Jawa: Perbedaan antara revisi
k →Demografi: Mengganti gambar dengan format png |
|||
(372 revisi antara oleh lebih dari 100 100 pengguna tak ditampilkan) | |||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{disambig info}} |
|||
{{Infobox Islands |
{{Infobox Islands |
||
|name = Jawa |
|name = Jawa |
||
| |
|image_name = Java Topography.png |
||
| |
|image_caption = Topografi Pulau Jawa |
||
| |
|image_map = Java_Locator.svg |
||
|native_name =<br><span style="font-weight:normal;">{{java|ꦗꦮ}}</span> ([[Aksara Jawa|Jawa]])<br><span style="font-weight:normal;">{{sund|ᮏᮝ}}</span> ([[Aksara Sunda|Sunda]]) |
|||
|native name = |
|||
|native_name_link = |
|||
|native name link = Bahasa Indonesia |
|||
|location = [[Asia Tenggara]] |
|location = [[Asia Tenggara]] |
||
|coordinates = {{ |
|coordinates = {{Coord|7|29|30|S|110|00|16|E|type:isle_region:ID_scale:5000000|display=inline,title}} |
||
|archipelago = [[Kepulauan Sunda Besar]] |
|archipelago = [[Kepulauan Sunda Besar]] |
||
|area_km2= 132.114 (sudah termasuk laut) |
|||
|area = {{km2 to mi2|126700|abbr=yes}} |
|||
|rank= ke-13 |
|||
|highest mount = [[Semeru]] |
|||
|highest_mount = [[Gunung Semeru]] |
|||
|elevation = {{m to ft|3676|abbrv=yes}} |
|||
|elevation_m= 3.676 |
|||
|country = Indonesia |
|||
|country = {{flagcountry|Indonesia}} |
|||
|country admin divisions title = Provinsi |
|||
|country_admin_divisions_title = Provinsi |
|||
|country admin divisions = [[Banten]]{{br}}[[Jakarta|Daerah Khusus Ibukota Jakarta]]{{br}}[[Jawa Barat]]{{br}}[[Jawa Tengah]]{{br}}[[Jawa Timur]]{{br}}[[Yogyakarta|Daerah Istimewa Yogyakarta]] |
|||
|country_admin_divisions = {{flagicon|Banten}} [[Banten|Provinsi Banten]]<br />{{flagicon|Daerah Khusus Ibukota Jakarta}} [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta]]<br />{{flagicon|Jawa Barat}} [[Jawa Barat|Provinsi Jawa Barat]]<br />{{flagicon|Jawa Tengah}} [[Jawa Tengah|Provinsi Jawa Tengah]]<br />{{flagicon|Daerah Istimewa Yogyakarta}} [[Daerah Istimewa Yogyakarta]]<br />{{flagicon|Jawa Timur}} [[Jawa Timur|Provinsi Jawa Timur]] |
|||
|country largest city = [[Jakarta]] |
|||
|country_largest_city = {{coat of arms|Jakarta}} |
|||
|country largest city area = 661.52 km² |
|||
|country_largest_city_population = 10.557.810 (2019) |
|||
|population = 124 juta |
|||
|population |
|population = 151,6 juta |
||
|population_as_of = 2020 |
|||
|density = 979 |
|||
|density_km2= 1121 |
|||
|ethnic groups = [[Suku Sunda|Sunda]], [[Suku Jawa|Jawa]], [[Suku Tengger|Tengger]], [[Suku Baduy|Badui]], [[Suku Osing|Osing]], [[Suku Banten|Banten]], [[Suku Cirebon|Cirebon]], [[Suku Betawi|Betawi]] |
|||
|ethnic_groups = [[Suku Jawa|Jawa]]{{Efn|termasuk [[Orang Banyumasan|Banyumasan]], [[Suku Tengger|Tengger]], [[Suku Osing|Osing]], [[Suku Cirebon|Cirebon]], [[Ajaran Samin|Samin]], dan [[Karimunjawa, Jepara|Karimun]]}}<br />[[Suku Sunda|Sunda]]{{Efn|termasuk [[Suku Banten|Banten]], [[Orang Kanekes|Badui]], dan [[Orang Gelaralam|Gelaralam]]}} <br />[[Suku Madura|Madura]]{{efn|termasuk [[Suku Kangean|Kangean]] dan [[Suku Bawean|Bawean]]}}<br/>[[Suku Betawi|Betawi]]<br />[[Suku Melayu|Melayu]] |
|||
}} |
}} |
||
[[Berkas:Gunung Merapi 2006-05-14, MODIS.jpg|jmpl|Pulau Jawa dalam citra satelit]] |
|||
'''Jawa''' adalah sebuah [[pulau]] di [[Indonesia]] dengan penduduk sekitar 136 juta. Pulau ini [[Daftar pulau menurut jumlah penduduk|berpenduduk terbanyak]] di dunia dan merupakan salah satu wilayah terpadat di dunia. Jawa dihuni oleh 60% penduduk Indonesia. [[Ibu kota]] Indonesia, [[Jakarta]], terletak di Jawa bagian barat. Banyak sejarah Indonesia berlangsung di pulau ini. Dahulu, Jawa adalah pusat beberapa kerajaan [[Hindu]]-[[Buddha]], kesultanan [[Islam]], pemerintahan kolonial [[Hindia-Belanda]], serta pusat [[Sejarah Indonesia (1945-1949)|pergerakan kemerdekaan Indonesia]]. Pulau ini berdampak besar terhadap kehidupan sosial, politik, dan ekonomi Indonesia. |
|||
'''Jawa''' adalah salah satu [[pulau]] di [[Indonesia]] yang terletak di [[Kepulauan Sunda Besar]] dan merupakan [[Daftar pulau menurut luas wilayah|pulau terluas ke-13]] di [[dunia]]. Jumlah penduduk di Pulau Jawa sekitar 150 juta. Pulau Jawa dihuni oleh 60% total populasi Indonesia. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan sensus penduduk tahun 1905 yang mencapai 80,6% dari seluruh penduduk Indonesia. Penurunan penduduk di Pulau Jawa secara persentase diakibatkan perpindahan penduduk ([[transmigrasi]]) dari pulau Jawa ke daerah lain di Indonesia. [[Ibu kota]] Indonesia adalah [[Jakarta]] dan terletak di Jawa bagian barat laut (tepatnya di ujung paling barat Jalur [[Pantura]]). |
|||
Jawa adalah pulau yang sebagian besar terbentuk dari aktivitas vulkanik |
Jawa adalah pulau yang sebagian besar terbentuk dari aktivitas vulkanik. Deretan gunung-gunung berapi membentuk jajaran yang terbentang dari timur hingga barat pulau ini, dengan dataran endapan aluvial sungai di bagian utara. Pulau Jawa dipisahkan oleh selat dengan beberapa pulau utama, yakni Pulau [[Sumatra]] di barat laut, Pulau [[Kalimantan]] di utara, Pulau [[Madura]] di timur laut, dan Pulau [[Bali]] di sebelah timur. Sementara itu di sebelah selatan pulau Jawa terbentang [[Samudra Hindia]]. |
||
Banyak kisah sejarah Indonesia berlangsung di pulau ini. Dahulu, Jawa adalah pusat beberapa kerajaan [[Hindu]]-[[Buddha]], kesultanan [[Islam]], pemerintahan kolonial [[Hindia Belanda]], serta pusat [[Sejarah Indonesia (1945-1949)|pergerakan kemerdekaan Indonesia]]. Pulau ini berdampak besar terhadap kehidupan sosial, politik, dan ekonomi Indonesia. |
|||
Pulau ini secara administratif terbagi menjadi empat provinsi, yaitu [[Jawa Barat]], [[Jawa Tengah]], [[Jawa Timur]], dan [[Banten]]; serta dua wilayah khusus, yaitu [[DKI Jakarta]] dan [[DI Yogyakarta]]. |
|||
Sebagian besar penduduknya bertutur dalam tiga bahasa utama. [[Bahasa Jawa]] adalah bahasa ibu dari 100 juta penduduk Indonesia, dan sebagian besar penuturnya berdiam di Pulau Jawa. Sebagian besar penduduk adalah orang-orang [[bilingual|dwibahasa]], yang {{ber|bahasa Indonesia}} baik sebagai bahasa pertama maupun kedua. Dua bahasa penting lainnya adalah [[bahasa Sunda]] dan [[bahasa Betawi]]. Sebagian besar penduduk Pulau Jawa beragama [[Islam]]. Namun tetap terdapat beragam [[aliran kepercayaan]], agama, kelompok etnis, serta budaya di pulau ini. |
|||
Pulau ini secara administratif terbagi menjadi enam [[provinsi di Indonesia|provinsi]], yaitu [[Jawa Barat]], [[Jawa Tengah]], [[Jawa Timur]], dan [[Banten]], serta dua wilayah khusus, yaitu [[DKI Jakarta]] dan [[DI Yogyakarta]]. |
|||
== Etimologi == |
== Etimologi == |
||
[[Berkas:Relief on Prambanan - Hanuman meeting Sita, Pentas Ramajana, p33.jpg|jmpl|ka|250px|Relief pertemuan [[Hanoman]] dengan [[Sita]] di candi [[Prambanan]].]] |
|||
Asal mula nama 'Jawa' tidak jelas. Salah satu kemungkinan adalah nama pulau ini berasal dari tanaman [[Jewawut|''jáwa-wut'']], yang banyak ditemukan di pulau ini pada masa purbakala, sebelum masuknya pengaruh India pulau ini mungkin memiliki banyak nama.<ref>Raffles, Thomas E. : " The History of Java". Oxford University Press, 1965. Page 2</ref> Ada pula dugaan bahwa pulau ini berasal dari kata ''jaú'' yang berarti "jauh".<ref name="Raffles, Thomas E. 1965. Page 3">Raffles, Thomas E. : "The History of Java". Oxford University Press, 1965 . Page 3</ref> Dalam [[Bahasa Sanskerta]] ''yava'' berarti tanaman [[jelai]], sebuah tanaman yang membuat pulau ini terkenal.<ref name="Raffles, Thomas E. 1965. Page 3"/> ''Yawadvipa'' disebut dalam epik [[India]] [[Ramayana]]. [[Sugriwa]], panglima ''wanara'' (manusia kera) dari pasukan [[Rama|Sri Rama]], mengirimkan utusannya ke Yawadvipa (pulau Jawa) untuk mencari [[Shinta|Dewi Shinta]].<ref>[http://books.google.co.id/books?id=9ic4BjWFmNIC&pg=PA465&lpg=PA465&dq=Yawadvipa+is+mentioned+in+India's+earliest+epic,+the+Ramayana&source=bl&ots=WxBOr6BCNJ&sig=jc4B_jT3nZ4WQS3Ldu_I1Pl-WmA&hl=id&ei=QR0wTbLrL86HrAfOp4GOCQ&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum=3&ved=0CCcQ6AEwAg#v=onepage&q=Yawadvipa%20is%20mentioned%20in%20India's%20earliest%20epic%2C%20the%20Ramayana&f=false History of Ancient India Kapur, Kamlesh]</ref> Kemudian berdasarkan kesusastraan India terutama pustaka Tamil, disebut dengan nama Sanskerta ''yāvaka dvīpa'' (''dvīpa'' = pulau). Dugaan lain ialah bahwa kata "Jawa" berasal dari akar kata dalam bahasa Proto-Austronesia, yang berarti 'rumah'.<ref>Hatley, R., Schiller, J., Lucas, A., Martin-Schiller, B., (1984). "Mapping cultural regions of Java" in: Other Javas away from the kraton. pp. 1–32.</ref> |
|||
Asal mula nama "Jawa" dapat dilacak dari kronik {{ber|bahasa Sanskerta}} yang menyebut adanya pulau bernama ''yavadvip(a)'' (''dvipa'' berarti "pulau", dan ''yava'' berarti "jelai" atau juga "biji-bijian").<ref name="Raffles, Thomas E. 1965. Page 3">Raffles, Thomas E.: "The History of Java". Oxford University Press, 1965 . Page 3</ref><ref>{{Cite web|url=http://veda.wikidot.com/malay-words-sanskrit-origin|title=Malay Words of Sanskrit Origin - वेद Veda|website=veda.wikidot.com}}</ref> Apakah biji-bijian ini merupakan [[jawawut]] (''Setaria italica'') atau [[padi]], keduanya telah banyak ditemukan di pulau ini pada masa sebelum masuknya pengaruh India.<ref>Raffles, Thomas E.: " The History of Java". Oxford University Press, 1965. Page 2</ref> Boleh jadi, pulau ini memiliki banyak nama sebelumnya, termasuk kemungkinan berasal dari kata ''jaú'' yang berarti "jauh".<ref name="Raffles, Thomas E. 1965. Page 3" /> ''Yavadvipa'' disebut dalam [[epik]] asal [[India]], [[Ramayana]]. [[Sugriwa]], panglima ''wanara'' (manusia kera) dari pasukan [[Rama|Sri Rama]], mengirimkan utusannya ke Yavadvipa (Pulau Jawa) untuk mencari [[Sita|Dewi Sita]].<ref>{{Cite web|url=https://books.google.co.id/books?id=9ic4BjWFmNIC&pg=PA465&lpg=PA465&dq=Yawadvipa+is+mentioned+in+India%27s+earliest+epic,+the+Ramayana&source=bl&ots=WxBOr6BCNJ&sig=jc4B_jT3nZ4WQS3Ldu_I1Pl-WmA&hl=id&ei=QR0wTbLrL86HrAfOp4GOCQ&sa=X&oi=book_result&ct=result|title=History Of Ancient India (portraits Of A Nation), 1/e|date=18 Apr 2010|publisher=Sterling Publishers Pvt. Ltd|via=Google Books}}</ref> Kemudian berdasarkan kesusastraan India terutama pustaka Tamil, disebut nama Sanskerta ''yāvaka dvīpa'' (''dvīpa'' = pulau). |
|||
Dugaan lain ialah bahwa kata "Jawa" berasal dari akar kata dalam [[bahasa Proto-Austronesia]] yang berarti "rumah".<ref>Hatley, R., Schiller, J., Lucas, A., Martin-Schiller, B., (1984). "Mapping cultural regions of Java" in: Other Javas away from the kraton. pp. 1–32.</ref> |
|||
Pulau bernama Iabadiu atau Jabadiu disebutkan dalam karya [[Ptolemy]] bernama ''[[Geography (Ptolemy)|Geographia]]'' yang dibuat sekitar 150 masehi di [[Kekaisaran Romawi]]. ''Iabadiu'' dikatakan berarti "pulau jelai", juga kaya akan emas, dan mempunyai kota perak bernama Argyra di ujung barat. Nama ini mengindikasikan Jawa,<ref name="AncientGeo">{{cite book|title=History of Ancient Geography|author=J. Oliver Thomson|publisher=[[Cambridge University Press]]|year=2013|isbn=9781107689923|url =https://books.google.com/books?id=GpP0wKQ1lksC&printsec=frontcover#v=onepage&q&f=false|pages=316–317}}</ref> dan kelihatannya berasal dari nama Hindu Yavadvipa (Pulau Jawa). |
|||
{{See also|Kerajaan Sabak|Waqwaq}}Berita tahunan dari Songshu dan Liangshu menyebut Jawa sebagai She-po (abad ke-5 M), He-ling (tahun 640–818 M), lalu menyebutnya She-po lagi sampai masa [[Dinasti Yuan]] (1271–1368), di mana mereka mulai menyebut Zhao-Wa (爪哇).<ref name="Nusa Jawa">Lombard, Denys (2005)''. [https://archive.org/details/NJ2JA/mode/2up?q= Nusa Jawa: Silang Budaya, Bagian 2: Jaringan Asia]''. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.</ref>{{Rp|12}} Menurut catatan [[Ma Huan]] (yaitu [[Yingyai Shenglan|Yingya Shenlan]]), orang China menyebut Jawa sebagai Chao-Wa, dan dulunya pulau ini disebut 阇婆 (''She-pó'' atau ''She-bó'')''.''<ref>Mills, J.V.G. (1970). ''Ying-yai Sheng-lan: The Overall Survey of the Ocean Shores [1433]''. Cambridge: Cambridge University Press.</ref>{{Rp|86}} [[Sulaiman al-Tajir al-Sirafi]] menyebutkan dua pulau penting yang memisahkan Arab dan Cina: Yang pertama adalah Al-Rami dengan panjang 800 parasang, yang diidentifikasi sebagai Sumatera, dan yang lainnya adalah Zabaj (bahasa Arab: الزابج, Bahasa Indonesia: [[Kerajaan Sabak|Sabak]]), 400 parasang panjangnya, diidentifikasi sebagai Jawa.<ref name=":12">{{Cite book|last=Nugroho|first=Irawan Djoko|year=2011|title=Majapahit Peradaban Maritim|location=|publisher=Suluh Nuswantara Bakti|isbn=978-602-9346-00-8}}</ref>{{Rp|30-31}} Saat John dari Marignolli (1338–1353) pulang dari China ke Avignon, ia singgah di [[Kerajaan Saba]], yang ia bilang memiliki banyak gajah dan dipimpin oleh ratu; nama Saba ini bisa jadi adalah interpretasinya untuk ''She-bó''.<ref>Yule, Sir Henry (1913). ''[https://archive.org/details/cathaywaythither03yule/page/n15/mode/2up?q=saba Cathay and the way thither: being a collection of medieval notices of China vol. III]''. London: The Hakluyt Society.</ref>{{Rp|page=xii, 192–194}} Afanasij Nikitin, seorang pedagang dari Tver (di Rusia), melakukan perjalanan ke India pada tahun 1466 dan mendeskripsikan tanah Jawa di buku hariannya, yang ia sebut шабайте (shabait/šabajte).<ref>Braginsky, Vladimir. 1998. [https://www.academia.edu/21785432/Two_Eastern_Christian_Sources_on_Medieval_Nusantara Two Eastern Christian sources on medieval Nusantara]. ''Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde''. 154(3): 367–396.</ref><ref>{{Cite book|last=Zenkovsky|first=Serge A.|year=1974|url=https://archive.org/details/medievalrussiase00zenk/page/346/mode/2up?q=shabait|title=Medieval Russia's epics, chronicles, and tales|location=New York|publisher=Dutton|isbn=0525473637|pages=345-347}}</ref> Kata "Saba" sendiri berasal dari kata [[Bahasa Kawi|bahasa Jawa kawi]] yaitu ''Saba'' yang berarti "pertemuan" atau "rapat". Dengan demikian kata itu dapat diartikan sebagai "tempat bertemu".''<ref>{{Cite book|title=Kamus Jawa Kawi Indonesia|last=Maharsi|first=|publisher=Pura Pustaka|year=|isbn=|location=|pages=|url-status=live}}</ref>'' Menurut Fahmi Basya, kata tersebut berarti "tempat bertemu", "tempat berkumpul", atau "tempat berkumpulnya bangsa-bangsa".''<ref>{{Cite book|title=Indonesia Negeri Saba|last=Basya|first=Fahmi|publisher=Zahira|year=2014|isbn=978-602-1139-48-6|location=Jakarta|pages=|url-status=live}}</ref>''{{Rp|162-172}} |
|||
== Aksara == |
|||
'''[[Aksara Jawa]]''', dikenal juga sebagai ''[[Aksara Jawa|Hanacaraka]]'' (ꦲꦤꦕꦫꦏ) dan ''[[Aksara Jawa|Carakan]]'' (ꦕꦫꦏꦤ꧀),<sup>[1]</sup> adalah salah satu aksara tradisional [[Nusantara]] yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa dan sejumlah bahasa daerah Indonesia lainnya seperti bahasa Sunda dan bahasa Sasak<sup>[2]</sup> Tulisan ini berkerabat dekat dengan [[aksara Bali]]. |
|||
Berdasar tradisi lisan, aksara jawa diciptakan oleh Aji Saka, tokoh pendatang dari India, dari suku Shaka (Scythia). Legenda melambangkan kedatangan Dharma (ajaran dan peradaban Hindu-Buddha) ke pulau Jawa. Kini kata Saka masih digunakan dalam istilah dalam bahasa Jawa, ''saka'' atau ''soko,'' yang berarti penting, pangkal, atau asal-mula. Aji Saka bermakna "raja asal-mula" atau "raja pertama". |
|||
