur sekitar 60 sampai 50 ribu tahun). Sisa-sisa tengkorak ditemukan pula di gua-gua daerah karst di Jawa ([[Pegunungan Sewu]]). Mereka adalah pendukung kultur Paleolitikum yang belum mengenal budidaya tanaman atau beternak dan hidup meramu (''hunt and gathering'').

Penemuan seri kerangka makhluk mirip manusia di [[Liang Bua]], [[Pulau Flores]], membuka kemungkinan adanya spesies [[hominid]] ketiga, yang saat ini dikenal sebagai ''[[H. floresiensis]]''.

Selanjutnya kira-kira 2500 tahun sebelum Masehi, terjadi migrasi oleh penutur [[rumpun bahasa Austronesia|bahasa Austronesia]] dari [[Taiwan]] ke Filipina, kemudian ke selatan dan Indonesia, dan ke timur ke Pasifik. Mereka adalah nenek moyang suku-suku di wilayah Nusantara.

Orang Austronesia ini paham cara bertani, ilmu pelayaran bahkan astronomi. Mereka juga sudah memiliki sistem tata pemerintahan sederhana serta memiliki pemimpin (raja kecil). Kedatangan imigran dari India pada abad-abad akhir [[Sebelum Masehi]] memperkenalkan kepada mereka sistem tata pemerintahan yang lebih maju (kerajaan).

== Periode protosejarah ==
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Basreliëf Boroboedoer. TMnr 60002312.jpg|jmpl|200px|Bas-relief (relief dalam) pada [[Candi Borobudur]], menunjukkan kapal/perahu bercadik khas Nusantara yang digunakan pedagang dari wilayah ini. Perhatikan pula arsitektur rumah panggung di sisi kiri, yang banyak dijumpai di berbagai tempat di Nusantara.]]
Kontak dengan dunia luar diketahui dari catatan-catatan yang ditulis orang [[Tiongkok]]. Dari sana diketahui bahwa telah terdapat masyarakat yang berdagang dengan mereka. Objek perdagangan terutama adalah hasil hutan atau kebun, seperti berbagai [[rempah-rempah]], seperti [[lada]], [[gaharu]], [[cendana]], [[pala]], [[kemenyan]], serta [[gambir]], dan juga [[emas]] dan [[perak]]. Titik-titik perdagangan telah tumbuh, dipimpin oleh semacam penguasa yang dipilih oleh warga atau diwarisi secara turun-temurun. Catatan Tiongkok menyebutkan bahwa pada abad-abad pertama masehi diketahui ada masyarakat beragama [[Buddhisme|Buddha]], [[Hindu]], serta [[animisme]]. Temuan-temuan [[arkeologi]] dari beberapa ratus tahun sebelum masehi hingga periode Hindu-Buddha menunjukkan masih meluasnya budaya [[Megalitikum]], bersamaan dengan budaya [[Masa Perundagian|Perundagian]]. Catatan [[Bangsa Arab|Arab]] menyebutkan pedagang-pedagang dari timur berlayar hingga pantai timur Afrika. Peta [[Ptolemeus]], penduduk [[Aleksandria]], menuliskan ''Chersonesos aurea'' ("Semenanjung Emas") untuk wilayah yang kemungkinan adalah [[Semenanjung Malaya]] atau Pulau Sumatra.


=== Kerajaan Hindu/Buddha ===
=== Kerajaan Hindu/Buddha ===
{{main|Sejarah Nusantara pada era kerajaan Hindu-Buddha}}
{{col-begin}}
{{col-begin}}
{{col-3}}
{{col|3}}
* [[Kerajaan Salakanagara]]
* [[Kerajaan Tarumanagara]]
* [[Kerajaan Tarumanagara]]
* [[Kerajaan Kutai]]
* [[Kerajaan Kutai]]
* [[Kerajaan Sriwijaya]]
* [[Kerajaan Sriwijaya]]
* [[Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh]]
* [[Kerajaan Sunda|Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh]]
* [[Kerajaan Kalingga]]
* [[Kerajaan Kalingga]]
* [[Kerajaan Keritang]]
* [[Kerajaan Medang]] (Mataram Kuno)
* [[Kerajaan Mataram (Mataram Kuno)]]
* [[Kerajaan Medang]]
* [[Kerajaan Kahuripan]]
{{col-3}}
* [[Kerajaan Kediri]]
* [[Kerajaan Kanjuruhan]]
* [[Kerajaan Kanjuruhan]]
* [[Kerajaan Kahuripan]]
* [[Kerajaan Panjalu]] (Kadiri)
* [[Kerajaan Janggala]]
* [[Kerajaan Janggala]]
* [[Kerajaan Singasari]]
* [[Kerajaan Singhasari]]
* [[Kerajaan Majapahit]]
* [[Kerajaan Majapahit]]
* [[Kerajaan Dharmasraya]]
* [[Kerajaan Dharmasraya]]
* [[Sekala Brak|Kerajaan Sekala Brak]]
* [[Kerajaan Pajajaran]]
* [[Kerajaan Pajajaran]]
* [[Kerajaan Blambangan]]
* [[Kerajaan Blambangan]]
* [[Kerajaan Sailendra]]
* [[Kerajaan Klungkung]]
* [[Kerajaan Sanjaya]]
* [[Kerajaan Negara Daha]]
{{col-3}}
* [[Kerajaan Isyana]]
* [[Kerajaan Negara Daha]]
* [[Kerajaan Negara Dipa]]
* [[Kerajaan Negara Dipa]]
* [[Kerajaan Tanjung Puri]]
* [[Kerajaan Tanjung Puri]]
Baris 41: Baris 58:
* [[Kerajaan Kuripan]]
* [[Kerajaan Kuripan]]
* [[Kerajaan Tulang Bawang]]
* [[Kerajaan Tulang Bawang]]
* [[Kerajaan Aru]]
* [[Kerajaan Mengwi]]
{{col-end}}
{{col-end}}


