Pasca-Islamisme: Perbedaan antara revisi
baru |
Tidak ada ringkasan suntingan |
||
Baris 1: | Baris 1: | ||
{{ |
{{Kotak samping Islamisme|Konsep}} |
||
'''Pasca-Islamisme''' ({{lang-en|Post-Islamism}}) adalah [[neologisme]] dalam [[ilmu politik]]. Definisi dan penerapannya memancing perdebatan intelektual. [[Asef Bayat]] dan [[Olivier Roy (guru besar)|Olivier Roy]] adalah salah satu perancang utama gagasan ini.{{sfn|Gómez García|2012}} |
'''Pasca-Islamisme''' ({{lang-en|Post-Islamism}}) adalah [[neologisme]] dalam [[ilmu politik]]. Definisi dan penerapannya memancing perdebatan intelektual. [[Asef Bayat]] dan [[Olivier Roy (guru besar)|Olivier Roy]] adalah salah satu perancang utama gagasan ini.{{sfn|Gómez García|2012}} |
||
Revisi per 10 Agustus 2018 06.41
Bagian dari seri tentang: Islamisme |
---|
Portal Politik |
Pasca-Islamisme (bahasa Inggris: Post-Islamism) adalah neologisme dalam ilmu politik. Definisi dan penerapannya memancing perdebatan intelektual. Asef Bayat dan Olivier Roy adalah salah satu perancang utama gagasan ini.[1]
Istilah dan definisi
Istilah ini diciptakan oleh sosiolog politik asal Iran, Asef Bayat, lektor kepala sosiologi di The American University in Cairo, dalam sebuah esai di jurnal Middle East Critique tahun 1996.[2][3]
Menurut definisi Bayat, pasca-Islamisme adalah "kondisi lenyapnya daya tarik, semangat, simbol, dan sumber legitimasi Islamisme, bahkan di kalangan pendukung utamanya, setelah melewati satu tahap uji coba. Karena itu, pasca-Islamisme bukan anti-Islam, tetapi justru mencerminkan keinginan agar agama disekulerkan kembali." Istilah pasca-Islamisme awalnya digunakan untuk menyebut Iran. Di sana, "pasca-Islamisme tercerminkan dalam gagasan penggabungan Islam (sebagai keyakinan pribadi) dengan kebebasan dan pilihan individu; dan pasca-Islamisme berkaitan dengan nilai-nilai demokrasi dan aspek modernitas".[4] Dalam konteks ini, awalan pasca- tidak memiliki makna historis, tetapi mengacu pada peralihan kritis dari diskursus Islamis.[5] Bayat mengatakan pada tahun 2007 bahwa pasca-Islamisme adalah "kondisi" sekaligus "proyek".[1]
Istilah "Islamisme Pascamodern" dan "Islamisme Zaman Baru" juga sering dipakai.[6]
Politikus Perancis, Olivier Carré, mengangkat istilah ini pada tahun 1991 dengan sudut pandang yang berbeda. Istilah ini digunakan Carré untuk menyebut periode antara abad ke-10 dan abad ke-19, ketika Islam Syiah dan Sunni "memisahkan politik-militer dari ranah agama, baik secara teori maupun secara praktik".[1]
Kasus
Di Iran, kelompok Reformis[7][8] Melli-Mazhabi (yang ideolognya lebih dekat dengan Gerakan Kebebasan Iran)[9] disebut sebagai kaum pasca-Islamis.
Berdirinya partai moderat Partai Al-Wasat di Mesir serta Partai Keadilan dan Pembangunan di Maroko menyerupai bangkitnya pasca-Islamisme. Namun, beberapa ilmuwan politik mengatakan bahwa kedua partai ini tidak pasca-Islamis.[10][11] Istilah ini juga disematkan untuk Partai Islam Se-Malaysia.[12]
Penelitian Lowy Institute for International Policy tahun 2008 menunjukkan bahwa Partai Keadilan Sejahtera di Indonesia dan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) di Turki tergolong pasca-Islamis.[13] Menurut Ahmet T. Kuru dan Alfred Stepan (2012), berbagai analis mempertimbangkan AKP Turki sebagai contoh pasca-Islamis, sama seperti partai-partai demokrasi Kristen, tetapi berhaluan Islam.[14] Namun, sejumlah ilmuwan politik seperti Bassam Tibi masih ragu.[15] İhsan Yılmaz berpendapat bahwa ideologi AKP setelah tahun 2011 berbeda dengan tahun 2001 sampai 2011.[16]
Sejumlah pihak menggunakan "pasca-Islamisme" untuk menyebut perubahan ideologi dalam Gerakan Ennahda di Tunisia.[17]
Lihat pula
- Demokrasi Islam
- Islamisme
- Liberalisme dan progresivisme di dunia Muslim
- Aspek politik Islam
- Politik Islam
Referensi
Catatan kaki
- ^ a b c Gómez García 2012.