Selain Aksara Jawa, '''[[Aksara Sunda]]''' (ᮃᮊ᮪ᮞᮛ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ) merupakan salah satu aksara tradisional Nusantara yang digunakan untuk menulis [[bahasa Sunda]]{{Efn|termasuk juga [[Bahasa Sunda Banten]]}} di wilayah bagian barat pulau Jawa. Aksara ini juga menggantikan Aksara Jawa Modifikasi yang diperuntukkan penggunaan bahasa Sunda dengan nama ''[[Cacarakan]]'' (ꦕꦕꦫꦏꦤ꧀). |
|||
== Sejarah == |
== Sejarah == |
||
{{utama|Sejarah Jawa}} |
{{utama|Sejarah Jawa}} |
||
[[Berkas:Pithecanthropus-erectus.jpg|jmpl|kiri|Tiga fosil utama [[Manusia Jawa]] yang ditemukan pada tahun 1891–92: tengkorak, gigi geraham, dan tulang paha, masing-masing dilihat dari dua sudut berbeda.]] |
|||
[[Berkas:MerbabuSawah.jpg|thumb|left|Pemandangan [[Gunung Merbabu]] yang dikelilingi persawahan. Topografi vulkanik serta tanah pertanian yang subur merupakan faktor penting dalam sejarah pulau Jawa.]] |
|||
Pulau |
Pulau Jawa merupakan bagian dari gugusan [[Kepulauan Sunda Besar]] dan [[paparan Sunda]], yang pada masa sebelum es mencair merupakan ujung tenggara benua [[Asia]]. Sisa-sisa fosil ''[[Homo erectus]]'', yang populer dijuluki '''[[Manusia Jawa]]''', ditemukan di sepanjang daerah tepian [[Sungai Bengawan Solo]], dan peninggalan tersebut berasal dari masa 1,7 juta tahun yang lampau.<ref>{{cite journal|last=Pope|title=Recent advances in far eastern paleoanthropology|url=https://archive.org/details/sim_annual-review-of-anthropology_1988_17/page/43|journal=Annual Review of Anthropology|volume=17|pages=43–77|year=1988|doi=10.1146/annurev.an.17.100188.000355|first1=G G | issn=0084-6570}} |
||
cited in {{cite book|last=Whitten|first=T|coauthors=Soeriaatmadja, R. E., Suraya A. A.|title=The Ecology of Java and Bali|publisher=Periplus Editions Ltd|year=1996|location=Hong Kong|pages=309–312|id=}}; {{cite journal|last=Pope|first=G|authorlink=|coauthors=|title=Evidence on the Age of the Asian Hominidae|journal=Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America|volume=80|issue=16|pages=4,988–4992|date=August 15, 1983|doi= 10.1073/pnas.80.16.4988|pmid=6410399|pmc=384173 }} |
cited in {{cite book|last=Whitten|first=T|coauthors=Soeriaatmadja, R. E., Suraya A. A.|title=The Ecology of Java and Bali|publisher=Periplus Editions Ltd|year=1996|location=Hong Kong|pages=309–312|id=}}; {{cite journal|last=Pope|first=G|authorlink=|coauthors=|title=Evidence on the Age of the Asian Hominidae|journal=Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America|volume=80|issue=16|pages=4,988–4992|date=August 15, 1983|doi= 10.1073/pnas.80.16.4988|pmid=6410399|pmc=384173 }} |
||
cited in |
cited in |
||
{{cite book|last=Whitten|first=T|coauthors=Soeriaatmadja, R. E., Suraya A. A.|title=The Ecology of Java and Bali|publisher=Periplus Editions Ltd|year=1996|location=Hong Kong|pages=309|id=}}; |
{{cite book|last=Whitten|first=T|coauthors=Soeriaatmadja, R. E., Suraya A. A.|title=The Ecology of Java and Bali|publisher=Periplus Editions Ltd|year=1996|location=Hong Kong|pages=309|id=}}; |
||
{{cite journal|last=de Vos|first=J.P.|coauthors=P.Y. Sondaar,|title=Dating hominid sites in Indonesia|journal=Science Magazine|volume=266|issue=16|pages=4,988–4992|date=9 December 1994|url=http://www.sciencemag.org/cgi/reprint/266/5191/1726.pdf|format=PDF|doi=10.1126/science.7992059|accessdate=}} |
{{cite journal|last=de Vos|first=J.P.|coauthors=P.Y. Sondaar,|title=Dating hominid sites in Indonesia|journal=Science Magazine|volume=266|issue=16|pages=4,988–4992|date=9 December 1994|url=http://www.sciencemag.org/cgi/reprint/266/5191/1726.pdf|format=PDF|doi=10.1126/science.7992059|accessdate=}} |
||
cited in {{cite book|last=Whitten|first=T|coauthors=Soeriaatmadja, R. E., Suraya A. A.|title=The Ecology of Java and Bali|publisher=Periplus Editions Ltd|year=1996|location=Hong Kong|pages=309 }}</ref> Situs [[Sangiran]] adalah situs prasejarah yang penting di Jawa. Beberapa struktur [[megalitik]] telah ditemukan di |
cited in {{cite book|last=Whitten|first=T|coauthors=Soeriaatmadja, R. E., Suraya A. A.|title=The Ecology of Java and Bali|publisher=Periplus Editions Ltd|year=1996|location=Hong Kong|pages=309 }}</ref> Situs [[Sangiran]] adalah situs prasejarah yang penting di Jawa. Beberapa struktur [[megalitik]] telah ditemukan di Pulau Jawa, misalnya [[menhir]], [[dolmen]], meja batu, dan piramida berundak yang lazim disebut [[Punden Berundak]]. Punden Berundak dan menhir ditemukan di situs megalitik di Paguyangan, Cisolok, dan Gunung Padang, [[Jawa Barat]]. Situs Megalitik Cipari yang juga ditemukan di Jawa Barat menunjukkan struktur monolit, teras batu, dan [[sarkofagus]].<ref>[http://www.sunda.org/SundaClippings/Word_Clippings/img026.doc] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20160303171034/http://www.sunda.org/SundaClippings/Word_Clippings/img026.doc|date=2016-03-03}}|Cipari archaeological park discloses prehistoric life in West Java.</ref> Punden berundak ini dianggap sebagai struktur asli Nusantara dan merupakan rancangan dasar bangunan [[candi]] pada zaman kerajaan Hindu-Buddha Nusantara setelah penduduk lokal menerima pengaruh peradaban Hindu-Buddha dari India. Pada abad ke-4 SM hingga abad ke-1 atau ke-5 M [[Kebudayaan Buni]] yaitu kebudayaan tembikar tanah liat berkembang di pesisir utara Jawa Barat. Kebudayaan [[protosejarah]] ini merupakan pendahulu kerajaan [[Tarumanagara]]. |
||
Pulau Jawa yang sangat subur dan bercurah hujan tinggi memungkinkan berkembangnya budidaya padi di lahan basah, sehingga mendorong terbentuknya tingkat kerjasama antar desa yang semakin kompleks. Dari aliansi-aliansi desa tersebut, berkembanglah kerajaan-kerajaan kecil. Jajaran pegunungan vulkanik dan dataran-dataran tinggi di sekitarnya yang membentang di sepanjang |
Pulau Jawa yang sangat subur dan bercurah hujan tinggi memungkinkan berkembangnya budidaya padi di lahan basah, sehingga mendorong terbentuknya tingkat kerjasama antar desa yang semakin kompleks. Dari aliansi-aliansi desa tersebut, berkembanglah kerajaan-kerajaan kecil. Jajaran pegunungan vulkanik dan dataran-dataran tinggi di sekitarnya yang membentang di sepanjang Pulau Jawa menyebabkan daerah-daerah interior pulau ini beserta masyarakatnya secara relatif terpisahkan dari pengaruh luar.<ref>Ricklefs (1991), pp. 16–17</ref> Pada masa sebelum berkembangnya negara-negara Islam serta kedatangan kolonialisme Eropa, sungai-sungai yang ada merupakan sarana perhubungan utama masyarakat, meskipun kebanyakan sungai di Jawa beraliran pendek. Hanya [[Sungai Brantas]] dan Bengawan Solo yang dapat menjadi sarana penghubung jarak jauh, sehingga pada lembah-lembah sungai tersebut terbentuklah pusat dari kerajaan-kerajaan yang besar. |
||
Diperkirakan suatu sistem perhubungan yang terdiri dari jaringan jalan, jembatan permanen, serta pos pungutan cukai telah terbentuk di |
Diperkirakan suatu sistem perhubungan yang terdiri dari jaringan jalan, jembatan permanen, serta pos pungutan cukai telah terbentuk di Pulau Jawa setidaknya pada pertengahan abad ke-17. Para penguasa lokal memiliki kekuasaan atas rute-rute tersebut, musim hujan yang lebat dapat pula mengganggu perjalanan, dan demikian pula penggunakan jalan-jalan sangat tergantung pada pemeliharaan yang terus-menerus. Dapatlah dikatakan bahwa perhubungan antarpenduduk Pulau Jawa pada masa itu adalah sulit.<ref>Ricklefs (1991), p. 15.</ref> |
||
{{multiple image |
|||
| align = right |
|||
| total_width = 220 |
|||
| direction = horizontal |
|||
| image1 = MET DP158751.jpg |
|||
| image2 = MET 2001 433 526 O2.jpg |
|||
| footer = Patung-patung pendekar perunggu, Jawa, sekitar tahun 500 SM–300 M. |
|||
}} |
|||
Munculnya peradaban di Pulau Jawa sering dikaitkan dengan kisah [[Aji Saka]] yang datang ke Jawa pada tahun 78 Masehi. Meskipun Aji Saka dikatakan sebagai pembawa peradaban di Jawa, kisah Aji saka mendapatkan beberapa sanggahan dan bantahan dari sumber-sumber sejarah lainnya. [[Ramayana]] karya Valmiki, yang dibuat sekitar 500 SM, mencatat Jawa sudah memiliki organisasi pemerintahan kerajaan jauh sebelum kisah itu:<blockquote>"Yawadwipa dihiasi tujuh kerajaan, pulau emas dan perak, kaya akan tambang emas, dan disitu terdapat Gunung Cicira (dingin) yang menyentuh langit dengan puncaknya."<ref>{{Cite book|title=Rekonstruksi Sedjarah Indonesia. Zaman Hindu, Yavadvipa, Srivijaya, Sailendra|last=Sastropajitno|first=Warsito|date=1958|publisher=PT. Pertjetakan Republik Indonesia|isbn=|location=Yogyakarta|pages=|url-status=live}}</ref>{{Rp|page=6}}</blockquote>Menurut catatan China ''[[Sejarah Ming|Míng Shǐ]]'', kerajaan Jawa didirikan pada 65 SM, atau 143 tahun sebelum kisah Aji Saka dimulai.<ref>Groeneveldt, Willem Pieter (1876). "[https://archive.org/details/notes-on-the-malay-archipelago/page/n7/mode/2up?q= Notes on the Malay Archipelago and Malacca, Compiled from Chinese Sources]". Batavia: W. Bruining.</ref>{{Rp|page=39}} |
|||
Kisah Saka atau Aji Saka merupakan kisah Jawa Baru. Kisah ini belum ditemukan relevansinya dalam teks Jawa Kuno. Kisah ini menceritakan peristiwa di kerajaan Medang Kamulan di Jawa pada masa lalu. Pada saat itu, Raja Medang Kamulan Prabu Dewata Cengkar digantikan oleh Aji Saka. Kisah ini dianggap sebagai kiasan masuknya bangsa India ke Jawa. Merujuk pada informasi dinasti Liang, kerajaan Jawa terbelah menjadi dua: Kerajaan prapenerapan Hinduisme dan kerajaan setelah menerapkan tradisi Hindu yang dimulai tahun 78 masehi.<ref name=":12" />{{Rp|page=5 dan 7}} |
|||
=== Masa kerajaan Hindu-Buddha === |
=== Masa kerajaan Hindu-Buddha === |
||
[[Kerajaan Taruma]] dan [[Kerajaan Sunda]] muncul di Jawa Barat, masing-masing pada abad ke-4 dan ke-7, sedangkan [[Kerajaan Medang]] adalah kerajaan besar pertama yang berdiri di Jawa Tengah pada awal abad ke-8. Kerajaan Medang menganut agama [[Hindu]] dan memuja [[Dewa]] [[Siwa]], dan kerajaan ini membangun beberapa [[candi]] Hindu yang terawal di Jawa yang terletak di [[Dataran Tinggi Dieng]]. Di [[Dataran Kedu]] pada abad ke-8 berkembang [[Wangsa Sailendra]], yang merupakan pelindung agama [[Buddha Mahayana]]. Kerajaan mereka membangun berbagai candi pada abad ke-9, antara lain [[Borobudur]] dan [[Prambanan]] di Jawa Tengah. |
[[Kerajaan Taruma]] dan [[Kerajaan Sunda]] muncul di Jawa Barat, masing-masing pada abad ke-4 dan ke-7, sedangkan [[Kerajaan Medang]] adalah kerajaan besar pertama yang berdiri di Jawa Tengah pada awal abad ke-8. Kerajaan Medang menganut agama [[Hindu]] dan memuja [[Dewa]] [[Siwa]], dan kerajaan ini membangun beberapa [[candi]] Hindu yang terawal di Jawa yang terletak di [[Dataran Tinggi Dieng]]. Di [[Dataran Kedu]] pada abad ke-8 berkembang [[Wangsa Sailendra]], yang merupakan pelindung agama [[Buddha Mahayana]]. Kerajaan mereka membangun berbagai candi pada abad ke-9, antara lain [[Borobudur]] dan [[Prambanan]] di Jawa Tengah. |
||
[[Berkas:Stupa Borobudur.jpg| |
[[Berkas:Stupa Borobudur.jpg|jmpl|Sebuah [[stupa]] Buddha di candi [[Borobudur]], dari abad ke-9.]] |
||
Sekitar abad ke-10, pusat kekuasaan bergeser dari tengah ke timur |
Sekitar abad ke-10, pusat kekuasaan bergeser dari tengah ke timur Pulau Jawa. Di wilayah timur berdirilah kerajaan-kerajaan [[Kerajaan Kadiri|Kadiri]], [[Kerajaan Singhasari|Singhasari]], dan [[Majapahit]] yang terutama mengandalkan pada pertanian padi. Namun juga mengembangkan perdagangan antar kepulauan Indonesia beserta Tiongkok dan India. |
||
[[Raden Wijaya]] mendirikan [[Majapahit]], dan kekuasaannya mencapai puncaknya |
[[Raden Wijaya]] mendirikan [[Majapahit]], dan kekuasaannya mencapai puncaknya pada masa pemerintahan [[Hayam Wuruk]] (m. 1350-1389). Kerajaan mengklaim kedaulatan atas seluruh kepulauan Indonesia, meskipun kontrol langsung cenderung terbatas pada Jawa, Bali, dan Madura saja. [[Gajah Mada]] adalah [[patih|mahapatih]] pada masa Hayam Wuruk, yang memimpin banyak penaklukan teritorial bagi kerajaan. Kerajaan-kerajaan di Jawa sebelumnya mendasarkan kekuasaan mereka pada pertanian. Namun Majapahit berhasil menguasai pelabuhan dan jalur pelayaran sehingga menjadi kerajaan komersial pertama di Jawa. Majapahit mengalami kemunduran seiring dengan wafatnya Hayam Wuruk dan mulai [[Kedatangan dan penyebaran Agama Islam di Nusantara|masuknya agama Islam ke Indonesia]]. |
||
=== Masa kerajaan Islam === |
=== Masa kerajaan Islam === |
||
Pada akhir abad ke-16, |
Pada akhir abad ke-16, perkembangan islam telah melampaui Hindu dan Budha sebagai agama dominan di Jawa. Kemunculan kerajaan islam di Jawa juga tidak lepas dari peran walisongo. Pada awalnya penyebaran agama islam sangat pesat dan diterima oleh kalangan masyarakat biasa, hingga pada akhirnya dakwah itu masuk dan dijalankan kepada kaum penguasa pulau ini. |
||
Tercatat kerajaan islam pertama di Jawa adalah Kerajaan Demak atau Kesultanan [[Kesultanan Demak|Demak Bintoro]]. Kerajaan Demak ini dipimpin oleh salah satu keturunan Majapahit yang beragama islam yaitu Raden Patah. Dalam masa ini, kerajaan-kerajaan Islam mulai berkembang dari [[Kesultanan Pajang|Pajang]], [[Kasunanan Surakarta|Surakarta]], [[Kesultanan Yogyakarta|Yogyakarta]], [[Kesultanan Cirebon|Cirebon]], dan [[Kesultanan Banten|Banten]] membangun kekuasaannya. |
|||
[[Kesultanan Mataram]] pada akhir abad ke-16 tumbuh menjadi kekuatan yang dominan dari bagian tengah dan timur Jawa. Para penguasa Surabaya dan Cirebon berhasil ditundukkan di bawah kekuasaan Mataram, sehingga hanya Mataram dan Banten lah yang kemudian tersisa ketika datangnya bangsa Belanda pada abad ke-17. |
|||
Beberapa kerajaan warisan islam di jawa masih dapat kita temukan di beberapa kota misalnya Surakarta terdapat dua kerajaan yaitu Kasunanan dan Mangkunegaran, di Yogyakarta ada dua kerajaan yaitu Kasultanan dan Pakualaman, dan di Cirebon ada tiga kerajaan yaitu Kasepuhan, Kacirebonan dan Kasepuhan. |
|||
=== Masa kolonial === |
=== Masa kolonial === |
||
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Thee-kweekbedden zonder afdak Java TMnr 10011931.jpg| |
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Thee-kweekbedden zonder afdak Java TMnr 10011931.jpg|jmpl|Perkebunan teh di Jawa pada [[Hindia Belanda|masa kolonial Belanda]]. Sekitar tahun 1926.]] |
||
Hubungan Jawa dengan kekuatan-kekuatan kolonial Eropa dimulai pada tahun 1522, dengan diadakannya [[Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal|perjanjian]] antara [[Kerajaan Sunda]] dan Portugis di [[Malaka]]. Setelah kegagalan perjanjian tersebut, [[Bangsa Portugis di Indonesia|kehadiran Portugis]] selanjutnya hanya terbatas di Malaka dan di pulau-pulau sebelah timur nusantara saja. Sebuah ekspedisi di bawah pimpinan [[Cornelis de Houtman]] yang terdiri dari empat buah kapal pada tahun 1596, menjadi awal dari hubungan antara Belanda dan Indonesia.<ref>{{cite book|title=The Globe Encompassed: The Age of European Discovery, 1500-1700|author=Ames, Glenn J.|year=2008|page=99}}</ref> Pada akhir abad ke-18, Belanda telah berhasil memperluas pengaruh mereka terhadap kesultanan-kesultanan di pedalaman |