=== Kerajaan Islam ===
=== Kerajaan Islam ===
{{main|Sejarah Nusantara pada era kerajaan Islam}}
{{col-begin}}
{{col-3}}
{{col|3}}
* [[Kepaksian Sekala Brak]]
* [[Kesultanan Aceh]]
* [[Kesultanan Aceh]]
* [[Kesultanan Asahan]]
* [[Kesultanan Asahan]]
Baris 52: Baris 70:
* [[Kerajaan Batin Enam Suku]]
* [[Kerajaan Batin Enam Suku]]
* [[Kerajaan Indragiri]]
* [[Kerajaan Indragiri]]
* [[Kesultanan Melayu Melaka]]
* [[Kesultanan Banten]]
* [[Kesultanan Banten]]
* [[Kesultanan Bima]]
* [[Kesultanan Bima]]
Baris 60: Baris 79:
* [[Kesultanan Deli]]
* [[Kesultanan Deli]]
* [[Kesultanan Dompu]]
* [[Kesultanan Dompu]]
{{col-3}}
* [[Kesultanan Demak]]
* [[Kesultanan Demak]]
* [[Kerajaan Djipang]]
* [[Kesultanan Kalinyamat]]
* [[Kesultanan Gowa]]
* [[Kesultanan Gowa]]
* [[Kesultanan Jambi]]
* [[Kesultanan Jambi]]
Baris 71: Baris 91:
* [[Kesultanan Kartasura]]
* [[Kesultanan Kartasura]]
* [[Kesultanan Pagaruyung]]
* [[Kesultanan Pagaruyung]]
* [[Kesultanan Inderapura]]
* [[Kerajaan Sungai Pagu]]
* [[Kesultanan Palembang]]
* [[Kesultanan Palembang]]
* [[Kesultanan Pontianak]]
* [[Kesultanan Pontianak]]
* [[Kesultanan Samawa]]
* [[Kesultanan Samawa]]
* [[Kesultanan Sambas]]
* [[Kesultanan Sambas]]
* [[Kesultanan Serdang]]
{{col-3}}
* [[Kesultanan Serdang]]
* [[Kesultanan Siak Sri Inderapura]]
* [[Kesultanan Siak Sri Inderapura]]
* [[Kerajaan Tanjungpura]]
* [[Kerajaan Tanjungpura]]
* [[Kerajaan Iha]]
* [[Kerajaan Tanah Hitu]]
* [[Kesultanan Ternate]]
* [[Kesultanan Ternate]]
* [[Kesultanan Tidore]]
* [[Kesultanan Tidore]]
* [[Kesultanan Buton]]
* [[Kerajaan Sumedang Larang]]
* [[Kerajaan Sumedang Larang]]
* [[Kasunanan Surakarta]]
* [[Kasunanan Surakarta]]
* [[Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat|Kasultanan Yogyakarta]]
* [[Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat|Kasultanan Yogyakarta]]
* [[Praja Mangkunagaran|Mangkunagaran]]
* [[Praja Mangkunagaran|Praja Mangkunegaran]]
* [[Kadipaten Paku Alaman]]
* [[Kadipaten Paku Alaman]]
* [[Kesultanan Malaka]]
* [[Kerajaan Pasai]]
* [[Kerajaan Pasai]]
* [[Kesultanan Banjarmasin]]
* [[Kesultanan Banjarmasin]]
* [[Kerajaan Linge]]
* [[Kesultanan Perlak]]
* [[Kesultanan Perlak]]
* [[Kesultanan Pasir]]
* [[Kesultanan Paser]]
* [[Kesultanan Kotawaringin]]
* [[Kesultanan Kotawaringin]]
* [[Kerajaan Pagatan]]
* [[Kerajaan Pagatan]]
* [[Kerajaan Tidung]]
* [[Kerajaan Tidung]]
* [[Kerajaan Sambaliung]]
* [[Kesultanan Sambaliung]]
* [[Kerajaan Gunung Tabur]]
* [[Kesultanan Gunung Tabur]]
* [[Kesultanan Mempawah]]
* [[Kesultanan Mempawah]]
* [[Kesultanan Kubu]]
* [[Kesultanan Kubu]]
* [[Sekala Brak|Kerajaan Sekala Brak]]
{{EndDiv}}