- ^ Mojahedi 2016, hlm. 52.
- ^ Badamchi 2017, hlm. 1.
- ^ Bayat 1996, hlm. 45.
- ^ Badamchi 2017, hlm. 4.
- ^ Ismail 2008, hlm. 626.
- ^ Fazeli 2006, hlm. 169.
- ^ Badamchi 2017, hlm. 3.
- ^ Shahibzadeh 2016, hlm. 103.
- ^ Stacher 2002, hlm. 432.
- ^ Lauzi`ere 2005, hlm. 242.
- ^ Muller 2013.
- ^ Bubalo, Fealy & Mason 2002, hlm. 51, 76.
- ^ Kuru & Stepan 2012, hlm. 172.
- ^ Hale & Ozbudun 2009, hlm. 148.
- ^ Yılmaz 2016, hlm. 115.
- ^ Cavatorta & Merone 2015.
Sumber
- Bayat, Asef (Fall 1996). "The Coming of a Post-Islamist Society". Critique: Critical Middle Eastern Studies. Routledge. 5 (9): 43–52. doi:10.1080/10669929608720091 – via Taylor & Francis Online (perlu berlangganan).
- Mojahedi (perlu berlangganan), Mohammad Mahdi (Autumn 2016). ""Is There Toleration in Islam?" Reframing a Post-Islamist Question in a Post-Secular Context". ReOrient. Pluto Journals. 2 (1): 51–72. doi:10.1080/10669929608720091. JSTOR 10.13169/reorient.2.1.0051.
- Cavatorta, Francesco; Merone, Fabio (2015). "Post-Islamism, ideological evolution and 'la tunisianite´' of the Tunisian Islamist party al-Nahda". Journal of Political Ideologies. Taylor and Francis. 20 (1): 27–42 – via Taylor & Francis Online (perlu berlangganan).
- Stacher (perlu berlangganan), Joshua A. (Summer 2002). "Post-Islamist Rumblings in Egypt: The Emergence of the Wasat Party". Middle East Journal. Middle East Institute. 56 (3): 415–432. doi:10.1080/10669929608720091. JSTOR 4329786.
- Bubalo, Anthony; Fealy, Greg; Mason, Whit (2008). "Zealous Democrats: Islamism and Democracy in Egypt, Indonesia and Turkey" (PDF) (25). Australia: Lowy Institute for International Policy. ISBN 9781921004353.
- Badamchi, Meysam (2017). Post-Islamist Political Theory: Iranian Intellectuals and Political Liberalism in Dialogue. Philosophy and Politics - Critical Explorations. 5. Springer. ISBN 9783319594927.
- Fazeli, Nematollah (2006). Politics of Culture in Iran. Routledge/BIPS Persian Studies Series. Routledge. ISBN 9781134200382.
- Shahibzadeh, Yadullah (2016). Islamism and Post-Islamism in Iran: An Intellectual History. Springer. ISBN 9781137578259.
- Lauzi`ere, Henri (2005). "Post-Islamism and Religious Discourse of al-Salam Yasin". International Journal of Middle East Studies. Middle East Studies Association of North America. 37: 241–261 – via Cambridge (perlu berlangganan).
- Gómez García, Luz (2012). "Post-Islamism, the Failure of an Idea: Regards on Islam and Nationalism from Khomeini's Death to the Arab Revolts". Religion Compass. Blackwell Publishing Ltd. 6 (10): 451–466. doi:10.1111/rec3.12002 – via Wiley Online Library (perlu berlangganan).
- Muller, Dominik M. (2013). "Post-Islamism or Pop-Islamism? Ethnographic observations of Muslim youth politics in Malaysia" (PDF). Paideuma: Mitteilungen zur Kulturkunde. Frobenius-Institut at the Goethe University. 6 (10): 261–284.
- Kuru, Ahmet; Stepan, Alfred (2012). Democracy, Islam, and Secularism in Turkey. Religion, Culture, and Public Life. Columbia University Press. ISBN 9780231530255.
- Hale, William; Ozbudun, Ergun (2009). Islamism, Democracy and Liberalism in Turkey: The Case of the AKP. Routledge Studies in Middle Eastern Politics. Routledge. ISBN 9781135214920.
- Yılmaz, İhsan (2016). "The Experience of the AKP". Dalam Alessandro Ferrari. Religions and Constitutional Transitions in the Muslim Mediterranean: The Pluralistic Moment. ICLARS Series on Law and Religion. Taylor & Francis. ISBN 9781317067122.
- Ismail, Salwa (2008). "Being Muslim: Islam, Islamism and Identity Politics". Dalam Laleh Khalili. Politics of the Modern Arab World. Critical concepts in the modern politics of the Middle East. Routledge. ISBN 9780415451598.