Hubungan Jawa dengan kekuatan-kekuatan kolonial Eropa dimulai pada tahun 1522, dengan diadakannya [[Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal|perjanjian]] antara [[Kerajaan Sunda]] dan Portugis di [[Malaka]]. Setelah kegagalan perjanjian tersebut, [[Bangsa Portugis di Indonesia|kehadiran Portugis]] selanjutnya hanya terbatas di Malaka dan di pulau-pulau sebelah timur nusantara saja. Sebuah ekspedisi di bawah pimpinan [[Cornelis de Houtman]] yang terdiri dari empat buah kapal pada tahun 1596, menjadi awal dari hubungan antara Belanda dan Indonesia.<ref>{{cite book|title=The Globe Encompassed: The Age of European Discovery, 1500-1700|url=https://archive.org/details/globeencompassed0000ames|author=Ames, Glenn J.|year=2008|page=[https://archive.org/details/globeencompassed0000ames/page/99 99]}}</ref> Pada akhir abad ke-18, Belanda telah berhasil memperluas pengaruh mereka terhadap kesultanan-kesultanan di pedalaman Pulau Jawa (lihat [[Perusahaan Hindia Timur Belanda di Indonesia]]). Meskipun orang-orang Jawa adalah pejuang yang pemberani, konflik internal telah menghalangi mereka membentuk aliansi yang efektif dalam melawan Belanda. Sisa-sisa Mataram bertahan sebagai [[Kasunanan Surakarta]] dan [[Kasultanan Yogyakarta]]. Para raja Jawa mengklaim berkuasa atas kehendak Tuhan, dan Belanda mendukung sisa-sisa aristokrasi Jawa tersebut dengan cara mengukuhkan kedudukan mereka sebagai penguasa wilayah atau bupati dalam lingkup administrasi kolonial. |
||
Di awal masa kolonial, Jawa memegang peranan utama sebagai daerah penghasil [[beras]]. Pulau-pulau penghasil rempah-rempah, misalnya [[ |
Di awal masa kolonial, Jawa memegang peranan utama sebagai daerah penghasil [[beras]]. Pulau-pulau penghasil rempah-rempah, misalnya [[Kepulauan Banda]], secara teratur mendatangkan beras dari Jawa untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.<ref>{{Cite book |
||
|last = St. John |
|||
|first = Horace Stebbing Roscoe |
|||
|title = The Indian Archipelago: its history and present state, Volume 1 |
|||
|publisher = Longman, Brown, Green, and Longmans |
|||
|year = 1853 |
|||
|pages = 137 |
|||
|url = http://books.google.com.my/books?id=UJ9FAAAAIAAJ |
|||
|isbn = }}</ref> |
|||
Inggris sempat [[Perang Jawa Britania-Belanda|menaklukkan Jawa]] pada tahun 1811. Jawa kemudian menjadi bagian dari [[Imperium Britania|Kerajaan Britania Raya]], dengan Sir [[Thomas Stamford Bingley Raffles|Stamford Raffles]] sebagai [[Daftar Penguasa Hindia |
Inggris sempat [[Perang Jawa Britania-Belanda|menaklukkan Jawa]] pada tahun 1811. Jawa kemudian menjadi bagian dari [[Imperium Britania|Kerajaan Britania Raya]], dengan Sir [[Thomas Stamford Bingley Raffles|Stamford Raffles]] sebagai [[Daftar Penguasa Hindia Belanda|Gubernur Jenderalnya]]. Pada tahun 1814, Inggris mengembalikan Jawa kepada Belanda sebagaimana ketentuan pada [[Traktat Paris (1814)|Traktat Paris]].<ref>{{Cite book |
||
|last = Atkins |
|||
|first = James |
|||
|authorlink = |
|||
|coauthors = |
|||
|title = The Coins And Tokens Of The Possessions And Colonies Of The British Empire |
|||
|publisher = Quaritch, Bernard |
|||
|series = |
|||
|volume = |
|||
|edition = |
|||
|year = 1889 |
|||
|location = London |
|||
|pages = 213 |
|||
|language = |
|||
|url = |
|||
|doi = |
|||
|isbn = |
|||
|mr = |
|||
|zbl = |
|||
|jfm = }}</ref> |
|||
Penduduk |
Penduduk Pulau Jawa kemungkinan sudah mencapai 10 juta orang pada tahun 1815.<ref>[http://www.britannica.com/EBchecked/topic/301673/Java Java (island, Indonesia)]. Encyclopædia Britannica.</ref> Pada paruh kedua abad ke-18, mulai terjadi lonjakan jumlah penduduk di kadipaten-kadipaten sepanjang pantai utara Jawa bagian tengah, dan dalam abad ke-19 seluruh pulau mengalami pertumbuhan populasi yang cepat. Berbagai faktor penyebab pertumbuhan penduduk yang besar antara lain termasuk peranan pemerintahan kolonial Belanda, yaitu dalam menetapkan berakhirnya perang saudara di Jawa, meningkatkan luas area persawahan, serta mengenalkan tanaman pangan lainnya seperti [[singkong]] dan [[jagung]] yang dapat mendukung ketahanan pangan bagi populasi yang tidak mampu membeli beras.<ref>Taylor (2003), hlm. 253.</ref> Pendapat lainnya menyatakan bahwa meningkatnya beban pajak dan semakin meluasnya perekrutan kerja di bawah [[Cultuurstelsel|Sistem Tanam Paksa]] menyebabkan para pasangan berusaha memiliki lebih banyak anak dengan harapan dapat meningkatkan jumlah anggota keluarga yang dapat menolong membayar pajak dan mencari nafkah.<ref>Taylor (2003), hlm. 253-254.</ref> Pada tahun 1820, terjadi wabah [[kolera]] di Jawa dengan korban 100.000 jiwa.<ref>{{Cite book |
||
|first = Joseph Patrick |
|||
|last = Byrne |
|||
|title = Encyclopedia of Pestilence, Pandemics, and Plagues: A-M |
|||
|url = http://books.google.com/books?id=5Pvi-ksuKFIC&pg=PA99&dq#v=onepage&q=&f=false |
|||
|publisher = ABC-CLIO |
|||
|year = 2008 |
|||
|page = 99 |
|||
|isbn = 0313341028 |
|||
}}{{Pranala mati|date=Januari 2023 |bot=InternetArchiveBot |fix-attempted=yes }}</ref> |
|||
</ref> |
|||
Kehadiran truk dan kereta api sebagai sarana transportasi bagi masyarakat yang sebelumnya hanya menggunakan kereta dan kerbau, penggunaan sistem telegraf, dan sistem distribusi yang lebih teratur di bawah pemerintahan kolonial; semuanya turut mendukung terhapusnya kelaparan di Jawa, yang pada gilirannya meningkatkan pertumbuhan penduduk. Tidak terjadi bencana kelaparan yang berarti di Jawa semenjak tahun 1840-an hingga [[Sejarah Nusantara (1942-1945)|masa pendudukan Jepang]] pada tahun 1940-an.<ref name="Taylor 2003, hlm. 254">Taylor (2003), hlm. 254.</ref> Selain itu, menurunnya usia awal pernikahan selama abad ke-19, menyebabkan bertambahnya jumlah tahun di mana seorang perempuan dapat mengurus anak.<ref name="Taylor 2003, hlm. 254"/> |
Kehadiran truk dan kereta api sebagai sarana transportasi bagi masyarakat yang sebelumnya hanya menggunakan kereta dan kerbau, penggunaan sistem telegraf, dan sistem distribusi yang lebih teratur di bawah pemerintahan kolonial; semuanya turut mendukung terhapusnya kelaparan di Jawa, yang pada gilirannya meningkatkan pertumbuhan penduduk. Tidak terjadi bencana kelaparan yang berarti di Jawa semenjak tahun 1840-an hingga [[Sejarah Nusantara (1942-1945)|masa pendudukan Jepang]] pada tahun 1940-an.<ref name="Taylor 2003, hlm. 254">Taylor (2003), hlm. 254.</ref> Selain itu, menurunnya usia awal pernikahan selama abad ke-19, menyebabkan bertambahnya jumlah tahun di mana seorang perempuan dapat mengurus anak.<ref name="Taylor 2003, hlm. 254"/> |
||
=== Masa kemerdekaan === |
=== Masa kemerdekaan === |
||
Nasionalisme Indonesia mulai tumbuh di Jawa pada awal abad ke-20 (lihat [[Kebangkitan Nasional Indonesia]]), dan [[Sejarah Indonesia (1945–1949)|perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan]] setelah Perang Dunia II juga berpusat di Jawa. [[Gerakan 30 September|Kudeta G 30 S PKI]] yang gagal dan [[Pembantaian di Indonesia 1965–1966|kekerasan anti-komunis selanjutnya]] pada tahun 1965-66 sebagian besar terjadi di pulau ini. Jawa saat ini mendominasi kehidupan sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia, yang berpotensi menjadi sumber kecemburuan sosial. Pada tahun 1998 terjadi [[Kerusuhan Mei 1998|kerusuhan besar]] yang menimpa etnis [[Tionghoa-Indonesia]], yang merupakan salah satu dari berbagai kerusuhan berdarah yang terjadi tidak berapa lama sebelum runtuhnya pemerintahan Presiden Soeharto yang telah berjalan selama 32 tahun.<ref>{{cite news| |
Nasionalisme Indonesia mulai tumbuh di Jawa pada awal abad ke-20 (lihat [[Kebangkitan Nasional Indonesia]]), dan [[Sejarah Indonesia (1945–1949)|perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan]] setelah Perang Dunia II juga berpusat di Jawa. [[Gerakan 30 September|Kudeta G 30 S PKI]] yang gagal dan [[Pembantaian di Indonesia 1965–1966|kekerasan anti-komunis selanjutnya]] pada tahun 1965-66 sebagian besar terjadi di pulau ini. Jawa saat ini mendominasi kehidupan sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia, yang berpotensi menjadi sumber kecemburuan sosial. Pada tahun 1998 terjadi [[Kerusuhan Mei 1998|kerusuhan besar]] yang menimpa etnis [[Tionghoa-Indonesia]], yang merupakan salah satu dari berbagai kerusuhan berdarah yang terjadi tidak berapa lama sebelum runtuhnya pemerintahan Presiden Soeharto yang telah berjalan selama 32 tahun.<ref>{{cite news|url=http://news.bbc.co.uk/1/hi/events/indonesia/special_report/118576.stm|work=BBC News|title=Ethnic Chinese tell of mass rapes|date=23 June 1998|accessdate=28 April 2010}}</ref> |
||
Pada tahun 2006, [[Gunung Merapi]] meletus dan diikuti oleh [[Gempa bumi Yogyakarta 2006|gempa bumi]] yang melanda [[Yogyakarta]]. Jawa juga sempat terkena sedikit dampak wabah [[H5N1|flu burung]], serta merupakan lokasi bencana [[Banjir lumpur panas Sidoarjo|semburan lumpur panas Sidoarjo]]. |
Pada tahun 2006, [[Gunung Merapi]] meletus dan diikuti oleh [[Gempa bumi Yogyakarta 2006|gempa bumi]] yang melanda [[Yogyakarta]]. Jawa juga sempat terkena sedikit dampak wabah [[H5N1|flu burung]], serta merupakan lokasi bencana [[Banjir lumpur panas Sidoarjo|semburan lumpur panas Sidoarjo]]. |
||
== Geografi == |
== Geografi dan Geologi == |
||
[[Berkas:Semeru Bromo Temple.JPG| |
[[Berkas:Semeru Bromo Temple.JPG|jmpl|kiri|250px|[[Semeru|Gunung Semeru]] dan [[gunung Bromo|Bromo]] di [[Jawa Timur]].]] |
||
{{tambah referensi bagian}} |
|||
Jawa bertetangga dengan [[Sumatera]] di sebelah barat, [[Bali]] di timur, [[Kalimantan]] di utara, dan [[Pulau Natal]] di selatan. Pulau Jawa merupakan [[Daftar pulau menurut luas wilayah|pulau ke-13 terbesar di dunia]]. Perairan yang mengelilingi pulau ini ialah [[Laut Jawa]] di utara, [[Selat Sunda]] di barat, [[Samudera Hindia]] di selatan, serta [[Selat Bali]] dan [[Selat Madura]] di timur. |
|||
=== Geografi === |
|||
Jawa bertetangga dengan [[Sumatra]] di sebelah barat, [[Bali]] di timur, [[Kalimantan]] di utara, dan [[Pulau Natal]] di selatan. Pulau Jawa merupakan [[Daftar pulau menurut luas wilayah|pulau ke-13 terbesar di dunia]]. Perairan yang mengelilingi pulau ini ialah [[Laut Jawa]] di utara, [[Selat Sunda]] di barat, [[Samudra Hindia]] di selatan, serta [[Selat Bali]] dan [[Selat Madura]] di timur. |
|||
Jawa memiliki luas sekitar |
Jawa memiliki luas sekitar 138.793,6 km<sup>2</sup>.<ref name="MONK_7">{{cite book|last=Monk,|first=K.A.|coauthors=Fretes, Y., Reksodiharjo-Lilley, G.|title=The Ecology of Nusa Tenggara and Maluku|publisher=Periplus Editions Ltd.|year=1996|page=7|location=Hong Kong|isbn=962-593-076-0}}</ref> [[Sungai]] yang terpanjang ialah [[Bengawan Solo]], yaitu sepanjang 600 km.<ref>[http://www.jasatirta1.go.id/english/3WorkArea/20BengawanSolo.htm Management of Bengawan Solo River Area] {{Webarchive|url=https://web.archive.org/web/20071011113418/http://jasatirta1.go.id/english/3WorkArea/20BengawanSolo.htm |date=2007-10-11 }} Jasa Tirta I Corporation 2004. Diakses 26 Juli 2006.</ref> Sungai ini bersumber di Jawa bagian tengah, tepatnya di gunung berapi [[Gunung Lawu|Lawu]]. Aliran sungai kemudian mengalir ke arah utara dan timur, menuju muaranya di [[Laut Jawa]] di dekat kota [[Surabaya]]. |
||
Hampir keseluruhan wilayah Jawa pernah memperoleh dampak dari aktivitas [[gunung berapi]]. Terdapat tiga puluh delapan [[gunung]] yang terbentang dari timur ke barat pulau ini, yang kesemuanya pada waktu tertentu pernah menjadi gunung berapi aktif. Gunung berapi tertinggi di Jawa adalah [[Gunung Semeru]] (3.676 m), sedangkan gunung berapi paling aktif di Jawa dan bahkan di Indonesia adalah [[Gunung Merapi]] (2.968 m) serta |
Hampir keseluruhan wilayah Jawa pernah memperoleh dampak dari aktivitas [[gunung berapi]]. Terdapat tiga puluh delapan [[gunung]] yang terbentang dari timur ke barat pulau ini, yang kesemuanya pada waktu tertentu pernah menjadi gunung berapi aktif. Gunung berapi tertinggi di Jawa adalah [[Gunung Semeru]] (3.676 m) dan gunung tertinggi kedua [[Gunung Slamet]] (3.432 m), sedangkan gunung berapi paling aktif di Jawa dan bahkan di Indonesia adalah [[Gunung Merapi]] (2.968 m) serta [[Gunung Kelud]] (1.731 m). Gunung-gunung dan dataran tinggi yang berjarak berjauhan membantu wilayah pedalaman terbagi menjadi beberapa daerah yang relatif terisolasi dan cocok untuk [[sawah|persawahan]] lahan basah. Lahan persawahan padi di Jawa adalah salah satu yang tersubur di dunia.<ref name="RICKLEFS_p15">{{cite book |
||
|last =Ricklefs|first =M.C.|authorlink =|coauthors =|title =A History of Modern Indonesia since c.1300 (2nd edition)|publisher =MacMillan|year =1991|location =London|pages =15|url =|doi =|isbn = 0-333-57690-X }}</ref> Jawa adalah tempat pertama penanaman [[Kopi Indonesia|kopi]] di Indonesia, yaitu sejak tahun 1699. Kini, [[kopi arabika]] banyak ditanam di Dataran Tinggi Ijen baik oleh para petani kecil maupun oleh perkebunan-perkebunan besar. |
|last =Ricklefs|first =M.C.|authorlink =|coauthors =|title =A History of Modern Indonesia since c.1300 (2nd edition)|publisher =MacMillan|year =1991|location =London|pages =15|url =|doi =|isbn = 0-333-57690-X }}</ref> Jawa adalah tempat pertama penanaman [[Kopi Indonesia|kopi]] di Indonesia, yaitu sejak tahun 1699. Kini, [[kopi arabika]] banyak ditanam di Dataran Tinggi Ijen baik oleh para petani kecil maupun oleh perkebunan-perkebunan besar. |
||
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De weg van Buitenzorg naar de Preanger Regentschappen TMnr 3728-429c.jpg| |
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM De weg van Buitenzorg naar de Preanger Regentschappen TMnr 3728-429c.jpg|jmpl|Dataran Tinggi [[Parahyangan]], dilihat dari [[Bogor]] (k. 1865-1872).]] |
||
Suhu rata-rata sepanjang tahun adalah antara 22 °C sampai 29 °C, dengan |
Suhu rata-rata sepanjang tahun adalah antara 22 °C sampai 29 °C, dengan kelembapan rata-rata 75%. Daerah pantai utara biasanya lebih panas, dengan rata-rata 34 °C pada siang hari di [[musim kemarau]]. Daerah pantai selatan umumnya lebih sejuk daripada pantai utara dengan, bahkan pada waktu tertentu yaitu [[musim bediding]] daerah tersebut akan mengalami penurunan suhu yang drastis, khususnya di daerah pantai selatan bagian tengah (''Tatar Banyumas-Kedu'') yang membentang dari [[Gunung Slamet]] sampai [[Dataran tinggi Dieng|Dataran Tinggi Dieng]] dan [[Pegunungan Selatan Jawa Barat|Dataran tinggi di selatan Jawa Barat]] yang merupakan titik berkumpulnya angin musim dingin dari [[Australia]] pada [[Juni]] sampai [[Agustus]].<ref>{{Cite web|title=Fenomena Bediding, Penyebab Suhu Dingin di Malam Hari pada Musim Kemarau|url=https://regional.kompas.com/read/2022/06/02/214448778/fenomena-bediding-penyebab-suhu-dingin-di-malam-hari-pada-musim-kemarau?page=all|website=https://regional.kompas.com|access-date=2023-03-18}}</ref> |
||
Titik terdingin (suhu rata-rata) di pulau Jawa berada di [[Gunung Slamet]], meski bukan merupakan titik tertinggi pulau ini. [[Musim hujan]] berawal pada bulan Oktober dan berakhir pada bulan April, di mana hujan biasanya turun di sore hari, dan pada bulan-bulan selainnya hujan biasanya hanya turun sebentar-sebentar saja. Curah hujan tertinggi umumnya terjadi pada bulan-bulan bulan Januari dan Februari. Wilayah dengan curah hujan tertinggi berada di [[Ketenger, Baturaden, Banyumas|Ketenger, Banyumas]] yaitu 8.134,00 mm per tahun.<ref>{{Cite web|title=Curah Hujan Ketenger|url=https://banyumaskab.bps.go.id/indicator/151/92/1/curah-hujan.html|website=banyumaskab.bps.go.id|access-date=2022-10-18}}</ref> Sedangkan curah hujan terendah berada di wilayah pantai utara Jawa Timur hanya 900 mm per tahun. |
|||