== Zaman kolonial ==
{{col-end}}
=== Kedatangan Portugis ===
{{main|Kolonialisme Portugis di Indonesia}}
Keahlian bangsa Portugis dalam navigasi, pembuatan kapal dan persenjataan memungkinkan mereka untuk melakukan ekspedisi eksplorasi dan ekspansi. Dimulai dengan ekspedisi eksplorasi yang dikirim dari [[Malaka]] yang baru ditaklukkan dalam tahun 1512, bangsa Portugis merupakan bangsa Eropa pertama yang tiba di kepulauan yang sekarang menjadi Indonesia, dan mencoba untuk menguasai sumber rempah-rempah yang berharga <ref name="RICKLEFSp24">{{cite book|last=Ricklefs|first=M.C|title=A History of Modern Indonesia Since c.1300, second edition|publisher=MacMillan|date=1993|location=London|pages=p.22–24|url=|isbn= 0-333-57689-6}}</ref> dan untuk memperluas usaha [[misi (Kristen)|misi]] [[Katolik Roma]]. Upaya pertama Portugis untuk menguasai kepulauan Indonesia adalah dengan menyambut tawaran kerjasama dari [[Kerajaan Sunda]].


Pada awal abad ke-16, [[pelabuhan]]-pelabuhan perdagangan penting di pantai utara [[Pulau Jawa]] sudah dikuasai oleh [[Kesultanan Demak]], termasuk dua pelabuhan [[Kerajaan Sunda]] yaitu [[Banten]] dan [[Cirebon]]. Khawatir peran pelabuhan Sunda Kelapa semakin lemah, raja [[Kerajaan Sunda|Sunda]], Sri Baduga ([[Prabu Siliwangi]]) mencari bantuan untuk menjamin kelangsungan pelabuhan utama kerajaannya itu. Pilihan jatuh ke [[Portugis]], penguasa [[Malaka]]. Dengan demikian, pada tahun 1512 dan 1521, Sri Baduga mengutus putra mahkota, [[Surawisesa]], ke Malaka untuk meminta Portugis menandatangani perjanjian dagang, terutama [[lada]], serta memberi hak membangun benteng di Sunda Kelapa.<ref>{{cite book
== KERAJAAN SELAPARANG ==
|last =Zahorka
|first =Herwig
|publisher= Yayasan Cipta Loka Caraka
|title = The Sunda Kingdoms of West Java, From Tarumanagara to Pakuan Pajajaran with Royal Center of Bogor, Over 1000 Years of Propsperity and Glory
|date =
|year =2007
|url =
|accessdate = }}</ref>


Pada tahun 1522, pihak Portugis siap membentuk koalisi dengan Sunda untuk memperoleh akses perdagangan lada yang menguntungkan. Tahun tersebut bertepatan dengan diselesaikan penjelajahan dunia oleh Magellan.
=== Zaman Portugis ===


Komandan benteng Malaka pada saat itu adalah [[Jorge de Albuquerque]]. Tahun itu pula dia mengirim sebuah kapal, São Sebastião, di bawah komandan Kapten Enrique Leme, ke Sunda Kelapa disertai dengan barang-barang berharga untuk dipersembahkan kepada raja Sunda. Dua sumber tertulis menggambarkan akhir dari perjanjian tersebut secara terperinci. Yang pertama adalah dokumen asli Portugis yang berasal dari tahun 1522 yang berisi naskah perjanjian dan tanda tangan para saksi, dan yang kedua adalah laporan kejadian yang disampaikan oleh [[João de Barros]] dalam bukunya "[[Da Asia]]", yang dicetak tidak lama sebelum tahun 1777/78.
=== Zaman [[VOC]] ===


Menurut sumber-sumber sejarah ini, raja Sunda menyambut hangat kedatangan orang Portugis. Saat itu Prabu Surawisesa telah naik tahta menggantikan ayahandanya dan Barros memanggilnya "raja Samio". Raja Sunda sepakat dengan perjanjian persahabatan dengan raja [[Portugal]] dan memutuskan untuk memberikan tanah di mulut [[Ciliwung]] sebagai tempat berlabuh kapal-kapal Portugis. Selain itu, raja Sunda berjanji jika pembangunan benteng sudah dimulai maka dia akan menyumbangkan seribu karung lada kepada Portugis. Dokumen kontrak tersebut dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal; keduanya ditandatangani pada tanggal [[21 Agustus]] [[1522]].
=== Zaman Belanda ===