Jawa Barat bercurah hujan lebih tinggi daripada Jawa Timur, dan daerah pegunungannya menerima curah hujan lebih tinggi lagi. Curah hujan di [[Parahyangan|Dataran Tinggi Parahyangan]] di Jawa Barat mencapai lebih dari 4.000 mm per tahun, sedangkan di pantai utara Jawa Timur hanya 900 mm per tahun. |
|||
Luas kawasan hutan di Pulau Jawa mencapai 30.791,28 km² atau mencapai 24% dari luas Pulau Jawa sebesar 128.297 km². Dari 24% hutan atau dari 30.791,28 km² hutan yang ada di pulau Jawa, 19% di antaranya merupakan kawasan tutupan hutan dan 5% di antaranya merupakan kebun raya.<ref name=PR-20-JUL>{{cite news | first1 = Mochamad Iqbal | last1 = Maulud | title = Program Hutan Sosial Harus Terus Dikawal | work = [[Pikiran Rakyat]] | date = 20 Juli 2022 | pp = 1}}</ref> 400 ribu hektar lahan hutan tersebut berstatus sangat kritis dan 600 ribu lahan hutan di antaranya berstatus hampir kritis.<ref name = PR-20-JUL-PP10>{{cite news | first1 = Mochamad Iqbal | last1 = Maulud | title = Program Hutan Sosial Harus Terus Dikawal| work = [[Pikiran Rakyat]] | date = 20 Juli 2022 | pp = 10}}</ref> |
|||
=== Geologi === |
|||
Pemerian geologi Jawa paling lengkap diungkap dalam [[Rein van Bemmelen|van Bemmelen]] (1949).<ref>Bemmelen, R.W van. 1949. ''The Geology of Indonesia''. The Hague. Government Printing Office.</ref> Sebagai pulau, Jawa secara geologi relatif muda. Pembentukan dimulai dari periode [[Tersier]]. Sebelumnya, [[kerak bumi]] yang membentuk pulau ini berada di bawah permukaan laut. Aktivitas orogenis yang intensif sejak kala [[Oligosen]] dan [[Miosen]] mengangkat dasar laut sehingga pada kala [[Pliosen]] dan [[Pleistosen]] wujud Pulau Jawa sudah mulai terbentuk. Sisa-sisa dasar laut masih tampak, membentuk fitur sebagian besar kawasan [[karst]] di selatan pulau ini. |
|||
Van Bemmelen membagi Pulau Jawa dalam tujuh satuan fisiografi sebagai berikut. |
|||
# '''[[Pegunungan Sewu|Pegunungan Selatan]]''', merupakan zona [[gamping]] bercampur sisa aktivitas vulkanis dari kala Miosen yang mengalami beberapa pengangkatan hingga periode [[Kuarter]]. |
|||
# '''Zona vulkanis''' dari periode Kuarter, dengan gunung-gunung api tinggi, sering kali dengan puncak di atas 2000 m dari permukaan laut, membentang dari barat sampai ujung timur. |
|||
# '''Depresi Tengah''', membentuk poros cekungan sebagai poros utama pulau, dengan dua depresi besar: depresi Bandung dan depresi Solo |
|||
# '''Zona antiklinal Tengah''', terdiri dari endapan-endapan kala Miosen sampai Pleistosen, dimulai dari [[Gunung Karang]] terus ke timur melewati Bogor, lembah Serayu, lalu Pegunungan Kendeng, terus sampai ke pantai utara [[Karesidenan Besuki|Besuki]]. |
|||
# '''Depresi Randublatung''', merupakan depresi kecil memanjang di utara [[Pegunungan Kendeng]], terbentuk dari endapan laut dan daratan. |
|||
# '''Antiklinorium Rembang-Madura''', merupakan formasi perbukitan [[gamping]] di pantai utara Jawa Timur dan membentuk hampir semua bagian [[Pulau Madura]] |
|||
# '''Dataran aluvial''' pesisir utara ([[Jalur Pantura]]) yang terbentuk dari delta dan endapan lumpur, merupakan daratan paling muda. |
|||
== Demografi == |
|||
=== Pemerintahan === |
=== Pemerintahan === |
||
Secara administratif pulau Jawa terdiri atas enam pemerintahan dalam tingkat [[provinsi]] yaitu Banten, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur.<ref>{{Cite book|last=Sosilawati, dkk.|date=2017|url=https://bpiw.pu.go.id/uploads/publication/attachment/Buku_1Jawa.pdf|title=Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek 2018-2020: Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Pulau Jawa|publisher=Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR|isbn=978-602-61190-5-6|editor-last=Handayani, A., dan Nababan, M. L.|pages=2|url-status=live}}</ref> [[Ibu kota]] [[provinsi]] Banten adalah [[Kota Serang]].<ref>{{Cite book|last=Ridwan, I., dkk.|date=November 2021|url=https://eprints.untirta.ac.id/6638/1/LAYOUT%20BUKU%20STUBAN%20LENGKAP.pdf|title=Studi Kebantenan dalam Catatan Sejarah|location=Tangerang|publisher=Media Edukasi Indonesia|isbn=978-623-6497-50-0|editor-last=Muhibah|editor-first=Siti|pages=18|url-status=live}}</ref> Ibukota Provinsi [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta]] di [[Kota Administrasi Jakarta Pusat|Kota Jakarta Pusat]].<ref>{{Cite book|last=Kusuma|first=Arya Aji|date=Februari 2022|url=https://jakpuskota.bps.go.id/publication/2022/02/25/c609651e46568d34090e4022/kota-jakarta-pusat-dalam-angka-2022.html|title=Kota Jakarta Pusat dalam Angka 2022|location=Jakarta Pusat|publisher=BPS Kota Jakarta Pusat|editor-last=Sucipto|editor-first=Agus|pages=5|issn=0215-4137|url-status=live}}</ref> Ibu kota Provinsi [[Jawa Barat]] di [[Kota Bandung]].<ref>{{Cite book|last=Yulianto, E., dkk.|date=November 2020|url=https://www.bi.go.id/id/bi-institute/publikasi/Documents/Buku_Sejarah_KPwBI_BANDUNG.pdf|title=Geliat Kota Bandung: Dari Kota Tradisional Menuju Modern|location=Jakarta|publisher=Bank Indonesia Institute|isbn=978-979-8086-60-1|editor-last=Achdian|editor-first=Andi|pages=110|url-status=live}}</ref> Ibu kota Provinsi [[Jawa Tengah]] di [[Kota Semarang]].<ref>{{Cite book|last=Susatyo|first=Rachmat|date=2006|url=https://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/12/penguasaan_tanah_dan_ketenagakerjaan.pdf|title=Penguasaan Tanah dan Ketenagakerjaan di Karesidenan Semarang pada Masa Kolonial|location=Bandung|publisher=Koperasi Ilmu Pengetahuan Sosial|isbn=978-979-17075-7-2|pages=6|url-status=live}}</ref> Ibu kota Provinsi [[Daerah Istimewa Yogyakarta]] di [[Kota Yogyakarta]].<ref>{{Cite book|last=Bidang Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik|date=2018|url=https://yogyakarta.bps.go.id/publication/2018/08/16/ec8403f8694d2ff343d36d88/provinsi-daerah-istimewa-yogyakarta-dalam-angka-2018.html|title=Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka 2018|location=Yogyakarta|publisher=Badan Pusat Statistik Propinsi D.I. Yogyakarta|pages=21|issn=0215-2185|url-status=live}}</ref> Ibu kota Provinsi [[Jawa Timur]] di [[Kota Surabaya]].<ref>{{Cite book|last=Brahmanta|first=Arya|date=2017|url=https://dspace.hangtuah.ac.id/xmlui/bitstream/handle/dx/626/MONOGRAF%20GAMBARAN%20SEFALOMETRI%20SKELETAL%2C%20DENTAL%20DAN%20JARINGAN%20LUNAK%20OK%20UPLOAD.pdf?sequence=6&isAllowed=y|title=Gambaran Sefalometri Skeletal, Dental dan Jaringan Lunak: Pasien Fase Geligi Pergantian di Kelurahan Sukolilo yang Datang Berobat ke RSGM FKG UHT|location=Surabaya|publisher=Penerbit Kartika Mulya|isbn=978-602-9167-26-9|editor-last=Revianti|editor-first=Syamsulina|pages=1|url-status=live}}</ref> |
|||
Secara administratif pulau Jawa terdiri atas enam [[Daftar provinsi Indonesia|provinsi]]: |
|||
=== Penduduk === |
|||
* Provinsi [[Daerah Khusus Ibukota Jakarta]] |
|||
Dengan populasi sebesar 150 juta jiwa<ref name="JKTPOS">{{Cite web |url=http://www.thejakartapost.com/news/2010/08/23/population-growth-%E2%80%98good-papua%E2%80%99.html |title=Salinan arsip |access-date=2011-03-16 |archive-date=2010-08-24 |archive-url=https://web.archive.org/web/20100824053746/http://www.thejakartapost.com/news/2010/08/23/population-growth-%E2%80%98good-papua%E2%80%99.html |dead-url=yes }}</ref> Jawa adalah pulau yang menjadi tempat tinggal lebih dari 50% atau hampir 60% populasi Indonesia.<ref name="JKTPOS"/> Dengan kepadatan 1.317 jiwa/km²,<ref name="JKTPOS"/> pulau ini juga menjadi salah satu pulau di dunia yang paling dipadati penduduk. Sekitar 42% penduduk Indonesia berasal dari etnis Jawa.<ref>{{Cite web|url=https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html|title=East Asia/Southeast Asia :: Indonesia—The World Factbook - Central Intelligence Agency|website=www.cia.gov|access-date=2011-03-16|archive-date=2008-12-10|archive-url=https://web.archive.org/web/20081210041527/https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html|dead-url=yes}}</ref> Walaupun demikian sepertiga bagian barat pulau ini (Jawa Barat, Banten, dan Jakarta) memiliki kepadatan penduduk lebih dari 1.500 jiwa/km<sup>2</sup>.<ref name="JKTPOS"/> |
|||
* Provinsi [[Banten]], dengan ibukota provinsi [[Kota Serang]] |
|||
* Provinsi [[Jawa Barat]], dengan ibukota provinsi [[Kota Bandung]] |
|||
Sejak tahun 1970-an hingga kejatuhan Presiden Soeharto pada tahun 1998, pemerintah Indonesia melakukan program [[transmigrasi]] untuk memindahkan sebagian penduduk Jawa ke pulau-pulau lain di Indonesia yang lebih luas. Program ini terkadang berhasil. Namun terkadang menghasilkan konflik antara transmigran pendatang dari Jawa dengan populasi penduduk setempat. Di Jawa Timur banyak pula terdapat penduduk dari etnis Madura dan Bali, karena kedekatan lokasi dan hubungan bersejarah antara Jawa dan pulau-pulau tersebut. Jakarta dan [[Jabodetabek|wilayah sekelilingnya]] sebagai daerah metropolitan yang dominan serta ibu kota negara, telah menjadi tempat berkumpulnya berbagai suku bangsa di Indonesia. |
|||
* Provinsi [[Jawa Tengah]], dengan ibukota provinsi [[Kota Semarang]] |
|||
* Provinsi [[Jawa Timur]], dengan ibukota provinsi [[Kota Surabaya]] |
|||
* Provinsi [[Daerah Istimewa Yogyakarta]], dengan ibukota provinsi [[Kota Yogyakarta]] |
|||
Penduduk Pulau Jawa perlahan-lahan semakin berciri urban, dan kota-kota besar serta kawasan industri menjadi pusat-pusat kepadatan tertinggi. Berikut adalah 10 kota besar di Jawa berdasarkan jumlah populasi tahun 2005.<ref>{{cite web|url=http://www.citypopulation.de/Indonesia-Mun.html|title=Indonesia: Provinces, Cities & Municipalities|work=City Population|accessdate=2010-04-28}}</ref> |
|||
=== Kota besar === |
|||
[[Berkas:Population density map of Java and Madura by subdistrict (kelurahan) (2022).svg|jmpl|ka|450px|Peta kepadatan penduduk Pulau Jawa dan Madura di tingkat kelurahan (2022)]] |
|||
Berikut 10 kota besar di Jawa berdasarkan jumlah populasi tahun 2005.<ref>{{cite web|url=http://www.citypopulation.de/Indonesia-Mun.html|title=Indonesia: Provinces, Cities & Municipalities|work=City Population|accessdate=2010-04-28}}</ref> |
|||
[[Berkas:Java Transportation Network id.svg| |
[[Berkas:Java Transportation Network id.svg|jmpl|ka|450px|Jaringan Transportasi Jawa pada tahun [[2015]]]] |
||
{|class="wikitable sortable" |
{|class="wikitable sortable" |
||
|- |
|- |
||
!Urutan!!Kota, Provinsi!!Populasi |
!Urutan!!Kota, Provinsi!!Populasi |
||
Baris 144: | Baris 196: | ||
|align=center|2||'''[[Kota Surabaya|Surabaya]]''', [[Jawa Timur]]||2.611.506 |
|align=center|2||'''[[Kota Surabaya|Surabaya]]''', [[Jawa Timur]]||2.611.506 |
||
|- |
|- |
||
|align=center|3||'''[[Kota Bandung|Bandung]]''', [[Jawa Barat]]||2. |
|align=center|3||'''[[Kota Bandung|Bandung]]''', [[Jawa Barat]]||2.288.570 |
||
|- |
|- |
||
|align=center|4||'''[[Kota Bekasi|Bekasi]]''', [[Jawa Barat]]||1. |
|align=center|4||'''[[Kota Bekasi|Bekasi]]''', [[Jawa Barat]]||1.940.308 |
||
|- |
|- |
||
|align=center|5||'''[[Kota Tangerang|Tangerang]]''', [[Banten]]||1.451.595 |
|align=center|5||'''[[Kota Tangerang|Tangerang]]''', [[Banten]]||1.451.595 |
||
|- |
|- |
||
|align=center|6||'''[[Kota Semarang|Semarang]]''', [[Jawa Tengah]]||1. |
|align=center|6||'''[[Kota Semarang|Semarang]]''', [[Jawa Tengah]]||1.352.869 |
||
|- |
|- |
||
|align=center|7||'''[[Kota Depok|Depok]]''', [[Jawa Barat]]||1. |
|align=center|7||'''[[Kota Depok|Depok]]''', [[Jawa Barat]]||1.339.263 |
||
|- |
|- |
||
|align=center|8||'''[[Kota Bogor|Bogor]]''', [[Jawa Barat]]||891.467 |
|align=center|8||'''[[Kota Bogor|Bogor]]''', [[Jawa Barat]]||891.467 |
||
|- |
|- |
||
|align=center|9||'''[[Kota Malang|Malang]]''', [[Jawa Timur]]|| |
|align=center|9||'''[[Kota Malang|Malang]]''', [[Jawa Timur]]||773.174 |
||
|- |
|- |
||
|align=center|10||'''[[Kota |
|align=center|10||'''[[Kota Cimahi|Cimahi]]''', [[Jawa Barat]]||546.879 |
||
|} |
|} |
||
== Demografi == |
|||
[[Berkas:Umar W (1983).jpg|thumb|250px|Wakil Presiden RI Umar K]] |
|||
Dengan populasi sebesar 136 juta jiwa<ref name="JKTPOS">http://www.thejakartapost.com/news/2010/08/23/population-growth-%E2%80%98good-papua%E2%80%99.html</ref> Jawa adalah pulau yang menjadi tempat tinggal lebih dari 57% populasi Indonesia.<ref name="JKTPOS"/> Dengan kepadatan 1.029 jiwa/km²,<ref name="JKTPOS"/> pulau ini juga menjadi salah satu pulau di dunia yang paling dipadati penduduk. Sekitar 45% penduduk Indonesia berasal dari etnis Jawa.<ref>[https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/id.html CIA factbook]</ref> Walaupun demikian sepertiga bagian barat pulau ini (Jawa Barat, Banten, dan Jakarta) memiliki kepadatan penduduk lebih dari 1.400 jiwa/km<sup>2</sup>.<ref name="JKTPOS"/> |
|||
Sejak tahun 1970-an hingga kejatuhan Suharto pada tahun 1998, pemerintah Indonesia melakukan program [[transmigrasi]] untuk memindahkan sebagian penduduk Jawa ke pulau-pulau lain di Indonesia yang lebih luas. Program ini terkadang berhasil, namun terkadang menghasilkan konflik antara transmigran pendatang dari Jawa dengan populasi penduduk setempat. Di Jawa Timur banyak pula terdapat penduduk dari etnis Madura dan Bali, karena kedekatan lokasi dan hubungan bersejarah antara Jawa dan pulau-pulau tersebut. Jakarta dan [[Jabodetabek|wilayah sekelilingnya]] sebagai daerah metropolitan yang dominan serta ibukota negara, telah menjadi tempat berkumpulnya berbagai suku bangsa di Indonesia. |
|||
=== Etnis dan budaya === |
=== Etnis dan budaya === |
||
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Een jonge Javaan te Semarang Java TMnr 10002811.jpg|jmpl|180px|kiri|Seorang pemuda berpakaian tradisional [[Orang Jawa|Jawa]] dengan [[blangkon]], kain [[batik]], dan [[keris]] (1913).]] |
|||
[[Berkas:Shania Junianatha.png|thumb|180px|left|Shania JKT48]] |
|||
Mitos asal usul |
Mitos asal usul Pulau Jawa serta gunung-gunung berapinya diceritakan dalam sebuah [[kakawin]], bernama ''[[Tantu Pagelaran|Tangtu Panggelaran]]''. Komposisi [[etnis]] di Pulau Jawa secara relatif dapat dianggap homogen, meskipun memiliki populasi yang besar dibandingkan dengan pulau-pulau besar lainnya di Indonesia. Terdapat dua kelompok etnis besar pulau ini, yaitu etnis [[Orang Jawa|Jawa]] dan etnis [[Orang Sunda|Sunda]]. Etnis [[Orang Madura|Madura]] dapat pula dianggap sebagai kelompok ketiga; mereka berasal dari [[Pulau Madura]] yang berada di utara pantai timur Jawa, dan telah bermigrasi secara besar-besaran ke [[Jawa Timur]] sejak abad ke-18.<ref name=Periplus58>{{cite book|last = Hefner|first = Robert|title = Java|publisher = Periplus Editions|year = 1997|location = Singapore|pages = 58|isbn = 962-593-244-5}}</ref> Jumlah orang Jawa adalah sekitar dua-pertiga penduduk pulau ini, sedangkan orang Sunda mencapai 25% dan orang Madura mencapai 4% lebih atau hampir 5%.<ref name=Periplus58/> |
||
Empat wilayah budaya utama terdapat di pulau ini |
Empat wilayah budaya utama terdapat di pulau ini, sentral budaya [[Kebudayaan Jawa|Jawa]] (''[[kejawen]]'') di bagian tengah dan budaya Jawa pesisir (''pasisiran'') di pantai utara, budaya [[Suku Sunda|Sunda]] (''[[pasundan]]'') di bagian barat, dan budaya [[Suku Osing|Osing]] (''[[blambangan]]'') di ujung timur. Budaya Madura terkadang dianggap sebagai yang kelima, terutama di kawasan pesisir utara [[Tapal Kuda, Jawa Timur|Tapal Kuda]], mengingat hubungan eratnya dengan budaya pesisir Jawa.<ref name=Periplus58/> Kejawen dianggap sebagai budaya Jawa yang paling dominan. Aristokrasi Jawa yang tersisa berlokasi di wilayah ini, yang juga merupakan etnis dengan populasi dominan di Indonesia. Bahasa, seni, dan tata krama yang berlaku di wilayah ini dianggap yang paling halus dan merupakan panutan masyarakat Jawa.<ref name=Periplus58/> Tanah pertanian tersubur dan terpadat penduduknya di Indonesia membentang sejak dari [[Kabupaten Banyumas|Banyumas]] di sebelah barat hingga ke [[Kabupaten Blitar|Blitar]] di sebelah timur.<ref name=Periplus58/> |
||
Jawa merupakan tempat berdirinya banyak kerajaan yang berpengaruh di kawasan Asia Tenggara,<ref>Lihat puisi Wallace Stevens" [[:en:Tea (poem)|Tea]]" yang menampilkan suatu kiasan dalam menghargai budaya Jawa.</ref> dan karenanya terdapat berbagai karya sastra dari para pengarang Jawa. Salah satunya ialah kisah ''[[Ken Arok]] dan [[Ken Dedes]]'', yang merupakan kisah anak yatim yang berhasil menjadi raja dan menikahi ratu dari kerajaan Jawa kuno; dan selain itu juga terdapat berbagai terjemahan dari ''[[Ramayana]]'' dan ''[[Mahabharata]]''. [[Pramoedya Ananta Toer]] adalah seorang penulis kontemporer ternama Indonesia, yang banyak menulis berdasarkan pengalaman pribadinya ketika tumbuh dewasa di Jawa, dan ia banyak mengambil unsur-unsur cerita rakyat dan legenda sejarah Jawa ke dalam karangannya. |
Jawa merupakan tempat berdirinya banyak kerajaan yang berpengaruh di kawasan Asia Tenggara,<ref>Lihat puisi Wallace Stevens" [[:en:Tea (poem)|Tea]]" yang menampilkan suatu kiasan dalam menghargai budaya Jawa.</ref> dan karenanya terdapat berbagai karya sastra dari para pengarang Jawa. Salah satunya ialah kisah ''[[Ken Arok]] dan [[Ken Dedes]]'', yang merupakan kisah anak yatim yang berhasil menjadi raja dan menikahi ratu dari kerajaan Jawa kuno; dan selain itu juga terdapat berbagai terjemahan dari ''[[Ramayana]]'' dan ''[[Mahabharata]]''. [[Pramoedya Ananta Toer]] adalah seorang penulis kontemporer ternama Indonesia, yang banyak menulis berdasarkan pengalaman pribadinya ketika tumbuh dewasa di Jawa, dan ia banyak mengambil unsur-unsur cerita rakyat dan legenda sejarah Jawa ke dalam karangannya. |
||
=== Bahasa === |
=== Bahasa === |
||
[[Berkas: |
[[Berkas:Map of java.png|jmpl|220px|Bahasa-bahasa yang dipertuturkan di Jawa (bahasa Jawa warna putih).]] |
||
Tiga bahasa utama yang dipertuturkan di Jawa adalah [[bahasa Jawa]], [[bahasa Sunda]], dan [[bahasa Madura]]. Bahasa-bahasa lain yang dipertuturkan meliputi [[bahasa Betawi]] (suatu dialek lokal [[bahasa Melayu]] di wilayah Jakarta), [[ |
Tiga bahasa utama yang dipertuturkan di Jawa adalah [[bahasa Jawa]], [[bahasa Sunda]], dan [[bahasa Madura]]. Bahasa-bahasa lain yang dipertuturkan meliputi [[bahasa Betawi]] (suatu dialek lokal dari rumpun [[bahasa Melayu]] di wilayah Jakarta), [[Bahasa Madura Bawean|Bahasa Bawean]] (erat hubungannya dengan bahasa Madura), dan [[bahasa Bali]].<ref>[http://www.ethnologue.com/show_country.asp?name=Indonesia+(Java+and+Bali) Languages of Java and Bali]–Ethnologue. Terdapat sumber-sumber lain yang menyatakan beberapa dari bahasa-bahasa ini sebagai dialek.</ref> Sebagian besar besar penduduk mampu berbicara dalam [[bahasa Indonesia]], yang umumnya merupakan bahasa kedua mereka. |
||
=== Agama dan kepercayaan === |
=== Agama dan kepercayaan === |
||
Jawa adalah kancah pertemuan dari berbagai agama dan budaya. Pengaruh [[Asia Selatan|budaya India]] adalah yang datang pertama kali dengan agama [[agama Hindu|Hindu]]-[[Siwa]] dan [[agama Buddha|Buddha]], yang menembus secara mendalam dan menyatu dengan tradisi adat dan budaya masyarakat Jawa.<ref name="kroef1961">{{cite journal|first=Justus M.|last=van der Kroef|title=New Religious Sects in Java|journal=Far Eastern Survey|volume=30|issue=2|year=1961|pages=18-15|doi=10.1525/as.1961.30.2.01p1432u|jstor=3024260}}</ref> Para [[brahmana]] kerajaan dan [[pujangga]] istana mengesahkan kekuasaan raja-raja Jawa, serta mengaitkan [[kosmologi Hindu]] dengan susunan politik mereka.<ref name="kroef1961"/> Meskipun kemudian agama [[Islam]] menjadi agama mayoritas, kantong-kantong kecil pemeluk Hindu tersebar di seluruh pulau. Terdapat populasi Hindu yang signifikan di sepanjang pantai timur dekat |
Jawa adalah kancah pertemuan dari berbagai agama dan budaya. Pengaruh [[Asia Selatan|budaya India]] adalah yang datang pertama kali dengan agama [[agama Hindu|Hindu]]-[[Siwa]] dan [[agama Buddha|Buddha]], yang menembus secara mendalam dan menyatu dengan tradisi adat dan budaya masyarakat Jawa.<ref name="kroef1961">{{cite journal|first=Justus M.|last=van der Kroef|title=New Religious Sects in Java|url=https://archive.org/details/sim_far-eastern-survey_1961-02_30_2/page/18|journal=Far Eastern Survey|volume=30|issue=2|year=1961|pages=18-15|doi=10.1525/as.1961.30.2.01p1432u|jstor=3024260}}</ref> Para [[brahmana]] kerajaan dan [[pujangga]] istana mengesahkan kekuasaan raja-raja Jawa, serta mengaitkan [[kosmologi Hindu]] dengan susunan politik mereka.<ref name="kroef1961"/> Meskipun kemudian agama [[Islam]] menjadi agama mayoritas, kantong-kantong kecil pemeluk Hindu tersebar di seluruh pulau. Terdapat populasi Hindu yang signifikan di sepanjang pantai timur dekat Pulau [[Bali]], terutama di sekitar kota [[Banyuwangi]]. Sedangkan komunitas [[Budhisme|Buddha]] umumnya saat ini terdapat di kota-kota besar, terutama dari kalangan [[Tionghoa-Indonesia]]. |
||
Sekumpulan batu nisan Muslim yang berukiran halus dengan tulisan dalam bahasa Jawa |
Sekumpulan batu nisan Muslim yang berukiran halus dengan tulisan dalam bahasa Jawa Kuno dan bukan bahasa Arab ditemukan dengan penanggalan tahun sejak 1369 di Jawa Timur. [[Louis-Charles Damais|Damais]] menyimpulkan itu adalah makam orang-orang Jawa yang sangat terhormat, bahkan mungkin para bangsawan.<ref>Damais, Louis-Charles, 'Études javanaises, I: Les tombes musulmanes datées de Trålåjå.' ''BEFEO'', vol. 54 (1968), hlm. 567-604.</ref> [[Ricklefs|M.C. Ricklefs]] berpendapat bahwa para penyebar agama Islam yang berpaham [[Sufisme|sufi]]-mistis, yang mungkin dianggap berkekuatan gaib, adalah agen-agen yang menyebabkan perpindahan agama para elit istana Jawa, yang telah lama akrab dengan aspek mistis agama Hindu dan Buddha.<ref>Ricklefs, M.C. (1991). ''A History of Modern Indonesia since c.1300'', 2nd Edition. London: MacMillan. ISBN 0-333-57689-6.</ref> Sebuah batu nisan seorang Muslim bernama [[Maulana Malik Ibrahim]] yang bertahun 1419 (822 Hijriah) ditemukan di [[Gresik]], sebuah pelabuhan di pesisir Jawa Timur. Tradisi Jawa menyebutnya sebagai orang asing non-Jawa, dan dianggap salah satu dari sembilan penyebar agama Islam pertama di Jawa ([[Walisongo]]), meskipun tidak ada bukti tertulis yang mendukung tradisi lisan ini. |
||
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Moskee Indonesië TMnr 10016740.jpg| |
[[Berkas:COLLECTIE TROPENMUSEUM Moskee Indonesië TMnr 10016740.jpg|jmpl|kiri|Masjid di Pati, Jawa Tengah, pada [[Hindia Belanda|masa kolonial]]. Masjid ini menggabungkan gaya tradisional Jawa (atap bertingkat) dengan arsitektur Eropa.]] |
||
Saat ini lebih dari 90 persen orang Jawa menganut agama Islam, dengan sebaran nuansa keyakinan antara ''[[abangan]]'' (lebih sinkretis) dan ''[[santri]]'' (lebih ortodoks). Dalam sebuah [[pesantren|pondok pesantren]] di Jawa, para [[kyai]] sebagai pemimpin agama melanjutkan peranan para resi di masa Hindu. Para santri dan masyarakat di sekitar pondok umumnya turut membantu menyediakan kebutuhan-kebutuhannya.<ref name="kroef1961"/> Tradisi pra-Islam di Jawa juga telah membuat pemahaman Islam sebagian orang cenderung ke arah mistis. Terdapat masyarakat Jawa yang berkelompok dengan tidak terlalu terstruktur di bawah kepemimpinan tokoh keagamaan, yang menggabungkan pengetahuan dan praktik-praktik pra-Islam dengan ajaran Islam.<ref name="kroef1961"/> |
|||
Saat ini hampir 100% suku Madura, Betawi, Bawean, & Sunda, serta sekitar 95 persen suku Jawa menganut agama Islam. Agama Islam sangat kental memberi pengaruh pada suku Betawi, Banten, Cirebon dan Sunda. Muslim suku Jawa dapat dibagi menjadi ''[[abangan]]'' (lebih sinkretis) dan ''[[santri]]'' (lebih agamais). Dalam sebuah [[pesantren|pondok pesantren]] di Jawa, para [[kyai]] sebagai pemimpin agama melanjutkan peranan para resi pada masa Hindu. Para santri dan masyarakat di sekitar pondok umumnya turut membantu menyediakan kebutuhan-kebutuhannya.<ref name="kroef1961"/> Tradisi pra-Islam di Jawa juga telah membuat pemahaman Islam sebagian orang cenderung ke arah mistis. Terdapat masyarakat Jawa yang berkelompok dengan tidak terlalu terstruktur di bawah kepemimpinan tokoh keagamaan, yang menggabungkan pengetahuan dan praktik-praktik pra-Islam dengan ajaran Islam.<ref name="kroef1961"/> |
|||
Agama [[Katolik Roma]] tiba di Indonesia pada saat kedatangan Portugis dengan perdagangan rempah-rempah.<ref name="infocathuslib">cf. Bunge (1983), chapter [http://countrystudies.us/indonesia/38.htm Christianity].</ref> Agama Katolik mulai menyebar di Jawa Tengah ketika [[Frans van Lith]], seorang imam dari Belanda, datang ke [[Muntilan, Magelang|Muntilan]], Jawa Tengah pada tahun 1896. [[Kristen Protestan]] tiba di Indonesia saat dimulainya kolonialisasi [[Perusahaan Hindia Timur Belanda]] (VOC) pada abad ke-16. Kebijakan VOC yang melarang penyebaran agama Katolik secara signifikan meningkatkan persentase jumlah penganut Protestan di Indonesia.<ref name="rbhgoh">Goh, Robbie B.H.. ''Christianity in Southeast Asia''. Institute of Southeast Asian Studies. Hlm. 80. ISBN 981-230-297-2. OCLC 61478898.</ref> Komunitas Kristen terutama terdapat di kota-kota besar, meskipun di beberapa daerah di Jawa tengah bagian selatan terdapat pedesaan yang penduduknya memeluk Katolik. Terdapat kasus-kasus intoleransi bernuansa agama yang menimpa umat Katolik dan kelompok Kristen lainnya.<ref name="Christians refuse to cancel Christmas">{{cite journal|first=Konradus|last=Epa|title=Christians refuse to cancel Christmas |journal=UCA News|url=http://www.ucanews.com/2010/12/23/christians-refuse-to-cancel-christmas/}}</ref> |
|||
Agama [[Katolik Roma]] tiba di Indonesia pada saat kedatangan Portugis dengan perdagangan rempah-rempah.<ref name="infocathuslib">cf. Bunge (1983), chapter [http://countrystudies.us/indonesia/38.htm Christianity].</ref> Agama Katolik mulai menyebar di Jawa Tengah ketika [[Frans van Lith]], seorang imam dari Belanda, datang ke [[Muntilan, Magelang|Muntilan]], Jawa Tengah pada tahun 1896. [[Kristen Protestan]] tiba di Indonesia saat dimulainya kolonialisasi [[Perusahaan Hindia Timur Belanda]] (VOC) pada abad ke-16. Kebijakan VOC yang melarang penyebaran agama Katolik secara signifikan meningkatkan persentase jumlah penganut Protestan di Indonesia.<ref name="rbhgoh">Goh, Robbie B.H.. ''Christianity in Southeast Asia''. Institute of Southeast Asian Studies. Hlm. 80. ISBN 981-230-297-2. OCLC 61478898.</ref> Komunitas Kristen terutama terdapat di kota-kota besar, meskipun di beberapa daerah di Jawa tengah bagian selatan terdapat pedesaan yang penduduknya memeluk Katolik. Terdapat kasus-kasus intoleransi bernuansa agama yang menimpa umat Katolik dan kelompok Kristen lainnya.<ref name="Christians refuse to cancel Christmas">{{cite journal|first=Konradus|last=Epa|title=Christians refuse to cancel Christmas |journal=UCA News|url=http://www.ucanews.com/2010/12/23/christians-refuse-to-cancel-christmas/}}</ref> |
|||
Tahun 1956, Kantor Departemen Agama di [[Yogyakarta]] melaporkan bahwa terdapat 63 sekte [[aliran kepercayaan]] di Jawa yang tidak termasuk dalam agama-agama resmi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 35 berada di [[Jawa Tengah]], 22 di [[Jawa Barat]] dan 6 di [[Jawa Timur]].<ref name="kroef1961"/> Berbagai aliran kepercayaan (juga disebut ''[[kejawen]]'' atau ''[[aliran kebatinan|kebatinan]]'') tersebut, di antaranya yang terkenal adalah [[Subud]], memiliki jumlah anggota yang sulit diperkirakan karena banyak pengikutnya mengidentifikasi diri dengan salah satu agama resmi pula.<ref name="Beatty">Beatty, Andrew, ''Varieties of Javanese Religion: An Anthropological Account'', Cambridge University Press 1999, ISBN 0-521-62473-8</ref> |
Tahun 1956, Kantor Departemen Agama di [[Yogyakarta]] melaporkan bahwa terdapat 63 sekte [[aliran kepercayaan]] di Jawa yang tidak termasuk dalam agama-agama resmi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 35 berada di [[Jawa Tengah]], 22 di [[Jawa Barat]] dan 6 di [[Jawa Timur]].<ref name="kroef1961"/> Berbagai aliran kepercayaan (juga disebut ''[[kejawen]]'' atau ''[[aliran kebatinan|kebatinan]]'') tersebut, di antaranya yang terkenal adalah [[Subud]], memiliki jumlah anggota yang sulit diperkirakan karena banyak pengikutnya mengidentifikasi diri dengan salah satu agama resmi pula.<ref name="Beatty">Beatty, Andrew, ''Varieties of Javanese Religion: An Anthropological Account'', Cambridge University Press 1999, ISBN 0-521-62473-8</ref> |
||
== |
== Perekonomian == |
||
[[Berkas:Rice plantation in Java.jpg| |
{{further|Mata pencaharian orang Jawa}}[[Berkas:Rice plantation in Java.jpg|jmpl|ka|Wanita Jawa menanam padi di persawahan dekat [[Prambanan]], [[Yogyakarta]].]] |
||
Awalnya, perekonomian Jawa sangat tergantung pada persawahan. Kerajaan-kerajaan kuno di Jawa, seperti [[Tarumanagara]], [[Kerajaan Medang|Mataram]], dan [[Majapahit]], sangat bergantung pada panen padi dan pajaknya. Jawa terkenal sebagai pengekspor beras sejak zaman dahulu |
Awalnya, perekonomian Jawa sangat tergantung pada sektor pertanian dan perkebunan, khususnya dari bercocok tanam di areal persawahan. Kerajaan-kerajaan kuno di Jawa, seperti [[Tarumanagara]], [[Kerajaan Medang|Mataram]], dan [[Majapahit]], sangat bergantung pada panen padi dan pajaknya. Jawa terkenal sebagai lumbung padi dan menjadi pengekspor beras sejak zaman dahulu. Secara tidak langsung tanah jawa yang subur menjadi kontribusi terhadap pertumbuhan penduduk pulau ini. Perdagangan dengan negara-negara di Asia lainnya seperti India dan Tiongkok sudah terjadi pada awal abad ke-4, terbukti dengan ditemukannya beberapa peninggalan sejarah berupa keramik Tiongkok dari periode tersebut. Selain itu Jawa juga terlibat aktif dalam perdagangan domestik misalnya perdagangan [[rempah-rempah]] [[Maluku]] yang sudah dirintis semenjak era [[Majapahit]] hingga era [[Perusahaan Hindia Timur Belanda]] (VOC). Perusahaan dagang tersebut mendirikan pusat administrasinya di [[Batavia]] pada abad ke-17, yang kemudian terus dikembangkan oleh pemerintah Hindia Belanda sejak abad ke-18. |
||
Selama masa penjajahan, Belanda memperkenalkan budidaya berbagai tanaman komersial seperti [[tebu]], [[kopi]], [[karet]], [[teh]], [[kina]], dan lain-lain. Di beberapa wilayah Jawa dibuka lahan perkebunan dalam skala besar dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Beberapa komoditas berhasil dikembangkan di Jawa salah satunya adalah Kopi. Kopi Jawa bahkan mendapatkan popularitas global di awal ke-19 dan abad ke-20, sehingga nama ''Java'' telah menjadi sinonim untuk kopi. |
|||