Pada dokumen perjanjian, saksi dari Kerajaan Sunda adalah ''Padam Tumungo, Samgydepaty, e outre Benegar e easy o xabandar'', maksudnya adalah "Yang Dipertuan Tumenggung, Sang Adipati, Bendahara dan Syahbandar Sunda Kelapa". Saksi dari pihak Portugis, seperti dilaporkan sejarawan Porto bernama João de Barros, ada delapan orang. Saksi dari Kerajaan Sunda tidak menandatangani dokumen, mereka melegalisasinya dengan adat istiadat melalui "selamatan". Sekarang, satu salinan perjanjian ini tersimpan di [[Museum Nasional Republik Indonesia]], [[Jakarta]].
=== Zaman Jepang ===


Pada hari penandatangan perjanjian tersebut, beberapa bangsawan Kerajaan Sunda bersama Enrique Leme dan rombongannya pergi ke tanah yang akan menjadi tempat benteng pertahanan di mulut Ci Liwung. Mereka mendirikan prasasti, yang disebut [[Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal|Luso-Sundanese padrão]], di daerah yang sekarang menjadi Kelurahan [[Tugu]] di Jakarta Utara. Adalah merupakan kebiasaan bangsa Portugis untuk mendirikan ''padrão'' saat mereka menemukan tanah baru. ''Padrão'' tersebut sekarang disimpan di [[Museum Nasional Jakarta]].
== Pranala luar ==

*[http://www.gimonca.com/sejarah/sejarah.shtml Kronologi Online Sejarah Indonesia]
Portugis gagal untuk memenuhi janjinya untuk kembali ke Sunda Kalapa pada tahun berikutnya untuk membangun benteng dikarenakan adanya masalah di Goa/India.

Perjanjian inilah yang memicu serangan tentara [[Kesultanan Demak]] ke Sunda Kelapa pada tahun 1527 dan berhasil mengusir orang Portugis dari Sunda Kelapa pada tanggal [[22 Juni]] [[1527]]. Tanggal ini di kemudian hari dijadikan hari berdirinya [[Jakarta]].

Gagal menguasai pulau Jawa, bangsa Portugis mengalihkan perhatian ke arah timur yaitu ke Maluku. Melalui penaklukan militer dan persekutuan dengan para pemimpin lokal, bangsa Portugis mendirikan pelabuhan dagang, benteng, dan misi-misi di Indonesia bagian timur termasuk pulau-pulau [[Ternate]], [[Pulau Ambon|Ambon]], dan [[Solor]]. Namun, minat kegiatan misionaris bangsa Portugis terjadi pada pertengahan abad ke-16, setelah usaha penaklukan militer di kepulauan ini berhenti dan minat mereka beralih kepada [[Jepang]], [[Makao]] dan [[Tiongkok]]; serta gula di [[Brasil]].

Kehadiran Portugis di Indonesia terbatas pada Solor, [[Flores]] dan [[Timor Portugis]] setelah mereka mengalami kekalahan dalam tahun 1575 di [[Ternate]],<ref>Wacana Nusantara. (2012). [http://wacananusantara.org/sultan-baabullah-datu-syah-penguasa-72-negeri/ Sultan Baabullah Datu Syah Penguasa 72 Negeri] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20140214033836/http://www.wacananusantara.org/sultan-baabullah-datu-syah-penguasa-72-negeri/|date=2014-02-14}} [http://wacananusantara.org/sultan-baabullah-datu-syah-penguasa-72-negeri/] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20140214033836/http://www.wacananusantara.org/sultan-baabullah-datu-syah-penguasa-72-negeri/|date=2014-02-14}}</ref> dan setelah penaklukan Belanda atas Ambon, Maluku Utara dan Banda.<ref name="MILLER_XV">{{cite book|last =Miller |first =George (ed.)|authorlink =|coauthors =|title =To The Spice Islands and Beyond: Travels in Eastern Indonesia|publisher =Oxford University Press|date =1996|location =New York|pages =p.xv|url =|doi =|id = ISBN 967-65-3099-9 }}</ref> Pengaruh kedatangan bangsa Portugis terhadap budaya Indonesia antara lain: sejumlah nama marga Portugis pada masyarakat keturunan Portugis di [[Tugu]], [[Jakarta Utara]], musik [[keroncong]], dan nama keluarga di Indonesia bagian timur seperti da Costa, Dias, de Fretes, Gonsalves, Queljo, dll. Dalam bahasa Indonesia juga terdapat [[Daftar kata serapan dari bahasa Portugis dalam bahasa Indonesia|sejumlah kata pinjaman]] dari [[bahasa Portugis]], seperti sinyo, nona, kemeja, jendela, sabun, keju, dll.

=== Zaman VOC ===
{{main|Vereenigde Oostindische Compagnie di Nusantara}}
Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur) atau [[VOC]] yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah perusahaan Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada pula VOC yang merupakan perserikatan dagang Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan pertama yang mengeluarkan pembagian saham.

Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang ini istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa. Misalkan VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara.

VOC terdiri 6 Bagian (Kamers) di Amsterdam, Middelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft, Hoorn dan Rotterdam. Delegasi dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren XVII (XVII Tuan-Tuan). Kamers menyumbangkan delegasi ke dalam tujuh belas sesuai dengan proporsi modal yang mereka bayarkan; delegasi Amsterdam berjumlah delapan.