Jawa telah menjadi pulau paling berkembang di Indonesia sejak era Hindia-Belanda hingga saat ini. Jaringan transportasi jalan yang telah ada sejak zaman kuno dipertautkan dan disempurnakan dengan dibangunnya [[Jalan Raya Pos|Jalan Raya Pos Jawa]] oleh [[Daendels]] di awal abad ke-19. Kebutuhan transportasi produk-produk komersial dari perkebunan di pedalaman menuju pelabuhan di pantai, telah memacu pembangunan jaringan kereta api di Jawa. Saat ini, industri, bisnis dan perdagangan, juga jasa berkembang di kota-kota besar di Jawa, seperti [[Jakarta]], [[Surabaya]], [[Semarang]], dan [[Bandung]], sedangkan kota-kota kesultanan tradisional seperti [[Yogyakarta]], [[Surakarta]], dan [[Cirebon]] menjaga warisan budaya keraton dan menjadi pusat seni, budaya dan pariwisata. Kawasan industri juga berkembang di kota-kota sepanjang pantai utara Jawa, terutama di sekitar [[Cilegon]], [[Tangerang]], [[Bekasi]], [[Karawang]], [[Gresik]], dan [[Sidoarjo]]. |
|||
Jawa telah menjadi pulau paling berkembang di Indonesia sejak era Hindia Belanda hingga saat ini. Jaringan transportasi jalan yang telah ada sejak zaman kuno dipertautkan dan disempurnakan dengan dibangunnya [[Jalan Raya Pos|Jalan Raya Pos Jawa]] oleh [[Daendels]] di awal abad ke-19. Kebutuhan transportasi produk-produk komersial dari perkebunan di pedalaman menuju pelabuhan di pantai, telah memacu pembangunan jaringan kereta api di Jawa. Saat ini, industri, bisnis dan perdagangan, juga jasa berkembang di kota-kota besar di Jawa, seperti [[Jakarta]], [[Surabaya]], [[Semarang]], dan [[Bandung]], sedangkan kota-kota kesultanan tradisional seperti [[Yogyakarta]], [[Surakarta]], dan [[Cirebon]] menjaga warisan budaya keraton dan menjadi pusat seni, budaya dan pariwisata. Kawasan industri juga berkembang di kota-kota sepanjang pantai utara Jawa, terutama di sekitar [[Cilegon]], [[Tangerang]], [[Bekasi]], [[Karawang]], [[Gresik]], dan [[Sidoarjo]]. |
|||
Jaringan [[jalan tol]] dibangun dan diperluas sejak masa pemerintahan [[Soeharto]] hingga sekarang, yang menghubungkan pusat-pusat kota dengan daerah sekitarnya, di berbagai kota-kota besar seperti [[Jakarta]], [[Bandung]], [[Cirebon]], [[Semarang]], dan [[Surabaya]]. Selain jalan tol tersebut, di pulau ini juga terdapat 16 jalan raya nasional. |
|||
Jaringan [[jalan tol]] dibangun dan diperluas sejak masa pemerintahan [[Soeharto]] hingga sekarang, yang menghubungkan pusat-pusat kota dengan daerah sekitarnya, di berbagai kota-kota besar seperti [[Jakarta]], [[Bandung]], [[Cirebon]], [[Semarang]], dan [[Surabaya]]. Selain jalan tol tersebut, di pulau ini juga terdapat 16 jalan raya nasional. Dari segi perkeretaapian, Pulau Jawa mempunyai jaringan jalur kereta api sejak abad ke–19 semenjak [[Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij]] (NIS) membangun jalur kereta api pertama di Indonesia, tepatnya di petak [[Stasiun Samarang]]–[[Stasiun Tanggung|Tanggoeng]] pada tanggal 17 Juni 1864 yang mendukung kelancaran perekonomian Pulau Jawa dari segi mobilitas maupun logistik. Keempat jalur utama kereta api tersebut adalah: |
|||
== Lihat pula == |
|||
* Jalur utara Jawa: Jakarta–Cirebon–Semarang–Surabaya |
|||
* [[Bahasa Jawa]] |
|||
* Jalur tengah Jawa: Jakarta–Cirebon–Yogyakarta–Surabaya |
|||
* [[Bahasa Sunda]] |
|||
* Jalur selatan Jawa: Bandung–Tasikmalaya–Yogyakarta–Surabaya |
|||
* [[Bahasa Madura]] |
|||
* Jalur kereta cepat Jakarta–Bandung: Jakarta–Bandung |
|||
* [[Sastra Jawa]] |
|||
* [[Suku Jawa]] |
|||
* [[Daftar raja Jawa]] |
|||
== |
== Lihat juga == |
||
*[[Kepulauan Nusantara]] |
|||
* {{en}} [http://www.javaindonesia.org/ Segala hal mengenai pulau Jawa] |
|||
*[[Daftar pulau di Indonesia]] |
|||
* {{id}} [http://www.sidoharjo.com/id-wisata/ Objek wisata di pulau Jawa] |
|||
== Catatan == |
|||
{{Notelist}} |
|||
== Referensi == |
== Referensi == |
||
{{reflist|2}} |
{{reflist|2}} |
||
== Pranala luar == |
|||
* {{en}} [http://www.javaindonesia.org/ Segala hal mengenai pulau Jawa] |
|||
* {{id}} [http://www.sidoharjo.com/id-wisata/ Objek wisata di Pulau Jawa] |
|||
* (Inggris) Project Gutenberg Library: Monumental Java [http://www.gutenberg.org/ebooks/42405 Monumental Java] dan mesin pencarian untuk kata 'Java' [http://www.gutenberg.org/ebooks/search/?query=Java&go=Go Books: Java (sorted by popularity)] |
|||
{{pulau utama Indonesia}} |
{{pulau utama Indonesia}} |
||
Baris 218: | Baris 270: | ||
[[Kategori:Jawa| ]] |
[[Kategori:Jawa| ]] |
||
[[Kategori:Kepulauan Sunda Besar]] |
|||
[[Kategori:Pulau di Indonesia]] |
|||
[[Kategori:Pulau]] |
Revisi terkini sejak 7 November 2024 01.46
Nama lokal: | |
---|---|
Geografi | |
Lokasi | Asia Tenggara |
Koordinat | 7°29′30″S 110°00′16″E / 7.49167°S 110.00444°E |
Kepulauan | Kepulauan Sunda Besar |
Luas | 132.114 (sudah termasuk laut) km2 |
Peringkat luas | ke-13 |
Titik tertinggi | Gunung Semeru (3.676 m) |
Pemerintahan | |
Negara | Indonesia |
Provinsi | Provinsi Banten Daerah Khusus Ibukota Jakarta Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Tengah Daerah Istimewa Yogyakarta Provinsi Jawa Timur |
Kota terbesar | Jakarta (10.557.810 (2019) jiwa) |
Kependudukan | |
Penduduk | 151,6 juta jiwa (2020) |
Kepadatan | 1.121 jiwa/km2 |
Kelompok etnik | Jawa[a] Sunda[b] Madura[c] Betawi Melayu |
Jawa adalah salah satu pulau di Indonesia yang terletak di Kepulauan Sunda Besar dan merupakan pulau terluas ke-13 di dunia. Jumlah penduduk di Pulau Jawa sekitar 150 juta. Pulau Jawa dihuni oleh 60% total populasi Indonesia. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan sensus penduduk tahun 1905 yang mencapai 80,6% dari seluruh penduduk Indonesia. Penurunan penduduk di Pulau Jawa secara persentase diakibatkan perpindahan penduduk (transmigrasi) dari pulau Jawa ke daerah lain di Indonesia. Ibu kota Indonesia adalah Jakarta dan terletak di Jawa bagian barat laut (tepatnya di ujung paling barat Jalur Pantura).
Jawa adalah pulau yang sebagian besar terbentuk dari aktivitas vulkanik. Deretan gunung-gunung berapi membentuk jajaran yang terbentang dari timur hingga barat pulau ini, dengan dataran endapan aluvial sungai di bagian utara. Pulau Jawa dipisahkan oleh selat dengan beberapa pulau utama, yakni Pulau Sumatra di barat laut, Pulau Kalimantan di utara, Pulau Madura di timur laut, dan Pulau Bali di sebelah timur. Sementara itu di sebelah selatan pulau Jawa terbentang Samudra Hindia.
Banyak kisah sejarah Indonesia berlangsung di pulau ini. Dahulu, Jawa adalah pusat beberapa kerajaan Hindu-Buddha, kesultanan Islam, pemerintahan kolonial Hindia Belanda, serta pusat pergerakan kemerdekaan Indonesia. Pulau ini berdampak besar terhadap kehidupan sosial, politik, dan ekonomi Indonesia.
Sebagian besar penduduknya bertutur dalam tiga bahasa utama. Bahasa Jawa adalah bahasa ibu dari 100 juta penduduk Indonesia, dan sebagian besar penuturnya berdiam di Pulau Jawa. Sebagian besar penduduk adalah orang-orang dwibahasa, yang berbahasa Indonesia baik sebagai bahasa pertama maupun kedua. Dua bahasa penting lainnya adalah bahasa Sunda dan bahasa Betawi. Sebagian besar penduduk Pulau Jawa beragama Islam. Namun tetap terdapat beragam aliran kepercayaan, agama, kelompok etnis, serta budaya di pulau ini.
Pulau ini secara administratif terbagi menjadi enam provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Banten, serta dua wilayah khusus, yaitu DKI Jakarta dan DI Yogyakarta.
Etimologi
Asal mula nama "Jawa" dapat dilacak dari kronik berbahasa Sanskerta yang menyebut adanya pulau bernama yavadvip(a) (dvipa berarti "pulau", dan yava berarti "jelai" atau juga "biji-bijian").[1][2] Apakah biji-bijian ini merupakan jawawut (Setaria italica) atau padi, keduanya telah banyak ditemukan di pulau ini pada masa sebelum masuknya pengaruh India.[3] Boleh jadi, pulau ini memiliki banyak nama sebelumnya, termasuk kemungkinan berasal dari kata jaú yang berarti "jauh".[1] Yavadvipa disebut dalam epik asal India, Ramayana. Sugriwa, panglima wanara (manusia kera) dari pasukan Sri Rama, mengirimkan utusannya ke Yavadvipa (Pulau Jawa) untuk mencari Dewi Sita.[4] Kemudian berdasarkan kesusastraan India terutama pustaka Tamil, disebut nama Sanskerta yāvaka dvīpa (dvīpa = pulau).
Dugaan lain ialah bahwa kata "Jawa" berasal dari akar kata dalam bahasa Proto-Austronesia yang berarti "rumah".[5]
Pulau bernama Iabadiu atau Jabadiu disebutkan dalam karya Ptolemy bernama Geographia yang dibuat sekitar 150 masehi di Kekaisaran Romawi. Iabadiu dikatakan berarti "pulau jelai", juga kaya akan emas, dan mempunyai kota perak bernama Argyra di ujung barat. Nama ini mengindikasikan Jawa,[6] dan kelihatannya berasal dari nama Hindu Yavadvipa (Pulau Jawa).
Berita tahunan dari Songshu dan Liangshu menyebut Jawa sebagai She-po (abad ke-5 M), He-ling (tahun 640–818 M), lalu menyebutnya She-po lagi sampai masa Dinasti Yuan (1271–1368), di mana mereka mulai menyebut Zhao-Wa (爪哇).[7] Menurut catatan Ma Huan (yaitu Yingya Shenlan), orang China menyebut Jawa sebagai Chao-Wa, dan dulunya pulau ini disebut 阇婆 (She-pó atau She-bó).[8] Sulaiman al-Tajir al-Sirafi menyebutkan dua pulau penting yang memisahkan Arab dan Cina: Yang pertama adalah Al-Rami dengan panjang 800 parasang, yang diidentifikasi sebagai Sumatera, dan yang lainnya adalah Zabaj (bahasa Arab: الزابج, Bahasa Indonesia: Sabak), 400 parasang panjangnya, diidentifikasi sebagai Jawa.[9] Saat John dari Marignolli (1338–1353) pulang dari China ke Avignon, ia singgah di Kerajaan Saba, yang ia bilang memiliki banyak gajah dan dipimpin oleh ratu; nama Saba ini bisa jadi adalah interpretasinya untuk She-bó.[10] Afanasij Nikitin, seorang pedagang dari Tver (di Rusia), melakukan perjalanan ke India pada tahun 1466 dan mendeskripsikan tanah Jawa di buku hariannya, yang ia sebut шабайте (shabait/šabajte).[11][12] Kata "Saba" sendiri berasal dari kata bahasa Jawa kawi yaitu Saba yang berarti "pertemuan" atau "rapat". Dengan demikian kata itu dapat diartikan sebagai "tempat bertemu".[13] Menurut Fahmi Basya, kata tersebut berarti "tempat bertemu", "tempat berkumpul", atau "tempat berkumpulnya bangsa-bangsa".[14]
Aksara
Aksara Jawa, dikenal juga sebagai Hanacaraka (ꦲꦤꦕꦫꦏ) dan Carakan (ꦕꦫꦏꦤ꧀),[1] adalah salah satu aksara tradisional Nusantara yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa dan sejumlah bahasa daerah Indonesia lainnya seperti bahasa Sunda dan bahasa Sasak[2] Tulisan ini berkerabat dekat dengan aksara Bali.
Berdasar tradisi lisan, aksara jawa diciptakan oleh Aji Saka, tokoh pendatang dari India, dari suku Shaka (Scythia). Legenda melambangkan kedatangan Dharma (ajaran dan peradaban Hindu-Buddha) ke pulau Jawa. Kini kata Saka masih digunakan dalam istilah dalam bahasa Jawa, saka atau soko, yang berarti penting, pangkal, atau asal-mula. Aji Saka bermakna "raja asal-mula" atau "raja pertama".
Selain Aksara Jawa, Aksara Sunda (ᮃᮊ᮪ᮞᮛ ᮞᮥᮔ᮪ᮓ) merupakan salah satu aksara tradisional Nusantara yang digunakan untuk menulis bahasa Sunda[d] di wilayah bagian barat pulau Jawa. Aksara ini juga menggantikan Aksara Jawa Modifikasi yang diperuntukkan penggunaan bahasa Sunda dengan nama Cacarakan (ꦕꦕꦫꦏꦤ꧀).
Sejarah
Pulau Jawa merupakan bagian dari gugusan Kepulauan Sunda Besar dan paparan Sunda, yang pada masa sebelum es mencair merupakan ujung tenggara benua Asia. Sisa-sisa fosil Homo erectus, yang populer dijuluki Manusia Jawa, ditemukan di sepanjang daerah tepian Sungai Bengawan Solo, dan peninggalan tersebut berasal dari masa 1,7 juta tahun yang lampau.[15] Situs Sangiran adalah situs prasejarah yang penting di Jawa. Beberapa struktur megalitik telah ditemukan di Pulau Jawa, misalnya menhir, dolmen, meja batu, dan piramida berundak yang lazim disebut Punden Berundak. Punden Berundak dan menhir ditemukan di situs megalitik di Paguyangan, Cisolok, dan Gunung Padang, Jawa Barat. Situs Megalitik Cipari yang juga ditemukan di Jawa Barat menunjukkan struktur monolit, teras batu, dan sarkofagus.[16] Punden berundak ini dianggap sebagai struktur asli Nusantara dan merupakan rancangan dasar bangunan candi pada zaman kerajaan Hindu-Buddha Nusantara setelah penduduk lokal menerima pengaruh peradaban Hindu-Buddha dari India. Pada abad ke-4 SM hingga abad ke-1 atau ke-5 M Kebudayaan Buni yaitu kebudayaan tembikar tanah liat berkembang di pesisir utara Jawa Barat. Kebudayaan protosejarah ini merupakan pendahulu kerajaan Tarumanagara.
Pulau Jawa yang sangat subur dan bercurah hujan tinggi memungkinkan berkembangnya budidaya padi di lahan basah, sehingga mendorong terbentuknya tingkat kerjasama antar desa yang semakin kompleks. Dari aliansi-aliansi desa tersebut, berkembanglah kerajaan-kerajaan kecil. Jajaran pegunungan vulkanik dan dataran-dataran tinggi di sekitarnya yang membentang di sepanjang Pulau Jawa menyebabkan daerah-daerah interior pulau ini beserta masyarakatnya secara relatif terpisahkan dari pengaruh luar.[17] Pada masa sebelum berkembangnya negara-negara Islam serta kedatangan kolonialisme Eropa, sungai-sungai yang ada merupakan sarana perhubungan utama masyarakat, meskipun kebanyakan sungai di Jawa beraliran pendek. Hanya Sungai Brantas dan Bengawan Solo yang dapat menjadi sarana penghubung jarak jauh, sehingga pada lembah-lembah sungai tersebut terbentuklah pusat dari kerajaan-kerajaan yang besar.
Diperkirakan suatu sistem perhubungan yang terdiri dari jaringan jalan, jembatan permanen, serta pos pungutan cukai telah terbentuk di Pulau Jawa setidaknya pada pertengahan abad ke-17. Para penguasa lokal memiliki kekuasaan atas rute-rute tersebut, musim hujan yang lebat dapat pula mengganggu perjalanan, dan demikian pula penggunakan jalan-jalan sangat tergantung pada pemeliharaan yang terus-menerus. Dapatlah dikatakan bahwa perhubungan antarpenduduk Pulau Jawa pada masa itu adalah sulit.[18]
Munculnya peradaban di Pulau Jawa sering dikaitkan dengan kisah Aji Saka yang datang ke Jawa pada tahun 78 Masehi. Meskipun Aji Saka dikatakan sebagai pembawa peradaban di Jawa, kisah Aji saka mendapatkan beberapa sanggahan dan bantahan dari sumber-sumber sejarah lainnya. Ramayana karya Valmiki, yang dibuat sekitar 500 SM, mencatat Jawa sudah memiliki organisasi pemerintahan kerajaan jauh sebelum kisah itu:
"Yawadwipa dihiasi tujuh kerajaan, pulau emas dan perak, kaya akan tambang emas, dan disitu terdapat Gunung Cicira (dingin) yang menyentuh langit dengan puncaknya."[19]
Menurut catatan China Míng Shǐ, kerajaan Jawa didirikan pada 65 SM, atau 143 tahun sebelum kisah Aji Saka dimulai.[20]
Kisah Saka atau Aji Saka merupakan kisah Jawa Baru. Kisah ini belum ditemukan relevansinya dalam teks Jawa Kuno. Kisah ini menceritakan peristiwa di kerajaan Medang Kamulan di Jawa pada masa lalu. Pada saat itu, Raja Medang Kamulan Prabu Dewata Cengkar digantikan oleh Aji Saka. Kisah ini dianggap sebagai kiasan masuknya bangsa India ke Jawa. Merujuk pada informasi dinasti Liang, kerajaan Jawa terbelah menjadi dua: Kerajaan prapenerapan Hinduisme dan kerajaan setelah menerapkan tradisi Hindu yang dimulai tahun 78 masehi.[9]
Masa kerajaan Hindu-Buddha
Kerajaan Taruma dan Kerajaan Sunda muncul di Jawa Barat, masing-masing pada abad ke-4 dan ke-7, sedangkan Kerajaan Medang adalah kerajaan besar pertama yang berdiri di Jawa Tengah pada awal abad ke-8. Kerajaan Medang menganut agama Hindu dan memuja Dewa Siwa, dan kerajaan ini membangun beberapa candi Hindu yang terawal di Jawa yang terletak di Dataran Tinggi Dieng. Di Dataran Kedu pada abad ke-8 berkembang Wangsa Sailendra, yang merupakan pelindung agama Buddha Mahayana. Kerajaan mereka membangun berbagai candi pada abad ke-9, antara lain Borobudur dan Prambanan di Jawa Tengah.