Di Indonesia VOC memiliki sebutan populer Kompeni atau Kumpeni. Istilah ini diambil dari kata compagnie dalam nama lengkap perusahaan tersebut dalam bahasa Belanda.

=== Zaman Perang Dunia II dan setelahnya ===
{{Main|Sejarah Indonesia}}


== Lihat pula ==
== Lihat pula ==
* [[Sejarah Sunda]]
* [[Sejarah Indonesia]]
* [http://Historynusantara.com History Nusantara]
* [[Sejarah Jawa]]
( [[Sejarah Indonesia]]


== Referensi ==
{{Kerajaan di Jawa}}
{{reflist}}
{{Kerajaan di Sumatra}}

{{Kerajaan di Kalimantan}}
== Pranala luar ==
{{Kerajaan di Sulawesi}}
* {{id}} [http://wacananusantara.org/rentang-waktu-sejarah-nusantara/ Rentang Waktu Sejarah Nusantara] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20140203062709/http://www.wacananusantara.org/rentang-waktu-sejarah-nusantara/ |date=2014-02-03 }}
{{indo-sejarah-stub}}
* {{id}} [http://www.gimonca.com/sejarah/sejarah.shtml Kronologi Online Sejarah Indonesia]

{{Sejarah Nusantara}}


[[Kategori:Sejarah Nusantara| ]]
[[Kategori:Sejarah Nusantara| ]]
Baris 129: Baris 188:
[[Kategori:Kerajaan di Nusantara| ]]
[[Kategori:Kerajaan di Nusantara| ]]
[[Kategori:Kerajaan di Indonesia| ]]
[[Kategori:Kerajaan di Indonesia| ]]

[[lt:Malajų salyno istorija]]
[[ms:Sejarah Nusantara]]

Revisi terkini sejak 14 Juni 2024 18.59

Sejarah Nusantara dalam tulisan ini dimaknai sebagai catatan mengenai rangkaian peristiwa yang terjadi di kepulauan antara Benua Asia dan Benua Australia sebelum berdirinya Republik Indonesia.

Latar belakang

[sunting | sunting sumber]

Wilayah utama daratan Nusantara terbentuk dari dua ujung Superbenua Pangaea di Era Mesozoikum (250 juta tahun yang lalu), namun bagian dari lempeng benua yang berbeda. Dua bagian ini bergerak mendekat akibat pergerakan lempengnya, sehingga pada saat Zaman Es terakhir telah terbentuk selat besar di antara Paparan Sunda di barat dan Paparan Sahul di timur. Pulau Sulawesi dan pulau-pulau di sekitarnya mengisi ruang di antara dua bagian benua yang berseberangan. Kepulauan antara ini oleh para ahli biologi sekarang disebut sebagai Wallacea, suatu kawasan yang memiliki distribusi fauna yang unik. Situasi geologi dan geografi ini berimplikasi pada aspek topografi, iklim, kesuburan tanah, sebaran makhluk hidup (khususnya tumbuhan dan hewan), serta migrasi manusia di wilayah ini.

Bagian pertemuan Lempeng Eurasia di barat, Lempeng Indo-Australia di selatan, dan Lempeng Pasifik di timur laut menjadi daerah vulkanik aktif yang memberi kekayaan mineral bagi tanah di sekitarnya sehingga sangat baik bagi pertanian, namun juga rawan gempa bumi. Pertemuan lempeng benua ini juga mengangkat sebagian dasar laut ke atas mengakibatkan adanya formasi perbukitan karst yang kaya gua di sejumlah tempat. Fosil-fosil hewan laut ditemukan di kawasan ini.

Nusantara terletak di daerah tropika, yang berarti memiliki laut hangat dan mendapat penyinaran cahaya matahari terus-menerus sepanjang tahun dengan intensitas tinggi. Situasi ini mendorong terbentuknya ekosistem yang kaya keanekaragaman makhluk hidup, baik tumbuhan maupun hewan. Lautnya hangat dan menjadi titik pertemuan dua samudera besar. Selat di antara dua bagian benua (Wallacea) merupakan bagian dari arus laut dari Samudra Hindia ke Samudera Pasifik yang kaya sumberdaya laut. Terumbu karang di wilayah ini merupakan tempat dengan keanekaragaman hayati sangat tinggi. Kekayaan alam di darat dan laut mewarnai kultur awal masyarakat penghuninya. Banyak di antara penduduk asli yang hidup mengandalkan pada kekayaan laut dan membuat mereka memahami navigasi pelayaran dasar, dan kelak membantu dalam penghunian wilayah Pasifik (Oseania).

Benua Australia dan perairan Samudera Hindia dan Pasifik di sisi lain memberikan faktor variasi iklim tahunan yang penting. Nusantara dipengaruhi oleh sistem muson dengan akibat banyak tempat yang mengalami perbedaan ketersediaan air dalam setahun. Sebagian besar wilayah mengenal musim kemarau dan musim penghujan. Bagi pelaut dikenal angin barat (terjadi pada musim penghujan) dan angin timur. Pada era perdagangan antarpulau yang mengandalkan kapal berlayar, pola angin ini sangat penting dalam penjadwalan perdagangan.

Dari sudut persebaran makhluk hidup, wilayah ini merupakan titik pertemuan dua provinsi flora dan tipe fauna yang berbeda, sebagai akibat proses evolusi yang berjalan terpisah, namun kemudian bertemu. Wilayah bagian Paparan Sunda, yang selalu tidak jauh dari ekuator, memiliki fauna tipe Eurasia, sedangkan wilayah bagian Paparan Sahul di timur memiliki fauna tipe Australia. Kawasan Wallacea membentuk "jembatan" bagi percampuran dua tipe ini, namun karena agak terisolasi ia memiliki tipe yang khas. Hal ini disadari oleh sejumlah sarjana dari abad ke-19, seperti Alfred Wallace, Max Carl Wilhelm Weber, dan Richard Lydecker. Berbeda dengan fauna, sebaran flora (tumbuhan) di wilayah ini lebih tercampur, bahkan membentuk suatu provinsi flora yang khas, berbeda dari tipe di India dan Asia Timur maupun kawasan kering Australia, yang dinamakan oleh botaniwan sebagai Malesia. Migrasi manusia kemudian mendorong persebaran flora di daerah ini lebih jauh dan juga masuknya tumbuhan dan hewan asing dari daratan Eurasia, Amerika, dan Afrika pada masa sejarah.

Zaman prasejarah

[sunting | sunting sumber]

Fosil-fosil Homo erectus yang ditemukan di beberapa tapak di Jawa menunjukkan kemungkinan kontinuitas populasi mulai dari 1,7 juta tahun (Sangiran) hingga 50.000 tahun yang lalu (Ngandong). Rentang waktu yang panjang menunjukkan perubahan fitur yang berakibat pada dua subspesies berbeda (H. erectus paleojavanicus yang lebih tua daripada H. erectus soloensis). Swisher (1996) mengajukan tesis bahwa hingga 50.000 tahun yang lalu mereka telah hidup sezaman dengan manusia modern H. sapiens.[1]

Migrasi H. sapiens (manusia modern) masuk ke wilayah Nusantara diperkirakan terjadi pada rentang waktu antara 70 000 dan 60 000 tahun yang lalu. Masyarakat berfenotipe Austrolomelanesoid, yang kelak menjadi moyang beberapa suku pribumi di Semenanjung Malaya (Semang), Filipina (Negrito), Aborigin Australia, Papua, dan Melanesia, memasuki kawasan Paparan Sunda. Mereka kemudian bergerak ke timur. Gua Niah di Sarawak memiliki sisa kerangka tertua yang mewakili masyarakat ini (berumur sekitar 60 sampai 50 ribu tahun). Sisa-sisa tengkorak ditemukan pula di gua-gua daerah karst di Jawa (Pegunungan Sewu). Mereka adalah pendukung kultur Paleolitikum yang belum mengenal budidaya tanaman atau beternak dan hidup meramu (hunt and gathering).

Penemuan seri kerangka makhluk mirip manusia di Liang Bua, Pulau Flores, membuka kemungkinan adanya spesies hominid ketiga, yang saat ini dikenal sebagai H. floresiensis.

Selanjutnya kira-kira 2500 tahun sebelum Masehi, terjadi migrasi oleh penutur bahasa Austronesia dari Taiwan ke Filipina, kemudian ke selatan dan Indonesia, dan ke timur ke Pasifik. Mereka adalah nenek moyang suku-suku di wilayah Nusantara.

Orang Austronesia ini paham cara bertani, ilmu pelayaran bahkan astronomi. Mereka juga sudah memiliki sistem tata pemerintahan sederhana serta memiliki pemimpin (raja kecil). Kedatangan imigran dari India pada abad-abad akhir Sebelum Masehi memperkenalkan kepada mereka sistem tata pemerintahan yang lebih maju (kerajaan).

Periode protosejarah

[sunting | sunting sumber]
Bas-relief (relief dalam) pada Candi Borobudur, menunjukkan kapal/perahu bercadik khas Nusantara yang digunakan pedagang dari wilayah ini. Perhatikan pula arsitektur rumah panggung di sisi kiri, yang banyak dijumpai di berbagai tempat di Nusantara.