Sekitar abad ke-10, pusat kekuasaan bergeser dari tengah ke timur Pulau Jawa. Di wilayah timur berdirilah kerajaan-kerajaan Kadiri, Singhasari, dan Majapahit yang terutama mengandalkan pada pertanian padi. Namun juga mengembangkan perdagangan antar kepulauan Indonesia beserta Tiongkok dan India.
Raden Wijaya mendirikan Majapahit, dan kekuasaannya mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Hayam Wuruk (m. 1350-1389). Kerajaan mengklaim kedaulatan atas seluruh kepulauan Indonesia, meskipun kontrol langsung cenderung terbatas pada Jawa, Bali, dan Madura saja. Gajah Mada adalah mahapatih pada masa Hayam Wuruk, yang memimpin banyak penaklukan teritorial bagi kerajaan. Kerajaan-kerajaan di Jawa sebelumnya mendasarkan kekuasaan mereka pada pertanian. Namun Majapahit berhasil menguasai pelabuhan dan jalur pelayaran sehingga menjadi kerajaan komersial pertama di Jawa. Majapahit mengalami kemunduran seiring dengan wafatnya Hayam Wuruk dan mulai masuknya agama Islam ke Indonesia.
Masa kerajaan Islam
Pada akhir abad ke-16, perkembangan islam telah melampaui Hindu dan Budha sebagai agama dominan di Jawa. Kemunculan kerajaan islam di Jawa juga tidak lepas dari peran walisongo. Pada awalnya penyebaran agama islam sangat pesat dan diterima oleh kalangan masyarakat biasa, hingga pada akhirnya dakwah itu masuk dan dijalankan kepada kaum penguasa pulau ini.
Tercatat kerajaan islam pertama di Jawa adalah Kerajaan Demak atau Kesultanan Demak Bintoro. Kerajaan Demak ini dipimpin oleh salah satu keturunan Majapahit yang beragama islam yaitu Raden Patah. Dalam masa ini, kerajaan-kerajaan Islam mulai berkembang dari Pajang, Surakarta, Yogyakarta, Cirebon, dan Banten membangun kekuasaannya.
Kesultanan Mataram pada akhir abad ke-16 tumbuh menjadi kekuatan yang dominan dari bagian tengah dan timur Jawa. Para penguasa Surabaya dan Cirebon berhasil ditundukkan di bawah kekuasaan Mataram, sehingga hanya Mataram dan Banten lah yang kemudian tersisa ketika datangnya bangsa Belanda pada abad ke-17.
Beberapa kerajaan warisan islam di jawa masih dapat kita temukan di beberapa kota misalnya Surakarta terdapat dua kerajaan yaitu Kasunanan dan Mangkunegaran, di Yogyakarta ada dua kerajaan yaitu Kasultanan dan Pakualaman, dan di Cirebon ada tiga kerajaan yaitu Kasepuhan, Kacirebonan dan Kasepuhan.
Masa kolonial
Hubungan Jawa dengan kekuatan-kekuatan kolonial Eropa dimulai pada tahun 1522, dengan diadakannya perjanjian antara Kerajaan Sunda dan Portugis di Malaka. Setelah kegagalan perjanjian tersebut, kehadiran Portugis selanjutnya hanya terbatas di Malaka dan di pulau-pulau sebelah timur nusantara saja. Sebuah ekspedisi di bawah pimpinan Cornelis de Houtman yang terdiri dari empat buah kapal pada tahun 1596, menjadi awal dari hubungan antara Belanda dan Indonesia.[21] Pada akhir abad ke-18, Belanda telah berhasil memperluas pengaruh mereka terhadap kesultanan-kesultanan di pedalaman Pulau Jawa (lihat Perusahaan Hindia Timur Belanda di Indonesia). Meskipun orang-orang Jawa adalah pejuang yang pemberani, konflik internal telah menghalangi mereka membentuk aliansi yang efektif dalam melawan Belanda. Sisa-sisa Mataram bertahan sebagai Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta. Para raja Jawa mengklaim berkuasa atas kehendak Tuhan, dan Belanda mendukung sisa-sisa aristokrasi Jawa tersebut dengan cara mengukuhkan kedudukan mereka sebagai penguasa wilayah atau bupati dalam lingkup administrasi kolonial.
Di awal masa kolonial, Jawa memegang peranan utama sebagai daerah penghasil beras. Pulau-pulau penghasil rempah-rempah, misalnya Kepulauan Banda, secara teratur mendatangkan beras dari Jawa untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka.[22]
Inggris sempat menaklukkan Jawa pada tahun 1811. Jawa kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Britania Raya, dengan Sir Stamford Raffles sebagai Gubernur Jenderalnya. Pada tahun 1814, Inggris mengembalikan Jawa kepada Belanda sebagaimana ketentuan pada Traktat Paris.[23]
Penduduk Pulau Jawa kemungkinan sudah mencapai 10 juta orang pada tahun 1815.[24] Pada paruh kedua abad ke-18, mulai terjadi lonjakan jumlah penduduk di kadipaten-kadipaten sepanjang pantai utara Jawa bagian tengah, dan dalam abad ke-19 seluruh pulau mengalami pertumbuhan populasi yang cepat. Berbagai faktor penyebab pertumbuhan penduduk yang besar antara lain termasuk peranan pemerintahan kolonial Belanda, yaitu dalam menetapkan berakhirnya perang saudara di Jawa, meningkatkan luas area persawahan, serta mengenalkan tanaman pangan lainnya seperti singkong dan jagung yang dapat mendukung ketahanan pangan bagi populasi yang tidak mampu membeli beras.[25] Pendapat lainnya menyatakan bahwa meningkatnya beban pajak dan semakin meluasnya perekrutan kerja di bawah Sistem Tanam Paksa menyebabkan para pasangan berusaha memiliki lebih banyak anak dengan harapan dapat meningkatkan jumlah anggota keluarga yang dapat menolong membayar pajak dan mencari nafkah.[26] Pada tahun 1820, terjadi wabah kolera di Jawa dengan korban 100.000 jiwa.[27]
Kehadiran truk dan kereta api sebagai sarana transportasi bagi masyarakat yang sebelumnya hanya menggunakan kereta dan kerbau, penggunaan sistem telegraf, dan sistem distribusi yang lebih teratur di bawah pemerintahan kolonial; semuanya turut mendukung terhapusnya kelaparan di Jawa, yang pada gilirannya meningkatkan pertumbuhan penduduk. Tidak terjadi bencana kelaparan yang berarti di Jawa semenjak tahun 1840-an hingga masa pendudukan Jepang pada tahun 1940-an.[28] Selain itu, menurunnya usia awal pernikahan selama abad ke-19, menyebabkan bertambahnya jumlah tahun di mana seorang perempuan dapat mengurus anak.[28]
Masa kemerdekaan
Nasionalisme Indonesia mulai tumbuh di Jawa pada awal abad ke-20 (lihat Kebangkitan Nasional Indonesia), dan perjuangan untuk mempertahankan kemerdekaan setelah Perang Dunia II juga berpusat di Jawa. Kudeta G 30 S PKI yang gagal dan kekerasan anti-komunis selanjutnya pada tahun 1965-66 sebagian besar terjadi di pulau ini. Jawa saat ini mendominasi kehidupan sosial, politik, dan ekonomi di Indonesia, yang berpotensi menjadi sumber kecemburuan sosial. Pada tahun 1998 terjadi kerusuhan besar yang menimpa etnis Tionghoa-Indonesia, yang merupakan salah satu dari berbagai kerusuhan berdarah yang terjadi tidak berapa lama sebelum runtuhnya pemerintahan Presiden Soeharto yang telah berjalan selama 32 tahun.[29]
Pada tahun 2006, Gunung Merapi meletus dan diikuti oleh gempa bumi yang melanda Yogyakarta. Jawa juga sempat terkena sedikit dampak wabah flu burung, serta merupakan lokasi bencana semburan lumpur panas Sidoarjo.
Geografi dan Geologi
Bagian ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan. |
Geografi
Jawa bertetangga dengan Sumatra di sebelah barat, Bali di timur, Kalimantan di utara, dan Pulau Natal di selatan. Pulau Jawa merupakan pulau ke-13 terbesar di dunia. Perairan yang mengelilingi pulau ini ialah Laut Jawa di utara, Selat Sunda di barat, Samudra Hindia di selatan, serta Selat Bali dan Selat Madura di timur.
Jawa memiliki luas sekitar 138.793,6 km2.[30] Sungai yang terpanjang ialah Bengawan Solo, yaitu sepanjang 600 km.[31] Sungai ini bersumber di Jawa bagian tengah, tepatnya di gunung berapi Lawu. Aliran sungai kemudian mengalir ke arah utara dan timur, menuju muaranya di Laut Jawa di dekat kota Surabaya.
Hampir keseluruhan wilayah Jawa pernah memperoleh dampak dari aktivitas gunung berapi. Terdapat tiga puluh delapan gunung yang terbentang dari timur ke barat pulau ini, yang kesemuanya pada waktu tertentu pernah menjadi gunung berapi aktif. Gunung berapi tertinggi di Jawa adalah Gunung Semeru (3.676 m) dan gunung tertinggi kedua Gunung Slamet (3.432 m), sedangkan gunung berapi paling aktif di Jawa dan bahkan di Indonesia adalah Gunung Merapi (2.968 m) serta Gunung Kelud (1.731 m). Gunung-gunung dan dataran tinggi yang berjarak berjauhan membantu wilayah pedalaman terbagi menjadi beberapa daerah yang relatif terisolasi dan cocok untuk persawahan lahan basah. Lahan persawahan padi di Jawa adalah salah satu yang tersubur di dunia.[32] Jawa adalah tempat pertama penanaman kopi di Indonesia, yaitu sejak tahun 1699. Kini, kopi arabika banyak ditanam di Dataran Tinggi Ijen baik oleh para petani kecil maupun oleh perkebunan-perkebunan besar.
Suhu rata-rata sepanjang tahun adalah antara 22 °C sampai 29 °C, dengan kelembapan rata-rata 75%. Daerah pantai utara biasanya lebih panas, dengan rata-rata 34 °C pada siang hari di musim kemarau. Daerah pantai selatan umumnya lebih sejuk daripada pantai utara dengan, bahkan pada waktu tertentu yaitu musim bediding daerah tersebut akan mengalami penurunan suhu yang drastis, khususnya di daerah pantai selatan bagian tengah (Tatar Banyumas-Kedu) yang membentang dari Gunung Slamet sampai Dataran Tinggi Dieng dan Dataran tinggi di selatan Jawa Barat yang merupakan titik berkumpulnya angin musim dingin dari Australia pada Juni sampai Agustus.[33]
Titik terdingin (suhu rata-rata) di pulau Jawa berada di Gunung Slamet, meski bukan merupakan titik tertinggi pulau ini. Musim hujan berawal pada bulan Oktober dan berakhir pada bulan April, di mana hujan biasanya turun di sore hari, dan pada bulan-bulan selainnya hujan biasanya hanya turun sebentar-sebentar saja. Curah hujan tertinggi umumnya terjadi pada bulan-bulan bulan Januari dan Februari. Wilayah dengan curah hujan tertinggi berada di Ketenger, Banyumas yaitu 8.134,00 mm per tahun.[34] Sedangkan curah hujan terendah berada di wilayah pantai utara Jawa Timur hanya 900 mm per tahun.
Luas kawasan hutan di Pulau Jawa mencapai 30.791,28 km² atau mencapai 24% dari luas Pulau Jawa sebesar 128.297 km². Dari 24% hutan atau dari 30.791,28 km² hutan yang ada di pulau Jawa, 19% di antaranya merupakan kawasan tutupan hutan dan 5% di antaranya merupakan kebun raya.[35] 400 ribu hektar lahan hutan tersebut berstatus sangat kritis dan 600 ribu lahan hutan di antaranya berstatus hampir kritis.[36]
Geologi
Pemerian geologi Jawa paling lengkap diungkap dalam van Bemmelen (1949).[37] Sebagai pulau, Jawa secara geologi relatif muda. Pembentukan dimulai dari periode Tersier. Sebelumnya, kerak bumi yang membentuk pulau ini berada di bawah permukaan laut. Aktivitas orogenis yang intensif sejak kala Oligosen dan Miosen mengangkat dasar laut sehingga pada kala Pliosen dan Pleistosen wujud Pulau Jawa sudah mulai terbentuk. Sisa-sisa dasar laut masih tampak, membentuk fitur sebagian besar kawasan karst di selatan pulau ini.
Van Bemmelen membagi Pulau Jawa dalam tujuh satuan fisiografi sebagai berikut.
- Pegunungan Selatan, merupakan zona gamping bercampur sisa aktivitas vulkanis dari kala Miosen yang mengalami beberapa pengangkatan hingga periode Kuarter.
- Zona vulkanis dari periode Kuarter, dengan gunung-gunung api tinggi, sering kali dengan puncak di atas 2000 m dari permukaan laut, membentang dari barat sampai ujung timur.
- Depresi Tengah, membentuk poros cekungan sebagai poros utama pulau, dengan dua depresi besar: depresi Bandung dan depresi Solo
- Zona antiklinal Tengah, terdiri dari endapan-endapan kala Miosen sampai Pleistosen, dimulai dari Gunung Karang terus ke timur melewati Bogor, lembah Serayu, lalu Pegunungan Kendeng, terus sampai ke pantai utara Besuki.
- Depresi Randublatung, merupakan depresi kecil memanjang di utara Pegunungan Kendeng, terbentuk dari endapan laut dan daratan.
- Antiklinorium Rembang-Madura, merupakan formasi perbukitan gamping di pantai utara Jawa Timur dan membentuk hampir semua bagian Pulau Madura
- Dataran aluvial pesisir utara (Jalur Pantura) yang terbentuk dari delta dan endapan lumpur, merupakan daratan paling muda.
Demografi
Pemerintahan
Secara administratif pulau Jawa terdiri atas enam pemerintahan dalam tingkat provinsi yaitu Banten, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur.[38] Ibu kota provinsi Banten adalah Kota Serang.[39] Ibukota Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta di Kota Jakarta Pusat.[40] Ibu kota Provinsi Jawa Barat di Kota Bandung.[41] Ibu kota Provinsi Jawa Tengah di Kota Semarang.[42] Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta di Kota Yogyakarta.[43] Ibu kota Provinsi Jawa Timur di Kota Surabaya.[44]
Penduduk
Dengan populasi sebesar 150 juta jiwa[45] Jawa adalah pulau yang menjadi tempat tinggal lebih dari 50% atau hampir 60% populasi Indonesia.[45] Dengan kepadatan 1.317 jiwa/km²,[45] pulau ini juga menjadi salah satu pulau di dunia yang paling dipadati penduduk. Sekitar 42% penduduk Indonesia berasal dari etnis Jawa.[46] Walaupun demikian sepertiga bagian barat pulau ini (Jawa Barat, Banten, dan Jakarta) memiliki kepadatan penduduk lebih dari 1.500 jiwa/km2.[45]
Sejak tahun 1970-an hingga kejatuhan Presiden Soeharto pada tahun 1998, pemerintah Indonesia melakukan program transmigrasi untuk memindahkan sebagian penduduk Jawa ke pulau-pulau lain di Indonesia yang lebih luas. Program ini terkadang berhasil. Namun terkadang menghasilkan konflik antara transmigran pendatang dari Jawa dengan populasi penduduk setempat. Di Jawa Timur banyak pula terdapat penduduk dari etnis Madura dan Bali, karena kedekatan lokasi dan hubungan bersejarah antara Jawa dan pulau-pulau tersebut. Jakarta dan wilayah sekelilingnya sebagai daerah metropolitan yang dominan serta ibu kota negara, telah menjadi tempat berkumpulnya berbagai suku bangsa di Indonesia.
Penduduk Pulau Jawa perlahan-lahan semakin berciri urban, dan kota-kota besar serta kawasan industri menjadi pusat-pusat kepadatan tertinggi. Berikut adalah 10 kota besar di Jawa berdasarkan jumlah populasi tahun 2005.[47]
Urutan | Kota, Provinsi | Populasi |
---|---|---|
1 | Jakarta, DKI Jakarta | 8.839.247 |
2 | Surabaya, Jawa Timur | 2.611.506 |
3 | Bandung, Jawa Barat | 2.288.570 |
4 | Bekasi, Jawa Barat | 1.940.308 |
5 | Tangerang, Banten | 1.451.595 |
6 | Semarang, Jawa Tengah | 1.352.869 |
7 | Depok, Jawa Barat | 1.339.263 |
8 | Bogor, Jawa Barat | 891.467 |
9 | Malang, Jawa Timur | 773.174 |
10 | Cimahi, Jawa Barat | 546.879 |
Etnis dan budaya
Mitos asal usul Pulau Jawa serta gunung-gunung berapinya diceritakan dalam sebuah kakawin, bernama Tangtu Panggelaran. Komposisi etnis di Pulau Jawa secara relatif dapat dianggap homogen, meskipun memiliki populasi yang besar dibandingkan dengan pulau-pulau besar lainnya di Indonesia. Terdapat dua kelompok etnis besar pulau ini, yaitu etnis Jawa dan etnis Sunda. Etnis Madura dapat pula dianggap sebagai kelompok ketiga; mereka berasal dari Pulau Madura yang berada di utara pantai timur Jawa, dan telah bermigrasi secara besar-besaran ke Jawa Timur sejak abad ke-18.[48] Jumlah orang Jawa adalah sekitar dua-pertiga penduduk pulau ini, sedangkan orang Sunda mencapai 25% dan orang Madura mencapai 4% lebih atau hampir 5%.[48]
Empat wilayah budaya utama terdapat di pulau ini, sentral budaya Jawa (kejawen) di bagian tengah dan budaya Jawa pesisir (pasisiran) di pantai utara, budaya Sunda (pasundan) di bagian barat, dan budaya Osing (blambangan) di ujung timur. Budaya Madura terkadang dianggap sebagai yang kelima, terutama di kawasan pesisir utara Tapal Kuda, mengingat hubungan eratnya dengan budaya pesisir Jawa.[48] Kejawen dianggap sebagai budaya Jawa yang paling dominan. Aristokrasi Jawa yang tersisa berlokasi di wilayah ini, yang juga merupakan etnis dengan populasi dominan di Indonesia. Bahasa, seni, dan tata krama yang berlaku di wilayah ini dianggap yang paling halus dan merupakan panutan masyarakat Jawa.[48] Tanah pertanian tersubur dan terpadat penduduknya di Indonesia membentang sejak dari Banyumas di sebelah barat hingga ke Blitar di sebelah timur.[48]
Jawa merupakan tempat berdirinya banyak kerajaan yang berpengaruh di kawasan Asia Tenggara,[49] dan karenanya terdapat berbagai karya sastra dari para pengarang Jawa. Salah satunya ialah kisah Ken Arok dan Ken Dedes, yang merupakan kisah anak yatim yang berhasil menjadi raja dan menikahi ratu dari kerajaan Jawa kuno; dan selain itu juga terdapat berbagai terjemahan dari Ramayana dan Mahabharata. Pramoedya Ananta Toer adalah seorang penulis kontemporer ternama Indonesia, yang banyak menulis berdasarkan pengalaman pribadinya ketika tumbuh dewasa di Jawa, dan ia banyak mengambil unsur-unsur cerita rakyat dan legenda sejarah Jawa ke dalam karangannya.