Kontak dengan dunia luar diketahui dari catatan-catatan yang ditulis orang Tiongkok. Dari sana diketahui bahwa telah terdapat masyarakat yang berdagang dengan mereka. Objek perdagangan terutama adalah hasil hutan atau kebun, seperti berbagai rempah-rempah, seperti lada, gaharu, cendana, pala, kemenyan, serta gambir, dan juga emas dan perak. Titik-titik perdagangan telah tumbuh, dipimpin oleh semacam penguasa yang dipilih oleh warga atau diwarisi secara turun-temurun. Catatan Tiongkok menyebutkan bahwa pada abad-abad pertama masehi diketahui ada masyarakat beragama Buddha, Hindu, serta animisme. Temuan-temuan arkeologi dari beberapa ratus tahun sebelum masehi hingga periode Hindu-Buddha menunjukkan masih meluasnya budaya Megalitikum, bersamaan dengan budaya Perundagian. Catatan Arab menyebutkan pedagang-pedagang dari timur berlayar hingga pantai timur Afrika. Peta Ptolemeus, penduduk Aleksandria, menuliskan Chersonesos aurea ("Semenanjung Emas") untuk wilayah yang kemungkinan adalah Semenanjung Malaya atau Pulau Sumatra.

Kerajaan Hindu/Buddha

[sunting | sunting sumber]

Kerajaan Islam

[sunting | sunting sumber]

Zaman kolonial

[sunting | sunting sumber]

Kedatangan Portugis

[sunting | sunting sumber]

Keahlian bangsa Portugis dalam navigasi, pembuatan kapal dan persenjataan memungkinkan mereka untuk melakukan ekspedisi eksplorasi dan ekspansi. Dimulai dengan ekspedisi eksplorasi yang dikirim dari Malaka yang baru ditaklukkan dalam tahun 1512, bangsa Portugis merupakan bangsa Eropa pertama yang tiba di kepulauan yang sekarang menjadi Indonesia, dan mencoba untuk menguasai sumber rempah-rempah yang berharga [2] dan untuk memperluas usaha misi Katolik Roma. Upaya pertama Portugis untuk menguasai kepulauan Indonesia adalah dengan menyambut tawaran kerjasama dari Kerajaan Sunda.

Pada awal abad ke-16, pelabuhan-pelabuhan perdagangan penting di pantai utara Pulau Jawa sudah dikuasai oleh Kesultanan Demak, termasuk dua pelabuhan Kerajaan Sunda yaitu Banten dan Cirebon. Khawatir peran pelabuhan Sunda Kelapa semakin lemah, raja Sunda, Sri Baduga (Prabu Siliwangi) mencari bantuan untuk menjamin kelangsungan pelabuhan utama kerajaannya itu. Pilihan jatuh ke Portugis, penguasa Malaka. Dengan demikian, pada tahun 1512 dan 1521, Sri Baduga mengutus putra mahkota, Surawisesa, ke Malaka untuk meminta Portugis menandatangani perjanjian dagang, terutama lada, serta memberi hak membangun benteng di Sunda Kelapa.[3]

Pada tahun 1522, pihak Portugis siap membentuk koalisi dengan Sunda untuk memperoleh akses perdagangan lada yang menguntungkan. Tahun tersebut bertepatan dengan diselesaikan penjelajahan dunia oleh Magellan.

Komandan benteng Malaka pada saat itu adalah Jorge de Albuquerque. Tahun itu pula dia mengirim sebuah kapal, São Sebastião, di bawah komandan Kapten Enrique Leme, ke Sunda Kelapa disertai dengan barang-barang berharga untuk dipersembahkan kepada raja Sunda. Dua sumber tertulis menggambarkan akhir dari perjanjian tersebut secara terperinci. Yang pertama adalah dokumen asli Portugis yang berasal dari tahun 1522 yang berisi naskah perjanjian dan tanda tangan para saksi, dan yang kedua adalah laporan kejadian yang disampaikan oleh João de Barros dalam bukunya "Da Asia", yang dicetak tidak lama sebelum tahun 1777/78.

Menurut sumber-sumber sejarah ini, raja Sunda menyambut hangat kedatangan orang Portugis. Saat itu Prabu Surawisesa telah naik tahta menggantikan ayahandanya dan Barros memanggilnya "raja Samio". Raja Sunda sepakat dengan perjanjian persahabatan dengan raja Portugal dan memutuskan untuk memberikan tanah di mulut Ciliwung sebagai tempat berlabuh kapal-kapal Portugis. Selain itu, raja Sunda berjanji jika pembangunan benteng sudah dimulai maka dia akan menyumbangkan seribu karung lada kepada Portugis. Dokumen kontrak tersebut dibuat rangkap dua, satu salinan untuk raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal; keduanya ditandatangani pada tanggal 21 Agustus 1522.

Pada dokumen perjanjian, saksi dari Kerajaan Sunda adalah Padam Tumungo, Samgydepaty, e outre Benegar e easy o xabandar, maksudnya adalah "Yang Dipertuan Tumenggung, Sang Adipati, Bendahara dan Syahbandar Sunda Kelapa". Saksi dari pihak Portugis, seperti dilaporkan sejarawan Porto bernama João de Barros, ada delapan orang. Saksi dari Kerajaan Sunda tidak menandatangani dokumen, mereka melegalisasinya dengan adat istiadat melalui "selamatan". Sekarang, satu salinan perjanjian ini tersimpan di Museum Nasional Republik Indonesia, Jakarta.

Pada hari penandatangan perjanjian tersebut, beberapa bangsawan Kerajaan Sunda bersama Enrique Leme dan rombongannya pergi ke tanah yang akan menjadi tempat benteng pertahanan di mulut Ci Liwung. Mereka mendirikan prasasti, yang disebut Luso-Sundanese padrão, di daerah yang sekarang menjadi Kelurahan Tugu di Jakarta Utara. Adalah merupakan kebiasaan bangsa Portugis untuk mendirikan padrão saat mereka menemukan tanah baru. Padrão tersebut sekarang disimpan di Museum Nasional Jakarta.

Portugis gagal untuk memenuhi janjinya untuk kembali ke Sunda Kalapa pada tahun berikutnya untuk membangun benteng dikarenakan adanya masalah di Goa/India.

Perjanjian inilah yang memicu serangan tentara Kesultanan Demak ke Sunda Kelapa pada tahun 1527 dan berhasil mengusir orang Portugis dari Sunda Kelapa pada tanggal 22 Juni 1527. Tanggal ini di kemudian hari dijadikan hari berdirinya Jakarta.

Gagal menguasai pulau Jawa, bangsa Portugis mengalihkan perhatian ke arah timur yaitu ke Maluku. Melalui penaklukan militer dan persekutuan dengan para pemimpin lokal, bangsa Portugis mendirikan pelabuhan dagang, benteng, dan misi-misi di Indonesia bagian timur termasuk pulau-pulau Ternate, Ambon, dan Solor. Namun, minat kegiatan misionaris bangsa Portugis terjadi pada pertengahan abad ke-16, setelah usaha penaklukan militer di kepulauan ini berhenti dan minat mereka beralih kepada Jepang, Makao dan Tiongkok; serta gula di Brasil.

Kehadiran Portugis di Indonesia terbatas pada Solor, Flores dan Timor Portugis setelah mereka mengalami kekalahan dalam tahun 1575 di Ternate,[4] dan setelah penaklukan Belanda atas Ambon, Maluku Utara dan Banda.[5] Pengaruh kedatangan bangsa Portugis terhadap budaya Indonesia antara lain: sejumlah nama marga Portugis pada masyarakat keturunan Portugis di Tugu, Jakarta Utara, musik keroncong, dan nama keluarga di Indonesia bagian timur seperti da Costa, Dias, de Fretes, Gonsalves, Queljo, dll. Dalam bahasa Indonesia juga terdapat sejumlah kata pinjaman dari bahasa Portugis, seperti sinyo, nona, kemeja, jendela, sabun, keju, dll.

Zaman VOC

[sunting | sunting sumber]

Vereenigde Oostindische Compagnie (Perserikatan Perusahaan Hindia Timur) atau VOC yang didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah perusahaan Belanda yang memiliki monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada pula VOC yang merupakan perserikatan dagang Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan pertama yang mengeluarkan pembagian saham.

Meskipun sebenarnya VOC merupakan sebuah badan dagang saja, tetapi badan dagang ini istimewa karena didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa. Misalkan VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara.

VOC terdiri 6 Bagian (Kamers) di Amsterdam, Middelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft, Hoorn dan Rotterdam. Delegasi dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren XVII (XVII Tuan-Tuan). Kamers menyumbangkan delegasi ke dalam tujuh belas sesuai dengan proporsi modal yang mereka bayarkan; delegasi Amsterdam berjumlah delapan.

Di Indonesia VOC memiliki sebutan populer Kompeni atau Kumpeni. Istilah ini diambil dari kata compagnie dalam nama lengkap perusahaan tersebut dalam bahasa Belanda.

Zaman Perang Dunia II dan setelahnya

[sunting | sunting sumber]

Lihat pula

[sunting | sunting sumber]

Referensi

[sunting | sunting sumber]
  1. ^ Swisher, C.C., W.J. Rink, S.C. Anton, H.P. Schwarcz, G.H. Curtis, A. Suprijo, Widiasmoro. 1996. Latest Homo erectus of Java: Potential Contemporaneity with Homo sapiens in Southeast Asia. Science 274: 1870-1874
  2. ^ Ricklefs, M.C (1993). A History of Modern Indonesia Since c.1300, second edition. London: MacMillan. hlm. p.22–24. ISBN 0-333-57689-6. 
  3. ^ Zahorka, Herwig (2007). The Sunda Kingdoms of West Java, From Tarumanagara to Pakuan Pajajaran with Royal Center of Bogor, Over 1000 Years of Propsperity and Glory. Yayasan Cipta Loka Caraka. 
  4. ^ Wacana Nusantara. (2012). Sultan Baabullah Datu Syah Penguasa 72 Negeri Diarsipkan 2014-02-14 di Wayback Machine. [1] Diarsipkan 2014-02-14 di Wayback Machine.
  5. ^ Miller, George (ed.) (1996). To The Spice Islands and Beyond: Travels in Eastern Indonesia. New York: Oxford University Press. hlm. p.xv. ISBN 967-65-3099-9. 

Pranala luar

[sunting | sunting sumber]