Bahasa
Tiga bahasa utama yang dipertuturkan di Jawa adalah bahasa Jawa, bahasa Sunda, dan bahasa Madura. Bahasa-bahasa lain yang dipertuturkan meliputi bahasa Betawi (suatu dialek lokal dari rumpun bahasa Melayu di wilayah Jakarta), Bahasa Bawean (erat hubungannya dengan bahasa Madura), dan bahasa Bali.[50] Sebagian besar besar penduduk mampu berbicara dalam bahasa Indonesia, yang umumnya merupakan bahasa kedua mereka.
Agama dan kepercayaan
Jawa adalah kancah pertemuan dari berbagai agama dan budaya. Pengaruh budaya India adalah yang datang pertama kali dengan agama Hindu-Siwa dan Buddha, yang menembus secara mendalam dan menyatu dengan tradisi adat dan budaya masyarakat Jawa.[51] Para brahmana kerajaan dan pujangga istana mengesahkan kekuasaan raja-raja Jawa, serta mengaitkan kosmologi Hindu dengan susunan politik mereka.[51] Meskipun kemudian agama Islam menjadi agama mayoritas, kantong-kantong kecil pemeluk Hindu tersebar di seluruh pulau. Terdapat populasi Hindu yang signifikan di sepanjang pantai timur dekat Pulau Bali, terutama di sekitar kota Banyuwangi. Sedangkan komunitas Buddha umumnya saat ini terdapat di kota-kota besar, terutama dari kalangan Tionghoa-Indonesia.
Sekumpulan batu nisan Muslim yang berukiran halus dengan tulisan dalam bahasa Jawa Kuno dan bukan bahasa Arab ditemukan dengan penanggalan tahun sejak 1369 di Jawa Timur. Damais menyimpulkan itu adalah makam orang-orang Jawa yang sangat terhormat, bahkan mungkin para bangsawan.[52] M.C. Ricklefs berpendapat bahwa para penyebar agama Islam yang berpaham sufi-mistis, yang mungkin dianggap berkekuatan gaib, adalah agen-agen yang menyebabkan perpindahan agama para elit istana Jawa, yang telah lama akrab dengan aspek mistis agama Hindu dan Buddha.[53] Sebuah batu nisan seorang Muslim bernama Maulana Malik Ibrahim yang bertahun 1419 (822 Hijriah) ditemukan di Gresik, sebuah pelabuhan di pesisir Jawa Timur. Tradisi Jawa menyebutnya sebagai orang asing non-Jawa, dan dianggap salah satu dari sembilan penyebar agama Islam pertama di Jawa (Walisongo), meskipun tidak ada bukti tertulis yang mendukung tradisi lisan ini.
Saat ini hampir 100% suku Madura, Betawi, Bawean, & Sunda, serta sekitar 95 persen suku Jawa menganut agama Islam. Agama Islam sangat kental memberi pengaruh pada suku Betawi, Banten, Cirebon dan Sunda. Muslim suku Jawa dapat dibagi menjadi abangan (lebih sinkretis) dan santri (lebih agamais). Dalam sebuah pondok pesantren di Jawa, para kyai sebagai pemimpin agama melanjutkan peranan para resi pada masa Hindu. Para santri dan masyarakat di sekitar pondok umumnya turut membantu menyediakan kebutuhan-kebutuhannya.[51] Tradisi pra-Islam di Jawa juga telah membuat pemahaman Islam sebagian orang cenderung ke arah mistis. Terdapat masyarakat Jawa yang berkelompok dengan tidak terlalu terstruktur di bawah kepemimpinan tokoh keagamaan, yang menggabungkan pengetahuan dan praktik-praktik pra-Islam dengan ajaran Islam.[51]
Agama Katolik Roma tiba di Indonesia pada saat kedatangan Portugis dengan perdagangan rempah-rempah.[54] Agama Katolik mulai menyebar di Jawa Tengah ketika Frans van Lith, seorang imam dari Belanda, datang ke Muntilan, Jawa Tengah pada tahun 1896. Kristen Protestan tiba di Indonesia saat dimulainya kolonialisasi Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC) pada abad ke-16. Kebijakan VOC yang melarang penyebaran agama Katolik secara signifikan meningkatkan persentase jumlah penganut Protestan di Indonesia.[55] Komunitas Kristen terutama terdapat di kota-kota besar, meskipun di beberapa daerah di Jawa tengah bagian selatan terdapat pedesaan yang penduduknya memeluk Katolik. Terdapat kasus-kasus intoleransi bernuansa agama yang menimpa umat Katolik dan kelompok Kristen lainnya.[56]
Tahun 1956, Kantor Departemen Agama di Yogyakarta melaporkan bahwa terdapat 63 sekte aliran kepercayaan di Jawa yang tidak termasuk dalam agama-agama resmi di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 35 berada di Jawa Tengah, 22 di Jawa Barat dan 6 di Jawa Timur.[51] Berbagai aliran kepercayaan (juga disebut kejawen atau kebatinan) tersebut, di antaranya yang terkenal adalah Subud, memiliki jumlah anggota yang sulit diperkirakan karena banyak pengikutnya mengidentifikasi diri dengan salah satu agama resmi pula.[57]
Perekonomian
Awalnya, perekonomian Jawa sangat tergantung pada sektor pertanian dan perkebunan, khususnya dari bercocok tanam di areal persawahan. Kerajaan-kerajaan kuno di Jawa, seperti Tarumanagara, Mataram, dan Majapahit, sangat bergantung pada panen padi dan pajaknya. Jawa terkenal sebagai lumbung padi dan menjadi pengekspor beras sejak zaman dahulu. Secara tidak langsung tanah jawa yang subur menjadi kontribusi terhadap pertumbuhan penduduk pulau ini. Perdagangan dengan negara-negara di Asia lainnya seperti India dan Tiongkok sudah terjadi pada awal abad ke-4, terbukti dengan ditemukannya beberapa peninggalan sejarah berupa keramik Tiongkok dari periode tersebut. Selain itu Jawa juga terlibat aktif dalam perdagangan domestik misalnya perdagangan rempah-rempah Maluku yang sudah dirintis semenjak era Majapahit hingga era Perusahaan Hindia Timur Belanda (VOC). Perusahaan dagang tersebut mendirikan pusat administrasinya di Batavia pada abad ke-17, yang kemudian terus dikembangkan oleh pemerintah Hindia Belanda sejak abad ke-18.
Selama masa penjajahan, Belanda memperkenalkan budidaya berbagai tanaman komersial seperti tebu, kopi, karet, teh, kina, dan lain-lain. Di beberapa wilayah Jawa dibuka lahan perkebunan dalam skala besar dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan ekspor. Beberapa komoditas berhasil dikembangkan di Jawa salah satunya adalah Kopi. Kopi Jawa bahkan mendapatkan popularitas global di awal ke-19 dan abad ke-20, sehingga nama Java telah menjadi sinonim untuk kopi.
Jawa telah menjadi pulau paling berkembang di Indonesia sejak era Hindia Belanda hingga saat ini. Jaringan transportasi jalan yang telah ada sejak zaman kuno dipertautkan dan disempurnakan dengan dibangunnya Jalan Raya Pos Jawa oleh Daendels di awal abad ke-19. Kebutuhan transportasi produk-produk komersial dari perkebunan di pedalaman menuju pelabuhan di pantai, telah memacu pembangunan jaringan kereta api di Jawa. Saat ini, industri, bisnis dan perdagangan, juga jasa berkembang di kota-kota besar di Jawa, seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, dan Bandung, sedangkan kota-kota kesultanan tradisional seperti Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon menjaga warisan budaya keraton dan menjadi pusat seni, budaya dan pariwisata. Kawasan industri juga berkembang di kota-kota sepanjang pantai utara Jawa, terutama di sekitar Cilegon, Tangerang, Bekasi, Karawang, Gresik, dan Sidoarjo.
Jaringan jalan tol dibangun dan diperluas sejak masa pemerintahan Soeharto hingga sekarang, yang menghubungkan pusat-pusat kota dengan daerah sekitarnya, di berbagai kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Cirebon, Semarang, dan Surabaya. Selain jalan tol tersebut, di pulau ini juga terdapat 16 jalan raya nasional. Dari segi perkeretaapian, Pulau Jawa mempunyai jaringan jalur kereta api sejak abad ke–19 semenjak Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) membangun jalur kereta api pertama di Indonesia, tepatnya di petak Stasiun Samarang–Tanggoeng pada tanggal 17 Juni 1864 yang mendukung kelancaran perekonomian Pulau Jawa dari segi mobilitas maupun logistik. Keempat jalur utama kereta api tersebut adalah:
- Jalur utara Jawa: Jakarta–Cirebon–Semarang–Surabaya
- Jalur tengah Jawa: Jakarta–Cirebon–Yogyakarta–Surabaya
- Jalur selatan Jawa: Bandung–Tasikmalaya–Yogyakarta–Surabaya
- Jalur kereta cepat Jakarta–Bandung: Jakarta–Bandung
Lihat juga
Catatan
Referensi
- ^ a b Raffles, Thomas E.: "The History of Java". Oxford University Press, 1965 . Page 3
- ^ "Malay Words of Sanskrit Origin - वेद Veda". veda.wikidot.com.
- ^ Raffles, Thomas E.: " The History of Java". Oxford University Press, 1965. Page 2
- ^ "History Of Ancient India (portraits Of A Nation), 1/e". Sterling Publishers Pvt. Ltd. 18 Apr 2010 – via Google Books.
- ^ Hatley, R., Schiller, J., Lucas, A., Martin-Schiller, B., (1984). "Mapping cultural regions of Java" in: Other Javas away from the kraton. pp. 1–32.
- ^ J. Oliver Thomson (2013). History of Ancient Geography. Cambridge University Press. hlm. 316–317. ISBN 9781107689923.
- ^ Lombard, Denys (2005). Nusa Jawa: Silang Budaya, Bagian 2: Jaringan Asia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
- ^ Mills, J.V.G. (1970). Ying-yai Sheng-lan: The Overall Survey of the Ocean Shores [1433]. Cambridge: Cambridge University Press.
- ^ a b Nugroho, Irawan Djoko (2011). Majapahit Peradaban Maritim. Suluh Nuswantara Bakti. ISBN 978-602-9346-00-8.
- ^ Yule, Sir Henry (1913). Cathay and the way thither: being a collection of medieval notices of China vol. III. London: The Hakluyt Society.
- ^ Braginsky, Vladimir. 1998. Two Eastern Christian sources on medieval Nusantara. Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde. 154(3): 367–396.
- ^ Zenkovsky, Serge A. (1974). Medieval Russia's epics, chronicles, and tales. New York: Dutton. hlm. 345–347. ISBN 0525473637.
- ^ Maharsi. Kamus Jawa Kawi Indonesia. Pura Pustaka.
- ^ Basya, Fahmi (2014). Indonesia Negeri Saba. Jakarta: Zahira. ISBN 978-602-1139-48-6.
- ^ Pope, G G (1988). "Recent advances in far eastern paleoanthropology". Annual Review of Anthropology. 17: 43–77. doi:10.1146/annurev.an.17.100188.000355. ISSN 0084-6570. cited in Whitten, T (1996). The Ecology of Java and Bali. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. hlm. 309–312. ; Pope, G (August 15, 1983). "Evidence on the Age of the Asian Hominidae". Proceedings of the National Academy of Sciences of the United States of America. 80 (16): 4,988–4992. doi:10.1073/pnas.80.16.4988. PMC 384173 . PMID 6410399. cited in Whitten, T (1996). The Ecology of Java and Bali. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. hlm. 309. ; de Vos, J.P. (9 December 1994). "Dating hominid sites in Indonesia" (PDF). Science Magazine. 266 (16): 4,988–4992. doi:10.1126/science.7992059. cited in Whitten, T (1996). The Ecology of Java and Bali. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. hlm. 309.
- ^ [1] Diarsipkan 2016-03-03 di Wayback Machine.|Cipari archaeological park discloses prehistoric life in West Java.
- ^ Ricklefs (1991), pp. 16–17
- ^ Ricklefs (1991), p. 15.
- ^ Sastropajitno, Warsito (1958). Rekonstruksi Sedjarah Indonesia. Zaman Hindu, Yavadvipa, Srivijaya, Sailendra. Yogyakarta: PT. Pertjetakan Republik Indonesia.
- ^ Groeneveldt, Willem Pieter (1876). "Notes on the Malay Archipelago and Malacca, Compiled from Chinese Sources". Batavia: W. Bruining.
- ^ Ames, Glenn J. (2008). The Globe Encompassed: The Age of European Discovery, 1500-1700. hlm. 99.
- ^ St. John, Horace Stebbing Roscoe (1853). The Indian Archipelago: its history and present state, Volume 1. Longman, Brown, Green, and Longmans. hlm. 137.
- ^ Atkins, James (1889). The Coins And Tokens Of The Possessions And Colonies Of The British Empire. London: Quaritch, Bernard. hlm. 213.
- ^ Java (island, Indonesia). Encyclopædia Britannica.
- ^ Taylor (2003), hlm. 253.
- ^ Taylor (2003), hlm. 253-254.
- ^ Byrne, Joseph Patrick (2008). Encyclopedia of Pestilence, Pandemics, and Plagues: A-M. ABC-CLIO. hlm. 99. ISBN 0313341028.[pranala nonaktif permanen]
- ^ a b Taylor (2003), hlm. 254.
- ^ "Ethnic Chinese tell of mass rapes". BBC News. 23 June 1998. Diakses tanggal 28 April 2010.
- ^ Monk,, K.A. (1996). The Ecology of Nusa Tenggara and Maluku. Hong Kong: Periplus Editions Ltd. hlm. 7. ISBN 962-593-076-0.
- ^ Management of Bengawan Solo River Area Diarsipkan 2007-10-11 di Wayback Machine. Jasa Tirta I Corporation 2004. Diakses 26 Juli 2006.
- ^ Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia since c.1300 (2nd edition). London: MacMillan. hlm. 15. ISBN 0-333-57690-X.
- ^ "Fenomena Bediding, Penyebab Suhu Dingin di Malam Hari pada Musim Kemarau". https://regional.kompas.com. Diakses tanggal 2023-03-18. Hapus pranala luar di parameter
|website=
(bantuan) - ^ "Curah Hujan Ketenger". banyumaskab.bps.go.id. Diakses tanggal 2022-10-18.
- ^ Maulud, Mochamad Iqbal (20 Juli 2022). "Program Hutan Sosial Harus Terus Dikawal". Pikiran Rakyat. hlm. 1.
- ^ Maulud, Mochamad Iqbal (20 Juli 2022). "Program Hutan Sosial Harus Terus Dikawal". Pikiran Rakyat. hlm. 10.
- ^ Bemmelen, R.W van. 1949. The Geology of Indonesia. The Hague. Government Printing Office.
- ^ Sosilawati, dkk. (2017). Handayani, A., dan Nababan, M. L., ed. Sinkronisasi Program dan Pembiayaan Pembangunan Jangka Pendek 2018-2020: Keterpaduan Pengembangan Kawasan dengan Infrastruktur PUPR Pulau Jawa (PDF). Pusat Pemrograman dan Evaluasi Keterpaduan Infrastruktur PUPR. hlm. 2. ISBN 978-602-61190-5-6.
- ^ Ridwan, I., dkk. (November 2021). Muhibah, Siti, ed. Studi Kebantenan dalam Catatan Sejarah (PDF). Tangerang: Media Edukasi Indonesia. hlm. 18. ISBN 978-623-6497-50-0.
- ^ Kusuma, Arya Aji (Februari 2022). Sucipto, Agus, ed. Kota Jakarta Pusat dalam Angka 2022. Jakarta Pusat: BPS Kota Jakarta Pusat. hlm. 5. ISSN 0215-4137.
- ^ Yulianto, E., dkk. (November 2020). Achdian, Andi, ed. Geliat Kota Bandung: Dari Kota Tradisional Menuju Modern (PDF). Jakarta: Bank Indonesia Institute. hlm. 110. ISBN 978-979-8086-60-1.
- ^ Susatyo, Rachmat (2006). Penguasaan Tanah dan Ketenagakerjaan di Karesidenan Semarang pada Masa Kolonial (PDF). Bandung: Koperasi Ilmu Pengetahuan Sosial. hlm. 6. ISBN 978-979-17075-7-2.
- ^ Bidang Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Statistik (2018). Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Dalam Angka 2018. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik Propinsi D.I. Yogyakarta. hlm. 21. ISSN 0215-2185.
- ^ Brahmanta, Arya (2017). Revianti, Syamsulina, ed. Gambaran Sefalometri Skeletal, Dental dan Jaringan Lunak: Pasien Fase Geligi Pergantian di Kelurahan Sukolilo yang Datang Berobat ke RSGM FKG UHT (PDF). Surabaya: Penerbit Kartika Mulya. hlm. 1. ISBN 978-602-9167-26-9.
- ^ a b c d "Salinan arsip". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2010-08-24. Diakses tanggal 2011-03-16.
- ^ "East Asia/Southeast Asia :: Indonesia—The World Factbook - Central Intelligence Agency". www.cia.gov. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2008-12-10. Diakses tanggal 2011-03-16.
- ^ "Indonesia: Provinces, Cities & Municipalities". City Population. Diakses tanggal 2010-04-28.
- ^ a b c d e Hefner, Robert (1997). Java. Singapore: Periplus Editions. hlm. 58. ISBN 962-593-244-5.
- ^ Lihat puisi Wallace Stevens" Tea" yang menampilkan suatu kiasan dalam menghargai budaya Jawa.
- ^ Languages of Java and Bali–Ethnologue. Terdapat sumber-sumber lain yang menyatakan beberapa dari bahasa-bahasa ini sebagai dialek.
- ^ a b c d e van der Kroef, Justus M. (1961). "New Religious Sects in Java". Far Eastern Survey. 30 (2): 18–15. doi:10.1525/as.1961.30.2.01p1432u. JSTOR 3024260.
- ^ Damais, Louis-Charles, 'Études javanaises, I: Les tombes musulmanes datées de Trålåjå.' BEFEO, vol. 54 (1968), hlm. 567-604.
- ^ Ricklefs, M.C. (1991). A History of Modern Indonesia since c.1300, 2nd Edition. London: MacMillan. ISBN 0-333-57689-6.
- ^ cf. Bunge (1983), chapter Christianity.
- ^ Goh, Robbie B.H.. Christianity in Southeast Asia. Institute of Southeast Asian Studies. Hlm. 80. ISBN 981-230-297-2. OCLC 61478898.
- ^ Epa, Konradus. "Christians refuse to cancel Christmas". UCA News.
- ^ Beatty, Andrew, Varieties of Javanese Religion: An Anthropological Account, Cambridge University Press 1999, ISBN 0-521-62473-8
Pranala luar
- (Inggris) Segala hal mengenai pulau Jawa
- (Indonesia) Objek wisata di Pulau Jawa
- (Inggris) Project Gutenberg Library: Monumental Java Monumental Java dan mesin pencarian untuk kata 'Java' Books: Java (sorted by popularity)